• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Modul Padi Sawah Untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) Menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (Swat) Studi Kasus Sub-Das Cisadane Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Modul Padi Sawah Untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) Menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (Swat) Studi Kasus Sub-Das Cisadane Hulu"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODUL PADI SAWAH

UNTUK ANALISIS HASIL AIR MENGGUNAKAN

PROGRAM

SOIL AND WATER ASSESSMENT TOOLS

(SWAT)

- STUDI KASUS SUB-DAS CISADANE HULU -

ERI STIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan Program Soil

Water Assessment Tools (SWAT) Studi Kasus Sub-DAS Cisadane Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

E r i S t i y a n t o

NIM F451130021

*

(4)

RINGKASAN

ERI STIYANTO. Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (SWAT) Studi Kasus Sub-DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh YULI SUHARNOTO dan ASEP SAPEI.

Laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan sosial ekonomi membutuhkan lahan dan ruang sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya air. Untuk mengkuantifikasi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air tersebut diperlukan analisis hidrologi. SWAT (Soil and Water Assessment Tools) adalah salah satu model hidrologi yang dikembangkan di Amerika dan digunakan untuk menganalisis pengaruh manajemen lahan terhadap debit, sedimentasi, dan kualitas air di suatu Daerah Aliran Sungai. SWAT juga telah banyak digunakan di Asia untuk mengkaji dampak tata guna lahan termasuk persawahan terhadap debit dan sedimentasi. Namun perhitungan mengenai neraca air untuk tanaman padi yang ada di SWAT masih disamakan dengan neraca air tanaman lainnya, yaitu menggunakan metode SCS (Soil Conservation Service). Metode SCS sendiri kurang sesuai untuk neraca air di lahan sawah. Selain itu nilai parameter untuk kondisi hidrologi di Amerika berbeda dengan kondisi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengembangkan modul sawah pada model SWAT.

Modul sawah dikembangkan dengan memodifikasi modul pothole pada

source code program SWAT. Modifikasi dilakukan pada algoritma bentuk tampungan, algoritma perkolasi dan algoritma evaporasi. Pengujian kinerja modul sawah tersebut dilakukan pada Sub DAS Cisadane Hulu, yang mempunyai lahan sawah sekitar 21 %. Evaluasi modul dilakukan dengan melihat nilai determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe efficiency (NSE) berdasarkan perbandingan hasil debit simulasi dengan debit observasi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa modul sawah yang disusun memberikan hasil prediksi debit yang baik, yang ditunjukkan dengan nilai determinasi (R2) dan

Nash-Sutcliffe efficiency (NSE) yang relatif tinggi. Nilai R2untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.59 dan 0.757. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.537 untuk harian dan 0.707 untuk bulanan. Demikian juga untuk nilai NSE, nilai NSE untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.477 dan 0.613. Nilai ini lebih baik dibanding nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.427 untuk harian dan 0.563.

(5)

SUMMARY

ERI STIYANTO. Development of Paddy Field Module for Water Yield Analysis by Using Soil Water Assessment Tools (SWAT) Program Case Study Sub-Upper Cisadane Watershed. Supervised by YULI SUHARNOTO and ASEP SAPEI.

The rate of population growth and socio-economic need increase require land and space so as to reduce the quality and quantity of water resources. To quantify the decline in the quality and quantity of water resources, hydrological analysis is required. SWAT (Soil and Water Assessment Tools) is one of the hydrological model developed in the United States and used to analyze the influence of land management toward discharge, sedimentation, and water quality in a watershed. SWAT has also been widely used in Asia to analyse the impact of land use including paddy fields toward discharge and sedimentation. However, the calculation of the water balance for paddy field in SWAT is still equated with other crops, namely using SCS (Soil Conservation Service). SCS method is less suitable for water balance in paddy fields. Beside that, the parameter values for hydrological conditions in the United States is different with the conditions in Indonesia. This research aim to develop paddy field modules on the model SWAT.

Paddy field module was developed by modifying the pothole module on the source code of SWAT program. Modifications carried out on a shape of the impoundment, percolation and evaporation algorithm. Paddy module performance test was carried out on sub-upper watershed Cisadane, which has about 21% of paddy fields. Evaluating the results of a developed module was seen from the value of determination (R2) and the Nash-Sutcliffe of efficiency (NSE) based on the comparison between discharge results simulation and observation.

This research showed that the composed paddy module provided a good discharge prediction results, which was indicated by relatively high value of determination (R2) and the Nash-Sutcliffe efficiency (NSE). R2 values for daily and monthly data of paddy field module were 0.59 and 0.757. This value is better than the value of the original module, i.e. 0537 for daily and 0.707 for monthly data. Likewise, for the value of NSE, NSE values for daily and monthly data on the paddy field module were 0.477 and 0.613. This value is better than the original value of the module too, which amounted to 0.427 for daily and 0.563 for monthly data.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

PENGEMBANGAN MODUL PADI SAWAH

UNTUK ANALISIS HASIL AIR MENGGUNAKAN

PROGRAM

SOIL AND WATER ASSESSMENT TOOLS

(SWAT)

- STUDI KASUS SUB-DAS CISADANE HULU -

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

r Ir Yuli Suhamoto, MEng

Ketua

Prof Dr Ir

Asep Sapei, MS

Anggota

Nama

NIM

: PengcmbanlJan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil AirutnlkhgeaMJIH

M~l~ggunak~nProgramtsronmlieWVTSIA

SoillVlIter Assessment

Tools (SWAl)

_ Studi Kasus Sub-DAS Cisadanc

Hulu-: Eri Stiyanto

: F451130021

Judu1 Tesis

Disetujui oleh

Komisi

Pen1bilnbing

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik

Sipil

dan

Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

)

Dr Jr M. Yanuar

Purwanto,

MS

Dr lr Dahrul Svah. t\ lSc \gr

'J

:1I11'J';" I

JI';III:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan, sehingga tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (SWAT) Studi Kasus Sub-DAS Cisadane Hulu” dapat diselesaikan. Tesis ini dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan.

Naskah tesis ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng., selaku ketua komisi pembimbing, serta Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukkan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah tesis.

2. Dr. Ir. M. Yanuar Purwanto, M.S., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah yang telah mengarahkan dan memotivasi untuk tetap disiplin selama tesis dan studi. 3. Sutoyo, S.TP, M.Si., yang meluangkan waktunya untuk berdiskusi

mengenai SWAT dalam proses penyusunan naskah tesis ini.

4. Keluarga penulis yang selalu membimbing, menasehati, dan memberikan dukungan, motivasi dan doanya sehingga penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis.

5. Isteri tercinta (Icha) yang dengan penuh pengertian, kesetiaan, kesabaran, dan ketabahan senantiasa selalu memberikan perhatian, dorongan, semangat, dan doa untuk keberhasilan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis.

6. Rekan-rekan mahasiswa Magister Teknik Sipil dan Lingkungan (Angkatan 2013) yang selalu memberi semangat serta bantuan saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah tesis.

Tesis ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Semoga ide yang disampaikan dalam tesis ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhirnya tentu tulisan ini masih banyak kekurangan kami sangat mengharapkan masukan dan kritik untuk perbakan tentang pengembangan model SWAT untuk pendekatan hidrologi sawah dimasa mendatang untuk Indonesia.

Bogor, Desember 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Siklus Hidrologi 3

Model Hidrologi 4

Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool) 4

3 METODE 5

Waktu dan Lokasi Penelitian 5

Bahan dan Alat 6

Deskripsi Lokasi Penelitian 6

Kerangka Penelitian 8

Tahapan Penelitian 9

Penyiapan HRU Sawah 12

Evaluasi Modul 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Modifikasi dan Komparasi Persamaan 12

Uji Modul SWAT 16

Kalibrasi 20

Validasi 23

5 SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

(14)

DAFTAR TABEL

1 Iklim Sub DAS Cisadane Hulu 7

2 Luas Sub - DAS hasil delineasi SWAT 17

3 Nilai evaluasi model simulasi awal 19

4 Parameter input sensitif pada tahap kalibrasi 21

5 Nilai evaluasi model setelah kalibrasi 23

6 Nilai evaluasi model setelah validasi 25

DAFTAR GAMBAR

1 Skema siklus hidrologi 3

2 Sub-DAS Cisadane Hulu 5

3 Kelerengan lahan Sub DAS 7

4 Jenis tanah 8

5 Skema diagram neraca air (a) pothole (b) konsep Sakaguchi

(c) modul padi 9

6 Tahapan penelitian umum 10

7 Tahapan evaluasi model SWAT 11

8 Proses umum posisi sub-program pothole dalam SWAT 13

9 Perubahan algoritma tampungan 14

10 Perubahan algoritma perkolasi 15

11 Perubahan algoritma evaporasi 16

12 Deliniasi Sub-DAS Cisadane Hulu 17

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data spasial yang digunakan dalam MWSWAT 29

2 Tabulasi data Iklim dan Curah Hujan Pada MWSAT 31

(16)
(17)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Desakan pembangunan daerah untuk menyeimbangi pertambahan jumlah penduduk secara kasat mata berefek negatif terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya air dan lingkungan. Tekanan konversi lahan pada suatu daerah khususnya daerah aliran sungai (DAS) menambah permasalahan degradasi lahan, yang mengakibatkan anomali siklus hidrologi. Hal ini akan menimbulkan permasalahan dengan meningkatnya debit yang mengakibatkan banjir bandang, erosi dan sedimentasi pada lahan yang cendrung akan meningkat dan recharge

area menjadi terganggu, sehingga dapat menurunkan muka air tanah, bahkan

drawdown sekalipun. Untuk menganalisis permasalahan suatu DAS perlu dilakukan analisis sistem hidrologi yang terjadi.

Menganalisis sistem hidrologi, tidak mungkin analisis dilakukan dengan melacak keberadaan setiap bagian curah hujan dalam proses transformasi hidrologi dalam DAS. Analisis dapat dilakukan dengan mengandaikan proses transformasi yang terjadi mengikuti suatu aturan tertentu, agar dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi tersebut yang disusun dalam sebuah model (Sri Harto 2000). Model tersebut sering disebut sebagai model hidrologi.

Pemilihan jenis model diperlukan untuk menentukan model yang paling sesuai dengan keadaan DAS. Pemilihan model yang akan digunakan dalam analisis hendaknya dilakukan dengan pemahaman mendalam tentang struktur model, kemampuan operasional, kekuatan dan kelemahannya, kepekaan dan keterbatasannya. Sehingga dapat diketahui tingkat akurasi dari model yang digunakan.

SWAT (Soil and Water Assessment Tools) merupakan salah satu model hidrologi yang dikembangkan di Amerika pada tahun 1970-an yang digunakan untuk menganalisis pengaruh manajemen lahan terhadap debit, sedimentasi, dan kualitas air di suatu DAS, SWAT juga telah banyak digunakan di Asia untuk mengkaji dampak tata guna lahan termasuk persawahan terhadap debit dan sedimentasi. Namun perhitungan mengenai neraca air (water balance) yang ada di SWAT untuk tanaman padi masih disamakan dengan tanaman lainnya, yaitu menggunakan metode SCS (Soil Conservation Service). Metode SCS sendiri tidak bisa mewakili tata kelola air sawah, oleh karena itu kondisi ini belum menggambarkan kondisi sawah yang sesungguhnya. Selain itu parameter – parameter nilai kondisi hidrologi Amerika dan Indonesia juga pasti berbeda.

(18)

2

(2014) mengembangkan modul padi sawah dari modul pothole yang tersedia di SWAT yang diperuntukan bagi padi sawah di Jepang.

DAS Cisadane merupakan salah satu DAS yang di prioritaskan berdasarkan SK.328/Menhut–II/2009 tentang penetapan daerah aliran sungai prioritas dalam rangka RPJM 2010 – 2014 dari total 108 seluruh Indonesia dan 30 DAS yang ada di Pulau Jawa. Kondisi DAS Cisadane saat ini sangat mengkhawatirkan karena fluktuasi debit yang tinggi antara musim penghujan dengan musim kemarau, serta tingkat sedimentasi yang tinggi. Proporsi lahan sawah di DAS Cisadane cukup luas, sebagai contoh tahun 2009 luas sawah di Sub DAS Cisadane Hulu (outlet

Batu Beulah) mencapai 18.086 ha (21.21 % dari luas total Sub DAS Cisadane Hulu). Analisis alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane menggunakan SWAT telah dilakukan oleh Junaidi (2009) dan pengaruh manajemen lahan juga telah di analisis oleh Nilda (2014).

Dalam penelitian ini dilakukan penerapan konsep Sakaguchi, yaitu memodifikasi model pothole menjadi modul padi sawah, khususnya untuk sawah di Indonesia. Dengan memodifikasi algoritma pada source code rev. 637 yang selanjutnya akan di compile kembali menjadi executable.

Perumusan Masalah

Model pada dasarnya merupakan penggambaran keadaan dari kenyataan yang ada. Penyusunan model (modeling) merupakan aproksimasi atau abstraksi suatu realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa model-model tidak dapat menggambarkan setiap aspek dari realitas sebab banyaknya karakteristik dan perubahan dari kondisi eksisting yang harus digambarkan. Dengan demikian, pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a) Bagaimanakah model yang tepat untuk menggambarkan water balance yang sesuai dengan budidaya padi sawah di Asia, khususnya Indonesia.

b) Bagaimana menerjemahkan model yang dibuat agar dapat menjadi tambahan modul baru pada SWAT sehingga SWAT dapat digunakan untuk kawasan yang memiliki persawahan dan dapat memberikan hasil output yang akurat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengembangkan modul padi sawah pada program

Soil and Water Assesment Tools (SWAT) untuk memprediksi hasil air (water yield) yang sesuai dengan kondisi sawah di Indonesia dengan mengambil studi kasus di Sub-DAS Cisadane Hulu.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat ilmiah yaitu mendapatkan modul padi sawah pada program SWAT yang sesuai dengan kondisi hidrologi sawah di Indonesia.

(19)

3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penelitian ini akan memodifikasi modul yang telah ada pada salah satu model hidrologi yang telah berkembang (SWAT)

2. Nilai - nilai neraca air padi sawah yang ada lokasi studi akan disusun dalam rangkaian bahasa pemrograman.

3. Rangkaian source code akan di integrasikan dengan model SWAT sebagai tambahan modul yang sifatnya modifikasi.

4. SWAT akan diuji dan divalidasi di DAS Cisadane Hulu.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Hidrologi

Dalam memodelkan proses hidrologi sangat penting mengetahui perubahan parameter – parameter hidrologi yang terjadi. Siklus terjadi akibat adanya perbedaan parameter hidologi khususnya kondisi evaporasi dan presipitasi serta tekanan udara mengakibatkan terjadinya siklus hidrologi. Nilai evaporasi di laut sangat tinggi sedangkan nilai hujan rendah hal ini berbanding terbalik dengan yang ada didaratan, dengan tingginya evaporasi mengakibatkan tekanan udara meningkat dan akan mengalir ke daerah dengan tekanan rendah yaitu daratan. Uap air yang naik dengan evaporasi akan melakukan kondensasi dan membentuk hujan kembali kemudian mengalir sampai kelaut. Selain itu komponen lingkungan bumi lainpun ikut serta menciptakan gejala intersepsi, infiltrasi, run-off, perkolasi sampai terjadi evaporasi kembali (Seyhan 1990).

Gambar 1 Skema siklus hidrologi

(20)

4

aliran air yang berada dalam sungai atau saluran, dan surface runoff (overland flow) untuk aliran yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2006).

Model Hidrologi

Dalam mengaisis kejadian kompleks mustahil dilakukan secara menyeluruh dengan melacak turunan hujan pada setiap arel yang diteliti oleh sebab itu perlunya proses tranformasi yang dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS yang kemudian disusun menjadi sebuah model hidrologi. Pembentukan model hidrogi untuk DAS dibedakan menjadi lumped dan distributed model. Lumped

model didasarkan pada konsep bahwa semua proses dalam DAS terjadi dalam satu titik spasial.

Lumped parameter memperlakukan DAS sebagai himpunan parameter – parameter yang berperilaku seragam. Model USLE, MUSLE, RUSLE, CREAMS merupakan model hidrologi yang termasuk dalam lumped model. Sebaliknya distributed model merupakan model yang menggambarkan proses dan mekanisme fisik dalam keruangan. Distributed parameter memperlakukan masing-masing komponen DAS atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya masing – masing. Contoh dari model hidrologi yang termasuk dalam distributed model adalah WEPP, KINEROS, ANSWERS, dan SWAT (Atmaja 2012).

Pada dasarnya model digunakan untuk memprediksi suatu kejadian yang akan datang dengan melakukan simulasi. Ketelitian model bergantung pada tingkat penyederhanaan proses. Semakin kompleks pendekatan proses dalam model, semakin banyak data yang diperlukan. Terdapat berbagai macam model yang dapat digunakan untuk menyederhanakan sistem hidrologi dalam suatu DAS.

Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool)

SWAT adalah model prediksi untuk skala DAS yang dikembangkan oleh Jeff Arnold untuk USDA ARS (US Department of Agriculture- Agriculture Research Service) awal tahun 1970-an. SWAT merupakan gabungan dari beberapa model yang dikembangkan ARS dan merupakan pengembangan lebih lanjut dari model SWRRB (Simulator for Water Resources in Rural Basins). Model lain yang berperan dalam pengembangan SWAT adalah CREAMS (Chemical, Runoff, and Erosion from Agriculture Managemen System), GLEAMS (Groundwater Loading Effects on Agriculture Managements System) dan EPIC (Erosion-Productivity Impact Calculator) (Arnold et al. 2012).

Menurut Neitsch et al. (2011), model SWAT berbasis fisik dengan memasukkan persamaan regresi untuk menggambarkan hubungan antara variable

(21)

5 didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut :

= + ∑�= ��− − ��− �− (1)

dimana :

SWt : kadar air tanah akhir (mm H2O)

SW0 : kadar air tanah mula-mula pada hari ke-i (mm H2O)

t : waktu (hari)

Rday : jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm H2O) Qsurf : jumlah surface runoff pada hari ke-i (mm H2O) Ea : jumlah evaporasitranspirasi pada hari ke-i (mm H2O) Wseep : jumlah air yang masuk ke dalam vadose zone dari profil

tanah pada hari ke-i (mm H2O)

Qgw : jumlah air yang kembali menjadi aliran pada hari ke-i (mm H2O)

Output SWAT terangkum dalam file-file yang terdiri atas file HRU, SUB dan RCH. File HRU berisikan output dari masing-masing HRUs, sedangkan SUB berisikan output dari masing-masing sub DAS dan RCH merupakan output dari masing-masing sungai utama pada setiap sub DAS.

Pembuatan model SWAT yang berawal di Amerika, sehingga dalam aplikasi untuk daerah atau Negara lain diperlukan pengkajian lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar model dapat merepresentasikan kondisi lingkungan iklim dan hidrologi dimana model digunakan. Sakaguchi et al. (2014) melakukan memodifikasi algoritma modul pothole menjadi modul padi sawah. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan kondisi hidrologi sawah di Jepang.

3 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cisadane Hulu dengan outlet di Batu Beulah. Analisis pemodelan dan simulasi dilaksanakan di Laboratorium Komputasi, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai Agustus 2015.

(22)

6

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) data iklim dan data curah hujan harian yang diperoleh dari kantor BMKG Dramaga untuk periode tahun 2004 sampai 2014 pada lima stasiun hujan (Dramaga, Kracak, Pasir Jaya, Empang, dan Cihideung) dan satu stasiun iklim yaitu Dramaga; (2) data debit harian untuk outlet Batu Beulah (data tahun 2004 sampai 2014) diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air – Bandung; (3) peta tata guna lahan diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum – Cisadane; (4) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG) selanjutnya diturunkan menjadi digital elevation model (DEM) dan kelas kemiringan lahan (slope); (6) peta tanah skala 1 : 250.000 diperoleh dari Balai Penelitian Tanah Bogor.

Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak yang digunakan adalah Map Window 4.8.8, MWSWAT 2012 (source codes rev 627 & rev 637), SWAT CUP 2012 ver 5.1.6.2. dan Eclipse-parallel-luna-SR2-win32.

Deskripsi Lokasi Penelitian

Sub-DAS Cisadane Hulu dengan luas 85219 ha mempunyai jaringan sungai yang mengalir dari hulu hingga outlet Batu Beulah melalui Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Kecamatan – kecamatan di Kota Bogor yang dilalui S. Cisadane meliputi Bogor Tengah, Bogor Barat, Bogor Timur dan Bogor Selatan. Untuk Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor yang dilalui S. Cisadane meliputi Caringin, Ciampea, Ciawi, Cicurug, Cidahu, Cigudeg, Cijeruk, Cibungbulan, Ciomas, Dramaga, Kabandungan, Kemang, Leuwiliang, Megamendung, Nagrak, Nanggung, Pamijahan, dan Rumpin.

Sub-DAS Cisadane Hulu dengan panjang sungai 46.7 km dan rata – rata elevasi 619 mdpl. Kemiringan lahan di Sub-DAS Cisadane Hulu didominasi oleh kelas lereng 25% sampai 45 % seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Debit rata

– rata harian di outlet Batu Beulah antara tahun 2004 sampai 2014 adalah 70.95 m3/s dengan nilai minimum 11.24 m3/s dan nilai maksimum 506.75 m3/s.

Kondisi iklim di Sub-DAS Cisadane secara umum dapat dilihat pada Tabel 1 Curah Hujan bulanan berkisar antara 182.9 mm pada bulan Juli hingga

(23)

7 Tabel 1 Iklim Sub DAS Cisadane Hulu

Bulan CH (mm) Suhu (°C) RH (%) Radiasi (MJ/m²)

Kec. Angin (m/s)

Januari 385.1 27.7 86.9 11.14 1.15

Februari 392.7 27.9 87.9 11.31 1.15

Maret 330.6 28.7 84.9 12.83 1.20

April 340.4 29.1 85.1 14.03 1.10

Mei 340.1 29.1 84.7 13.82 1.08

Juni 208.4 28.9 83.3 13.55 1.05

Juli 182.9 28.7 80.9 14.88 1.09

Agustus 199.8 29.1 79.0 16.33 1.18

September 255.6 29.6 78.3 16.18 1.24

Oktober 326.1 29.7 80.3 15.30 1.18

November 451.4 29.1 84.1 13.40 1.09

Desember 346.9 28.5 85.8 11.66 1.08

Sumber : BMKG Dramaga

Tata guna lahan di Sub-DAS Cisadane Hulu berdasarkan data dari BPDAS untuk tahun 2006, tahun 2009 dan tahun 2013 didominasi oleh ladang seperti yang disajikan pada Lampiran 1.

Jenis tanah di Sub DAS Cisadane Hulu terdiri atas 11 jenis tanah dan didominasi oleh tanah kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat p. Pada umumnya jenis tanah di bagian Sub DAS Cisadane Hulu bertekstur lempung, lempung liat berpasir, lempung berliat, dan liat berdebu. Sebaran jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 4.

(24)

8

Gambar 4 Jenis tanah Kerangka Penelitian

Pengembangan kerangka fikir penelitian berawal dari modul pothole yang ada pada SWAT untuk melakukan pendekatan hidrologi sawah yang tersaji di Gambar 5(a). Namun dalam konsep penyederhanaan hidrologi sawah dengan

pothole kurang tepat. Dari beberapa studi literatur maka konsep Sakaguchi patut diuji cobakan di Indonesia, dengan memperhatikan parameter – parameter hidrologi yang disesuaikan dalam membentuk algoritma. Konsep Sakaguchi dengan sawah model single plot seperti pada Gambar 5(b) berbeda dengan keadaan sawah di Indonesia yang cendrung plot to plot seperti yang tersaji pada Gambar 5(c).

(25)

9

Gambar 5 Skema diagram neraca air (a) pothole (b) konsep Sakaguchi (c) modul padi

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan tahap studi literatur untuk menelaah konsep neraca air pada persawahan. Tahapan ini kemudian ditindaklanjuti dengan pengumpulan data sekunder debit sungai (time series) serta data-data penunjang lainnya. Berdasarkan analisis data tersebut maka dapat ditetapkan nilai parameter-parameter model neraca air padi sawah. Selanjutnya dibangun model mengikuti tahapan umum sebagai berikut pada Gambar 6.

Untuk dapat memperjelas tahapan penelitian umum dalam proses simulasi SWAT dan pembentukan algoritma modul sawah pada maka pengelolaan data inputan meleputi:

a. Penyiapan data spasial

- Data DEM untuk MWSWAT diturunkan dari kontur peta RBI skala 1: 25.000 sistem proyeksi UTM zona 48S dan datum WGS84 dengan tipe format TIFF.

- Tata guna lahan dan jenis tanah, data dikonversi ke tipe format TIFF. ID raster disesuaikan dengan data base yang ada pada MWSWAT (global landuse, global soil).

a)

b)

(26)

10

Gambar 6 Tahapan penelitian umum b. Penyiapan data iklim

- Membuat tabulasi koordinat stasiun hujan dan iklim yang digunakan dalam simulasi dengan format text files (.txt) dengan nama stnlist.

- Membuat tabulasi file harian untuk curah hujan (.pcp); temperatur (.tpm); kecepatan angin (.wnd); radiasi matahari (.slr); dan kelembabab (.hmd) semuanya mengikuti format pada dokumen teori SWAT 2009 (Neitsch et al.

2011).

- Membuat file weather generator (.wgn) berdasarkan data iklim dan curah hujan tahun 2004 – 2014 mengikuti format pada dokumen teori SWAT 2009 (Neitsch et al. 2011).

- Semua contoh file penyiapan data iklim seperti pada Lampiran 2. c. Penyusunan algoritma

- Melakukan perubahan algoritma dari source code rev. 637 pada sub program (pothole.f dan potholehr.f) dengan bantuan software Eclipse. - Membuat Makefile sebagai penggabung dari seluruh intruksi algoritma

yang ada pada SWAT

- Melakukan kompilasi untuk mendapatkan executable. - Perubahan source code pothole seperti pada Lampiran 3.

Pengumpulan Data: Iklim, hujan, debit, tata guna lahan, tanah, DEM

Modul pothole

Modifikasi source code

modul pothole menjadi modul sawah

Pembentukan executable

SWAT hasil modifikasi Penyiapan data dan

penyesuaian format data input

Simulasi SWAT Original: - tanpa sawah

- sawah pothole

Simulasi SWAT Modifikasi

modul

Hasil air/debit Hasil air/debit

Kalibrasi & Validasi Kalibrasi & Validasi

R2 & NSE R2 & NSE

(27)

11 Cisadane Hulu dilakukan pada tiga kondisi pendekatan hirologi sawah:

 tanpa modul pothole dengan metode SCS dan nilai CN default

 dengan modul pothole, dan

 dengan modul padi sawah hasil modifikasi.

Simulasi untuk setiap kondisi dilakukan terhadap tiga keadaan tata guna lahan: tahun 2006, 2009, dan 2013. Perlakuan tersebut dilakukan untuk melihat dan membandingkan nilai evaluasi model serta debit untuk masing – masing kondisi. Untuk skema uji kinerja masing – masing modul yang dipadukan dengan tiga keadaan tata guna lahan tersaji seperti pada Gambar 7.

Gambar 7 Tahapan evaluasi model SWAT S IMU L AS I S W AT S AW AH

Original (Metode SCS)

Modul Pothole

Modul Sawah

Tata Guna Lahan 2006

Kalibrasi Validasi 2004 - 2008

Tata Guna Lahan 2009

Kalibrasi Validasi 2007 - 2011

Tata Guna Lahan 2013

Kalibrasi Validasi 2010 - 2014

Tata Guna Lahan 2006

Kalibrasi Validasi 2004 - 2008

Tata Guna Lahan 2009

Kalibrasi Validasi 2007 - 2011

Tata Guna Lahan 2013

Kalibrasi Validasi 2010 - 2014

Tata Guna Lahan 2006

Kalibrasi Validasi 2004 - 2008

Tata Guna Lahan 2009

Kalibrasi Validasi 2007 - 2011

Tata Guna Lahan 2013

Kalibrasi Validasi 2010 - 2014 SIMULASI

(28)

12

Penyiapan HRU Sawah

Untuk membedakan proses antara HRU sawah dan bukan sawah, digunakan empat variabel: fraksi pothole (POT_FR), maksimum genangan pada sawah (POT_VOLX), debit aliran default (POT_TILE), dan laju perkolasi potensial (pp_perc). POT_FR HRU sawah diberi nilai satu sedangkan yang bukan sawah diberi nilai nol. Nilai maksimum genangan pada sawah (POT_VOLX) ditetapkan 200 mm untuk semua HRU sawah dan untuk debit aliran default pada

pothole (POT_TILE) ditetapkan rata – rata 5 mm/hari, sedangkan parameter laju perkolasi potensial (pp_perc) ditetapkan sebesar 0 – 5 mm/hari.

Evaluasi Modul

Evaluasi modul menggunakan parameter koefisien determinasi (R2) dan

Nash Efisiensi – Sutcliffe Index (NSE). Secara matematis koefisien determinasi (R2) dan Nash Efisiensi – Sutcliffe Index (NSE) dihitung dengan persamaan berikut (Nash dan Sutcliffe 1970; Loague dan Green 1991):

= [∑ �� �,�− �̅� ��,�− �̅�]2

∑ �� �,�− �̅� 2∑ �� �,�− �̅� 2 (2) � � = − ∑ ��� −�� 2

∑ (��,�� −�̅�)2 (3)

dimana:

Qm : debit observasi (m3/s)

Qs : debit simulasi (m3/s)

̅ : rata – rata debit observasi (m3/s) ̅ : rata – rata debit simulasi (m3/s)

Nilai determinasi (R2) memliki rentang nilai 0 – 1, R2 bernilai memuaskan jika nilainya diatas 0.6 (Santhi et al. 2001; Morasi et al. 2007). Kategori nilai NSE menurut Motovilov et al. (1999), baik jika nilainya ≥ 0.75; memuaskan 0.75

≥NSE ≥ 0.36; dan kurang memuaskan NSE < 0.36.

Untuk evaluasi modul dari hasil kalibrasi dengan SWAT – CUP metode SUFI-2 dilihat dari nilai p – factor dan r – factor, nilai p – factor yang baik jika nilainya mendekati satu dan r – factor mendekati nol (Abbaspour 2014).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Modifikasi dan Komparasi Persamaan

(29)

13

Gambar 8 Proses umum posisi sub-program pothole dalam SWAT

Modifikasi pada modul pothole dilakukan untuk algoritma bentuk tampungan, proses perkolasi (rembesan), dan juga evaporasi.

Algoritma Bentuk Tampungan

Modul lahan padi sawah yang ada pada SWAT dengan model pothole

menggambarkan kondisi lahan yang bentuk potongan lahan mengalir secara kerucut dengan algoritma pada Gambar 9 (2) dan Persamaan 4 (Neitsch et al

2011) yang seharusnya pendekatan tidak dilakukan dengan bentuk kerucut. Oleh sebab itu dimodifikasi agar mendekati kondisi bentuk abstaksi sawah dengan Persamaan 5 (Xie dan Cui 2011; Sakaguchi et al. 2014) dan algoritma pada Gambar 9 (1). Algoritma yang terjadi pada proses tampungan modul phothole

memiliki struktur seperti pada Gambar 9 (2), luas area dari sawah yang didapat berdasarkan luas HRU dikoreksi kembali oleh persamaan volume untuk kerucur terpotong. Hal ini berbeda maksud dengan penyederhanaan yang dimodifikasi, dengan struktur algoritma seperti pada Gambar 9 (1), luas are sawah langsung disamakan dengan luasan HRU sawah yang terbentuk.

� =

4 �∗ �∗� ⁄ (4)

� = �� �

ℎ (5)

dimana ;

SA : luas permukaan (ha)

V : volume air yang masuk kedalam tampungan (m3 H2O) slp : kelerengan (m/m)

(30)
[image:30.595.144.465.82.285.2]

14

Gambar 9 Perubahan algoritma tampungan Algoritma Perkolasi

Persamaan (6) sampai (8) untuk proses rembesan pada pothole berfungsi menghitung jumlah perkolasi dari badan air ke profil tanah. Proses ini berhenti ketika kadar air tanah mencapai kapasitas lapang (Persamaan 8). Disisi lain, Persamaan (9) dan (10) pada bahasan air tanah di sub basin, proses drainable akan terhenti atau sama dengan nol jika kadar air tanah berada dibawah kapasitas lapang (Persamaan10). Akibatnya kondisi proses perkolasi tersebut akan tetap berada pada kapasitas lapang meskipun sebagian air masih mengalami proses Evapotranspirasi (ET). Akibatnya algoritma proses rembesan tidak dapat diteruskan karena proses di algoritma perkolasi tidak mengurangi nilai kadar air tanah, begitu juga sebaliknya algoritma proses perkolasi tidak bisa berlanjut karena proses rembesan tidak meningkatkan nilai kadar air tanah. Untuk mengatasi hal ini, Sakaguchi et al. (2014) memodifikasi dengan memasukan parameter baru berupa laju perkolasi potensial (Persamaan (11) dan (12)).

V = KSSA if SW < . FC (6) V = −SWFC KSSA if . FC SW < FC (7)

V = if SW FC (8)

SWl , = SW�− FCl if SW� > FC� (9)

SWl , = if SW� FC� (10)

V = PPSA if V > PPSA (11)

V = V if V PPSA (12)

dimana ;

Vseep : volume air resapan dalam satu hari (m3 H2O) KS : konduktifitas hidrolik (mm/jam)

(1)

(31)

15

SA : luas permukaan (ha)

SW : kadar air profil tanah pada hari tertentu (mm H2O) FC : kadar air tanah saat kapasitas lapang (mm H2O) SWly,excess : drainable (tersedia untuk perkolasi) volume air pada lapisan tanah pada hari tertentu (mm H2O)

SWly : kadar air lapisan tanah awal pada hari tertentu (mm H2O) FCly : kadar air lapisan tanah saat kapasitas lapang (mm H2O) PP : laju perkolasi potensial (mm H2O)

[image:31.595.80.502.70.538.2]

Vstored : jumlah air awal pada hari tertentu (m3 H2O)

Gambar 10 Perubahan algoritma perkolasi Algoritma Evaporasi

Perhitungan evaporasi dalam modul pothole dibatasi dengan evapotranspirasi potensial (PET) (Persamaan 13) (Neitsch et al 2011). Selain itu nilai koefsien evaporasi pothole secara tersirat bernilai default 0.5, seharusnya diberikan keleluasaan user dalam memberikan nilai koefisien tersebut berdasarkan nilai residu nilai antara LAIevapdan LAI pada tahap awal simulasi. Namun SWAT belum memberikan interface untuk memasukan nilai koefisien evaporasi tersebut.

Modifikasi algoritma evaporasi dilakukan dengan memanfaatkan algoritma evaporasi yang ada pada skala sub-basin (Persamaan 14) (Neitsch et al 2011; Sakaguchi et al. 2014). Selain itu, kondisi ini juga tetap menggunakan batas bawah yaitu ketika dalam tampungan tidak terdapat air maka proses evaporasi dianggap nol (Persamaan 15). Untuk menghindari overflow pada tahapan berikutnya maka digunakan nilai koefisien evaporasi (ƞ) nilai yang digunakan pada pothole telah ditetapkan sebesar 0.6.

�� = ( −������

����) � � � ��� < ��� �� (13) �� = � ∗ ( −������

����) � � � ��� < ��� �� (14)

(32)

16

dimana ;

Vevap : volume air yang keluar saat evaporasi siang hari (m3 H2O) ƞ : koefisien evaporasi

LAI : indeks luas daun tanaman

[image:32.595.29.473.31.469.2]

LAIevap : indeks luas daun tanaman evaporasi air terjadi E0 : PET untuk hari tertentu (mm)

Gambar 11 Perubahan algoritma evaporasi Uji Modul SWAT

Proses Delineasi Sub-DAS

Delineasi Sub – DAS Cisadane hulu dilakukan secara otomatis dengan menggunakan model MWWAT. Hasil yang diperoleh dari proses delineasi berupa peta jaringan sungai, batas DAS dan Sub DAS. Berdasarkan penggunaan ambang batas (treshold) 1500 ha menghasilkas 39 sub DAS dengan luas total 85219.31 ha. Luas masing – masing sub DAS hasil delineasi disajikan pada Tabel 2.

Luas sub-DAS yang terbentuk dari hasil delineasi sangat bervariasi mulai 17.38 ha sampai 852.20 ha. Setiap sub-DAS dihubungkan oleh satu aliran sungai yang saling terhubung dengai sungai utama hingga mencapai outlet yang telah ditentukan. Variasi terbentuk akibat dari bentangan lahan sangat beragam, antar sub-DAS memiliki kaitan dalam menentukan nilai hasil aliran air, sedimen, dan zat hara yang terangkut aliran sungai. Hal tersebut bisa dilihat kaitannya secara tabulasi maupun spasial dengan bantuan GIS dan model SWAT.

Pembentukan HRU

Hydrology respond unit (HRU) adalah unit lahan yang terbentuk dari proses tumpang susun antara jenis tanah, tata guna lahan dan kelerengan lahan. HRU merupakan unit analisis terkecil yang digunakan dalam perhitungan model SWAT. Metode yang digunakan dalam pembentukan HRU adalah threshold by percentage dengan threshold masing – masing 5%, 5%, dan 5% untuk jenis tanah, tata guna lahan dan kelerengan lahan.

(33)
[image:33.595.88.518.129.731.2]

17 sedangkan tata guna lahan 2013 sebanyak 888 HRU. Hal tersebut terjadi diakibatkan karakter data yang didapatkan berbeda.

Tabel 2 Luas Sub - DAS hasil delineasi SWAT No Nama Sub

DAS

Luas

No Nama Sub DAS

Luas

ha %

DAS ha % DAS

1 Sub DAS 1 852.20 18.40 21 Sub DAS 21 76.12 1.64 2 Sub DAS 2 432.70 9.34 22 Sub DAS 22 21.51 0.46 3 Sub DAS 3 408.00 8.81 23 Sub DAS 23 22.80 0.49 4 Sub DAS 4 349.10 7.54 24 Sub DAS 24 72.18 1.56 5 Sub DAS 5 419.30 9.05 25 Sub DAS 25 27.33 0.59 6 Sub DAS 6 278.00 6.00 26 Sub DAS 26 26.75 0.58 7 Sub DAS 7 213.10 4.60 27 Sub DAS 27 35.89 0.77 8 Sub DAS 8 255.00 5.51 28 Sub DAS 28 24.68 0.53 9 Sub DAS 9 192.20 4.15 29 Sub DAS 29 23.58 0.51 10 Sub DAS 10 146.10 3.15 30 Sub DAS 30 17.38 0.38 11 Sub DAS 11 199.40 4.30 31 Sub DAS 31 22.70 0.49 12 Sub DAS 12 125.90 2.72 32 Sub DAS 32 39.50 0.85 13 Sub DAS 13 97.79 2.11 33 Sub DAS 33 29.27 0.63 14 Sub DAS 14 212.20 4.58 34 Sub DAS 34 30.03 0.65 15 Sub DAS 15 138.40 2.99 35 Sub DAS 35 27.33 0.59 16 Sub DAS 16 58.14 1.26 36 Sub DAS 36 20.45 0.44 17 Sub DAS 17 69.92 1.51 37 Sub DAS 37 22.87 0.49 18 Sub DAS 18 102.20 2.21 38 Sub DAS 38 21.49 0.46 19 Sub DAS 19 54.44 1.18 39 Sub DAS 39 24.36 0.53

20 Sub DAS 20 28.00 0.60 Total 5218.31 100

(34)

18

Simulasi Awal Modul

[image:34.595.45.484.88.747.2]

Simulasi awal modul untuk tiga kondisi pendekatan hidrologi sawah terhadap data tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013 menghasilkan debit periode harian dan bulanan dengan fluktuasi seperti pada Gambar 13 sampai Gambar 18.

Gambar 13 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2006

Gambar 14 Debit hasil simulasi hulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2006

(35)

19

Gambar 16 Debit hasil simulasi hulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2009

Gambar 17 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasitata guna lahan 2013

[image:35.595.79.513.71.672.2]

Gambar 18 Debit hasil simulasi bulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2013 Dari Gambar 13 sampai dengan Gambar 18 terlihat nilai debit hasil simulasi dan observasi masih terlalu besar bedanya yang ditunjukan oleh nilai R2 dan NSE yang rendah. Nilai evaluasi R2 dan NSE masing – masing modul di sajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai evaluasi model simulasi awal

Periode & Kondisi R² NSE Debit (m³/s)

Harian Ǭ Ǫmin Ǫmax

T

at

a gu

n

a

lah

an

2006

Original 0.329 -1.507 58.83 0.91 529.90

Pothole 0.358 -0.602 57.62 0.93 424.40

(36)

20

Bulanan

Original 0.822 0.435 59.19 12.82 124.10

Pothole 0.804 0.543 57.96 13.66 113.50

Modul Padi 0.806 0.556 57.41 12.81 113.20

T at a gu n a lah a n 2009 Harian

Original 0.249 -2.751 88.79 0.00 646.90

Pothole 0.260 -1.450 86.78 0.00 559.50

Modul Padi 0.256 -1.439 85.83 0.00 558.80

Bulanan 0.434 -0.610 89.17 23.68 172.10

Original 0.431 -0.397 87.11 20.32 160.50

Pothole 0.431 -0.342 86.16 20.75 161.20

Modul Padi T at a gu n a lah a n 2013 Harian

Original 0.486 -1.134 89.41 0.00 1592.00

Pothole 0.480 -0.821 89.68 0.00 1585.00

Modul Padi 0.483 -0.861 88.24 0.00 1589.00 Bulanan

Original 0.411 -0.292 90.70 21.89 184.2

Pothole 0.412 -0.210 90.04 21.90 183.60

Modul Padi 0.407 -0.237 83.73 18.52 172.80 Dari Tabel 3 dapat dilihat kecenderungan R2 dan NSE modul padi sedikit lebih baik dari pada modul original maupun modul pothole pada periode harian maupun bulanan, tapi untuk NSE pada periode bulanan mengalami kenaikan yang baik secara rata – rata (dari -0.610 menjadi -0.003). Debit yang dihasilkan masing

– masing modul secara umum memberikan pengaruh pengurangan untuk setiap tataguna lahan dan periode simulasi. Pengurangan debit diakibatkan karena adanya penggenangan dan proses hidrologi lainnya dalam skala HRU dalam mencapai water balance pada modul pothole dan modul padi sawah. Sedangkan untuk modul dengan pendekatan curve number hasil simulasi merupakan hasil final tanpa ada pengkoreksian kembali pada sekala HRU. Hal inilah yang menyebabkan pengurangan debit rata – rata secara umum menurun untuk setiap proses dalam SWAT.

Kalibrasi

(37)
[image:37.595.105.514.125.805.2]

21 dasar, parameter pada saluran sungai utama, parameter respon hidrologi, parameter tanah, dan pengelolaan lahan secara umum. Untuk input masing – masing parameter disajikan pada Tabel 4. Sedangkan nilai fix yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4 Parameter input sensitif pada tahap kalibrasi

id Parameter Inputan

.gw aliran bawah tanah

ALPHA_BF, GW_DELAY, GWQMN, GW_REVAP, REVAPMN, GWHT, SHALLST, DEEPST, GW_SPYLD

.bsn penelusuran air di aliran sungai

(routing methode) SURLAG

.hru Parameterrespon hidrologi ESCO, SLSUBBSN, HRU_SLP, OV_N, LAT_TTIME, SLSOIL, EPSO

.rte parameter untuk saluran utama CH_K2, ALPHA_BNK

.sol parameter tanah SOL_AWC(1), SOL_K(1), SOL_BD(1), SOL_ZMX, SOL_CRK

.mgt parameter pengelolaan lahan

secara umum CN2

Kalibrasi dilakukan sama dengan simulasi awal modul untuk tiga kondisi tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013. Fluktuasi debit hasil kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 24.

Gambar 19 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2006

(38)
[image:38.595.37.490.55.764.2]

22

Gambar 21 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2009

Gambar 22 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2009

Gambar 23 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2013

(39)
[image:39.595.85.515.99.519.2]

23 Tabel 5 Nilai evaluasi model setelah kalibrasi

Periode & Kondisi

NSE p-factor r-factor Debit (m³/s)

T at a gu n a lah a n 200

6 Harian Ǭ Ǫmin Ǫmax

Original 0.47 0.45 0.85 2.01 46.81 0.38 185.60 Pothole 0.45 0.43 0.90 2.08 46.50 0.03 149.80 Modul Padi 0.54 0.52 0.90 2.14 51.03 0.36 201.90 Bulanan

Original 0.75 0.61 1.00 2.27 47.77 7.39 118.10 Pothole 0.81 0.64 1.00 2.33 51.63 15.27 121.40 Modul Padi 0.79 0.65 1.00 2.29 51.48 15.06 121.70

T at a gu n a lah a n 2009 Harian

Original 0.32 0.11 0.81 2.23 72.41 0.00 349.90 Pothole 0.31 0.13 0.88 2.22 70.91 0.00 335.70 Modul Padi 0.35 0.20 0.86 2.47 61.15 0.00 318.70 Bulanan

Original 0.45 0.09 0.86 2.07 72.95 5.11 151.00 Pothole 0.42 0.10 0.75 2.22 59.87 11.10 129.30 Modul Padi 0.38 0.17 0.78 1.92 65.54 3.89 128.00

T at a gu n a lah a n 2013 Harian

Original 0.59 0.27 0.64 1.48 75.20 0.00 401.40 Pothole 0.57 0.33 0.73 1.44 76.16 0.00 555.30 Modul Padi 0.57 0.39 0.72 1.37 70.20 0.01 428.50 Bulanan

Original 0.81 0.53 0.73 1.58 79.51 18.50 158.00 Pothole 0.68 0.55 0.86 1.90 78.60 27.71 141.10 Modul Padi 0.84 0.58 0.78 1.98 73.05 14.23 146.00 Dari Tabel 5 untuk kalibrasi dapat dilihat kecenderungan R2 dan NSE modul padi lebih baik dari pada modul original maupun modul pothole untuk periode harian maupun bulanan.

Validasi

(40)
[image:40.595.32.492.41.842.2]

24

Gambar 25 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2006

Gambar 26 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2006

Gambar 27 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2009

(41)
[image:41.595.76.521.61.816.2]

25

[image:41.595.107.515.368.753.2]

Gambar 29 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2013

Gambar 30 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2013

Tabel 6 Nilai evaluasi model setelah validasi Periode & Kondisi

R² NSE p-factor r-factor

Debit (m³/s)

Harian Ǭ Ǫmin Ǫmax

T

at

a gu

n

a lah

a

n

2006

Original 0.35 0.21 0.87 2.06 65.90 0.00 355.80 Pothole 0.45 0.23 0.86 1.96 68.10 0.00 387.70 Modul Padi 0.43 0.29 0.84 1.79 66.85 0.00 345.20 Bulanan

Original 0.67 0.43 0.96 2.84 71.94 18.40 153.80 Pothole 0.68 0.46 0.92 2.73 72.89 19.26 149.50 Modul Padi 0.73 0.50 0.96 2.29 72.37 23.43 152.50

T

at

a gu

n

a lah

a

n

2009

Harian

Original 0.54 0.37 0.82 1.84 78.52 0.00 721.20 Pothole 0.59 0.47 0.78 1.78 84.40 0.00 531.00 Modul Padi 0.62 0.43 0.80 1.67 87.58 0.00 619.90 Bulanan

(42)

26 T at a gu n a lah a n 2013 Harian

Original 0.72 0.70 0.86 1.18 97.66 22.61 532.80 Pothole 0.74 0.71 0.83 1.10 89.08 14.43 464.50 Modul Padi 0.72 0.71 0.84 1.14 94.45 26.67 443.40 Bulanan

Original 0.72 0.63 0.85 1.20 97.73 37.98 164.25 Pothole 0.68 0.51 0.82 1.60 89.04 40.09 143.95 Modul Padi 0.70 0.63 0.80 1.24 94.55 44.58 155.48 Dari Tabel 6 dapat dilihat kecenderungan R2 dan NSE modul padi lebih baik dari pada modul original maupun modul pothole untuk periode harian maupun bulanan. Hasil debit pada tahapan validasi terjadi tidak seperti proses sebelumnya (simulasi awal dan kalibrasi), debit tidak memiliki pola penurunan yang teratur dari pendekatan curve number, pothole, dan modul sawah. Kondisi ini diasumsikan karena faktor parameter telah dimasukkan pada simulasi SWAT sehingga hasil yang didapat memiliki nilai yang lebih mendekati nilai observasi dan tidak mengikuti pola sebelum dimasukan nilai parameter.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Modul pothole telah berhasil dimodifikasi dengan mengubah algoritma bentuk tampungan, perkolasi, dan evaporasi agar sesuai untuk hidrologi sawah di Indonesia. Uji coba modul tersebut di Sub-DAS Cisadane Hulu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengankan dengan modul original dan modul

pothole.

Nilai R2untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing

– masing 0.59 dan 0.757. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.537 untuk harian dan 0.707 untuk bulanan. Demikan juga untuk nilai NSE. Nilai NSE untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.477 dan 0.613. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.427 untuk harian dan 0.563.

Saran

Outflow dari HRU dalam algoritma SWAT saat ini langsung mengalir ke sungai. Hal ini tidak memungkinkan untuk memodelkan kondisi sawah yang airnya mengalir plot to plot. Source program SWAT saat ini (versi 2012) yang ditulis dalam bahasa FORTRAN masih terlalu rumit untuk dilakukan modifikasi. Perlu penyederhanaan prosedur untuk mempermudah modifikasi algoritma yang ada sekarang.

(43)

27 perkolasi sawah rata – rata, (3) residu nilai evaporasi yang terjadi pada daun khususnya padi. Sehingga hal ini perlu penelitian lanjut di lapangan untuk mencari perubahan nilai parameter yang menjadi perbedaan antara Amerika dan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abbaspour KC. 2014. SWAT-CUP2012: SWAT Calibration and Uncertainty Programs. Duebendorf: Department of Systems Analysis, Integrated Assessment and Modelling (SIAM), Eawag, Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology.

Arnold JG, Moriasi DN, Gassman PW, Abbaspour KC, White MJ, Srinivasan, Santhi C, Harmel RD, Grienven V, Van Liew MW, Kannan N, Jha MK. 2012. SWAT: Model Use, Calibration, and Validation. Trans ASABE .55 (4):1491-1508.

ArsyadS. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID). IPB Pr.

Atmaja ISW. 2012. Kajian Respon Hidrologi DAS Keduang Menggunakan Model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Junaidi E. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunanakan Model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jung JW, Yoon KS, Choi DH, Lim SS, Choi WJ, Choi SM, Lim BJ. 2012. Water Management Practices And SCS Curve Numbers Of Paddy Fields Equipped With Surface Drainage Pipes. J Agric Water Mgmt. 110:78–83. doi:10.1016/j.agwat.2012.03.014.

Kang MS, Park SW, Lee JJ, Yoo KH, 2006. Applying SWAT for TMDL Programs to A Small Watershed Containing Rice Paddy Fields. J Agric Water Mgmt. 79 (1):72–92. doi:10.1016/j.agwat.2005.02.015.

Kodoatie JR, Sjarief, Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi Revisi). Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.

Loague K, Green RE, 1991. Statistical and Graphical Methods for Evaluating Solute Transport Models: Overview and Application. J Contam Hydrology. 7(1–2): 51-73. doi:10.1016/0169-7722(91)90038-3.

Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Binger RL, Harmel RD, Veith T. 2007. Model Evaluation Guidelines For Systematic Quantification Of Accuracy In Watershed Simulations. Trans ASABE .50 (3):885-900.

Motovilov YG, Gottschalk L, Engeland K, Rodhe A. 1999. Validation Of Distributed Hydrological Model Against Spatial Observations. Agric Forest Meteorology. 98: 257-277. doi:10.1016/S0168-1923(99)00102-1.

Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River Flow Forecasting Through Conceptual Models Part I - A Discussion of Principles. J Hydrology. 10:282–290. doi:10.1016/0022-1694(70) 90255-6.

(44)

28

Nilda. 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya Terhadap Hasil Air di Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu [tesis]. Bali (ID): Universitas Udayana Denpasar.

Sakaguchi A, Eguchi S, Kato T, Kasuya M, Ono K, Miyata A, Tase N. 2014. Development and Evaluation of A Paddy Module for Improving Hydrological Simulasion in SWAT. J Agric Water Mgmt. 137:116–122. doi:10.1016/j.agwat.2014.01.009.

Santhi C, Arnold JG, Williams JR, Dugas WA, Srinivasan R, Hauck LM. 2001. Validation of the SWAT model on a large river basin with point and nonpoint sources. J American Water Resources Assoc. 37(5): 1169-1188.

Seyhan E. 1990. Dasar – Dasar Hidrologi.Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Sri Harto. 2000. Hidrologi Teori Masalah Penyelesaian. Yogyakarta (ID). Nafiri Offset.

Watanabe H, Boulange J, Eguchi S, Kato T, Sakaguchi A, Gassman PW. 2013.

Rice paddy module development in SWAT (Discussion session). Handout received in 3rd SWAT-SEEA conference, 18–19 Jun. 2013, Bogor, Indonesia. Xie X, Cui Y. 2011. Development and Test of SWAT for Modeling Hydro-logical

(45)

29

LAMPIRAN

(46)

30

(47)

31 Lampiran 2 Tabulasi data Iklim dan Curah Hujan Pada MWSAT

(48)

32

Lampiran 3 Source code Pothole SWAT Rev. 637 hasil modifikasi

subroutinepothole

useparm

integer :: j, ly

real :: potsep, sumo, potev, cnv, potpcp, no3in, qdayi

real :: sedloss, no3loss, yy, pp_perc

real :: sanloss, silloss, claloss, sagloss, lagloss

real :: potmm,minpsloss,minpaloss, solploss, orgnloss, orgploss

j = 0 j = ihru

!! initialize variables

tileo = 0. pp_perc = 0. potev = 0. spillo = 0. potpcp = 0. potsep = 0. sumo = 0. potpcpmm = 0. potevmm = 0. potsepmm = 0. potflwo = 0. potflwosp = 0. potsedo = 0. potsano = 0. potsilo = 0. potclao = 0. potsago = 0. potlago = 0. potno3o = 0. potsolpo = 0. potorgno = 0. potorgpo = 0. potmpso = 0. potmpao = 0. potvol_ini = 0. potsa_ini = 0. sedloss = 0. no3loss = 0. solploss = 0. orgnloss = 0. orgploss = 0. minpsloss = 0. minpaloss = 0.

qin = qday * pot_fr(j) !inflow = surface flow

qdayi = qday

qday = qday * (1. - pot_fr(j)) potloss = qdayi - qday

qdr(j) = qdr(j) - potloss

no3in = surqno3(j) !+ latno3(j) + gwno3(j) - don't include groundwater no3

(49)

33

cnv = 10. * hru_ha(j) rto = 1.

! when water is impounding

if (imp_trig(j) == 1) return

! update volume of water in pothole

! pot_fr is now the fraction of the hru draining into the pothole ! the remainder (1-pot_fr) goes directly to runoff

pot_vol(j) = pot_vol(j) + qin

potflwi(j) = potflwi(j) + qin

potsa(j) = hru_ha(j) potvol_ini = pot_vol(j) potsa_ini = potsa(j)

! update sediment in pothole

pot_sed(j) = pot_sed(j) + sedyld(j) * pot_fr(j) potsedi(j) = pot_sed(j)

pot_san(j) = pot_san(j) + sanyld(j) * pot_fr(j) potsani(j) = pot_san(j)

pot_sil(j) = pot_sil(j) + silyld(j) * pot_fr(j) potsili(j) = pot_sil(j)

pot_cla(j) = pot_cla(j) + clayld(j) * pot_fr(j) potclai(j) = pot_cla(j)

pot_sag(j) = pot_sag(j) + sagyld(j) * pot_fr(j) potsagi(j) = pot_sag(j)

pot_lag(j) = pot_lag(j) + lagyld(j) * pot_fr(j) potlagi(j) = pot_lag(j)

yy = 1. - pot_fr(j) sedyld(j) = sedyld(j) * yy

sanyld(j) = sanyld(j) * yy

silyld(j) = silyld(j) * yy

clayld(j) = clayld(j) * yy

sagyld(j) = sagyld(j) * yy

lagyld(j) = lagyld(j) * yy

! update forms of N and P in pothole

xx = pot_fr(j) * hru_ha(j)

pot_no3(j) = pot_no3(j) + no3in * xx

pot_solp(j) = pot_solp(j) + surqsolp(j) * xx

pot_orgn(j) = pot_orgn(j) + sedorgn(j) * xx

pot_orgp(j) = pot_orgp(j) + sedorgp(j) * xx

pot_mps(j) = pot_mps(j) + sedminps(j) * xx

pot_mpa(j) = pot_mpa(j) + sedminpa(j) * xx ! track incoming loads

pot_sedin(j)= pot_sedin(j) + sedyld(j) * pot_fr(j) pot_no3i(j) = pot_no3i(j) + no3in * xx

pot_solpi(j) = pot_solpi(j) + surqsolp(j) * xx

pot_orgni(j) = pot_orgni(j) + sedorgn(j) * xx

pot_orgpi(j) = pot_orgpi(j) + sedorgp(j) * xx

pot_mpsi(j) = pot_mpsi(j) + sedminps(j) * xx

pot_mpai(j) = pot_mpai(j) + sedminpa(j) * xx

! update forms of N and P in surface runoff

yy = 1. - pot_fr(j)

(50)

34

latno3(j) = latno3(j) * yy ! gwno3(j) = gwno3(j) * yy

surqsolp(j) = surqsolp(j) * yy

sedorgn(j) = sedorgn(j) * yy

sedorgp(j) = sedorgp(j) * yy

sedminps(j) = sedminps(j) * yy

sedminpa(j) = sedminpa (j) * yy

! if overflow, then send the overflow to the HRU surface flow

if (pot_vol(j) > pot_volxmm(j)) then

qdr(j) = qdr(j) + (pot_vol(j)- pot_volxmm(j))

! qday = qday + (pot_vol(j)- pot_volxmm(j))

spillo = pot_vol(j) - pot_volxmm(j) pot_vol(j) = pot_volxmm(j)

xx = spillo / (spillo + pot_volxmm(j)) potsedo = potsedo + pot_sed(j) * xx

potsano = potsano + pot_san(j) * xx

potsilo = potsilo + pot_sil(j) * xx

potclao = potclao + pot_cla(j) * xx

potsago = potsago + pot_sag(j) * xx

potlago = potlago + pot_lag(j) * xx

potno3o = potno3o + pot_no3(j) * xx

potsolpo = potsolpo + pot_solp(j) * xx

potorgno = potorgno + pot_orgn(j) * xx

potorgpo = potorgpo + pot_orgp(j) * xx

potmpso = potmpso + pot_mps(j) * xx

potmpao = potmpao + pot_mpa(j) * xx

pot_sed(j) = pot_sed(j) - potsedo

pot_san(j) = pot_san(j) - potsano

pot_sil(j) = pot_sil(j) - potsilo pot_cla(j) = pot_cla(j) - potclao

pot_sag(j) = pot_sag(j) - potsago

pot_lag(j) = pot_lag(j) - potlago

pot_no3(j) = pot_no3(j) - potno3o pot_solp(j) = pot_solp(j) - potsolpo pot_orgn(j) = pot_orgn(j) - potorgno pot_orgp(j) = pot_orgp(j) - potorgpo

pot_mps(j) = pot_mps(j) - potmpso

pot_mpa(j) = pot_mpa(j) - potmpao

sedyld(j) = sedyld(j) + potsedo

sanyld(j) = sanyld(j) + potsano

silyld(j) = silyld(j) + potsilo clayld(j) = clayld(j) + potclao

pot_sag(j) = sagyld(j) + potsago

lagyld(j) = lagyld(j) + potlago

surqno3(j) = surqno3(j) + potno3o

surqsolp(j) = surqsolp(j) + potsolpo

sedorgn(j) = sedorgn(j) + potorgno

sedorgp(j) = sedorgp(j) + potorgpo

sedminps(j) = sedminps(j) + potmpso

sedminpa(j) = sedminpa(j) + potmpao

endif !! if overflow

(51)

35 ! flow, evap, seepage, and redistribute soil water

if (pot_vol(j) > 1.e-6) then

! compute settling -clay and silt based on fall velocity (v=411*d2) d=mm, v=m/hr

pot_depth = pot_vol(j)

if (pot_depth > 10.) then !assume clay v(fall)= 10 mm/d

drcla = 1. - .5 * 10. / pot_depth

else

drcla = .5 * pot_depth / 10. endif

pot_cla(j) = drcla * pot_cla(j)

if (pot_depth > 1000.) then !assume silt v(fall)= 1000 mm/d

drsil = 1. - .5 * 1000. / pot_depth

else

drsil = .5 * pot_depth / 1000. endif

pot_sil(j) = drsil * pot_sil(j)

! assume complete settlling of all other sizes (dr = 0)

pot_san(j) = 0. pot_sag(j) = 0. pot_lag(j) = 0.

! compute total delivery ratio for pot_sed

drtot = (pot_cla(j) + pot_sil(j) + pot_san(j) + pot_sag(j) + & pot_lag(j)) / (potclai(j) + potsili(j) + potsani(j) + & potsagi(j) + potlagi(j))

pot_sed(j) = drtot * pot_sed(j)

! compute organic settling assuming an enrichment ratio of 3 on clay (0.75) ! delivery of organics is 0.75*dr(clay)- assuming dr on all non-clay = 1

pot_orgn(j) = .75 * drcla * pot_orgn(j) pot_orgp(j) = .75 * drcla * pot_orgp(j) pot_mps(j) = .75 * drcla * pot_mps(j) pot_mpa(j) = .75 * drcla * pot_mpa(j)

pot_no3(j) = pot_no3(j) * (1. - pot_no3l(j)) pot_solp(j) = pot_solp(j) * (1. - pot_solpl(j))

! compute flow from surface inlet tile

tileo = Min(pot_tilemm(j), pot_vol(j)) potvol_tile = pot_vol(j)

pot_vol(j) = pot_vol(j) - tileo

qdr(j) = qdr(j) + tileo

tileq(j) = tileq(j) + tileo

sumo = sumo + tileo

tile_out(j) = tile_out(j) + tileo

! calculate seepage into soil

potsep = pp_perc * potsa(j) * 10.

! do 1 a = 1, 2

pp_perc = potsep - pp_perc

if (pp_perc >= 5.) then !laju perkolasi max 5 mm/hari

pp_perc = 5 endif

! continu

(52)

36

pot_vol(j) = pot_vol(j) - potsep

pot_seep(j) = potsep

! recompute total soil water

sol_sw(j) = 0. doly = 1, sol_nly(j)

sol_sw(j) = sol_sw(j) + sol_st(ly,j) enddo

! compute evaporation from water surface

if (laiday(j) < evlai) then

potev = (1. - laiday(j) / evlai) * pet_day

porev = 6. * potev * potsa(j) potev = Min(potev, pot_vol(j)) pot_vol(j) = pot_vol(j) - potev

pot_evap(j)= pot_evap(j) + potev

endif

if (potvol_tile > 1.e-6) then

sedloss = pot_sed(j) * tileo / potvol_tile

sedloss = Min(sedloss, pot_sed(j))

pot_sed(j) = pot_sed(j) - sedloss

potsedo = potsedo + sedloss

sedyld(j) = sedyld(j) + sedloss

no3loss = pot_no3(j) * tileo / potvol_tile

no3loss = Min(no3loss, pot_no3(j)) pot_no3(j) = pot_no3(j) - no3loss

surqno3(j) = surqno3(j) + no3loss / hru_ha(j)

solploss = pot_solp(j) * tileo / potvol_tile

solploss = Min(solploss, pot_solp(j)) solp_tileo = solploss

pot_solp(j) = pot_solp(j) - solploss

surqsolp(j) = surqsolp(j) + solploss / hru_ha(j)

orgnloss = pot_orgn(j) * tileo / potvol_tile

orgnloss = Min(orgnloss, pot_orgn(j)) pot_orgn(j) = pot_orgn(j) - orgnloss

sedorgn(j) = sedorgn(j) + orgnloss / hru_ha(j)

orgploss = pot_orgp(j) * tileo / potvol_tile

orgploss = Min(orgploss, pot_orgp(j)) pot_orgp(j) = pot_orgp(j) - orgploss

sedorgp(j) = sedorgp(j) + orgploss / hru_ha(j)

minpsloss = pot_mps(j) * tileo / potvol_tile

minpsloss = Min(minpsloss, pot_mps(j)) pot_mps(j) = pot_mps(j) - minpsloss

sedminps(j) = sedminps(j) + minpsloss / hru_ha(j)

minpaloss = pot_mpa(j) * tileo / potvol_tile

minpaloss = Min(minpaloss, pot_mpa(j)) pot_mpa(j) = pot_mpa(j) - minpaloss

sedminpa(j) = sedminpa(j) + minpaloss / hru_ha(j)

(53)

37

pot_san(j) = pot_san(j) - sanloss

potsano = potsano + sanloss

sanyld(j) = sanyld(j) + sanloss

silloss = pot_sil(j) * tileo / potvol_tile

pot_sil(j) = pot_sil(j) - silloss

potsilo = potsilo + silloss

silyld(j) = silyld(j) + silloss

claloss = pot_cla(j) * tileo / potvol_tile

pot_cla(j) = pot_cla(j) - claloss

potclao = potclao + claloss

clayld(j) = clayld(j) + claloss

sagloss = pot_sag(j) * tileo / potvol_tile

pot_sag(j) = pot_sag(j) - sagloss

potsago = potsago + sagloss

sagyld(j) = sagyld(j) + sagloss

lagloss = pot_lag(j) * tileo / potvol_tile

pot_lag(j) = pot_lag(j) - lagloss

potlago = potlago + lagloss

lagyld(j) = lagyld(j) + lagloss

! track loadings removed via tile flow

tile_sedo(j)= tile_sedo(j)+ sedloss

tile_no3o(j)= tile_no3o(j)+ no3loss

tile_solpo(j)= tile_solpo(j)+ solploss

tile_orgno(j)= tile_orgno(j)+ orgnloss

tile_orgpo(j)= tile_orgpo(j)+ orgploss

tile_minpso(j)= tile_minpso(j)+ minpsloss

tile_minpao(j)= tile_minpao(j)+ minpaloss

endif

if (potvol_sep > 1.e-6) then

sedloss = pot_sed(j) * potsep / potvol_sep

sedloss = Min(sedloss, pot_sed(j)) pot_sed(j) = pot_sed(j) - sedloss

no3loss = pot_no3(j) * potsep / potvol_sep

no3loss = Min(no3loss, pot_no3(j)) pot_no3(j) = pot_no3(j) - no3loss

solploss = pot_solp(j) * potsep / potvol_sep

solploss = Min(solploss, pot_solp(j)) pot_solp(j) = pot_solp(j) - solploss

orgnloss = pot_orgn(j) * potsep / potvol_sep

orgnloss = Min(orgnloss, pot_orgn(j)) pot_orgn(j) = pot_orgn(j) - orgnloss

orgploss = pot_orgp(j) * potsep / potvol_sep

orgploss = Min(orgploss, pot_orgp(j)) pot_orgp(j) = pot_orgp(j) - orgploss

(54)

38

minpsloss = Min(minpsloss, pot_mps(j)) pot_mps(j) = pot_mps(j) - minpsloss

minpaloss = pot_mpa(j) * potsep / potvol_sep

minpaloss = Min(minpaloss, pot_mpa(j)) pot_mpa(j) = pot_mpa(j) - minpaloss

sanloss = pot_san(j) * potsep / potvol_sep

pot_san(j) = pot_san(j) - sanloss

silloss = pot_sil(j) * potse

Gambar

Gambar 1 Skema siklus hidrologi
Gambar 2 Sub-DAS Cisadane Hulu
Gambar 3 Kelerengan lahan Sub DAS
Gambar 4 Jenis tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini ber- tujuan untuk melihat kandungan fito- kimia dan penampilan pola pita pro- tein pegagan hasil konservasi in vitro yang telah diaklimatisasikan dan

Nasabah percaya bahwa aplikasi mobile banking mudah dipelajari, mudah digunakan, jelas dan dapat dipahami serta membuat mereka semakin terampil, sehingga mereka

Program PPL Universitas Negeri Yogyakarta yang dilaksanakan pada semester khusus 2015 memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalm bidang pembelajaran di sekolah,

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementrian Pendidikan negara-negara ASEAN selaku pemegang wewenang tertinggi dalam mengurus sistem pendidikan regional ASEAN

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dokumentasi kemudian hasil dari sebuah penelitian tersebut dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa : Sebelum

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan metode NDLC, dibangunlah sebuah keamanan internet dengan WPA2-PSK, management bandwidth

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diatas, maka dalam penelitian ini berjudul “Peningkatan Unjuk Kerja Sistem Transmisi Komunikasi Digital Pada Penerima

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tiga kali pertemuan, menunjukkan bahwa ada perbedaan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi