PENGGUNAAN ZAT WARNA
KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA
SEDIAAN PEWARNA RAMBUT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: ADE SRI ROHANI
NIM 101524067
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGGUNAAN ZAT WARNA
KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA
SEDIAAN PEWARNA RAMBUT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: ADE SRI ROHANI
NIM 101524067
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGGUNAAN ZAT WARNAKAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA SEDIAAN PEWARNA RAMBUT
OLEH: ADE SRI ROHANI
101524067
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 23 Juli 2012
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 195107031977102001 NIP 194901131976032001
Pembimbing II, Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Drs. Suryanto, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001 NIP 195111021977102001
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Penggunaan Zat Warna
Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) dalam Formula Sediaan Pewarna
Rambut”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si.,
Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya
penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Juanita
Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Ibu Sumaiyah, S.Si.,
M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis selama ini serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas
Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ibu kepala
Laboratorium Fitokimia dan Bapak kepala Laboratorium penelitian yang telah
memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
semua Kakanda tercinta, Adinda tersayang Nurjannah Aulia Nasution dan Awal
Ramadhan Saleh Nasution serta teman-teman, yang selalu mendoakan, memberi
nasehat, menyayangi dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua doa, kasih
sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di
bidang Farmasi.
.
Medan, Juli 2012 Penulis,
PENGGUNAAN ZAT WARNA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA SEDIAAN PEWARNA RAMBUT
Abstrak
Sediaan pewarna rambut adalah kosmetika yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alami adalah secang (Caesalpinia sappan L.). Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayunya. Kayu secang menghasilkan pigmen berwarna merah. Biasanya warna yang dihasilkan oleh kayu secang ini dimanfaatkan untuk mewarnai kue dan minuman, bahan anyaman, untuk pengecatan, bahkan ada yang memanfaatkannya sebagai tinta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna tembaga (II) sulfat dan pirogalol dan mengetahui konsentrasi serbuk zat warna kayu secang yang menghasilkan warna terbaik.
Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan berbagai konsentrasi, yaitu 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, pirogalol, tembaga (II) sulfat, dan xanthan gum masing-masing 1%. Sebagai pelarut digunakan aquadest. Pewarnaan dilakukan dengan cara perendaman rambut uban selama 1-4 jam dan diamati dengan perubahan warna setiap jam perendaman yang dilakukan secara visual. Pengamatan stabilitas warna dilakukan dengan cara uji stabilitas terhadap pencucian dan sinar matahari, selanjutnya dilakukan uji biologis (iritasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dan waktu perendamannya. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan sebagai pewarna rambut.
Penelitian menunjukkan bahwa pewarnaan yang paling gelap diperoleh dari formula C yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%. Sediaan ini menghasilkan warna rambut dari coklat terang sampai coklat gelap. Pada uji stabilitas terhadap pencucian, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna setelah 15 kali pencucian. Uji stabilitas terhadap sinar matahari juga menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan sediaan tersebut tidak mengakibatkan iritasi pada kulit.
THE USE OF SECANG WOOD DYE (Caesalpinia sappan L.) IN HAIRCOLORING PREPARATION FORMULA
Abstract
Haircoloring preparations are used in cosmetology hair to dye hair, either to restore the original hair color or hair color to change the original into a new color. One of the plantscan be usedasnatural dyesissecang(Caesalpinia sappanL.). Parts of the plantthatcommonlyusediswood.Secang woodproduces redpigment. Usually,colorsproduced by thesecang woodisusedfor coloringcakeandbeverages, wovenmaterials, forpainting, and some even use it asink. The purposeof this researchis to knowthat wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can beformulatedintohairdye preparationwith addition of color generating copper sulfate andpirogaloland to know the concentration of secang wood dye powder that produces the best color.
Hair dye preparation was made with a formula consisting of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) with various concentration, these are 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 15%, pyrogallol, copper sulfate, and xanthan gum 1% respectively. Aquadest was used as the solvent. Coloring was done by soaking for 1-4 hours of gray hair and observed the color change every hour of soaking wich done visually. Observation of color stability was done by stability test for washing and sunlight, further biological test(irritation test).
The result showed that the resulting color was influenced by the concentration of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) and the time of soaking. Secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can be formulated as a hair dye.
Research shows thatmostdarkcolorationwas obtainedfrom theformulaCconsistingof secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) 10%, pyrogallol 1%, copper sulfate 1%, and 1% xanthan gum. This preparation produces hair color from light brown to dark brown. The result of washing stabillity test showed that the color has not been changed after 15 times washing. The sunlight stability test also showed that the color has not been changed and the preparation did not cause irritation on skin.
2.4 Tembaga (II) sulfat ... 8
2.8.1Berdasarkan daya lekat zat warna ... 20
2.8.1.1Pewarna rambut temporer ... 20
2.8.1.2Pewarna rambut semipermanen ... 20
3.3 Prosedur kerja ... 24
3.5.2 Pengamatan stabilitas warna ... 29
3.5.2.1 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 29
3.5.2.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari .. 30
3.5.3 Uji biologis (uji iritasi) ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Identifikasi sampel ... 31
4.2 Pengaruh penambahan bahan dan perbedaan konsentrasi terhadap perubahan warna rambut uban ... 31
4.2.1 Hasil orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban ... 31
4.2.2 Hasil orientasi penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban ... 32
4.2.3 Pengaruh konsentrasi zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban ... 34
4.3 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 37
4.4 Hasil evaluasi ... 38
4.4.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari ... 39
4.4.3 Uji biologis (uji iritasi) ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula standard ... 26
Tabel 3.2 Formula orientasi ... 26
Tabel 3.3 Formula pewarna rambut yang dibuat ... 28
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi zat warna kayu secang terhadap perubahan warna
rambut uban ... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur kimia Brazilin dan Brazilein ... 7
Gambar 2.2 Pirogalol ... 7
Gambar 2.3 Struktur kimia xanthan gum ... 9
Gambar 2.4 Anatomi rambut ... 11
Gambar 2.5 Struktur batang rambut ... 11
Gambar 2.6 Mikrograf Scanning Electron Microscopy (SEM) kutikula rambut dengan 3000 kali perbesaran ... 12
Gambar 2.7 Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut .... 21
Gambar 3.1 Natural Color Levels ... 29
Gambar 4.1 Pengaruh perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 31
Gambar 4.2 Pengaruh penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 32
Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 35
Gambar 4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 37
Gambar 4.5 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan alir pembuatan serbuk zat warna kayu secang ... 44
Lampiran 2. Gambar tumbuhan secang ... 45
Lampiran 3. Gambar serutan kayu secang ... 46
Lampiran 4. Gambar freeze dryer ... 47
Lampiran 5. Gambar serbuk zat warna kayu secang ... 48
Lampiran 6. Gambar pirogalol ... 49
Lampiran 7. Gambar tembaga (II) sulfat ... 50
Lampiran 8. Gambar xanthan gum ... 51
Lampiran 9. Gambar hasil pewarnaan rambut ... 52
PENGGUNAAN ZAT WARNA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA SEDIAAN PEWARNA RAMBUT
Abstrak
Sediaan pewarna rambut adalah kosmetika yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alami adalah secang (Caesalpinia sappan L.). Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayunya. Kayu secang menghasilkan pigmen berwarna merah. Biasanya warna yang dihasilkan oleh kayu secang ini dimanfaatkan untuk mewarnai kue dan minuman, bahan anyaman, untuk pengecatan, bahkan ada yang memanfaatkannya sebagai tinta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna tembaga (II) sulfat dan pirogalol dan mengetahui konsentrasi serbuk zat warna kayu secang yang menghasilkan warna terbaik.
Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan berbagai konsentrasi, yaitu 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, pirogalol, tembaga (II) sulfat, dan xanthan gum masing-masing 1%. Sebagai pelarut digunakan aquadest. Pewarnaan dilakukan dengan cara perendaman rambut uban selama 1-4 jam dan diamati dengan perubahan warna setiap jam perendaman yang dilakukan secara visual. Pengamatan stabilitas warna dilakukan dengan cara uji stabilitas terhadap pencucian dan sinar matahari, selanjutnya dilakukan uji biologis (iritasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dan waktu perendamannya. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan sebagai pewarna rambut.
Penelitian menunjukkan bahwa pewarnaan yang paling gelap diperoleh dari formula C yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%. Sediaan ini menghasilkan warna rambut dari coklat terang sampai coklat gelap. Pada uji stabilitas terhadap pencucian, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna setelah 15 kali pencucian. Uji stabilitas terhadap sinar matahari juga menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan sediaan tersebut tidak mengakibatkan iritasi pada kulit.
THE USE OF SECANG WOOD DYE (Caesalpinia sappan L.) IN HAIRCOLORING PREPARATION FORMULA
Abstract
Haircoloring preparations are used in cosmetology hair to dye hair, either to restore the original hair color or hair color to change the original into a new color. One of the plantscan be usedasnatural dyesissecang(Caesalpinia sappanL.). Parts of the plantthatcommonlyusediswood.Secang woodproduces redpigment. Usually,colorsproduced by thesecang woodisusedfor coloringcakeandbeverages, wovenmaterials, forpainting, and some even use it asink. The purposeof this researchis to knowthat wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can beformulatedintohairdye preparationwith addition of color generating copper sulfate andpirogaloland to know the concentration of secang wood dye powder that produces the best color.
Hair dye preparation was made with a formula consisting of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) with various concentration, these are 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 15%, pyrogallol, copper sulfate, and xanthan gum 1% respectively. Aquadest was used as the solvent. Coloring was done by soaking for 1-4 hours of gray hair and observed the color change every hour of soaking wich done visually. Observation of color stability was done by stability test for washing and sunlight, further biological test(irritation test).
The result showed that the resulting color was influenced by the concentration of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) and the time of soaking. Secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can be formulated as a hair dye.
Research shows thatmostdarkcolorationwas obtainedfrom theformulaCconsistingof secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) 10%, pyrogallol 1%, copper sulfate 1%, and 1% xanthan gum. This preparation produces hair color from light brown to dark brown. The result of washing stabillity test showed that the color has not been changed after 15 times washing. The sunlight stability test also showed that the color has not been changed and the preparation did not cause irritation on skin.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Rambut adalah sesuatu yang ke luar dari dalam kulit, tumbuh sebagai
batang-batang tanduk, dan tersebar hampir di seluruh kulit tubuh, wajah, dan
kepala, kecuali pada bibir, telapak tangan dan telapak kaki. Batang-batang rambut
merupakan penempatan sel-sel tanduk di masing-masing bagian tubuh yang
berbeda dalam panjang, tebal, dan warnanya. Rambut tidak mempunyai saraf
perasa sehingga tidak terasa sakit bila dipangkas. Wujud rambut di berbagai
tempat berbeda, namun mempunyai kesamaan dalam hal susunannya.
Perbedaan-perbedaan itu hanya terletak pada cara tumbuh, tebal, dan kedalaman akar rambut
(Bariqina dan Ideawati, 2001).
Selain berfungsi sebagai mahkota (perhiasan), rambut juga berfungsi
sebagai pelindung terhadap bermacam-macam rangsang fisik, seperti panas,
dingin, kelembaban, sinar, dan lain-lain. Pelindung terhadap rangsang kimia
seperti berbagai zat kimia dan keringat (Bariqina dan Ideawati, 2001).
Warna rambut ditentukan oleh pigmen melanin yang ada pada korteks
rambut, baik jumlah maupun besarnya melanosit. Pigmen yang mempengaruhi
warna rambut adalah eumelanin yang menyebabkan warna hitam atau coklat dan
pyomelanin yang menyebabkan warna merah atau pirang. Di samping itu, jumlah
dan ukuran granula pigmen dan ada-tidaknya gelembung udara dalam korteks
juga menentukan warna rambut seseorang (Putro, 1998).
Urutan pigmen yang menentukan warna rambut dari yang paling terang
hitam. Rambut pirang mengandung campuran pigmen warna merah dan warna
kuning. Rambut merah mengandung campuran pigmen warna merah dan pigmen
warna hitam. Rambut coklat muda mengandung pigmen-pigmen warna merah,
coklat dan hitam. Rambut coklat tua mengandung lebih banyak pigmen warna
hitam daripada rambut coklat muda. Rambut hitam hanya mengandung pigmen
warna hitam (Tranggono dan Latifah, 2007).
Bila sudah mencapai usia lanjut, warna rambut berubah menjadi putih
yang sering kurang disukai keberadaannya (Wasitaatmadja, 1997). Warna rambut
dapat diubah-ubah secara buatan dengan menggunakan cat rambut, di Indonesia
disebut juga dengan semir rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).
Sediaan pewarna rambut adalah kosmetika yang digunakan dalam tata rias
rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli
atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Keinginan untuk
mewarnai rambut memang sudah berkembang sejak dahulu. Bahkan ramuan yang
dijadikan zat warna pada waktu itu diperoleh dari sumber alam, pada umumnya
berasal dari tumbuhan dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan (Ditjen
POM, 1985).
Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat
digunakan sebagai pewarna alami. Bagian tanaman secang yang digunakan
sebagai sumber pewarna adalah kayunya. Kayu secang menghasilkan pigmen
berwarna merah (Maharani, 2003; Rostamailis, dkk., 2008). Biasanya warna yang
dihasilkan oleh kayu secang ini dimanfaatkan mayarakat untuk mewarnai kue dan
dimanfaatkan untuk mewarnai bahan anyaman atau digunakan untuk pengecatan.
Bahkan ada yang memanfaatkannya sebagai tinta (Anonima, 2011).
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk mengolah dan
memanfaatkan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) tersebut sebagai pewarna
rambut.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas perumusan masalahnya adalah:
a. Apakah serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat
diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut.
b. Berapakah konsentrasi serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.)
yang menghasilkan warna terbaik.
1.3Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
a. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) diduga dapat
diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut.
b. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat memberikan
warna terbaik pada konsentrasi tertentu.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bahwa serbukzat warna kayu secang (Caesalpinia sappan
L.) dapat dibuat sebagai sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan
b. Untuk mengetahui konsentrasi serbukzat warna kayu secang (Caesalpinia
sappan L.) yang menghasilkan warna terbaik.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan hasil
guna dari kayusecang. Selain itu juga dapat memberikan informasi bahwa zat
warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat digunakan sebagai pewarna
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan Secang (Caesalpinia sappan L.)
Secang tumbuh liar di daerah pegunungan yang berbatu, tetapi tidak terlalu
dingin dan kadang ditanam sebagai pembatas kebun. Tanaman ini menyenangi
tempat terbuka dan dapat ditemukan sampai ketinggian 1.000 m di atas
permukaan laut. Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Jika
direbus, kayu memberi warna merah muda dan dapat digunakan untuk
pengecatan, memberi warna pada bahan anyaman, kue, minuman, atau sebagai
tinta. Perbanyakan dengan biji atau setek batang (Dalimartha, 2009).
2.1.1 Nama daerah
Pada setiap daerah kayu secang mempunyai nama yang berbeda-beda,
antara lain: seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Batak), cang (Bali), sepel
(Timor), kayu sema (Manado), sapang (Makassar), roro (Tidore) (Dalimartha,
2009).
2.1.2 Morfologi tumbuhan secang
Tumbuhan secang termasuk jenis perdu dengan tinggi 5-10 m. Batang
bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Batang dan percabangan berduri tempel
yang bengkok dan letaknya tersebar. Daun majemuk menyirip ganda, panjang
25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun
tidak bertangkai, bentuk lonjong, ujung bulat, tepi rata dan hampir sejajar,
panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, dan berwarna hijau. Perbungaan majemuk
berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota
cm, ujung seperti paruh, berwarna hitam jika masak, berisi biji tiga sampai empat.
Biki bulat memanjang dengan panjang 15-18 m, lebar 8-11 mm, tebal 5-7 mm,
dan berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2009).
2.1.3 Kandungan kimia tumbuhan secang
Kayu secang mengandung brazilin, brazilein, asam galat, tanin, resin,
resorsin, dan d-α-phellandrene. Daun dan ranting mengandung tetraacetylbrazilin,
proesapanin A, 0,16-0,20% minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak
berwarna (Dalimartha, 2009).
2.1.4 Kegunaan Tumbuhan Secang
Di Indonesia, kayu secang dimanfaatkan sebagai pewarna merah
minuman. Biji tumbuhan ini berfungsi sebagai bahan sedatif, kayu dan batangnya
dapat mengobati TBC, diare, dan disentri, sedangkan daun-daunnya dapat
dimanfaatkan untuk mempercepat pematangan buah pepaya dan mangga (Pusat
Pendidikan Lingkungan Hidup, 2007).
Kayu secang juga berkhasiat mengaktifkan aliran darah, melarutkan
gumpalan darah, mengurangi bengkak (swelling), meredakan nyeri (analgesik),
menghentikan perdarahan, dan antiseptik (Dalimartha, 2009).
2.2 Zat Warna Kayu Secang
Hasil isolasi yang dilakukan terhadap ekstrak kayu secang menunjukkan
bahwa komponen utama yang terkandung di dalamnya adalah brazilin (C16H14O5).
Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan tetapi jika teroksidasi akan
menghasilkan senyawa brazilein (C16H12O5) yang berwarna merah (Holinesti,
2009; Prakash dan Majeed, 2008). Adapun struktur kimia brazilin dan brazilein
Brazilin Brazilein
Gambar 2.1 Strukturkimia Brazilin dan Brazilein (Lioe, dkk., 2012).
2.3 Pirogalol
Pirogalol mempunyai struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.2
berikut:
Gambar 2.2 Pirogalol (Sweetman, 2009).
Pemerian : Padatan hablur putih atau hablur tidak berwarna dengan berat
molekul 126, 1
Suhu lebur : 133oC (Ditjen POM, 1995).
Pirogalol bersifat sebagai reduktor (mudah teroksidasi). Dalam bentuk
larutan akan menjadi warna gelap jika terkena udara. Jika pemakaiannya dicampur
dengan zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, pirogalol berfungsi
sebagai zat pembangkit warna dan dikombinasikan dengan pewarna logam lain.
Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan agar zat warna dapat menempel
lebih kuat lagi pada rambut dibandingkan pada saat sebelum dicampur. Pirogalol
diizinkan digunakan sebagai zat pembangkit warna dengan batas kadar 5% (Ditjen
2.4 Tembaga (II) sulfat
Tembaga (II) sulfat merupakan senyawa logam yang dapat digunakan
sebagai pewarna pada rambut.
Pemerian : Berbentuk serbuk atau granul berwarna biru, transparan dengan
berat molekul 249,68 (Ditjen POM, 1995).
Kelarutan : 1 g larut dalam 3 ml air; 0,5 ml air panas; 1 g dalam 500 ml
alkohol; 1 g dalam 3 ml gliserol (Sweetman, 2009).
Tembaga (II) sulfat digunakan dalam cat rambut yang memberikan warna
cokelat dan hitam. Warna tersebut terjadi karena tembaga sulfat berubah menjadi
tembaga oksida (Bariqina dan Ideawati, 2001). Tembaga (II) sulfat termasuk ke
dalam zat warna senyawa logam. Daya lekat zat warna senyawa logam umumnya
tidak sekuat zat warna nabati, karena itu jika digunakan langsung harus dilakukan
tiap hari hingga terbangkit corak warna yang dikehendaki (Ditjen POM, 1985).
2.5 Xanthan gum
Xanthan gum adalah gom hasil fermentasi karbohidrat oleh Xanthomonas
campestris yang dimurnikan. Merupakan garam natrium, kalium, atau kalsium
dari suatu polisakarida dengan bobot molekul besar yang mengandung D-glukosa,
manosa, dan asam glukoronat. Berupa serbuk putih atau putih kekuningan, larut
dalam air dan memberikan viskositas yang tinggi dalam larutan. Xanthan gum
juga mengandung tidak kurang dari 1,5% asam piruvat (Sweetman, 2009).
Gambar 2.3 Struktur kimia xanthan gum (Rowe, dkk., 2009).
Xanthan gum banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral dan topikal,
kosmetik, dan makanan sebagai bahan pensuspensi serta bahan pengemulsi. Gom
ini tidak toksik, dapat tercampurkan dengan banyak bahan farmaseutikal, dan
memiliki stabilitas serta viskositas yang baik pada range pH dan temperatur yang
luas (Rowe, dkk., 2009).
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil
ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan.
Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah bahan alamiah
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,
2.6.1 Perkolasi
Perkolasi adalah salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat
yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator. Serbuk simplisia yang akan
diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi
atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari. Setelah maserasi, massa
dimasukkan ke dalam perkolator. Pemindahan dilakukan sedikit demi sedikit
sambil tiap kali ditekan, kemudian cairan penyari dituangkan perlahan-lahan
hingga di atas permukaan massa masih terdapat selapis cairan penyari. Setelah
massa didiamkan selama 24 jam dalam perkolator, keran dibuka dan diatur
kecepatan menetes 1 ml tiap menit. Untuk menentukan akhir perkolasi dapat
dilakukan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, dan warna (Ditjen POM,
1986).
2.6.2 Ekstraksi kayu secang
Kristie (2008) telah melakukan ekstraksi terhadap kayu secang dengan
berbagai macam pelarut diantaranya air, etanol 50%, dan etanol 95%.
Masing-masing hasil ekstraksi disaring dan dipekatkan dengan vaccum evaporator untuk
menghilangkan pelarutnya. Sementara Hangoluan (2011) menggunakan metanol
untuk melakukan ekstraksi terhadap serbuk kayu secang.
2.7 Rambut
Rambut dapat menyerap air dan bahan kimia dari luar. Komposisi rambut
terdiri atas zat karbon ± 50%, hidrogen 6%, nitrogen 17%, sulfur 5% dan oksigen
20%. Rambut mudah dibentuk dengan pemanasan atau bahan kimia
2.7.1 Anatomi rambut
Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian rambut seperti yang
terlihat pada Gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Anatomi rambut (Mitsui, 1997).
a. Ujung rambut
Pada rambut yang baru tumbuh serta sama sekali belum atau tidak pernah
dipotong mempunyai ujung rambut yang runcing.
b. Batang rambut
Batang rambut adalah bagian rambut yang terdapat di atas permukaan kulit
berupa benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin. Batang
rambut terdiri dari 3 lapisan seperti terlihat pada Gambar 2.5 berikut:
1. Selaput rambut (Kutikula)
Kutikula adalah lapisan yang paling luar dari rambut yang terdiri atas
sel-sel tanduk yang gepeng atau pipih dan tersusun seperti sisik ikan. Kutikula ini
berfungsi sebagai pelindung rambut dari kekeringan dan masuknya bahan asing ke
dalam batang rambut (Barel, dkk., 2009). Hasil mikrograf Scanning Electron
Microscopy (SEM) kutikula rambut dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Mikrograf Scanning Electron Microscopy (SEM) kutikula rambut dengan 3000 kali perbesaran (Barel, dkk., 2009).
2. Kulit rambut (Korteks)
Korteks terdiri atas sel-sel tanduk yang membentuk kumparan, tersusun
secara memanjang, dan mengandung melanin. Granul-granul pigmen yang
terdapat pada korteks ini akan memberikan warna pada rambut. Sel–sel tanduk
terdiri atas serabut-serabut keratin yang tersusun memanjang. Tiap serabut
terbentuk oleh molekul-molekul keratin seperti tali dalam bentuk spiral (Bariqina
dan Ideawati, 2001). Jika rambut dibasahi dan direntang perlahan-lahan, rambut
dapat memanjang sampai 11/2 kali karena bentuk sel-sel dalam korteks rambut ini
3. Sumsum rambut (Medula)
Medula terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut yang
dibentuk oleh zat tanduk yang tersusun sangat renggang dan membentuk semacam
jala/anyaman sehingga terdapat rongga-rongga yang berisi udara.
c. Akar Rambut
Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam kulit.
Bagian-bagian dari akar rambut adalah sebagai berikut:
1. Kantong rambut (Folikel)
Folikel merupakansaluran menyerupai tabung, berfungsi untuk melindung
akar rambut, mulaipermukaan kulit sampai bagian terbawah umbi rambut.
2. Papil rambut
Papil rambut adalah bulatan kecil yang bentuknya melengkung, terletak
dibagian terbawah dari folikel rambut dan menjorok masuk ke dalam umbi
rambut. Papil rambut bertugas membuat atau memproduksi bermacam-macam zat
yang diperlukan untuk pertumbuhan rambut. Misalnya sel-sel tunas rambut, zat
protein yang membentuk keratin, zat makanan untuk rambut, zat melanosit yang
membentuk melanin.
3. Umbi rambut (Matriks)
Matriks adalah ujung akar rambut terbawah yang melebar. Struktur bagian
akar rambut ini berbeda dengan struktur batang dan akar rambut diatasnya. Pada
umbi rambut melekat otot penegak rambut yang menyebabkan rambut halus
2.7.2 Bentuk rambut
Rambut dapat berwujud tebal atau kasar, halus atau tipis, dan normal atau
sedang. Keadaan atau wujud rambut dapat dilihat berbentuk lurus, berombak, atau
keriting.
Struktur rambut dengan bentuk folikel memberi perbedaan pada
penampang rambut sebagai berikut:
- Rambut lurus dengan folikel seperti silinder lurus, bentuk penampangnya
bulat dan panjang.
- Rambutberombak dengan folikel seperti silinder yangmelengkung/bengkok,
bentuk penampangnya oval dan panjang.
- Rambut keriting dengan folikel seperti silinder yang melengkung
menyerupai busur, bentuk penampangnya pipih dan panjang.
- Rambut yang sangat keriting dengan folikel seperti silinder yang sangat
melengkung, bentuk penampangnya pipih dan panjang(Bariqina dan
Ideawati, 2001).
2.7.3 Jenis rambut
a. Jenis rambut menurut morfologinya, yaitu:
1. Rambut velus
Rambut velus adalah rambut sangat halus dengan pigmen sedikit. Rambut
ini terdapat diseluruh tubuh kecuali pada bibir, telapak tangan, dan kaki.
2. Rambut terminal
Rambut terminal adalah rambut yang sangat kasar dan tebal serta berpigmen
banyak. Terdapat pada bagian tubuh tertentu seperti kepala, alis, bulu mata, dan
b. Jenis rambut menurut sifatnya
1. Rambut berminyak
Jenis rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang bekerja secara berlebihan
sehingga rambut selalu berminyak. Rambut berminyak kelihatan mengkilap, tebal,
dan lengket.
2. Rambut normal
Rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang meproduksi minyak secara
cukup. Rambut normal lebih mudah pemeliharaannya. Serta tidak terlalu kaku
sehingga mudah dibentuk menjadi berbagai jenis model rambut.
3. Rambut kering
Jenis rambut ini tampak kering, mengembang, dan mudah rapuh. Hal ini
karena kandungan minyak pada kelenjar lemaknya sedikit sekali akibat kurang
aktifnya kelenjar minyak (Putro, 1998).
2.7.4 Tekstur rambut
Tekstur rambut adalah sifat-sifat rambut yang dapat ditentukan dengan
penglihatan, perabaan, atau pegangan, dapat berupa kasar, sedang, halus, atau
sangat halus. Sifat ini biasanya ditentukan oleh diameter rambut (Scott, dkk.,
1976). Pengertian ini meliputi sifat-sifat rambut sebagai berikut:
a. Kelebatan rambut (Densitas rambut)
Kelebatan rambut dapat ditentukan dengan melihat banyaknya batang
rambut yang tumbuh di kulit kepala, rata-rata 90 helai rambut kasar sampai 130
helai rambut halus setiap sentimeter persegi. Banyaknya rambut yang tumbuh di
seluruh kulit kepala berkisar antara 80.000-120.000 helai tergantung pada halus
b. Tebal halusnya rambut
Tebal halusnya rambut ditentukan oleh banyaknya zat tanduk dalam kulit
rambut. Pada umumnya, rambut yang berwarna hitam dan coklat lebih tebal
daripada rambut merah atau pirang. Rambut di pelipis lebih halus daripada rambut
di daerah lain.
c. Kasar licinnya permukaan rambut
Kasar licinnya permukaan rambut ini ditentukan melalui perabaan.
Permukaan rambut dikatakan lebih kasar jika sisik-sisik selaput rambut tidak
teratur rapat satu dengan yang lain. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kotoran
yang menempel pada permukaan rambut atau kelainan rambut yang berupa
simpul.
d. Kekuatan rambut
Sifat ini tergantung pada banyaknya dan kualitas zat tanduk dalam rambut.
Kekuatan rambut dapat diketahui dengan cara meregangkan rambut sampai putus.
e. Daya serap (porositas) rambut
Porositas rambut adalah kemampuan rambut untuk mengisap cairan.
Porositas tergantung dari keadaan lapisan kutikula, yaitu lapisan rambut paling
luar yang mempunyai sel-sel seperti sisik, bertumpuk-tumpuk membuka ke arah
ujung rambut. Selaput rambut yang sisik – sisiknya terbuka dan zat tanduk yang
keadaannya kurang baik akan meningkatkan daya serap rambut. Rambut di
puncak kepala memiliki daya serap terbaik.
f. Elastisitas rambut
Elastisitas rambut adalah daya kemampuan rambut untuk memanjang bila
elastisitas rambut dapat mencapai kira-kira 20-40% dari panjang asli rambut.
Elastisitas pada rambut basah dapat mencapai 40-50% lebih panjang dari keadaan
semula.
g. Plastisitas rambut
Plastisitas adalah sifat mudah tidaknya rambut dapat dibentuk (Bariqina
dan Ideawati, 2001).
2.7.5 Fisiologi rambut
2.7.5.1 Pertumbuhan rambut
Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan karena
sel-sel daerah matrix/ umbi rambut secara terus menerus membelah. Rambut
mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah panjang lalu
rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru. Inilah yang dinamakan
siklus pertumbuhan rambut (Rostamailis, dkk., 2008).
Siklus pertumbuhan rambut telah dimulai saat janin berusia 4 bulan di
dalam kandungan. Pada usia ini bibit rambut sudah ada dan menyebar rata
diseluruh permukaan kulit. Diakhir bulan ke 6 atau awal bulan ke 7 usia
kandungan, rambut pertama sudah mulai tumbuh dipermukaan kulit, yaitu berupa
rambut lanugo, atau rambut khusus bayi dalam kandungan. Kemudian menjelang
bayi lahir atau tidak lama sesudah bayi lahir, rambut bayi ini akan rontok, diganti
dengan rambut terminal. Itulah sebabnya ketika bayi lahir, ada yang hanya
berambut halus dan ada juga yang sudah berambut kasar dan agak panjang,
bahkan kadang-kadang sudah mencapai panjangnya antara 2-3 centimeter.
Kecepatan pertumbuhan rambut sekitar 1/3 milimeter per hari atau sekitar 1
rambut 2 centimeter, berarti pada bulan ke 7 kehamilan, rambut lanugo bayi sudah
diganti dengan rambut dewasa terminal. Rambut tidak mengalami pertumbuhan
secara terus menerus. Pada waktu-waktu tertentu pertumbuhan rambut itu terhenti
dan setelah mengalami istirahat sebentar, rambut akan rontok sampai ke umbi
rambutnya. Sementara itu, papilrambut sudah membuat persiapan rambut baru
sebagai gantinya (Rostamailis, dkk., 2008).
Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase, yaitu:
1. Fase anagen (fase pertumbuhan)
Fase anagen adalah fase pertumbuhan rambut ketika papil rambut terus
membentuk sel rambut secara mitosis. Fase anagenberlangsung 2-5 tahun.
2. Fase katagen (fase istirahat)
Fase ini berlangsung hanya beberapa minggu. Selama fase istirahat, rambut
berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil
rambut, membentuk bonggol rambut, tetapi rambut belum rontok.
3. Fase telogen (fase kerontokan)
Fase ini berlangsung lebih kurang 100 hari. Ketika rambut baru sudah
cukup panjang dan akan keluar dari kulit, rambut lama akan terdesak dan rontok.
Pada akhir fase ini, folikel rambut beralih ke fase anagen secara spontan
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.8 Pewarnaan Rambut
Sediaan pewarna rambut adalah sediaan kosmetika yang digunakan dalam
tatarias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut
asalnya atau warna lain (Ditjen POM, 1985). Warna rambut manusia
Ketika usia semakin lanjut maka warna rambut semakin memutih, karena mulai
kehilangan pigmen yang disebabkan oleh menurunnya fungsi melanosit dan
menurunnya aktivitas tirosin. Pemutihan rambut juga dapat terjadi karena faktor
keturunan (Putro, 1997).
Secara luas pewarnaan rambut meliputi penambahan warna (hair tinting),
pemudaan/ penghilangan warna (bleaching) serta pewarnaan artistik (artistic
coloring). Penambahan warna (hair tinting) dilakukan untuk menutupi warna
kelabu yang terjadi karena rambut kehilangan pigmen warna aslinya.
Penghilangan warna (bleaching) dilakukan untuk mempersiapkan proses
perubahan warna dasar rambut ke warna lain yang diinginkan. Penghilangan
warna ini ada yang disebut partial bleaching yaitu penghilangan sebagian warna,
serta total bleaching yaitu penghilangan warna keseluruhan. Pewarnaan artistik
(artistic coloring) bertujuan untuk membuat efek keindahan tertentu pada bagian
rambut dengan menciptakan warna kontras antara bagian rambut tertentu dengan
warna rambut aslinya/ warna rambut secara keseluruhan (Hadijah, 2003).
Pewarnaan rambut dapat dilakukan dengan berbagai cara, menggunakan
berbagai jenis zat warna baik zat warna alam maupun sintetik (Ditjen POM,
1985). Zat warna mulai bekerja saat kontak dengan lapisan terluar dari rambut.
Disini terjadi adsorpsi berupa fenomena antarmuka padat-cair. Zat warna rambut
melewati kompleks membran sel dan melalui kutikula masuk ke dalam korteks
secara permeasi dan difusi (Mitsui, 1997).
Pewarnaan rambut dapat dibedakan menjadi:
1. Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna.
2.8.1 Berdasarkan daya lekat zat warna
2.8.1.1Pewarna rambut temporer
Pewarna rambut temporer bertahan pada rambut untuk waktu yang
singkat, hanya sampai pada penyampoan berikutnya. Pewarna ini melapisi
kutikula rambut tetapi tidak berpenetrasi ke dalam korteks rambut karena
molekul-molekulnya terlalu besar (Dalton, 1985).
2.8.1.2Pewarna rambut semipermanen
Pewarna rambut semipermanen adalah pewarna rambut yang memiliki
daya lekat tidak terlalu lama, daya lekatnya ada yang 4-6 minggu, ada juga 6-8
minggu. Pewarnaan rambut ini masih dapat tahan terhadap keramas, tetapi jika
berulang dikeramas, zat warnanya akan luntur juga (Ditjen POM, 1985).
Tujuan pemberian pewarna semipermanen selain untuk menyegarkan
warna rambut yang kusam, dapat pula digunakan saat pewarnaan permanen untuk
mempertahankan kemilau rambut. Oleh sebab itu, rambut putih yang dicat hitam
dengan jenis zat yang bersifat semipermanen ini secara perlahan-lahan, setelah 4-6
minggu, akan menguning kecoklatan dan akhirnya rambut akan kembali menjadi
putih atau putih kekuningan (Bariqina dan Ideawati, 2001).
2.8.1.3 Pewarna rambut permanen
Pewarna rambut permanen berpenetrasi ke dalam kutikula dan terdeposit
pada korteks rambut (Dalton, 1985). Pewarna rambut jenis ini memiliki daya lekat
yang jauh lebih lama sehingga tidak luntur karena keramas dengan sampo dan
dapat bertahan 3-4 bulan (Ditjen POM, 1985).
Pewarna tetap terdapat dalam berbagai bentuk dan macam, seperti krim,
beruban, serta rambut dengan warna asli untuk mendapatkan warna-warna yang
mendekati warna asli menurut selera atau zaman (Bariqina dan Ideawati, 2001).
Susunan rambut atau berbagai macam tebal rambut akan mempengaruhi
daya penyerapan cat. Pada umumnya, rambut halus lebih cepat dan lebih mudah
menyerap cat dibanding rambut kasar dan tebal. Keadaan rambut yang kurang
sehat, misalnya kutikula terbuka, akan cepat menyerap cat warna dalam jumlah
yang lebih besar sehingga mengakibatkan warna tidak merata. Jenis rambut
dengan kutikula yang sangat padat atau rapat dapat menolak peresapan pewarna
secara cepat sehingga memerlukan waktu olah yang lebih lama (Bariqina dan
Ideawati, 2001).
Mekanisme penempatan zat warna dari ketiga jenis pewarna rambut di atas
yang diilustrasikan pada sehelai rambut dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut:
(a) (b) (c)
Gambar 2.7 Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui,
1997).
Keterangan:
2.8.2Proses sistem pewarnaan
Berdasarkan proses sistem pewarnaan, pewarna rambut dibagi 2 golongan:
2.8.2.1 Pewarna rambut langsung
Sediaan pewarna rambut langsung telah menggunakan zat warna, sehingga
dapat langsung digunakan dalam pewarnaan rambut tanpa terlebih dahulu harus
dibangkitkan dengan pembangkit warna, pewarna rambut langsung terdiri dari:
1. Pewarna rambut langsung dengan zat warna alam
2. Pewarna rambut langsung dengan zat warna sintetik
Zat warna alam meliputi bahan warna nabati, ekstrak, sari komponen warna
bahan nabati. Sedangkan zat warna sintetik berdasarkan pola warna komponen
warna bahan nabati.
2.8.2.2Pewarna rambut tidak langsung
Pewarna rambut tidak langsung disajikan dalam dua komponen yaitu
masing-masing berisi komponen zat warna dan komponen pembangkit warna.
Pewarna rambut tidak langsung terdiri dari:
1. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna senyawa logam
2. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna oksidatif.
Dalam hal ini peranan pewarna rambut ditentukan oleh jenis senyawa
logam dan jenis pembangkit warnanya. Jenis senyawa logam yang digunakan
misalnya tembaga (II) sulfat, zat pembangkitnya misalnya pirogalol (Ditjen POM,
1985).
2.9 Uji Iritasi
Banyak produk kosmetik yang dapat menyebabkan gangguan kulit yang
meliputi dua aspek, yakni uji keamanan sebagai bahan dan uji keamanan untuk
produk kosmetika sebelum diedarkan. Uji keamanan produk kosmetika dilakukan
pada panel manusia untuk menetapkan apakah produk kosmetika itu memberikan
efek toksik atau tidak (Ditjen POM, 1985).
Untuk mencegah terjadinya reaksi iritasi terhadap produk pewarna rambut,
perlu dilakukan uji iritasi terhadap sukarelawan. Uji iritasi ini dapat dilakukan
dengan mengoleskan sediaan pewarna rambut pada lengan bawah bagian dalam
atau bagian belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam untuk kemudian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik,
blender, ayakan, batang pengaduk, pinset, benang wol, kertas perkamen, gunting,
tisu gulung, cutton buds, perkolator, rotary evaporator, lemari pengering, freeze
dryer, dan alat – alat gelas yang diperlukan.
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu secang,
pirogalol, tembaga (II) sulfat,xanthan gum, aquadest, shampoo dan rambut uban.
3.3 Prosedur kerja
3.3.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah
hati kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan diameter 9 cm yang diambil
dari batang tumbuhan yang telah dewasa di kawasan hutan Serule, Kecamatan
Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3.3.2 Identifikasi sampel
Identifikasi tumbuhan dilakukan di laboratorium Herbarium Medanense
Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada
3.3.3 Pengolahan sampel
Batang secang dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dikering anginkan,
selanjutnya dibersihkan dari kulit batang untuk diambil bagian hati kayunya.
Kayu diserut lalu ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan di lemari pengering
pada temperatur ± 0
40 C hingga kering, yang ditandai apabila ditimbang beberapa
kali bobotnya tetap sama, lalu diserbukkan dengan menggunakan blender
kemudian diayak dan disimpan di tempat kering.
3.3.4 Pembuatan zat warna kayu secang
Pembuatan zat warna kayu secang dilakukan secara perkolasi
menggunakan penyari aquadest.
Cara kerja:
Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, tuangi cairan
penyari sampai semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan
sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam
perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, kemudian dituangi dengan cairan
penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih
terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup, dibiarkan selama 24 jam. Kran
perkolator dibuka, dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit,
ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat
selapis cairan penyari di atas simplisia (Ditjen POM, 1979). Perkolat yang
diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar pada suhu ± 70oC hingga
3.4 Pembuatan formula
Formula yang dipilih berdasarkan formula standard yang terdapat pada
Formularium Kosmetika Indonesia (1985) seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Formula standard
Komposisi Coklat muda Coklat tua Hitam
Ekstrak inai 30 83 73
Pirogalol 5 10 15
Tembaga (II) sulfat 5 7 12
Sebelum dibuat formula pewarna rambut, dilakukan orientasi terhadap
rambut uban untuk menentukan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat
dengan catatan bahwa konsentrasi pirogalol tidak lebih dari 5% (Ditjen POM,
1985) seperti pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Formula orientasi
Komposisi A B
Zat warna kayu secang 5 5
Pirogalol 1 2
Tembaga (II) sulfat 1 2
Dalam penelitian ini, sediaan yang akan dibuat adalah sediaan pewarna
rambut dengan tujuan untuk memberikan warna coklat pada rambut sehingga
dipilih konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat masing-masing 1% dengan
kriteria warna rambut terbaik yang dihasilkan adalah coklat gelap. Selanjutnya
dilakukan lagi orientasi terhadap rambut uban dengan penambahan xanthan gum
1% sebagai berikut:
1. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5%
3. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1%
4. Rambut uban direndam dalam xanthan gum 1%
5. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%
6. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + xanthan gum 1%
7. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%
8. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1%
9. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II)
sulfat 1%
10. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + xanthan gum 1%
11. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% +
xanthan gum 1%
12. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% +
tembaga (II) sulfat 1%
13. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% +
xanthan gum 1%
14. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II)
sulfat 1% + xanthan gum 1%
15. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% +
tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%.
Rambut uban dimasukkan ke dalam masing-masing bahan atau campuran
bahan, dilakukan perendaman selama 4 jam, kemudian dikeluarkan, dicuci dan
dikeringkan. Masing-masing diamati warna yang terbentuk.
Dari hasil orientasi di atas, dibuat formula dengan variasi konsentrasi zat
Tabel 3.3 Formula pewarna rambut yang dibuat
Komposisi Formula (%)
A B C D E
Formula A = Konsentrasi zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.
Formula B = Konsentrasi zat warna kayu secang 7,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.
Formula C = Konsentrasi zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.
Formula D = Konsentrasi zat warna kayu secang 12,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.
Formula E = Konsentrasi zat warna kayu secang 15%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.
Prosedur kerja:
Campurkan pirogalol, tembaga (II) sulfat, zat warna kayu secang dan
xanthan gum ke dalam lumpang, digerus homogen. Pindahkan massa ke dalam
beaker glass, kemudian tambahkan dengan aquadest.
Pengujian terhadap rambut uban:
Empat ikat rambut uban masing-masing seratus helai yang telah dipotong
kira-kira 5 cm dan dicuci dengan shampoo, dimasukkan ke dalam campuran
bahan pewarna rambut, dilakukan perendaman selama 1-4 jam dengan satu ikat
rambut diambil setiap jamnya untuk kemudian dicuci, dikeringkan, dan
dipisahkan serta diamati warna yang terbentuk sesuai dengan waktu perendaman.
3.5 Evaluasi
3.5.1 Pengamatan secara visual
Pengamatan ini dilakukan terhadap masing-masing formula untuk tiap kali
yang optimal, yaitu dengan membandingkan hasil pewarnaan setelah 1 sampai 4
jam perendaman. Kemudian masing-masing formula diamati hasil akhir
pewarnaannya dan warna tersebut diklasifikasikan menurut Natural Color Levels
seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Natural Color Levels (Dalton,1985).
Keterangan:
Blonde = Pirang; Brown = Cokelat; Black = Hitam; Light = Terang; Medium = Sedang; Dark = Gelap
3.5.2 Pengamatan stabilitas warna
3.5.2.1 Stabilitas warna terhadap pencucian
Prosedur kerja:
Uban yang telah diberipewarna dengan perendaman selama 4 jam dicuci
dengan menggunakan shampoo dan dikeringkan. Pencucian ini dilakukan
sebanyak 15 kali pencucian, kemudian diamati apakah terjadi perubahan warna
3.5.2.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari
Uban yang telah diwarnai dan dibilas bersih dibiarkan terkena sinar
matahari langsung selama 5 jam mulai dari pukul 1000-1500 WIB, setelah itu
diamati perubahan warnanya.
3.5.3 Uji Biologis (Uji Iritasi)
Sukarelawan yang dijadikan sebagai panel dalam uji iritasi pada formula
pewarnaan rambut adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian
sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit
yang sedang diuji dengan kriteria sebagai berikut:
1. wanita berbadan sehat,
2. usia antara 20-30 tahun,
3. tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan
4. bersedia menjadi relawan (Ditjen POM, 1985).
Prosedur kerja:
Kulit sukarelawan yang akan diuji dibersihkan dan dilingkari dengan
spidol (diameter 3 cm) pada bagian belakang telinganya, kemudian pewarna
rambut yang telah disiapkan dioleskan dengan menggunakan cotton buds pada
tempat yang akan diuji dengan diameter 2 cm, lalu dibiarkan selama 24 jam
dengan diamati setiap 4 jam sekali apakah terjadi eritema, papula, vesikula, dan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Indentifikasi Sampel
Hasil identifikasi tumbuhan menunjukkan bahwa bahan uji adalah
tumbuhan secang (Caesalpinia sappan L.) famili Caesalpiniaceae.
4.2 Pengaruh Penambahan Bahan dan Perbedaan Konsentrasi terhadap Perubahan Warna Rambut Uban
4.2.1 Hasil Orientasi Perbedaan Konsentrasi Pirogalol dan Tembaga (II) sulfat terhadap Perubahan Warna Rambut Uban
Konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat ditentukan berdasarkan hasil
orientasi seperti pada Gambar 4.1 berikut:
a b
Gambar 4.1 Pengaruh perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam.
Keterangan:
a = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%
b = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5%, pirogalol 2%, tembaga (II) sulfat 2%
Gambar (4.1.a) menunjukkan bahwa rambut uban dalam formula yang
mengandung zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, dan tembaga (II) sulfat 1%
dapat mengubah warna rambut uban dari putih menjadi coklat sedang, sementara
rambut uban dalam formula yang mengandung pirogalol 2% dan tembaga (II)
rambut uban (putih) menjadi hitam seperti pada gambar (4.1.b). Dengan demikian,
konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang akan digunakan dalam formula
pewarna rambut masing-masing adalah 1%.
4.2.2 Hasil Orientasi Penambahan Bahan dan Campuran Bahan terhadap Perubahan Warna Rambut Uban
Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan diperoleh hasil pewarnaan
rambut uban seperti pada Gambar 4.2 berikut:
a b c d
e f g h
m n o p
Gambar 4.2 Pengaruh penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam. Keterangan:
f = rambut uban dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% g = rambut uban dalam pirogalol 1% + xanthan gum 1%
h = rambut uban dalam tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1% i = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1%
j = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II) sulfat 1% k = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + xanthan gum 1%
p = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%
Hasil perendaman rambut uban dalam zat warna kayu secang (4.2.b)
terjadi perubahan warna yaitu dari putih menjadi pirang sedang, dalam pirogalol
(4.2.c) berwarna pirang terang, dalam tembaga (II) sulfat (4.2.d) warna tidak
berubah, dalam xanthan gum (4.2.e) warna tidak berubah, dalam pirogalol +
tembaga (II) sulfat (4.2.f) berwarna coklat gelap, dalam pirogalol + xanthan gum
warna tidak berubah, dalam zat warna kayu secang + pirogalol (4.2.i) berwarna
pirang sedang, dalam zat warna kayu secang + tembaga (II) sulfat (4.2.j) berwarna
coklat terang, dalam zat warna kayu secang + xanthan gum (4.2.k) berwarna
pirang sedang, dalam pirogalol + tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.l)
berwarna coklat gelap, dalam zat warna kayu secang + pirogalol + tembaga (II)
sulfat (4.2.m) berwarna coklat sedang, dalam zat warna kayu secang + pirogalol +
xanthan gum (4.2.n) berwarna pirang sedang, dalam zat warna kayu secang +
tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.o) berwarna coklat terang, dan dalam zat
warna kayu secang + pirogalol + tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.p)
memberikan warna coklat sedang.
Gambar (4.2.b) menunjukkan bahwa warna yang terjadi kurang stabil
karena dapat hilang dengan pencucian. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil
yang optimal maka pewarna alami digunakan bersamaan dengan zat warna logam
dan zat pembangkit warna. Efek warna rambut dapat terlihat jelas pada gambar
(4.2.m) dan (4.2.p) yaitu warna coklat sedang. Penggunaan zat warna senyawa
logam dan zat pembangkit warna akan menghasilkan warna yang lebih kuat dan
lebih stabil (Ditjen POM, 1985).
4.2.3 Pengaruh Konsentrasi Zat Warna Kayu Secang terhadap Perubahan Warna Rambut Uban
Variasi konsentrasi zat warna kayu secang dapat memberikan perbedaan
warna rambut uban yang dihasilkan dari proses perendaman dalam waktu yang
sama. Perbedaan warna rambut uban tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3
A B C
D E
Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam.
Keterangan:
Formula A = Konsentrasi zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula B = Konsentrasi zat warna kayu secang 7,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula C = Konsentrasi zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula D = Konsentrasi zat warna kayu secang 12,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.
Formula E = Konsentrasi zat warna kayu secang 15%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan pengecatan selama 4 jam.
Gambar (4.3) merupakan hasil perendaman rambut uban dalam sediaan
pewarna rambut dengan beberapa variasi konsentrasi zat warna kayu secang.
Pewarnaan dengan formula A (konsentrasi zat warna kayu secang 5%) dan
memberikan warna yang sama, yaitucoklat sedang, formula C (konsentrasi zat
warna kayu secang 10%) memberikan warna coklat gelap, formula D (konsentrasi
zat warna kayu secang 12,5%) memberikan warna coklat sedang, dan formula E
(konsentrasi zat warna kayu secang 15%) memberikan warna coklat terang.
Hasil perendaman rambut uban dari masing-masing formula yang dibuat
memberikan perubahan warna pada rambut uban seperti pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi zat warna
kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban.
No. Formula Hasil pewarnaan pada lama perendaman (jam)
I II III IV
1 A Coklat terang Coklat sedang Coklat sedang Coklat sedang 2 B Coklat terang Coklat sedang Coklat sedang Coklat sedang 3 C Coklat terang Coklat terang Coklat sedang Coklat gelap 4 D Coklat terang Coklat terang Coklat terang Coklat sedang 5 E Coklat terang Coklat terang Coklat terang Coklat terang
Tabel (4.1) menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi zat warna kayu
secang, maka hasil pewarnaanya menjadi lebih gelap sampai pada konsentrasi
tertentu (zat warna kayu secang 10%) dan di atas konsentrasi 10%, yaitu 12,5%
dan 15% hasil pewarnaannya menjadi lebih merah. Hal ini disebabkan karena
jumlah zat warna kayu secang yang semakin banyak memberikan warna yang
lebih dominan dibandingkan dengan warna yang dihasilkan zat warna yang
konsentrasinya lebih rendah dalam formula.
Pencampuran zat warna kayu secang, pirogalol, dan tembaga (II) sulfat
dapat memperbaiki daya lekat warna pada rambut. Zat warna dapat menempel
lebih kuat pada tangkai rambut, hal ini disebabkan karena molekul-molekul
tersebut menembus kutikula dan masuk kedalam korteks rambut sehingga terjadi
4.3 Pengaruh Waktu Perendaman terhadap Hasil Pewarnaan Rambut Uban
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap percobaan yang telah
dilakukan,diketahui bahwa lamanya waktu perendaman mempengaruhi hasil
pewarnaan rambut uban seperti terlihat pada Gambar 4.4 di bawah ini yang
diambil dari formula C.
a b c d
Gambar 4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban
Keterangan:
a = Perendaman selama 1 jam b = Perendaman selama 2 jam c = Perendaman selama 3 jam d = Perendaman selama 4 jam
Perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut dilakukan selama
1-4 jam. Penentuan waktu perendaman ini berdasarkan hasil yang diperoleh
bahwa pewarnaan rambut uban terjadi secara bertahap hingga mencapai
pewarnaan maksimal pada perendaman selama 4 jam yang dapat mengubah
rambut uban (putih) menjadi warna coklat gelap seperti terlihat pada Gambar 4.4.
Perendaman selama 1 sampai 2 jam mengubah warna putih menjadi coklat terang,
perendaman selama 3 jam menjadi coklat sedang dan pada perendaman selama 4
jam mengubah warna putih menjadicoklat gelap.
Hasil pengamatan secara visual terhadap perendaman rambut uban
mengarah kepada warna coklat gelap, yaitu formula C yang terdiri dari zat warna
kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%.
Kemudian formula inilah yang digunakan untuk uji evaluasi.
4.4 Hasil Evaluasi
4.4.1 Stabilitas Warna Terhadap Pencucian
Berdasarkanuji stabilitas warna terhadap pencucian diperoleh hasil bahwa
tidak terjadi perubahan warna rambut setelah lima belas kali pencucian seperti
terlihat pada Gambar 4.5 berikut:
a b c d e
Gambar 4.5 Stabilitas warna terhadap pencucian
Keterangan:
a = sebelum pencucian b = 1 kali pencucian c = 5 kali pencucian d = 10 kali pencucian e = 15 kali pencucian
Warna rambut sebelum dan setelah pencucian masih terlihat sama, tidak
terjadi perubahan. Menurut Ditjen POM (1985), warna rambut uban tetap stabil
terhadap pencucian karena adanya pencampuran zat warna alam dengan zat warna
senyawa logam. Campuran tersebut dapat memperbaiki daya lekat warna pada
4.4.2 Stabilitas Warna terhadap Sinar Matahari
Warna ditentukan kestabilannya dengan memaparkan rambut selama 5 jam
dibawah sinar matahari yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut:
a b
Gambar 4.6 Stabilitas warna terhadap sinar matahari
Keterangan:
a = Warna rambut sebelum dipaparkan di bawah sinar matahari langsung b = Warna rambut setelah dipaparkan di bawah sinar matahari langsung
Gambar (4.6) menunjukkan bahwa warna rambut tetap sama sebelum dan
sesudah pemaparan terhadap sinar matahari.
4.4.3 Uji Biologis (Uji Iritasi)
Sediaan pewarna rambut yang hendak dipasarkan untuk konsumen harus
diberikan penandaan yang jelas mengenai cara penggunaan, komposisi, dan kadar
zat yang digunakan. Selain itu, pada etiket tersebut harus tercantum perlu tidaknya
uji iritasi sebelum digunakan. Uji ini dilakukan untuk meyakinkan apakah dalam
formulasi sediaan pewarna rambut terjadi reaksi antara komponen sehingga
terbentuk zat yang bersifat iritan atau toksik.
Uji ini dilakukan terhadap 6 orang sukarelawan. Formula yang dipilih
adalah formula C yang terdiri dari zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%,
data pengamatan yang dilakukan pada masing-masing sukarelawan seperti pada
Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Data pengamatan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan.
No. Pernyataan
Sukarelawan
I II III IV V VI
1 Eritema 0 0 0 0 0 0
2 Eritema dan Papula 0 0 0 0 0 0
3 Eritema, Papula, dan Vesikula 0 0 0 0 0 0
4 Edema dan Vesikula 0 0 0 0 0 0
Keterangan:
0 = Tidak ada reaksi + = Eritema
++ = Eritema dan papula
+++ = Eritema, papula, dan vesikula
++++ = Edem dan vesikula (Ditjen POM, 1985).
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa formula sediaan pewarna rambut
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasi ke
dalam sediaan pewarna rambut dengan menghasilkan warna dari coklat terang
sampai coklat gelap.
2. Formula yang menghasilkan warna terbaik adalah formula C yang terdiri dari
serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.), pirogalol, tembaga (II)
sulfat, dan xanthan gum dengan perbandingan konsentrasi 10%: 1%: 1%: 1%
yaitu berwarna coklat gelap, stabil terhadap 15 kali pencucian dan sinar
matahari langsung, serta tidak menimbulkan reaksi iritasi pada kulit.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan zat warna
kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dalam bentuk sediaan lain, misalnya cat
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. (2011). Manfaat kayu secang.
Februari 2012.
Anonimb. (2011). The Structure of H
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York: Marcel Dekker. Hal. 582, 718.
Bariqina, E., dan Ideawati. Z. (2001). Perawatan & Penataan Rambut. Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa. Hal. 1-12, 83-86.
Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda. Hal. 153-154.
Dalton, J.W. (1985). The Professional Cosmetologist. Edisi ketiga. St. Paul: West Publishing Company. Hal. 202, 210-233.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 32-33.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.83-86, 208-219.
Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 16-21.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke-empat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1192-1193, 1199.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 3-5.
Hadijah, I. (2003). Pewarnaan Rambut Uban. Malang: Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 12.
Hangoluan, B.Y.M. (2011). Pengembangan Metode Isolasi Brazilin dai Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.).Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.