POPULASI MIKROBA DAN FLUKS METANA (CH4) SERTA
NITROUS OKSIDA (N2O) PADA TANAH SAWAH:
PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN
PUPUK NITROGEN
SUPRIHATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Populasi Mikroba dan Fluks Metana (CH4) serta Nitrous Oksida (N2O) pada Tanah Sawah:
Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk Nitrogen adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2007
2
Nitrogen. Dibimbing oleh ISWANDI ANAS (Ketua), DANIEL MURDIYARSO, SUPIANDI SABIHAM, dan GUNAWAN DJAJAKIRANA (masing-masing sebagai anggota).
Ekosistem padi sawah (sifat tanaman padi, sifat tanah dan aktivitas mikroba selama penanaman) sangat menunjang pembentukan gas CH4 dan
N2O, dua gas rumah kaca (GRK) yang berperan dalam pemanasan global.
Penelitian lapang yang terdiri dari tiga tahap/bagian dilaksanakan pada bulan Juni 2004 hingga April 2005 bertujuan untuk mempelajari populasi mikroba dan fluks CH4 dan N2O pada tanah sawah. Penelitian pertama dirancang secara acak
kelompok dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, untuk mempelajari hubungan antara karakteristik tanah dengan fluks CH4 pada budidaya padi sawah, sayuran,
ubi jalar, bengkuang dan jagung. Penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan air terhadap fluks CH4. Pengelolaan air yang dicobakan
adalah macak-macak, berselang, penggenangan 5cm dan 10cm, masing-masing diulang lima kali, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Percobaan ketiga terdiri dari tiga faktor: pengelolaan air (tergenang dan macak-macak), jerami (0 dan 6 ton ha-1) serta pupuk N (Urea, Control Release Fertilizer/CRF30 dan CRF50). Percobaan ketiga dirancang dengan rancangan petak-petak terbagi. Pengamatan meliputi Eh tanah, kandungan amonium dan nitrat tanah, respirasi tanah, Cmic; populasi mikroba total, nitrosomonas, nitrobacter dan denitrifier; jumlah anakan dan bobot gabah. Penetapan fluks CH4 dan N2O dengan metode penyungkupan.
Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa padi sawah menghasilkan fluks CH4 paling tinggi yaitu sebesar 7.50 ± 0.53 mg CH4-C m-2 jam-1 sementara
sayuran, ubi jalar, bengkuang dan jagung lebih rendah yaitu sebesar -0.77 ± 0.64 hingga 0.46 ± 0.53 mg CH4-C m-2 jam-1. Populasi nitrifier pada pertanaman yang
diamati berkisar antara 3.13x103 hingga 3.17x104 Most Probable Number (MPN)
g-1 berat kering mutlak (BKM) tanah sedangkan populasi denitrifier berkisar
antara 3.77x103 hingga 1.17x105 MPN g-1 BKM tanah. Antar pertanaman tidak dijumpai proporsi Nitrosomonas, Nitrobacter, Denitrifier maupun total propagul yang spesifik dominan. Fluks CH4 berkorelasi sangat nyata dengan kadar air
tanah (r =- 0.951**) dan Eh (r = -0.982**). Korelasi erat antara kadar air tanah dan Eh terhadap fluks CH4 mengindikasikan pentingnya pengelolaan air dalam
pengelolaan fluks CH4. Populasi denitrifier berkorelasi nyata dengan pH tanah (r
= -0.635*) dan kandungan amonium tanah (r = -0.681*).
Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa pengairan secara macak-macak menghasilkan fluks CH4 yang lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.
Rata-rata fluks CH4 berturut-turut 0.98, 4.34, 3.92 dan 4.91 mg CH4-C m-2 jam-1
pada perlakuan macak-macak, intermiten, tergenang 5 cm dan 10 cm. Perlakuan macak-macak mengurangi 94 kg CH4 ha-1 musim tanam-1 dibanding
penggenangan 5cm.
Hasil penelitian yang ketiga menunjukkan bahwa populasi mikroba total, nitrosomonas, nitrobacter, nitrifier dan denitrifier, respirasi dan Cmic tidak berkorelasi secara nyata dengan fluks CH4. Sedangkan fluks N2O berkorelasi
nyata terhadap mikroba total, populasi nitrifier dan denitrifier. Pengurangan fluks CH4 dengan perlakuan macak-macak bertendensi meningkatkan fluks N2O pada
fluks N2O 51.2% dan meningkatkan 11.3% GWP dibanding tanpa jerami.
Penggunaan CRF menurunkan bobot gabah 5.3-6.5%, meningkatkan total fluks CH4 sebesar 10.7 – 21.6%, meningkatkan total fluks N2O 69.2% dan
meningkatkan 10.8 – 21.6% GWP dibanding pupuk urea. Pengurangan air hingga kondisi macak-macak mampu mengatasi peningkatan fluks CH4 akibat
penambahan jerami.
Kombinasi perlakuan pengelolaan macak-macak, pembenaman jerami dan pupuk urea menghasilkan padi 5.44 ton ha-1, total fluks CH4 76.66 kg CH4
-C ha-1 12 minggu-1, N2O 22.78 g N ha-1 12 minggu-1 dengan GWP setara dengan
1770.02 kg CO2 ha-1 12 minggu-1. Terjadi peningkatan bobot gabah 114.75%,
penurunan total fluks CH4, N2O dan GWP masing-masing sebesar 49.97%,
76.7% dan 49.7% terhadap kontrol yaitu perlakuan penggenangan, tanpa jerami dan diberi pupuk urea.
in Paddy Field: Effect of Water Management, Organic Matter and N Fertilizer. Under the supervision of ISWANDI ANAS (Chaiman), DANIEL MURDIYARSO, SUPIANDI SABIHAM, and GUNAWAN DJAJAKIRANA (members).
Paddy fields provide an environment for production of two important greenhouse gasses, CH4 and N2O, because of variation in soil characteristic,
moisture content, and microbe activities during the cultivation. Field experiments were conducted in Bogor from June 2004 through April 2005. There were three sets of experiments designed to study microbe population, CH4 and N2O fluxes in
paddy field. The first experiment was designed to study the relationship of soil characteristics and CH4 flux from paddy field, in comparation with up-land crops
such as vegetable, sweet potato, yam bean and corn. The second experiment was designed to study effect of water management on CH4 flux and rice yield.
The water management treatments were saturated, intermitten, 5 cm flooded and 10 cm flooded. Based on the second experiment, the third experiment was aimed of three factors: Water management (flooded and saturated), rice straw (0 and 6 ton ha-1) and N fertilizer (Urea, Control Release Fertilizer/CRF30 and CRF50), in which split-split plot experimental design was used. Factors affecting gas flux, including soil Eh, soil ammonium and nitrate content, soil respiration, Cmic; population of total microbe, nitrosomonas, nitrobacter and denitrifier; number of tiller and weight of grains, were measured as well. Fluxes of CH4 and N2O from
paddy rice fields were measured by closed chamber method.
The results showed that rice cultivation produced the highest CH4 flux (7.5
± 0.53 mg CH4-C m-2 h-1, n=3) , while up-land crops such as vegetable, sweet
potato, yam bean and corn produced lower CH4 flux (–0.77 ± 0.64 to 0.46 ± 0.53
mg CH4-C m-2 h-1, n=3). Nitrifier population among the crop cultivations was
3.13x103 to 3.17x104 Most Probable Number (MPN) g-1 soil (dry weight), while
denitrifier population was 3.77x103 to 1.17x105 MPN g-1 soil (dry weight). There were no specific dominance proportion of nitrosomonas, nitrobacter, denitrifier and total propagule among the crop cultivations. The CH4 flux had highly
correlation to soil water content (r = 0.951 and soil Eh (r = -0.982). Water management is the important factor to decrease CH4 flux. Denitrifier had
significant correlation with soil pH (r = 0.635) and soil ammonium content (r = -0.681).
The second experiment results showed that saturated condition produced the least CH4 flux than the others. The average of seasonal CH4 flux were 0.98,
4.34, 3.92 dan 4.91 mg CH4-C m-2 h-1 at saturated, intermitten, 5 cm flooded and
10 cm flooded plots, respectively. Saturated irrigation decreaced CH4 flux up to
94 kg CH4 ha-1 cropping season-1 compared with 5 cm flooded.
The third experiment results showed that total microbe, nitrosomonas, nitrobacter, nitrifier, denitrifier, respiration, Cmic had no significant correlation with CH4 flux. N2O flux was significantly related to total soil microbe, nitrifier and
denitrifier population. A slight inverse relationship between CH4 flux and N2O flux
was found. Saturated condition increased the grain weight (87%), decreased total CH4 flux (24.2%), increased total N2O flux (98.7%), and decreased GWP (24%)
compared with flooding. Rice straw incorporation increased the the grain weight (7%), total CH4 flux (11.3%), total N2O flux (51.2%) and 11.3% GWP compared
with no rice straw incorporation treatment. CRFdecreased the grain weight (5.3-6.5%), increased total CH4 flux (10.7 – 21.6%), total N2O flux and GWP (10.8 –
increased of the grain weight, 49.97%, 76.7% dan 49.7% decreased of CH4 flux,
N2O flux and GWP, respectively compared with flooded - no rice straw
incorporation - urea combination as control treatment.
© Hak cipta milik INSTITUT PERTANIAN BOGOR, tahun 2007. Hak cipta dilindungi
PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN
PUPUK NITROGEN
SUPRIHATI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, Jum’at 8 Juni 2007 1. Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc.
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Jakenan, Pati, Jawa Tengah
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, Selasa 31 Juli 2007 1. Prof. (Riset) Dr. Ir. Abdul Karim Makarim, MSc.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan, Bogor 2. Prof. Dr. Kris Herawan Timotius
Nama : Suprihati
NRP : A. 261030051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, MSc Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso, MS Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
POPULASI MIKROBA DAN FLUKS METANA (CH4) SERTA
NITROUS OKSIDA (N2O) PADA TANAH SAWAH:
PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN
PUPUK NITROGEN
SUPRIHATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Populasi Mikroba dan Fluks Metana (CH4) serta Nitrous Oksida (N2O) pada Tanah Sawah:
Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk Nitrogen adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2007
2
Nitrogen. Dibimbing oleh ISWANDI ANAS (Ketua), DANIEL MURDIYARSO, SUPIANDI SABIHAM, dan GUNAWAN DJAJAKIRANA (masing-masing sebagai anggota).
Ekosistem padi sawah (sifat tanaman padi, sifat tanah dan aktivitas mikroba selama penanaman) sangat menunjang pembentukan gas CH4 dan
N2O, dua gas rumah kaca (GRK) yang berperan dalam pemanasan global.
Penelitian lapang yang terdiri dari tiga tahap/bagian dilaksanakan pada bulan Juni 2004 hingga April 2005 bertujuan untuk mempelajari populasi mikroba dan fluks CH4 dan N2O pada tanah sawah. Penelitian pertama dirancang secara acak
kelompok dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, untuk mempelajari hubungan antara karakteristik tanah dengan fluks CH4 pada budidaya padi sawah, sayuran,
ubi jalar, bengkuang dan jagung. Penelitian kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan air terhadap fluks CH4. Pengelolaan air yang dicobakan
adalah macak-macak, berselang, penggenangan 5cm dan 10cm, masing-masing diulang lima kali, rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Percobaan ketiga terdiri dari tiga faktor: pengelolaan air (tergenang dan macak-macak), jerami (0 dan 6 ton ha-1) serta pupuk N (Urea, Control Release Fertilizer/CRF30 dan CRF50). Percobaan ketiga dirancang dengan rancangan petak-petak terbagi. Pengamatan meliputi Eh tanah, kandungan amonium dan nitrat tanah, respirasi tanah, Cmic; populasi mikroba total, nitrosomonas, nitrobacter dan denitrifier; jumlah anakan dan bobot gabah. Penetapan fluks CH4 dan N2O dengan metode penyungkupan.
Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa padi sawah menghasilkan fluks CH4 paling tinggi yaitu sebesar 7.50 ± 0.53 mg CH4-C m-2 jam-1 sementara
sayuran, ubi jalar, bengkuang dan jagung lebih rendah yaitu sebesar -0.77 ± 0.64 hingga 0.46 ± 0.53 mg CH4-C m-2 jam-1. Populasi nitrifier pada pertanaman yang
diamati berkisar antara 3.13x103 hingga 3.17x104 Most Probable Number (MPN)
g-1 berat kering mutlak (BKM) tanah sedangkan populasi denitrifier berkisar
antara 3.77x103 hingga 1.17x105 MPN g-1 BKM tanah. Antar pertanaman tidak dijumpai proporsi Nitrosomonas, Nitrobacter, Denitrifier maupun total propagul yang spesifik dominan. Fluks CH4 berkorelasi sangat nyata dengan kadar air
tanah (r =- 0.951**) dan Eh (r = -0.982**). Korelasi erat antara kadar air tanah dan Eh terhadap fluks CH4 mengindikasikan pentingnya pengelolaan air dalam
pengelolaan fluks CH4. Populasi denitrifier berkorelasi nyata dengan pH tanah (r
= -0.635*) dan kandungan amonium tanah (r = -0.681*).
Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa pengairan secara macak-macak menghasilkan fluks CH4 yang lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.
Rata-rata fluks CH4 berturut-turut 0.98, 4.34, 3.92 dan 4.91 mg CH4-C m-2 jam-1
pada perlakuan macak-macak, intermiten, tergenang 5 cm dan 10 cm. Perlakuan macak-macak mengurangi 94 kg CH4 ha-1 musim tanam-1 dibanding
penggenangan 5cm.
Hasil penelitian yang ketiga menunjukkan bahwa populasi mikroba total, nitrosomonas, nitrobacter, nitrifier dan denitrifier, respirasi dan Cmic tidak berkorelasi secara nyata dengan fluks CH4. Sedangkan fluks N2O berkorelasi
nyata terhadap mikroba total, populasi nitrifier dan denitrifier. Pengurangan fluks CH4 dengan perlakuan macak-macak bertendensi meningkatkan fluks N2O pada
fluks N2O 51.2% dan meningkatkan 11.3% GWP dibanding tanpa jerami.
Penggunaan CRF menurunkan bobot gabah 5.3-6.5%, meningkatkan total fluks CH4 sebesar 10.7 – 21.6%, meningkatkan total fluks N2O 69.2% dan
meningkatkan 10.8 – 21.6% GWP dibanding pupuk urea. Pengurangan air hingga kondisi macak-macak mampu mengatasi peningkatan fluks CH4 akibat
penambahan jerami.
Kombinasi perlakuan pengelolaan macak-macak, pembenaman jerami dan pupuk urea menghasilkan padi 5.44 ton ha-1, total fluks CH4 76.66 kg CH4
-C ha-1 12 minggu-1, N2O 22.78 g N ha-1 12 minggu-1 dengan GWP setara dengan
1770.02 kg CO2 ha-1 12 minggu-1. Terjadi peningkatan bobot gabah 114.75%,
penurunan total fluks CH4, N2O dan GWP masing-masing sebesar 49.97%,
76.7% dan 49.7% terhadap kontrol yaitu perlakuan penggenangan, tanpa jerami dan diberi pupuk urea.
in Paddy Field: Effect of Water Management, Organic Matter and N Fertilizer. Under the supervision of ISWANDI ANAS (Chaiman), DANIEL MURDIYARSO, SUPIANDI SABIHAM, and GUNAWAN DJAJAKIRANA (members).
Paddy fields provide an environment for production of two important greenhouse gasses, CH4 and N2O, because of variation in soil characteristic,
moisture content, and microbe activities during the cultivation. Field experiments were conducted in Bogor from June 2004 through April 2005. There were three sets of experiments designed to study microbe population, CH4 and N2O fluxes in
paddy field. The first experiment was designed to study the relationship of soil characteristics and CH4 flux from paddy field, in comparation with up-land crops
such as vegetable, sweet potato, yam bean and corn. The second experiment was designed to study effect of water management on CH4 flux and rice yield.
The water management treatments were saturated, intermitten, 5 cm flooded and 10 cm flooded. Based on the second experiment, the third experiment was aimed of three factors: Water management (flooded and saturated), rice straw (0 and 6 ton ha-1) and N fertilizer (Urea, Control Release Fertilizer/CRF30 and CRF50), in which split-split plot experimental design was used. Factors affecting gas flux, including soil Eh, soil ammonium and nitrate content, soil respiration, Cmic; population of total microbe, nitrosomonas, nitrobacter and denitrifier; number of tiller and weight of grains, were measured as well. Fluxes of CH4 and N2O from
paddy rice fields were measured by closed chamber method.
The results showed that rice cultivation produced the highest CH4 flux (7.5
± 0.53 mg CH4-C m-2 h-1, n=3) , while up-land crops such as vegetable, sweet
potato, yam bean and corn produced lower CH4 flux (–0.77 ± 0.64 to 0.46 ± 0.53
mg CH4-C m-2 h-1, n=3). Nitrifier population among the crop cultivations was
3.13x103 to 3.17x104 Most Probable Number (MPN) g-1 soil (dry weight), while
denitrifier population was 3.77x103 to 1.17x105 MPN g-1 soil (dry weight). There were no specific dominance proportion of nitrosomonas, nitrobacter, denitrifier and total propagule among the crop cultivations. The CH4 flux had highly
correlation to soil water content (r = 0.951 and soil Eh (r = -0.982). Water management is the important factor to decrease CH4 flux. Denitrifier had
significant correlation with soil pH (r = 0.635) and soil ammonium content (r = -0.681).
The second experiment results showed that saturated condition produced the least CH4 flux than the others. The average of seasonal CH4 flux were 0.98,
4.34, 3.92 dan 4.91 mg CH4-C m-2 h-1 at saturated, intermitten, 5 cm flooded and
10 cm flooded plots, respectively. Saturated irrigation decreaced CH4 flux up to
94 kg CH4 ha-1 cropping season-1 compared with 5 cm flooded.
The third experiment results showed that total microbe, nitrosomonas, nitrobacter, nitrifier, denitrifier, respiration, Cmic had no significant correlation with CH4 flux. N2O flux was significantly related to total soil microbe, nitrifier and
denitrifier population. A slight inverse relationship between CH4 flux and N2O flux
was found. Saturated condition increased the grain weight (87%), decreased total CH4 flux (24.2%), increased total N2O flux (98.7%), and decreased GWP (24%)
compared with flooding. Rice straw incorporation increased the the grain weight (7%), total CH4 flux (11.3%), total N2O flux (51.2%) and 11.3% GWP compared
with no rice straw incorporation treatment. CRFdecreased the grain weight (5.3-6.5%), increased total CH4 flux (10.7 – 21.6%), total N2O flux and GWP (10.8 –
increased of the grain weight, 49.97%, 76.7% dan 49.7% decreased of CH4 flux,
N2O flux and GWP, respectively compared with flooded - no rice straw
incorporation - urea combination as control treatment.
© Hak cipta milik INSTITUT PERTANIAN BOGOR, tahun 2007. Hak cipta dilindungi
PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN
PUPUK NITROGEN
SUPRIHATI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, Jum’at 8 Juni 2007 1. Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc.
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Jakenan, Pati, Jawa Tengah
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, Selasa 31 Juli 2007 1. Prof. (Riset) Dr. Ir. Abdul Karim Makarim, MSc.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan, Bogor 2. Prof. Dr. Kris Herawan Timotius
Nama : Suprihati
NRP : A. 261030051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, MSc Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso, MS Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Komaruddin Idris, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 24 September 1960 dari keluarga ayah Soegiyoto Dwijosoemarto (almarhum) dan ibu Sri Soenarsih. Penulis adalah putri pertama dari tujuh bersaudara. Penulis menikah dengan Ir. Ruminto Adi, MS. (almarhum) dan dikaruniai 3 orang putra yaitu Oryza Adhisurya (20), Adinandra Dharmasurya (17) dan Eriandra Budhisurya (15). Saat ini penulis dan keluarga tinggal di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) diselesaikan di SDN I Koripan, Kabupaten Karanganyar, pada akhir tahun 1971. Pendidikan sekolah lanjutan pertama diselesaikan di SMPN II Karanganyar di Kota Karanganyar pada akhir tahun 1974. Sedangkan jenjang sekolah lanjutan atas diselesaikan di SMAN I Karanganyar di Kota Karanganyar pada akhir tahun 1977.
Pada tahun ajaran 1978 penulis diterima melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor, kemudian pada tahun 1979 diterima di Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Penulis lulus dan meraih gelar sarjana dari IPB pada tahun 1982. Pada tahun ajaran 1988, penulis mendapatkan kesempatan studi lanjut pada jenjang Strata II (S2) dengan beasiswa dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan diterima pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB dan lulus serta mendapatkan gelar Magister Sains (MS) tahun 1991. Sejak tahun ajaran 2003 penulis melanjutkan studi jenjang Strata III (S3) pada Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB dengan beasiswa BPPS dari DIKTI.
Sejak tahun 1983 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap pada Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga.
konsentrasi gas rumah kaca (GRK) oleh aktivitas manusia mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. Lingkungan padi sawah secara ekologis menstimulir produksi GRK CH4 dan N2O. Emisi CH4 dan N2O dari lahan sawah berkaitan erat
dengan perilaku mikroba tanah. Pengkajian CH4 dan N2O secara simultan bila
dikaitkan sekaligus dengan dinamika mikroba menjadi semakin menarik dan sangat diperlukan dalam upaya mitigasi GRK.
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan yang sumber Kasih, Hikmat dan Pengetahuan. atas berkat dan pimpinan anugrahNYA, disertasi berjudul “Populasi Mikroba dan Fluks Metana (CH4) serta Nitrous
Oksida (N2O) pada Tanah Sawah: Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan
Organik dan Pupuk Nitrogen” telah dapat penyusun selesaikan.
Penghargaan dan ungkapan terimakasih penyusun haturkan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, MSc., Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso, MS., Prof. Dr.
Ir. Supiandi Sabiham, MAgr., dan Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc. Masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, serta dorongan beliau sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. 2. Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, MSc. yang telah memberikan kepercayaan dan
fasilitas pendanaan dalam kerangka penelitian kerjasama IPB-Universitas Chiba-Universitas Ibaraki, Jepang juga dukungan penuh sehingga penyusun memperoleh penghargaan IPNI Scholar Award. Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso, MS. yang telah memfasilitasi peningkatan wacana penyusun melalui kerjasama dengan SARCS. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. yang memberikan referensi kuat dalam pengurusan IPNI Scholar Award. 3. Pimpinan UKSW, pimpinan Fakultas Pertanian UKSW beserta staf yang telah
mempercayakan kesempatan studi lanjut dan memberikan segenap dukungan selama penyelesaian studi.
4. Pimpinan IPB melalui Pimpinan Sekolah Pascasarjana, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan maupun Program Studi Ilmu Tanah beserta staf pengajar yang telah memberikan kesempatan belajar dan suasana akademik yang menunjang.
5. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah menyediakan beasiswa BPPS.
6. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Tanah dan keluarga besar laboratorium Biologi Tanah atas segala bantuan, persahabatan, diskusi yang membangun serta semangat saling mendukung dalam belajar.
7. Keluarga terkasih: keluarga besar Soegiyoto Dwidjosoemarto dan keluarga besar Soemardjo Astrowidjojo atas topangan kasih dan doanya.
8. Putra-putra terkasih Oryza, Nandra dan Rian untuk kesabaran, pengertian dan dorongan semangat yang senantiasa diberikan.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan hingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Disertasi ini sangat bermanfaat bagi penyusun dalam proses memahami aspek mikrobial GRK dari tanah sawah. Harapan penyusun, disertasi ini juga bermanfaat bagi pengembangan ilmu tanah khususnya aspek mikrobial CH4 dan
N2O pada tanah sawah.
xiii Kerangka Pemikiran ... 4 Tujuan Penelitian dan Hipotesis ... 5
II TINJAUAN PUSTAKA 7
Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian ... 7 Aspek Mikrobiologis pada Tanah Sawah ... 9 Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Sawah ……… 10
Pengaruh Bahan Organik terhadap Emisi Metana dan Nitrous
Oksida ... 14 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Emisi Metana dan
Nitrous Oksida ... 16 Pengaruh Pupuk N Lepas Terkontrol terhadap Emisi Metana
dan Nitrous Oksida ...
18 Global Warming Potential Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah
Sawah ... 19
III BAHAN DAN METODE 21
Percobaan I: Fluks metana dan karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman ………..
21 Percobaan II: Pengaruh pengelolaan air terhadap fluks CH4 dan
populasi mikroba tanah pada tanah sawah ...
23 Percobaan III: Pengaruh pengelolaan air, bahan organik dan
pupuk N terhadap populasi mikroba tanah dan fluks CH4 serta
N2O pada tanah sawah ………... 25
Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25 Bahan dan Alat ... 25 Rancangan Percobaan ... 26 Penyiapan Petak Percobaan dan Budidaya ... 27 Pengukuran Parameter Pengamatan ... 28 Pengukuran parameter mikrobiologi dan kimia tanah …….. 28 Pengambilan Contoh Gas dan Pengukuran Konsentrasi
xiv
Penghitungan Global Warming Potential (GWP) ………….. 29 Analisis Data ... 29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30
Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima
Macam Tanaman ……… 30
Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman 30 Fluks CH4 padaBudidaya Lima Macam Tanaman ………… 31
Mikroba Fungsional pada Budidaya Lima Macam
Tanaman ……….. 32
Korelasi CH4, Mikroba Tanah dan Sifat Tanah ... 33
Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Fluks Metana dan Populasi
Mikroba Tanah pada Tanah Sawah ……… 35 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Fluks CH4 ... 35
Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Populasi Mikroba
Tanah ... 37 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Komposisi N Tanah ... 40 Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Hasil Padi ... 40 Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk N terhadap
Populasi Mikroba Tanah, Fluks Metana serta Nitrous Oksida pada
Tanah Sawah……… 42
Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk N
terhadap Sifat Kimia Tanah ... 42 Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk N
terhadap Populasi Mikroba Tanah ... 50 Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk N
terhadap Fluks CH4 dan N2O ... 63
Pengaruh Pengelolaan Air, Bahan Organik dan Pupuk N
terhadap Produksi Padi dan Nisbah Produksi-Emisi ... 73 Pengaruh Populasi Mikroba terhadap Fluks CH4 dan N2O.. 76
Hubungan Sifat Tanah, Hasil Tanaman dengan Fluks CH4
serta N2O ... 80
Hubungan antara Fluks CH4 dan N2O ... 83
Pembahasan Umum ……… 88
V KESIMPULAN DAN SARAN 93
DAFTAR PUSTAKA 95
xv
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
3.1. Parameter pengamatan pada percobaan I ………. 23 3.2. Parameter pengamatan pada percobaan II ……… 25 3.3. Parameter dan agihan waktu pengamatan pada percobaan III 29 4.1. Karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman …… 31 4.2. Mikroba fungsional pada budidaya lima macam tanaman …... 33 4.3. Tabel korelasi antar parameter karakteristik tanah, mikroba
dan fluks CH4 ………... 35
4.4. Kadar N tanah pada kombinasi perlakuan pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk N pada 0, 4, 8 dan 12 MST ………. 50 4.5. Populasi mikroba tanah pada kombinasi perlakuan
pengelolaan air, bahan organik dan pupuk N ………. 51 4.6. C-organik, Cmic dan nisbah Cmic/C-organik pada kombinasi
perlakuan pengelolaan air, bahan organik dan pupuk N …….. 62 4.7. Emisi CH4 antar perlakuan dan kombinasi pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk N ……….. 68 4.8. Pengaruh perlakuan pengelolaan air, bahan organik dan
pupuk N terhadap jumlah anakan, bobot jerami dan bobot
gabah ……… 74
4.9. Jumlah anakan, bobot gabah, emisi serta nisbah emisi CH4
dan N2O terhadap bobot gabah pada kombinasi perlakuan
pengelolaan air, bahan organik dan pupuk N …….. 75 4.10. Korelasi fluks CH4 dengan populasi mikroba tanah ………….. 76
4.11. Korelasi fluks N2O dengan populasi mikroba tanah ………… 78
4.12. Kontribusi CH4 dan N2O terhadap GWP dari kombinasi
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1.1. Hubungan sebab akibat antara teknik budidaya padi sawah dengan fluks Metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) serta
pemanasan global yang menjadi kerangka pemikiran
penelitian ini ……….. 5 2.1. Lingkungan makro ekosistem padi sawah (Roger et al., 1993) 9 2.2. Skema dinamika produksi dan emisi metana pada tanah
sawah (Wasmann dan Aulakh,2000) ……….. 12 2.3. Transformasi nitrogen pada tanah sawah tergenang (De Data,
1981) ………... 13
3.1. Penetapan perubahan konsentrasi metana antar waktu (dc/dt) 22 3.2. Tata letak petak percobaan di lapang ………... ………... 27 4.1. Fluks CH4 dan ruang pori tanah terisi air pada budidaya lima
macam tanaman (error bar menunjukkan standar deviasi)…… 32 4.2. Fluktuasi fluks CH4 dua mingguan: (a) antara perlakuan
pengelolaan air, (b) rata-rata antar perlakuan pengelolaan
air, error bar menunjukkan standar deviasi (n=20) ……… 36 4.3. Fluks metana antar perlakuan pengelolaan air, error bar
menunjukkan standar deviasi (n=30) ………. 37 4.4. Populasi total mikroba pada empat macam pengelolaan air,
error bar menunjukkan standar deviasi (n=5) ………. 38 4.5. Populasi nitrifier pada empat macam pengelolaan air ………… 39 4.6. Pengaruh pengelolaan air terhadap populasi nitrifier dan
denitrifier pada 4 minggu setelah tanam ……….. 39 4.7. Pengaruh pengelolaan air terhadap konsentrasi amonium dan
nitrat tanah pada 4 dan 8 MST, error bar menunjukkan
standar deviasi (n=5) ……… 40 4.8. Pengaruh pengelolaan air terhadap hasil tanaman: (a) jumlah
anakan, (b) bobot jerami dan gabah, error bar menunjukkan
standar deviasi (n=5) ……… 41 4.9. Pengaruh pengelolaan air (a), bahan organik (b) dan pupuk
nitrogen (c) terhadap Eh tanah ………. 43 4.10. Dinamika Eh tanah sawah antar perlakuan pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk N ……… 45 4.11. Pengaruh pengelolaan air (a), bahan organik (b) dan pupuk
nitrogen (c) terhadap pH tanah ………. 46 4.12. Pengaruh pengelolaan air (a), bahan organik (b) dan pupuk
nitrogen (c) terhadap amonium tanah ……….. 47 4.13. Kadar amonium dan nitrat tanah pada perlakuan pengelolaan
air (a), bahan organik (b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 4, 8
dan 12 MST ………... 49 4.14. Jumlah total mikroba tanah pada perlakuan pengelolaan air
(a), bahan organik (b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 4, 8 dan
12 MST ………... 52
4.15. Jumlah nitrosomonas pada perlakuan pengelolaan air (a), bahan organik (b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 4, 8 dan 12
MST ……… 55
4.16. Jumlah nitrobacter pada perlakuan pengelolaan air (a), bahan
xvii
organik (b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 4, 8 dan 12 MST … 59 4.18. Respirasi pada perlakuan pengelolaan air (a), bahan organik
(b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 4, 8 dan 12 MST ………….. 60 4.19. Cmic pada perlakuan pengelolaan air (a), bahan organik (b)
dan pupuk nitrogen (c) pada 6, 8 dan 12 MST ……… 62 4.20. Fluks CH4 dua mingguan pada umur 0 – 12 MST, gabungan
seluruh perlakuan, error bar menunjukkan standar deviasi,
n=36 ……… 63
4.21. Fluks CH4 pada perlakuan pengelolaan air (a), bahan organik
(b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MST,
error bar menunjukkan standar deviasi, n=18 ……… 65 4.22. Emisi CH4 (kg CH4-C/ha) pada perlakuan pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk nitrogen (error bar menunjukkan
standar deviasi, n=18 ………... 67 4.23. Emisi CH4 pada berbagai kombinasi perlakuan pengelolaan
air, bahan organik dan pupuk nitrogen (error bar menunjukkan
standar deviasi, n=3) ………... 69 4.24. Fluks N2O dua mingguan pada umur 0 – 12 MST, gabungan
seluruh perlakuan, error bar menunjukkan standar deviasi,
n=36 ………... 70 4.25. Fluks N2O pada perlakuan pengelolaan air (a), bahan organik
(b) dan pupuk nitrogen (c) pada 0, 2, 4, 8, 10 MST ……… 71 4.26. Emisi N2O pada perlakuan pengelolaan air, bahan organik
dan pupuk nitrogen (error bar menunjukkan standar deviasi,
n=18) ……… 72
4.27. Emisi N2O pada berbagai kombinasi perlakuan pengelolaan
air, bahan organik dan pupuk nitrogen (error bar menunjukkan
standar deviasi, n=3) ………... 73 4.28. Bobot gabah, emisi CH4 dan N2O pada berbagai kombinasi
perlakuan pengelolaan air, bahan organik dan pupuk nitrogen 75 4.29. Hubungan antara populasi mikroba total, respirasi dan fluks
CH4 ……….. 77
4.30. Hubungan antara populasi mikroba denitrifier, nitrifier dan
fluks N2O ……… 79
4.31. Hubungan antara konsentrasi Fe tanah tersedia dengan fluks
CH4 pada 4 MST (n=24) ……….. 80
4.32. Konsentrasi besi dan fluks CH4 pada perlakuan pengelolaan
air, bahan organik dan pupuk nitrogen (4 MST) ……….. 81 4.33. Suhu udara, curah hujan dan CH4 serta N2O hingga12 MST… 82
4.34. Keterkaitan fluks CH4 dan N2O selama pertumbuhan tanaman
padi ………. 84 4.35. Keterkaitan emisi CH4 dan N2O pada perlakuan pengelolaan
air, bahan organik dan pupuk N ……….. 84 4.36. Keterkaitan emisi CH4 dan N2O pada kombinasi perlakuan
pengelolaan air, bahan organik dan pupuk N ……….. 84 4.37. Hubungan antara emisi CH4dan N2O (n=36) ………... 85
4.38. Pengaruh pengelolaan air, bahan organik dan pupuk N terhadap GWP pada tanah sawah (a) dan GWP pada
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Hasil analisis tanah Cihideung Udik ……… 105 2. Data pH tanah pada kombinasi perlakuan pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk N ……….. 106 3. Data Eh tanah pada kombinasi perlakuan pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk N dari 0 hingga 12 MST ………... 106 4. Pengaruh interaksi perlakuan pengelolaan air, bahan organik
dan pupuk N terhadap fluks CH4 ………. 106
5. Fluks CH4 pada kombinasi interaksi perlakuan pengelolaan air,
bahan organik dan pupuk N ……….. 107 6. Pengaruh interaksi perlakuan pengelolaan air, bahan organik
dan pupuk N terhadap fluks N2O ………. 107
7. Fluks N2O pada kombinasi interaksi perlakuan pengelolaan air,
Latar Belakang
Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah
kaca (GRK), khususnya karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida
(N2O) di atmosfer. Konsentrasi masing-masing gas tersebut di atmosfer
ditentukan oleh laju emisi dari berbagai aktivitas manusia. Secara umum
permasalahan pemanasan global merupakan ancaman serius bagi kelestarian
ekosistem bumi dan menjadi isu lingkungan hidup global sejak tahun 1990-an
(Soemarwoto, 1991; Duxbury dan Mosier, 1997; Murdiyarso, 2003a, 2003b,
2003c). Berdasarkan konsentrasinya, kontribusi masing-masing GRK CO2, CH4
dan N2O terhadap pemanasan global berturut-turut sebesar 55%, 15% dan 6%.
Berbagai sektor yang ditengarai berkontribusi terhadap peningkatan GRK
tersebut adalah sektor industri dan transportasi, kehutanan, pertanian,
pengelolaan limbah (Greene dan Salt, 1997).
Sektor pertanian mengemisikan GRK CH4, N2O dari kegiatan budidaya
padi sawah, ternak ruminansia, pengelolaan pupuk, konversi lahan dan
pengelolaan limbah pertanian. Proses produksi pertanian di lahan (on farm)
memberikan kontribusi penting dalam meningkatan konsentrasi CH4 dan N2O di
atmosfer baik dari kegiatan biogenik maupun antropogenik. Kegiatan biogenik
meliputi aktivitas organisme (baik mikroba maupun tanaman) dan kegiatan
antropogenik menyangkut aspek pengelolaan dalam kegiatan budidaya pertanian
(Greene dan Salt, 1997).
Kemampuan CH4 untuk meningkatkan suhu bumi sangat tinggi, karena
kapasitas absorpsi infra merah per molekulnya 25 kali lebih besar dibanding CO2.
Konsentrasinya di atmosfer mencapai 1720 ppbv dengan laju peningkatan
konsentrasi 10–20 ppbv per tahun (Duxbury dan Mosier, 1997). Emisi CH4
merupakan hasil resultante proses produksi dari sumber (source) dengan
konsumsi dari rosot (sink). Konsentrasi CH4 di belahan utara khatulistiwa sekitar
100 ppbv lebih tinggi dibanding konsentrasi gas tersebut di belahan selatan
khatulistiwa, hal tersebut mengindikasikan bahwa di belahan utara source CH4
lebih kuat dibandingkan dengan sinknya. Laju peningkatan konsentrasi CH4 di
atmosfer mengalami penurunan dari 20 ppbv per tahun pada tahun 1970-an dan
jelas apakah karena terjadi penurunan produksi atau peningkatan konsumsi
melalui oksidasi CH4 (Duxbury dan Mosier, 1997).
Estimasi emisi CH4 mencapai 205 – 245 Tg CH4 tahun-1 yang berasal dari
sektor pertanian yang terdiri dari ternak ruminan (80 Tg), padi sawah (60 – 100
Tg) dan limbah ternak (25 Tg) (Duxbury dan Mosier, 1997). Hasil inventarisasi
dari lima negara Asia (Bangladesh, China, Mongolia, Filipina dan Thailand)
mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sumber utama emisi CH4.
Dari sektor pertanian tersebut dua sumber utama penghasil CH4 adalah padi
sawah dan peternakan (Murdiyarso, 1996). Emisi CH4 dari lahan padi sawah
tersebut direvisi menjadi 20 Tg CH4 per tahun (Sass et al., 2002).
Konsentrasi N2O pada dekade 1990-an sekitar 310 ppbv dengan laju
peningkatan sebesar 0.6 – 0.9 ppbv tahun-1 atau 0.25% tahun-1 (Whalen, 2000).
Konsentrasi N2O di belahan utara khatulistiwa sekitar 0.75 ppbv lebih tinggi
dibanding konsentrasi N2O di belahan selatan khatulistiwa, yang menunjukkan
dominasi kekuatan produksi dibanding sinknya. Gas ini ditengarai bersifat
karsinogenik dan mengalami fotolysis berulang yang menyebabkan rusaknya
lapisan ozon di stratosfer sehingga tidak mampu menyaring sinar ultra violet
yang masuk ke permukaan bumi. Efektivitas N2O dalam meningkatkan suhu
bumi 300 kali dibanding CO2 (IPCC, 2001), hal ini berkenaan dengan lamanya
waktu tinggal gas tersebut di atmosfer, N2O mempunyai waktu tinggal terlama
yaitu 120 tahun. Semakin panjang waktu tinggal makin efektif pula pengaruhnya
terhadap kenaikan suhu.
Indonesia dengan aktivitas pertanian yang sangat tinggi, tidak terlepas
dari permasalahan kontribusi terhadap emisi CH4 dan N2O global. Alih guna
lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, alih fungsi hutan menjadi lahan
pertanian yang lebih intensif serta perluasan lahan persawahan, berpotensi
meningkatkan produksi CH4 dan N2O dan mengurangi kapasitas sink
(Soemarwoto, 1991). Pengubahan kapasitas produksi dan rosot CH4 dan N2O ini
akan berpotensi meningkatkan emisi CH4 dan N2O. Pengelolaan lahan yang
bertujuan menurunkan emisi CH4 dan N2O sangat diperlukan.
Budidaya padi sawah merupakan sumber penting CH4 dan N2O.
Pemenuhan kebutuhan pangan yang bersumber beras sejalan dengan
peningkatan populasi penduduk dunia mendorong budidaya padi secara intensif
maupun ekstensif dengan konsekuensi peningkatan produksi CH4 dan N2O.
dan serapan CH4 karena padi sawah bertindak selaku source dan sink CH4 (Rath
et al., 1999, Wang dan Adachi, 1999; Wang et al., 1999; Kumaraswamy et al.,
2000; Wassmann dan Aulakh , 2000; Inubushi et al., 2002). Besarnya fluks CH4
dan N2O dari tanah sawah dipengaruhi oleh bagaimana pengelolaan pada tanah
tersebut. Setiap upaya peningkatan produktivitas padi sawah berpotensi
meningkatkan pula fluks CH4 dan N2O dari lahan tersebut.
Berdasarkan prediksi Husin (1994), pada tahun 2005 luas panen padi
sawah di Indonesia diperkirakan 10.28 juta hektar dengan total emisi CH4
sebesar 4.6 Tg per tahun. Prediksi tersebut dilandaskan pada asumsi: faktor
emisi CH4 sebesar 0.31 g m-2 hari-1, 80 % padi dibudidayakan pada musim
penghujan selama 5 bulan dan sisanya ditanam pada musim kemarau selama 4
bulan. Namun realisasinya pada tahun 2005 luas panen padi mencapai 11.6 juta
hektar (BPS, 2005) yang berarti meningkat 12.84 % dibanding prediksi, dengan
asumsi yang sama diperkirakan emisi CH4 mencapai 5.2 Tg per tahun. Untuk itu
sangatlah perlu untuk senantiasa dikaji upaya-upaya pengurangan emisi CH4
dari lahan sawah.
Pada dasarnya CH4 diproduksi oleh mikroba metanogen pada suasana
anaerob dan tersedia senyawa organik yang mudah terdekomposisi. Pada lahan
sawah dengan suasana tanah anaerob dan eksudat akar yang mensuplai karbon
mudah tersedia sebagai sumber energi mikroba, sangat menunjang aktivitas
tersebut. Pada tanah sawah secara alami terbentuk lapisan oksidatif yang tipis
diikuti dengan lapisan reduktif yang tebal di bawah lapisan oksidatif. Pada lapisan
oksidatif, N2O dapat terbentuk sebagai hasil antara proses nitrifikasi yaitu
oksidasi amonium oleh mikroba menjadi nitrit yang dioksidasi lanjut menjadi
nitrat. Nitrat pada lapisan oksidatif bersifat sangat mobil, dan bila mencapai
lapisan reduktif akan mengalami denitrifikasi oleh mikroba menjadi N2O dan N2.
Jadi secara alami produksi CH4 dan N2O pada tanah sawah merupakan proses
yang tak terhindarkan. Kapasitas sink CH4 dan N2O pada tanah dipengaruhi oleh
aktivitas mikroba. Oksidasi CH4 oleh metanotrof dan reduksi N2O oleh mikroba
yang memiliki N2O reduktase berpengaruh terhadap pelepasan dari tanah.
Sehingga dapat disarikan bahwa emisi CH4 dan N2O dari lahan pertanian
berkaitan erat dengan perilaku mikroba tanah (Hou et al., 2000a; Hűtsch et al.,
Kerangka Pemikiran
Budidaya padi sawah di Indonesia melibatkan pengaturan pengelolaan
air, penambahan bahan organik dan pemberian pupuk N. Pengelolaan air
bertujuan untuk meningkatkan produksi, efisiensi pemakaian air (EPA) serta
pengendalian Eh tanah. Penambahan bahan organik sebagai upaya
mempertahankan produktivitas tanah akan meningkatkan populasi dan aktivitas
mikroba melalui penyediaan karbon mudah tersedia, peningkatan persaingan
penggunaan oksigen (O2) dalam tanah dan berdampak terhadap penurunan Eh.
Interaksi pengelolaan air dan penambahan bahan organik berpengaruh terhadap
pembentukan CH4. Pemberian pupuk N bertujuan meningkatkan produksi dan
sangat terkait erat dengan permasalahan efisiensi pemupukan dan potensi
pencemaran terhadap lingkungan melalui pencucian nitrat dan denitrifikasi.
Transformasi N pada tanah sawah melibatkan pembebasan N2O.
Pengelolaan potensial redoks melalui pengelolaan air, ketersediaan
senyawa organik melalui pengelolaan bahan organik, ketersediaan nitrat melalui
pengelolaan pupuk N dipandang cukup komprehensif sebagai dasar pengelolaan
emisi CH4 dan N2O. Kajian tentang CH4 dan N2O pada tanah sawah secara
terpisah telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Husin, 1994; Nugroho et al.,
1994a, 1994b, 1996; Subadiyasa et al., 1997; Suratno et al., 1998). Namun
kajian tentang mikroba yang berperan penting dalam emisi kedua GRK tersebut
masih sangat terbatas, di antaranya oleh Hou et al. (2000a). Pengkajian CH4 dan
N2O secara simultan bila dikaitkan sekaligus dengan dinamika mikroba menjadi
semakin menarik dan sangat diperlukan dalam upaya mitigasi GRK. Pemahaman
inilah yang digunakan sebagai pijakan penyusunan penelitian ini dengan
kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 1.
Kedua gas CH4 dan N2O berpengaruh terhadap pemanasan global, selain
itu N2O juga menyebabkan kerusakan lapisan ozon pada stratosfer. Potensi
pemanasan rumah kaca (global warming potential/GWP) dari kedua gas tersebut
secara simultan digunakan sebagai dasar pengelolaan untuk menyusun teknik
budidaya yang diharapkan mampu meminimalkan potensi dampak negatif
terhadap lingkungan.
Kerangka pemikiran tersebut disusun untuk menjawab pertanyaan
penelitian: Mampukah kombinasi perlakuan pengelolaan air, bahan organik dan
pupuk N menurunkan fluks metana serta nitrous oksida tanpa menurunkan hasil
TEKNIK BUDIDAYA PADI SAWAH
Gambar 1.1. Hubungan sebab akibat antara teknik budidaya padi sawah dengan
fluks Metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) serta pemanasan
global yang menjadi kerangka pemikiran penelitian ini.
Tujuan Penelitian dan Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh sifat tanah dan tanaman terhadap fluks CH4 pada
tanah sawah dan bukan sawah (sayuran, ubi jalar, bengkuang dan
jagung)
PEMANASAN GLOBAL
Faktor Biotik: Populasi Mikroba
Faktor Abiotik: - anaerob, aerob
pada rizosfer - komposisi amonium nitrat
- ketersediaan substrat organik
BAHAN ORGANIK
PENGELOLAAN AIR
PUPUK N SOURCE DAN
SINK
CH4 DANN2O
FLUKS N2O
2. Mempelajari pengaruh pengelolaan air, bahan organik dan pupuk N lepas
terkontrol terhadap populasi mikroba, fluks CH4 dan N2O pada tanah
sawah
3. Mendapatkan kombinasi perlakuan pengelolaan air, bahan organik serta
pupuk N yang mampu menghasilkan fluks CH4 dan N2O yang rendah
tanpa penurunan hasil padi
4. Mempelajari pengaruh populasi mikroba terhadap fluks CH4 dan N2O
pada tanah sawah
5. Mengkaji keterkaitan antara fluks CH4 dan N2O pada tanah sawah.
Hipotesis Penelitian:
1. Sifat tanah dan jenis tanaman berpengaruh terhadap fluks CH4 pada
tanah sawah dan bukan sawah (sayuran, ubi jalar, bengkuang dan
jagung)
2. Populasi mikroba tanah dan fluks CH4 dan N2O pada tanah sawah
dipengaruhi oleh perlakuan pengelolaan air, bahan organik serta pupuk
nitrogen
3. Kombinasi perlakuan pengelolaan air macak-macak, pengembalian jerami
padi dan pemakaian pupuk lepas terkontrol menghasilkan fluks CH4 dan
N2O yang rendah tanpa penurunan bobot gabah
4. Peningkatan populasi mikroba tanah meningkatkan fluks CH4 dan N2O
pada tanah sawah
5. Penurunan fluks CH4 pada tanah sawah diikuti dengan peningkatan fluks
Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian
Metana (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca yang diemisikan
oleh tanah dari sumber biotik (Duxbury dan Mosier, 1997; Greene dan Salt,
1997). Gas tersebut diproduksi pada lingkungan anaerob oleh bakteri
metanaogen (Alexander, 1977; Asakawa dan Hayano, 1995).
Laju pembentukan CH4 secara akumulatif ditentukan oleh keberadaan
bahan dasar, populasi dan aktivitas mikroba pembentuk CH4 (metanogen) dan
lingkungannya. Metana mulai terbentuk pada potensial redoks 100 mV hingga
-200 mV (Hou et al., 2000a). Intensitas dan kapasitas reduksi tanah dikendalikan
oleh keberadaan substansi organik sebagai donor elektron, suhu, tingkat
kelembaban, jumlah aseptor elektron. Metana terbentuk baik melalui jalur asam
asetat maupun H2-CO2, sehingga metanogen juga dipilah sebagai pengguna
asetat dan pengguna H2-CO2 (Le Mer dan Roger, 2001).
Metana yang dihasilkan sebagian besar akan diemisikan ke atmosfer baik
secara difusi melalui tanah maupun diemisikan oleh tanaman. Laju difusi CH4
melalui tanah mengikuti kaidah Ficks dan dipengaruhi oleh turtoisitas tanah yang
dikendalikan oleh tekstur serta porositas tanah yang secara praktis dapat dikelola
dengan pengelolaan air. Emisi melalui tanaman dipengaruhi oleh jenis tanaman,
varietas serta stadia pertumbuhan tanaman (Shalini-Singh et al., 1997).
Sebagian dari CH4 yang dihasilkan dioksidasi oleh mikroba metanotrof yaitu
mikroba pengoksidasi CH4 sehingga mengurangi pelepasannya ke atmosfer.
Aktivitas mikroba metanotrof tersebut menjadi kekuatan sink CH4 oleh tanah
(Hűtsch et al., 1996; Watanabe et al., 1997).
Emisi gas CH4 terutama bersumber pada kegiatan antropogenik, hampir
70% CH4 berasal dari sumber-sumber antropogenik dan sekitar 30% berasal dari
sumber-sumber alami. Aktivitas pertanian menyumbangkan dua per tiga dari CH4
asal sumber antropogenik. Produksi CH4 berkaitan erat dengan aspek aktivitas
mikroba yaitu aktivitas metanogen yang berlangsung pada ekosistem anaerob.
Variasi pelepasan CH4 dari suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh macam
budidaya tanaman, komunitas mikroba, sifat tanah serta interaksinya.
Mengetahui hubungan antara sifat tanah, sifat mikroba dan CH4 pada budidaya
mekanisme yang terlibat dalam produksi CH4. Sementara ini kajian CH4 dan
mikroba pada berbagai macam pertanaman masih terbatas.
Sawah mampu berperan sebagai source sekaligus rosot (sink) CH4
(Kumaraswamy et al., 2000; Wasmann and Aulakh, 2000; Inubushi et al., 2002).
Emisi CH4 dari lahan sawah berkisar antara 4 hingga 20 mg m-2 jam-1 (Husin et
al., 1995), dan berdasarkan data tersebut diperkirakan faktor emisi CH4 dari
Indonesia adalah 13 mg m-2 jam-1.
Pada budidaya lahan kering, produksi CH4 terbatas pada site-site anaerob
dan kondisinya sangat menunjang pertumbuhan metanotrof sehingga
meningkatkan kapasitas serapan CH4. Serapan CH4 sebesar 0.051 – 0.055 mg
m-2 jam-1 pada pertanaman padi gogo dilaporkan oleh Zaenal (1997). Serapan
CH4 oleh hutan di Swedia mencapai 0.6 – 1.6 kg CH4 ha-1 tahun-1 yang setara
dengan 0.007 – 0.019 mg m-2 jam-1 (Klemedtsson dan Klemedtsson, 1997).
Ernawanto et al. (2003) melaporkan bahwa fluks CH4 sistem penanaman
padi “walik” jerami adalah 7.18 mg m-2 jam-1 dan sistim penanaman padi gogo
rancah adalah 1.73 mg m-2 jam-1. Sink CH4 sebesar 0.05 mg m-2 jam-1 pada
sistem pertanaman kedelai. Kisaran emisi CH4 dari pertanaman tebu di Australia
adalah 297 hingga 1005 g CH4-C ha-1, sementara kisaran konsumsinya 442
hingga 467 g CH4-C ha-1(Weier, 1999).
Fluks CH4 dari empat macam tipe penggunaan tanah di Sumatra (hutan
tua, hutan habis tebang, dibakar setelah tebang dan perkebunan karet) berkisar
antara -21.2 hingga 4.2 µg C m-2 jam-1 yang setara dengan -0.028 hingga 0.006
mg CH4 m-2 jam-1 (Ishizuka et al., 2002). Nilai fluks negatif menunjukkan sink dan
berkorelasi positif dengan kandungan liat pada 0-10 cm. Nilai tersebut
mengalami peningkatan pada evaluasi berikutnya yaitu menjadi -1,27 hingga
1,18 mg C m-2 hari-1 yang setara dengan -0.071 hingga 0.066 mg CH4 m-2 jam-1
pada macam penggunaan lahan yang lebih bervariasi yaitu hutan, kayu manis,
karet, kelapa sawit dan alang-alang (Ishizuka et al., 2005a). Fluks pada hutan
hujan tropis di Indonesia mencapai 0.79 ± 0.60 mg C m-2 hari-1 setara dengan
0.044 ± 0.033 mg CH4 m-2 jam-1 (Ishizuka et al., 2005b).
Inubushi et al. (2003) melaporkan bahwa konversi hutan gambut sekunder
menjadi lahan sawah bertendensi meningkatkan emisi CH4 tahunan, sementara
perubahan penggunaan lahan dari hutan sekunder menjadi lahan kering
bertendensi menurunkan emisi CH4 tahunan. Pengalihan fungsi lahan dari hutan
hayati N2 oleh ganggang, nitrifikasi oleh pengoksidasi amonium maupun nitrit,
serta oksidasi metana.
Di bawah lapisan oksidasi dijumpai lapisan tanah tereduksi yang dicirikan
oleh potensial redoks yang rendah hingga negatif. Aktivitas mikroba terutama
terkonsentrasi pada agregat yang mengandung debris organik. Aktivitas utama
pada lapisan reduksi ini meliputi: dekomposisi bahan organik secara anaerob,
fiksasi hayati N2 oleh mikroba heterotrof, denitrifikasi, reduksi mangan, reduksi
besi, reduksi sulfat, pembentukan metana serta produksi H2.
Dari sudut pandang mikrobiologis, tanaman padi menyediakan dua
lingkungan untuk pertumbuhan mikroba yaitu pada bagian tanaman yang
tergenang maupun rizosfernya dan membentuk satuan ekologi dengan aktivitas
mikroba yang unik. Bagian pangkal tanaman yang tergenang dikoloni oleh bakteri
efifit dan ganggang. Tanaman padi mempunyai kemampuan untuk
mentransportasikan oksigen dari bagian atas tanaman ke daerah perakaran,
sehingga beberapa site dari rizosfer bersifat oksidatif dengan Eh yang cukup
tinggi. Rizosfer padi yang aktif memproduksi banyak eksudat sebagian di
antaranya merupakan senyawa yang mudah terurai sehingga menjadi sumber
energi bagi mikroba. Kombinasi ketersediaan oksigen dan melimpahnya
makanan pada rizosfer padi merupakan daya tarik bagi mikroba untuk tumbuh
aktif di rizosfer. Aktivitas utama pada rizosfer meliputi: asosiasi pemfiksasi hayati
N2 oleh mikroba heterotrof, nitrifikasi – denitrifikasi, serta reduksi sulfat.
Lapisan bajak mempunyai permeabilitas yang rendah, ketahanan
mekanik yang tinggi serta kepadatan tanah yang tinggi. Lapisan ini menghambat
perkolasi air maupun pencucian hara ke lapisan di bawahnya. Aktivitas
mikrobiologis pada lapisan tersebut dan peranannya dalam penyediaan hara bagi
tanaman padi jarang dikaji.
Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Sawah
Padi sawah merupakan ekosistem buatan manusia yang sangat penting
pada neraca CH4 global, melalui perannya sebagai sumber sekaligus rosot CH4
(Inubushi et al., 2002, 2003; Kumaraswamy et al., 2000; Wang et al., 1999;
Wasmann dan Aulakh, 2000).Pembentukan CH4 terjadi pada potensial redoks
yang sangat rendah, dengan penggenangan yang terus menerus kondisi tersebut
menstimulir pembentukan CH4. Aktivitas penggenangan pada lahan sawah
metanogen penghasil CH4. Ketersediaan substrat organik hasil dekomposisi
bahan organik secara anaerob maupun hasil eksudasi akar mensuplai energi
bagi mikroba tersebut untuk memproduksi CH4. Intensifikasi padi sawah untuk
pemenuhan kebutuhan makanan seiring dengan peningkatan populasi penduduk
Indonesia berpotensi meningkatkan kontribusinya dalam pelepasan CH4 ke
atmosfer. Pada tahun 2004, luas panen padi di Indonesia dilaporkan mencapai
sekitar 11.6 juta ha (BPS, 2005). Nilai tersebut masih berpotensi meningkat pada
tahun berikutnya.
Dinamika CH4 pada lahan sawah mencakup proses produksi, oksidasi,
emisi dan konsumsi (Le Mer dan Roger, 2001). Emisi CH4 pada lahan sawah
terjadi melalui tiga cara yaitu ebulisi, difusi dan difusi melalui aerenkim tanaman.
Emisi CH4 pada tanah sawah tadah hujan bervariasi antara 19 hingga
123 mg CH4 m-2 hari-1, sedangkan pada tanah sawah beririgasi berkisar antara
71 hingga 217 mg CH4 m-2 hari-1 (Setyanto et al., 2000). Data tersebut diperoleh
dari pengamatan dari tahun 1993 hingga 1998 di Jakenan, Pati, Jawa Tengah.
Proses produksi gas rumah kaca tersebut dapat dikelola melalui
pengelolaan air. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Husin (1994) di kebun
percobaan Sukamandi pada tanah Aeric Tropaqualf. Emisi CH4 tertinggi terdapat
pada perlakuan penggenangan kontinyu. Emisi CH4 pada perlakuan
penggenangan terputus dan macak-macak nyata lebih rendah dibanding pada
penggenangan kontinyu, sedangkan terhadap hasil saling tidak berbeda nyata.
Implikasi praktisnya pengelolaan air dengan penggenangan terputus dan
macak-macak mampu mempertahankan produksi, menghemat air dan sekaligus
menurunkan emisi CH4.
Pengelolaan air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
budidaya padi. Kegiatan ini berkaitan erat dengan permasalahan efisiensi
penggunaan air, pengendalian gulma, karakteristik tanah serta aktivitas mikroba
tanah. Pengaruh pengelolaan air terhadap emisi CH4 di daerah tropis ditelaah
oleh sejumlah penulis seperti Nugroho et al., 1994a; Husin et al., 1995, Rath et
al., 1999. Husin et al. (1995) melaporkan bahwa perlakuan pengelolaan air nyata
berpengaruh terhadap variasi fluks CH4 harian maupun musiman. Perlakuan
pengelolaan air dengan cara intermiten mampu menekan sekitar 50% fluks CH4
dan pengairan kondisi macak-macak mampu menurunkan fluks CH4 hingga 70%
dibandingkan perlakuan penggenangan secara kontinyu. Minamikawa dan Sakai
intermitten dan Eh terkontrol menurunkan emisi berturut-turut sebesar 64, 26 dan
17 % terhadap emisi CH4 pada perlakuan penggenangan secara kontinyu.
Dinamika emisi CH4 dengan pengelolaan air pada tanaman tebu
dilaporkan oleh Weier (1999). Peningkatan kadar air hingga jenuh
meningkatkan emisi gas rumah kaca tersebut. Namun pola ini tidak serta merta
dapat diaplikasikan pada tanah sawah dengan karakter tanaman dan ekosistem
yang berbeda.
Pengelolaan air akan mempengaruhi karakteristik tanah, aktivitas mikroba
dan akan berdampak terhadap fluks CH4. Namun informasi mendalam tentang
mikroba tanah dan hubungannya dengan fluks CH4 oleh pengelolaan air belum
terlalu banyak. Memahami keterkaitan antara perilaku mikroba dengan fluks CH4
sangatlah penting artinya untuk lebih memahami mekanisme yang terlibat dalam
upaya mengurangi emisi CH4 pada lahan pertanian termasuk pada tanah sawah.
Pada budidaya padi sawah emisi CH4 dan N2O tidak mungkin diabaikan,
karena model pengelolaan air yang senantiasa melebihi kapasitas lapang akan
menstimulir proses dekomposisi secara anaerob. Secara alami dinamika
pembentukan CH4 dan N2O disajikan pada gambar 2.2. dan 2.3.
Gambar 2.2. Skema dinamika produksi dan emisi metana pada tanah sawah (Wasmann dan Aulakh,2000)
Difusi oksigen melalui tanaman
Emisi CH4
melalui tanaman
Difusi CH4ke
dalam akar
Produksi CH4
Eksudat dan akar lapuk
Difusi O2
melalui akar Air
Tanah Oksidasi CH4
Dengan adanya perlakuan penggenangan didapat gradasi lapisan pada
profil tanahnya yaitu lapisan oksidatif yang tipis di bawah genangan air lalu diikuti
lapisan reduktif yang tebal di bawahnya. Apabila pupuk nitrogen diaplikasikan ke
dalam lapisan reduktif, denitrifikasi bisa dihambat. Namun kebocoran sistem
berupa sebagian pupuk nitrogen berada di lapisan oksidatif segera ternitrifikasi
menjadi nitrat yang mobil, kemudian nitrat yang mobil mencapai lapisan reduktif
dan mengalami denitrifikasi. Transformasi N melalui proses denitrifikasi sangat
dipengaruhi oleh pH, pada kondisi netral hasil akhir berupa N2 sedangkan pada
kondisi masam maupun denitrifikasi oleh denitrifier yang tidak mempunyai enzim
N2O reduktase akan mengemisikan N2O.
Besarnya fluks CH4 dan N2O dari tanah sawah dipengaruhi oleh teknik
budidaya pada tanah tersebut. Perlakuan pembenaman bahan organik,
pengelolaan air dan pengelolaan pupuk nitrogen akan berinteraksi
mempengaruhi besarnya emisi GRK tersebut.
Gambar 2.3. Transformasi nitrogen pada tanah sawah tergenang (De Data, 1981)
Pengaruh Bahan Organik terhadap Emisi Metana dan Nitrous Oksida
Pemberian bahan organik merupakan salah satu langkah pemeliharaan
produktivitas tanah sawah. Pada tanah sawah praktek pembenaman tunggul dan
jerami segar yang diikuti dengan penggenangan merupakan fenomena yang
umum terjadi. Kondisi tersebut akan menstimulir suasana reduktif dan
meningkatkan aktivitas mikroba metanogen dan denitrifier sehingga memacu
dekomposisi secara anaerobik dan denitrifikasi yang membebaskan CH4 dan
N2O. Pembenaman bahan organik segar menyebabkan peningkatan fluks CH4
baik pada tanah sawah maupun lahan kering dan berkontribusi secara nyata
terhadap neraca CH4 global (Yang dan Chang, 1997; Rath et al., 1999;
Wihardjaka, 2001).
Kondisi anaerob dan ketersediaan substansi organik mudah
terdekomposisi sangat penting untuk proses produksi metana dalam tanah
(Wasmann dan Aulakh, 2000). Tanah yang kaya kandungan substansi organik
mudah terdekomposisi (asetat, formiat, metanol, amin termetilasi) dan
kandungan senyawa akseptor elektron (NO3-, Mn4+, Fe3+) rendah mempunyai
potensi produksi CH4 yang tinggi.
Praktek pembenaman jerami yang dilanjutkan dengan penggenangan
pada tanah sawah berpotensi meningkatkan emisi CH4. Kombinasi
penggenangan dan pembenaman jerami yang mempunyai C/N tinggi menstimulir
penurunan potensial redoks secara tajam hingga kurang dari -200 mV yang
mendukung pembentukan CH4. Kombinasi penggenangan dan pembenaman
jerami 1% w/w meningkatkan populasi bakteri metanogen baik kelompok
pengguna asetat maupun penggunan H2-CO2 (Rath et al., 1999). Untuk
mengurangi emisi CH4 Wihardjaka (2001) menggunakan kompos sebagai
pengganti bahan organik segar.
Penambahan bahan organik ditengarai meningkatkan emisi N2O dari
tanah (Arcara et al., 1999; Friedel et al., 1999; Mogge et al., 1999; Pidello et al., 1996; Whalen, 2000). Pemberian bahan organik yang mempunyai kandungan
karbon tinggi serta mudah termineralisasi seperti pupuk kandang diduga mampu
meningkatkan biomas mikroba sehingga meningkatkan emisi N2O dari tanah
pertanian. Karbon yang mudah termineralisasi meliputi karbon larut dalam air
maupun asam lemak mudah menguap (volatile fatty acid / VFA) serta karbon
Arcara et al. (1999) menyatakan bahwa penggunaan slury dari limbah
ternak meningkatkan kehilangan N sebagai N2O, melalui emisi langsung dan
denitrifikasi. Emisi N2O dari tanah dibedakan menjadi emisi dari denitrifikasi dan
emisi langsung yang merupakan hasil samping nitrifikasi yang berlangsung pada
kondisi oksidasi kurang optimal. Kombinasi slury dengan pupuk urea pada
takaran N yang sama yaitu sebesar 225 kg N ha-1 membebaskan gas N
2O paling
tinggi dari tanah dibanding dengan perlakuan tunggal pupuk urea maupun
perlakuan slury.
Intensitas dan besarnya emisi N2O dari tanah ditentukan oleh sejumlah
faktor yaitu suhu, curah hujan yang berkenaan dengan kelembaban tanah,
kandungan karbon mudah termineralisasi yang berjumlah atom karbon rendah
sebagai donor elektron pada proses reduksi. Slury mengandung asam-asam
organik, di antaranya termasuk asam lemak mudah menguap. Kombinasi asam
lemak mudah menguap dan kandungan N mudah tersedia dari urea menciptakan
kondisi yang memicu pembebasan N2O. Kehilangan N2O terbesar terjadi pada
bulan pertama fase pertumbuhan penanaman jagung.
Kehilangan N dalam bentuk N2O meningkat pada tanah yang dipupuk
dengan pupuk organik. Dampak aplikasi slury sapi dalam jangka panjang mampu
menurunkan pH tanah dibanding perlakuan pupuk kandang. Penurunan pH tanah
tersebut akan mempengaruhi sejumlah reaksi biokimia yang berdampak pada
biomas mikroba dan kandungan karbon organik tanah. Hal ini ditandai dengan
lebih tingginya kandungan karbon organik tanah serta biomas mikroba pada
tanah yang dipupuk dengan pupuk kandang dibanding perlakuan slury. Tingginya
biomas mikroba dan karbon organik tanah memicu emisi N2O, emisi pada
perlakuan pupuk kandang meningkat 2 kali dibanding perlakuan yang lain yaitu
sebesar 4.9 kg N2O-N ha-1 tahun-1 melalui denitrifikasi dan emisi langsung
sebesar 5.3 kg N2O-N ha-1 tahun-1 (Mogge et al., 1999).
Aplikasi slury dengan cara disemprotkan yang banyak dipraktekkan di
Amerika Serikat bagian Timur memberikan dampak peningkatan kehilangan N
melalui emisi N2O. Pemberian slury mampu meningkatkan ketersediaan N dan
kelembaban tanah, kombinasi faktor tersebut memacu reaksi reduksi nitrat.
Kehilangan N dalam bentuk N2O selama 8 hari sebesar 8.5 mg N2O-N m-2, nilai
tersebut lebih rendah dibanding perlakuan Urea yang dikombinasikan dengan
glukose sebagai sumber karbon cepat tersedia yang mencapai 20.8 mg N2O-N
komunitas mikroba yang bekerja pada siklus N. Emisi N2O berkaitan erat dengan
dosis N yang diberikan, pada penelitian tersebut digunakan 150 kg N ha-1. Hal
yang perlu diwaspadai adalah akan terjadinya fluks N2O yang hebat oleh residu
nitrat yang terakumulasi pada tanah tersebut potensial terdenitrifikasi dengan
meningkatnya kelembaban tanah (Whalen, 2000).
Secara umum penambahan bahan organik yang bertujuan
mempertahankan produktivitas tanah berpotensi meningkatkan emisi CH4 dan
N2O. Pengelolaan air dan pupuk nitrogen yang tepat diharapkan mampu
meminimalkan pengaruh negatif tersebut sehingga didapatkan kemanfaatan
yang optimal.
Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Emisi Metana dan Nitrous Oksida
Emisi gas rumah kaca dari tanah ditentukan oleh laju produksi dan
transportasi dalam hal ini difusi gas dari tanah ke atmosfer. Emisi CH4 dihasilkan
dari dekomposisi bahan organik secara anaerobik (Wang dan Adachi, 1999;
Wang et al., 1999; Kumaraswamy et al., 2000). Emisi N2O dari dari tanah
melalui peristiwa denitrifikasi, nitrifikasi (Ishizuka et al., 2002; Inubushi et al.,
2003) dan emisi yang dimediasi oleh tanaman (Chen et al., 1999; Hou et al.,
2000a). Emisi N2O pada tanah sawah bervariasi menurut kedalaman lapisan
bajaknya (Müller et al., 1998; Röver et al., 1999)
Wang dan Adachi (1999) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi dan emisi CH4 dari tanah tergenang yaitu suhu, tipe tanah, varietas padi
dan praktek pertanian yang diterapkan. Sementara hasil studi Wang et al. (1999)
di China mengelompokkan kemampuan tanah sawah memproduksi CH4
berdasarkan redoks potensial dan kandungan bahan organik. Peningkatan emisi
CH4 oleh pembenaman jerami segar dibuktikan oleh Wihardjaka (2001) dan Rath
et al. (1999). Terdapat hubungan yang erat antara kandungan CO2 atmosfer
dengan aktivitas metanogen. Bakteri metanogen mampu mempergunakan CO2
atmosfer untuk memproduksi CH4. Hasil penelitian Wang dan Adachi (1999)
menunjukkan peningkatan produksi CH4 oleh peningkatan konsentrasi CO2
atmosfer (percobaan simulatif).
Proses produksi dan oksidasi gas rumah kaca tersebut dapat dikelola
melalui pengelolaan air. Pembentukan CH4 terjadi pada potensial redoks yang
sangat rendah, dengan penggenangan yang terus menerus kondisi tersebut