PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP
IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BEKASI
ANGGI APRILIAN FAHENDRA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Anggi Aprilian Fahendra
ABSTRAK
ANGGI APRILIAN FAHENDRA. Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN, BAMBANG SULISTYANTARA.
Perkembangan sebuah kota mengakibatkan pengalihfungsian lahan dari ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka hijau semakin berkurang. Ruang terbuka hijau memiliki peranan penting dalam mengendalikan iklim mikro sehingga memberikan kenyamanan bagi penduduk yang berada di kota. Ruang terbuka hijau terdiri atas struktur vegetasi pohon, semak dan rumput. Setiap struktur vegetasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap iklim mikro di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada land use yang berbeda-beda seperti RTH kota, permukiman, Central Bussiness Distric
(CBD) dan industri dengan menggunakan alat pengukur suhu dan kelembaban Heavy Weather. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa struktur vegetasi pohon mampu mereduksi suhu sebesar 0.64-3.97 oC lebih besar dibandingkan struktur vegetasi lainnya sehingga penanaman pohon dalam jumlah banyak pada RTH sangat direkomendasikan karena fungsinya sangat efektif dalam ameliorasi iklim. Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim mikro adalah Faktor-faktor lingkungan, aktivitas kawasan dan jenis vegetasi yang ada pada setiap land use tersebut.
Kata kunci: Heavy Weather, iklim mikro, land use, struktur vegetasi
ABSTRACT
The development of a city impacts to the land diversion from green open land into land used, so that the proportion of green open spaces become more diminish. The green open spaces have an important role to control the micro-climate, that provide cosiness for the people who live in there. Green open spaces consists of vegetation structure of the trees, shrubs and grasses. Each of the vegetation structure gives the different effect on the surrounding microclimate. The aim of this study is to determine the influence of the vegetation structure (trees, shrubs and grasses) on microclimate (temperature and humidity) in the different land used such as RTH city, residential, Central Bussiness Distric (CBD) and the industry by using measuring device of temperature and humadity is heavy weather. The result of this study stated that the structure of the trees vegetation is able to reduce the temperature by 0.64-3.97 ° C hinger than other vegetation structure so that the planting of trees a lot quantities at RTH is recommended because its function is very effective in the amelioration of climate. The factors that influence the microclimate are environmental factors, activity area and the type of vegetation that exist in each of the land used.
Keywords: Heavy Weather, land use, microclimate, vegetation structure
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
ANGGI APRILIAN FAHENDRA
PENGARUH STRUKTUR VEGETASI TERHADAP
IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA BEKASI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Juli 2013 ini adalah Pengaruh Struktur Vegetasi terhadap Iklim Mikro di Kawasan Kota Bekasi.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Alinda FM Zain, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, dan Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, serta Ibu Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala semangat, doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Hipotesis 2
Kerangka Pikir 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Kota 4
Lahan dan Tata Guna Lahan 4
Pemanasan Global 6
Ruang Terbuka Hijau 6
Permukiman 7
Cental Bussiness Distric (CBD) 7
Industri 8
Iklim Mikro 8
Suhu Udara 9
Kelembaban Udara 9
METODOLOGI 10
Tempat dan Waktu Penelitian 10
Alat dan Bahan 11
Data Penelitian 12
Metode Penelitian 12
Persiapan Penelitian 12
Pengumpulan dan Pengambilan Data 12
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data dan Struktur Vegetasi 13
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan RTH Kota 14
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Permukiman 15
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan CBD 16
Parameter yang diukur 18
Metode Pengukuran 18
Pengolahan Data dan Analisis 21
Penyusunan Rekomendasi 21
KONDISI UMUM KOTA BEKASI 22
Profil Wilayah Kota Bekasi 22
Kondisi Fisik Lingkungan 22
Topografi 22
Iklm 22
Kependudukan 22
HASIL DAN PEMBAHASAN 24
Hasil Pengukuran Iklim Mikro pada setiap Land use 24
Iklim Mikro Kawasan RTH Kota 24
Iklim Mikro Kawasan Permukiman 26
Iklim Mikro Kawasan CBD 28
Iklim Mikro Kawasn Industri 31
Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada berbagai Land use 33 Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Land use 33
Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Land use 36
Analisis Iklim Mikro Rumput pada berbagai Land use 38
SIMPULAN DAN SARAN 41
Simpulan 41
Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 45
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan 11
2 Data penelitian 12
3 Pemilihan lokasi kawasan RTH kota 15
4 Pemilihan lokasi kawasan permukiman 16
5 Pemilihan lokasi kawasan CBD 17
6 Pemilihan lokasi kawasan industri 18
7 Contoh table uji-T One Way Anova 21
8 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Km2 menurut
Kecamatan tahun 2011 23
9 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan RTH kota 25
10 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan RTH kota 25
11 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan permukiman 27
12 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di ats rumput
di kawasan permukiman 28
13 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan CBD 29
14 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan CBD 30
15 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di
kawasan industri 31
16 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas
rumput di kawasan industri 32
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pikir 3
2 Peta administrasi Kota Bekasi 10
3 Seperangkat alat pengukur suhu dan kelembaban Mini Microclimate
Station Heavy Weather tipe WS2355 11
4 Pemilihan lokasi pengambilan data 13
5 Peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi 14
6 Peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi 15
7 Peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi 16
8 Peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi 17
9 Sketsa posisi alat pengukur pada struktur vegetasi 19
10 Sketsa jarak antar struktur vegetasi 19
11 Bagan pengambilan data 20
12 Grafik suhu di kawasan RTH kota 24
13 Grafik kelembaban di kawasan RTH kota 25
14 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan RTH kota 26
15 Grafik suhu di kawasan permukiman 27
16 Grafik kelembaban di kawasan permukiman 27
17 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan permukiman 28
18 Grafik suhu di kawasan CBD 29
19 Grafik kelembaban di kawasan CBD 30
20 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan CBD 30
21 Grafik suhu di kawasan industri 31
22 Grafik kelembaban di kawasan industri 32
23 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan industri 32
24 Grafik suhu di bawah pohon setiap land use 34
25 Grafik kelembaban di bawah pohon setiap landuse 35
26 Grafik suhu di sekitar semak setiap land use 37
27 Grafik kelembaban di sekitar semak setiap landuse 37
28 Grafik suhu di atas rumput setiap land use 39
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Pusat Kota 45
2 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Pondok Gede 46
3 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Bekasi Utara 47
4 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Mustika Jaya 48
5 Peta Rencana Pola Ruang bagian wilayah perkotaan Jatisampurna 49
6 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan RTH kota 50
7 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan permukiman 51
8 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan CBD 52
9 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan industri 53
10 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi pohon terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan 54
11 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi semak terhadap suhu dan
kelembaban pada empat kawasan 55
12 Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi rumput terhadap suhu dan
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota adalah sebuah pusat permukiman penduduk yang besar dan luas dengan terdapat berbagai ragam kegiatan di dalamnya, baik ekonomi, sosial dan budaya. Situasi ini menyebabkan semakin banyak area terbangun demi menciptakan lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia. Hal ini mengakibatkan banyak pengalihfungsian lahan dari ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka hijau semakin berkurang. Menurut UU Tata Ruang no. 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 menyatakan bahwa ketersediaan ruang terbuka hijau untuk wilayah sebuah kota mempunyai proporsi paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Menurut Joga dan Ismaun (2011), menyatakan bahwa hampir seluruh wilayah kota-kota besar di Indonesia yang ketersediaan ruang terbuka hijaunya saat ini baru mencapai 10 persen saja dari luas wilayah kotanya. Bekasi merupakan salah satu kota yang bermasalah akan hal itu.
Kota Bekasi merupakan salah satu kota besar yang berdampingan dengan provinsi DKI Jakarta. Seiring perkembangan pembangunan di kota Bekasi yang semakin pesat, banyak lahan terbuka yang dikonversi menjadi lahan terbangun. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas lingkungan kota itu sendiri. Salah satu solusi untuk meminimalisir penurunan kualitas lingkungan adalah dengan meningkatkan ketersediaan dan efektifitas dari ruang terbuka hijau pada kawasan kota. Ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang ekosistem kota baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya, bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).
RTH sebaiknya didominasi oleh vegetasi karena menurut Irwan (2005), vegetasi sebenarnya makhluk yang paling menentukan dalam ekosistem karena mempunyai peranan sebagai berikut: sebagai pengubah terbesar dari lingkungan karena mempunyai fungsi sebagai perlindungan sehingga dapat mengurangi radiasi matahari, mengurangi temperatur, sebagai pengikat energi untuk seluruh ekosistem, dan sebagai sumber hara mineral. Perubahan iklim mikro yang disebabkan oleh konversi lahan dapat diminimalisir dengan menentukan vegetasi yang sesuai pada setiap peruntukan lahan, sehingga fungsi dari RTH dapat tetap dipertahankan.
2
beraktivitas. Selain itu, jumlah dan struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) yang ada di masing-masing land use juga mempengaruhi akan hal itu.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh struktur vegetasi terhadap iklim mikro pada struktur vegetasi yang berbeda di setiap land use. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geogragi (SIG) untuk mengindentifikasi penutupan lahan kota Bekasi dan alat Heavy Weather Mini Microclimate Station sebagai alat pengukur suhu dan kelembaban pada setiap struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput). Selain itu, digunakan uji statistik untuk mengetahui perbedaan dan pengaruh iklim mikro yang dihasilkan oleh struktur vegetasi yang berbeda pada landuse yang berbeda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda?
2. Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada land use yang berbeda?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri).
2. Menganalisis pengaruh struktur vegetasi terhadap iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya memperbaiki kualitas iklim mikro dengan meningkatkan kualitas RTH perkotaan sehingga dapat meminimalisir penurunan kualitas lingkungan dan meningkatkan kenyamanan bagi warga kota. Rekomendasi yang disusun berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah kota setempat.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Terdapat perbedaan secara nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi (pohon, semak, dan rumput) di setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri).
3
Kerangka Pikir
Perkembangan kota Bekasi yang semakin pesat mempengaruhi peruntukan lahannya. Pada penelitian ini ditentukan empat land use sebagai lokasi pengambilan data yaitu kawasan RTH kota, permukiman, CBD dan industri. Empat kawasan ini dipilih berdasarkan peruntukan lahan yang mendominasi keseluruhan area kota Bekasi dan aktivitas terpadat dari warga kota Bekasi. Masing-masing land use tersebut terdapat RTH yang terdiri dari tiga struktur vegetasi berbeda yaitu pohon, semak dan rumput. Terhadap ketiga struktur vegetasi di masing-masing land use tersebut dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan alat HeavyWeather. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan uji statistik untuk mengetahui seberapa besar struktur vegetasi tersebut dalam mempengaruhi iklim mikro. Hasil analisis diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi untuk menciptakan RTH yang ideal. Bagan dari kerangka pikir ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan kerangka pikir Rekomendasi
Perbandingan iklim mikro pada struktur vegetasi yang berbeda di setiap land use
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kota
Kota adalah sebuah pusat permukiman penduduk yang besar dan luas dengan terdapat berbagai ragam kegiatan di dalamnya, baik ekonomi, sosial dan budaya. Kota juga merupakan sebuah tempat di mana terdapat banyak kesempatan dan permintaan yang mewujudkan adanya sistem pembagian kerja. Situasi ini menyebabkan semakin banyak area terbangun demi menciptakan lapangan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia. Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi antara lain sebagai berikut:
1. sebagai pusat produksi (production center).
2. sebagai pusat perdagangan (center of trade and commerce). 3. sebagai pusat pemerintahan (political capital).
4. dan sebagai pusat kebudayaan (culture center).
Selain itu, kehidupan di kota sangat beragam. Ciri-ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:
1. adanya pelapisan sosial ekonomi, misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial diantara warganya.
3. adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
4. warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
5. cara berpikir dan bertindak wargakota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
6. masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh dari luar.
7. dan pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi.
Menurut Burgess (1925), menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
Lahan dan Tata Guna Lahan
5
manusia dan masyarakat hayati yang lain. Lahan merupakan penjelmaan keseluruhan faktor atau kakas (force) di suatu tapak yang mempengaruhi atau berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat. Secara ekologi, lahan adalah habitat.
Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan yang dilakukan sesuai dengan kondisi eksisting alam. Tata guna lahan biasanya terbagi menjadi permukiman, perdagangan, ruang terbuka hijau dan industri. Menurut Septiana (2010), Kawasan ruang terbuka hijau biasanya dapat berupa taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan yang rendah dan jenisnya sedikit. Namun juga dapat berupa hutan yang didominasi oleh berbagai jenis macam tumbuhan.
Tanah merupakan komponen lahan yang utama. Tanah memiliki sifat dan memenuhi syarat untuk disebut sumberdaya. Tanah dapat menghasilkan bahan nabati, untuk kemudian menghasilkan bahan hewani. Tanah mempunyai daya tumpu, sehingga di atasnya dapat didirikan bangunan. Tanah merupakan bahan mentah untuk membuat beraneka barang. Tanah mampu menyerap cairan, menguraikan bahan organik, mematikan pathogen, berdaya sangga terhadap zat kimia, dengan demikian berfungsi untuk sanitasi lingkungan. Dengan kemampuan infiltrasi dan perkolasinya tanah dapat menyalurkan sebagian air hujan untuk mengisi cadangan air tanah. Taman, jalur hijau, pohon peneduh atau pematah angin, dan hutan wisata dibangun di atas tanah. Tanah diperlukan untuk tujuan estetika dan rekreasi (Notohadiprawiro 1987).
Menurut Soepraptohardjo dan Robinson (1975), kriteria harkat lahan tercakup dalam tiga tarif, yaitu:
1. kemampuan lahan (land capability), dinilai menurut macam pengelolaan yang disyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan selama penggunaan, semakin rumit pengelolaan yang diperlukan maka kemampuan lahan dinilai semakin rendah untuk penggunaan lahan yang direncanakan. Kemampuan lahan menjadi dasar pemilihan macam penggunaan lahan yang paling aman bagi keselamatan lahan.
2. kesesuaian lahan (land suitability), diniliai menurut pengelolaan khas yang diperlukan untuk mendapatkan nisbah (ratio) yang lebih baik antara manfaat yang dapat diperoleh dan korbanan (masukan) yang diperlukan. Semakin rumit pengelolaan khas yang diperlukan, kesesuaian lahan dinilai semakin rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan. Semakin kurang kecukupannya, kesesuaian lahan dinilai semakin rendah untuk macam penggunaan lahan bersangkutan.
6
Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74±0.18 °C (1.33±0.32 °F) selama seratus tahun terakhir (Lockwood 1985). Intergovernmental Panel of Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau merupakan kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sarana lingkungan/kota, pengamanan jaringan pra sarana dan budidaya pertanian. Selain itu, fungsi lainnya untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota (Joga dan Ismaun 2011).
7
hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk merubahnya.
Menurut Sadyohutomo (2008), sejumlah kota-kota besar di Indonesia menjadi miskin vegetasi, kota dipenuhi oleh hamparan aspal dan beton, sehingga suhu udara menjadi lebih panas. Padahal vegetasi pada ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi sebagai penyerap CO2 di udara. Selain itu, ruang terbuka hijau
juga berfungsi sebagai penyeimbang kota, baik itu sistem hidrologi, klimatologi, keanekaragaman hayati, maupun sistem ekologi lainnya, dan bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, estetika kota, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Joga dan Ismaun 2011).
Permukiman
Permukiman merupakan suatu kawasan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman juga harus dilengkapi dengan kelengkapan dasar fisik lingkungan berupa penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan permukiman berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu bentuk permukiman adalah perumahan. Biasanya perumahan terletak dekat dengan pusat kegiatan kota dengan akses yang memudahkan pengguna ataupun penghuni untuk keluar dan masuk kawasan atau area perumahan.
Sebuah permukiman yang padat penduduk dan berada dekat dengan pusat kegiatan sebuah kota akan membutuhkan RTH dengan struktur vegetasinya yang berfungsi memberikan kenyaman bagi masyarakat. Menurut Kuswartojo dan Suparti (1997), pemilihan vegetasi untuk lanskap permukiman harus sesuai dengan fungsinya, seperti penaung, peneduh, peredam bising, penahan silau dari sinar matahari, penahan angin, penyerap polutan dan untuk memperkuat nilai keindahan permukiman tersebut.
Central Bussiness District (CBD)
Central Bussiness District atau sering disebut CBD, menurut Simonds (1983) adalah sebuah pusat kota yang menyediakan tujuan ganda. CBD tidak hanya inti dari sebuah kota besar, melainkan juga sebagai inti yang dinamis dari wilayah maupun kawasan yang melingkupi. Di dalam kawasan CBD biasanya ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan komunikasi. Menurut Mulyawan (2010) Central Business District memiliki ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu:
1. Adanya pusat perdagangan terutama sektor retail, 2. Banyak kantor-kantor institusi perkotaan,
3. Tidak dijumpai industri berat atau manufaktur,
4. Ditandai dengan adanya zonasi vertikal yaitu banyaknya bangunan bertingkat yang memiliki diferensiasi fungsi,
8
Industri
Industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996, selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, kawasan industri dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka hijau, dan lainnya. Kawasan industri mempunyai beberapa ciri, yakni lahan sudah dilengkapi sarana dan prasarana, ada suatu badan pengelola yang memiliki usaha kawasan industri dan biasanya diisi oleh industri manufaktur. Kawasan industri yang setiap harinya akan menghasilkan polusi dari kegiatan produksi akan sangat membutuhkan ketersediaan RTH untuk mereduksi polutan dan memproduksi oksigen di udara serta memberikan kenyamanan dalam beraktivitas.
Iklim Mikro
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh langsung terhadap kenyamanan di suatu bangunan. Sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim mikro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara dan temperatur udara. Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, orientasi bangunan, ventilasi, sun shading, pengendalian kelembaban udara, pengunaan bahan-bahan bangunan, bentuk dan ukuran ruang serta pengaturan vegetasi.
Pembagian iklim hingga saat ini banyak berdasarkan penggunaan dalam ilmu pertanian. Untuk aplikasi arsitektural, pembagian iklim lebih erat hubungannya dengan faktor kenyamanan. Iklim dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Iklim dingin (cold climate). Masalah utama dari iklim ini adalah kurangnya panas dari radiasi matahari, suhu udara rata-rata 15ºC dengan kelembaban relatif yang rata-rata tinggi selama musim dingin.
2. Iklim moderat. Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan pula, namun tidak terlalu mencolok. Suhu rata-rata terendah pada musim dingin adalah 15 ºC dan suhu terpanas 25 ºC.
3. Iklim panas kering. Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, udara kering, suhu udara rata-rata 25-45 ºC terpanas dan terdingin 10 ºC disertai dengan kelembaban relatif yang sangat rendah.
9
Suhu Udara
Suhu udara mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul atau dapat diartikan sebagai gambaran umum keadaan energi suatu benda. Satuan suhu yang umum dikenal ada empat macam yaitu Celcius (oC), Fahrenheit (oF), Reamur (oR) dan Kelvin (oK). Namun satuan yang sering digunakan adalah Celcius (oC). Suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi tersebut merupakan pemasok panas untuk terjadinya pemanasan udara. Lautan mempunyai luas dan kapasitas panas lebih buruk tetapi karena udara bercampur secara dinamis, maka pengaruh permukaan lautan secara vertikal akan lebih dominan. Akibatnya, suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara menurut ketinggian di Indonesia adalah sekitar 5-6 oC tiap kenaikan 1000 meter.
Suhu di permukaan bumi makin rendah dengan bertambahnya lintang. Perbedaannya, pada penyebaran suhu secara vertikal permukaan bumi merupakan sumber pemanasan sehingga semakin tinggi tempat maka akan semakin rendah suhunya. Menurut Lakitan (2002), pada malam hari tanaman berperan sebagai penahan panas, sehingga suhu udara di bawah tajuk pohon lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah terbuka tanpa vegetasi. Suhu udara pada naungan pohon pada siang hari dapat lebih rendah sekitar 14 oC dari pada daerah terbuka tanpa adanya naungan pohon. Pada setiap pohon, kelembaban akan berbeda-beda menurut ketinggian. Semakin mendekati tanah maka kelembaban akan semakin tinggi dan jika terdapat angin yang berhembus di atas pepohonan, maka kelembaban dapat meningkat hingga mendekati jenuh atau antara 95 persen sampai 100 persen (Sukawi 2008).
Kelembaban Udara
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan atau tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya suhu udara, maka pada tekanan uap aktual yang relatif tetap siang dan malam hari yang mengakibatkan kelembaban udara (RH) akan lebih rendah pada siang hari tetapi lebih tinggi pada malam hari (Handoko 1995).
10
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi ini dipilih karena kota Bekasi merupakan salah satu kota metropolitan terbesar di Indonesia dan berdampingan dengan provinsi DKI Jakarta. Banyaknya lapangan perkerjaan dan fasilitas-fasilitas yang mengakomodasi kegiatan manusia menyebabkan perkembangan pembangunan di kota Bekasi semakin pesat dan berkurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau. Penelitian dilakukan mulai dari bulan April 2013 sampai dengan bulan Juli 2013. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni dan Juli 2013.
Gambar 2 Peta administrasi kota Bekasi.
11
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan
No. Alat / Bahan Kegunaan
1 Seperangkat alat dan
Software Heavy Weather WS2355
Mengukur dan mengolah data iklim mikro
2 Kamera Digital Mengambil gambar saat pengambilan data
3 Arc GIS Mengolah peta RTRW
4 MicrosoftOffice2010 Membantu menganalisis data dan membuat laporan
5 SPSS 15.0 Membantu mengolah data statistic 6 Peta Administrasi Kota
Bekasi
Referensi
Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan adalah Mini Microclimate Station Heavy Weather dengan tipe WS2355. Alat ini terdiri dari beberapa bagian seperti alat pengukur suhu dan kelembaban, layar untuk menampilkan data yang diukur dan tripod kamera untuk meletakkan alat. Seperangkat alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Seperangkat alat pengukur suhu dan kelembaban
Mini Microclimate Station Heavy Weather tipe WS2355
Tripod untuk meletakkan alat
Alat pengukur
Suhu Udara (°C) RH (%)
12
Data Penelitian
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada. Jenis data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data penelitian
Sekunder Dinas Tata Kota
2 RTRW Kota Bekasi Sekunder Dinas Tata Kota
3 Peta Administrasi Sekunder Dinas Tata Kota 4 Vegetasi Nama spesies
Bentuk tajuk Tinggi tanaman Foto
Primer Pengamatan di tapak
5 Iklim Suhu udara
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, analisis deskriptif. Metode survei dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian berupa kondisi fisik, menentukan titik pengambilan data, mengidentifikasi struktur vegetasi dan pengambilan data primer iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat pengaruh struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) yang diukur pada setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri).
Persiapan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan persiapan administrasi dan keperluan penelitian seperti surat perizinan kepada Bappeda dan Dinas Tata Kota Bekasi untuk memperoleh informasi dan data berupa batas administrasi wilayah kota, peta RTRW serta kondisi umum Kota Bekasi.
Pengumpulan dan Pengambilan Data
13
permukiman, CBD dan industri). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait di kota Bekasi.
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data dan Struktur Vegetasi
Pengambilan data dilakukan pada empat lokasi berbeda yaitu pada land use RTH kota, permukiman, Central Bussines District (CBD) dan industri. Empat lokasi ini dipilih berdasarkan peruntukan lahan yang mendominasi keseluruhan area kota Bekasi dan aktivitas terpadat dari warga kota Bekasi. Pemilihan lokasi pengambilan data ditentukan dengan mengambil tiga kawasan terbesar dari setiap
land use dengan melihat peta sebaran land use dari seluruh kota yang didapatkan dari hasil digitasi peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota Bekasi. Kemudian dihitung luas masing-masing kawasan sehingga didapatkan tiga kawasan dengan luas terbesar. Dari luasan tiga kawasan terbesar pada masing-masing land use tersebut kemudian dirata-ratakan dan luas yang paling mendekati rata-rata itulah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena memilki luasan yang dianggap dapat mewakili untuk setiap land use yang berbeda. Peta pemilihan lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Selanjutnya, pemilihan struktur vegetasi pada semua land use harus memiliki kriteria yang sama yaitu pohon tinggi 6-15 meter dengan diameter tajuk 8-10 meter; semak tinggi 1-2 meter; rumput yang dipilih semua jenis rumput. Semak dan rumput tidak ternaungi oleh pohon atau bangunan. Penentuan struktur vegetasi yang dipilih pada lokasi penelitian dilakukan saat survei ke lokasi.
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan RTH Kota
RTH kota merupakan kawasan yang memiliki kontribusi positif bagi kota dalam segi ekologis. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi (Gambar 5).
Gambar 5 Peta sebaran kawasan RTH di kota Bekasi
15
Tabel 3 Pemilihan lokasi kawasan RTH kota
No. Nama Kelurahan Luas Area (Ha)
1 Kayuringin Jaya 22.44
2 Jati Rasa 17.67
3 Jati Mekar 14.37
Rata-rata 18.16
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan Permukiman
Permukiman merupakan kawasan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sebagai tempat tinggal, permukiman seharusnya dapat menyediakan RTH agar dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan permukiman di kota Bekasi (Gambar 6).
16
Tiga kawasan permukiman terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi adalah kawasan permukiman di kelurahan Mustika Jaya, Jati Sampurna dan Sumur Batu. Dapat dilihat pada Tabel 4, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan ini adalah sebesar 518.93 Ha. Luas kawasan permukiman yang mendekati luas rata-rata adalah kawasan permukiman di kelurahan Jati Sampurna dengan luas sebesar 454.09 Ha.
Tabel 4 Pemilihan lokasi kawasan permukiman
No. Nama Kelurahan Luas Area (Ha)
1 Mustika Jaya 698.36
2 Jati Sampurna 454.09
3 Sumur Batu 404.35
Rata-rata 518.93
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data di Kawasan CBD
Kawasan CBD merupakan kawasan yang pada umumnya digunakan sebagai pusat kegiatan penduduk. Biasanya di kawasan CBD dapat ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan komunikasi, sekolah, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan CBD di kota Bekasi (Gambar 7).
17
Tiga kawasan CBD terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi adalah kawasan CBD di kelurahan Jati Asih, Jaka Mulya dan Sepanjang Jaya. Dapat dilihat pada Tabel 5, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan ini adalah sebesar 176.25 Ha. Luas kawasan CBD yang mendekati luas rata-rata adalah kawasan CBD di kelurahan Jaka Mulya dengan luas sebesar 159.75 Ha.
Tabel 5 Pemilihan lokasi kawasan CBD
No. Nama Kelurahan Luas Area (Ha)
1 Jati Asih 224.79
2 Jaka Mulya 159.75
3 Sepanjang Jaya 144.22
Rata-rata 176.25
Metode Pemilihan Lokasi Pengambilah Data di Kawasan Industri
Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka hijau, dan lainnya. Berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi, didapat peta sebaran kawasan industri di kota Bekasi (Gambar 8).
18
Tiga kawasan industri terbesar berdasarkan hasil digitasi peta RTRW kota Bekasi adalah kawasan industri di kelurahan Cikiwul, Bantar Gebang dan Ciketing Udik. Dapat dilihat pada Tabel 6, nilai rata-rata dari luas ketiga kawasan ini adalah sebesar 181.91 Ha. Luas kawasan industri yang mendekati luas rata-rata adalah kawasan industri di kelurahan Bantar Gebang dengan luas sebesar 177.16 Ha.
Tabel 6 Pemilihan lokasi kawasan industri
No. Nama Kelurahan Luas Area (Ha) rumput) di masing-masing land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri) adalah suhu dan kelembaban udara (Relative Humidity).
Metode Pengukuran
Berdasarkan lokasi pengambilan data pada masing-masing land use akan diambil tiga titik pengambilan data yaitu pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput. Struktur vegetasi tersebut dipilih karena memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Penentuan titik pengambilan data dipilih saat berada di lokasi dengan melihat kondisi keseluruhan kawasan dan sesuai dengan kriteria vegetasi yang telah ditentukan sebelumnya. Titik pengambilan data yang dipilih harus memiliki ketiga struktur vegetasi tersebut (pohon, semak dan rumput). Struktur vegetasi yang dipilih harus terpisah jauh antara struktur vegetasi satu dengan yang lainnya dan berada di kawasan terbuka yang tidak ternaungi oleh vegetasi lain dan bangunan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh dari lingkungan sekitar terhadap iklim mikro yang diukur.
19
Gambar 9 Sketsa posisi alat pengukur pada struktur vegetasi
Selain itu, jarak antara struktur vegetasi yang satu dengan struktur yang lainnya adalah ±10 meter (Gambar 10). Hal ini bertujuan agar data yang terekam di layar pembaca data suhu dan kelembaban tidak membaca data yang sama. Pengambilan data dimulai setelah memastikan alat pengukur membaca data yang benar. Misalnya alat pengukur untuk struktur vegetasi pohon membaca data suhu dan kelembaban di bawah naungan pohon.
20
Satu hari pengambilan data dilakukan di satu land use dengan menggunakan tiga alat Heavy Weather yang diletakkan pada masing-masing struktur vegetasi, yakni pohon, semak dan rumput. Data diambil selama 30 menit dan dilakukan pencatatan data setiap menitnya. Satu alat yang diletakkan pada satu struktur vegetasi akan menghasilkan dua jenis data, yaitu 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara. Sehingga dalam satu hari pengambilan data akan dihasilkan sebanyak 180 data, yang terdiri dari 30 data suhu udara pohon, 30 data kelembaban udara pohon, 30 data suhu udara semak, 30 data kelembaban udara semak, 30 data suhu udara rumput dan 30 data kelembaban udara rumput. Bagan pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 11.
21
Pengolahan Data dan Analisis
Data iklim mikro yang telah didapatkan, kemudian ditabulasi dan dibuat grafik sehingga memudahkan untuk melakukan pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai rata-rata data suhu dan kelembaban di struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada masing-masing
land use. Selain itu, juga dilakukan pengolahan dengan membandingkan nilai rata-rata suhu dan kelembaban pada struktur vegetasi yang sama antar land use
yang dianalisis dengan SPSS menggunakan teknik uji-T one way anova. Analisis dengan teknik ini menghasilkan perbedaan antara suhu dan kelembaban pada struktur vegetasi yang berbeda antar land use secara nyata atau tidak. Contoh hasil uji-T One Way Anova dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Contoh hasil uji-T One Way Anova
Sum of Squares df Mean Square
Kelembaban udara Between Groups 4657.500 3 1552.500 819.336 .000
Within Groups 219.800 116 1.895
Total 4877.300 119
Hipotesis statistik dalam uji-T ini digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) antar land use, dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur
vegetasi yang sama antar land use.
H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi
yang sama antar land use. Kriteria keputusan, jika:
Probabilitas atau signifikansi > 0.050, maka H0 diterima.
Probabilitas atau signifikansi < 0.050, maka H0 ditolak.
T tabel < T hitung, maka H0 diterima.
T tabel > T hitung, maka H0 ditolak.
Penyusunan Rekomendasi
Setelah data didapat dan diolah dengan menggunakan analisis deskripsi akan menghasilkan kesimpulan yang kemudian diolah menjadi rekomendasi. Rekomendasi ini disusun berdasarkan masalah-masalah yang ada dan kemudian dibandingkan dengan hasil pengolahan data dan analisis.
F hitung > F tabel, sehingga tolak H0
22 Jakarta, sehingga memberikan beberapa keuntungan di sisi komunikasi dan perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi, menjadikan Kota Bekasi sebagai salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta. Batas Kota Bekasi :
Utara : Kabupaten Bekasi Timur : Kabupaten Bekasi
Selatan : Kabupaten Bogor dan Depok Barat : Propinsi DKI Jakarta
Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210.49 km2, dengan kecamatan permukaan laut. Wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari 25 meter di atas permukaan air laut berada pada Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, dan Pondok Gede. Sedangkan wilayah dengan ketinggian di atas 25 meter di atas permukaan air laut berada di Kecamatan Bantargebang, Jatiasih dan Jatisampurna.Secara umum, keadaan morfologi wilayah Kota Bekasi tidak terdapat bukit dan relatif datar dengan kemiringan lahan bervariasi antara 0-2 persen yang menyebar pada seluruh wilayah kecamatan di Kota Bekasi.
Iklim
Berdasarkan pengamatan BMKG Halim Perdana Kusuma tahun 2010, keadaan iklim di Kota Bekasi cenderung panas dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober, yaitu masing-masing tercatat 346.8 mm dan 519.1 mm. Sedangkan jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 83.6 mm. Temperatur harian di Kota Bekasi diperkirakan berkisar antara 23.6-34.2 oC. Kondisi temperatur yang tinggi tersebut mengakibatkan kondisi lingkungan dan ruangan sangat panas. Total curah hujan bulanan pada tahun 2010 rata-rata mencapai sekitar 2.438 mm dengan kecepatan angin sebesar 8.37 km/jam dan rata-rata kelembaban udara sebesar 82 persen.
Kependudukan
23
daerah penyangga kegiatan-kegiatan DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, maka pergerakan penduduk dari Kota Bekasi ke Jakarta sangatlah besar disamping pergerakan penduduk dari sekitar Bekasi menuju Jakarta.
Dengan adanya kondisi ini, memberikan peluang bagi Kota Bekasi untuk menarik jumlah penduduk dengan cara membangun permukiman di daerah ini terutama di daerah selatan ataupun membuka lapangan kerja yang lebih luas lagi dengan memanfaatkan jumlah tenaga kerja yang ada. Tabel 8 menunjukkan luas wilayah kecamatan di kota Bekasi dengan jumlah dan kepadatan penduduk pada tahun 2011.
Tabel 8 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Km2 menurut Kecamatan tahun 2011
Kecamatan Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa / Km2)
Pondokgede 16.29 298.737 18.338
Jatisampurna 14.49 102.315 7.061
Pondok Melati 18.57 135.843 7.315
Jatiasih 22.00 214.875 9.767
Bantargebang 17.04 101.542 5.959
Mustika Jaya 24.73 150.586 6.089
Bekasi Timur 13.49 256.592 19.020
Rawalumbu 15.67 191.468 12.218
Bekasi Selatan 14.96 220.483 14.738
Bekasi Barat 18.89 286.135 15.147
Medansatria 14.71 157.314 10.694
Bekasi Utara 19.65 332.040 16.897
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Iklim Mikro pada setiap Land use
Iklim Mikro Kawasan RTH Kota
Pengamatan untuk kawasan RTH Kota dilakukan di hutan kota alun-alun kota Bekasi selama tiga hari berturut-turut yaitu pada tanggal 15, 16 dan 17 Juli 2013. Taman ini mempunyai luas sekitar setengah hektar, menjadi sebuah tempat yang nyaman untuk bersantai, berkumpul dengan keluarga maupun teman, dan tempat untuk melepas penat di keramaian kota Bekasi. Pengukuran iklim mikro suhu dan kelembaban untuk struktur vegetasi pohon dilakukan di bawah naungan pohon mahoni (Sweitenia mahogani) setinggi kurang lebih 8 meter. Pengukuran pada struktur vegetasi semak dilakukan di sekitar semak pucuk merah (Syzygium oleina) dengan tinggi kurang lebih 1.5 meter. Pengukuran pada struktur vegetasi rumput dilakukan di atas rumput paetan (Axonopus compressus). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan RTH kota dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 12 Grafik suhu di kawasan RTH Kota
Gambar 12 menunjukkan bahwa suhu di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan dengan suhu di sekitar semak dan di atas rumput. Hal ini disebabkan karena pohon memiliki tajuk yang menaungi area di bawahnya, sehingga mampu menahan dan menyerap radiasi matahari yang mengarah ke permukaan bumi membuat udara di bawah pohon lebih sejuk. Suhu di sekitar semak lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah pohon, karena semak memiliki tinggi lebih rendah dibandingkan pohon. Suhu di atas rumput paling tinggi karena secara langsung menerima radiasi matahari tanpa adanya naungan. Rata-rata suhu udara di bawah pohon, sekitar semak dan di atas rumput secara berturut-turut adalah 31.41 oC, 34.00 oC dan 34.39 oC. Selisih suhu rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan rumput, dan semak dengan rumput adalah 2.59 oC, 2.98 oC dan 0.39 oC (Tabel 9).
Suhu di kawasan RTH kota
25
Gambar 13 menunjukkan bahwa kelembaban udara di bawah pohon lebih tinggi dibandingkan kelembaban di sekitar semak dan di atas rumput, kelembaban udara terendah adalah kelembaban di atas rumput. Hal ini disebabkan oleh pohon memiliki kemampuan mengurangi radiasi matahari yang datang dan menghasilkan uap air dari proses transpirasi yang lebih besar dari pada semak dan rumput, sehingga kelembaban di bawah pohon lebih tinggi.
Gambar 13 Grafik kelembaban di kawasan RTH Kota
Rata-rata kelembaban di bawah pohon, sekitar semak dan di atas rumput secara berturut-turut adalah 64.80 persen, 57.00 persen dan 56.83 persen. Selisih kelembaban rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan rumput, dan semak dengan rumput adalah 7.80 persen, 7.97 persen dan 0.17 persen (Tabel 10). Suhu dan kelembaban rata-rata pada pohon, semak dan rumput dapat dilihat pada Gambar 14.
Tabel 10 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di kawasan RTH kota
Kelembaban di kawasan RTH kota
26
Gambar 14 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan RTH Kota
Iklim Mikro Kawasan Permukiman
Kota Bekasi sebagai salah satu kota yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta, mengalami perkembangan yang pesat dalam hal pembangunan, baik itu sarana umum, permukiman maupun fasilitas-fasilitas lain yang mengakomodasi kegiatan manusia. Salah satu bagian dari permukiman di kota Bekasi adalah perumahan. Kawasan perumahan sangat membutuhkan adanya ruang terbuka hijau untuk mengakomodasi kenyamanan, kegiatan sosial dan fasilitas pendukung bagi penghuninya.
Pengamatan untuk kawasan permukiman dilakukan di kawasan perumahan Grand Taman Raya Bekasi selama tiga hari yaitu pada tanggal 24, 25 dan 26 Juni 2013. Pengukuran iklim mikro suhu dan kelembaban untuk struktur vegetasi pohon dilakukan di bawah naungan pohon kerai payung (Filicium decipiens) setinggi kurang lebih 10 meter. Pengukuran pada struktur vegetasi semak dilakukan di sekitar semak teh-tehan (Acalypha siamensis) dengan tinggi kurang lebih 1.5 meter. Pengukuran pada struktur vegetasi rumput dilakukan di atas rumput paetan (Axonopus compressus). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan permukiman dapat dilihat pada Lampiran 7.
Gambar 15 menunjukkan bahwa suhu di bawah naungan pohon lebih rendah dibandingkan dengan suhu di sekitar semak dan di atas rumput. Hal ini disebabkan karena pohon memiliki tajuk yang menaungi area di bawahnya, sehingga udara di bawah pohon lebih segar. Suhu di sekitar semak lebih tinggi dibandingkan suhu di bawah pohon, karena semak memiliki tinggi lebih rendah dari pohon. Suhu di atas rumput paling tinggi karena secara langsung menerima radiasi matahari tanpa adanya naungan. Rata-rata suhu udara di bawah pohon, sekitar semak dan di atas rumput secara berturut-turut adalah 31.67 oC, 33.51 oC dan 34.38 oC. Selisih suhu rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan
Suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan RTH kota
Suhu
27
Gambar 15 Grafik suhu di kawasan permukiman
Tabel 11 Selisih suhu di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput pohon lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban di sekitar semak dan di atas rumput. Namun pada menit ke-27, kelembaban di sekitar semak meningkat jadi lebih tinggi dari kelembaban di bawah pohon. Kelembaban terendah adalah kelembaban di atas rumput.
Gambar 16 Grafik kelembaban di kawasan permukiman
28
Perbedaan kelembaban pada masing-masing struktur vegetasi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan setiap vegetasi dalam meningkatkan kelembaban berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dari vegetasi itu sendiri. Menurut Handoko (1995), kelembaban relatif dipengaruhi oleh suhu udara dan tidak berlaku sebaliknya. Semakin rendah suhu udara, maka kelembaban semakin tinggi. Rata-rata kelembaban di bawah pohon, sekitar semak dan di atas rumput secara berturut-turut adalah 58.50 persen, 56.73 persen dan 54.87 persen. Selisih kelembaban rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan rumput, dan semak dengan rumput adalah 1.77 persen, 3.63 persen dan 1.87 persen (Tabel 12). Suhu dan kelembaban rata-rata pada pohon, semak dan rumput dapat dilihat pada Gambar 17.
Tabel 12 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di kawasan permukiman
Gambar 17 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan permukiman
Iklim Mikro Kawasan CBD
Pengamatan untuk kawasan CBD dilakukan di Marga Jaya, Bekasi Selatan. Kawasan Marga Jaya ini atau lebih tepatnya di sepanjang jalan Kemakmuran didominasi oleh bangunan seperti perkantoran, pelayanan jasa, sekolah dan restoran. Pengukuran dilakukan selama tiga hari yaitu pada tanggal 18, 19 dan 20 Juni 2013. Pengukuran iklim mikro suhu dan kelembaban untuk struktur vegetasi pohon dilakukan di bawah naungan pohon angsana (Pterocarpus indicus) setinggi kurang lebih 10 meter. Pengukuran pada struktur vegetasi semak
31.67 33.51 34.38
Suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan permukiman
Suhu
29
dilakukan di sekitar semak pangkas kuning (Duranta sp) setinggi kurang lebih 1.8 meter. Pengukuran struktur vegetasi rumput dilakukan di atas rumput paetan (Axonopus compressus). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan CBD dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 18 Grafik suhu di kawasan CBD
Gambar 18 menunjukkan bahwa suhu di bawah pohon lebih rendah dibandingkan dengan suhu di sekitar semak dan di atas rumput. Suhu di sekitar semak lebih tinggi dibandingkan di bawah pohon, dan suhu di atas rumput memiliki suhu paling tinggi. Namun pada menit-menit akhir pengukuran, suhu di bawah pohon dan sekitar semak relatif sama dengan suhu di atas rumput. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya pengaruh dari bangunan dan jalanan di sekitar area pengambilan data. Rata-rata suhu di bawah pohon, sekitar semak dan di atas rumput secara berturut-turut adalah 34.94 oC, 35.58 oC dan 35.92 oC. Selisih suhu rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan rumput, dan semak dengan rumput, sedangkan kelembaban terendah adalah kelembaban di atas rumput. Hal ini disebabkan oleh pohon memiliki kemampuan untuk menghasilkan uap air melalui proses transpirasi, sehingga kelembabannya lebih tinggi.
30
Gambar 19 Grafik kelembaban di kawasan CBD
Selisih kelembaban rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan rumput, dan semak dengan rumput adalah 3.20 persen, 3.97 persen dan 0.77 persen (Tabel 14). Suhu dan kelembaban rata-rata pada pohon, semak dan rumput dapat dilihat pada Gambar 20.
Tabel 14 Selisih kelembaban di bawah pohon, di sekitar semak dan di atas rumput di kawasan CBD
Gambar 20 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan CBD
40
Suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan CBD
Suhu
31
Iklim Mikro Kawasan Industri
Pengamatan untuk kawasan industri dilakukan di kawasan industri Jababeka. Pengukuran dilakukan selama tiga hari yaitu pada tanggal 18,19 dan 20 Juli 2013. Pengukuran iklim mikro suhu dan kelembaban pada struktur vegetasi pohon dilakukan dibawah naungan pohon ki hujan (Samanea samans) setinggi kurang lebih 9 meter. Pengukuran pada struktur semak dilakukan di semak teh-tehan (Acalypha siamensis) dengan tinggi kurang lebih 1.2 meter. Pengukuran pada struktur vegetasi rumput dilakukan di atas rumput paetan (Axonopus compressus). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di kawasan industri dapat dilihat pada Lampiran 9.
Gambar 21 Grafik suhu di kawasan industri
32
Gambar 22 Grafik kelembaban di kawasan industri
Gambar 22 menunjukkan bahwa kelembaban di bawah pohon lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban di sekitar semak dan di atas rumput. Kelembaban terendah adalah kelembaban di atas rumput. Rata-rata kelembaban di bawah pohon, sekitar semak dan di atas rumput secara berturut-turut adalah 49.40 persen, 44.80 persen dan 43.93 persen. Selisih kelembaban rata-rata antara pohon dengan semak, pohon dengan rumput, dan semak dengan rumput adalah 4.60 persen, 5.47 persen dan 0.87 persen (Tabel 16). Suhu dan kelembaban rata-rata pada pohon, semak dan rumput dapat dilihat pada Gambar 23.
Tabel 16 Selisih kelembaban pohon, semak dan rumput di kawasan industri Kelembaban
(persen) Pohon Semak Rumput
Pohon 0 -3.20 -3.97
Semak 0 -0.77
Rumput 0
Gambar 23 Grafik suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan industri
40
Suhu dan kelembaban rata-rata di kawasan industri
Suhu
33
Hasil pengukuran data yang telah diperoleh dan disajikan dalam bentuk grafik di atas menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput berbeda-beda pada setiap land use (RTH kota, permukiman, CBD dan industri). Suhu di bawah struktur vegetasi pohon memiliki suhu paling rendah dan kelembaban paling tinggi dibandingkan suhu dan kelembaban di sekitar struktur vegetasi semak dan di atas rumput. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan setiap struktur vegetasi berbeda-beda dalam mengendalikan iklim mikro di sekitarnya sesuai dengan karakteristik vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi pohon memiliki tajuk yang lebar dan padat, sehingga mampu menahan dan menyerap radiasi matahari, dan membuat suhu udara di bawah naungannya menjadi lebih rendah. Daerah yang tertutup tegakan pohon akan mempunyai kelembaban yang relatif tinggi, sedangkan keadaan tanah yang kering (pasir, kerikil, dan sejenisnya) cenderung mempunyai suhu lebih tinggi dan kelembaban yang rendah. Pada malam hari tanaman berperan sebagai penahan panas, sehingga suhu udara di bawah tajuk lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah terbuka tanpa vegetasi.
Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi pada berbagai Land use
Analisis Iklim Mikro Pohon pada berbagai Land use
Pohon mempunyai kanopi, percabangan dan daun-daun pohon yang dapat menahan radiasi matahari, sehingga pohon memiliki peranan penting dalam mengendalikan iklim mikro pada suatu lingkungan. Pohon dapat menyerap karbondioksida yang kita hembuskan dan pabrik serta mesin hasilkan, pohon menangkap dan menyerap sebagian partikel polusi udara, dan pohon dapat menahan datangnya sinar matahari dengan menangkap, menyerap, memantulkan dan meneruskannya. Efektifitas pohon dalam mempengaruhi iklim mikro dipengaruhi oleh bentuk, karakteristik, warna, tekstur dan ukuran. Bentuk dasar kanopi struktur pohon adalah vertikal, bulat, horizontal, menjuntai, bentuk kipas, kubah dan menjari. Selain bentuk kanopi yang berbeda-beda, pohon juga mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda seperti pohon sebagai peneduh, penunjuk arah, penahan angin, penahan silau, peredam kebisingan, pereduksi polusi udara, dan lain sebagainya.
Penanaman pohon sangat diperlukan untuk mengendalikan iklim mikro di sekitar lingkungannya. Pohon yang dibutuhkan akan berbeda sesuai dengan karakteriktik kawasannya. Misalnya di kawasan industri lebih membutuhkan pohon yang dapat mereduksi polutan karena kawasan industri tingkat pencemaran udara cukup tinggi. Untuk kawasan CBD lebih membutuhkan pohon yang berfungsi sebagai peneduh, peredam kebisingan dan pereduksi polutan, karena kawasan CBD cenderung berada di pinggir jalan.
34
Gambar 24 Grafik suhu di bawah pohon setiap land use
Pada Gambar 24, suhu di bawah pohon di kawasan CBD menghasilkan suhu paling tinggi, kemudian suhu di bawah pohon di kawasan industri, diikuti suhu di bawah pohon di kawasan permukiman, serta yang paling rendah adalah suhu di bawah pohon di kawasan RTH kota. Pada menit ke-21, suhu di bawah pohon di kawasan permukiman lebih rendah dari suhu di bawah pohon di kawasan RTH kota. Rata-rata suhu di bawah pohon di kawasan RTH kota, permukiman, CBD dan industri secara berturut-turut adalah 31.41 oC, 31.67 oC, 34.94 oC dan 34.09 oC. Menurut uji statistik yang dilakukan, suhu udara di bawah naungan pohon pada empat kawasan ini memiliki perbedaan secara nyata pada taraf 5 persen. Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi pohon terhadap suhu dapat dilihat pada Lampiran 10.
Perbedaan suhu pada empat kawasan ini disebabkan oleh karakteristik kawasan dan kemampuan jenis vegetasi dalam mengendalikan iklim mikro disekitarnya. Kawasan CBD memiliki suhu paling tinggi disebabkan oleh adanya pengaruh dari bangunan dan permukaan tanah yang ditutupi oleh perkerasan seperti aspal dan pedestrian track yang menyimpang panas. Kawasan industri memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan suhu di kawasan RTH kota dan permukiman. Hal ini disebabkan oleh berbagai kegiatan industri yang menghasilkan panas dan polusi, aktivitas mesin pabrik di sekitar titik pengambilan data dan banyaknya bangunan. Kawasan permukiman memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan suhu di kawasan RTH kota. Hal ini disebabkan oleh karakteristik kawasan yang didominasi oleh bangunan atau rumah, sehingga mempengaruhi iklim mikro di kawasan tersebut. Kawasan RTH kota memiliki suhu paling rendah karena kawasan ini didominasi oleh vegetasi yang memiliki kerapatan yang tinggi. Gambar 25 menunjukkan bahwa kelembaban di bawah pohon di kawasan RTH kota memiliki kelembaban udara paling tinggi, kemudian kelembaban di bawah pohon di kawasan permukiman yang diikuti kelembaban di bawah pohon di kawasan CBD, serta kelembaban paling rendah adalah kelembaban di bawah
Suhu di bawah pohon setiap land use
RTH kota
Permukiman
CBD
35
RTH kota, permukiman, CBD dan industri secara berturut-turut adalah 64.80 persen, 58.50 persen, 50.70 persen dan 49.40 persen. Menurut hasil uji statistik, kelembaban udara di bawah naungan pohon pada empat kawasan ini memiliki perbedaan secara nyata pada taraf 5 persen. Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi pohon terhadap kelembaban data dilihat pada Lampiran 10.
Gambar 25 Grafik kelembaban di bawah pohon setiap land use
Kelembaban udara di kawasan RTH kota menghasilkan rata-rata kelembaban paling tinggi dibandingkan kawasan lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik kawasan dan pohon. Pohon di kawasan RTH kota memiliki tinggi lebih rendah dibandingkan pohon di kawasan lainnya. Menurut Scudo (2002) dalam Wardoyo (2011), pohon yang dapat mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara adalah pohon yang memiliki tajuk piramidal atau bulat (karena memiliki daerah bebas cabang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi lebih tinggi), ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter) dan memiliki kepadatan tajuk yang tinggi.
Tabel 17 Selisih suhu rata-rata di bawah pohon antar land use
Suhu di bawah
Pada Tabel 17, selisih suhu rata-rata di bawah pohon antara kawasan RTH kota dengan permukiman adalah 0.26 oC, RTH kota dengan CBD adalah 3.53 oC, RTH kota dengan industri adalah 2.68 oC, permukiman dengan CBD adalah 3.27
o
C, permukiman dengan industri adalah 2.43 oC, dan CBD dengan industri adalah
40
Kelembaban di bawah pohon setiap land use
RTH kota
Permukiman
CBD
36
0.84 oC. Selanjutnya, selisih kelembaban rata-rata di bawah pohon antara kawasan RTH kota dengan permukiman adalah 6.30 persen, RTH kota dengan CBD adalah 14.10 persen, RTH kota dengan industri adalah 15.40 persen, permukiman dengan CBD adalah 7.80 persen, permukiman dengan industri adalah 9.10 persen, dan CBD dengan industri adalah 1.30 persen. Selisih kelembaban rata-rata pohon ini dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Selisih kelembaban rata-rata di bawah pohon antar land use
RH di bawah
pohon (persen) RTH kota Permukiman CBD Industri
RTH kota 0 -6.30 -14.10 -15.40
Permukiman 0 -7.80 -9.10
CBD 0 -1.30
Industri 0
Analisis Iklim Mikro Semak pada berbagai Land use
Semak adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah, biasanya sekitar 0.5-3 meter. Sama halnya dengan pohon, semak merupakan struktur RTH yang memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari, memberikan naungan dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Akan tetapi, oleh karena ukurannya yang lebih kecil dibandingkan pohon, kemampuannya dalam menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban tidak seoptimal pohon.
Pengukuran iklim mikro suhu dan kelembaban pada struktur vegetasi semak di kawasan RTH kota dilakukan di sekitar semak pucuk merah (Syzygium oleina), kawasan permukiman di sekitar semak teh-tehan (Acalypha siamensis), kawasan CBD di sekitar semak pangkas kuning (Duranta sp) dan pada kawasan industri di semak teh-tehan (Acalypha siamensis).
Pada Gambar 26, suhu di sekitar semak di kawasan industri menghasilkan suhu paling tinggi, kemudian suhu di sekitar semak di kawasan CBD, diikuti suhu di sekitar semak di kawasan RTH kota, serta yang paling rendah adalah suhu di sekitar semak di kawasan permukiman. Rata-rata suhu udara di sekitar semak di kawasan RTH kota, permukiman, CBD dan industri secara berturut-turut adalah 34.00 oC, 33.51 oC, 35.58 oC dan 37.64 oC. Menurut uji statistik yang dilakukan, suhu udara di sekitar semak pada empat kawasan ini memiliki perbedaan secara nyata pada taraf 5 persen. Hasil uji statistik hubungan struktur vegetasi semak terhadap suhu dapat dilihat pada Lampiran 11.