• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Sistem Fertigasi Mikro untuk Lahan Sempit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Sistem Fertigasi Mikro untuk Lahan Sempit"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVIT AS SISTEM FERTIGASI MIKRO

UNTUK LAHAN SEMPIT

cbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

(T h e e ffe c tiv e n e s s o f M ic ro F e rtig a tio n S y s te m F o r S m a ll P lo ts )

O /e h :

Naswir') dan M. Yanuar

NMLKJIHGFEDCBA

J .

Purwanto")

A B S T R A C T

T h e a im ofth is re se a rch is to e xa m in e th e e ffe ctive n e ss ofm icro fe rtig a tio n syste m a n d a p p lica tio n of

u rife rm to p la n t g ro w th a n d p ro d u ctio n ofch ili (C a p sicu m a n n u m sp .) T h e fie ld e xp e rim e n t w a s ca rrie d

o u t a t C ih e ra n g villa g e , B o g o r R e sid e n cy fro m M a rch 2 0 0 6 to Ja n u a ri 2 0 0 7 . T h is re se a rch u se d

ra n d o m ize d b lo ck d e sig n offo u r re p e titio n s. T h e tre a tm e n t w a s co n ve n tio n a l cu ltu re b y w a te rin g ca n

(A ), fe rtig a tio n u rife rm (8), fe rtig a tio n n o n fe rm e n te d u rin e (C ), a n d fe rtig a tio n u se d H a rtu s fo rm u la (0 ).

T h e re su lt of th is re se a rch sh o w e d th a t th e m icro fe rtig a tio n syste m a re ru n n in g w e ll. F ro m th e

la b o ra to ry a n a lysis sh o w e d th a t th e p ro p e rtie s of u rin e of co w s fe rm e n te d (u rife rm ) in cre a se in

co m p o sitio n if co m p a re d to n o n fe rm e n te d a n d su cce ssfu ll u se d

as

n u tritio n . U rife rm p ro p e rtie s

sh o w e d th a t b e tte r th a n u rin e n o n fe rm e n te d a n d fo rm u la H a rtu s. T h e m icro fe rtig a tio n syste m sh o w e d

b e tte r re su lt co m p a re d to th e w a te rin g ca n o n va ria b le o b se rva tio n o f g ro w th a n d ro o t d istrib u tio n o f

ch ili. T h e m icro fe rtig a tio n syste m S ig n ifica n tly d e cre a se d vo lu m e o f w a te r u se d b y 49,48%. T h e

fe rtig a tio n u rife rm (8) sh o w e d b e tte r re su lt co m p a re d to o th e r tre a tm e n ts o n w e t w e ig h t o f se e d a n d

w a te r p ro d u ctivity (kg /m3).

K e y w o rd s: m icro fe rtig a tio n syste m , u rife rm , p ro d u ctio n ofch ili, w a te r p ro d u ctivity.

I.

PENDAHULUAN

Sang at berbeda dengan pertumbuhan penduduk

yang terus meningkat, sumber daya air dan

perluasan lahan olahan telah terbatas. Oleh

karena itu dituntut untuk melakukan intensifikasi

pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan

produksi, dimana pemakaian bahan kimia dan

pupuk akan sangat intensif digunakan. Berkaitan

dengan masalah ini, perbaikan metode irigasi,

efisiensi penggunaan air, pengelolaan pupuk akan

menjadi sangat penting. Hal ini dapat diatasi

dengan sistem fertigasi mikro. Sistem fertigasi mikro merupakan cara pemberian pupuk melalui

1Pengajar pada Fakultas Teknologi Pertanian Institur Pertanian Bogar.

Email: [email protected]

"IPengajar pada Fakultas Teknologi Pertanian Institur Pertanian Bogor

air irigasi pada sistem irigasi tetes untuk lahan sempit (Iuasan < 0,5 ha) dan dipandang lebih

efisien dalam penggunaan air dan pupuk. Air

pada sistem fertigasi mikro diberikan hanya pad a daerah perakaran saja dan pupuk sudah diberikan dalam bentuk larutan serta segera dapat diserap oleh akar tanaman.

Sumarna (1996) menyatakan bahwa pemberian

pupuk melalui sistem fertigasi mempunyai

beberapa keuntungan diantaranya; 1) tanaman

dapat memanfaatkan unsur hara dengan lebih

efisien terutama jenis pupuk yang lambat sekali bergerak dalam tanah, 2) tidak merusak biji dan akar tanaman yang ditanam, 3) pemberian pupuk dapat sejalan dengan fase pertumbuhan fisiologis

tanaman dan pupuk akan terdapat di daerah

perakaran sehingga perkembangan akar akan

lebih cepat dan ekstensif, serta 4) dapat

(2)

mudah dalam pelaksanaannya. Oi tambahkan oleh Hamdallah (2000) bahwa selain keuntungan

agronomis, dari segi lingkungan juga

memungkinkan untuk meminimalkan potensi

bahaya pencemaran melalui pencucian (leaching) atau kehilangan hara dari sistem tanah, air, dan tanaman.

Hambatan yang muneul dalam sislem fertigasi

adalah semakin mahalnya bahan-bahan kimia

yang digunakan dan diperlukan kelerampilan

khusus untuk memformulasikannya. Salah satu

alternatif untuk mengatasi hal ini adalah

memanfaatkan urine sapi yang telah difermentasi [Uriferm] sebagai pupuk cairo Panggabean et al. (2003) menyatakan bahwa beberapakeunggulan

dari pupuk dari urine sapi yang difermentasi

adalah komposisi unsur haranya lebih lengkap,

tldak memerlukan keterampilan khusus untuk

membuatnya, tidak terjadinya penggumpalan,

dan pengendapan yang berlebihan. Menurut Doak

(1959, dalam Khazyanty, 1998) bahwa dalam

urine (baik urine ternak atau lainnya) terkandung zat pengatur tumbuh jenis auxin.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi

efektivitas sistem fertigasi mikro dengan

menggunakan uriferm pada tanaman cabai

keriting.

II.

METODE

PENELITIAN

NMLKJIHGFEDCBA

2 . 1 . Tempat dan Waktu

Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa

Ciherang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten

Bogor. Untuk analisis sifat fisik dan kimia air

irigasi dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPS, dan analisis sifat fisik dan kimia tanah

dilakukan di laboratorium Departemen Tanah, .

Fakultas Pertanian IPS. Penelitian ini mulai dari

bulan Maret 2006 sampai dengan bulan Januari

2007.

2 . 2 . Metode penelitian

Dalam pereobaan dilakukan pengujian efektivilas

sistem fertigasi mikro penggunaan pupuk cair.

Pereobaan disusun dengan menggunakan

Raneangan Aeak Kelompok [RAK] dengan em pat

ulangan. Perlakuannya adalah sebagai berikut; A

=

Sistem irigasi siram dan budidaya konvensional

yang biasa dilakukan petani sebagai kontrol; 8

=

Diberi larutan pupuk cair yang berasal dari urine

sapi yang difermentasi selama seminggu dan

dieneerkan dengan perbandingan dengan 1 :

100 liter; C

=

Diberi larutan pupuk cair yang

berasal dari urine sapi yang tidak difermentasi

dan dieneerkan dengan perbandingan 1 : 100

liter;0

=

Diberi larutan pupuk eair kimia formulasi

dari Hartus (2004) yaitu (10 9 Urea + 10 9 KCI.+

109 NPK + 59 Gandasil + 2,5 ee multimikro eair)

dilarulkan dalam 100 liter air. Dala yang

lerkumpul kemudian dianalisis dengan analisis

sidik ragam dan bila lerdapat perbedaan yang nyata dilanjulkan dengaan uji Duncan pad a laraf 5%.

Pengolahan lanah dilakukan dengan sempurna dan dibual bedengan lanaman dengan ukuran 10 m x 1,2 m. Pengapuran dengan Dolomil dengan

dosis 200 gram/m2 ( 2 ton/ha) dan pemberian

pupuk kandang dilakukan dan satu kgltanam (16

lon/ha) dua minggu sebelum Ian am. Untuk

perlakuan A pupuk diberikan dengan dosis Urea 10 grltan (160 kg/Hal; TSP 35 grltan (560 kg/ha); KCI 20 gr/tan (320 kg/Hal yang diberikan tiga

tahap sebaqai pupuk dasar (sehari sebelum

tanam) seoa-iyak 50%, pemupukan susulan

pertama pada 60 hari setelah tanam (HST)

sebanyak 25% dan pemupukan kedua pad a 120 Hari Setelah Tanam (HST) sebanyak 25%. Pupuk diberikan dengan eara dilarikkan pad a kedalam

lima em di keliling tanaman kemudian ditutup

dengan tanah. Untuk perlakuan S. C dan D

bedengan tanaman di tUlupi dengan mulsa plastik

hitam perak. Kemudian dibuat lobang tanam

dengan jarak tanam 60 em x 60 em dengan sistem zigzag. Sibit tanam eabai dipindahkan ke bedengan tanaman setelah 21 hari dipesemaian.

Mekanisme fermentasi : Urine sapi yang di

tampung dari sapi di fermentasi seeara

cbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

a n a e ro b

dengan proses sebagai berikut; urine ditakar.

dimasukkan dalam jerigen plastik sampai penuh

ditambahkan kotoran sapi yang segar sebagai

aklivator, dengan perbandingan satu liter urine:

lima gram kotoran sapi segar, kemudian ditutup

rapat dengan plastik lembaran dan diikat dengan

(3)

,

karet

gelang

(usahakan

kedap

udara).

Selanjutnya dibiarkan selama 7 hari. Urine sapi

hasil fermentasi (stock solution) siap digunakan.

Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman,

penyulaman, perempelan daun di bawah cabang

utama, pengendalian gulma, hama dan penyakit

serta memasang ajir. Pengendalian hama dan

penyakit

dilakukan

dengan

penyemprotan

pestisida

seperti

Decis

2,5

ECdengan

konsentrasi satu milltr, Merusol 50 WP dengan

konsentrasi dua grlltr, Posban 200 EC dengan

konsentrasi dua milltr, Dithane M-45 dengan

konsentrasi lima gr/ltr, Plantomysin

NMLKJIHGFEDCBA

7

SP dengan

konsentrasi satu glltr. Pemanenan dilakukan

setelah buah eabai terlihat merah 90

%

dengan

interval 3-4 hari sekali.

'tariabel yang diamati adalah tinggi tanaman,

perkembangan akar tanaman, jumlah buah per

pohon, bobot buah segar per pohon total

produksi, jumlah air yang digunakan, efisiensi

penggunaan

air dan produktivitas air yang

digunakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Sistem fertigasi

mikro

Sistem fertigasi mikro yang telah diraneang terdiri

dari tangki penyimpan air yang diletakkan

0,5

meter

di

atas

permukaan

tanah.

Tangki

penampung air terbuat dari kantong plastik yang

dilengkapi

dengan

karung

beras,

yang

Tabel1 Hasil analisis pupuk cair dari urine dan formula Hartus

mempunyai kapasitas 100 liter. Oari tangki air

dipasangkan stopkran dan pipa lateral yang

terbuat dari PVC hose wama hitam

Y .

inei

sepanjang 11 meter. Air diteteskan melalui

cbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

e m m e r

yang berupa pipa plastik putih dengan diameter

dalam 0,5 mm sepanjang

6 0

em dan ditaneapkan

dengan jarak 30 em disepanjang lateral.

Masing-masing

e m itte r

dilengkapi

dengan

paneang

pengatur

(re g u la tin g stick)

agar ujung

e m itte r

tidak

menempel dengan tanah. Paneang pengatur

terbuat dari plastik dengan panjang 15 em. Sistem

fertigasi mikro satu lajur

untuk

3 3

populasi

tanaman dengan luas lahan 10 m2 dengan harga

Rp15.000,OO di tingkat pengeneer di wilayah

Bogor. Hasil raneangan sistem fertigasi mikro

dapat dilihat pada Gambar 1.

[image:3.485.255.442.55.323.2]

---~--~r.-~

Gambar 1. Rancangan sistem fertigasi mikro untuk lahan sempit

3.2. Uriferm sebagai pupuk cair

Hasil analisis sifat fisika dan kimia urine non

fermentasi, uriferm, uriferm setelah p'myeneeran,

dan formulasi Hartus setelah pengeneeran yang

akan digunakan sebagai air irigasi dan sumber

pupuk eair dapat dilihat pada Tabel1.

Unsur

pH

N

P

K Ca

Na

Mg B C I DHL

... m~1J...

~ m h o s fc "! _

Non ferm

5.61

97.20

0.396

65.1

0,14

57,1

0,515

0,084

1404,56

3000

I

.-Uriferm

8,30

120.20

0.457

112,30

2,00

62,9

0.726

0,092

3323.97

20.000

Uriferm

7.64

85.30

0,172

58.4

0,12

54,2

0,462

0,068

154.95

1000

1:100

Hartus

7.81

72.38

0.04

14.72

0.08

42.3

0.341

0.013

101.56

1200

1:100

Tabel1. memperlihatkan bahwa semua sifat fisika

dan kimia dari urine sapi yang difermentasi

memperlihatkan

penambahan

konsentrasinya.

Meningkatnya konsentrasi unsur-unsur tersebut

diduga

karena

adanya

perombakan

bahan

organik yang terdapat dalam urine sapi oleh

mikroorganisme

anaerob yang terdapat dalam

(4)

sifat masam ke sifat basa. Hal ini disebabkan

telah terbebasnya beberapa unsur kation yang

ada dalam larutan· urine sapi dan bahan organik dari aktivator.

Uriferm setelah diencerkan dengan perbandingan satu liter dalam 100 liter air yang akan digunakan sebagai sumber air irigasi. pada sistem ferti.gasi mikro, dibandingkan dengan formula Hartus jug.a

memperlihatkan konsentrasi yang lebih balk

walaupun sama-sama termasuk kelas baik. bil~

diinterprestasikan dengan kriteria sebaqai air

baku irigasi dari scofield. Urine sapi yang

digunakan sebagai pupuk cair terlihat tidak

terdapat pengendapan, sementara pad a formula Hartus masih ada pengendapan dari pupuk yang

'dicairkan. Pad a sistem emitter terlihat adanya

.pertumbuhan lumut setelah beroperasi selama

dua bulan.

Menurut U.S. Salinity Laboratory dalam

Papadopoulos (2000) air irigasi yang nilai DHLnya > 2880 umhos/crn akan beresiko tinggi terhadap salinisasi. Dari nilai DHL pad a urine, baik yang tidak mengalami fermentasi maupun uriferm perlu

dilakukan pengenceran sebelum digunakan

sebagai pupuk cair agar tidak memberikan

dampak salinisasi. Selanjutnya dijelaskan oleh

Papadopoulos (2000) larutan pupuk dengan

10-20

cbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

m eqn mempunyai nilai DHL setara 1000-2000 umhos'crn, dan tekanan osmotik mendekati 0,30

Bar pada temperature 25

NMLKJIHGFEDCBA

0 C, sangat baik

digunakan sebagai pupuk cair.

3 . 3 . Efektivitas sistem fertigasi mikro di

lapangan

Untuk mengevaluasi efektivitas sistem fertigasi

mikro di lapangan dilakukan pengamatan

terhadap pertumbuhan dan produksi dari tanaman

cabai yang ditanam. Indikator pertumbuhan

tanarnan cabai dinyatakan sebagai pertambahan

tinggi tanaman, dan penyebaran perakaran

tanaman. Indikator produksi yang diamati adalah jumlah buah dan berat buah segar per pohon pada saat panen kemudian dikomulasikan sampai akhir panen.

Pada sistem fertigasi mikro, zona perakaran

tanaman mendapatkan air irigasi lebih teratur

dibandingkan dengan sistem siram. Der1!ikian

juga pola pembasahan tanah pad~ slst~m

fertigasi mikro lebih ke a.rah vertlkal. blla

dibandingkan dengan sistem sirarn yang lebih ke arah harizontal sehingga peluang penggunaan air

oleh tanaman akan lebih efisien dan peluang

terevaporasi pada sistem siram juga lebih besar

dibandingkan dengan sistem fertigasi mikro.

[image:4.482.258.450.38.424.2]

(Gambar 2a, 2b).

Gambar 2 a. Pola basah tanah sistem fertigasi mikro

Gambar 2 b. Pola basah tanah sistem irigasi siram

Pemberian air yang cukup adalah faktor paling

utama untuk pertumbuhan tanaman. Setiap

tanaman mencoba mengabsorpsi air secukupnya

dari tanah untuk pertumbuhannya. Jadi yang

terpenting untuk tanaman adalah bahwa air dalam tanah itu berada dalam keadaan yang mudah

diabsorpsi. Kusandriani dan Sumarna (1993)

menerangkan bahwa kadar air yang

memungkinkan tanaman dapat mengabsorpsinya

adalah antara titik layu permanen sampai

kapasitas lapang yang dikenal dengan "kadar air

efektif', tetapi interval yang menjamin

pertumbuhan tanaman yang normal adalah antara

titik permulaan layu sampai kapasitas lapang,

(5)

kadar air dalam interval ini disebut "kadar air

optimum" yaitu kira-kira 50-70%

dari

kadar air

efektif.

NMLKJIHGFEDCBA

3 . 4 .

Penyebaran perakaran tanaman

Perkembangan perakaran tanaman cabai diamati

diakhir

panen,

hasil

penelitian

penyebaran

[image:5.483.46.234.90.299.2]

perakaran tanaman cabai dapat dilihat pada

Gambar 3.

j.-- ....-.---.---.-.--- ..--- ..- - . - - - · · · - 1

!

Penyebaranakar

!

I 8 0 . • . . - - - . - . - . - - . . . - . .- .

I!

s o

i~--

.

.:

.

40 ; ,",' .

.

11 20 • M H H_ 'HM'

~ 0 '

"-=tr.

Kedalam.1n, em

Gambar 3. Penyebaran perakaran tanaman cabal sesuaiperlakuan

Gambar 3 memperlihatkan adanya perbedaan

penyebaran perakaran tanaman cabai antara

sistem siram dengan sistem fertigasi. Pada sistem

siram penyebaran perakaran tanaman terlihat

lebih mendekati ke permukaan tanah, sedangkan

pada sistem· fertigasi lebih berkembang pada

kedalaman 10-15 em. Hal ini disebabkan karena

pada sistem siram pembasahan tanah lebih

banyak

pada

daerah

permukaan

tanah.

Sementara pada sistem fertigasi air akan

terinfiltrasi lebih dalam pada profil tanah. Gejala

ini mudah dimengerti bahwa perakaran tanaman

akan berkembang dengan sempurna pada tanah

yang lernbab dibandingkan dengan tanah kering.

Untuk penetrasi akar tanaman eabai terlihat

sampai pada kedalaman 60 em walaupun tidak

begitu banyak. Hasil penelitian ini sejalan dengan

pendapat Prajnanta (2004) bahwa tanaman eabai

walaupun memiliki sistem perakaran dangkal,

pada kondisi yang menguntungkan akan dapat

berkembang sampai kedalaman

>

65 em.

3 . 5 .

Produksi

[image:5.483.36.441.367.466.2]

Parameter produksi dalam penelitian ini adalah

jumlah buah per pohon, komulatif berat buah

segar per pohon dan rataan bobot buah segar

tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh sistem irigasi dan memanfaatan urine sapi terhadap jumlah buah/pohon, produksil pohon dan bobot buah

Perlakukan

Jumlah

Produksilpohon

Bobot buah segar

buah/oohon ( q r a m l (qram)

A siram)

1 7 8 , 6 0

a

5 7 3 . 9 9

a

3 . 2 1 5

a

B fertiqasi-uriferm)

3 0 5 . 0 5 c 1 0 3 3 . 1 7 c 3 . 3 8 9

a

C

fertigasi-non ferm)

2 8 8 , 3 8 c 8 7 7 , 0 3 c 3 . 1 4 8

a

0

fertiqasi-Hartus)

2 6 6 , 8 0 b 8 4 8 . 9 1 b 3 . 1 4 9

a

cbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

K e te ra n g a n : N ila i ya n g d iiku ti o le h h u ru ( ya n g sa m a p a d a ko lo m ya n g sa m a tid a k b e rb e d a n ya ta b e rd a sa rka n u ji D u n ca n

p a d a ta ra t 0.05.

Tabel 2 menunjukkan bahwa sistem fertigasi

mikro berpengaruh nyata terhadap jumlah buah

can produksi buah segar perpohon. Hal ini

berkaitan dengan lingkungan perakaran tanaman

berupa kadar air dan unsur hara yang terdapat

pada sistem fertigasi lebih dapat menyediakan

sebagian kebutuhan tanaman bila dibandingkan

dengan sistem siram. Sementara terhadap bobot

buah tidak memperlihatkan perbedaan yang

nyata. Hal ini diduga disebabkan karena faktor

genetika

tanaman

yang

lebih

berperan

dibandingkan dengan faktor lingkungan. Oapat

dikatakan dalam penelitian ini bahwa sistem

fertigasi mikro tidak memberi pengaruh terhadap

kualitas produksi tanaman cabai.

Untuk penggunaan uriferm dalam sistem fertigasi

mikro memberi pengaruh yang nyata terhadap

jumlah

buah

dan

produksi

perpohon bila

dibandingkan

dengan

penggunaan

formula

(6)

n ya ta .

rqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Hal ini diduga disebabkan oleh ketersediaan unsur hara yang terdapat dalam

larutan 'urine sapi lebih tersedia bagi tanaman. Di samping unsur

NMLKJIHGFEDCBA

h a r a dalam urine sapi juga terdapat zat perangsang tumbuh jenis Auxin seperti ya n g dilaporkan oleh Doak (1959, dalam Khazyanty, 1998).

Bila dilihat dari deskriptif dari tanaman cabai varietas Laris yang mempunyai potensi produksi 0,7-0,9 kg/pohon, dari label 2 juga menunjukkan bahwa penggunaan uriferm memberikan hasil yang lebih baik (1,033 kg/pohon).

3 . 6 . Efektivitas penggunaan air dan produksi

Hasil penelitian terhadap efektivitas penggunaan air dan produksi tanaman adalah sebagai berikut. Kebutuhan air irigasi untuk tanaman cabai dalam satu musim tanam (176 hari) pada tanah Latosol di daerah Darmaga, Bogor, yang ditanam di bulan April adalah 3025 Iiter/33 tanaman/musim (1466,66 m3/hektar/musim

=

146,666 mm/musim)

bila dilakukan dengan sistem fertigasi mikro. Sedangkan dengan sistem siram dapat mencapai 4522 liter/33 ta n a m a n /m u sim (2 1 9 2 ,4 8

m3/hektar/musim

=

219,248 mm/musim). Ini

berarti bahwa sistem fertigasi mikro dapat menghemat pemakaian air 49,48% bila dibandingkan dengan sistem siram. Hal ini mudah dimengerti bahwa dengan sistem fertigasi mikro hanya daerah perakaran tanaman saja yang

dibasahi sedangkan dengan sistem siram hampir seluruh bedengan tanaman terbasahi (Gambar 3).

Semen tara hasil penelitian Kurnia et a l. (2 0 0 2 )

dengan sistem irigasi tetes pada tanah Alfisol lahan kering di perbukitan kritis Imogiri, Daerah Istimewa Yogyakarta memperoleh jumlah kebutuhan air tanaman cabai 355-455 mm/musim Dibandingkan dengan hasil penelitian dari Kurnia

e t a l.(2002) terlihat bahwa hasil penelitian ini jauh lebih rendah.

Hasil pengamalan terhadap kebutuhan air tanaman cabai selama pertumbuhan dalam satu musim tan am berbasis mingguan dapat dilihat pada Gambar 5.

Kebutuhan air tanaman cabai keriting,l/mg/tanaman

E 1 0 0 . ;. .

~ 50'

n 0 ~

I 1 34 5 G7 6 9 1 0 1 1 1 ! 1 3 1 4 1 5 I G 1 7 1 B 1 9 l 0 l l l l B l 4 l H 6

MinuuKe

Gambar 5. Oistribusi air irigasi tanaman cabai keriting

Hasil penelitian terhadap efektivitas penggunaan air oleh tanaman dapat dilihat pad a label 3.

Tabel3. Total produksi, penggunaan air dan efektivitas penggunaan air pada sistem fertigasi mikro satu lajur

Perlakukan T o t a l Produksi kgI Penggunaan air Efektivitas

3 3 tan

m

3/33 tan penggunaan air

kq /m3

A (siram) 19,1168 a 4,522 4,2275 a

B (fertigasi-uriferm) 34,4270 c 3,025 11,3808c

C (fertigasi-non ferm) 29,4029 b 3,025 9,7119 b

D (fertigasi-Hartus) 28,6383 b 3,025 9,4672 b

.. ..

K e te ra n g a n . N tla l ya n g d llku tl o /e h h u ru ( ya n g sa rn a p a d a k% m ya n g sa rn a tld a k b e rb e d a n ya ta b e rd a sa rka n U JID u n ca n p a d a la ra (0 ,0 5 .

(7)

,!

Tabel 3 menunjukkan bahwa efektivitas

menggunaan air untuk perlakuan fertigasi mikro

dengan uriferm memberikan hasil yang paling

baik dan berbeda

cbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

n ya ta dengan perlakuan yang

lain. Semen tara antara perlakuan fertigasi mikro

dan urine sapi non fermentasi tidak berbeda n ya ta

dengan perJakuan fertigasi dan formula Hartus.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

NMLKJIHGFEDCBA

4 . 1 . Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa :

1). Rancangan sistem fertigasi mikro yang

dibangun telah dapat beroperasi dengan

baik.

2 ) . Urine sapi yang non fermentasi dan

difermentasi dapat digunakan sebagai pupuk

cair dalam proses produksi tan am an cabaL

3). Uriferm memperlihatkan sifat fisika dan kimia

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

pupuk cair formula dari Hartus.

4 ) . Oengan menggunakan sistem fertigasi mikro,

pertumbuhan tanaman cabai terJihat lebih

baik bila dibandingkan dengan sistem irigasi

siram.

5 ) . Produksi tanaman cabai meningkat secara

nyata bila menggunakan uriferm pada sistem

fertigasi mikro.

6 ) . Sistem fertigasi mikro dapat menghemat

pemakaian air 49,48% bila dibandingkan

dengan sistem siram.

7). Efektifitas penggunaan air berbeda nyata bila

menggunakan uriferm pad a sistem fertigasi

mikro.

4 . 2 . Saran

Oari hasil penelitian ini disarankan untuk

dilakukan penelitian lanjutan untuk daerah-daerah

yang lebih kering dan terhadap tanaman yang

mempunyai nilai ekonomis cukup baik seperti

tembakau dan bawang merah, melon, terung

Jepang. Terhadap rancangan sistem fertigasi

mikro yang dibangun perlu diuji ketahanan

bahan-bahan yang digunakan.

Ju rn a llrig a si - V o l. 2 .N o .2 . N o p e m b e r 2 0 0 7

DAFTAR PUSTAKA

Hamdallal1 G . 2 0 0 0 . Toward Guideliness for

Quality Fertilizers

under

Modem Irrigauon.

Oi dalam P ro ce e d in g s o f th e IM P H O S

In te rn a tio n a l F e rtig a tio n W o rksh o p .

Amman; Jordan: 2 5 - 2 7 April 1 9 9 9 . him 5 6

-7 1 .

Khazyanty. 1 9 9 8 . P e n g a ru h U rin e S a p i T e rtJa d a p P e rtu m b u h a n d a n H a sil Ja g u n g M a n is.

[Laporan Penelitian). Payakumbuh:

Politeknik Pertanian Universitas Andalas.

Kusandriani Y, Sumarna A . 1 9 9 3 . Respon

Varietas Cabai Pada Beberapa Tingkat

Kelembaban Tanah.Oi dalam B u le ttin .

P e n e litia n H o rtiku ltu ra

Vol XXV. No 1.

him 5-18.

Kurnia U. 2 0 0 4 . Prospek Pengairan Pertanian

Tanaman Semusim Lahan Kering.

J.U tb a n g P e rta n ia n . 23(4): him 130-138.

Panggabean 0 , Naswir, Oktoyoumal. 2 0 0 3 . .

P e n in g ka ta n P ro d u ktivita s L a h a n M e la lw

V e rtiku ltu r d a n P e m a n fa a ta n U rin e S a p i

ya n g te la h D ife rm e n ta si S e b a g a i N u trisi.

(Laporan Penelitian). Payakumbuh:

Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.

Papadopoulos I. 2 0 0 0 . Fertigation: Present

Situation and Future Prospects. Oi dalam

P ro ce e d in g s o f th e IM P H O S In te rn a tio n a l

F e rtig a tio n W o rksh o p . Amman; Jordan:

2 5 - 2 7 April 1 9 9 9 . him 4 - 5 5 .

Prajnanta F . 2 0 0 4 . K ia t S u kse s B e rta n a m C a b a i d im u sim H u ja n . Jakarta : Penebar

Swadaya. 6 4 him.

Sumarna A . 1 9 9 6 . Pengaruh Interval Pemberian

Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Cabai di lahan kering. [Laporan

Penelitianj Lembang. Kerja sama Balai

penelitian T anaman Sayuran dengan usat

Penelitian dan Pengembangan Pengairan.

Tisdale SL, Nelson WL. 1 9 7 5 . S o il F e rtility a n d

F e rtilize r. New York: Mc Millan

Gambar

Gambar 1. Rancangan sistem fertigasi mikro
Gambar 2 a. Pola basah tanah sistem fertigasi
Gambar 3.j.-- ....-.---.-----------.-.---ini mudah dimengerti bahwa perakaran tanaman..-------- ..--.------------···-1akan berkembang dengan sempurna pada tanah

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik lahan pertanian (suhu, ketersediaan air, daya menahan unsur hara, kondisi perakaran, ketersediaan unsur hara, dan topografi ) di Desa Tapian Nauli II Kecamatan

Hal ini disebabkan karena pemberian takaran pupuk hayati 3 g/tanaman belum mampu menyediakan unsur hara yang cukup untuk kebutuhan hidup tanaman jagung akibat simbiosis

Berarti dengan diberikan pupuk organik kedalam tanah, sistem perakaran tanah dapat berkembang lebih sempurna penyerapan unsur hara semakin besar, akibatnya pertumbuhan

Jumlah pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara, kandungan unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara yang terdapat

Karena pada formula tersebut mampu menyediakan unsur hara yang cukup sehingga lebih memudahkan perakaran tanaman untuk menyerap hara yang dibutuhkan dalam

Abstrak: Kebutuhan nutrisi pada tanaman dalam bentuk unsur hara baik yang berasal dari tanah itu sendiri dan dari luar dalam bentuk pupuk mempengaruhi produktifitas

Penurunan atau hilangnya beberapa unsur hara dalam perakaran akibat erosi menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan tanah sehingga tanah tidak mampu menyediakan

Pengelolaan hara spesifik lokasi berupaya menyediakan hara bagi tanaman secara tepat, baik jumlah, jenis, maupun waktu pemberiannya, dengan mempertimbangkan