• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Homofili dan Heterofili

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembahasan Homofili dan Heterofili"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tiap waktu kita tidak bisa terlepas dari komunikasi, karena komunikasi merupakan kegiatan yang selalu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Bahkan semenjak kita lahir kita telah berkomunikasi dengan pesan-pesan non verbal. Komunikasi merupakan usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataan kepada manusia lain. Dalam definisi komunikasi terdapat kata usaha, ini berarti bahwa manusia harus berusaha agar komunikasi berjalan dengan efektif dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Suatu komunikasi selalu terdapat suatu hambatan, hambatan tersebut bisa terdapat pada unsur-unsur komunikasi yaitu pada komunikator, isi pesan, komunikan, media, dan feedback. Namun seorang komunikator harus bisa mengatasi semua itu untuk mencapai komunikasi yang efektif terhadap seorang komunikan yang ditujunya. Sebagaimana kita tahu bahwa komunikasi akan berjalan efektif jika antara satu pihak dan pihak lainnya memiliki sesuatu yang kurang lebih sama, baik tujuan, latar belakang maupun pengalaman. Selain itu budaya-budaya yang berbeda juga bisa menjadi hambatan dalam berkomunikasi.

Salah satu cabang ilmu komunikasi adalah komunikasi antar budaya seperti yang akan penulis bahas pada saat ini. Komunikasi Antar Budaya dalam pandangan (Tubbs, Moss:1996) mengandung pengertian: “Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Tubbs,komunikasi lintas budaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbedabudaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Sedangkan Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi lintas budaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi lintas budaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya. Dalam komunikasi antar budaya, kita berusaha untuk memahami cara berkomunikasi dari setiap orang yang berbeda-beda budaya dan tentu ini bukan perkara yang mudah untuk dilakukan karena kita harus terus belajar untuk memahami setiap kebudayaan sebab kebudayaan yang ada di dunia ini begitu banyak.

Jadi, komunikasi antar budaya menurut Samovar dan Porter (1972) yaitu komunikasi antar budaya terjadi manakal bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan dan nilai.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penyusun memperoleh hasil yang diinginkan, maka penyusun mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah :

1. Apakah sebenarnya homofili itu?

2. Apakah sebenarnya heterofili itu?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui definisi dan pengertian tentang homofili dalam proses komunikasi antar budaya.

2. Mengetahui definisi dan pengertian tentang heterofili dalam proses komunikasi antar budaya.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari homofili dan heterofili dalam komunikasi antar budaya

2. Untuk pemahaman lebih lanjut tentang homofili dan hetrofili dalam komunikasi antar budaya

1.5 Ruang Lingkup

Makalah ini membahas mengenai prinsip-prinsip komunikasi dalam kontek kebudayaan yaitu homofili dan heterofili beserta dengan contoh kasusnya.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Prinsip Homofili dalam Komunikasi Antar Budaya

Secara etimologis istilah homofili berasal dari Bahasa Yunani “homoios” yang berarti “sama”. Pengertian secara harfiah homofili berarti komunikasi dengan orang yang sama. Homofili adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifat (attribute), seperti dalam kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya. Prinsip Homofili adalah sejauh mana pasangan yang berinteraksi itu mirip dalam ciri-ciri tertentu. Dalam suatu situasi orang-orang yang saling berinteraksi yang komunikator bebas memilih seseorang dari sejumlah komunikan, maka akan terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang lebih menyamai si komunikator.

Komunikasi yang efektif seperti itu menyenangkan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Bila dua orang bertukar makna, kepercayaan yang sama dan bahasa yang mereka pergunakan sama, komunikasi antar mereka cenderung lebih lancar. Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Homans yang mengemukakan bahwa : “lebih dekat kesamaannya sejumlah orang dalam tingkatan sosial, lebih sering mereka berinteraksi satu sama lain”. Komunikasi akan lebih sering terjadi ketika timbul banyak persamaan kepada orang yang saling berinteraksi satu sama lain.

Dalam hal demikian, prinsip homofili ini akan menimbulkan sikap egosentris dari seorang komunikator dalam memilih lawan bicaranya, karena komunikator yang bersifat homofili tidak terbuka dengan lawan bicara yang tidak sepadan atau tidak memiliki persamaan dengannya.

Kebanyakan orang meyukai kenikmatan berinteraksi dengan orang lain yang sangat mirip dengannya. Berbincang dengan orang yang sangat berbada dengan diri kita sendiri memerlukan usaha keras agar komunikasi itu lancar. Komunikasi yang heterofilus bisa menyebabkan ketakserasian pandangan karena seseorang dihadapkan pada pesan yang pesan yang tidak cocok dengan kepercayaan-kepercayaan yang ada, menyebabkan keadaan psikolgis yang tidak mengenakkan. Homofili dan komunikasi yang efektif itu saling mendukung. semakin sering terjadi komunikasi antara anggota suatu pasangan, semakin cenderung mereka menjadi homofilus.

Berdasarkan prinsip homofili, suatu individu cenderung berinteraksi dengan individu-individu lainnya yang serupa dalam hal karekteristik-karekteristik sosial dengannya. Dodd (1982:168-170) membuat klasifikasi tentang dimensi-dimensi homofili ke dalam hal-hal berikut ini:

1. Homofili dalam penampilan. 2. Homofili dalam latar belakang. 3. Homofili dalam sikap.

4. Homofili dalam nilai.

Dalam kajian ilmu komunikasi dan psikologi tingkat kesamaan itu adalah tingkat keterpaduan antarpribadi dan kelompok yang mana dalam tingkat kesamaan (homofili) semakin adanya kesamaan kerangka acuan dan kerangka pengalaman antar komunikator dan komunikan maka komunikasi akan semakin efektif. Kerangka acuan itu dapat berupa nilai agama, nilai pendidikan dan lain-lain, yang pernah dialami komunikator dan komunikan.

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Homofili

Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang atau komunikator melakukan prinsip homofili dalam kehidupan sehari-harinya. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya homofili adalah sebagai berikut:

 Orang-orang yang sama lebih mungkin termasuk kelompok yang sama.  Berdiam lebih berdekatan satu sama lain terhadap orang-orang yang

memiliki banyak persamaan.

 Tertarik oleh kepentingan yang sama

Seterusnya komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan berada dalam keadaan homofili. Jika antara komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa, maka komunikasi di antara mereka itu akan lebih efektif. Terlebih lagi, kesamaan antara orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan kemudian pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi menjadi lebih berarti.

Opinion Leader adalah individu yang memiliki pengetahuan informal untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu lain terhadap proses keputusan inovasi, baik individu maupun kelompok. Change Agent adalah individu atau kelompok yang memiliki kemampuan profesional dalam melakukan perubahan-perubahan yang bersifat formal yang mampu mempengaruhi kliennya guna mengadopsi inovasi pembelajaran.

Kekurangan Prinsip Homofili

Dalam suatu sistem, homofili dapat menjadi rintangan bagi lajunya pembaharuan yang cepat ide-ide baru biasanya masuk melalui anggota-anggota masyarakat yang statusnya lebih tinggi dan lebih bewenang. Jika terdapat homofili yang bertaraf tinggi, orang-orang elite ini terutama berinteraksi dengan sesamanya, hanya sedikit saja penemuan baru yang sampai pada penduduk non-elite.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Rogers dan Svenning berkesimpulan bahwa desa-desa tradisional di Columbia ditandai oleh homofili dalam penyebaran antara pribadi (interpersonal diffusion) yang bertaraf lebih tinggi. Hanya bila norma-norma desa menjadi lebih modern, penyebaran menjadi

lebih heterophilous.

Santi Prya Bose telah mengadakan penelitian pada tahun 1967 di India menjumpai adanya homofili yang bertaraf sangat tinggi pada penduduk desa di India berdasarkan kasta, pendidikan, dan ukuran kebun yang dimiliki. Tetapi dekat Calcuta kasta tidak begitu penting bagi pola interaksi; sebaliknya pendapatan (upah/Gaji) yang sangat penting.

yang lebih tinggi dalam komunikasi antar pribadi dan kalau norma-norma desa yang menjadi lebih modern menjadi lebih bersifat heterofili”.

Homofili dan Agen Pembaru

Agen pembaru biasanya berbeda dari klien mereka dalam beberapa hal dan cenderung berinteraksi dengan klien yang ciri-cirinya mirip dengan mereka sendiri. Kontak agen pembaru dengan masyarakat lebih sering terjadi dengan memiliki ciri:

1. berstatus sosial lebih tinggi

2. partisipasi sosialnya tinggi

3. lebih tinggi pendidikannya dan

4. klien yang lebih kosmopolit.

Hal ini agaknya wajar terjadi sehingga antara keduanya lebih mudah memahami minat masing-masing, lebih mudah berempati satu sama lain yang demikian itu menjadikan komunikasi diantara mereka bisa efektif. Tetapi mencari kontak yang homofili bias menimbulkan masalah etik yang penting bagi agen pembaru; mereka gagal berinteraksi dengan mereka yang sangat membutuhkan bantuan.

Homofili dan Tokoh masyarakat

Homofili dapat pula bertindak sebagai penghalang tersamar terhadap kecepatan arus inovasi kedalam suatu sistem sosial. Ide-ide baru biasanya masuk ke dalam suatu sistem sosial melalui anggota yang status sosialnya lebih tinggi dan lebih inovatif. Hal ini mungkin karena agen pembaru lebih suka berkomunikasi dengan mereka atau mereka itu memang lebih suka mencari inovasi.

2.2 Pengertian Prinsip Heterofili dalam Komunikasi Antar Budaya

Istilah heterofili merupakan kebalikan dari homofili. Heterofili adalah suatu keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi dalam proses komunikasi yang berbeda dalam sifat-sifat tertentu. Faktor yang menyebabkan terjadinya heterofili adalah karena ada perubahan dan perkembangan masyarakat yang menyebabkan banyak nilai-nilai berubah tapi ada yang tetap mempertahankan nilai lama.

Disamping itu perkembangan masyarakat tersebut tidak memberikan kesempatan yang merata bagi seluruh anggota masyarakatnya dalam hal pendidikan maupun peningkatan penghasilan, hanya untuk orang-orang yang mempunyai potensi dan pandai memanfaatkan peluang dan kesempatan saja.

tentang equifinality dalam “teori sistem” yang menyatakan bahwa dalam suatu sistem tertentu manapun akan dapat dicapai tujuan yang sama, walaupun telah dipergunakan titik tolak dan proses-proses yang berbeda. Demikian pula dalam hubungan antar manusia, suatu gagasan yang tidak jauh berbeda menyebutkan bahwa dua orang akan bertindak sama, meskipun mereka telah menerima atau mengalami stimuli yang sangat berbeda (Bennet, 1979).

Terutama dalam masyarakat “modern” (istilah dari Dodd), orang mencari individu-individu yang secara teknis lebih ahli yang dapat menunjukkan derajat inovatif yang meningkat.”

Orang yang mengingkari homofili dan berusaha untuk berkomunikasi dengan orang yang berbeda dengannya dapat dikecewakan oleh komunikasi yang tidak efektif. Misalnya seorang change agent pada penduduk petani di negara-negara yang sedang berkembang menjumpai masalah-masalah yang disebabkan komunikasi dengan penduduk yang jauh berbeda dengannya. Perbedaan dalam kemampuan teknis, status sosial, sikap, dan kepercayaan, kesemuanya itu menyebabkan adanya heterofili dalam bahasa dan pengertian, yang selanjutnya menyebabkan pesan yang disampaikan kepada mereka diabaikan.

Heterofili seperti tersebut di atas seringkali menjurus ke komunikasi yang tidak efektif antara komunikator dan komunikan, antara change agent dengan penduduk, dan juga menyebabkan gagalnya suatu kampanye penyebaran inovasi. Salah satu akibat dari heterofili yang tinggi derajatnya dalam penyebaran adalah bahwa change agent cenderung untuk berinteraksi paling efektif dengan penduduk yang secara relatif sangat menyamai change agent dalam daya pembaharuan, status sosial, dan kepercayan.

Seperti yang telah disebutkan di atas salah satu upaya untuk mengatasi permasalah perbedaan komunikasi dalam heterofili adalah dengan berusaha menumbuhkan empati. Tetapi dalam hal ini menumbuhkan empati dalam diri komunikator atau change agent mungkin akan mudah, tetapi bagi komunikan dalam menumbuhkan empati ini tidaklah mudah memerlukan upaya pendidikan komprehensif yang memakan waktu yang cukup lama.

Everett M. Rogers & Dilip K. Bhowmik mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan atau kondisi orang lain. Menurut Sigmund Freud bahwa : “Empathy dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita”. Kemudian menurut Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas menyatakan bahwa : “Empati sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi”.

Sedangkan menurut Milton J. Bennett menyatakan bahwa : “imaginative intellectual and emotional participation in another person’s experience” (ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain). Menurut Jalaludin Rakhmat bahwa: “pengertian empati dapat dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain. Bila saya melihat anda menangis karena kehilangan kekasih anda, saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya juga kehilangan kekasih. Saya beranggapan anda pun mempunyai perasaan seperti perasaan saya. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.” (1985 : 166). Apabila komunikator atau komunikan atau pun kedua-duanya (dalam situasi heterofili) mempunyai kemampuan untuk melakukan empati satu sama lain maka kemungkinan besar akan dapat terdapat komunikasi yang efektif.

menyampaikan pesan yang tepat kepada komunikan. Jadi dengan demikian jika seorang komunikator mempunyai empati yang mendalam dengan komunikan yang heterophilous, maka komunikator dan komunikan benar-benar berada dalam situasi homophilous dalam pengertian sosio-psikologis.

Komunikasi heterophilous kurang efektif dibandingkan dengan komunikasi homophilous, kecuali kalau komunikator mempunyai derajat empati yang tinggi dengan komunikan.

Komunikan akan lebih mudah menerima pesan komunikator bila ia memandang ada banyak kesamaan diantara keduanya. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Everett M. Rogers yang selanjutnya telah membedakan antara kondisi homofili dan heterofili. Pada kondisi homofili antara komunikator dan komunikan merasakan adanya kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Pada kondisi heterofili terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikan . Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homofili dari pada kondisi heterofili.

Penelitian Rogers tersebut berasal dari penelitian sosiologis yang dilakukan Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas yang semuanya berkesimpulan bahwa orang mudah berempati dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka. Juga menunjukkan bahwa kesamaan antara komunikator dan komunikan memudahkan terjadinya perubahan pendapat.

Oleh karena itu dalam Komunikasi Interpersonal, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Upaya untuk menegaskan kesamaan antara komunikator dan komunikan ini oleh Kenneth Burke disebut sebagai “strategy of identification”, sedangkan Herbert W. Simons menyebutnya sebagai “establishing common grounds”.

upaya memasyarakatkan Keluarga Berencana pada kelompok masyarakat desa yang sangat kental nilai-nilai tradisionalnya maka dia dapat memulai dengan menegaskan bahwa ia, seperti pendengar, mengharapkan kesejahteraan keluarga, masa depan yang lebih baik, dan dapat menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang pendidikan tertinggi. Kemudian apabila berhadapan dengan kelompok (aliran) agama tertentu maka ia menyatakan sama aliran agamanya sama dengan pendengar.

Dalam hal ini petugas PLKB tersebut menggunakan kesamaan keanggotaan kelompok (membership group similarity).

Komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikan cenderung dapat berkomunikasi lebih efektif. Hal ini alasannya menurut Herbert W. Simons karena empat faktor, yaitu :

a) Kesamaan mempermudah proses penyandian (decoding), yakni menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Misal bila seorang sarjana administrasi melakukan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi lainnya maka dengan mudah menangkap arti dari kata-kata dan kalimat yang disampaikan. Tetapi apabila seorang dokter mengadakan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi tentu banyak kata-kata dan kalimat yang tidak dimengerti. Rogers dan Bhowmik menyatakan bahwa : “interaksi heterophilious (diantara pihak-pihak yang berbeda) cenderung memerlukan usaha yang lebih berat, menimbulkan distorsi .pesan, penyampaian yang terhambat, dan pembatasan pada saluran komunikasi). b) Kesamaan membantu membangun premis yang sama untuk mempermudah proses deduktif. Dalam hal ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, maka komunikan akan terpengaruh oleh komunikator.

pada komunikator dan komunikan tersebut cenderung menerima gagasan-gagasan komunikator.

d) Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Walau dalam hal ini belum dibuktikan secara meyakinkan dalam penelitian, Simons hanya menyatakan ada hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, tetapi hubungannya lemah.

Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Elaine, Walster, Darcy Abrams dan Elliott Aronson membuktikan bahwa : “komunikator yang tidak menarik, tidak bermoral, dan tidak memiliki keahlian masih dapat melakukan komunikasi yang efektif, bila ...”. Maksudnya bila orang yang tidak menarik ini mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya.

Toleransi terhadap perbedaan ini dimungkinkan, karena dalam hubungan dua orang yang secara sempurna homofilik, pengetahuan keduanya tentang inovasi akan sama saja. Sehingga keadaan ideal dalam perolehan informasi ialah heterofili dalam hal pengetahuan tetapi cukup homofili dalam karakteristik-karakteristik atau variabel-variabel lain (misalnya status sosial ekonomi). Maka bila perbedaan-perbedaan disadari atau diakui potensi pengaruhnya terhadap komunikasi, masalahnya kemudian mungkin terletak pada cara-cara, strategi atau teknik komunikasi yang dipakai.

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindih satu sama lain. Daerah yang bertindih itu disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol (Sumber: Cangara, 2008 : 21).

Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan diantara kesamaan dan tidak kesamaan, antara yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang baru. Ada suatu proposisi dasar yang menyatakan bahwa kekuatan pertukaran informasi pada komunikasi (antara dua orang) ada hubungannya dengan derajat heterofili antara mereka.

Dengan kata lain, orang akan menerima hal-hal baru, yang informasional, justru melalui ikatan-ikatan yang lemah. Heterofili adalah derajat perbedaan dalam beberapa hal tertentu antara pasangan-pasangan individu yang berinteraksi (Rogers dan Kincaid, 1981 : 128).

A. CONTOH PRINSIP HOMOFILI

Bila dua orang murid SMA yang sama-sama berstatus pelajar bertemu dalam sebuah seminar, kemudian berkomunikasi dan berbagi pengetahuan menurut keyakinan, bahasa, pengalaman yang telah mereka alami maka komunikasi menjadi efektif dikarenakan mereka mengalami homophilous (keadaan dalam kondisi homofili). Namun pembahasan antara dua orang yang berinteraksi dalam homofili ini hanya seputar masalah yang diketahui saja.

B. CONTOH PRINSIP HETEROFILI

BAB 3 KESIMPULAN

Dari penjelasan tentang prinsip homofili dan heterofili yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi homofili hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).

2. Komunikasi heterofili tidak efektif apabila komunikator dan komunikan tetap mempertahankan ego masing-masing dan tidak menumbuhkan sikap empati dalam interaksi komunikasi.

4. Dalam komunikasi manusia, agaknya diperlukan juga keseimbangan diantara kesamaan dan tidak kesamaan, antara yang sudah dianggap biasa dengan sesuatu yang baru.

BAB 4 PENUTUP

Demikian makalah mengenai prinsip homofili dan heterofili ini dibuat. Semoga bisa menjadi bahan pembelajaran dan bermanfaat untuk mahasiswa komunikasi khususnya yang sedang mempelajari komunikasi antar budaya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.2003.

file:///D:/%20IV/kom%20lintas%20budaya-%20senin/lintasbudaya/ketokohan-dan-jaringan-difusi%20hom%20het.htm. Diakses pada 11 Desember 2013 (09.15 WIB).

http://peolee.wordpress.com/2012/11/25/heterofili-dan-homofili/. Diakses pada 11 Desember 2013 (09.00 WIB).

http://kriboanker.blogspot.com/2011/10/komunikasi-lintas-budaya.html. Diakses

pada 11 Desember 2013 (10.00 WIB).

Heterophily (http://kampuskomunikasi.blogspot.com/2008/06/heterophily.html). Diakses pada 03 Januari 2013 (17.05 WIB)

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(http://kampuskomunikasi.blogspot.com/search?q=HOMOPHILY). Diakses pada

03 Januari 2013. (17.00 WIB)

 

 

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk reduplikasi utuh menyatakan banyak atau bermacam-macam, sifat/ keadaan, hal/ tentang, kesamaan waktu, pekerjaan berulang-ulang, sesuatu yang dikenal karena

Gambar 3.3 menggambarkan fungsi keanggotaan untuk derajat kejenuhan lalu-lintas.. Berdasarkan Bina Marga, persentase kerusakan jalan dibagi menjadi 7 kategori seperti

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat ± sifat suatu keadaan suatu

yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasangan suami istri dalam. kehidupan perkawinannya, hasil korelasi tersebut

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif (descriptive analysis), yaitu menggambarkan sifat atau keadaan yang dijadikan obyek dalam penelitian,

Keadaan tersebut di atas juga berlaku bagi pasangan suami – isteri yang terlibat dalam Perkawinan Campuran. Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Hasil analisis dapat dilihat di lampiran Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai p=0,000 pada derajat kepercayaan 95% dan =0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan

Dengan sifat universal yang terkandung dalam tujuh unsur kebudayaan maka tidak menutup kemungkinan akan terdapat kesamaan dalam kepercayaan yang ada di suku bangsa Sunda hal ini