• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifier)”.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifier)”."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KONSER

LU

RVASI SU

F

INS

UTHFIA N

DEP

UMBERD

FAKULTA

STITUT P

NURAINI

PARTEME

DAYA HUT

AS KEHU

ERTANIA

2009

RAHMAN

EN

TAN DAN

UTANAN

AN BOGO

N

N EKOWI

OR

(2)

LUTHFIA NURAINI RAHMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

(Rhacophorus margaritifier)”. Di bawah bimbingan: (1) Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si dan (2) Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS

Konversi lahan dan aktivitas manusia dapat menjadi peyebab terjadinya penurunan populasi Rhacophorus margaritifer. Namun belum banyak data mengenai ekologi, populasi dan biologi spesies ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan manajemen habitat yang lebih baik. Penelitian mengenai pakan merupakan langkah awal dalam rangka konservasi spesies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi pakan, jenis pakan, ketersediaan pakan dan relung R. margaritifer.

Pengambilan data dilakukan di tiga lokasi yaitu Cibeureum, Ciwalen dan Kebun Raya Cibodas. Katak yang dikumpulkan sebanyak 73 individu, terdiri dari 65 jantan dan 8 betina. Pengambilan data katak dilakukan pada pukul 20.00 – 23.00 WIB. Data pakan dilakukan dengan menggunakan metode Stomach Flushing. Data ketersediaan pakan dikumpulkan dengan melakukan survei serangga pada plot berukuran 10 m x 1 m dengan menggunakan perangkap cahaya dan penangkapan langsung dengan tangan.

R. margaritifer memangsa 11 ordo dari 3 kelas hewan dari 2 filum, yaitu Insekta dan Arachnida dari Filum Arthropoda dan Gastropoda anggota Filum Moluska. Frekuensi pakan berdasarkan kelas tertinggi adalah Insekta (70,27%) sedangkan frekuensi pakan berdasarkan ordo tertinggi adalah Orthoptera (23,08%). Jantan R. margaritifer memanfaatkan 10 ordo pakan sedangkan betina hanya memanfaatkan 3 ordo pakan. Terdapat korelasi positif antara panjang tubuh katak dengan volume pakan, yang berarti semakin panjang ukuran katak maka volume pakan yang dimanfaatkan akan semakin besar. Volume pakan yang dimanfaatkan betina lebih besar daripada jantan karena ukuran tubuh betina lebih besar daripada jantan dan betina membutuhkan energi lebih besar untuk melakukan aktivitas hariannya daripada jantan. Hasil survei serangga memperlihatkan bahwa Orthoptera merupakan ordo serangga yang paling dominan ditemukan di lokasi penelitian. R. margaritifer merupakan satwa oportunis (τ = 0,934). Individu jantan lebih oportunis daripada betina karena betina lebih selektif dalam menentukan ukuran pakan yang dimanfaatkan. Indeks Levin’s sebesar 0,642 menunjukkan bahwa R. margaritifer menempati relung yang luas dan merata. Relung betina lebih sempit daripada jantan karena tingkat selektivitas betina yang lebih tinggi daripada jantan. Tumpang tindih relung jantan dan betina cukup tinggi (0,656), menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang tinggi antara kedua jenis kelamin. Kurangnya sampel betina yang diperoleh mengakibatkan analisis tidak dapat dilakukan dengan baik, oleh karena itu penelitian lanjutan disarankan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.

(4)

Frog (Rhacophorus margaritifier)”. Under supervision of Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si and Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS

Habitat alteration and human activities may cause decreasing population of

R. margaritifer. There is a lack of information about ecology, biology and population of this species , thus it is necessary to carry out research for better habitat management. Feeding research of this species is a first step to establish the conservation of this species. The purpose of this research is to determine food preference, type of food, prey availability and ecological niche of R. margaritifer

based on food preference.

Data were collected at three locations, Cibeureum, Ciwalen and Cibdoas Botanical Garden from 73 samples, consisting of 65 males and 8 females. Frogs were collected at 20.00 – 23.00 WIB. The Stomach Flushing method was used to collect the data of diet. Data of prey availability were collected by insects survey in 10 x 1 m plots using light trap and hand collecting.

R. margaritifer prey consisted of 11 orders in 3 classes (Insect and Arachnid from phylum Arthropod and Gastropod from Molusca). The highest frequency of prey taken is Orthoptera (23,08%). The males feed on 10 orders and females feed on 3 orders. There is positive correlation between body length and feed volume. There is a higher volume of food eaten by females than males, most probably caused by differences of morphology and daily activities. Insect surveys showed that Orthoptera is the most dominant order in R. margaritifer habitat. R. margaritifer is opportunistic (τ = 0,934). Males are more opportunist than females because females are more selective to choose the size of her food. Levin’s measure value shows that R. margaritifer has a large and broad niche. Niche of female are smaller than males because selective rate of females are higher than males. Niche overlap between males and females is quite high (0,656) which shows a high interaction between both sexes. Since research only able to obtain a small number of females’ samples, the result might be inadequate for robust analysis. Thus, further research is recommended to obtain data that are more complete.

(5)

Bogor, Desember 2009

Luthfia Nuraini Rahman NRP. E34051151

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifier)” adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(6)

NIM : E34051151

Menyetujui, Pembimbing I

Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si NIP. 19651114 199002 2 001

Pembimbing II

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS NIP. 19660921 199003 2 001

Mengetahui,

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Ketua

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003

Tanggal lulus:

(7)

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1987 dan merupakan puteri dari pasangan Asep Kusrahman, S.Pd dan Mursilah, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang telah dilalui oleh penulis antara lain SDN 5 Manna (1993), SLTP N 2 Kota Manna (1999), dan SMA N 2 Kota Manna (2005) di Bengkulu Selatan. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mulai belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2006.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kampus antara lain di Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) sebagai ketua biro kesekretariatan periode 2007/2008, Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH)-Phyton HIMAKOVA sebagai bendahara periode 2006/2007, Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB (PCSI-IPB) sebagai bendahara periode 2007/2008 dan sebagai penanggung jawab bidang Jaringan dan Informasi periode 2008/2009, anggota Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR) dan Manna People Community (MPC).

Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain: Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA di TN. Bantimurung-Bulusaraung pada tahun 2007, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di CA. Leuweung Sancang dan TWA. Kawah Kamojang pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Ek-Situ (PUKES) di Penangkaran rusa Jonggol dan Kebun Raya Bogor pada tahun 2008 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN. Bukit Barisan Selatan-Provinsi Lampung pada tahun 2009.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul “Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS.

(8)

Alhamdulillah. Segala puji penulis panjatkan bagi Allah SWT yang telah memberikan anugerah berupa kesehatan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan umatnya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah berperan dalam penyusunan tugas akhir ini mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyelesaian. Ucapan terimakasih tersebut disampaikan kepada:

1. Orang tua tercinta serta Adik dan Kakak atas semua doa, kasih sayang yang tak pernah putus serta dukungan baik moril dan materi kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS selaku pembimbing pertama dan kedua, yang telah memberikan bimbingan, bantuan, masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini

3. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp, Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc, dan Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini.

4. Kepala Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan staff yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan pelaksanaan penelitian.

5. Laboratorium Entomologi Hutan Dept. Silvikultur atas bantuan peralatan dan media identifikasi data bagi penulis

6. Boby Darmawan, S.Hut, M. Irfansyah Lubis, S.Hut dan Neneng Sholihat, S.Hut sebagai supervisi yang banyak membantu dalam pengambilan dan pengolahan data

7. Tim Javanus (Panda, Neneng, Irwan, Wista dan Salomo) atas semangat dan bantuan serta dukungan saat di lapangan dan penyelesaian skripsi ini

(9)

selama 4 tahun ini.

10. Keluarga besar Sylva Indonesia (Ajeng, Budi, Lika, Riva “Mabal”, Didie, Bobi, Muthe, Sherly, Ntis, Boy, Jhon, dkk) atas kebersamaan, kekeluargaan dan dukungan kepada penulis

11. Keluarga besar KPH-Phyton HIMAKOVA

12. Faridh Al-Muhayat Uhib H. atas semua kasih sayang, doa, dukungan, semangat serta pembelajaran lain untuk penulis.

13. Ahmad Nurdianto, Hildalita dan Dody Oktiawan, sahabat penulis, atas dukungan dan semangat yang diberikan.

14. Subekti Prihantono, S.Si, atas masukan dan diskusi bersama penulis.

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan anugerah berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penelitian ini diberi judul Preferensi Pakan Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) dan dilaksanakan pada bulan Desember 2008 dan April sampai Agustus 2009. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan untuk penyusunan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan data dasar dalam rangka upaya konservasi Katak Pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan tidak tertutup kemungkinan masih terdapat ketidaksesuaian baik dalam penyajian isi materi, maupun tata bahasa maupun dalam hasil yang diperoleh sebagai akibat dari belum optimalnya usaha. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2009

Penulis

   

(11)

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2 

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Taksonomi ... 3

2.2. Morfologi ... 3

2.3. Habitat dan Penyebaran ... 5

2.4. Perilaku Makan ... 5

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 7

3.1. Waktu dan Tempat ... 7

3.2. Alat dan Bahan ... 7

3.3. Jenis Data... 8

3.4. Metode Pengambilan Data ... 9

3.4.1. Data Spesies ... 9

3.4.2. Data Pakan ... 9

3.4.3. Data Ketersediaan Pakan ... 10

3.5. Analisis Data ... 11

3.5.1. Identifikasi dan Pengelompokkan Jenis Pakan ... 11

3.5.2. Volume dan Dimensi Pakan ... 12

3.5.3. Korelasi Antara Ukuran Tubuh Spesimen dengan Volume Pakan ... 12

3.5.4. Komposisi Pakan ... 13

3.5.5. Kelimpahan Pakan ... 13

3.5.6. Pemilihan Pakan ... 14

3.5.7. Relung ... 14

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 16

4.1. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ... 16

4.1.1 Curug Cibeureum ... 16

4.3.2 Ciwalen ... 18

4.2 Kebun Raya Cibodas ... 19

V. HASIL ... 20

5.1. Komposisi Pakan ... 20

5.2. Volume Pakan ... 22

5.3. Ketersediaan Pakan ... 23

5.4. Relung ... 26

VI. PEMBAHASAN ... 27

6.1. Komposisi dan Ketersediaan Pakan ... 27

6.2 Relung ... 34

(12)

7.1 Kesimpulan ... 39

7.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 44

 

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1 Perbandingan ukuran SVL R. margaritifer berdasarkan jenis

Kelamin ……… 4

2 Perbandingan daerah penyebaran R. margaritifer ………5

3 Alat dan bahan ………. 8

4 Komposisi pakan R. margaritifer ……….22

5 Kelimpahan jenis pakan R. margaritifer di habitat dan lambung ……… 25

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Rhacophorus margaritifer ………...4

2 Peta lokasi pengambilan data spesimen ……….. 7

3 Kondisi habitat di daerah Curug Cibeureum ………... 17

4 Habitat pada jalur interpretasi HM 23 – 25 ………. 18

5 Kondisi habitat di Ciwalen ……….. 19

6 Kondisi habitat di Kebun Raya Cibodas ………. 20

7 Pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh R. margaritifer ……….. 21

8 Hubungan panjang tubuh dengan volume pakan R. margaritifer ……...… 23

9 Perbandingan densitas serangga di habitat dan lambung R. margaritifer pada masing-masing habitat ……….………... 24

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Komposisi dan Volume Pakan R. margaritifer ………...44

2 Jenis Serangga di Masing-Masing Habitat R. margaritifer ………45

3 Lebar Relung R. margaritifer ……….. 47

4 Lebar Relung R. margaritifer Jantan ……….. 47

5 Lebar Relung R. margaritifer Betina ……….. 47

6 Tumpang Tindih Relung Jantan dan Betina R. margaritifer ……….. 48

7 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer 49 8 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Jantan ………. 49

9 Analisis Koefisien Korelasi Kendall’s (Pemilihan Pakan) R. margaritifer Betina ………. 50

10 Uji Korelasi Antara Panjang Tubuh dengan Volume Pakan ………... 50

11 Pakan yang ditemukan dalam lambung R. margaritifer ………. 51

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rhacophorus margaritifer (Schlegel 1837) merupakan salah satu jenis katak pohon endemik Pulau Jawa. Penyebarannya di Pulau Jawa hanya meliputi 2 daerah di Jawa Barat dan satu daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Iskandar dan Mumpuni 2004). Di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP/Jawa Barat) jalur Cibodas, jenis ini hanya terdapat di habitat berhutan di ketinggian antara 1400 mdpl (Ciwalen) sampai 1800 mdpl (Rawa Denok) dengan kelimpahan tertinggi di Cibeureum (1700 mdpl) (Kusrini et al. 2007, Lubis 2008). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kusrini et al. (2007), R. margaritifer merupakan salah satu jenis dengan jumlah individu tertinggi di kawasan TNGP.

Pada tahun 2004, R. margaritifer terdaftar sebagai satwa dengan status

Vulnerable namun statusnya kemudian turun menjadi Least Concern dalam Daftar Merah IUCN versi 2009.2 tahun 2009 (Iskandar et al. 2009). Satwa ini tidak terdaftar sebagai satwa dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 dengan kelimpahan yang relatif stabil (Kusrini et al. 2007). Perubahan habitat dan aktivitas pengunjung merupakan salah satu ancaman bagi keberadaan R. margaritifer yang dapat berakibat kepada penurunan populasi. Belum banyak data mengenai ekologi, populasi dan biologi spesies ini, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan manajemen habitat yang lebih baik.

Penelitian mengenai jenis pakan di TNGP telah dilakukan pada spesies

(17)

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk: 1. Mengetahui preferensi pakan R. margaritifer

2. Mengetahui jenis pakan R. margaritifer.

3. Mengetahui ketersediaan pakan R. margaritifer di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango.

4. Mengetahui lebar relung dan tumpang tindih relung R. margaritifer

berdasarkan sumberdaya pakan yang digunakan.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data awal mengenai jenis pakan dan perilaku makan R. margaritifer yang berguna dalam upaya konservasi spesies dan pengelolaan kawasan.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi

Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Jawa (R. margaritifer Schlegel 1837) menurut Frost (2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Class : Amfibia Ordo : Anura

Famili : Rhacophoridae Sub-Famili : Rhacophorinae Genus : Rhacophorus

Spesies : Rhacophorus magaritifier Schlegel 1837 (Rhacophorus javanus Bottger 1983) (Rhacophorus barbouri Ahl 1931)

Anggota Famili Rhacophoridae yang dikenal dari Asia Selatan dan Afrika terdiri dari 10 marga, tetapi di Indonesia hanya diwakili oleh empat marga, yaitu Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), dan Rhacophorus (20 jenis) (Iskandar 1998). Dari seluruh anggota famili Rhacophoridae di Indonesia yang terdiri dari 8 jenis katak, hanya terdapat dua jenis yang berasal dari genus Rhacophorus, yaitu Rhacophorus reinwardtii dan Rhacophorus margaritifer (Iskandar 1998).

2.2. Morfologi

Katak pohon jawa berukuran kecil sampai sedang, dengan tubuh relatif gembung, kira-kira setengah atau dua pertiga jari tangan berselaput, semua jari kaki kecuali jari keempat berselaput sampai ke piringannya, tumit mempunyai sebuah lapisan kulit (flap), tonjolan kulit terdapat di sepanjang pinggir lengan, dasar kaki sampai jari luar (Iskandar 1998).

(19)

kecil kasar. Kulitnya berwarna coklat mahagoni atau kemerahan, sampai ungu dengan bercak-bercak tidak beraturan (Gambar 1).

Gambar 1 Rhacophorus margaritifer

Ukuran tubuh katak pohon Jawa sangat tergantung pada jenis kelaminnya. Individu jantan biasanya berukuran lebih kecil daripada individu betina. Berdasarkan beberapa literatur ukuran SVL (Snout Vent Length) yakni panjang dari moncong sampai tulang ekor katak pohon Jawa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan Ukuran SVL Katak Pohon Jawa Berdasarkan Jenis Kelamin

Pencacah SVL

♂ ♀

Iskandar (1998) Kurniati (2003) Kusrini & Fitri (2006)

< 50 mm 36 – 45 mm

< 46 mm

50 – 60 mm 44 – 68 mm 39 – 63 mm

2.3. Habitat dan Penyebaran

(20)

Tabel 2 Perbandingan Daerah Penyebaran Katak Pohon Jawa

Pencacah Penyebaran

IUCN (2007)

Iskandar (1998)

Kurniati (2003)

Kusrini & Fitri (2006)

Di atas 1000 m dpl

250 – 1500 m dpl

Dataran rendah sampai 1700 m dpl

600 – 1800 m dpl

Frost (2009) menyebutkan bahwa jenis ini biasanya hidup di hutan primer pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Katak pohon Jawa biasanya hidup di daerah yang berhutan di pegunungan bahkan di hutan yang sudah terganggu.

2.4. Perilaku Makan

Sebagian besar katak adalah satwa oportunistik dan pada umumnya sebagian besar katak dewasa merupakan karnivora dan cenderung memakan mangsa yang lebih besar (Hofrichter 1999). Kebanyakan katak memangsa serangga dan larva serangga, cacing, laba-laba, siput, dan hama. Sebagian besar katak hanya memakan jenis serangga yang bergerak dan beberapa katak memangsa jenis serangga yang pergerakannya lambat (Duelman dan Truebs 1994; Stebbins dan Cohen 1997).

Setiap jenis katak memiliki cara yang berbeda dalam berburu mangsa tergantung dengan jenisnya. Katak dengan perawakan gemuk dan bermulut lebar biasanya mencari mangsa dengan hanya diam dan menunggu mangsa dan biasanya memanfaatkan jenis pakan yang berukuran besar dan dalam jumlah sedikit (Duelman dan Truebs 1994; Stebbins dan Cohen 1997). Sedangkan katak-katak yang berperawakan ramping dan bermulut meruncing, biasanya aktif dalam berburu mangsa dan memanfaatkan mangsa dalam jumlah banyak dengan ukuran mangsa kecil (Duelman dan Truebs 1994; Stebbins dan Cohen 1997).

Besarnya jumlah pakan yang dikonsumsi katak beragam sesuai dengan ukuran tubuh katak itu sendiri. Perbedaan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap besarnya jumlah pakan yang dimanfaatkan. Pada katak jenis

(21)

dan lebih gesit dalam mencari mangsa dibandingkan dengan individu betina (Sugiri 1979).

Penelitian mengenai perilaku pakan beberapa jenis katak di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Berdasarkan hasil penelitian Mumpuni et al.

(1990), diketahui bahwa pakan utama yang dikonsumsi oleh Rana chalconota

dan Mycrohylla achatina di Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat adalah insekta dan arthropoda. Penelitian pakan pada Rana erythraea, Fejervaria limnocharis, Rana chalconota dan Occidozyga lima dilakukan oleh Atmowidjojo dan Boeadi (1998) di daerah persawahan di Bogor. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa pakan utama Rana erythraea adalah insekta, pakan utama Fejervaria limnocharis

adalah rayap, pakan Rana chalconota didominasi oleh cacing, sedangkan

Occidozyga lima lebih menyukai semut sebagai pakan utamanya (Atmowidjojo dan Boeadi 1998). Sasikirono (2007) melakukan analisis lambung untuk mengetahui jenis pakan pada Leptobrachium hasselti. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Leptobrachium hasselti paling banyak memanfaatkan serangga ordo Araneae sebagai pakan utamanya (Sasikirono 2007).

(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 dan bulan April – Juni 2009. Pengambilan data spesimen dilakukan di daerah sekitar Curug Cibeureum dan Ciwalen (Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango) dan Kebun Raya Cibodas (Gambar 2). Sedangkan analisis lambung spesimen dan identifikasi jenis pakan dilakukan di Laboratorium Entomologi, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 2 Peta Lokasi Pengambilan Data Spesimen

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dikelompokkan berdasarkan kegunaannya dalam pengumpulan dan analisis data (Tabel 3).

3.3. Jenis Data

(23)

dikumpulkan adalah jenis pakan, jumlah jenis pakan setiap individu spesimen dan ukuran pakan (panjang/L dan lebar/W) serta volume (V) pakan dalam lambung. Sedangkan data ketersediaan pakan yang dikumpulkan antara lain jenis serangga yang terdapat pada habitat katak pohon Jawa.

Tabel 3 Alat dan Bahan Penelitian

No. Nama Alat/Bahan Kegunaan

1. a. b. c. d. e. f. g. h.

Pengambilan Data Spesimen Senter dan baterai

Plastik spesimen Spidol permanen Jangka sorong 0.05 mm

Neraca pegas (Pesola 10 gr, 30 gr) Jam (timer)

Termometer dry-wet Box peralatan/tas

Penerangan

Tempat menampung sementara spesimen Pelabelan pada plastic spesimen

Pengukuran SVL spesimen Pengukuran bobot spesimen Pengukur waktu

Mengukur suhu dan kelembaban lokasi Tempat peralatan 2. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.

Pengambilan Data Pakan Alkohol 70%

Pinset

Lup/Mikroskop stereo Pipa plastic (Φ 0.25 mm) Air

Syringe (alat semprot) Gelas ukur vol. 5 ml Jangka sorong 0.05 mm Cawan petri

Buku panduan identifikasi Botol spesimen ukuran kecil

Mengawetkan isi lambung spesimen Memisahkan jenis pakan

Identifikasi jenis pakan

Memasukkan air ke dalam esofagus katak Memancing keluar isi lambung katak Menyemprotkan air ke dalam mulut katak Menghitung volume pakan

Menghitung dimensi pakan

Tempat menampung pakan untuk identifikasi Identifikasi jenis pakan

Menampung pakan sementara 3. a. b. c. d. e. f. g. h.

Data Ketersediaan Pakan Perangkap cahaya (Light Trap) Pinset

Meteran

Plastik spesimen Alkohol

Botol spesimen ukuran sedang Jangka sorong 0.05 mm Gelas ukur vol. 10 ml

Menangkap jenis serangga terbang Mengumpulkan serangga yang tertangkap Mengukur panjang dan lebar plot

Menampung serangga sementara Bahan pengawet serangga pakan Menyimpan serangga pakan Mengukur dimensi serangga pakan Mengukur volume serangga pakan 3.

a. b.

Dokumentasi

Buku catatan lapangan/Tally sheet Kamera digital

(24)

3.4. Metode Pengambilan Data 3.4.1. Data Spesies

Data spesies diambil dengan mengumpulkan sebanyak 73 spesimen R. margaritifer dari beberapa lokasi di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (Curug Cibeureum dan Ciwalen) dan Kebun Raya Cibodas. Sebanyak 10 spesimen dikumpulkan dari Kebun Raya Cibodas, 5 spesimen dikumpulkan dari Ciwalen dan sebanyak 58 spesimen dikumpulkan dari Curug Cibeureum. Pengumpulan spesimen dilakukan pada malam hari antara pukul 20.00 – 23.00 WIB.

Setiap spesimen diukur SVL dan bobot tubuhnya menggunakan jangka sorong dan timbangan. Waktu ditemukan, jenis kelamin, substrat dan aktivitas ketika ditemukan, serta posisi (vertikal dan horizontal) juga dicatat. Spesimen ditangkap langsung dengan tangan dan disimpan sementara dalam keadaan hidup dalam kantong spesimen untuk kemudian dilakukan pembilasan perut. Setelah pembilasan perut usai, spesimen kemudian dilepas kembali di lokasi tertangkap.

3.4.2. Data Pakan

Data pakan setiap spesimen dikumpulkan dengan melakukan analisis isi lambung menggunakan metode Stomach Flushing (Legler dan Sullivan 1979).

Sebelum isi lambung spesimen dikeluarkan, dilakukan anastesi menggunakan

Tricaine Metanasulfonat (MS-222) dengan konsentrasi 1% (Hirai dan Matsui 2001). Selang waktu maksimum dari penangkapan spesimen sampai dilakukan

flushing adalah 2 jam dengan asumsi pakan yang telah dimakan belum tercerna menyeluruh di dalam lambung spesimen.

(25)

alkohol 70% untuk pengawetan sebelum dibawa ke laboratorium untuk identifikasi.

Volume pakan yang berhasil dikeluarkan dari dalam lambung spesimen diukur dengan menggunakan gelas ukur, sedangkan dimensinya diukur dengan menggunakan jangka sorong. Gelas ukur yang digunakan adalah gelas ukur dengan volume 10 ml. Pengukuran dilakukan dengan memasukkan seluruh pakan dari satu spesimen ke dalam gelas ukur yang telah berisi 0.5 ml air. Pertambahan volume alkohol yang ditunjukkan pada gelas ukur setelah pakan dimasukkan dicatat sebagai volume pakan spesimen tersebut. Pengukuran volume pakan dilakukan pada masing-masing spesimen.

Identifikasi terhadap isi lambung spesimen yang telah dikeluarkan dilakukan berdasarkan kunci identifikasi serangga (Borror et al. 1996) sampai dengan tingkat ordo/famili. Identifikasi hanya dilakukan terhadap isi lambung yang masih memungkinkan untuk diidentifikasi dengan menggunakan kaca pembesar (lup) atau mikroskop stereo, tergantung ukuran pakan. Spesimen yang telah dikeluarkan isi lambungnya, dibiarkan selama ± 15 menit untuk kemudian dilepas kembali ke habitatnya.

3.4.3. Data Ketersediaan Pakan

Ketersediaan pakan R. margaritifer diperkirakan dengan melakukan penangkapan dan pengumpulan serangga yang hidup pada habitat R. margaritifer. Data dikumpulkan dengan menggunakan dua (2) cara yaitu dengan perangkap dan penangkapan langsung dengan tangan (Borror et al. 1996). Perangkap yang digunakan adalah perangkap cahaya (Light Trap).Penangkapan dan pengumpulan serangga dilakukan dengan melakukan eksplorasi di habitat R. margaritifer yaitu di Curug Cibeureum, Ciwalen dan Kebun Raya Cibodas. Eksplorasi dilakukan di plot berukuran 10 m x 1 m pada masing habitat. Jumlah plot pada masing-masing habitat sebanyak 8 plot, kecuali di Ciwalen sebanyak 2 plot. Pengambilan sampel ketersediaan pakan ini dilakukan pada malam hari antara pukul 20.00 – 22.00 WIB. Masing-masing lokasi dilakukan satu kali eksplorasi.

(26)

menggunakan belahan bambu yang diikat satu sama lain hingga membentuk sebuah kotak. Kotak tersebut kemudian ditutup dengan kain putih sebagai tempat menempel serangga yang datang. Pada saat digunakan, perangkap tersebut diletakkan di tengah-tengah plot. Sumber cahaya yang digunakan adalah lilin berdiameter 51.95 mm yang diletakkan di tengah kotak perangkap.

Penangkapan dengan tangan bertujuan untuk mengumpulkan jenis serangga di dalam plot yang bukan termasuk jenis serangga yang sensitif terhadap cahaya. Cara ini terutama dilakukan untuk mendapatkan jenis serangga yang berada di tempat yang tersembunyi seperti di bawah daun atau untuk mendapatkan serangga dari berbagai stadia (larva, nimfa dan imago). Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mendapatkan jenis serangga yang merayap pada batang pohon.

Serangga yang telah berhasil ditangkap di lapangan kemudian dikumpulkan di dalam plastik spesimen untuk penampungan sementara. Serangga-serangga tersebut kemudian dimatikan dengan menyuntikkan larutan alkohol 70% ke bagian tubuhnya dan diawetkan ke dalam larutan alkohol 70%. Awetan serangga tersebut kemudian dibawa ke Laboratorium Entomologi, Fakultas Kehutanan IPB untuk dilakukan identifikasi, penghitungan jumlah individu per jenis yang tertangkap dan pengukuran dimensi serta volume.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Identifikasi dan Pengelompokkan Jenis Pakan

Pakan yang telah berhasil dikeluarkan dari dalam lambung sampel kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi serangga (Borror

et al. 1996) sampai tingkat ordo dan dikelompokkan berdasarkan kelompoknya (serangga: larva dan imago, laba-laba, tumbuhan, dll). Data yang terkumpul dianalisis secara tabulatif dan deskriptif.

3.5.2. Volume dan Dimensi Pakan

(27)

2

2

2

3

4

=

L

W

V

π

   

Keterangan:

V : Volume (mm3) L : Panjang (mm) W : Lebar (mm)

3.5.3. Korelasi Antara Ukuran Tubuh Spesimen dengan Volume Pakan

Untuk mengetahui hubungan antara ukuran tubuh spesimen (SVL) dengan volume pakan yang dimanfaatkan, maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan persamaan korelasi Product Moment Pearsondiacu dalam Sugiono (2005), sebagai berikut:

( )

( )

( )

[

]

[

(

)

]

− = 2 2 2 2 i i i i i i i i y y n x x n y x y x n r

Keterangan:

r = Koefisien korelasi contoh n = Jumlah Unit Contoh x = Panjang Tubuh (SVL) y = Volume pakan

Pada taraf kepercayaan sebesar α, tolak H0 jika:

a). t ≤ -tα/2, n-2 atau b). t ≥ tα/2, n-2

Kemudian untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan volume pakan yang digunakan oleh individu jantan dan betina R. margaritifer, maka dilakukan uji t-student dengan persamaan (3).

Hipotesis:

H0 : Tidak ada perbedaan volume pakan yang digunakan oleh jantan dan betina

H1 : Terdapat perbedaan volume pakan yang digunakan oleh jantan dan betina

Pada selang kepercayaan α, tolak H0 jika:

a). t ≤ tα/2.n+m-2 atau b). t ≥ tα/2.n+m-2

……….. (1)

(28)

(

)

(

)

2 1 2 1 2 2 1 1 2 − + − + − =

= = = = m n m y y n x x Sp m i m i i i n i i n i i

,

2

1

2

r

n

r

t

=

Keterangan:

: Rata-rata volume pakan jantan : Rata-rata volume pakan betina

n : Jumlah unit contoh volume pakan jantan m : Jumlah unit contoh volume pakan betina Sp : Simpangan baku

3.5.4. Komposisi Pakan

Analisis komposisi pakan R. margaritifer dilakukan dengan menghitung jumlah jenis pakan yang dikeluarkan dari lambung spesimen. Kemudian dihitung frekuensi masing-masing jenis pakan tersebut. Persentase komposisi pakan yang digunakan oleh R. margaritifer dihitung menggunakan persamaan:

%

100

×

=

N

q

P

i i Keterangan:

Pi : Jenis pakan ke-i N : Jumlah seluruh pakan qi : Jumlah jenis pakan ke-i

3.5.5. Kelimpahan Pakan

Kelimpahan relatif masing-masing jenis pakan R. margaritifer baik di habitat maupun di dalam lambungnya dihitung dengan menggunakan persamaan:

%

100

×

=

uhsp totalselur totalspi

D

D

DR

    Keterangan:

D : Densitas DR : Densitas Relatif

Hubungan antara kelimpahan relatif pakan R. margaritifer di habitat dan di dalam lambung diuji dengan menggunakan persamaan korelasi Product Moment Pearsondiacu dalam Sugiono (2005) pada persamaan 2.

…….. (3)

………... (4)

(29)

3.5.6. Pemilihan Pakan

Untuk mengetahui apakah R. margaritifer merupakan satwa oportunis atau bukan, dilakukan analisis hubungan antara kelimpahan pakan di dalam lambung spesimen dengan kelimpahan relatif pakan yang tersedia di habitatnya. Analisis dilakukan dengan mengkalkulasi nilai Koefisien Korelasi Kendall (τ) antara kelimpahan relatif serangga pakan dengan pakan yang ditemukan (Herve 2007).

(

)

[

]

(

1

)

,

2

1

1 2

×

=

N

N

p

p

d

τ

Keterangan:

P1 : Jenis ketersediaan pakan R. margaritifer yang berhasil dikumpulkan P2 : Jenis pakan yang ditemukan di lambung R. margaritifer

: Jumlah jenis pakan yang berbeda antara P1 dan P2 N : Jumlah objek

τ : Kendall’s Rank Coeffisien Correlation

Nilai yang dihasilkan dari analisis dengan Kendall tau berkisar antara -1 sampai +1. Dalam hubungannya dengan pemilihan pakan, maka:

- Jika -1 ≤τ < 0 berarti R. margaritifermerupakan satwa spesialis

- Jika 0 ≤τ≤ 1 berarti R. margaritifermerupakan satwa oportunis

3.5.7. Relung

Ukuran relung yang digunakan oleh R. margaritifer dihitung berdasarkan jumlah sumberdaya pakan yang digunakan oleh spesies tersebut. Persamaan yang digunakan untuk melakukan analisis adalah persamaan Index Levin’s yang telah distandarisasi (1968) yang diacu dalam Krebs (1978).

       

=

1

2

i

p

B

 , 

1

1

=

n

B

B

A    ………... (6) ……… (7) Keterangan:

B : dugaan lebar relung Levin’s BA : standar lebar relung Levin’s

pj : proporsi sumberdaya yang digunakan sebagai pakan oleh R. margaritifer

(30)

Nilai standardisasi Index Levin’s berkisar antara 0 – 1. Semakin maksimum nilai yang dihasilkan, berarti semakin besar sumberdaya pakan yang digunakan oleh spesies tersebut sehingga relung yang digunakan semakin lebar. Sebaliknya jika nilai indeks minimum, berarti semakin kecil sumberdaya pakan yang digunakan oleh spesies tersebut sehingga relung yang digunakan semakin sempit.

Tumpang tindih relung juga dihitung untuk mengetahui tingkat tumpang tindih penggunaan relung oleh R. margaritifer jantan dan betina. Persamaan yang digunakan untuk menganalisis hal ini adalah persamaan Index Morisita (1959)

dalam Krebs (1978).

+

=

1

1

1

1

2

ik ik ik j ij ij ik ij

N

n

p

N

n

p

p

p

C

  Keterangan:

C : Index Morisita

Pij : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies j Pik : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies k nij : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-j nik : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-k Nj & Nk : jumlah total setiap spesies yang dimanfaatkan

Nilai Indeks Morisita berkisar antara 0 – 1. Semakin maksimum nilai indeks yang dihasilkan, berarti bahwa tumpang tindih relung antar individu semakin besar. Sebaliknya jika nilai indeks yang dihasilkan mendekati minimum maka berarti bahwa tumpang tindih relung antar individu semakin kecil.

(31)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi untuk keperluan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjuang budaya, budidaya tumbuhan dan/atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Luas kawasan TNGP adalah 15.196 Ha dan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003, kawasan TNGP mengalami perluasan dari perum Perhutani menjadi 21.975 Ha.

Topografi kawasan TNGP bervariasi mulai dari landai hingga bergunung, dengan kisaran ketinggian antara 700 mdpl dan 3000 mdpl. Kawasan TNGP termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3000-4000 mm per tahun. Kawasan ini bersuhu udara 10oC pada siang hari dan 5oC pada malam hari dengan kelembaban udara rata-rata 80-90%.

Pengambilan data di dalam wilayah TNGP dilakukan di dua lokasi yaitu Curug Cibeureum dan Ciwalen. Deskripsi mengenai kondisi habitat di masing-masing lokasi merupakan hasil pengamatan langsung yang dilakukan selama pengambilan data, ditambah dengan wawancara dengan petugas lapangan.

4.1.1 Curug Cibeureum

(32)

kedua. Lokasi pengambilan sampel adalah daerah sekitar ketiga air terjun tersebut dan di jalur interpretasi antara HM 23 – 25.

Pengambilan sampel di daerah sekitar air terjun dilakukan di sekitar sungai yang merupakan aliran langsung dari ketiga air terjun tersebut. Kecepatan aliran pada masing-masing sungai berbeda. Aliran sungai curug Cibeureum dominan deras, dengan aliran sedang sampai lambat pada beberapa titik. Aliran air terjun kedua menyatu dengan aliran Curug Cibeureum, sedangkan air terjun ketiga mengalir di sungai yang berbeda dengan kecepatan aliran sedang sampai lambat. Vegetasi dominan di sekitar sungai dan substrat sungai pun berbeda. Sungai yang berasal dari aliran Curug Cibeureum didominasi oleh kecubung, tumbuhan perdu dengan substrat merupakan batuan dan kerikil. Kerapatan kecubung cukup tinggi pada sungai ini sehingga sungai tertutup oleh tajuk dan batang tumbuhan kecubung tersebut. Sedangkan sungai yang berasal dari aliran air terjun ketiga didominasi oleh selada air (Selaginella sp.), tumbuhan air lain dan kecubung dengan substrat sungai sebagian besar lumpur berpasir.

[image:32.612.137.511.465.606.2]

Habitat di sekitar air terjun terbuka (tidak tertutup tajuk) sehingga sinar matahari dapat langsung menyentuh lantai hutan. Habitat yang tertutup tajuk pohon adalah pada jalur sepanjang 200 m sebelum air terjun dan pada tebing antara air terjun kedua dan ketiga. Gambaran keseluruhan habitat di sekitar air terjun dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kondisi Habitat di Daerah Curug Cibeureum

(33)
[image:33.612.135.505.198.331.2]

tajuk di sisi kiri dan kanan jembatan rapat karena merupakan hutan primer pegunungan. Pada bagian bawah jembatan mengalir sungai kecil yang alirannya berasal dari Curug Cibeureum. Kecepatan aliran sungai tersebut lambat dengan substrat batu dengan sedikit lumpur. Gambaran kondisi habitat pada lokasi ini terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Habitat pada Jalur Interpretasi HM 23 – 25

4.1.2 Ciwalen

Lokasi pengambilan sampel di Ciwalen dilakukan di belakang Laboratorium Resort Cibodas, TNGP yang berada di ketinggian 1400 m dpl. Ciwalen sendiri juga merupakan jalur interpretasi di TNGP, namun habitat R. margaritifer di lokasi ini hanya terletak pada daerah di belakang laboratorium tersebut. Lokasi ini juga berbatasan langsung dengan wilayah Kebun Raya Cibodas sehingga habitat yang ada merupakan habitat peralihan antara hutan primer dengan daerah non-hutan.

(34)
[image:34.612.135.505.80.209.2]

Gambar 5 Kondisi Habitat di Ciwalen Ket: a). Vegetasi dominan b) Sumber air

4.2 Kebun Raya Cibodas

Didirikan pada tanggal 11 April 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann, seorang kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu, dengan nama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pada awalnya dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang mempunyai nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Cinchona calisaya). Kemudian berkembang menjadi bagian dari Kebun Raya Bogor dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 status Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Lokasi Kebun Raya Cibodas-LIPI berada di Kaki Gunung Gede Pangrango pada ketinggian ± 1300-1425 dpl, dengan luas 125 ha yang berhawa sejuk dengan panorama indah, temperatur rata-rata 18° C, kelembaban 90% dan curah hujan per tahun 3380 mm. Kebun Raya Cibodas merupakan salah satu kawasan tujuan wisata di Jawa Barat.

(35)
[image:35.612.134.507.198.331.2]

Di taman tersebut terdapat satu buah kolam berukuran sedang dan beberapa aliran sungai kecil buatan. Sungai tersebut mengalir hampir di seluruh bagian taman yang ditanami tanaman hias. Aliran air berasal dari kawasan TNGP sehingga tidak mengalami kekeringan di musim kemarau. Kondisi umum Kebun Raya Cibodas dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kondisi Habitat Kebun Raya Cibodas Ket: a) Sungai, b) vegetasi

(36)

V. HASIL

5.1. Komposisi Pakan

Sampel R. margaritifer yang berhasil dikumpulkan sebanyak 73 sampel, yang terdiri dari 65 sampel jantan dan 8 sampel betina. Jumlah sampel jantan yang lambungnya berisi pakan adalah 29 sampel (44,62%), sedangkan jumlah sampel betina yang lambungnya berisi pakan adalah 4 sampel (50%). Sehingga diperoleh 33 individu dengan kondisi lambung berisi pakan sedangkan 40 individu lainnya lambung dalam kondisi kosong sehingga tidak disertakan dalam analisis. Persentase kekosongan lambung sampel R. margaritifer tertinggi adalah sampel yang diambil di Ciwalen, yaitu sebesar 66,66%, sedangkan di Curug Cibeureum dan Kebun Raya Cibodas masing-masing 56,89% dan 50%.

Di dalam masing-masing lambung individu sampel ditemukan jumlah pakan yang berbeda-beda. Sebanyak 17 individu berisi 1 pakan, 9 individu berisi 2 jenis pakan dan 1 individu berisi 4 jenis pakan di dalam lambungnya, sehingga jumlah pakan yang berhasil diidentifikasi sebanyak 39 sampel pakan, 35 sampel berasal dari lambung individu jantan dan 4 sampel berasal dari lambung individu betina. Sebanyak 7 sampel lainnya tidak teridentifikasi karena kondisinya yang telah hancur.

Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan sebanyak 2 kelas dari Filum Arthropoda yaitu Arachnida dan Insekta dan 1 kelas dari Filum Moluska yaitu Gastropoda. Insekta merupakan kelas yang paling banyak digunakan sebagai mangsa oleh R. margaritifer yaitu 70,27%, sedangkan kelas yang paling sedikit dimangsa adalah Gastropoda yaitu hanya sebanyak 10,81%. Berdasarkan ordo, R. margaritifer memanfaatkan sebanyak 10 ordo yang terdiri dari beberapa stadia yaitu telur, larva dan serangga dewasa. Ordo yang dominan digunakan oleh R. margaritifer sebagai mangsa adalah Orthoptera 23,08%, Larva Lepidoptera dan Araneae (dewasa) 15,38%, dan Hymenoptera serta Pulmonata sebanyak 10,26%. Sedangkan mangsa yang paling sedikit dimanfaatkan oleh R. margaritifer adalah Isoptera, Dermaptera dan telur Araneae, masing-masing sebanyak 2,56% (Tabel 4). Gambar 7 merupakan jenis mangsa yang paling banyak dijadikan pakan oleh

(37)

Individu jantan dan betina R. margaritifer memanfaatkan tiga ordo yang sama sebagai pakannya, yaitu Orthoptera, Coleoptera dan Pulmonata. Pulmonata merupakan ordo yang paling banyak dimanfaatkan oleh individu betina yaitu sebanyak 50%. Mangsa lainnya yang dimanfaatkan oleh individu betina adalah Orthoptera dan Coleoptera (25%). Individu jantan R. margaritifer lebih banyak memanfaatkan Orthoptera sebagai mangsanya. Persentase pemangsaan Orthoptera oleh jantan adalah 22,86%. Ordo lainnya yang juga banyak dimangsa oleh jantan adalah Araneae dan Larva Lepidoptera (17,14%). Walaupun banyak dimangsa oleh individu jantan, ordo Araneae dan Larva Lepidoptera tidak dimangsa oleh individu betina.

Terdapat perbedaan jenis serangga yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh

R.margaritifer di masing-masing lokasi. R. margaritifer yang hidup di daerah sekitar Curug Cibeureum paling banyak memanfaatkan Orthoptera sebagai pakannya dengan kelimpahan relatif dalam lambung DR = 28,571%.

[image:37.612.163.479.490.599.2]

R.margaritifer di daerah Ciwalen lebih banyak memanfaatkan Larva Lepidoptera sebagai pakannya (DR = 42,857), sedangkan R.margaritifer di Kebun Raya Cibodas memanfaatkan Larva Lepidoptera, Araneae, Isoptera dan Dermaptera dengan proporsi yang sama (DR = 25%). Gambar 9 memperlihatkan perbedaan densitas relatif serangga pakan R.margaritifer (habitat dan lambung) di masing-masing lokasi.

(38)
[image:38.612.127.510.100.371.2]

Tabel 4 Komposisi Pakan R. margaritifer Kelas Ordo Rhacophorus margaritifer Jumlah f. pakan berdasarkan ordo (%) f. pakan berdasarkan kelas (%) Jantan Betina Arachnida Aranae (dewasa) Aranae (telur) 6 1 - - 6 1 15,38 2,56 18,92 Insekta Orthoptera Larva Lepidoptera Hymenoptera Coleoptera Blattaria Embiidina Isoptera Dermaptera 8 6 4 1 3 2 1 1 1 - - 1 - - - - 9 6 4 2 3 2 1 1 23,08 15,38 10,26 5,13 7.69 5,13 2,56 2,56 70,27 Gastropoda

Pulmonata 2 2 4 10,26

10,81

Tidak teridentifikasi* 6 1 7 -

Jumlah 41 5 46 100

Ket * : tidak disertakan dalam analisis f : frekuensi

5.2. Volume Pakan

Berdasarkan hasil pengukuran, diketahui bahwa kisaran volume pakan yang digunakan oleh individu R. margaritifer adalah 0,003 ml – 6,355 ml dengan rata-rata volume 0,937 ml. Sedangkan kisaran hasil untuk pengukuran panjang tubuh (SVL) adalah 39,65 mm – 87,32 mm dengan rata-rata 46,68 mm. Hasil uji korelasi menunjukkan korelasi positif antara volume pakan dengan panjang tubuh

(39)

Terlihat pula perbedaan volume pakan yang digunakan oleh individu jantan dan betina. Ukuran tubuh individu R. margaritifer betina lebih besar daripada ukuran tubuh individu jantan. Panjang tubuh R. margaritifer betina antara 61,95 mm – 87,32 mm dengan rata-rata panjang 70,54 mm. Sedangkan panjang tubuh individu jantan berkisar antara 39,65 mm – 46,32 mm dengan rata-rata panjang 43,77 mm. Kisaran pemanfaatan pakan pada individu betina adalah 0,015 – 6,273 ml dengan rata-rata 2,317 ml. Sedangkan individu jantan memanfaatkan pakan sebanyak 0,003 – 6,355 ml dengan rata-rata 0,764 ml. Uji t terhadap perbedaan volume pakan yang digunakan oleh individu jantan dan betina R. margaritifer

tidak dapat dilakukan karena jumlah sampel betina yang terlalu sedikit.

5.3. Ketersediaan Pakan

[image:39.612.148.488.109.333.2]

Berdasarkan hasil survei serangga diperoleh 62 spesimen serangga yang terdiri dari 11 ordo yang termasuk dalam 2 kelas dari Filum Arhtopoda dan 1 kelas dari Filum Gastropoda. Serangga (Insekta) dominan yang dijumpai adalah dari ordo Orthoptera dengan kelimpahan relatif DR = 27,419%, kemudian ordo

Gambar 9 Hubungan SVL dengan Vol. Pakan R. margaritifer Ket:

O : Betina

O : jantan 1.00 2.00 Sex Means

Linear Regres sion

40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

SVL (mm)

0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 V o l. P a k a n (m l) A A A A A A AA A A A A AA A A A A A AAAA

A A A A

(40)

Aranae dari kelas Arachnida dan Pulmonata dari kelas Gastropoda dengan kelimpahan relatif DR = 16,129%. Serangga lainnya antara lain larva Lepidoptera, Coleoptera, Blattaria.

Sebagian besar individu R. margaritifer memanfaatkan Arthropoda di habitatnya sebagai mangsa. Berdasarkan hasil identifikasi mangsa yang ditemukan di dalam lambung R. margaritifer, diketahui bahwa mangsa yang paling banyak dimanfaatkan adalah ordo Orthoptera (DR = 23,077%). Orthoptera merupakan Arthropoda yang paling melimpah di habitat R. margaritifer. Jenis mangsa lainnya yang juga dimanfaatkan oleh R. margaritifer adalah Araneae (DR = 17,949%), Larva Lepidoptera (DR = 15,385%) (Tabel 5). Hasil analisis korelasi antara kelimpahan serangga di alam dan jenis pakan di lambung sampel menunjukkan adanya korelasi yang signifikan (r = 0,678).

[image:40.612.125.540.435.671.2]

Hasil survei serangga di masing-masing lokasi memperlihatkan bahwa kelimpahan jenis mangsa yang berbeda. Daerah Curug Cibeureum didominasi oleh serangga ordo Orthoptera (DR = 26,667%), daerah Ciwalen didominasi oleh Orthoptera dan Hymenoptera (DR = 50%), sedangkan di Kebun Raya Cibodas jenis yang dominan adalah Pulmonata (DR = 60%). Perbedaan densitas serangga (habitat dan lambung) di masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Perbandingan Densitas Serangga di Habitat dan Lambung R. margaritifer pada Masing-Masing Lokasi

10.00  20.00  30.00  40.00  50.00  60.00  70.00 

Densitas

 

Rel

a

tif

 

(%)

Jenis Serangga

Cibeureum (habitat)

Cibeureum (lambung)

Ciwalen (habitat)

Ciwalen (lambung)

KRC (habitat)

(41)

Sebanyak dua ordo serangga yang ditemukan di habitat R. margaritifer tidak ditemukan sebagai pakan di dalam lambung R. margaritifer, yaitu Isoptera dan Dermaptera. Sedangkan serangga yang tidak ditemukan di habitat namun ditemukan dalam lambung R. margaritifer sebanyak 3 ordo yaitu Neuroptera, Hemiptera dan Diptera. Dari hasil analisis koefisien korelasi Kendall’s diperoleh hasil bahwa R. margaritifer merupakan satwa oportunis (τ = 0,934) yang memanfaatkan sebagian besar potensi serangga sebagai pakannya.

[image:41.612.148.489.391.587.2]

Baik R. margaritifer jantan dan betina, keduanya merupakan satwa oportunis tetapi terdapat perbedaan tingkat oportunis antara keduanya. R. margaritifer jantan memiliki tingkat oportunis yang lebih tinggi (τ = 0,967) dibandingkan dengan R. margaritifer betina (τ = 0,879). Hal ini berarti bahwa individu betina spesies R. margaritifer lebih memiliki sifat pemilih dalam memanfaatkan mangsa yang ada di habitatnya dibandingkan dengan individu jantan.

Tabel 5 Kelimpahan Jenis Pakan R. margaritifer di Habitat dan di Lambung

Jenis pakan Jumlah Di

Habitat DR (%)

Jumlah di

Lambung DR (%)

Orthoptera 16 27,419 9 23,077

Araneae 10 16,129 7 17,949

Pulmonata 10 16,129 4 10,256

Coleoptera 9 14,516 2 5,128

Larva Lepidoptera 8 8,065 6 15,385

Blattaria 5 7,813 3 7,692

Neuroptera 2 3,226 - -

Hymenoptera 1 1,613 4 10,256

Embiidina 1 1,613 2 5,128

Hemiptera 1 1,613 - -

Diptera 1 1,613 - -

Isoptera - - 1 2,564

Dermaptera - - 1 2,564

(42)

5.4. Relung

R. margaritifer memanfaatkan ruang dalam habitatnya yang dipenuhi dengan berbagai sumberdaya termasuk pakan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Berdasarkan hasil analisis luas relung pakan dengan menggunakan index Levins, diketahui bahwa R. margaritifer menempati relung yang luas dan merata dalam memanfaatkan sumberdaya pakan di habitatnya (BA =

0,936). Sementara itu, terdapat perbedaan luas relung yang dimanfaatkan oleh R. margaritifer jantan dan betina. Individu betina R. margaritifer memanfaatkan relung lebih sempit (BA = 0,872) dibandingkan dengan R. margaritifer jantan (BA

= 0,936).

Pakan merupakan salah satu sumberdaya yang terbatas jumlahnya di habitat, sehingga sering terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatannya pada satu spesies yang sama. Tumpang tindih pemanfaatan pakan ini juga terlihat antara R. margaritifer jantan dan betina. Hasil perhitungan tumpang tindih relung dengan menggunakan index Morisita memperlihatkan tingkat tumpang tindih pemanfaatan relung antara individu R. margaritifer jantan dan betina yang cukup tinggi (C = 0,656).

(43)

VI. PEMBAHASAN

6.1. Komposisi dan Ketersediaan Pakan

Pakan merupakan salah satu kebutuhan biologi yang sangat penting untuk keberlanjutan hidup suatu spesies. Terpenuhinya kebutuhan pakan berarti juga telah memenuhi kebutuhan energi yang dapat digunakan oleh spesies tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas terutama untuk bereproduksi. Semakin dewasa umur spesies, ukuran tubuh spesies akan menjadi lebih besar sehingga kemampuan lambung untuk menampung jumlah pakan juga semakin meningkat. Berdasarkan hasil uji korelasi, terlihat bahwa terdapat korelasi positif antara panjang tubuh (SVL) dengan volume pakan pada individu R. margaritifer. Uji t-student tidak dapat dilakukan untuk mengetahui perbedaan volume pakan jantan dan betina karena sampel pakan betina yang berhasil dikumpulkan sangat sedikit (8 sampel) sedangkan untuk melakukan uji t-student, jumlah sampel yang dikumpulkan harus kurang lebih sama. Kesulitan untuk menemukan sampel betina disebabkan karena jumlahnya yang sedikit di habitatnya. Selain itu kemungkinan juga dipengaruhi oleh daerah penyebarannya. Individu betina lebih sering ditemukan di lokasi yang lebih tinggi (misalnya tajuk paling atas pohon, bagian atas air terjun) daripada individu jantan. Kecermatan pengamat sangat berpengaruh untuk menemukan lebih banyak lagi sampel betina.

(44)

karena jarak antara waktu penangkapan dengan waktu dilakukannya pembilasan perut terlalu panjang (> 2 jam) sehingga pakan telah tercerna dengan sempurna di dalam lambung.

Persentase kekosongan lambung terbesar terdapat pada sampel yang dikumpulkan di Ciwalen. Selain dipengaruhi oleh waktu pengambilan sampel, hasil ini dipengaruhi pula oleh ketersediaan serangga sebagai pakan di lokasi tersebut. Berdasarkan hasil survei serangga di lokasi tersebut diperoleh hanya 2 ordo serangga dengan jumlah individu yang ditemukan masing-masing 1 ekor. Oleh karena itu lambung sampel yang tertangkap di lokasi ini sebagian besar dalam keadaan kosong.

(45)

Sebagian besar amfibi merupakan satwa oportunis yang memanfaatkan sumberdaya yang ada di habitatnya sebagai sumber pakan dan pada umumnya individu dewasa merupakan karnivora dan cenderung memanfaatkan mangsa yang ukurannya lebih besar (Hofrichter 1999). Predator oportunis memperlihatkan perbedaan jenis pakan di habitat yang berbeda. Jenis pakan dominan yang dimanfaatkan oleh R. margaritifer yang hidup pada habitat di daerah sekitar Curug Cibeureum berbeda dengan jenis pakan dominan yang dimanfaatkan oleh individu yang hidup pada habitat di Kebun Raya Cibodas dan Ciwalen. Hal ini terjadi karena ketiga habitat tersebut memiliki potensi sumberdaya yang berbeda. Potensi pakan yang terdapat di daerah Curug Cibeureum didominasi oleh serangga ordo Orthoptera. Serangga ini pula yang menjadi pakan utama R. margaritifer yang hidup pada habitat tersebut. Potensi yang berbeda terdapat di Kebun Raya Cibodas. Habitat ini didominasi oleh Gastropoda ordo Pulmonata, namun individu R. margaritifer yang hidup di lokasi ini memanfaatkan empat jenis pakan dengan proporsi yang sama yaitu Larva Lepidoptera, Araneae, Isoptera dan Dermaptera. Perbedaan terlihat pula di Ciwalen. Di lokasi yang didominasi oleh Orthoptera dan Hymeoptera ini, R. margaritifer lebih banyak memangsa Larva Lepidoptera.

(46)

Hasil analisis dengan koefisien korelasi Kendall’s memperlihatkan dengan nyata bahwa R. margaritifer merupakan satwa oportunis dengan nilai τ = 0,934. Sebagian besar potensi mangsa yang ada di habitat dimanfaatkan sebagai pakan oleh R. margaritifer. Sifat oportunis R. margaritifer diperkuat dengan hasil analisis korelasi Pearson antara kelimpahan relatif pakan di habitat dan kelimpahan relatif pakan di lambung (r = 0,678) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kelimpahan relatif pakan di habitat dan di lambung R. margaritifer.

Satwa oportunis selalu memanfaatkan sumberdaya yang ada di habitatnya sebagai pakan sehingga dapat terjadi spesies yang sama yang hidup di habitat dengan sumberdaya pakan yang berbeda, akan memanfaatkan sumberdaya pakan yang berbeda. Berdasarkan Elliot dan Karunakaran (1974), Fejervarya cancrivora merupakan satwa yang sangat oportunis. F. cancrivora memanfaatkan Crustaceae sebagai pakannya jika di habitatnya tidak terdapat serangga. Secara keseluruhan di semua lokasi penelitian, kecenderungan tersebut terlihat juga pada

R. margaritifer. Selain serangga (Insekta), jenis katak ini dapat memanfaatkan Pulmonata dan Araneae sebagai pakan pengganti. Pulmonata dan Araneae ditemukan sebagai jenis pakan yang cukup banyak di manfaatkan oleh R. margaritifer. Kelimpahan yang cukup tinggi jenis ini di habitat R. margaritifer

dapat membuat jenis menjadi pakan cadangan bagi R. margaritifer jika katak ini tidak menemukan serangga sebagai pakannya.

Sebanyak 11 ordo Arthropoda dari 14 ordo yang berhasil dikumpulkan dari habitat R. margaritifer dimanfaatkan sebagai pakan. Terdapat 3 ordo yang teridentifikasi dari dalam lambung R. margaritifer tetapi tidak ditemukan di habitatnya, yaitu ordo Araneae (telur), Isoptera dan Dermaptera. Hal ini disebabkan oleh metode yang digunakan dalam melakukan eksplorasi potensi pakan kurang maksimal karena hanya menggunakan perangkap serangga yang diterangi dengan lilin dan dengan melakukan pencarian di sekitar habitat yang bervegetasi.

(47)

pada siang hari di celah-celah, di bawah kulit kayu, atau di bawah dedauan (Borror 1992; Resh dan Carde 2003), sedangkan Araneae melindungi telur-telurnya dengan membawa telur tersebut kemanapun pergi atau dengan meletakkan telurnya di bawah daun, di bawah batu atau dilipatan daun (Resh dan Carde 2003). Hal ini juga menjadi hambatan bagi pengamat untuk dapat menemukan sampelnya di habitat R. margaritifer.

R. margaritifer merupakan jenis katak pohon yang sebagian besar aktivitasnya dilakukan pada malam hari (nokturnal). Dalam melakukan aktivitasnya, R. margaritifer tidak pernah berada di lantai hutan. Oleh karena itu, jenis katak ini memanfaatkan jenis mangsa yang aktif di malam hari dan beraktivitas juga secara arboreal terutama di permukaan daun. Katak pohon mencari mangsa dengan cara duduk dan menunggu hingga mangsa yang cocok datang dan mendekat hingga jarak yang dapat dicapai oleh lidahnya (Duellman dan Trueb 1994). Jenis mangsa yang diperoleh beragam. Jenis mangsa yang paling banyak dimanfaatkan adalah Orthoptera (23,08%). Orthoptera merupakan ordo serangga yang hidup di permukaan daun sehingga mudah ditemukan oleh R. margaritifer. Perilaku yang sama ditunjukkan oleh jenis katak serasah yaitu

Leptobrachium hasseltii dan Leptophryne cruentata. Berdasarkan hasil penelitian Sasikirono (2007), L. hasseltii tinggal dan mencari makan di lantai hutan sehingga memanfaatkan Araneae sebagai pakan utamanya. Ordo Arthropoda tersebut merupakan jenis yang tinggal di lantai hutan sehingga dapat dengan mudah ditangkap oleh L. hasseltii. Hasil yang sama diperlihatkan oleh L. cruentata

(Kusrini et al. 2007). Jenis katak serasah ini selalu berada di lantai hutan untuk melakukan aktivitasnya. Katak ini memanfaatkan serangga ordo Hymenoptera yang juga hidup di lantai hutan sebagai pakan utamanya. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa katak selalu memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitar dan terjangkau oleh jenis katak tersebut.

(48)

masih dapat mendukung kebutuhan sumberdaya yang dibutuhkan oleh R. margaritifer terutama pakan.

Walaupun sebagian besar amfibi memiliki tingkat keanekaragaman pakan yang rendah, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa amfibi secara keseluruhan memiliki preferensi pakan yang rendah. Ukuran pakan, pergerakan (orientasi dan kecepatan), palatabilitas, dan nilai nutrisi berpengaruh pada pemilihan pakan dan merupakan subjek pembelajaran (Stebbins dan Cohen 1997). Ordo Orthoptera merupakan salah satu anggota dari kelas Insekta yang merupakan kelas dengan jumlah konsumsi tertinggi oleh R. margaritifer. Penelitian mengenai jenis pakan katak sebelumnya menunjukkan bahwa Insekta merupakan jenis pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh beberapa jenis amfibi. Sasikirono (2007) menemukan bahwa Arachnida dan Insekta paling banyak dikonsumsi oleh

Leptobrachium haseltii. Insekta juga merupakan jenis pakan yang paling banyak dimanfaatkan oleh Hyla japonica (Hirai dan Matsui 2000). Hirai dan Matsui (2001) juga menemukan bahwa sebanyak 67,1% pakan Rana porosa brevipoda

adalah Arthropoda kelas Insekta. Premo dan Atmowidjojo (1978) melakukan penelitian mengenai jenis pakan F. cancrivora di Jawa Barat dan menemukan bahwa sebanyak 77% volume pakan F. cancrivora adalah Arthropoda kelas Insekta.

(49)

banyak, sedangkan individu dengan mulut lebih lebar akan memanfaatkan mangsa yang berukuran lebih besar dalam jumlah sedikit (Duellman dan Trueb 1994). Individu betina R. margaritifer memiliki tubuh yang lebih besar dengan mulut yang lebih lebar pula dibandingkan dengan individu jantan, sehingga jumlah jenis mangsa yang dimanfaatkan sebagai pakan oleh individu betina lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah jenis yang dimanfaatkan oleh individu jantan.

Di dalam lambung individu R. margaritifer ditemukan telur Araneae yang masih terbungkus oleh kantung telurnya. Kantung telur tersebut ditemukan bersama dengan Araneae dewasa yang berhasil diidentifikasi. Temuan ini tetap dimasukkan ke dalam analisis karena masih merupakan stadia perkembangan Arthropoda. Sebagian besar amfibi merupakan karnivora dan memangsa hewan yang masih hidup dan bergerak. Amfibi dapat membedakan bentuk serangga dan memisahkan antara serangga yang dapat dimakan dan yang tidak (Young 1995). Penglihatan pada umunya merupakan indera utama dalam deteksi mangsa dan gerakan mangsa merupakan stimulus yang merangsang respon pemangsaaan (Stebbins dan Cohen 1997). Kemungkinan yang terjadi adalah R. margaritifer

menangkap mangsa (Araneae) yang sedang membawa telurnya sehingga telur tersebut juga ikut termangsa.

Kantung telur yang ditemukan di dalam lambung R. margaritifer tetap utuh sementara Araneae dewasa ditemukan dalam keadaan setengah hancur. Sutera laba-laba yang digunakan untuk membungkus telurnya terbuat dari keratin, suatu protein yang terlihat sebagi untaian helical terjalin dari rantai-rantai asam amino. Bahan ini juga terlihat pada rambut, tanduk, dan bulu binatang. R. margaritifer

tidak memiliki enzim yang dapat mencerna bahan tersebut dalam sistem pencernaannya (Young 1995). Oleh karena itu, telur Araneae ditemukan utuh dalam lambung R. margaritifer.

(50)

1994). Krieger (1971) melaporkan bahwa kodok Bufo spp. telah digunakan untuk mengontrol perkembangan larva Prodenia eridania (armyworm).

6.2 Relung

Setiap makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi sangat tergantung pada faktor-faktor yang ada di lingkungan tersebut. Lingkungan pada umunya dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik (tanah, air, suhu) dan biologis (predator, sumber makanan). Masing-masing individu akan menempati posisi atau status tertentu di lingkungannya yang juga merupakan perwujudan dari adaptasi struktural individu tersebut, respon fisiologi dan perilaku spesifik yaitu perilaku asli dan/atau hasil belajar (Odum 1965). Posisi atau status individu di lingkungannya disebut relung ekologi.

Luas relung suatu spesies dapat dihitung melalui besarnya pemanfaatan sumberdaya yang digunakan oleh spesies tersebut termasuk pemanfaatan sumberdaya pakan. Makin luas niche suatu populasi/spesies, makin besar pula kisaran suatu faktor yang ditempati (McNaughton dan Wolf 1990). Hasil penghitungan luas relung R. margaritifer berdasarkan indeks Levin’s yang telah distandardisasi menunjukkan bahwa luas relung yang digunakan oleh R. margaritifer adalah sebesar 0,642 yang berarti bahwa R. margaritifer memiliki relung yang cukup luas. Hasil ini menunjukkan bahwa R. margaritifer

memanfaatkan sumberdaya pakan yang cukup beragam atau tidak memanfaatkan sumberdaya pakan secara spesifik. Young (1995) menjelaskan bahwa jenis pakan yang dimanfaatkan oleh amfibi tergantung pada apa yang terdapat di habitatnya. Secara umum, amfibi bukan pemangsa yang pemilih karena amfibi memiliki kemampuan untuk menghindari serangga berbahaya hanya dengan satu atau dua kali belajar (Young 1995).

(51)

bahwa sumber pakan dalam habitat amfibi tersebut beragam dalam jenis dan merata dalam jumlah individu.

Hasil penghitungan luas relung individu R. margaritifer jantan dan betina menunjukkan bahwa relung individu betina lebih sempit daripada relung yang digunakan oleh individu jantan dengan nilai masing-masing 0,167 dan 0,608. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa individu jantan dan betina R. margaritifer

memiliki sebaran yang berbeda dalam menempati habitatnya. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan lebar relung yang digunakan oleh masing-masing jenis kelamin. Aktivitas masing-masing-masing-masing individu satwa mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada di habitatnya.

Faktor lainnya yang mempengaruhi lebar relung yang ditempati individu jantan dan betina spesies R. margaritifer adalah ukuran tubuh individu tersebut. Ukuran tubuh mempengaruhi kebutuhan pakan. Menurut Nurmainis (2000) katak sawah (Fejervarya cancrivora) yang memiliki ukuran lebih besar menempati relung yang lebih besar dan lebih bersifat generalis dalam memanfaatkan sumberdaya (pakan). Hasil yang berbeda ditemukan pada individu R. margaritifer. Individu betina yang memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada jantan memilki ukuran relung yang lebih sempit. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat selektivitas individu betina dalam mencari mangsa. Levin’s dalam Krebs (1989) menyebutkan bahwa lebar relung juga dipengaruhi oleh tingkat selektifitas pemanfaatan sumberdaya. Seperti telah disebutkan di atas bahwa amfibi tidak selektif dalam memilih mangsa. Tingkat selektifitas yang dimaksud pada individu betina tersebut adalah dalam memilih ukuran mangsa yang akan dimanfaatkan sebagai pakan. Hodgkinson dan Hero (2002) menyatakan bahwa ukuran tubuh betina yang lebih besar mengakibatkan individu betina lebih selektif dalam memilih ukuran mangsa karena ukuran tubuh yang lebih besar menyebabkan individu betina memiliki kemampuan mengkonsumsi mangsa yang lebih besar daripada jantan.

(52)

besar. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan proporsi lebar relung yang mereka tempati. Perbedaan proporsi relung menyebabkan adanya ruang yang tidak ditempati oleh betina sedangkan jantan menempati ruang sepenuhnya.

Agar interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis terjadi haruslah ada tumpang-tindih relung (McNaughton dan Wolf 1990). Berdasarkan hasil analisis identifikasi tumpang tindih relung antara jantan dan betina dengan menggunakan Indeks Morisita, diperoleh nilai 0,656. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat tumpang tindih relung yang cukup tinggi antara individu jantan dan betina R. margaritifer. Menurut Odum (1965) tidak ada dua spesies yang memiliki relung yang benar-benar sama, tapi spesies yang memiliki keeratan hubungan (karena kemiripan karakteristik morfologi dan fisiologi), sering memiliki kebutuhan lingkungan yang sama. Nilai tumpang tindih relung yang diperoleh antara individu jantan dan betina R. margaritifer memberikan indikasi bahwa interaksi yang terjadi diantara keduanya cukup tinggi. Bentuk interaksi yang mungkin terjadi diantara keduanya adalah kompetisi terutama dalam dalam mendapatkan sumberdaya pakan. R. margaritifer jantan dan betina memiliki kebutuhan sumberdaya pakan yang sama, yaitu Insekta. Keduanya hidup di habitat yang sama dimana di habitat tersebut memiliki jumlah sumberdaya pakan yang terbatas sehingga kompetisi antara keduanya pasti terjadi.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa relung yang digunakan oleh R. margaritifer jantan dan betina tidak begitu identik. Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa pembagian sumberdaya pakan antara jantan dan betina tidak merata dalam habitatnya. Perbedaan ukuran tubuh dan ukuran pakan yang dikonsumsi juga menjadi faktor pembatas ukuran relung yang digunakan oleh individu jantan dan betina.

(53)

sesuai dan merupakan kawasan lindung. Dugaan ukuran populasi jenis ini besar dengan trend populasi yang stabil (Iskandar et al. 2009).

Walaupun kondisinya relatif aman, namun di habitatnya, populasi R. margaritifer terus mendapat ancaman. Ancaman terbesar bagi kelestarian populasi ini adalah berkurangnya wilayah hutan yang merupakan habitat spesies ini akibat adanya konversi

Gambar

Gambar 1 Rhacophorus margaritifer
Tabel 2  Perbandingan Daerah Penyebaran Katak Pohon Jawa
Gambar 2 Peta Lokasi Pengambilan Data Spesimen
Tabel 3  Alat dan Bahan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari seluruh parameter tersebut, didapatkan rata-rata untuk koefisien determinasi untuk menggambarkan hubungan antara air lindi terhadap kualitas air tanah dan air permukaan

Pembangunan Jembatan Aek Pasar Karom pada Ruas Jalan Provinsi Jurusan Jembatan Merah - Muarasoma di Kab.. 58+900 pada Ruas jalan Provinsi jurusan Tuhembuasi - Mandrehe

Aspek internal adalah analisis terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada dalam organisasi pelaksanaan program yaitu : kekuatan (Peran pihak yang terlibat dalam pengembangan

Penelitian tentang konversi lahan pertanian produktif akibat pertumbuhan lahan terbangun di Kota Sumenep bertujuan untuk mengetahui karakteristik perubahan tutupan

Perlakuan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan jumlah cabang, jumlah daun, diameter batang, jumlah bunga, jumlah bintil akar, dan luas daun per pot tanaman kacang pinto

bisnis yang dikombinasikan dengan jalur koordinasi dengan seluruh anak telah dilakukan penataan organisasi yang difokuskan pada pengembangan anak perusahaan dan mekanisme

Bahan yang digunakan adalah 65 ekor ikan Guppy (Poecilia reticulata), yang merupakan sebagai objek yang akan diamati, berukuran kecil dengan panjang ± 5 cm; air

November akhir adalah pertumbuhan tanaman pertama, maka didapat kebutuhan air = 1,33 liter/detik/ha (dari tabel 3.2 baris 9.5 kolom 14) Perhitungan pada golongan II seperti