• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan ekosistem sub daerah aliran sungai(DAS) Cikundul:kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan ekosistem sub daerah aliran sungai(DAS) Cikundul:kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKUNDUL

(Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat)

CEMPAKA SARI PUSPITA DEWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2006

(3)

SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKUNDUL

(Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat)

CEMPAKA SARI PUSPITA DEWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMAN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITIUT PERTANIAN BOGOR

(4)

(Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Cempaka Sari Puspita Dewi NRP : E 14102008

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr . Ir. Didik Suharjito, MS

NIP. 132 104 680

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, Ms NIP. 131 430 799

(5)

CEMPAKA SARI PUSPITA DEWI . Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Dibimbing oleh DIDIK SUHARJITO.

Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Perilaku dalam pengelolaan ekosistem DAS meliputi jenis pohon yang dipilih dan pola tanam, serta perilaku berorganisasi dalam pengelolaan ekosistem DAS. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Mei hingga Juni 2006.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara : (a) Pengamatan terhadap aktivitas masyarakat dan kondisi ekosistem Daerah Aliran Sungai, (b) Wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan wawancara bebas terhadap informan. Data lain yang dikumpulkan berupa, data sekunder yang diperlukan.

Persepsi masyarakat terhadap fungsi DAS adalah positif dalam hubungannya dengan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebanyak 73,33% informan mengatakan bahwa kondisi DAS dalam keadaan baik dan 26,67 % DAS dalam kondisi agak rusak. Masyarakat beranggapan bahwa, apabila DAS rusak akan menimbulkan kerugian, sehingga perlu menjaga kondisi DAS agar tetap baik. Persepsi positif masyarakat, ternyata menentukan perilakunya. Informan sebanyak 40% dari 73,33 % yang menyatakan DAS baik dan 16,67 % dari yang menyatakan DAS agak rusak, telah turut serta dalam upaya pengelolaan DAS seperti , program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) tahun 2004, pengelolaan pada lahan pertanian mereka dan penanaman pada lahan pertanian. Upaya konservasi yang telah dilakukan berupa konservasi kimia (93,33%) dan konservasi penanggulangan erosi dalam bentuk pembuatan teras (6,67%). Masyarakat belum sepenuhnya memahami bahwa penerapan pola tanam dan jenis tanaman tertentu mampu menjaga kondisi DAS agar tetap baik. Pola tanam yang diterapkan berupa pola tanam campuran (100%). Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah palawija 98,33%.

(6)

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran

Sungai (DAS) Cikundul, kasus di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi

Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama dua bulan sejak bulan Mei hingga Juni 2006.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku dosen pembimbing serta aparat pemerintahan Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur yang telah banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan pula kepada Mama, papa dan adik-adik tercinta (Cunda Dwi Sespandana dan Ceria Agnantria) atas segala kasih sayang, semangat serta doa yang selalu dipanjatkan, teman-teman satu bimbingan (Ari Nurlia, Lenita Oktavi P dan Fitria Kurniawan ), sahabat-sahabatku (Ida, silvia dan Desi) teman-teman Manajemen Hutan 39, sahabat seperjuangan WISMA PANINEUNGAN (Fety, Rosi, Warti, Nurfathanah, Dini dan Indri) , teman-teman WISMA AZ-ZHUKHRUF, serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah memberikan balasan atas segala kebaikan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

Bogor, Juli 2006

(7)

Rochyana dan ibu Na’atin. Penulis merupakan putri pertama dari tiga beraudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negri 1 Sindang Indramayu dan pada tahun yang sama, lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Profesi Forest Management Study Club (FMSC), Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Diluar kampus, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKADA-BOGOR. Penulis pernah mejadi peserta Pelatihan Kepemimpinan Putra Sunda III Gerakan Masyarakat Jawa Barat (GEMA JABAR) di Bandung.

Penulis juga pernah melaksanakan praktek pengenalan hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Slamet serta praktek umum pengelolaan hutan bersama mahasiswa Universitas Gajah Mada di Getas (KPH Ngawi) tahun 2005. Selanjutnya penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 2 bulan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga-Bogor.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kehutanan, penulis membuat skripsi yang berjudul “Persepsi dan perilaku masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul, (kasus di Desa

(8)

PRAKATA ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Persepsi ... 4

Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan ... 4

Pengertian dan Pengelolaan DAS ... 6

Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 7

Organisasi dan Penguasaan Lahan ... 8

METODOLOGI Kerangka Pemikiran ... 11

Definisi Operasional ... 12

Waktu dan Tempat ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Sasaran Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 13

Metode Pengumpulan Data ... 14

Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 14

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak ... 15

Luas ... 16

(9)

Tingkat Pendidikan ... 20

Mata Pencaharian ... 22

Pemilikan Lahan ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi ... 28

Persepsi Masyarakat Mengenai Kualitas DAS ... 28

Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi DAS ... 36

Persepsi Masyarakat Mengenai Pengelolaan DAS ... 38

Persepsi Masyarakat Mengenai Peran Para Pihak Dalam Pengelolaan DAS ... 39

Persepsi Masyarakat Mengenai Pengorganisasian Petani ... 40

Perilaku ... 42

Kegiatan dalam Pengelolaan DAS ... 44

Kegiatan Berorganisasi dalam Pengelolaan DAS ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(10)

Teks

1. Wilayah Administrasi Desa di Sub DAS Cikundul ... 15

2. Data Luas Wilayah Desa Cikanyere Menurut Penggunaannya Tahun 2005 ... 17

3. Distribusi Kelas Kemiringan Lahan Sub DAS Cikundul ... 18

4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 19

5. Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ... 19

6. Sebaran Umur Petani... 20

7. Data Tingkat Perkembangan Pendidikan Masyarakat Desa Cikanyere ... 21

8. Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cikanyere ... 23

9. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 26

10. Luas Pemilikan Lahan Petani ... 27

(11)

Teks

1. Jumlah Tanggungan Petani ... 20

2. Tingkat Pendidikan Petani ... 22

3. Mata Pencaharian Utama ... 24

4. Mata Pencaharian Sampingan ... 24

5. Pendapatan Petani ... 25

6. Status Pemilikan Lahan Petani ... 27

7. Klasifikasi Pengertian DAS ... 28

8. Klasifikasi Persepsi Responden Mengenai Kondisi DAS ... 31

9. Pengelompokan Ada Tidaknya Kerugian yang Dirasakan jika DAS Rusak ... 33

10. Klasifikasi Pengaruh Menurunya Kualitas Air dalam DAS ... 35

11. Manfaat DAS Menurut Informan ... 36

12. Kepentingan Masyarakat Terhadap Sungai ... 37

13. Penanaman dengan Cara Dihampar ... 42

14. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Sesin... 45

15. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Ubi ... 46

16. Jenis Tanaman yang Ditanam ... 46

(12)

Teks

1. Peta Kecamatan Sukaresmi ... 58

2. Peta Desa Cikanyere ... 59

3. Luas Administrasi Pemerintahan Sub DAS Cikundul ... 60

(13)

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai akan selalu berhubungan dengan tiga unsur pokok, yaitu lahan, air sungai dan manajemen. Secara umum manajemen Daerah Aliran Sungai, berarti manajemen sumberdaya alam yang dapat pulih seperti air, tanah dan vegetasi dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan air. Banyaknya kondisi DAS yang kritis merupakan fakta bahwa pemanfaatan lahan masih kurang bijaksana. Keberlangsungan suatu Daerah Aliran Sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, dimana aktivitas tersebut sangat dipengaruhi pula oleh perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap mental).

(14)

Berbagai penelitian yang telah ada, sejauh ini belum ada yang mengarah pada penggalian persepsi dan perilaku suatu masyarakat sehingga mampu mengelola ekosistem DAS. Belakangan ini banyak permasalahan penting yang sangat perlu mendapat perhatian, yaitu terganggunya keseimbangan ekologi di beberapa daerah aliran sungai. Dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) terdapat berbagai macam penggunaan lahan oleh masyarakat, yaitu pemukiman, budi daya pertanian, dan sebagainya. Pola penggunaan lahan tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi DAS. Dalam rangka mendukung penelitian sebelumnya maka penelitian ini penting untuk mengetahui persepsi dan perilaku masyarakat sehingga mereka mampu menjaga kondisi tanah, air dan vegetasi sehingga kelestarian lingkungan daerah aliran sungai terwujud.

Perumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada bagaimana persepsi masyarakat dan perilakunya dalam mengelola DAS. Permasalahan penelitian dapat dirumuskan kedalam beberapa bentuk pertanyan pokok sebagai berikut :

• Bagaimana persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan Daerah

Aliran Sungai (DAS) ?

• Bagaimana persepsi masyarakat mempengaruhi perilakunya?

• Pola tanam dan jenis tanaman apa yang dipilih petani dalam upaya

pengelolaan DAS ?

• Bagaimana masyarakat melakukan pengorganisasian dalam pengelolaan DAS?

Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap ekosistem DAS dan fungsinya.

2. Menjelaskan perilaku masyarakat dalam pengelolaan ekosistem DAS meliputi jenis dan pola tanam yang dipilih.

(15)

Manfaat Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Persepsi

Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Persepsi sosial umumnya berkaitan dengan pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap struktur kognitif dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial (Saarinen, 1976 dalam Harihanto 2001). Demikian pula dengan Krench (1962) dalam Harihanto (2001) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses kognitif yang kompleks, yang menghasilkan gambaran tentang suatu kenyataan yang mungkin sangat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya.

Surya (2004) menyatakan bahwa, pengamatan terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan, yang diterima oleh individu melalui alat indra. Rangsangan itu kemudian diteruskan ke pusat kesadaran, yaitu otak untuk diberi makna atau tafsiran. Dengan demikian, proses pengamatan berlangsung dalam tiga tahapan, yatu :

a. Penerimaan rangsangan oleh alat indra.

b. Pengiriman informasi ke pusat kesadaran atau otak. c. Pemberian tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Batent (1997) dalam Harihanto (2001) menyatakan bahwa persepsi sebagai penafsiran otak terhadap apa yang dirasakan seseorang. Dengan demikian persepsi terhadap suatu stimulus memiliki peluang besar untuk sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Jika ternyata persepsi seseorang tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya, informasi ini bisa digunakan untuk melakukan intervensi dalam rangka membentuk persepsi yang benar.

Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan

(17)

merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah-rubah setiap saat (Irwan, 1992).

Salah satu aspek penting dalam kebudayaan manusia yang berlaku semenjak nenek moyang kita dahulu hingga kini, adalah adanya kesadaran serta penghayatan akan arti penting dan pengaruh alam sekeliling atas perikehidupan manusia. R. Firth dkk (1960) dalam Lamech & Hutomo (1995) menerangkan hal itu sebagai berikut :

• Keadaan alam sekeliling memang nyata memberikan batas-batas yang luas

bagi kemungkinan hidup manusia.

• Tiap keadaan alam sekeliling yang mempunyai coraknya sendiri-sendiri,

sedikit banyak memaksa orang yang hidup di pangkuannya untuk menuruti suatu cara hidup yang sesuai dengan keadaan.

• Keadaan alam sekeliling bukan saja memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan, tetapi juga menyediakan bahan-bahan yang dapat memuaskan kebutuhan hidup bagi manusia.

• Keadaan alam sekeliling juga mempengaruhi keselarasan hidup budaya manusia, seperti terlihat pada upacara-upacara yang berhubungan dengan kepercayaan.

(18)

centris), melainkan ia juga harus dipelihara dan ditata demi kelestarian lingkungan itu sendiri (eco centris) (Lamech & Hutomo,1995).

Pengertian dan Pengelolaan Dearah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan (Manan, 1995). Sebuah DAS merupakan kumpulan dari banyak sub DAS yang lebih kecil. Ukuran dan bentuk DAS dengan sendirinya berbeda satu dengan yang lainnya (Manan, 1995). Curah hujan sebagai input dan debit air di sungai sebagai output, dengan semua sedimen yang dikandungnya (Manan, 1995). Mengacu kepada pengertian DAS dalam uraian di atas, maka di dalam suatu DAS terdapat berbagai komponen sumberdaya, baik sumberdaya alam (natural capital), yaitu udara (atmosphere), tanah dan batuan penyusunnya, vegetasi, satwa, sumberdaya manusia (human kapital), pranata institusi formal maupun informal (social capital), maupun sumberdaya buatan (Man made capital) yang satu sama lain saling berinteraksi. Komponen sumberdaya tersebut adalah khas untuk suatu DAS sehingga menjadi karakteristik di DAS tersebut (Rusdiana dkk, 2003).

Boehamer et al (1997) dalam Rusdiana dkk (2003), menyatakan bahwa pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara terpadu merupakan suatu proses penyusunan dan penerapan suatu tindakan yang melibatkan sumberdaya alam dan manusia di dalam DAS dengan pertimbangan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, lingkungan dan institusi (kelembagaan) dalam pengelolaan DAS. Dinyatakan pula oleh Rusdiana dkk (2003), bahwa kata kunci yang menandai pengertian pengelolaan DAS terpadu adalah :

• Pengelolaan sumberdaya alam

• Pemenuhan kebutuhan manusia sekarang dan yang akan datang • Kelestarian dan keserasian ekosistem

• Pengendalian hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan manusia • Penyediaan air, pengendalian erosi, banjir dan sedimentasi

• Mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, lingkungan dan

(19)

Pengelolaan DAS pada dasarnya adalah pengelolaan sumberdaya alam dan buatan yang terdapat di suatu DAS. Tujuan pengelolaan DAS yang dapat dirumuskan dari pengertian pengelolaan DAS dan pengelolaan DAS terpadu adalah terpeliharanya :

a. Kelestarian fungsi produksi b. Kelestarian fungsi lingkungan

c. Kelestarian fungsi sosial-ekonomi (Rusdiana dkk, 2003).

Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS)

Manajemen DAS adalah manajemen sumber daya alam yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah dan vegetasi dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan air untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan masyarakat yaitu air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dsb (Manan, 1995). Konsepsi manajemen DAS menurut Manan (1995) didukung oleh perkembangan, antara lain:

1. Pengetahuan terus bertambah tentang siklus hidrologi dan peranannya.

2.

Pertambahan penduduk yang pesat sehingga mengakibatkan tekanan terhadap kebutuhan tanah dan air.

3.

Meningkatnya kebutuhan air, disebabkan kemajuan teknologi dan meningkatnya taraf hidup masyarakat.

4.

Timbulnya masalah kekurangan air, banjir, erosi, pencemaran, dll.

5.

Para perencana mulai mengakui DAS sebagai unit terbaik untuk tujuan manajemen SDA.

Tujuan utama manajemen DAS adalah tercapainya suatu keadaan dalam DAS yang memungkinkan terlaksananya keadaan tata air yang baik dalam hal ini hasil air yang optimum dipandang dari aspek kuantitas, kualitas dan legimen (timing) (Manan, 1995).

(20)

pada banyak DAS di Indonesia. Kittrelge (1948) dalam Manan (1995) pelaksanaan manajemen DAS meliputi 4 tahapan, yaitu pengenalan, pemulihan (rehabilitasi), perlindungan dan perbaikan.

Sebuah sistem sungai yang bermula dari sumbernya (mata air) hingga bermuara ke laut, merupakan kesatuan organik yang tidak dapat dipisahkan. Setiap campur tangan dan tindakan manusia dari bagian tertentu akan mempengaruhi bagian sungai lainnya. Jadi sebuah DAS atau Sub DAS (watershed), dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem, dimana terdapat masukan berupa curah hujan dan keluaran berupa aliran air sungai. Dalam sebuah DAS terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, perkebunan, pertanian lahan kering, persawahan, perikanan kolam dan tambak, areal penggembalaan, lapangan golf dan sebagainya. Kebanyakan penduduk bermukim sepanjang sungai dan dalam suatu DAS, serta berusaha memanfaatkan semua sumber daya alam yang terdapat didalamnya. Dampaknya tidak selalu positif, bahkan banyak yang negatif dalam arti pengurasan sumberdaya alam dan produksi limbah dan pencemaran sungai (Manan, 1995).

Organisasi dan Penguasaan Lahan

(21)

Menurut Eghter dan Selato (1999), organisasi masyarakat tingkat desa dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Berdasarkan asal dibentuknya

oDibentuk berdasarkan kekuasaan atas desa (pemerintah pusat atau daerah). oDibentuk melalui swadaya masyarakat dengan proses sejarah yang

menyertainya.

oDibentuk atas dasar rumusan atau konsensus bersama antara pemerintah

(atas desa) dan masyarakat desa. b. Berdasarkan atas keformalannya

o Organisasi masyarakat berbentuk formal atau ada aturan tertulisnya o Non formal atau tidak ada aturan tertulis

o Peralihan non formal ke formal

c. Hubungan pengendalian dari atasan kepada bawahan d. Berdasarkan ukuran jumlah anggotanya

o Organisasi relatif besar, jumlah anggota ± 50 orang. o Organisasi relatif kecil, jumlah anggota 5-12 orang.

o Berukuran sedang, jumlah anggota antara organisasi besar dan organisasi

kecil.

Ditinjau dari sudut pandang pengelolaan dan penguasaannya, bagian lahan di Daerah Aliran Sungai merupakan Public land dan sebagian lainnya merupakan

privat land. Dalam kenyataanya public land tersebut merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi-konservasi yang dikuasai oleh negara, sedangkan privat land merupakan lahan usaha pertanian dan pemukiman yag dikuasai dan dikelola oleh penduduk (Geo, 1997).

(22)

sehingga tanah menjadi semakin miskin. Keadaan ini diperburuk dengan sistem penguasan tanah yang sebagian besar petani penggarap di daerah itu adalah bukan pemilik tanah (Mustadjab, 1986).

Tanah sebagai faktor produksi utama bagi usaha-usaha pertanian, sangat menentukan tingkat hidup petani, karena kesempatan kerja diluar pertanian masih sangat kurang (Mustadjab, 1986). Tidak dikuasainya tanah sebagai faktor produksi utama, dapat membawa banyak akibat negatif, diantaranya:

• Kurangnya rasa tanggung jawab atas usaha pengawetan tanah.

• Kurang dapatnya petani menerapkan teknologi baru dalam usahataninya. • Rendahnya produktivitas usahatani (Mustadjab, 1986).

(23)

METODOLOGI

Kerangka Pemikiran

Wilayah DAS merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan komponen utama tanah, air, vegetasi dan manusia. Faktor ini berinteraksi dan manusia berperan sebagai pengelola sumberdaya tanah, air dan vegetasi. Hal ini memperlihatkan di DAS terdapat dua sub-sistem, yaitu sub-sistem bio-fisik dan sub-sistem sosial-ekonomi. Sub-sistem bio-fisik terdiri dari iklim, tanah, air, tumbuhan dan satwa. Pada sisi lain, manusia sebagai pengelola membentuk sub-sistem sosial dengan komponen-komponen antara lain penduduk, teknologi, dan struktur sosial.

Sekelompok masyarakat yang hidup di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) akan banyak berinteraksi dengan komponen-komponen disekelilingnya. Interaksi yang terjadi akan berdampak, baik berdampak positif ataupun lebih banyak dampak negatifnya. Sebagai contoh, penggunaan lahan yang mengabaikan tingkat kemampuan atau kesuburan lahan akan menyebabkan lahan rusak. Kriteria penggunaan lahan yang baik adalah alokasi yang sesuai dengan kemampuannya, fluktuasi debit di sungai kecil, pengendalian erosi dan sedimentasi, produktivitas lahan optimal dan lestari serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Kesinambungan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) berkaitan dengan aktivitas masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh perilaku dalam pengelolaan ekosistem DAS. Untuk menghindari kerusakan ekosistem DAS perlu adanya suatu sistem pengelolaan yang bijaksana.

(24)

Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kesalah pengertian terhadap variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini, variabel-variabel penelitian didefinisikan sebagai berikut :

1. Persepsi, adalah penilaian informan terhadap pengertian, kualitas, dan manfaat ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Indikator yang di ukur adalah :

a. Persepsi masyarakat terhadap kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul.

b. Persepsi masyarakat terhadap fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul.

c. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul.

d. Persepsi masyarakat terhadap peran para pihak dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul.

e. Persepsi masyarakat terhadap pengorganisasian petani

Pengukurannya adalah dengan mengelompokkan data yang didapat menjadi beberapa kelompok. Persepsi bernilai baik jika bersifat positif, dan bernilai buruk jika bersifat negatif.

2. Perilaku, adalah tindakan manusia yang didasari oleh persepsi dan faktor lainnya. Perilaku masyarakat dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan oleh masyarakat berupa :

a. Kegiatan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul terutama dalam pola tanam, penentuan jenis pohon yang ditanam, dan teknik konservasi.

b. Kegiataan berorganisasi dalam pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul.

3. Organisasi, adalah suatu sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Indikator yang diukur adalah :

• Pengorganisasian dalam pengelolaan ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai

(DAS) Cikundul.

(25)

4. Penguasaan lahan, adalah penguasaan oleh suatu rumah tangga atas lahan, baik berupa hak milik, sakap dan sewa serta hak untuk menguasai sebagian atau keseluruhan hasil yang diperoleh dari lahan tersebut.

Aspek penguasaan lahan perlu diketahui untuk menganalisis adanya hubungan penguasaan lahan terhadap pola tanam dan penentuan jenis pohon tertentu yang ditanam.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini di laksanakan di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur. Penentuan tempat dilakukan secara purposive atau sengaja dengan pertimbangan memenuhi syarat untuk menjaadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2006.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya disertai alat tulis menulis untuk wawancara di lapangan dan kamera untuk keperluan dokumentasi.

Sasaran Penelitian

Sasaran atau objek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di wilayah Daerah Aliran Sungai yang menggarap atau mengusahakan lahan baik pada lahan milik sendiri, sewa ataupun garapan.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Informan sebanyak 30 orang ditentukan secara acak (random). Data yang digunakan ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi

(26)

b. Data persepsi masyarakat mengenai pengelolaan ekosistem DAS.

c. Data tentang kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem DAS.

d. Data tentang organisasi masyarakat dalam pengelolaan Ekosistem DAS. 2. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi :

a. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian yang terdiri dari letak dan luas lokasi penelitian, topografi, iklim, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat.

b. Data-data lain yang berhubungan dengan penelitian untuk melengkapi data yang sudah ada.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

a. Pengamatan (observasi), dilakukan dengan pengamatan kepada aktivitas masyarakat dan kondisi ekosistem Daerah aliran Sungai (DAS).

b. Wawancara menggunakan kuesioner terstruktur maupun wawancara bebas.

c. Data sekunder yang relevan dengan penelitian.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(27)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak

Secara geografis Sub DAS Cikundul terletak pada 6040’ LS – 6048’ LS dan 106057’ BT – 107o22’ BT, sedangkan ketinggian di atas permukaan laut yaitu 220 m di Genangan Waduk Cirata sampai dengan 3.019 m di Puncak Gunung Pangrango. Sub Das Cikundul mencakup 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta. Secara terinci, administrasi desa yang termasuk wilayah Sub DAS Cikundul disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Wilayah Administrasi Desa di Sub DAS Cikundul

Kabupaten / Kecamatan Desa

1 2 CIANJUR

1.Pacet

2.Sukaresmi

3.Cikalong kulon

4.Mande

PURWAKARTA 1. Maniis

Ciherang, Cipendawa, Sukatani, Sindang Jaya, Cimacan, Ciloto, Batulawang, Palasari, Sukanagalih, Sindanglaya, Cibodas, Gadog Cipanas.

Cikanyere, Kawungluwuk, Cibadak, Ciwalen, Kubang, Sukamahi, Cikancana, Sukaresmi.

Sukamulya, Kamurang, Ciramagirang, Cinangsi, Mentangsari, Sukagalih,

Mekargalih, Warudoyong, Lembahsari, Gudang, Neglasari,

Mekarjaya, Padajaya, Majalaya, Cijagang.

Kutawaringin, Leuwikoja, Jamali, Ciandam.

Ciramahilir, Tegal datar, Cijati, Pasir jambu, Gunung karung, Citamiang, Sinargalih.

(28)

Berdasarkan Tabel 1, Desa Cikanyere termasuk dalam wilayah Sub DAS Cikundul. Desa Cikanyere berada pada ketinggian 700 m dari permukaan laut dengan letak administratifnya sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Desa Kawung Luwuk • Sebelah Timur : Desa Sukaresmi

• Sebelah Selatan : Desa Pakuwon dan Desa Kutawaringin • Sebelah Barat : Desa Cibodas Kecamatan Pacet

Desa Cikanyere terdiri dari empat dusun, delapan rukun warga dan 32 rukun tetangga. Dusun-dusun yang terdapat di desa ini diantaranya :

Dusun I : Pakuwon Dusun II : Jukut siil Dusun III : Cipendawa Dusun IV : Simpang

Luas

(29)

Tabel 2 Data Luas Wilayah Desa Cikanyere Menurut Penggunaannya Tahun

Pemukiman warga dan jalan Sawah irigasi setengah teknis Perkebunan/ladang

Hutan Perkantoran Sekolah

Tempat pemakaman umum Rekreasi dan olah raga :

a. Lapangan sepak bola b. Lapangan olah raga lainnya c. Taman rekreasi

Kolam/empang Rawa

Tanah darat dan kebun masyarakat Tempat peribadatan

Sumber : Data Ekspos Desa Cikanyere 2006

(30)

Topografi dan Iklim

Kondisi topografi Sub DAS Cikundul bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit dan bergunung, dengan Desa Cikanyere di dalamnya bertopografi datar dan sedikit berbukit. Berdasarkan pada tingkat kemiringan, wilayah Sub DAS Cikundul dapat dibedakan menjadi beberapa kelas, seperti tampak pada Tabel 3. Tabel 3 Distribusi Kelas Kemiringan Lahan Sub DAS Cikundul

No Kemiringan (%) Kelas Luas (ha) %

Sumber : Data Rencana Teknik Lapang Sub DAS Cikundul 2003

Dengan demikian sebagian besar wilayah Sub DAS Cikundul tergolong kedalam kelas kemiringan kurang dari 15 % atau datar.

Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap proses erosi adalah curah hujan. Semakin tinggi intensitas curah hujan dan semakin lama hujan jatuh, maka erosi yang terjadi akan semakin besar. Curah hujan tahunan Sub DAS Cikundul selama lima tahun (sumber Badan Meterologi dan Geofisika), berkisar antara 1.657 mm – 2.766 mm. Jumlah hari hujan dalam satu tahun berkisar antara 104 hari – 180 hari. Rata-rata bulan basah antara 7 – 10 bulan. Suhu rata-rata tahunan adalah 220 C – 240 C dengan tingkat kelembaban udara berkisar antara 68 % - 83 %. Curah hujan tahunan Desa Cikanyere sekitar 3000 mm/bulan, dengan bulan basah selama 6 bulan. Suhu udara harian rata-rata sebesar 240 C – 330 C.

(31)

Keadaan Sosial Ekonomi

a. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Cikanyere pada tahun 2005 berjumlah 6. 078 jiwa dan mengalami sedikit penambahan pada tahun 2006 menjadi 6.321 jiwa. Data penduduk Desa Cikanyere berdasarkan kelompok umur dan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur Sumber : Data Ekspose Desa Cikanyere 2006

Tabel 5 Jumlah Penduduk Bedasarkan Jenis Kelamin

No Indikator

Jumlah

2005 2006 1.

2.

Jumlah penduduk laki-laki Jumlah penduduk perempuan

3190 2888

3184 3137

Jumlah 6.078 6.321

Sumber : Data Ekspose Desa Cikanyere 2006

(32)

Tabel 6 Sebaran Umur Petani

No Umur Frekwensi persentase

1.

Sumber : Data Primer haasil Penelitian

Berdasarkan tabel 6, telihat bahwa proporsi petani berusia 14 – 64 tahun menunjukan persentasi terbesar (73,33 %). Hal ini menandakan bahwa sebagian besar petani berada pada golongan usia produktif.

Masing – masing petani memiliki tanggungan yang berbeda-beda dalam rumah tangganya. Jumlah tanggungan petani rata-rata kurang dari 7 orang dengan kisaran, kurang dari 5 orang sebanyak 13 orang (43,33%) dan kisaran 5-7 orang sebanyak 13 orang (43,33%). Istri dan anak-anak mereka yang telah beranjak dewasa umumnya turut membantu dalam mengelola usaha tani.

Gambar 1. Jumlah Tanggungan Petani

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu syarat dalam upaya meningkatkan sumberdaya manusia yang selanjutnya mempunyai peran penting dalam pembangunan. Mengingat sangat pentingnya masalah pendidikan dari tahun ke tahun, baik pemerintah maupun masyarakat Desa Cikanyere telah melakukan upaya kearah peningkatan perkembangan pendidikan masyarakat.

44%

43% 13%

(33)

Menurut hasil ekspos Desa Cikanyere tahun 2006, salah satu indikator terjadinya peningkatan perkembangan pendidikan masyarakat yaitu menurunnya jumlah penduduk buta huruf dan penduduk tidak tamat SD, serta meningkatnya jumlah penduduk yang tamat sekolah di berbagai jenjang mulai dari SD sampai tingkat perguruan tinggi sebagai mana terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Data Tingkat Perkembangan Pendidikan Masyarakat Desa Cikanyere N

O

INDIKATOR SUB INDIKATOR JUMLAH

2005 2006

1 2 3 4 5

1

2.

3.

Pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas

Wajib belajar 9 tahun dan angka putus sekolah

Prasarana pendidikan

1.Jumlah penduduk buta huruf

2.Jumlah penduduk yang tidak tamat SD

3.Jumlah penduduk tamat SD/sederajat

4.Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat

5.Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat

6.Jumlah penduduk tamat D1 7. Jumlah penduduk tamat D

2

8.Jumlah penduduk tamat D3 9.Jumlah penduduk tamat S1 10.Jumlah penduduk tamat S2 11.Jumlah penduduk tamat S3

1.Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah

2. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang masih sekolah

3. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun putus sekolah

1. SLTA / sederajat 2. SLTP / sedrajat 3. SD / sederajat

4. Jumlah lembaga pendidikan agama/ pesantren

5. Lembaga pendidikan lain(kursus/sejenisnya) 6. Taman kanak-kanak

-

Sumber : Data Ekspos Desa Cikanyere 2006

(34)

Dapat dikatakan bahwa Desa Cikanyere mengupayakan peningkatan dan perkembangan segi pendidikan.Tingkat pendidikan petani yang terpilih sebagai informan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tingkat Pendidikan Petani

Sebagian besar petani terpilih (93 %) pendidikannya hanya mencapai tingkat sekolah dasar, baik tamat ataupun tidak tamat. Tingkat SLTP hanya sebanyak 1 orang (3,33%) dan pada tingkat SLTA sebanyak 1 orang (3,33%). Sedangkan tingkat pendidikan perguruan tinggi belum ada.

Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa tingkat pendidikan petani terpilih di Desa Cikanyere tergolong rendah. Pada dasarnya salah satu tolok ukur kualitas sumberdaya manusia adalah pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mendorong pola pikir dan kreatifitas yang mampu menangkap peluang atau kesempatan untuk berusaha. Kondisi yang kurang menguntungkan bagi pemasyarakatan suatu program di desa ini adalah rendahnya tingkat pendidikan. c. Mata Pencaharian

Mata pencaharian Penduduk Desa Cikanyere pada tahun 2005 terdiri dari, sebanyak 350 orang (5,54 %) sebagai petani dan 175 orang (2,77 %) sebagai buruh tani. Secara terinci distribusi mata pencaharian penduduk desa Cikanyere dapat dilihat pada Tabel 8.

93%

3.33%

3.33%

Tidak tamat/tamat SD

SLTP

(35)

Tabel 8 Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cikanyere

No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Persentase (%) 1. Sumber : Profil Desa dan Profil Kelurahan

Berdasarkan Tabel 8, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar penduduk (10,12%) bermatapencaharian sebagai pedagang/wiraswasta/pengusaha. Menurut data ekspos desa, peningkatan pendapatan masyarakat terutama sektor pertanian dan industri rumah tangga merupakan hasil adanya bantuan modal Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Modal usaha tersebut merupakan program bantuan dari Dewan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Barat.

(36)

Gambar 3. Mata Pencaharian Utama

Beberapa responden memiliki pekerjaan sampingan, seperti beternak, dagang, kuli, buruh tani, supir dan ada pula yang menjadikan bertani sebagai pekerjaan sampingan (3 %) seperti tampak pada Gambar 4.

Gambar 4. Mata Pencaharian Sampingan

Penduduk yang tidak memiliki mata pencaharian sampingan sebesar 38%. Mata pencaharian sampingan sebagian besar adalah sebagai buruh tani (23%), lainnya berupa peternak (13%), sebagai kuli baik kuli bangunan atau sesuai permintaan (3%), sebagai pedagang sebanyak (17%), sebagai supir (3%) dan sebagai petani (3%).

Penduduk yang bermata pencaharian pokok sebagai petani (93%), sebagian besar bermata pencaharian sampingan sebagai buruh tani. Mata pencaharian sampingan sebagai buruh tani atau tenaga upahan merupakan suatu strategi survival. Ketika pendapatan yang diperolehnya dari bertani di lahan sewa,

93%

3.33%

3.33%

Petani

Buruh tani

Wirasw asta

13% 3%

23%

17% 3%

3% 38%

Ternak

Kuli

Buruh tani

Dagang

Supir

Petani

(37)

garapan ataupun lahan milik sendiri belum mencukupi untuk pemenuhan kebutuhannya karena bekerja sebagai buruh tani atau tenaga upahan ini sudah jelas pendapatan perharinya. Untuk setengah harinya mereka biasa memperoleh antara Rp 12.000 – Rp 15.000. Untuk menambah penghasilan dari usaha taninya, petani tidak menanam satu jenis tanaman saja, tetapi mengusahakan jenis lain selain tanaman pokok dilahan yang sama.

Pendapatan Petani

Pendapatan petani merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan petani dalam suatu wilayah. Makin tinggi pendapatan petani maka makin sejahtera petani tersebut (Boedianto, 1993).

Hasil analisis data primer menunjukan bahwa, tingkatan pendapatan responden diukur dengan 3 tingkatan yaitu < Rp 500.000 sebanyak 26 orang (86,67%), Rp 500.000 – Rp 1000.000 sebanyak 3 orang (10%), dan > 1000.000 sebanyak 1 orang (3,33%). Petani rata-rata berpendapatan < Rp 500.000 (87 %), hal ini menunjukan bahwa pendapatan yang mereka peroleh sangat minim sekali oleh karena itu menjadi buruh tani atau tenaga upahan merupakan suatu strategi survival untuk mencukupi kebutuhannya. Tingkat pendapatan petani disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Pendapatan Petani

87%

10% 3%

Pendapatan < Rp 500.000

Pendapatan Rp 500.000 - Rp 1000.000

(38)

Besarnya pengeluaran tiap-tiap petani responden disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Pengeluaran Rumah Tangga Responden

No Jenis pengeluaran Frekwensi Persentase (%)

1 Keperluan sehari-hari per hari a. < Rp 10.000 2 Tagihan (listrik, air, desa) per

bulan

e. Tidak mengeluarkan

biaya sekolah

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian

(39)

d. Pemilikan Lahan

Menurut Supriyo (1986) dalam Boedianto (1993), secara umum pemilikan lahan di Jawa adalah sempit, rata – rata 0.6 ha setiap keluarga. Boedianto (1993) mengatakan bahwa, jarang didalam satu keluarga memiliki lahan melebihi luas 5 ha. Luas pemilikan lahan petani di Desa Cikanyere sebagian besar tergolong pada strata I (60 %), adapun luas lahan petani penggolongan dilakukan berdasarkan Kartasubrata (1986).

Tabel 10 Luas Pemilikan Lahan Petani Strata

kepemilikan lahan

Luas (ha) Frekwensi Persetase (%)

Strata I

Sebagian besar status kepemilikan lahan yang ada adalah lahan guntai, sehingga sebagian besar lahan petani (51 %) berupa garapan dan sewa (33 %). Proporsi luas lahan berdasarkan statusnya disajikan pada Gambar 6.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi

Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS)

Berikut ini merupakan klasifikasi persepsi masyarakat mengenai pengertian DAS (Gambar 7).

Penampungan air

Mata air

Air Sungai

(cai) Irigasi

(73,33%) Air resapan hutan

Pesawahan (serang) Pengertian DAS Areal lahan/daratan Kebun (kebon)

(10% ) Tegalan

Tidak tahu (16,67%)

Gambar 7. Klasifikasi Pengertian Daerah aliran Sungai (DAS)

(41)

Beberapa alasan yang mendasari pernyataan masyarakat mengenai pengertian DAS antara lain:

• Masyarakat menyatakan DAS adalah air (73,33 %). Mereka beranggapan

bahwa DAS adalah Sungai Cikundul atau sesuatu yang berhubungan dengan air, seperti penampungan air, mata air, irigasi dan air resapan hujan. Ciri-ciri masyarakat yang menyatakan persepsi tersebut adalah masyarakat yang merupakan anggota kelompok tani (15 orang), permukiman mereka seluruhnya jauh dari sungai dan pendidikannya hanya mencapai tingkat sekolah dasar (tamat maupun tidak tamat). Berikut ini beberapa pernyataan masyarakat mengenai pengertian DAS.

” D a e ra h a lira n s u n ga i n u d id ie u m a h n ya w a h a n ga n

Ciku n d u l, n ga n ka d itu n a te b ih p is a n . Aya ge

w a h a n ga n cip u tri n u s o k d ia n ggo iriga s i ka s e ra n g.”

Salah seorang informan lain mengatakan :

” D a e ra h Alira n S u n ga i d i le m b u r ie u s a m i s a re n g

iriga s i, n ya e ta ca i a n u tia s a a lirke u n ka s e ra n g, a ya o ge

n u n ga n ggo d is e l ja n g n a rik ka lu h u rn a ”.

• Masyarakat menyatakan DAS adalah areal lahan atau daratan (10 %). Mereka beralasan bahwa, yang mereka pahami mengenai DAS adalah wilayah yang dialiri atau dilewati sungai, sehingga mereka beranggapan DAS berupa pesawahan, kebun dan tegalan. Ciri-ciri msyarakat yang menyatakan persepsi tersebut adalah masyarakat yang merupakan anggota kelompok tani, dua orang diantaranya bermukim dekat dengan sungai, dan pendidikannya mencapai tingkat Sekolah Dasar (1 orang), SLTP (1 orang) dan SLTA (1 orang).

Menurut aparat desa, pengarahan atau penyuluhan mengenai DAS masih dalam rencana dan akan dijadikan materi sekolah lapang. Berikut ini pernyataan informan aparat desa :

” D i le m bu r Cika n ye re , p e la tih a n a ta n a p i p e n yu lu h a n

D AS te u a ca n le b e t. N e m b e a ya re n ca n a w a e , e n gkin ti

AMD AL ce u n a h b a d e m a s ih a n m a te ri. Ta p i d u ka

(42)

Masyarakat sebesar 16,67 % menyatakan tidak tahu mengenai pengertian DAS. Ciri-ciri masyarakat yang menyatakan hal tersebut adalah, masyarakat bukan anggota kelompok tani, pendidikannya hanya sampai tingkat Sekolah Dasar dan letak permukiman mereka jauh dari sungai.

(43)

Tutupan lahan banyak (seueur pepelakan)

Infiltrasi baik/ cepat menyerap air (gampil nyerep cai) Sedikit erosi/tidak pernah terjadi erosi

Tanah (taneuh) kasar, menggumpal Tanaman selalu tumbuh dengan baik

Baik Kondisi tanahnya baik Warna tanah hitam (hedeung), merah (beureum)

(73,33%) Jika dibiarkan rumput (jukut) cepat tumbuh

Gembur

Adanya lahan terbuka

Infiltrasi lambat / agak lama menyerap air

Erosi sedang/pernah terjadi erosi

Kondisi DAS Agak rusak

(26,67 %)

Tanah halus (taneuh lemes)

tanah agak rusak

Jika ditanami tanaman tumbuh kurang bagus

Rusak

(0%)

(44)

Klasifikasi di atas (Gambar 8) menggambarkan bahwa, 73,33% masyarakat mengatakan DAS dalam kondisi baik. Keadaan tersebut ditandai dengan :

• Lahan yang masih banyak tertutup tumbuhan. Lahan dengan keadaan selalu

tertutup oleh tumbuhan, baik tanaman pertanian maupun pohon. Tanaman pertanian dengan sengaja ditanam dalam rangka budi daya usaha tani, sedangkan pohon ditanam dalam rangka penghijauan, rehabilitasi lahan dan atas perintah pemilik lahan.

• Infiltrasi tanah baik. Ditunjukan oleh kemampuan tanah yang cepat menyerap air hujan, sehingga tidak terjadi genangan air di permukaan tanah. • Erosi yang terjadi sedikit atau hampir tidak terjadi. Sesuai yang tampak

dilapangan, bahwa topografi Desa Cikanyere adalah datar dan sedikit berbukit.

• Keadaan tanah baik. Sesuai pandangan masyarakat, tanah yang baik adalah

tanah yang jika dipegang terasa kasar dan jika diamati tanah masih menggumpal, mengandung liat, jika ditanami, tanaman selalu tumbuh subur. Dari segi warna, tanah berwarna hitam, merah dan jika tanah dalam kondisinya baik dibiarkan, maka rumput akan cepat tumbuh.

Masyarakat yang menyatakan keadaan DAS baik, dicirikan oleh sebanyak 16 orang merupakan anggota kelompok tani, tingkat pendidikan hanya mencapai Sekolah Dasar, dan letak permukiman mereka jauh dari sungai. Letak lahan yang diusahakan pun bervariasi, dari lahan yang letaknya dekat dengan sungai dan pemukiman, dekat permukiman dan jauh dari sungai, serta jauh dari sungai dan permukiman.

Sebesar 26,67% masyarakat mengatakan DAS kondisinya agak rusak. Keadaan tersebut ditandai dengan :

• Adanya lahan terbuka atau lahan tersebut tidak dimanfaatkan. Lahan terbuka

ditandai dengan tidak adanya tumbuhan pada areal lahan tersebut atau lahan tersebut belum diusahakan untuk budi daya tertentu.

• Infiltrasi tanah lambat. Apabila hujan turun, tanah agak lambat menyerap air sehingga sempat terjadi genangan.

(45)

• Tanah agak rusak. Ciri tanah rusak menurut masyarakat, yaitu jika diremas tanahnya terasa halus, tanaman tumbuh kurang baik sehingga hasil panen rugi. Berakibat pada kerugian hasil panen.

Masyarakat yang menyatakan keaadaan DAS agak rusak, dicirikan oleh sebanyak 2 orang merupakan anggota kelompok tani, tingkat pendidikan hanya mencapai Sekolah Dasar, dan letak permukiman mereka jauh dari sungai. Letak lahan yang diusahakan pun bervariasi, dari lahan yang letaknya dekat dengan sungai dan pemukiman, dekat permukiman dan jauh dari sungai, serta jauh dari sungai dan permukiman.

Mengacu pada persepsi masyarakat mengenai kondisi DAS (Gambar 8), dapat diketahui persepsi masyarakat apabila DAS rusak (Gambar 9).

Hasil panen turun dan tidak menguntungkan

Biaya ekstra untuk pemupukan tanah (ngaberakan taneuh) Kerugian usaha pertanian

Tanaman tidak tumbuh subur

Tidak bisa bertani

Rugi Erosi

(93,33%)

Longsor DAS rusak

Faktanya

Tidak rugi DAS tidak rusak Pohon & tanaman

banyak yang tumbuh (6,67%)

Tidak pernah terjadi longsor

Tanaman selalu tumbuh subur

Gambar 9. Pengelompokan Alasan Ada Tidaknya Kerugian yang Dirasakan Jika DAS Rusak

(46)

pertanian. Menurut masyarakat, DAS yang rusak mengakibatkan tanah kurang subur. Akibat tanah yang kurang subur, kerugian usaha tani yang dirasakan berupa, hasil panen turun sehingga tidak menguntungkan, perlu tambahan biaya untuk pemupukan. Sebagian masyarakat (6,67%) menyatakan, tidak rugi jikalau DAS rusak. Faktanya sampai saat ini DAS masih terlihat baik, ditandai oleh, banyak pohon dan tanaman tumbuh subur, dan tidak pernah terjadi longsor.

Kerugian yang dirasakan masyarakat jika DAS rusak, dapat dihubungkan dengan tingkat kebutuhannya. Berdasarkan data karakteristik responden, 93 % memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sangat membutuhkan lahan untuk usaha tani.Apabila lahan yang mereka butuhkan kurang subur, usaha tani pun tidak menghasilkan, akibatnya penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan berkurang. Ciri lain dari masyarakat yang menyatakan kerugian jika DAS rusak adalah sebanyak 18 orang diantaranya merupakan anggota kelompok tani, matapencaharian utama sebagai petani, berpendapatan kurang dari Rp 500.000 (26 orang) dan pendidikannya hanya mencapai tingkat Sekolah Dasar. Dengan demikian rusaknya DAS akan sangat merugikan masyarakat.

Rusaknya DAS akan menimbulkan kerugian. Jika kualitas air di suatu DAS menurun maka, akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat (76,67%). Pengaruh yang dirasakan diantaranya, air tidak dapat dikonsumsi sehari-hari, mengakibatkan kekeringan (menurut masyarakat, kualitas air menurun berarti air tersedia sedikit) dan penyakit kulit. Air yang tidak dapat dikonsumsi adalah air dengan cirri-ciri :

- Berwarna kuning, merah - Berbau

- Banyak mengandung kotoran.

Ciri masyarakat yang menyatakan hal tersebut adalah informan bukan anggota kelompok tani, pendapatannya Rp 500.000 – Rp 1.000.000, mata pencaharian utama sebagai petani, buruh tani dan wiraswasta, serta tingkat pendidikannya ada yang telah melampaui tingkat Sekolah Dasar.

(47)

PAM sudah masuk ke Desa Cikanyere. Faktanya air di Desa Cikanyere selalu bagus,sehingga selama ini mereka tidak merasakan pengaruh apapun.

Pernyataan salas seorang informan :

“ Ah , ca i d i d ie u m a h s a e , ta ra a ya ga n ggu a n

ja n te n tia s a te ra s d ia n ggo s a d id in te n ”

Ciri-ciri air yang baik menurut pandangan masyarakat adalah, - Tidak berbau

- Air yang berasal dari galian sumur dengan kedalaman ≥ 20, berikut merupakan pernyataan informan :

“U p a m i s u m u rn a je ro , ca in a o ge s a e , n a h la m u n

ca in a kiru h a rtin a s u m u r ke d a h d ita m b ih a n je ro n a ”

- Berwarna bening, bening kebiruan - Tidak terdapat kotoran

- Air yang berasal dari PAM, sungai dan sumur - Rasanya sejuk

(48)

Air kuning, merah

Tidak bisa dikonsumsi

sehari-hari (air buruk) Bau

Banyak kotoran Berpengaruh Kekeringan

(76,67%)

Penyakit kulit

Kualitas air dalam DAS menurun

Dapat beralih menggunakan PAM Tidak berpengaruh

(23,33 %)

Tidak bau

Air galian sumur ≥ 20 m

Warna bening, bening kebiruan Faktanya air disini

selalu bagus Tidak mengandung

kotoran

Air PAM, Sungai, air sumur

Rasa air sejuk

Gambar 10. Klasifikasi Pengaruh Menurunnya Kualitas Air dalam DAS

Hampir seluruh masyarakat di desa Cikanyere mengkonsumsi air sehari-harinya berasal dari sumur. Mereka jarang atau tidak pernah menggunakan air sungai, karena letaknya jauh dari permukiman. Hanya masyarakat yang lokasinya dekat dengan sungai saja yang menggunakan air sungai.

(49)

Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat besar manfaatnya, bagi seluruh (100%) masyarakat. Manfaat DAS menurut pandangan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 11.

83.30%

3.33% 3.33% 6.67%

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

1

Pertanian Irigasi

Pertanian & pemukiman Pertanian & peternakan

Gambar 11. Manfaat DAS Menurut Informan

Sebagian besar masyarakat (83,33 % ) menyatakan bahwa DAS berfungsi untuk areal pertanian. Pertanian dan peternakan (6,67%), untuk pertanian, permukiman dan peternakan (3,33%) dan untuk irigasi (3,33%).

Manfaat adalah dapat menghasilkan sesuatu bagi kehidupan, sehingga arah pandangan manfaat lebih tertuju pada pemanfaatan areal lahan untuk pertanian. Usaha tani merupakan kegiatan yang menghasilkan dan dapat dijadikan sebagai mata pencaharian. Tingkat kepentingan terhadap usaha pertanian sangat tinggi, dibuktikan dengan 93 % responden bermata pencaharian sebagai petani.

(50)

Pembuatan DAM

Pengairan ke

masjid

Memiliki kepentingan (16,67%) buang sampah

Irigasi sawah

Kebutuhan

sehari-hari

Kepentingan masyarakat

terhadap sungai

Untuk kebutuhan

sehari-hari

dari sumur/PAM

Tidak memiliki kepentingan (83,33%)

Letaknya jauh

dari sungai

Gambar 12. Kepentingan Masyarakat Terhadap Sungai

Sebanyak 16,67% masyarakat memiliki kepentingan terhadap sungai. Masyarakat memanfaatkan sungai untuk pembuatan DAM, untuk pengairan ke masjid maupun kesawah, konsumsi kehidupan sehari-hari serta sebagai tempat untuk pembuangan sampah. Masyarakat memandang bahwa sungai berfungsi untuk membersihkan. Airnya dapat dipakai untuk mencuci dan membersihkan segala sesuatu. Aliran sungainya mampu membersihkan segala macam kotoran yang masuk kedalamnya, artinya kotoran yang dibuang kedalamnya hanyut ketempat lain dan lingkungan sekitar mereka tetap bersih (Putra, 1997). Kegiatan membuang sampah disungai dilakukan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di dekat sungai. Penduduk yang masih menggunakan sungai adalah mereka yang bermukim dekat dengan sungai yaitu di dusun IV.

Pernyataan informan :

” La m u n d u s u n n a ca ke t ka w a h a n ga n , w a h a n ga n

tia s a d im a n fa a tke u n ka n ggo m ice u n ru n ta h . D a

re p o t p is a n u p a m i ke d a h n ga ga li lia n g. N gge u s

(51)

d e u i. N ya te u a ya te m p a tn a a tu h ...n a h a te u

m a n fa a tke u n w a h a n ga n w a e ”

Beberapa dusun lainnya terletak jauh dari sungai, sehingga 83,33% responden mengatakan tidak menggunakan air sungai, untuk pengairan lahan pertanian hanya bergantung dari air hujan. Umumnya usaha tani dilakukan di lahan kering (93,33 %) dan konsumsi air sehari-hari berasal dari sumur atau PAM.

Persepsi Masyarakat Mengenai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Apabila Daerah Aliran Sungai rusak, maka masyarakat di wilayah tersebut merasakan kerugian. Pihak yang paling merasakan kerugian apabila DAS rusak adalah masyarakat, sedangkan pemerintah tidak merasakan kerugian apapun. Bentuk kerugian yang dirasakan masyarakat, berupa hilangnya lapangan pekerjaan bidang pertanian, kerugian tenaga dan biaya guna pengembalian kesuburan tanah dan hasil panen yang kurang bagus sehingga tidak menguntungkan.

Terdapat pula 3,33% masyarakat yang berpandangan tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan rusaknya DAS, karena jelas terlihat DAS saat ini kondisinya baik.

Pernyataan salah satu informan :

” Te u a ya ka ru gia n n a n a o n n u d ira o s ku s a b a b to s

u n in ga p a m i D AS d id ie u te u re u ks a k, h a s il p a n e n

s a e , s a re n g d i p e u la ka n n a n a o n ge ja n te u n ”.

(52)

• Memanfaatkan untuk areal pertanian (48%). Sejauh ini yang dapat mereka lakukan hanya memanfaatkan lahan untuk usaha tani, karena usaha tersebut merupakan mata pencaharian utama (93,33%).

• Menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah. Upaya yang dilakukan berupa, konservasi tanah secara kimia melalui pemupukan (10%).

• Melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, menanam pohon pada

lahan pertanian (46,67%). Penanaman pohon pelu dilakukan karena pohon mampu menyimpan air (3,33%). Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pernah dilakukan pada tahun 2004, berlokasi di Dusun Nenggeng Desa Cikanyere seluas 125 ha.

• Menggarap lahan atau memanfaatkan lahan, artinya tidak membiarkan lahan terbengkalai begitu saja (3,33%).

Meskipun tingkat pendidikan masyarakat tergolong rendah (93 % tamat/tidak tamat SD), namun persepsi mereka terhadap pengelolaan DAS menunjukan persepsi yang positif. Mereka merasa perlu melakukan pengelolaan DAS.

Pola tata guna tanah mempengaruhi kondisi suatu DAS. Sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Penerapan pola tanam dan budi daya jenis tertentu, ternyata tidak berpengaruh terhadap kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS). Petani belum menyadari,bahwa sesungguhnya yang diterapkan selama ini pada lahan mereka telah mengarah pada upaya pengelolaan DAS. Mereka hanya berpandangan bahwa lahan yang mereka usahakan harus mampu memberikan hasil yang baik.

Persepsi Masyarakat Mengenai Peran Para Pihak dalam Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai (DAS)

(53)

Pihak yang seharusnya berpartisipasi dalam pengelolaan DAS adalah masyarakat dengan bimbingan pihak-pihak atau pemerintah (70% ), baik pihak yang berada di masyarakat bersangkutan maupun dari pemerintah daerah setempat. Pihak-pihak ataupun pemerintah belum berperan dalam pengelolaan DAS (43,33%), sedangkan masyarakat hanya sebatas melakukan usaha tani di lahan pribadi, garapan atau lahan sewa. Sebanyak 40 % masyarakat menyatakan pihak-pihak ataupun pemerintah sudah berperan dalam pengelolaan DAS. Selebihnya 16,67% menyatakan tidak tahu.

Sejauh ini, pengelolaan DAS dilakukan (50 %) dengan ajakan pemerintah dan sebagian lagi (50%) menyatakan belum ada ajakan pemerintah untuk mengelola DAS. Bentuk ajakan yang diberikan pada masyarakat berupa:

• Membantu dalam bidang pertanian.

Menurut pandangan mereka, pemanfaatan lahan untuk pertanian merupakan salah satu upaya pengelolaan DAS.

• Memberikan bantuan biaya. Sebagai upaya mengurangi terjadinya erosi

melalui proyek pembuatan teras pada lahan miring seluas 40 Ha. Kegiatan ini pernah dilakukan pada tahun 1982.

• Penyuluhan dan pengarahan melalui sekolah lapang, baik berupa ajakan penghijauan, cara menanam yang baik maupun pelaksanaan program-program pemerintah atau dari pihak lainnya.

Adanya pandangan yang berbeda mengenai ada tidaknya ajakan pemerintah kepada masyarakat dalam pengelolaan DAS disebabkan oleh, informan yang terpilih bukan merupakan anggota kelompok tani sehingga ada kemungkinan penyebaran informasi ataupun ajakan tidak sampai pada mereka. Adanya anggota kelompok tani yang belum merasakan ajakan tersebut karena, mereka tidak aktif menghadiri pertemuan yang diadakan serta kurang aktif dalam mengali informasi yang sampai pada kelompok tani.

Persepsi Masyarakat Mengenai Pengorganisasian Petani

(54)

pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Manan, 1995). Mengingat betapa pentingnya keberadaan DAS yang baik,43,33% masyarakat menyatakan perlu adanya aturan mengenai pengelolaan DAS. Beberapa aturan yang seharusnya ada menurut pandangan masyarakat berupa :

• Aturan mengenai penanaman dan penentuan jenis tanaman yang baik. (lebih menguntungkan)

• Aturan yang menjaga agar tutupan lahan tetap ada, adanya penanaman

pohon dan aturan menebang.

• Aturan yang membantu petani dalam perolehan modal, bibit, pupuk, dan

pemasaran hasil.

• Adanya tempat konsultasi masalah pertanian • Aturan rotasi tanaman dan penanggulangan hama

• Aturan pendirian bendungan untuk menanggulangi masalah kekeringan di saat kemarau

Sebesar 26.67% masyarakat, menyatakan tidak tahu mengenai perlu tidaknya aturan tentang pengelolaan DAS. Sebagian masyarakat (33,33 %) menyatakan tidak perlu adanya peraturan tentang pengelolaan DAS, dengan alasan akan merugikan. Mereka menganggap bahwa mengelola DAS sama dengan kegiatan usahatani, sehingga mereka beranggapan adanya aturan hanya akan merugikan. Dari segi modal tani mereka pernah memperoleh pinjaman modal, bibit dan pupuk. Ketika panen bukan untung yang diperoleh, tetapi menjadi hutang yang bagi mereka amat memberatkan.

Salah satu informan mengatakan :

”ka n ggo n a o n a ya a tu ra n ?! Ab d i m a h ka p o k ku

a ya n a a tu ra n te h , m a ta k n ga ru gike u n p a ta n i

w u n gku l! Ab d i ke n gin g b a n to s a n m o d a l, b ib it

ja go n g s a re n g p u p u kn a . Eh , p a s p a n e n te h s a n e s

u n tu n g...n u a ya m a h m a la h b u n tu n g! Ab d i ja n te n

b in gu n g, tim a n a n ga lu n a s a n n a n a ?!?! D a p a ka s a b a n

a b d i n ga n u ku r ti u s a h a ta n i d i ke b o n b a tu r s a re n g

(55)

Kemudian kerugian dari segi penanaman, jika diterapkan pembuatan teras sebelum penanaman hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga saja disamping bibit tanaman yang dapat ditanam lebih sedikit. Menurut mereka tidak menerapkan pembuatan teras di lahan miring tidak akan berdampak apapun. Mereka menanam dengan cara di hampar, karena cara ini merupakan cara yang baik. (Gambar 13)

Gambar 13. Menanam dengan Cara Dihampar

Pernyataan informan mengenai kerugian yang dialaminya :

” N ga d a m e l te ra s n ga n u ku r m ice u n a n ta n a ga

s a re n g w a kto s w u n gku l. Ab d i ka n to s m ra kte ke u n

n ga d a m e l te ra s s a p e rto s n u d ia n ju rke u n ti d in a s

P KT. Ka n ya ta a n a n a lu a s a n ta n a e u h n u tia s a

d ip e la ka n n ga n s a ke d ik, ja n te n h a s il p a n e n a o ge

s a ke d ik. Ab d i te u n ga la ks a n a ke u n a n ju ra n ti d in a s

P KT d e u i, ta p i te te p d ih a m p a rke u n d a ka n ggo a b d i

m a h te u a ya ru gin a , m a rgi s a la m i ie u m a h te u a ca n

p e rn a h a ya e ro s i”.

Pemanfaatan lahan untuk pertanian, merupakan upaya dalam pengelolaan

DAS

,

tidak perlu perlakuan lainnya. Ada pula yang mengatakan bahwa biarkan

saja lahan apa adanya sesuai dengan kondisi alam, artinya alam sendiri akan mampu mengembalikan keadaan tanah yang subur dari rumput-rumput yang

(56)

Pengelolaan DAS tidak dapat dilakukan oleh satu atau dua orang saja, tetapi perlu adanya kesatuan pandangan dan pemahaman dalam gerak sehingga secara serentak seluruh lapisan masyarakat dapat ikut berperan dalam pengelolaan DAS.

Untuk memfasilitasi gerak dalam pengelolaan DAS, perlu adanya perkumpulan atau wadah untuk menggerakan (66,67%). Wadah yang dimaksud dapat berupa perkumpulan yang menangani masalah pengelolaan DAS secara khusus ataupun cukup melalui kelompok tani saja.

Bagi sebagian kecil (3,33 %) masyarakat berpandangan tidak perlu adanya wadah yang menggerakan pengelolaan DAS , dengan alasan belum ada pihak yang mengajak untuk membentuk perkumpulan. Secara tidak langsung, masyarakat telah mengelola DAS. Pengelolaan dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian. Mengenai wadah bertukar pengalaman atau meminta pendapat, dapat mereka lakukan sendiri dengan para petani lain yang sudah berpengalaman atau dengan aparat pemerintahan desa yang dekat dengan masyarakat.

Organisasi khusus yang bergerak dalam pengelolaan DAS sampai saat ini belum ada. Selama ini, kegiatan ataupun program-program dari berbagai pihak yang masuk ke desa selalu melalui kelompok tani. Tidak semua kelompok tani dapat dilibatkan dalam setiap program. Kelompok tani yang dilibatkan dalam program-program adalah kelompok tani yang termasuk katagori kelompok tani dinamis. Kelompok tani dinamis dicirikan oleh adanya kegiatan kebersamaan, baik dalam hal budi daya, sarana produksi, pemasaran hasil, bakti sosial dan pengendalian hama. Arti penting keberadaan kelompok tani diantaranya :

• Bagi mereka, ruang gerak kelompok tani dapat bersifat multifungsi. . • Tempat bagi para petani memperoleh bantuan usaha tani, karena bantuan

akan lebih mudah dikucurkan melalui kelompok dibandingkan langsung ke individu-individu.

• Tempat bagi para petani memperoleh pengarahan mengenai banyak hal,

seperti peningkatan pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan DAS, serta upaya dalam perbaikan kondisi DAS.

(57)

Mengenai keanggotaan bagi wadah atau perkumpulan tersebut, menurut 80% responden seharusnya adalah masyarakat pada umumnya dan para petani pada khususnya.

Perilaku

Kegiatan dalam Pengelolaan DAS

Persepsi yang dimiliki responden, akan berpengaruh pada perilakunya (Harihanto, 2001). Persepsi positif masyarakat mengenai kualitas dan fungsi DAS, akan mendorong mereka berprilaku tertentu untuk mewujudkan kondisi DAS agar tetap baik. Dari 73,33% masyarakat yang menyatakan DAS baik, 40% diantaranya telah turut serta pengelolaan DAS. Sebesar 26,67% masyarakat yang menyatakan DAS agak rusak, 16,67% diantaranya turut serta pengelolaan DAS. Bentuk pengelolaan DAS yang dilakukan berupa, turut serta dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pada tahun 2004, pengelolaan lahan pertanian dan menanam pohon pada kebun atau ladang mereka. Pengelolaan DAS dilakukan hanya sebatas pada pemanfaatan lahan untuk usaha tani. Pengelolan lahan yang dilakukan termasuk upaya pengelolaa DAS. Tidak turut sertanya masyarakat dalam pengelolaan DAS, karena:

• Bibit untuk menanam pohon tidak tersedia.

• Informasi mengenai kegiatan penanaman pohon tidak menyebar.

• Lebih baik menanam tanaman pertanian, karena lebih cepat menghasilkan dari pada menanam pohon. Menanam pohon perlu lahan yang luas, jangka waktu lama, maka lama pula menghasilkan, serta sebagian besar lahan yang di usahakan bukan milik sediri (96,67 %) .

• Jika tidak diperintahkan untuk menanam pohon, mereka tidak menanam

(sedikit (3,37 %) yang menyadari bahwa menanam pohon itu perlu).

(58)

Tabel 11 Hubungan Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi DAS dengan Perilaku mengelola DAS

Perilaku Persepsi

Mengelola DAS Tidak mengelola DAS

Jumlah

DAS baik DAS agak rusak

12 5

10 3

22 8

Jumlah 17 13 30

DF = 1 P-value = - 0,134619755 H-tabel = 3,841

Berdasarkan hasil perhitungan dapat terlihat perbandingan bahwa ternyata P-value lebih kecil dari pada H-tabel. Sesuai dengan kriteria statistik jika P-value lebih kecil dari H- hitung maka persepsi masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku. Meskipun secara statistik persepsi tidak berpengaruh nyata namun berdasarkan proporsi persentase, persepsi berpengaruh terhadap perilakunya. Dari 73,33% masyarakat yang menyatakan DAS baik, 40% diantaranya telah turut serta pengelolaan DAS. Sebesar 26,67% masyarakat yang menyatakan DAS agak rusak, 16,67% diantaranya turut serta pengelolaan DAS

Pola Tanam dan Jenis Tanaman

(59)

misalnya keputusan suatu masyarakat akan mempengaruhi keputusan individu (Suek, 1994 dalam Nurmaulana, 2005).

Sebagian besar masyarakat (100 %) menerapkan pola tanam campuran (Gambar 14 dan 15).

Gambar 14. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Sesin

(60)

Gambar 15. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Ubi

Jenis tanaman pokok yang tampak pada pola tanam campuran diatas berupa jenis ubi dengan tanaman pagarnya berupa tanaman singkong.

Jenis tanaman yang dibudi dayakan sebagian besar berupa palawija (93,33 %), dengan jenis jagung, singkong, kacang, cabe, pisang, tembakau, buncis, tomat, jahe. Jenis palawija yang paling banyak di budi dayakan adalah jagung. Budi daya tanaman pangan hanya 6,67 % dengan jenis padi. Proporsi budi daya jenis tanaman disajikan pada Gambar 16.

Tanaman pangan Palawija

Pohon 0%

93,33%

6,67% 0,00%

20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00%

Jenis tanaman yang ditanam petani

Gambar 16. Jenis Tanaman yang Ditanam

Alasan para petani menerapkan pola tanam dan budi daya jenis tertentu adalah ; • Sesuai dengan persediaan bibit. Apabila mengusahakan lahan garapan, maka

pola tanam dan jenis tanaman ditentukan atau tergantung pada pemilik lahan atau yang dikuasakan.

• Mudah, sederhana dan ringan dalam pengusahaannya. • Menguntungkan serta jelas pasarannya.

• Pada umumnya pola tanaman campuran diterapkan dan jenis palawija yang

ditanam pun umumnya jenis-jenis tersebut.

• Sesuai dengan keahlian dan pengalaman petani, sehingga sulit jikalau harus

berubah dan takut mengalami kerugian.

(61)

Cocok dalam hal ini, tanaman akan tumbuh dengan baik apabila jenis tanaman tersebut ditanam. Sesuai dengan ketersediaan lahan artinya, untuk areal yang dekat dengan anak Sungai Cikundul ataupun mata air, lahan yang tersedia biasanya untuk areal persawahan, sedangkan yang lokasinya jauh dari sungai diusahakan berupa areal perkebunan.

Umumnya hanya beberapa pohon saja yang ditanam pada lahan pertanian. Jikalau ada pohon yang ditanam, sesungguhnya atas perintah dalam rangka penghijauan dan ada upah untuk penanamannya. Upah per pohonya Rp 300.00. Menurut mereka menanam pohon membutuhkan lahan yang luas, sedangkan lahan yang mereka miliki hanya sedikit luasannya. Pohon memerlukan waktu lama untuk menunggu hasilnya (perlu bertahun-tahun untuk memanennya). Mereka membutuhkan hasil secepatnya untuk keperluan hidup sehari-hari.

Pada umumnya setelah petani membersihkan lahan dan lahan telah siap untuk di tanami, tanaman yang pertama kali mereka tanam adalah tanaman jagung. Setelah panen ada kemungkinan berganti jenis atau dapat juga ditanami tanaman yang serupa. Sebagai tanaman pagar, petani banyak menggunakan tanaman pisang dansingkong, namun ada juga yang menggunakan tanaman talas sebagai batasnya. Ada beberapa petani yang menerapkan cara menanam dengan cara di

saeur. Tujuannya agar tanaman tidak rusak apabila di terpa angin. Tampak pada Gambar 17.

Gambar

Tabel 1 Wilayah Administrasi Desa di Sub DAS Cikundul
Tabel 2 Data Luas Wilayah Desa Cikanyere Menurut Penggunaannya Tahun
Tabel 3 Distribusi Kelas Kemiringan Lahan Sub DAS Cikundul
Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan nelayan pancing ulur di PPN Palabuhanratu Sukabumi adalah berdasarkan Nilai Tukar Nelayan (NTN), indikator

Pada hari ini Kamis tanggal Dua Puluh Satu bulan Agustus tahun Dua Ribu Empat Belas, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pokja Jasa Konstruksi ULP Pemerintah Kota

Hubungan sanro guru ini dalam memaksimalkan fungsi adat di masyarakat Ballaparang sangat menyatuh dilihat dari kerja sama mereka, didalam menjaga tatanan adat

lebih termotivasi melakukan suatu permainan bila didalamnya terkandung nilai kompetisi, hal ini tidak secara nyata disampaikan oleh Montessori dalam metode

Sehubungan dengan pelaksanaan pelelangan pekerjaan Pengadaan Teknologi Pembangkit Listrik Energi Hibrid Untuk menunjang Operasional Sistem Asimilasi Data Radar

Masyarakat pesisir memiliki kehidupan yang khas, dihadapkan langsung pada kondisi ekosistem yang keras, dan sumber kehidupan yang bergantung pada pemanfaatan sumber daya pesisir

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengkaji penilaian kurikulum program SPF dan SPC dari segi program, kekuatan dan kelemahan kandungan pelajaran, keberkesanan pengajaran

Sebagaimana dijelaskan pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Rahmania, Nurwati &amp; Taftazani, 2015) bahwa orang tua yang menggunakan strategi koping dengan baik