• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM BENTUK KOMPOS

ANI SURYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANI SURYANI. Soil Improvement of Citrus Crop Media with Organic

Substances in the Form of Compost. Supervised by GUNAWAN

DJAJAKIRANA and BASUKI SUMAWINATA

ABSTRACT

Addition of compost can improve the properties of soil, but it is rarely used although it has many benefits to soil. On the other hand, the use of ex situ material has been found in many places. Organic substances that easily available in situ are effective as compost materials.

This research used five in situ organic substances with the objectives: to know the nutrient content of compost that have been used, to see the influence of compost addition to soil properties and citrus growth, and to find the compost type that giving the best influence to the growth of citrus crop. This research analyzed the physical, chemical, and biological properties of soil, and analyzed the nutrient content of the crop.

The results of this research indicated that the nutrient content of compost depended on its origin. Compost influenced the properties of soil beginning three months after compost application that was showed by the increasing of nutrient availability. Compost also influenced the earthworm population where 906 worms/m2 have been found after six months of application of straw compost, and 1099 worms/m2 after application of grass compost. Compost application influenced physical properties of soil that encourage “the piled soil” (trumbuk) porosity, through improvement the composition of soil. After six month of application, the growth of the citrus plant was slightly influenced by addition of compost, this can be seen from the nutrient content of the plants, but from the amount of citrus fruits were shown clearly that application of cattle dung and banana tree compost could increased the yields.

(3)

RINGKASAN

ANI SURYANI. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan

Organik dalam Bentuk Kompos. Di bawah Bimbingan GUNAWAN

DJAJAKIRANA dan BASUKI SUMAWINATA.

Penambahan bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, akan tetapi banyak ditinggalkan penggunaannya padahal perannya sangat besar bagi perbaikan tanah. Selain itu, penggunaan bahan yang tidak ditemukan di lapang pun sering terjadi. Penggunaan bahan organik yang mudah diperoleh setempat (in situ) dipandang efektif sebagai bahan pembuat kompos.

Penelitian ini menggunakan lima macam bahan organik in situ, dengan tujuan mengetahui kandungan hara dari kompos yang digunakan, melihat pengaruh penambahan kompos terhadap perubahan sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, dan mencari jenis kompos yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman jeruk. Penelitian ini menganalisis sifat kimia, biologi tanah, dan fisika, dan analisis kadar hara tanaman.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perbaikan Tanah Media Tanaman

Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos adalah karya

saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2007

(5)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

PERBAIKAN TANAH MEDIA TANAMAN JERUK

DENGAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK

DALAM BENTUK KOMPOS

ANI SURYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos

Nama : Ani Suryani

NIM : A251040031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Tanah

(8)

Tanggal Ujian: 23 Agustus 2007 Tanggal Lulus: RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 23 Agustus 1980 dari pasangan Ayahanda Helmi Ma’az dan Ibunda Zainab (Almh). Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Pada tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pontianak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian dan menamatkannya pada tahun 2003.

Penulis pernah bekerja sebagai Staff Administrasi (Honorer) di Proyek Quality for Undergraduate Education (QUE), Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Bogor, September 2007

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur tiada hentinya penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan hamba, Nabi besar Muhammad saw. beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang tetap setia mengikuti risalahnya hingga hari akhir.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Institut Pertanian Bogor yang berjudul Perbaikan tanah Media tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos.

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya diucapkan pada Bapak Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc., sebagai ketua komisi atas bantuan, petunjuk, saran dan bimbingannya sejak awal pendidikan hingga penulisan tesis ini selesai. Kepada Bapak Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. sebagai anggota komisi atas petunjuk, arahan, dan pelajaran hidup yang diberikan selama ini. Kepada Bapak Dr Ir Suwardi M.Agr. sebagai penguji atas masukan, ide dan sarannya.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan pada:

1. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI), Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah Kabupaten Sambas yang turut serta membantu pembiayaan hingga terlaksananya penelitian ini,

2. Seluruh Dosen yang mengajarkan banyak hal kepada penulis, 3. Seluruh Staff di Lab. Tanah atas kerjasama dan bantuannya,

4. Staff di Lab. Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, atas kerjasama, dan bantuan fasilitasnya,

5. Teman-teman kerja di kebun atas bantuan dan kerjasamanya, dan

6. Teman-teman seperjuangan di Kampus yang banyak memberikan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas-tugas.

(10)

telah mendanai dan memberikan kepercayaan, dukungan dan doa tulus ikhlasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Kepada Ibunda Zainab (Almh), yang selama masa hidupnya telah memberikan kepercayaan, doa tulus ikhlasnya dan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada penulis.

Terimakasih pula kepada seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung atas seluruh partisipasinya sehingga penulisan ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2007

(11)

DALAM BENTUK KOMPOS

ANI SURYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ANI SURYANI. Soil Improvement of Citrus Crop Media with Organic

Substances in the Form of Compost. Supervised by GUNAWAN

DJAJAKIRANA and BASUKI SUMAWINATA

ABSTRACT

Addition of compost can improve the properties of soil, but it is rarely used although it has many benefits to soil. On the other hand, the use of ex situ material has been found in many places. Organic substances that easily available in situ are effective as compost materials.

This research used five in situ organic substances with the objectives: to know the nutrient content of compost that have been used, to see the influence of compost addition to soil properties and citrus growth, and to find the compost type that giving the best influence to the growth of citrus crop. This research analyzed the physical, chemical, and biological properties of soil, and analyzed the nutrient content of the crop.

The results of this research indicated that the nutrient content of compost depended on its origin. Compost influenced the properties of soil beginning three months after compost application that was showed by the increasing of nutrient availability. Compost also influenced the earthworm population where 906 worms/m2 have been found after six months of application of straw compost, and 1099 worms/m2 after application of grass compost. Compost application influenced physical properties of soil that encourage “the piled soil” (trumbuk) porosity, through improvement the composition of soil. After six month of application, the growth of the citrus plant was slightly influenced by addition of compost, this can be seen from the nutrient content of the plants, but from the amount of citrus fruits were shown clearly that application of cattle dung and banana tree compost could increased the yields.

(13)

RINGKASAN

ANI SURYANI. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan

Organik dalam Bentuk Kompos. Di bawah Bimbingan GUNAWAN

DJAJAKIRANA dan BASUKI SUMAWINATA.

Penambahan bahan organik berupa kompos dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, akan tetapi banyak ditinggalkan penggunaannya padahal perannya sangat besar bagi perbaikan tanah. Selain itu, penggunaan bahan yang tidak ditemukan di lapang pun sering terjadi. Penggunaan bahan organik yang mudah diperoleh setempat (in situ) dipandang efektif sebagai bahan pembuat kompos.

Penelitian ini menggunakan lima macam bahan organik in situ, dengan tujuan mengetahui kandungan hara dari kompos yang digunakan, melihat pengaruh penambahan kompos terhadap perubahan sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, dan mencari jenis kompos yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman jeruk. Penelitian ini menganalisis sifat kimia, biologi tanah, dan fisika, dan analisis kadar hara tanaman.

(14)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perbaikan Tanah Media Tanaman

Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos adalah karya

saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2007

(15)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(16)

PERBAIKAN TANAH MEDIA TANAMAN JERUK

DENGAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK

DALAM BENTUK KOMPOS

ANI SURYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos

Nama : Ani Suryani

NIM : A251040031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Tanah

(18)

Tanggal Ujian: 23 Agustus 2007 Tanggal Lulus: RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 23 Agustus 1980 dari pasangan Ayahanda Helmi Ma’az dan Ibunda Zainab (Almh). Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Pada tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pontianak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian dan menamatkannya pada tahun 2003.

Penulis pernah bekerja sebagai Staff Administrasi (Honorer) di Proyek Quality for Undergraduate Education (QUE), Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Bogor, September 2007

(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur tiada hentinya penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan hamba, Nabi besar Muhammad saw. beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang tetap setia mengikuti risalahnya hingga hari akhir.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Institut Pertanian Bogor yang berjudul Perbaikan tanah Media tanaman Jeruk dengan Berbagai Bahan Organik dalam Bentuk Kompos.

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya diucapkan pada Bapak Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc., sebagai ketua komisi atas bantuan, petunjuk, saran dan bimbingannya sejak awal pendidikan hingga penulisan tesis ini selesai. Kepada Bapak Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. sebagai anggota komisi atas petunjuk, arahan, dan pelajaran hidup yang diberikan selama ini. Kepada Bapak Dr Ir Suwardi M.Agr. sebagai penguji atas masukan, ide dan sarannya.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan pada:

1. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI), Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah Kabupaten Sambas yang turut serta membantu pembiayaan hingga terlaksananya penelitian ini,

2. Seluruh Dosen yang mengajarkan banyak hal kepada penulis, 3. Seluruh Staff di Lab. Tanah atas kerjasama dan bantuannya,

4. Staff di Lab. Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, atas kerjasama, dan bantuan fasilitasnya,

5. Teman-teman kerja di kebun atas bantuan dan kerjasamanya, dan

6. Teman-teman seperjuangan di Kampus yang banyak memberikan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas-tugas.

(20)

telah mendanai dan memberikan kepercayaan, dukungan dan doa tulus ikhlasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Kepada Ibunda Zainab (Almh), yang selama masa hidupnya telah memberikan kepercayaan, doa tulus ikhlasnya dan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada penulis.

Terimakasih pula kepada seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung atas seluruh partisipasinya sehingga penulisan ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2007

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Bahan Organik Tanah ... 5

Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman ... 9

Pengomposan ... 11

Tanaman Jeruk ... 13

METODOLOGI ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Hasil Pengomposan ... 22

Kualitas Kompos dari Berbagai Bahan Organik ... 23

Pengaruh Kompos terhadap Sifat Kimia Tanah ... 27

Pengaruh Kompos terhadap Sifat Biologi Tanah ... 33

Pengaruh Kompos terhadap Sifat Fisika Tanah ... 37

Pengaruh Kompos terhadap Kadar Hara dan Pertumbuhan Tanaman ... 42

Peluang Bisnis Kompos ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(22)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Metode yang digunakan untuk analisis sifat tanah ... 19

2. Metode yang digunakan untuk analisis tanaman ... 19

3. Lamanya proses dan hasil pengomposan ... 22

4. Sifat kimia kompos dari berbagai bahan ... 24

5. Jumlah hara tersedia yang ditambahkan ... 26

6. Pengaruh perlakuan kompos terhadap sifat kimia tanah setelah tiga dan enam bulan aplikasi ... 28

7. Pengaruh perlakuan kompos terhadap unsur mikro tanah setelah tiga dan enam bulan aplikasi (ppm) ... 32

8. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kandungan nitrat tanah pada kondisi awal dan setelah enam bulan aplikasi ... 33

9. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar unsur makro daun tanaman setelah tiga dan enam bulan aplikasi ... 45

10. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar unsur mikro tanaman setelah tiga dan enam bulan aplikasi (ppm) ... 46

11. Prediksi jumlah Hari Orang Kerja (HOK) dalam pembuatan kompos .. 49

Lampiran

1. Analisis tanah pendahuluan di lokasi penelitian ... 57

2. Standar analisa daun jeruk yang berasal dari cabang yang tidak berbuah (Obreza et al., 1999) dan kadar hara awal tanaman ... .... 58

3. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan kompos terhadap ketersediaan hara tanah pada bulan ketiga ... 58

4. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar hara tanaman jeruk pada bulan ketiga ... 60

5. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan kompos terhadap ketersediaan hara tanah pada bulan keenam ... 61

6. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar hara tanaman jeruk pada bulan keenam ... 62

(23)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Penampang profil tanah di lokasi penelitian ... 2

2. Penanaman jeruk dengan pembuatan trumbuk ... 2

3. Lokasi penelitian di lapang ... 16

4. Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan ... 21

5. Hubungan perlakuan kompos dengan populasi cacing tanah ... 34

6. Cacing yang ditemukan di lapang (a) cacing yang ditemukan pada tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, (b) cacing yang ditemukan pada tanah yang diaplikasikan kompos jerami padi ... 35

7. Hubungan perlakuan kompos dengan respirasi tanah ... 36

8. Hubungan perlakuan kompos dengan CMic tanah ... 37 9. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan trumbuk

pada bulan ketiga... 38

10. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan trumbuk pada bulan keenam ... 38

11. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan lantai pada bulan ketiga ... 39

12. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan lantai pada bulan keenam ... 39

13. Hubungan perlakuan kompos dengan bobot isi tanah ... 40

14. Hubungan perlakuan kompos dengan porositas tanah ... 41

15. Hubungan perlakuan kompos dengan perubahan diameter tajuk tanaman ... 42

16. Hubungan perlakuan kompos dengan kedalaman perakaran tanaman ... 43

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jeruk merupakan salah satu jenis komoditas hortikultura yang banyak disukai masyarakat dan pemasarannya cukup baik. Upaya pengembangan jeruk ini banyak dilakukan oleh petani. Salah satu daerah sentra produksi jeruk adalah di Kalimantan Barat, Kabupaten Sambas yang dikenal sebagai sentra jeruk pontianak.

Dalam sejarahnya, jeruk pontianak pernah mencapai masa keemasan pada tahun 1992 di mana luas pertanaman mencapai sekitar 21.000 ha, tanaman produktif sekitar 15.000 ha dan produksi total mencapai 234.059 ton/tahun (Azri, 2004). Produksi jeruk yang melimpah ini didistribusikan sampai ke Pulau Jawa. Akan tetapi, setelah beberapa tahun, jeruk pontianak mengalami kehancuran produksi. Penyebab hancurnya perdagangan jeruk pontianak menurut beberapa pendapat di antaranya adalah: 1) praktik monopoli perdagangan, 2) harga jeruk yang rendah mengakibatkan petani tidak mampu membiayai perawatan kebun jeruk, dan 3) tidak adanya pemeliharaan yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Tanaman yang sudah tua akibat tidak adanya peremajaan sehingga produktivitas tanaman menurun juga menyebabkan hancurnya perdagangan jeruk. Namun jika dihubungkan dengan karakteristik tanah di lokasi sentra jeruk tersebut, kami berpendapat hal itu lebih disebabkan oleh faktor fisika kimia tanah yang tidak cukup menunjang pertanaman jeruk.

(25)

Gambar 1. Penampang profil tanah di lokasi penelitian

Salah satu alasan sehingga jeruk dapat berkembang di daerah tersebut adalah karena petani menanam jeruk dengan menumpukkan tanah sehingga menjadi tinggi, atau yang dikenal masyarakat Sambas sebagai trumbuk. Adapun tujuan pembuatan trumbuk ini adalah agar akar tanaman tidak terendam air pada saat musim hujan. Secara ilmu tanah, hal tersebut dipandang sebagai usaha untuk memperbaiki struktur tanah.

(26)

Mengingat kemantapan struktur agregat sangat berkorelasi dengan kandungan bahan organik tanah, maka dalam penelitian ini dilakukan penelitian tentang pemberian bahan organik. Bahan organik tanah sangat penting dalam usaha pertanian (Syers dan Crasswell, 1995; Carter, 2001; Crasswel dan Leffroy, 2001). Bahan organik tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam perbaikan tanah, meliputi sifat fisika, kimia maupun biologi tanah (Young, 1989; Keulen, 2001). Terhadap sifat fisik tanah, bahan organik berperan dalam proses pembentukan dan mempertahankan kestabilan struktur tanah, berdrainase baik sehingga mudah melalukan air, dan mampu memegang air banyak. Sebagai akibatnya tanah tidak mudah memadat karena rusaknya struktur tanah. Penambahan bahan organik juga menambah ketersediaan hara dalam tanah. Selain itu juga sebagai penyedia sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme sehingga meningkatkan kegiatan organisme, baik mikro maupun makro di dalam tanah.

Perbaikan tanah dapat dilakukan melalui perbaikan sifat-sifat kimia, fisik maupun biologinya agar tanah tersebut memiliki kemampuan lebih besar dalam mendukung produksi tanaman. Agar ketiga sifat tanah dapat diperbaiki secara simultan, maka pemberian bahan organik serta pupuk anorganik dipandang merupakan alternatif yang terbaik. Permasalahannya adalah bahan organik yang perlu ditambahkan memerlukan jumlah yang sangat besar dan tidak tersedia dalam jumlah dan mutu yang sesuai. Selain itu, jika bahan organik tersebut didatangkan dari tempat lain maka biaya yang dibutuhkan menjadi sangat tinggi dan seringkali menjadi tidak layak untuk dilakukan. Oleh karena itu, diupayakan untuk menghasilkan bahan organik in situ yang bahan-bahan dasarnya bersumber dari potensi wilayah. Faktor lain yang juga menjadi masalah untuk penyediaan bahan organik adalah waktu yang lebih lama untuk terdekomposisinya bahan sehingga penyediaan hara berlangsung jauh lebih lambat dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik.

(27)

hara bagi tanaman. Sifat-sifat kompos tergantung pada tingkat kematangannya (Suzuki et al., 2004).

Sifat kompos yang baik dan berguna bagi tanah ternyata belum mampu membuat para petani tertarik untuk menggunakannya. Hal ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan petani di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas untuk memberdayakan bahan organik in situ menjadi kompos. Hal inilah yang kemudian menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan kompos, bahan organik yang akan digunakan untuk memperbaiki tanah sebagai media tanaman jeruk.

Tujuan

Sejalan dengan usaha peningkatan kualitas jeruk, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui kandungan hara berbagai pupuk organik dalam bentuk kompos yang digunakan,

2. Mencari jenis kompos yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman jeruk, dan

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Organik Tanah

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat.

(29)

urea) yang terus menerus selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing tanah akan turun dengan drastis (Ma et al., 1990).

Kehilangan unsur hara dari daerah perakaran juga merupakan fenomena umum pada sistem pertanian dengan masukan rendah. Pemiskinan hara terjadi utamanya pada praktek pertanian di lahan yang miskin atau agak kurang subur tanpa dibarengi dengan pemberian masukan pupuk buatan maupun pupuk organik yang memadai. Termasuk dalam kelompok ini adalah kehilangan bahan organik yang lebih cepat dari penambahannya pada lapisan atas. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang berdampak pada penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi kembali secara optimal.

Penyediaan hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk anorganik dapat menyediakan hara dengan cepat. Namun apabila hal ini dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman.

Menurut Lal (1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.

(30)

1. Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.

2. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat.

3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.

4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. 5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke

dalam tanah

6. Meningkatkan kapasitas sangga tanah 7. Meningkatkan suhu tanah

8. Mensuplai energi bagi organisme tanah

9. Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman.

Selain memiliki dampak positif, penggunaan bahan organik dapat pula memberikan dampak yang merugikan. Salah satu dampak negatif yang dapat muncul akibat dari penggunaan bahan organik yang berasal dari sampah kota adalah meningkatnya logam berat yang dapat diasimilasi dan diserap tanaman, meningkatkan salinitas, kontaminasi dengan senyawa organik seperti poli khlorat bifenil, fenol, hidrocarburate polisiklik aromatic, dan asam-asam organik (propionic dan butirik) (de Haan, 1981 dalam Aguilar et al., 1997)

(31)

Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu: 1) sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan komposisi kimia, 2) tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat kesuburan, dan 3) faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperatur.

Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein.

Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan tanah dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari. Jumlah bahan organik di dalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah (Brady, 1990). Young (1989) menyatakan bahwa untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun, diperlukan minimal 8 – 9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya.

Hairah et al. (2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik:

1. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang dapat dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 – 5 ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan.

(32)

3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari pangkasan tanaman penutup yang ditanam selama masa bera atau pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar. Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari famili leguminosae dapat memberikan masukan bahan organik sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2.7 – 5.9 ton per ha untuk yang berumur 6 bulan.

Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman

Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik (Brady, 1990).

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi lain (misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S) (Delgado dan Follet, 2002).

Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Duong et al. (2006) yang memberikan kompos berupa jerami pada tanaman padi sudah memberikan pengaruh setelah 30 hari diaplikasikan. Selain itu, juga ditemukan dampak positif lain seperti meningkatkan ketersediaan makro dan mikronutrien bagi tanaman (Aguilar et al., 1997)

(33)

dekomposisi serta mineralisasinya. Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Menurut Brady (1990), gula, protein sederhana adalah bahan yang mudah terdekomposisi, sedangkan lignin yang akan lambat terdekomposisi. Secara urutan, kemudahan bahan yang untuk terdekomposisi adalah sebagai berikut:

1. Gula, zat pati, protein sederhana mudah terdekomposisi 2. Protein kasar

3. Hemiselulosa 4. Selulosa 5. Lemak

6. Lignin, lemak, waks, dll sangat lambat terdekomposisi

Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan nisbah kadar hara. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Oleh karena itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang memiliki nisbah C dan N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi dekomposer. Selain itu, kandungan bahan juga mempengaruhi proses pengomposan.

(34)

memperhitungkan kandungan hara dalam bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki nisbah C dan N rendah, lebih cepat menyediakan hara bagi tanaman, sedangkan bila bahan organik memiliki nisbah C dan N yang tinggi akan mengimmobilisasi hara sehingga perlu dikomposkan terlebih dahulu.

Pengomposan

Pengomposan adalah dekomposisi alami dari bahan organik oleh mikroorganisme yang memerlukan oksigen (aerob). Hasil pengomposan berupa kompos memiliki muatan negatif, dapat dikoagulasikan oleh kation-kation dan partikel tanah untuk membentuk agregat tanah. Dengan demikian, penambahan kompos dapat memperbaiki struktur tanah sehingga akan memperbaiki pula aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah (Gaur, 1981).

Pengomposan dapat didefinisikan sebagai dekomposisi biologi dari bahan organik sampah di bawah kondisi-kondisi terkontrol. Gaur (1981) menyatakan bahwa pengomposan adalah suatu proses biokimia, di mana bahan-bahan organik didekomposisi menjadi zat-zat seperti humus (kompos) oleh kelompok-kelompok mikroorganisme campuran dan berbeda-beda pada kondisi yang dikontrol.

Hasil dari pengomposan dikenal dengan nama kompos. Dalam banyak buku pertanian kompos didefinisikan sebagai campuran pupuk dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan atau campuran keduanya yang telah melapuk sebagian dan dapat berisi senyawa-senyawa lain seperti abu, kapur dan bahan kimia lainnya sebagai bahan tambahan. Kompos merupakan inti dan dasar terpenting dari berkebun dan bertani secara alami, serta merupakan jantung dari konsep pertanian organik (Djajakirana, 2002).

(35)

keunggulannya tersebut, kompos menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya murah, berkualitas dan akrab lingkungan. Müller-Sämann dan Kotschi (1997) menyimpulkan empat fungsi penting kompos, yaitu:

1. Fungsi nutrisi, nutrisi yang disimpan diubah menjadi bahan organik, jaringan mikroorganisme, produk sisanya, dan humus. Kompos adalah pupuk yang lambat tersedia (slow release), hara yang dihasilkan tergantung pada bahan dasar dan metode pengomposan yang digunakan.

2. Meningkatkan struktur tanah, yaitu melalui peningkatan persentase bahan organik yang meningkatkan stuktur tanah.

3. Meningkatkan populasi dan aktivitas organisme tanah. Kompos juga meningkatkan kemampuan mengikat air dan agregat tanah, meningkatkan infiltrasi, menghalangi terjadinya erosi dan menunjang penyebaran dan penetrasi akar tanaman.

4. Memperkuat daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman yang diberi pupuk kompos lebih tahan terhadap hama dibandingkan tanaman yang tidak diberi kompos maupun yang tidak dipupuk.

Selama pengomposan, bahan-bahan organik didekomposisi terlebih dahulu menjadi bentuk-bentuk anorganiknya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pengomposan adalah kadar air, suplai oksigen, suhu dan pH.

Kadar air (kelembaban) diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dekomposisi aerob dapat terjadi pada kadar air bahan 30-60%, asalkan dilakukan pembalikan pada bahan yang dikomposkan. Kadar air yang optimal adalah 50-60%. Kadar air yang berlebihan dapat menurunkan suhu dalam gundukan bahan-bahan yang dikomposkan, karena menghambat aliran oksigen serta dihasilkannya bau.

(36)

bahan yang dikomposkan, 5) ukuran partikel, dan 6) kandungan air. Konsumsi oksigen nampak bervariasi (meningkat dan menurun) secara logaritmik dengan perubahan suhu.

Kematangan kompos yang digunakan juga menjadi faktor yang mempengaruhi cepat aplikasinya ke tanaman. Kriteria kematangan kompos bervariasi tergantung bahan asal kompos, kondisi dan proses dekomposisi selama pengomposan. Gaur (1981) menyatakan bahwa ada beberapa parameter untuk menentukan kematangan kompos, yaitu: 1) karakteristik fisik, seperti suhu, warna, tekstur dan besarnya kelarutan dalam larutan natrium hidroksida atau natrium fosfat; 2) nisbah C/N, status dari kandungan hara tanaman, dan nilai kompos yang ditunjukkan oleh uji tanaman, dan 3) tidak berbau dan bebas dari patogen parasit dan biji rumput-rumputan. Kematangan kompos menurut Harada et al. (1993) sangat berpengaruh terhadap mutu kompos. Kompos yang sudah matang akan memiliki kandungan bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah, nisbah C/N yang rendah, tidak menyebarkan bau yang ofensif, kandungan kadar airnya memadai dan tidak mengandung unsur-unsur yang merugikan tanaman. Oleh sebab itu, kematangan kompos merupakan faktor utama dalam menentukan kelayakan mutu kompos.

Tanaman Jeruk

Tanaman jeruk memerlukan kondisi tanah yang subur, solum yang dalam, banyak bahan organik, dan mengandung liat yang tidak terlalu tinggi, sehingga drainase tanahnya baik. Secara umum, tingkat kemasaman yang terbaik adalah antara 5.5 – 6.5. Jika pH di bawah 5.0, sering terjadi keracunan Al dan keracunan Mn pada akar tanaman. Rendahnya pH tanah juga menyebabkan defisiensi hara seperti kalsium, magnesium, dan fosfor dan Mo (FFTC, 2003).

(37)
(38)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis di laboratorium dilakukan hingga bulan Maret 2007. Analisis Kimia, Fisika, dan Biologi tanah dilaksanakan di Lab. Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Lab. Kimia dan Kesuburan, Lab. Fisika dan Konservasi Tanah, dan Lab. Biologi, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagian analisis juga dilakukan di Lab. Kimia Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Bahan dan Alat Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah jeruk siam hasil penempelan yang berumur dua tahun. Secara taksonomi, jeruk ini termasuk Citrus nobilis var microcarva.

Bahan lain

Bahan lain yang digunakan adalah kompos dengan bahan baku kotoran sapi dan kotoran ayam, bahan organik yang mudah diperoleh di lapang seperti batang pisang, rumput liar pakan ternak, dan jerami padi. Selain itu, bahan-bahan kimia digunakan untuk menetapkan parameter pengamatan yang akan ditetapkan di laboratorium.

Peralatan yang Digunakan

Alat yang digunakan adalah perlengkapan untuk pengambilan contoh tanah, pembuatan kompos; analisis tanah seperti Three Phasemeter, ring sampel, satu set ayakan; analisis hara seperti AAS, Spektrofotometer, pH meter, mesin pengocok, dll.

Metode Penelitian

(39)

Gambar 3. Lokasi penelitian di lapang

(40)

1. Pembuatan kompos dari berbagai bahan organik

2. Analisis pendahuluan tanah, kompos dan jaringan tanaman

3. Studi pengaruh aplikasi kompos terhadap sifat tanah, komposisi hara dan pertumbuhan tanaman jeruk

Pembuatan Kompos dari Berbagai Bahan Organik

Kompos dibuat dari bahan mentah sebanyak 2 ton. Pembuatan kompos yang berasal dari sisa kotoran hewan, langsung ditimbun di tempat pembuatan kompos. Untuk pembuatan kompos yang berasal dari bahan tanaman yaitu batang pisang, rumput liar pakan ternak dan jerami padi yang ditemukan di lapang, dilakukan pencacahan terlebih dahulu dengan memperkecil ukuran bahan yang akan dikomposkan sekitar 3 hingga 5 cm. Pada saat dimasukkan ke tempat pengomposan, bahan dibuat lapisan dengan tiap lapis ditambahkan bahan pembantu berupa pupuk organik cair dan pupuk anorganik untuk mempercepat pengomposan seperti urea, SP-36 dan kapur berturut-turut sebanyak 5-10 kg, 5 kg, dan 5 kg untuk tiap 1 ton bahan. Selain bahan-bahan tersebut juga ditambahkan air tiap lapisan hingga basah. Basahnya kompos dapat diuji dengan memasukkan kayu ke dalam timbunan dan mengangkatnya kembali. Kondisi basah yang diinginkan tercapai bila terlihat bahwa kayu tersebut basah namun air yang menempel tidak sampai menetes. Dapat pula dilakukan dengan menggenggam bahan. Kondisi basah diperoleh ketika tangan terasa basah, namun tidak ada air yang menetes.

(41)

Analisis Pendahuluan

Sampel diambil secara komposit dari kompos, tanah dan tanaman yang akan diteliti. Metode yang digunakan untuk analisis berdasarkan Method of Soil Analysis (USDA). Kompos hanya dianalisis sifat kimianya. Analisis tanah dilakukan berdasarkan kebutuhan. Untuk analisis sifat fisik dan biologi tanah, sampel diambil dari dua lapisan tanah, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah, sedangkan untuk analisis sifat kimia dilakukan pada lapisan atas di mana tanaman mengambil unsur hara. Pada lokasi tersebut diambil pula sampel tanaman berupa daun.

Setelah sampel tanah diambil, sampel dianalisis meliputi sifat fisik, kimia maupun biologinya dengan metode yang disajikan pada Tabel 1. Sifat fisik tanah yang akan diamati meliputi: pengukuran kadar air, tekstur, bobot isi tanah, dan kemantapan agregat. Sifat kimia meliputi: pengukuran pH, C-organik, N total, C/N rasio, Ptersedia, Kdd, Cadd, Mgdd, Nadd, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Analisis kimia ini juga dilakukan pada sampel daun dan kompos. Komunitas biologi tanah yang diamati berupa populasi cacing tanah, respirasi dan CMic tanah.

Sampel tanaman diambil dari bagian tanaman berupa daun. Daun yang dianalisis merupakan daun kelima dari ujung cabang yang tidak berbuah dan telah berkembang sempurna. Sampel yang diambil dianalisis sifat kimianya berupa pengukuran kadar nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan unsur mikro berupa besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), dan mangan (Mn) dengan metode yang disajikan pada Tabel 2.

(42)

Tabel 1. Metode yang digunakan untuk analisis sifat tanah

Sifat Tanah Metode Sifat Tanah Metode

Sifat Kimia Sifat Fisik

pH H2O (1:1) Elektroda gelas Kemantapan agregat Pengayakan basah

pH KCl Elektroda gelas Bobot isi tanah Gravimetrik,

C-organik Walkley Black ring sampel

N total Kjeldahl Porositas perhitungan

C/N rasio perhitungan Tekstur pipet

P tersedia Bray-1

Hdd N KCl Titrasi (Djajakirana, 2004)

Fe 0.05 N, AAS Respirasi Verstraete (1981)

Cu 0.05 N, AAS dalam Anas (1989)

Zn 0.05 N, AAS

Mn 0.05 N, AAS

Tabel 2. Metode yang digunakan untuk analisis tanaman

Analisis Tanaman Metode

N Micro Kjeldahl

P Pengabuan kering; Spektrofotometer

K, Na, Ca, Mg Pengabuan kering; AAS; Flamefotometer

Fe, Cu, Zn, Mn Pengabuan kering; AAS

Aplikasi Kompos

(43)

ditinggikan. Untuk aplikasinya, tiap perlakuan kompos diberikan pada sembilan tanaman, dan hanya tiga tanaman yang diambil sebagai sampel pengamatan.

Aplikasi dilakukan dengan memberikan kompos pada tiap tanaman dengan metode circle banding, di mana pupuk dicampur merata di sekitar tanaman. Pada akhir pengamatan, dilakukan analisis tanah, berupa beberapa parameter kimia, fisika, dan biologi tanah.

Pengamatan Pertumbuhan Jeruk

Setelah penambahan bahan organik, tanaman diamati secara morfologi melalui pengukuran kedalaman perakaran, dan diameter tajuk tanaman secara berkala juga analisis jaringan daun. Pengamatan ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu tiga bulan dan enam bulan setelah aplikasi. Setelah itu juga dilakukan penghitungan jumlah buah.

Analisis Data

Percobaan ini dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap dengan tujuh perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali. Model hipotetik rancangan percobaan untuk analisis statistik adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij Di mana:

i : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 j : 1, 2, 3

Yij : Pengamatan pada perlakuan penambahan kompos ke-i dan ulangan ke-j

µ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan penambahan kompos ke-i

(44)

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan Analisis

Pendahuluan

Pembuatan Kompos Survai Lapang

Aplikasi ke Tanaman Jeruk

Kadar Hara Tanaman Pengamatan Akar dan

Pertumbuhan Tanaman

Analisis Tanah

Sifat Fisik

Sifat Kimia

Sifat Biologi

Analisis Tanaman

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan setelah melaksanakan penelitian, diperoleh hasil yang disusun dengan sistematika hasil pengomposan, kualitas kompos dari berbagai bahan organik, pengaruh kompos terhadap sifat kimia, biologi dan fisika tanah, pengaruh kompos terhadap kadar hara dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, dilihat pula peluang bisnis untuk mengembangkan kompos.

Hasil Pengomposan

Lamanya proses dan hasil pengomposan yang dilakukan di lapang disajikan pada Tabel 3. Lamanya pengomposan menunjukkan kecepatan bahan baku untuk dikomposkan. Terlihat dari tabel bahwa kompos dari rumput mengalami proses dekomposisi paling lama yaitu 68 hari. Rumput yang digunakan adalah rumput liar yang mengandung lignin sehingga lebih sulit untuk terdekomposisi. Selain kandungan bahan, sifat bahan juga mempengaruhi lamanya pengomposan.

Pengomposan dari bahan tanaman lebih lama dibandingkan dari kotoran hewan. Kotoran hewan banyak mengandung selulosa yang lebih mudah terdekomposisi, sedangkan sisa tanaman walaupun juga mengandung selulosa namun juga mengandung lignin maupun polifenol yang lebih sulit terdekomposisi (Brady, 1990).

Jenis bahan baku dan proses pengomposan juga mempengaruhi hasil yang diperoleh. Dari dua ton bahan mentah, diperoleh hasil kotoran hewan yang lebih berat dibandingkan dengan sisa tanaman terkait dengan kadar air maupun jumlah padatan bahan asalnya. Namun bila dilihat dari bobot isi, kotoran hewan memiliki bobot isi yang lebih besar dibandingkan sisa tanaman.

Tabel 3. Lamanya proses dan hasil pengomposan

Jenis Kompos Lama Pengomposan

(hari)

(46)

Kualitas Kompos dari Berbagai Bahan Organik

Bahan kompos yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan adanya ketersediaan bahan di lapang, berupa kotoran ayam, kotoran sapi, batang pisang, rumput dan jerami padi. Sifat masing-masing kompos baik kadar air maupun kandungan hara masing-masing kompos yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Perbedaan kandungan kadar air terkait dengan kemampuan untuk memegang air. Perbedaan yang paling nyata pada kompos dari bahan batang pisang yang memiliki kadar air yang sangat besar (257,98%) dengan kondisi yang sama, setelah proses pengomposan dilakukan pengeringan terhadap kompos. Dari hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa kompos dari bahan batang pisang memiliki kemampuan menahan air yang sangat besar. Hal ini justru menunjukkan kurangnya jumlah hara yang ditambahkan ke dalam tanah dibanding kompos lainnya.

Pengukuran pH yang dilakukan pada tiap kompos menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan memiliki pH antara enam hingga delapan. Terlihat bahwa pH H2O lebih tinggi dibanding pH KCl, kecuali pada kompos kotoran ayam yang memiliki pH H2O yang sama dengan pH KCl. Kompos dari batang pisang dan jerami padi memiliki pH di atas delapan, pH kompos kotoran ayam dan rumput di atas tujuh, dan hanya kompos dari kotoran sapi yang kurang dari tujuh. Kemasaman bahan kompos juga mempengaruhi kandungan unsur hara di dalamnya. Selain itu, kandungan unsur hara kompos juga dipengaruhi oleh jenis bahan, serapan hara bagi tanaman dan jenis makanan untuk bahan organik yang berasal dari kotoran hewan.

(47)

termineralisasi, dan nitrogen yang tersedia siap dimanfaatkan tanaman. Dilihat dari jumlahnya, kompos yang berasal dari jerami padi memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi (2.48%) dari pada kompos yang lain.

Tabel 4. Sifat kimia kompos dari berbagai bahan

Parameter Satuan

KTK me/100g 129,49 129,02 122,59 155,00 108,09

P % 2,38 3,48 1,09 1,50 0,82

Fe total ppm 2368,4 2609,5 1131,7 1330,6 1127,7

Fe tersedia ppm 1,6 2,7 9,4 7,6 14,7

(48)

fosfor dan kalsium yang tinggi. Hasil penelitian Suzuki et al. (2004) juga menunjukkan bahwa kompos kotoran ayam mengandung fosfor dan kalsium yang tinggi. Kompos kotoran sapi terlihat tidak memiliki kandungan hara yang dominan dibanding yang lain. Ini terkait dengan pH yang dimiliki oleh kotoran sapi yang lebih rendah dibanding kompos lain.

Kandungan unsur mikro berupa Fe, Cu, Zn dan Mn juga dianalisis pada penelitian ini. Kandungan total besi pada kompos yang berasal dari batang pisang dan kotoran ayam lebih tinggi dibandingkan kompos yang lain. Kompos kotoran sapi mengandung Mn dan Zn yang lebih tinggi dibanding yang lain. Kandungan unsur mikro ini juga tergantung dari jenis bahan asalnya. Faktor ini mempengaruhi total nutrisi dalam kompos karena serapan hara tanaman yang berbeda tiap jenis tanaman bagi kompos yang berasal dari tanaman dan jenis konsumsi pakan ternak bagi kompos yang berasal dari kotoran hewan.

Terlihat pada Tabel 4 bahwa tidak semua total hara lebih besar dari pada hara yang tersedia, misalnya pada unsur kalium. Hal ini dapat terjadi karena pada saat pengabuan untuk mengukur total hara kompos terjadi pembentukan kristal silikat sehingga kalium yang ada terikat pada kristal tersebut. Dari penelitian Sardi (2006) menunjukkan bahwa pengabuan sekam padi pada 700oC akan membentuk kristal silikat yang memungkinkan terjadinya pengikatan bahan lain sehingga menjadi tidak tersedia. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua total unsur hara dapat terukur dari bahan baku kompos yang digunakan dengan pengabuan suhu 600oC.

(49)

Bobot bersih diperoleh sama seperti menghitung bobot kering mutlak, yaitu bobot yang diaplikasikan dibagi dengan (1+KA). Secara matematis ditulis sebagai berikut:

Hara tersedia yang ditambahkan dihitung berdasarkan konversi hara tersedia dari hasil analisis dikalikan dengan bobot bersih, dapat ditulis sebagai berikut:

Misalkan untuk perhitungan bobot bersih kompos batang pisang. Dengan kadar air 257,98% diperoleh berat bersih 6,70 kg. Untuk menghitung unsur fosfor tersedia yang ditambahkan, dengan hasil analisis ketersediaan fosfor batang pisang adalah 0,48%, maka diperoleh jumlah yang ditambahkan sebanyak 0,03 kg. Demikian pula untuk perhitungan unsur yang lain.

Dari hasil perhitungan tersebut ditunjukkan bahwa walaupun kalsium total dari kompos kotoran ayam sangat tinggi, tidak menjadikan jumlah hara tersedia yang ditambahkan ke dalam tanah tinggi. Dari Tabel 5 terlihat bahwa aplikasi kompos kotoran sapi menyediakan hara kalium, natrium, kalsium, dan magnesium lebih banyak dibanding kompos lain.

Tabel 5. Jumlah hara tersedia yang ditambahkan

(50)

Pengaruh Kompos terhadap Sifat Kimia Tanah

Penelitian aplikasi kompos di lapang dilakukan bulan Juni 2006 pada tanah Alluvial (Entisol). Analisis pendahuluan terhadap tanah menunjukkan masih memiliki kandungan bahan organik yang tinggi sebesar 3.59%. Kandungan pH H2O 1:1 sebesar 4.29 dan pH KCl (1:1) sebesar 3.23. Ciri lain yang dimiliki tanah antara lain N-total 0.17%, P 13 ppm, Al 2.45 me/100g, dan H 1.65 me/100g. Kandungan basa-basa yaitu K sebanyak 0.39 me/100g, Na 3.20 me/100g, Ca 3.2 me/100g, dan Mg 1.71 me/100g. Unsur mikro yang juga dianalisis berupa Fe sebanyak 88.1 ppm, Cu 1.1 ppm, Zn 6.0 ppm dan 30.3 ppm. Secara lebih lengkap, analisis tanah pendahuluan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel Lampiran 1.

Referensi yang ditemukan menunjukkan, hanya daftar kecukupan fosfor untuk tanaman jeruk yang ditemukan pada analisis tanah, yaitu 40 ppm P untuk tanah yang diekstrak dengan Bray I, data Ca dan Mg yang ditemukan dianalisis dengan Mehlich-1 menunjukkan kecukupan Ca dan Mg bila tersedia 250 ppm Ca dan 30 ppm Mg (Obreza et al., 1999). Hasil yang diperoleh dari analisis tanah menunjukkan bahwa tanah pada lokasi penelitian mengalami kekurangan fosfor.

Aplikasi bahan organik berupa kompos ke tanaman jeruk memberikan pengaruh kepada kondisi tanah selanjutnya. Beberapa sifat tanah yang dianalisis menunjukkan adanya perubahan sifat-sifat kimia tanah. Perubahan sifat kimia tanah setelah aplikasi kompos disajikan pada Tabel 6 dan hasil analisis ragam disajikan pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel Lampiran 5.

Aplikasi bahan organik berupa kompos berpengaruh terhadap perubahan pH H2O, baik pada bulan ketiga maupun bulan keenam setelah aplikasi. Pada kondisi tiga bulan setelah aplikasi, perubahan pH terbesar terjadi pada aplikasi kompos jerami padi dan batang pisang, walaupun dari hasil analisis ragam terlihat hanya aplikasi kompos batang pisang yang nyata berbeda dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya, setelah enam bulan aplikasi terjadi perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan kompos yang berasal dari kotoran ayam. Kompos meningkatkan kation yang terikat, terutama hidrogen di dalam tanah.

(51)

bulan ketiga setelah aplikasi mulai terlihat penurunan kadar Hdd, demikian pula setelah enam bulan setelah aplikasi. Hal ini nampak jelas pada aplikasi kompos batang pisang yang hanya sebesar 0,20 me/100 g sangat berbeda dengan kontrol yang sebesar 0,92 me/100g tanah.

Tabel 6. Pengaruh perlakuan kompos terhadap sifat kimia tanah setelah tiga dan enam bulan aplikasi

Sapi Rumput Jerami Padi Campuran

Bulan

Keterangan: angka pada baris yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

(52)

adanya hubungan terbalik antara pH dan kandungan Aldd di dalam tanah. Hal ini tampak jelas pada perlakuan kompos kotoran ayam pada bulan keenam, pH H2O tanah mencolok tinggi (6,01) dan kandungan Aldd yang sangat rendah (0,07 me/100 g). Kemampuan bahan organik untuk mengurangi jumlah Al yang dapat dipertukarkan ini juga telah didemonstrasikan oleh Hargrove dan Thomas (1981) dalam Syers dan Crasswell (1995).

C organik dan N total tanah

Kadar C organik tanah pada lokasi penelitian termasuk tinggi yaitu sebesar 3,59 %. Pada tiga bulan setelah aplikasi, hanya terjadi perbedaan pada aplikasi kompos kotoran ayam yang menurunkan kadar C organik. Eve et al. (2002) menyatakan bahwa kadar C di dalam tanah tergantung pada tekstur tanah, iklim, tipe dan pertumbuhan tanaman, sejarah penggunaan lahan dan manajemen lahan. Terjadinya penurunan kadar C organik tanah akibat aplikasi kompos kotoran ayam bisa diakibatkan karena kompos tersebut cepat terurai dalam tanah. Enam bulan setelah aplikasi, kompos batang pisang dan kotoran ayam lebih rendah dibandingkan kontrol yang mengandung 3,75% C organik. Hanya aplikasi kotoran sapi yang meningkatkan kandungan C organik hingga mencapai 4,97% yang berbeda nyata dengan kontrol.

Penurunan kadar C organik yang terukur terkait dengan priming effect negatif dari kompos. Mikroba yang ada di dalam tanah memanfaatkan bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah sebagai sumber energi utama. Setelah bahan organik yang ditambahkan telah terdekomposisi sempurna, mikroba kembali memanfaatkan bahan organik yang ada di dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan kadar C organik menjadi rendah dibanding kondisi awal tanah.

(53)

pada bulan ketiga, terkait iklim yang panas dengan curah hujan rendah. Sedangkan pada bulan keenam setelah aplikasi, curah hujan yang meningkat dari bulan ketiga aplikasi (bulan September) dimungkinkan mempengaruhi kelarutan nitrogen sehingga ketersediaannya semakin meningkat di dalam tanah (Tabel Lampiran 7).

Fosfor dan Basa dapat dipertukarkan

Hasil analisis fosfor dengan ekstrak Bray 1 dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis tanah memperlihatkan terjadinya kenaikan kadar fosfor setelah pemberian perlakuan. Pada tiga bulan pertama pemberian kompos terlihat perbedaan nyata hanya antara perlakuan kontrol (32,6 ppm) dengan jerami padi (132,5 ppm). Fosfor bersifat lambat tersedia, terlihat setelah enam bulan aplikasi semua kompos berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi kompos ke dalam tanah mampu menyediakan fosfor ke dalam tanah, dan kompos kotoran ayam yang diberikan dalam jumlah fosfor tertinggi juga menyediakan fosfor tertinggi pula di dalam tanah. Hasil penelitian Haynes dan Mokolobate (2001) dan Madejon et al. (2003) juga menunjukkan bahwa penggunaan sisa bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan fosfor.

Ekstraksi basa-basa dengan NH4OAC pH 7,0 memperlihatkan kenaikan kadar K, Ca, Mg, dan Na yang tersedia dalam tanah akibat perlakuan. Aplikasi kompos kotoran ayam dan jerami padi meningkatkan kadar kalium secara nyata dalam tanah pada bulan ketiga. Tingginya kalium tersedia di tanah akibat aplikasi kompos kotoran ayam tidak sejalan dengan jumlah kalium yang ditambahkan ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa kompos kotoran ayam mampu melepaskan kalium terikat yang lebih besar dibanding kompos lain. Setelah enam bulan, kadar kalium akibat perlakuan kompos campuran (1,03 me/100g), jerami padi (1,20 me/100g) dan kotoran ayam (1,46 me/100g) berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yang hanya mengandung 0,31 me/100g. Peningkatan basa-basa ini pula yang turut mempengaruhi peningkatan pH tanah terutama akibat aplikasi kompos kotoran ayam.

(54)

juga terjadi perbedaan yang nyata. Dengan analisis lanjut Duncan, pada bulan ketiga hanya perlakuan aplikasi kompos tersebut berbeda nyata dibanding kontrol. Selanjutnya pada bulan keenam hanya kompos campuran (10,03 me/100g) dan kotoran ayam (15,09 me/100g) yang berbeda nyata dengan kontrol (3,08 me/100g).

Untuk ketersediaan natrium juga diperlihatkan terjadinya peningkatan pada tiga bulan setelah aplikasi kompos rumput, kotoran ayam dan jerami padi yang memberikan perbedaan nyata terhadap kontrol dan setelah enam bulan kompos kotoran sapi, campuran, jerami padi dan kotoran ayam yang memberikan perbedaan nyata.

Unsur Mikro

Hasil analisis unsur mikro dengan menggunakan ekstrak HCl 0,05 N disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan rata-rata unsur terekstrak bila ditinjau kadar Fe dan Cu terjadi penurunan sedangkan Zn dan Mn relatif meningkat setelah tiga dan enam bulan aplikasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi kompos mampu menurunkan kadar Fe dari 42,7 ppm pada bulan ketiga hingga mencapai 15,3 ppm setelah ditambahkan kompos dari jerami padi. Di bulan keenam, kadar Fe dalam tanah terus menurun, dan yang terendah adalah hasil dari aplikasi kompos kotoran ayam. Ini menunjukkan bahwa unsur mikro tersebut diikat oleh bahan organik. Kadar Cu dan Zn tidak mengalami perubahan yang nyata akibat perlakuan, sedangkan kadar Mn meningkat pada bulan ketiga. Hal ini terlihat dari perlakuan kontrol yang mengandung 24,5 ppm Mn yang berbeda nyata terutama dengan perlakuan kompos batang pisang (32,9 ppm) dan jerami padi (64,2 ppm). Pada bulan keenam, konsentrasi Mn lebih tinggi dibanding kontrol, kecuali pada kompos kotoran ayam.Perlakuan kompos kotoran sapi (49,0 ppm) sangat berbeda dengan kontrol (23,8 ppm), sedangkan akibat perlakuan kompos kotoran ayam, tanah hanya mengandung 12,4 ppm Mn yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.

(55)

ketiga dan keenam setelah aplikasi. Ketersediaan Zn secara umum meningkat dan ketersediaan Mn bervariasi tergantung jenis kompos yang digunakan.

Banyaknya unsur mikro yang ditambahkan ke dalam tanah tidak menunjukkan semakin banyaknya ketersediaan unsur hara mikro yang teranalisis. Hal ini menunjukkan bahwa unsur mikro yang tersedia di dalam kompos masih bereaksi dalam tanah untuk menjadi tersedia di dalam tanah.

Tabel 7. Pengaruh perlakuan kompos terhadap unsur mikro tanah setelah tiga dan enam bulan aplikasi (ppm)

Parameter

Keterangan: angka pada baris yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Nitrat

Nitrogen yang berada di dalam tanah dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Adanya bahan organik tanah, maka akan terjadi mineralisasi melepaskan NH4+ dan proses nitrifikasi menghasilkan NO3-.Penelitian ini hanya melihat kandungan nitrat pada awal dan enam bulan setelah aplikasi yang disajikan pada Tabel 8. Dari data tabel tersebut terlihat bahwa nitrat yang terkandung di dalam tanah lebih terus meningkat dibandingkan sebelum aplikasi kompos. Konsentrasi nitrat ini terus meningkat setelah diaplikasikan kompos ke dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi kompos meningkatkan konsentrasi nitrat di dalam tanah.

(56)

menunjukkan bahwa perlakuan kompos sapi lebih mampu menyediakan nitrogen pada tanaman.

Tabel 8. Pengaruh perlakuan kompos terhadap kandungan nitrat tanah pada kondisi awal dan setelah enam bulan aplikasi

Para

Pengaruh Kompos terhadap Sifat Biologi Tanah

Penelitian ini juga melihat pengaruh pemberian kompos terhadap perubahan sifat biologi tanah berupa populasi cacing, respirasi dan karbon mikroorganisme (CMic).

Populasi Cacing

Aplikasi kompos pada tanaman jeruk memberikan pengaruh terhadap populasi cacing tanah. Populasi cacing yang ditemukan di lapang disajikan pada Gambar 5. Di awal penelitian ditemukan cacing rata-rata 260 ekor/m2. Menurut Curry (1998), cacing tanah jarang ditemukan pada tanah dengan pH <4.5, padahal tanah awal memiliki pH 4,29. Hal ini dapat terjadi karena tanah yang diteliti masih memiliki kadar karbon yang tinggi (3,59%).

Pada tiga bulan setelah aplikasi kompos, beberapa perlakuan menurunkan populasi cacing, yaitu aplikasi kompos jerami padi, rumput, dan kotoran ayam. Namun hal ini tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan kontrol (287 ekor/m2). Pengaruh yang nyata ditunjukkan akibat aplikasi kompos campuran dan kotoran sapi, berturut-turut ditemukan 427 dan 430 ekor/m2.

(57)

rumput dan jerami memiliki kandungan hara yang digunakan cacing untuk tumbuh dan berkembang biak.

Jumlah Cacing

Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

Gambar 5. Hubungan perlakuan kompos dengan populasi cacing tanah

Dari hasil pengamatan di lapang pada bulan keenam menunjukkan adanya perbedaan fisik (Gambar 6). Perbedaan mencolok ditemukan pada cacing dengan ciri fisik yang besar pada tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, sedangkan pada tanah yang diaplikasikan kompos rumput dan jerami padi, cacing yang ditemukan relatif kecil, namun ditemukan dalam jumlah yang banyak. Hal ini terkait dengan ketersediaan bahan makanan bagi cacing dan penggunaannya. Faktor yang mendukung adalah tingginya kalsium dalam tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, sehingga dimungkinkan cacing ini ikut terlibat dalam merombak kalsium sehingga ketersediaannya di dalam tanah semakin meningkat. Hasil penelitian Dlamini dan Haynes (2004) menunjukkan adanya peningkatan jumlah cacing berkorelasi positif dengan aplikasi bahan organik, pH tanah dan kadar kalsium yang dapat dipertukarkan dalam tanah, tetapi tidak berbeda nyata korelasinya dengan Mg, K, Na yang dapat dipertukarkan dan Truog P.

(58)

tanah. Dalam penelitian ini, hal inilah yang diharapkan terjadi, struktur tanah menjadi baik dan porositas pun meningkat.

(a) (b)

a b

Gambar 6. Cacing yang ditemukan di lapang

(a) cacing yang ditemukan pada tanah yang diaplikasikan kompos kotoran ayam, (b) cacing yang ditemukan pada tanah yang diaplikasikan kompos jerami padi

Respirasi dan CMic

Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Tingkat respirasi yang diukur dari besarnya CO2 yang dikeluarkan merupakan indikator yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah. Kecepatan respirasi di sini lebih mencerminkan aktivitas metabolik daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikroorganisme tanah. Jenis tumbuhan juga bisa mempengaruhi respirasi tanah yaitu melalui pengaruhnya terhadap iklim mikro dan struktur tanah, jumlah daun-daun yang berguguran ke tanah, kualitasnya, dan tingkat respirasi akar (Raich dan Tufekcioglu, 2000).

Reaksi umum yang terjadi pada saat respirasi adalah sebagai berikut:

(59)

aktivitas mikroorganisme untuk bekerja menguraikan bahan organik yang ada. Hasil penelitian Lovel dan Jarvis (1996) menyatakan efek terbaik akan terjadi bila bahan organik yang ditambahkan sudah secara sempurna tercampur dalam tanah, yang dapat meningkatkan respirasi tanah. Pada lapisan dasar, aktivitas mikroorganisme di sekitar trumbuk juga meningkat. Pada bulan keenam terlihat bahwa aktivitas mikroorganisme mulai menurun yang dimungkinkan karena semakin berkurangnya makanan. Adanya peningkatan respirasi pada lapisan dasar pada bulan keenam dimungkinkan karena terjadinya pencucian hara pada lapisan trumbuk.

Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam

Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan lantai bulan keenam

Gambar 7. Hubungan perlakuan kompos dengan respirasi tanah

Mikroba memanfaatkan karbon sebagai pembentuk tubuhnya. Aktivitas mikroorganisme dapat dilihat dari kandungan C yang berasal dari karbon mikroorganisme (CMic) yang disajikan pada Gambar 8. Kandungan CMic yang tinggi diikuti dengan respirasi yang tinggi menunjukkan kualitas tanah yang sehat. Dari hasil analisis, terlihat bahwa kandungan CMic sangat beragam.

(60)

menunjukkan kondisi mikroba yang seimbang antara bakteri dan fungi. Sedangkan pada kontrol terlihat hasil CMic yang tinggi diikuti dengan respirasi yang rendah menunjukkan bahwa tanah didominasi oleh fungi. Hal ini sejalan dengan kondisi tanah pada kontrol yang masam, fungi lebih tahan terhadap tanah yang masam dibanding bakteri (Killham, 1994).

C

M ic

Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

ug/

g

Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan lantai bulan keenam

Gambar 8. Hubungan perlakuan kompos dengan CMic tanah

Pengaruh Kompos terhadap Sifat Fisika Tanah

Perlakuan kompos pada penelitian ini juga melihat perubahan sifat fisik tanah, berupa volume tanah, bobot isi, ketersediaan air, dan kemantapan agregat akibat perlakuan aplikasi bahan organik.

Volume tanah terkait pada besarnya jumlah padatan, pori dan air dalam tanah. Semakin besar volume padatan tanah berarti semakin kecil ruang pori tanah yang berisi air dan udara. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa umumnya volume tanah berkurang pada bulan ketiga ke bulan keenam dengan adanya aplikasi kompos. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bahan kompos mampu mengurangi jumlah padatan dalam tanah. Namun hal yang berbeda dengan lapisan di bawahnya yang tidak mengalami perubahan yang berarti.

(61)

Komposisi Tanah Lap. Trumbuk Bulan Ketiga

Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

Gambar 9. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan trumbuk pada bulan ketiga

Komposisi Tanah Lap. Trumbuk Bulan Keenam

0%

Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

(62)

Komposisi Tanah Lap. Lantai Bulan Ketiga

Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran Perlakuan

Gambar 11. Hubungan perlakuan kompos dengan komposisi tanah lapisan lantai pada bulan ketiga

Komposisi Tanah Lap. Lantai Bulan Keenam

0%

Kontrol Btg Pisang Kot Ay am Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

(63)

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan volume udara pada lapisan trumbuk setelah enam bulan aplikasi. Volume padatan rumput dan jerami berkurang, dan kemampuan mengikat air semakin besar. Kompos batang pisang dan kotoran ayam makin banyak menyediakan rongga udara yang menunjukkan makin tingginya porositas tanah setelah diaplikasikan kompos. Ini berarti bahwa aplikasi kompos tersebut sangat pengaruh positif terhadap kondisi tanah.

Volume padatan lapisan lantai yang ditunjukkan Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan perubahan yang tidak begitu besar, jelas terlihat pada aplikasi kontrol dan jerami padi yang bahkan terjadi peningkatan padatan dan air pada bulan keenam. Hal ini jelas menunjukkan kondisi tanah di lapang yang sebenarnya pada saat setelah musim hujan.

Pengukuran bobot isi juga dilakukan pada penelitian ini. Gambar 13 menunjukkan bobot isi tanah dan Gambar 14 menunjukkan porositasnya. Dari gambar terlihat bahwa bobot isi ini berbanding terbalik dengan adanya ruang pori di dalam tanah. Adanya hubungan yang berbanding terbalik ini di duga berasal dari adanya pemadatan tanah. Peningkatan bobot isi tanah akan menurunkan ruang pori tanah dan tanah tersebut akan menjadi padat.

Bobot Isi

Kontrol Btg Pisang Kot Ayam Kot Sapi Rumput Jerami Campuran

Perlakuan

g/

c

m

3

Lapisan trumbuk bulan ketiga Lapisan trumbuk bulan keenam

Lapisan lantai bulan ketiga Lapisan lantai bulan keenam

Gambar

Gambar 3. Lokasi penelitian di lapang
Tabel 2. Metode yang digunakan untuk analisis tanaman
Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan
Tabel 3. Lamanya proses dan hasil pengomposan
+7

Referensi

Dokumen terkait

memberikan definisi upah sebagai berikut : Suatu penerimaan sebagai imbalan dari perusahaan kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan

Berdasarkan sifat pelayanannya (McGee dan Yeung, 1977:82-83), pedagang sector informal dibedakan atas pedagang menetap ( static ), pedagang semi menetap (semi static ),

Pada skripsi yang berjudul Konsep Alienasi Kerja Menurut Karl Marx dalam Buku “Economic and Philosophic Manuscripts of 1844”, penulis menggunakan skema

13 Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.. Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus

1) Makna denotasi sebagai sarana penyampaian pesan secara tidak eksplisit. Pada buku novel grafis Batman: The Killing Joke , sebuah lelucon satire di gunakan sebagai

Orientasi tempat usaha terhadap jalan pada rumah tinggal berfungsi ganda di daerah Sewon, Bantul, Yogyakarta menghadap jalan yang membu- jur dari utara ke selatan menghadap ke

gambaran penguasaan materi ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :.. *) Isian kolom bisa, tidak bisa, ragu-ragu

Penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Zufar dan Budi Setiyono, 2016) dari “Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)” dengan judul