PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DAN
KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG: STUDI ATAS PERDA NO. 3
TAHUN 2000 TENTANG RESTRIBUSI PASAR
TESIS
Oleh
ELI ESRA S TARIGAN 107005032/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DAN
KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG: STUDI ATAS PERDA NO. 3
TAHUN 2000 TENTANG RESTRIBUSI PASAR
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELI ESRA S TARIGAN 107005032/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN DELI SERDANG: STUDI ATAS PERDA NO. 3 TAHUN 2000 TENTANG RESTRIBUSI PASAR
Nama Mahasiswa : Eli Esra S Tarigan Nomor Pokok : 107005032
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui : Komisi Pembimbing
(Prof. Muhammad Abduh, S.H) K e t u a
(Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum) A n g g o t a
(Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S) A n g g o t a
Ketua Program Studi, D e k a n,
(Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H) (Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum)
Telah diuji pada Tanggal : 28 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Muhammad Abduh, S.H
ABSTRAK
Prinsip otonomi daerah adalah menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya kecuali Hamkam, Keuangan, Agama, Luar Negeri dan Pengadilan, ini berarti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di wilayahnya yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kabupaten Deli Serdang memiliki keterbatasan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan wilayah, dalam menindaklanjuti penyelenggaraan daerah, potensi-potensi daerah diharapkan member kontribusi bagi pembiayaan pemberdayaan daerah. Potensi daerah antara lain terdiri dari sektor pariwisata, budaya, jasa, perdagangan dan pendidikan. Diantara potensi-potensi daerah, Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu bentuk unit usaha informal yang bernilai bagi pemasukan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi yang berguna untuk mendukung penguatan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. Kontribusi yang diberikan Pedagang Kaki Lima melalui retribusi cukup besar, hal itu diketahui dari terpenuhinya target yang ditetapkan oleh Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini ada tiga yaitu; 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pembayar retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000?; 2. Apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang?; 3. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang?; untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar dari Pedagang Kaki Lima (PKL)?.
Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah menggunakan metode kualitatif yang bersifat normative dikombinasikan dengan metode hukum empiris, yang berusaha menggambarkan dan membuat penafsiran serta analisis data yang ada. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dengan informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya. Teknik analisa data yang digunakan adalah model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak mempunyai perlindungan hukum walaupun kontribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor retribusi pasar dan sampah cukup besar yaitu 31%. Dengan melakukan pendekatan persuasif dengan sistem door to door kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada dalam memaksimalkan retribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dapat terealisasi bahkan akan melebihi target yang telah ditetapkan.
ABSTRACT
The principle of regional autonomy is that the running of the government and the development is delegated to the regional government by using economic principle extensively, except Hankam (National Defense and Security), Finance, Religion, Foreign Affairs, and Court of Justice. This means that regional government is given the authority to manage and organize all affairs in its region as it is stipulated in Law No. 32/2004 on Regional Government and in Law No. 33/2004 on the Financial Balance between the Central Government and the Regional Government.
Deli Serdang District has limited SDA (natural resources) and area in running regional administration; in this case, the regional potencies are expected to give their contribution in financing regional empowerment. The regional potencies comprise of tourism, culture, services, commerce, and education. Among the regional potencies, PKL (sidewalk vendors) is one of the valuable informal business units for PAD (Regional Budget); the retribution is used to support the autonomic intensification of regional development in Deli Serdang District. Their contribution through retribution is big enough. It can be seen from the achievement of the target of the Deli Serdang District Administration.
There were three problems of the research: how about the legal protection for PKL as the contributors of the retribution according to Perda (Regional Regulation) No. 3/2000, whether the business license given to PKL would contribute to PAD of Deli Serdang District, and what efforts made by Deli Serdang District Administration to optimize the income from the PKL’s retribution.
The research used normative qualitative method, combined with legal empirical approach which attempted to describe and to interpret the data. The data were gathered by conducting interviews with the reliable informants who were concerned with the subject matter. The data were analyzed by using interactive model.
The result of the research showed that the sidewalk vendors did not have any legal protection although their contribution to PAD through the sectors of market and garbage retribution was 31% and was considered big enough. It is recommended that persuasive approach with door to door system to the sidewalk vendors should be carried out in order to solve the problems in maximizing their retribution so that the Regional Government’s regulations can be realized and the intended target can be achieved.
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan yang pertama ini Penulis mengucapkan Segala puji dan
syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat
dan karunianya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Penulisan tesis ini untuk memenuhi syarat mencapai gelar Magister
dalam bidang Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,Medan.
Adapun judul dalam Tesis ini adalah ” Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Deli Serdang : studi atas Perda nomor. 3 tahun 2000 tentang Retribusi Pasar”. Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan baik berupa bimbingan,
pengajaran dan motivasi dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini pula tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bpk.Prof. Dr. Syahril Pasaribu,DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister
Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
2. Bpk.Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang
diberikan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bpk.Prof.Suheidy,SH.MH selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
4. Bpk.Prof.Muhammad Abduh,SH. Ketua Komisi Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
5. Bpk.Prof.Budiman Ginting,SH.M.Hum. selaku Anggota Komisi Pembimbing
sekaligus PD I yang telah telah banyak memberikan bimbingan sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
6. Bpk.Dr,Pendastaren Tarigan SH.MS selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan dalam
melaksanakan penyelesaian tesis ini.
7. Bpk.Dr.Mahmul Siregar,SH.M.Hum, selaku tim penguji dalam sidang
mempertahankan tesis baik berupa saran,bimbingan maupun masukannya.
8. Bpk.Dr.Agusmidah,SH.M.Hum. selaku tim penguji dalam sidang
mempertahankan tesis baik berupa saran, dorongan maupun masukannya.
9. Seluruh Guru Besar serta Para Dosen pada Program Studi Magister Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
10.Seluruh Staf Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
atas pelayanan dan kebaikannya selama penulis mengikuti pendidikan.
11.Bpk.H.Drs.Amri Tambunan,selaku Bupati Deli Serdang yang telah memberi
12.Kepala Bidang Pendapatan dan Keuangan Daerah Kabupaten Deli Serdang
yang telah memberikan informasi yang sehubungan dengan tesis ini.
13.Bpk.Ir.Donald P L Tobing selaku Kepala Dinas Pasar Kabupaten Deli
Serdang yang telah memberi kesempatan untuk mengadakan penelitian.
14.Kepada rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana, dan rekan-rekan sekantor yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik, amal dan jasa dengan
pahala yang berlipat ganda.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua
orang tua yang selaku mendoakan hingga selesainya tesis ini. Penulis meyadari
masih banyak kekurangan- kekurangan dari kesempurnaannya, oleh karena itu
dengan lapang dada penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kemajuan peneliti selanjutnya bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang Perlindungan Pedagang Kaki
Lima. Semoga Tuhan Selalu Memberkati,GBU. Terima kasih.
Medan, Juli 2012.
Hormat Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Eli Esra S Tarigan
Tempat/Tanggal Lahir : Petumbukan,01 September 1968
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Instansi : Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang
Pendidikan : SD Negeri 2 Bangun Purba, tamat Tahun 1981
SMP Negeri I Bangun Purba,tamat Tahun 1984
SMA Swasta Beringin Bangun Purba, tamat Tahun
1987;
S 1 (Strata Satu) Fakultas Hukum Universitas
Janabadra Yogyakarta, tamat Tahun 1994;
S 2 ( Strata Dua) Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat Tahun
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……….. i
ABSTRACT………. ii
KATA PENGANTAR………. iii
RIWAYAT HIDUP……...……… vi
DAFTAR ISI……… vii
BAB I : PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Perumusan Masalah……… 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 10
D. Keaslian Penelitian……….……….. 10
E. Kerangka Teori dan Konsep...….……….. 11
1. Kerangka Teori……….. 11
2. Kerangka Konsep…..……….. 20
F. Metode Penelitian……….. 23
1. Jenis dan Sifat Penelitian………. 24
2. Sumber Data………. 25
3. Teknik Pengumpulan Data……….. 26
4. Analisis Data……… 26
BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA SEBAGAI PEMBAYAR RETRIBUSI BERDASARKAN PERDA NO. 3 TAHUN 2000……… 27
A. Pengertian Pasar dan Pengertian Pedagang Kaki Lima…. 27
B. Pedagang Kaki Lima Sebagai Bagian Dari Usaha KecilDi Sektor Informal……… 40
BAB III : PEMBERIAN IZIN USAHA TEMPAT BERJUALAN DAN KONTRIBUSI NYA TERHADAP PAD KABUPATEN
DELI SERDANG……… 60
A. Izin Usaha Jualan Pedagang Kaki Lima………. 60
B. Kontribusi Pengutipan Retribusi Pasar dari Pedagang Kaki Lima Pada Pendapatan Asli Daerah (PAD)……… 69
C. Dampak Bagi PKL Atas Izin Usaha dan Pembayaran Retribusi Yang Telah Dibayarkan ……… 85
BAB IV : UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KAB. DELI SERDANG UNTUK MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR DARI PKL SEBAGAI KONRIBUSI TERHADAP PAD………. 88
A. Kebijakan Pemda Deli Serdang……..……… 88
B. Pembinaan Pedagang Kaki Lima……… 96
C. Pemberian Fasilitas dan Modal Kerja……… 97
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……..……… 99
B. Saran………….………..100
ABSTRAK
Prinsip otonomi daerah adalah menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya kecuali Hamkam, Keuangan, Agama, Luar Negeri dan Pengadilan, ini berarti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di wilayahnya yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kabupaten Deli Serdang memiliki keterbatasan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan wilayah, dalam menindaklanjuti penyelenggaraan daerah, potensi-potensi daerah diharapkan member kontribusi bagi pembiayaan pemberdayaan daerah. Potensi daerah antara lain terdiri dari sektor pariwisata, budaya, jasa, perdagangan dan pendidikan. Diantara potensi-potensi daerah, Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu bentuk unit usaha informal yang bernilai bagi pemasukan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi yang berguna untuk mendukung penguatan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. Kontribusi yang diberikan Pedagang Kaki Lima melalui retribusi cukup besar, hal itu diketahui dari terpenuhinya target yang ditetapkan oleh Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini ada tiga yaitu; 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pembayar retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000?; 2. Apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang?; 3. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang?; untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar dari Pedagang Kaki Lima (PKL)?.
Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah menggunakan metode kualitatif yang bersifat normative dikombinasikan dengan metode hukum empiris, yang berusaha menggambarkan dan membuat penafsiran serta analisis data yang ada. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dengan informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya. Teknik analisa data yang digunakan adalah model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak mempunyai perlindungan hukum walaupun kontribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor retribusi pasar dan sampah cukup besar yaitu 31%. Dengan melakukan pendekatan persuasif dengan sistem door to door kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada dalam memaksimalkan retribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dapat terealisasi bahkan akan melebihi target yang telah ditetapkan.
ABSTRACT
The principle of regional autonomy is that the running of the government and the development is delegated to the regional government by using economic principle extensively, except Hankam (National Defense and Security), Finance, Religion, Foreign Affairs, and Court of Justice. This means that regional government is given the authority to manage and organize all affairs in its region as it is stipulated in Law No. 32/2004 on Regional Government and in Law No. 33/2004 on the Financial Balance between the Central Government and the Regional Government.
Deli Serdang District has limited SDA (natural resources) and area in running regional administration; in this case, the regional potencies are expected to give their contribution in financing regional empowerment. The regional potencies comprise of tourism, culture, services, commerce, and education. Among the regional potencies, PKL (sidewalk vendors) is one of the valuable informal business units for PAD (Regional Budget); the retribution is used to support the autonomic intensification of regional development in Deli Serdang District. Their contribution through retribution is big enough. It can be seen from the achievement of the target of the Deli Serdang District Administration.
There were three problems of the research: how about the legal protection for PKL as the contributors of the retribution according to Perda (Regional Regulation) No. 3/2000, whether the business license given to PKL would contribute to PAD of Deli Serdang District, and what efforts made by Deli Serdang District Administration to optimize the income from the PKL’s retribution.
The research used normative qualitative method, combined with legal empirical approach which attempted to describe and to interpret the data. The data were gathered by conducting interviews with the reliable informants who were concerned with the subject matter. The data were analyzed by using interactive model.
The result of the research showed that the sidewalk vendors did not have any legal protection although their contribution to PAD through the sectors of market and garbage retribution was 31% and was considered big enough. It is recommended that persuasive approach with door to door system to the sidewalk vendors should be carried out in order to solve the problems in maximizing their retribution so that the Regional Government’s regulations can be realized and the intended target can be achieved.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak terlepas dari usaha-usaha ekonomi, dimana usaha
ekonomi merupakan tanda-tanda adanya kehidupan. Semakin maju kebudayaan
mengakibatkan perekonomian akan semakin sulit dan rumit. Dengan demikian untuk
menjalankan suatu kegiatan usaha akan penuh dengan tantangan dan rintangan yang
datangnya dari dalam diri seseorang maupun dari luar .
Keadaan perekonomian dewasa ini mengalami kelesuan yang ditandai dengan
persaingan yang semakin tajam, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia
perdagangan mengalami kesulitan untuk mencapai tingkat penjualan yang
diharapkan. Sehingga banyak pedagang yang semakin sulit mempertahankan
kelancaran operasinya.
Era reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmat positif bagi daerah
dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah itu begitu kuat sehingga
menimbulkan ketimpangan dibidang perekonomian antar daerah,tuntutan daerah
untuk mengarahkan sistem sentralistik kepada sistim desentralisasi menuju otonomi
daerah makin kuat.1 Sejak diberlakukannya era otonomi daerah,gema otonomi daerah
1
semakin gencar baik merupakan retorika elit politik maupun para pelaksana
pemerintahan daerah yang tidak sabar untuk melakukan kebijakan tersebut.
Prinsip otonomi daerah adalah menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan secara bertahap akan lebih baik dilimpahkan kepada pemerintah
daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya,ini berarti bahwa
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di
wilayahnya yang dituangkandalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Otonomi daerah sebagai realisasi dari sistem desentralisasi baukan semata merupakan
pemencaran wewenang atau penyerahan urusan pemerintahan namun-
juga berarti pembagian kekuasaan (divi sio n of po wer) untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam hubungan pusat dan daerah.2
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan,peningkatan peran serta,prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat.
2
Selain itu pula penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin
keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya untuk bersama-sama
meningkatkan kesejahteraan dan mencegah terjadinya kesenjangan antar daerah, dan
daerah juga harus mampu menjalin hubungan yang serasi dengan pemerintah pusat
agar terpelihara, terjaga keutuhan wilayah dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.
Salah satu ciri dari otonomi daerah adalah terletak pada kemampuan self
supportingnya pada bidang keuangan yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam
membiayai jalannya roda pemerintahan dengan kata lain selain dari Dana APBN
pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) nya.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal
jika penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber
penerimaan yang cukup kepada daerah dimana semua sumber keuangan yang melekat
pada setiap unsur pemerintah yang diserahkan pada daerah menjadi sumber keuangan
daerah.
Pasal 157 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 yang menjadi Sumber Pendapatan
Daerah berasal dari : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-
lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah ini terdiri dari pos pajak
daerah, pos retribusi daerah, pos hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan pos lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.3
3
Pendapatan daerah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
pembiyayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dalam rangka
meningkatkkan dan memeratakan kesejaht eraan rakyat .
Wacana masyarakat luas tentang pemberdayaan daerah telah berperan besar
bagi pergeseran paradigma hubungan kekuasaan dan wewenang antara pemerintah
daerah dengan pemerintah pusat.
Pemerintah daerah harus dapat mengusahakan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
semaksimal mungkin melalui peraturan-peraturan daerah dan kebijakan daerah yang
merupakan faktor yang mendasar dalam mengendahkan dan membatasi strategi dan
arah kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah dapat dimanfaatkan secara luas,
nyata, dan bertanggungjawab.
Kabupaten Deli Serdang memiliki keterbatasan potensi Sumber Daya Alam
dan wilayah. Dalam menindaklanjuti penyelenggaraan daerah, potensi-potensi daerah
diharapkan memberi kontribusi bagi pembiayaan pemberdayaan daerah.
Potensi daerah antara lain terdiri dari sektor pariwisata, budaya, jasa,
perdagangan dan pendidikan. Salah satu sisi potensi dalam pengembangan pasar
sebagai sarana tempat berjualan para pedagang adalah Pemerintah Daerah dimana
pasar tersebut berada, karena dalam hal ini para pedagang yang menempati pasar
tertsebut memberikan kontribusi pemasukan bagi Kas Pemerintah Daerah yang
bersangkutan.
Diantara potensi-potensi daerah, Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu
bentuk unit usaha informal yang bernilai bagi pemasukan dari sektor Pendapatan Asli
Kabupaten Deli Serdang. Kontribusi yang diberikan Pedagang Kaki Lima melalui
retribusi cukup besar, hal itu diketahui dari terpenuhinya target yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang .
Usaha meningkatkan pendapatan retribusi pasar dan juga pasar sebagai tempat
para pedagang berjualan untuk menjualkan barang dagangannya dan tempat membeli
kebutuhan pokok sehari-hari yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat sekitar
maka Kabupaten Deli Serdang melalui Dinas Pasar sebagai pengelola pasar berusaha
meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap pedagang.
Retribui umumnya diartikan sebagai kutipan oleh suatu lembaga dengan
menyediakan fasilitas bagi yang dikenai retribusi tersebut. Hal ini menunjukan adanya
pengumpulan dana masyarakat secara mengikat dengan memberikan pelayanan tertentu
kepada masyarakat tersebut.
Pasal 1 butir 26 Undang-undang Nomor. 18 Tahun 1997 menyebutkan
“ Retgribusi Daerah,yang selanjutnya disebut retribusi,adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”4
Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor. 28 Tahun 2009 menyebutkan;”
Retribusi adal pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan/atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan.
4
Pungutan retribusi mengurangi penghasilan/ kekayaan individu tetapi
sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi
kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin daerah dan pembangunan
yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat baik yang membayar ataupun
yang tidak membayar retribusi.
Retribusi ini merupakan bagian dari pajak yang secara nyata dapat membiayai
kepentingan masyarakat. Pajak mempunyai tujuan untuk memasukakan uang
sebanyak-banyaknya dalam Kas Negara, dengan maksud untuk membiayai
pengeluaran- Negara,yang dikatakan bahwa dalam hal ini pajak mempunyai fungsi
budgeter.5
Dengan adanya krisis ekonomi dan moneter, maka terjadi kelumpuhan
ekonomi nasional terutama di sektor riel yang berakibat terjadinya PHK besar-besaran
dari perusahan-perusahan swasta Nasional. Hal ini berujung pada munculnya
pengangguran di kota-kota besar, termasuk Kabupaten Deli Serdang sebagai
obyek penelitian ini.
Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, Kabupen Deli Serdang merupakan
kota perdagangan adalah wajar apabila para pengangguran melakukan kompensasi
positif dengan memilih bekerja di sektor informal.
Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang
sudah lama bekerja di sektor ini) yaitu pedagang kaki lima.
5
Salah satu sumber pendapatan dari retribusi yang dipungut didaerah adalah
retribusi pasar yang merupakan sumber penghasilan daerah.
Yang dimaksud retribusi pasar adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas
pasar tradisional/ sederhana yang berupa halaman/pelataran,loods dan atau kios yang
dikelola oleh pemerintah daerah dan pasar yang dibangun pihak swasta.6
Dalam pasal 3 Perda Kabupaten Deli Serdang,menentukan bahwa yang
menjadi dasar pengenaan retribusi pasar adalah setiap pemanfaatan pasar yang berupa
kios /loods yang disediakan oleh Pemerintah daerah ataupun piuhak swasta.
Besarnya retribusi pasar telah ditentukan didalam Perda Kabupaten Deli
Serdang Nomor. 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar. Namun dalam prakteknya
dipasar-pasar se-Kabupaten deli Serdang retribusi pasar juga dipungut pada
pedagang kaki lima tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya proses dan status
mereka,apakah sebagai pedagang yang formal ataupun informal di dalam pasar
tersebut
Proses yang dimaksud adalah seberapa besar retribusi yang harus mereka bayar
dan sampai kapan mereka diakui menjadi pedagang yang formal.
Untuk memberikan rasa kedailan yang sama bagi seluruh pedagang maka
proses ini memerlukan suatu penjelasan dan pengaturan yang konkrit untuk lebih
memberikan rasa tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap kewajibannya -
6
membayar retribusi yang telah ditetapkan Pemerintah Daerah dan terlebih memberi
rasa aman bagi pedagang dari penggusuran yang sering terjadi dengan alas an penatan
dan penertiban pedagang.
Dari hasil pra-survei menunjukkan bahwa dari ± 5.000. ( 2.000 yang berada
dalam lingkungan pasar/ dalam pagar pasar dan ± 3.000 yang berada diluar pagar
pasar ) orang pedagang kaki lima yang tersebar di 38 ( tiga puluh delapan ) lokasi
pasar yang ada di Kabupaten Deli Serdang, ternyata tidak mempunyai bukti otentik
yang menyatakan mereka mempunyai hak permanen terhadap tempat yang mereka
tempati untuk menjajakan dagangannya.7
Salah satu hal yang harus dilihat dan dipertanyakan, apakah penentuan target
retribusi pasar selama ini sudah sesuai dengan potensi pedagang kaki lima yang ada
di Kabupaten Deli Serdang? Karena retribusi pasar merupakan salah satu
sumber pendapatan asli daerah yang potensial sehingga harus digali secara optimal
sehingga penerimaan retribusi pasar yang dipungut dari pedagang kaki lima dapat
memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah.
Disisi lain,masalah pelayanan terhadap pedagang kaki lima sangat penting
terutama berkaitan dengan penanganan penertiban tempat berjualan oleh para
petugas. Pada kenyataannya pelayanan kepada pedagang kaki lima belum memadai
7
karena tidak adanya perlindungan dan status keberadaan terhadap para pedagang
tersebut.
Mengacu pada permasalahan tersebut, maka penelitian mengenai perlindungan
hukum terhadap sektor informal, yang berkaitan dengan studi tentang pengelolaan
kelompok pedagang kaki lima dan konstribusinya terhadap penerimaan PAD di
Kabupaten Deli Serdang, penting untuk dilakukan.
Pedagang kaki lima sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk
menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang
kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor
formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.
Bahkan pedagang kaki lima, secara nyata mampu memberikan pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian
tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Namun dalam kenyataannya ada beberapa alasan untuk menjelaskan
penelitian terhadap pedagang kaki lima ini yaitu;
1. Apakah pengutipan retribusi terhadap pedagang kaki lima sudah sesuai
dengan pemberdayaannya,
2. Kontribusi Pedagang Kaki Lima juga dapat dijadikan sumber PAD karena
dalam hal pengutipan retribusi dipersamakan dengan pedagang Formal,
3. Belum adanya piranti hukum yang dengan tegas dapat melindungi keberadaan
4. Tidak ada perangkat hukum yang dapat memberikan jaminan kepastian
terhadap keberadaan pedagang kaki lima tersebut,
5. Belum ada upaya-upaya yang sistematis/ keamanan dari Pemkab Deli
Serdang untuk memberdayakan pedagang kaki lima.
Rumusan Masalah.
Beranjak dari indentifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima sebagai pembayar
retribusi sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2000 oleh Pemerintah Kabupaten Deli
Serdang?.
2) Apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima
( PKL) memberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli daerah di Kabupaten Deli
Serdang ?
3) Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui sejauhmana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima
dalam kaitannya dengan kontribusi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Deli Serdang .
2) Untuk mengetahui pemberian izin usaha tempat berjualan bagi pedagang kaki
lima ( PKL) sebagai pemberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Deli Serdang.
3) Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan
retribusi Pasar terhadap PKL oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang.
C. Keaslian Penulisan
Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang
sama, maka sebelumnya peneliti telah melakukan penelusuran di perpustakaan
Universitas Sumatra Utara, dan Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum USU dan hasil penelusuran belum menemukan judul penelitian /
tesis yang memiliki kemiripan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian
ini yang mengangkat judul” Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang: Studi atas
dalam judul maupun permasalahan yang sama.Peneliti lain pernah membahas
masalah Retribusi Daerah yang dilakukan oleh saudara T.Nasrul dengan judul
Analisa Mengenai Pengaturan Pendaftaran Perusahaan dan Kaitannya dengan
Retribusi Daerah(studi Pelaksanaan di Kota Medan) dan saudara Sarah Louis dengan
judul Pengaturan Investasi Di Kabupaten Deli Serdang Dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian,judul dan permasalahan didalam
penelitian ini dapat dinyatakan masih baru, keaslinya dapat dipertanggung jawabkan
secara keilmuan akademis dan jauh dari unsur plagiat terhadap karya tulis pihak lain.
D. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Sebelum peneliti mengetahui kegunaan kerangka teori maka peneliti perlu
mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi yang
dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan
fakta yang luas.8
Menurut Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto’teori diartikan sebagai
ungkapan mengenai hubungan causal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam
bidang tertentu,sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of
8
thingking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam
bidang tertentu.9
Dari beberapa pengertian teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa maksud
kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan, dokumen dan
pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai
kelanjutan dari teori yang bersangkutan,sehingga teori penelitian dapat- digunakan
untuk proses penyusunan ataupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya
gejala yang timbul.
Kajian tentang penyelenggaraan Pemerintah Daerah akan selalu terkait
dengan negara.Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.10
Menurut Aristoteles, negara pada hakekatnya adalah sebuah asosiasi,yaitu
suatu perkumpulan dari kelompok orang yang mengorganisir diri mereka untuk
tujuan tertentu yang hendak dicapai.11
Menurut Supomo, dengan berpijak pada teori integralistik yang diajarkan
Spinoza,Hegel (pada abad 18 dan 19), negara ialah tidak untuk menjamin
kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat
seluruhnya sebagai persatuan.
9
Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto,Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,Haji Mas Agung,Jakarta,1998,hal 12.
10
Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2008, hal 17.
11
Negara adalah suatu susunan masyarakat yang integral,segala
golongan,bagian,dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan
merupakan persatuan masyarakat yang organis.12
Negara kita mempunyai tujuan untuk mencapai masyarakat Pancasila yaitu
masyarakat adil makmur material dan spiritual, masyarakat yang bahagia lahir dan
batin berdasarkan Pancasila yang cirri-cirinya antara lain; cukup sandang dan pangan,
cukup perumahan, kesehatan terjamin, pendidikan terjamin, hari tua terjamin, tidak
ada kemiskinan.13
Didalam Pembukaan UUD 45 tercantum bahwa tujuan Negara Indonesi
adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertipan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
kaedilan sosial.14 Untuk mencapai semua tujuan tersebut maka diperlukan suatu
perlindungan hukum, perlindungan hukum adalah tempat berlindung, hal (perbuatan
dan sebagainya) untuk memperlindungi.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ; perlindungan adalah segala
upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan
12
Marsilam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik, Jakarta, Grafiti,1997, hal 85. 13
Sunoto, Mengenal Filsapat Pancasila,Hanindita,Yogyakarta, cetakan ke 3 ,1985, hal 8. 14
oleh pihak keluarga, advokat,lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.15
Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2002 adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat
keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban
dan snksi,dari ancaman,gangguan,terror,kekerasan dari pihak manapun,yang
diberikan pada tahap penyidikan,penyelidikan,penuntutan,dan atau pemeriksaan
disidang pengadilan.16
Munurut Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai harus
tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,tapi harus pula- mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujutkan hukum itu dalam
kenyataan.17
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat tertulis
maupun tidak,dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari
suatu fungsi hukum yaitu konsef dimana hukum dapat memberikan suatu
keadilan,ketertiban,kepastian,kemanfaatan dan kedamaian.
15
Undang –undang Nomor 23 Tahun 2004. 16
Peraturan Pemerintah Nomor. 2 Tahun 2002 17
Pentingnya stabilitas keamanan dan keadilan serta didukung oleh peraturan
hukum yang baik merupakan faktor penentu dalam perlindungan para pedagang kaki
lima.
John Rawls mengatakan perinsif paling mendasar dari keadilan adalah bahwa
setiap orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar, karena
itu supaya keadilan dapat tercapai maka struktur konstitusi politik,
ekonomi dan peraturan mengenai hak milik haruslah sama bagi setiap orang. Bahwa
perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan mamfaat yang paling
besar bagi mereka yang kurang beruntung. Mereka yang kurang mampu mempunyai
peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan pendapatan, otoritas dan mereka
inilah yang harus diberi perlindungan husus. Situasi ketidaksamaan harus diberikan
aturan yang sedemikian rupa sehingga jelas.18
John Rawls menekankan bahwa keadilan yang berdimensi kerakyatan
haruslah memperhatikan prinsip keadilan.
Setiap pribadi memiliki hak yang setara terhadap sistem total yang paling luas
bagi kebebasan-kebebasan dasar yang mirip dengan kebebasan serupa bagi
semuanya.
Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa agar mereka
dapat;
a. memberi keuntungan terbesar bagi pihak yang kurang beruntung,sesuai
prinsip penghematan yang adil, dan
18
b. dilekatkan pada jawatan dan jabatan pemerintahan yang terbuka bagi semua
orang berdasarkan kondisi kesetaraan yang adil terhadap kesempatan. 19
Menurut Rawls; Prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat merupakan
tujuan dari kesepakatan, subyek utama dari prinsip keadilan social adalah struktur
dasar masyarakat,tatanan institusi-institusi social utama dalam satu skema
kerjasama.20
Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara khusus pada
ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif yang berupaya guna
menganalisis secara hukum terhadap perlindungan hukum bagi pedagang kaki lima.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya
serta berupaya untuk mengembangkannya.
Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki oleh pedagang itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah langkah
lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan
ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan
(input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi makin berdaya.21
19
John Rawls,Teori Keadilan( terjemahan A Thery of Justice),Pustaka Pelajar;Yogyakarta,2006.hal 12
20 Ibid 21
Pemberian kontribusi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberian
kontribusi sektor informal, khususnya kelompok pedagang kaki lima sebagai bagian dari
masyarakat yang membutuhkan penanganan/ pengelolaan tersendiri dari pihak
pemerintah yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya yang
mereka miliki yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan pendapatan/profit
usaha sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan pendapatan
daerah dari sektor retribusi daerah.
Dieter-Evers yang dikutip Rachbini dan Hamid, menggambarkan sektor
informal sebagai sebuah bentuk ekonomi bayangan dalam negara. Ekonomi bayangan
digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang tidak mengikuti aturan- aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. 22
Kegiatan ekonomi bayangan merupakan bentuk kegiatan ekonomi yang
bergerak dalam unit-unit kecil sehingga bisa dipandang efisien dalam
memberikan pelayanan.Dilihat dari sisi-sifat produksinya, kegiatan ini bersifat
subsistem yang bernilai ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
khususnya bagi masyarakat yang ada dilingkungan sektor informal.
Sektor informal, adalah suatu bidang kegiatan ekonomi yang untuk
memasukinya tidak selalu memerlukan pendidikan formal dan keterampilan yang
tinggi, dan memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk memproduksi
22
barang dan jasa.23 Sektor informal berfungsi sebagai penyedia barang dan jasa terutama
bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah yang tinggal dikota-kota.
Pelaku sektor ini pada umumnya berasal dari desa-desa dengan tingkat pendidikan dan
keterampilan rendah serta sumber-sumber terbatas.
Suatu kegiatan sektor informal pada dasarnya harus memiliki suatu lokasi
yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan (profit) yang lebih banyak dari tempat
lain dan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, suatu kegiatan harus seefisien
mungkin.
Indonesia mempunyai kesepakatan tentang 11 ciri pokok sector informal
sebagai berikut;
1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia disektor formal.
2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.Pada pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
3. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima.
4. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-sektor. 5. Teknologi yang digunakan bersifat primitif.
6. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.
7. Dalam menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh cukup dari pengalaman sambil bekerja.
8. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan keturunan dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga.
9. Sumber dana modal usaha yang umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga keuangan yang tidak resmi.
10. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat desa-kota berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga yang berpenghasilan menengah.
23
11. Secara umum, pedagang dapat diartikan sebagai penyalur barang dan jasa-jasa perkotaan.
Menurut Breman, pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh
masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang
terbatas.24 Pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan
pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak
terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas
tertentu.
Dari pengertian/ batasan tentang pedagang kaki lima sebagaimana
dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian
dari kelompok usaha kecil yang bergerak di sektor informal. Secara khusus, pedagang
kaki lima dapat diartikan sebagai distribusi barang dan jasa yang belum memiliki ijin
usaha dan biasanya berpindah-pindah.
Istilah pedagang kaki lima biasanya untuk menunjukkan sejumlah kegiatan
ekonomi yang berskala kecil, dan bukan merupakan “perusahaan” berskala kecil karena:
1. Mereka yang terlibat dalam sektor informal ini pada umumnya miskin, berpendidikan rendah (kebanyakan para migran).
2. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri.
3. Pedagang kaki lima di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang- 4. yang masih dalam suatu proses evaluasi daripada dianggap sebagai
perusahaan yang berskala kecil dengan memasukan modal pengolahan yang besar.
24
Kaitannya dengan pemberdayaan sektor informal, khususnya pedagang
kaki lima, maka hal penting yang perlu diberdayakan adalah faktor pengelolaan
sumber daya yang dimiliki oleh kelompok pedagang kaki lima itu sendiri untuk
mendorong peningkatan pendapatan/keuntungan (profitabilitas) usaha mereka.
2. Kerangka Konsep
Konsepsi adalah salah satu bagian penting dari sebuah teori,peranan konsep
dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi,antara
abstrak dan realita.25 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,yang disebut dengan defenisi
operasional.26
Dalam penelitian ini, penulis meggunakan beberapa istilah sebagai landasan
konsepsional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman mengenai defenisi atau
pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan rang pribadi atau badan”.27
25
Mariam Darus Badrulzaman.didalam Kiki Puspita Maya Sari,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,Bandung,Alumni,1983, hal 19.
26
Masri Singarimbun dkk,metode Penelitian Survei, LP3ES,Jakarta,1989,hal 34 27
b. PAD adalah pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengolahan kekayan daerah lainnya
yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Jenis-jenis pajak daerah dan retribusi
daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan kepada daerah provinsi dan
daerah kabupaten/kota dan dipungut berdasarkan Peraturan Daerah.
c. Retribusi Pasar adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas pasar tradisional/
sederhana yang berupa halaman/ pelataran,loods dan atau kios yang dikelola
oleh pemerintah daerah dan pasar-pasr yang dibangun oleh pihak swasta.28
d. Retribusi Pedagang kaki lima adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khu su s d iber ik a n o le h
Pe mer int a h D aera h u nt uk kepe nt inga n Pe d aga ng Ka k i lima .
e. Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli barang-barang
maupun jasa yang disediakan oleh pemerintah.29
f. Pedagang Kaki Lima adalah setiap orang atau badan yang berusaha atau
berdagang di terotoar,badan jalan,halaman /pelataran atau tempat lain yang
bukan peruntukannya.
g. Sektor informal adalah unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan
mendistribusikan barang dan jasa tanpa melalui izin operasional Pedagang
Kaki Lima dengan tujuan utama untuk menciptakan kesempatan kerja dan
penghasilan kepada dirinya sendiri dengan tidak memiliki tempat berjualan
yang menetap.
28
Perda Kab.Deliserdang Nomor 3 Tahun 2000 pasal 1 butir O 29
h. Pemberdayaan adalah segala upaya Pemerintah Daerah dalam melindungi
pasar tradisional,usaha mikro,kecil,menengah,dan koprasi agar tetap eksis dan
mampu berkembang menjadi suatu usaha yang lebih berkwalitas baik
dari segi aspek manajemen dan fisik/tempat agar dapat bersaing dengan pasar
modern.
i. Halaman atau pelataran pasar adalah bagian dari pasar yang belum didirikan
bangunan dan berfungsi sebagai salah satu fasilitas pelayanan pasar.
j. Kepastian hukum adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara
pasti karena mengatur secara jelas dan logis,dan tidak menimbulkan
keragu-raguan.
k. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek
hukum dalam bentuk perangkat hokum baik yang bersifat tertulis maupun tidak
tertulis.
l. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam kegiatan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, izin dapat juga
diartikan sebagai dispense atau pembebasan dari suatu laranngan.30
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 menyebutkan yang dimaksud
dengan lain-lain penerimaan yang sah antara lain : hibah dana darurat, dan penerimaan
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
30
Dana Darurat diberikan jika daerah mempunyai keperluan yang mendesak dari
APBN. Keperluan mendesak yakni terjadinya keadaan yang sangat luar biasa dan
tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan APBD, seperti bencana alam, atau
keadaanlain yang dinyatakan pemerintah pusat sebagai bencana Nasional.
E. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang
menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.31Sedangkan
penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,sistematika
dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa
gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.32
Pelaksanaan penelitian adalah suatu suatu rangkaian kegiatan yang didalamnya
merupakan proses sejak dari pengumpulan data,analisis data sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan. Metode Penelitian ini menjelaskan sifat penelitian, jenis penelitian,
bahan penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.
31
Soerjono Soekanto,Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta;Indonesia Hillco,1990, hal 106.
32
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Dari perumusan masalah penelitian ini dapat diketahui bahwa penelitian ini
didahului oleh inventarisasi data skunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum skunder dan bahan hukum tersier sehingga penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang bersifat normatif. Dalam rumusan masalah selanjutnya
penelitian ini akan melakukan pengamatan sehingga penelitian ini memerlukan data
primer berupa wawancara langsung.
Sebagai penelitian yang bersifat empiris maka penelitian ini menelaah
implementasinya dengan membandingkan hukum tertulis yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah telah sesuai atau tidak sesuai
dengan ketentuan hukum normatif yang meliputi perbuatan yang seharusnya
dipatuhi,baik bersifat perintah ataupun larangan.33
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian
kepustakaan untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran
konsep dari peneliti terdahulu yang objeknya berhubungan dan telah ditelaah dalam
penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,buku,karya
ilmiah,makalah dan karya tulis lainnya.34
33
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung;PT.Citra Aditya Bakti,2004, hal 7.
34
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi :
1) Bahan Hukum primer,yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan 33
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,Perda Kab. Deli Serdang Nomor 3 Tahun
2000 tentang Retribusi Pasar.
2) Bahan Hukum Sekunder,yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer,seperti hasil-hasil seminar, atau pertemuan ilmiah lainnya
dokumen pribadi ataupun pendapat dari para kalangan yang relevan dengan
objek penelitian ini.
3) Bahan hukum tersier, yaitu terdiri dari bahan hukum penunjang yang memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
skunder,seperti kamus umum,
4) Majalah dan karya ilmiah, artikel bebas dari internet, surat kabar,internet dan
lainnya sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan penelitian dan
mencatatnya,baik berupa kutipan langsung,ikhtisar maupun analisis.
b. Studi lapangan
- Wawancara (interview) yang akan dilaksanakan dengan pejabat pada Instansi yang berkaitan dengan objek yang diteliti ( Dinas Pasar ,Staf
Dinas Perindag,Staf BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang).
- Dengan memberikan daftar questioner/angket untuk disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya( ketentuan dari Perda No. 3 Tahun 2000 ).
4. Analisa Data
Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa Normatif
-kwalitatif, yaitu pencarian fakta interprestasi yang tepat yang digunakan untuk
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam
masyarakat, serta hubungan kegiatan, sikap, pandangan dan proses yang sedang
berlangsung,juga pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.35
Setelah data dan informasi diperoleh dalam proses penelitian selanjutnya dilakukan
pengolahan data dan dalam teknik ini ada tiga komponen data yang digunakan yaitu;
reduksi data,sajian data dan penarikan kesimpulan.
35
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBAYAR RETIBUSI BERDASARKAN PERDA No. 3 TAHUN 2000
A. Pengertian Pasar dan Pedagang Kaki Lima
Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja,akan tetapi
harus berdasarkan kepentingan jangka panjang.36 Pemberdayaan masyarakat adalah
sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Menurut Sumodiningrat, bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya
untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka
miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang
saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang
menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.37
Apabila kita berbicara tentang masalah pedagang ,maka kita langsung teringat
kepada jual beli khususnya,dan pada ekonomi umumnya,karena setiap kali kita pergi
berbelanja kepasar berjumpa dengan pedagang,sebab para pedagang ini adalah orang
yang berjualan di pasar.
Pasar adalah tempat bertemunya orang/ penjual dan pembeli barang-barang maupun
jasa- jasa dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun
sebutan lainnya yang disediakan oleh Pemerintah Daerah maupun s. Dalam
36
“Memoles Hukum Mengundang Investasi”,Harian Medan Bisnis,Sabtu 5 Juni 2004, hal 8 37
kehidupan sehari-hari, kita mengenal ada 2 (dua) jenis pasar yaitu pasar tradisional
dan pasar modern. 38
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik
Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios,
losd, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses
jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.39
Sementara itu, pasar modern yang saat ini mulai banyak bermunculan di
berbagai daerah yang identik dengan hypermarket adalah sarana/ tempat usaha untuk
melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan
sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir, yang di
dalamnya terdiri dari pasar swalayan dan toko serba ada yang menyatu dalam satu
bangunan, pengelolaannya dilakukan secara tunggal yang luas lantai usahanya lebih
dari 4.000 m2 dan paling besar (maksimal) 8.000 m2. Hypermarket disebut juga
dengan nama pasar serba ada.
Pasar secara fisik sebagai tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan
tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka dan tertutup ataupun suatu
bagian badan jalan. Selanjutnya pengelompokan para pedagang eceran tersebut
38
Sumber data Kabid Intensifikasi Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang. 39
menempati bangunan dengan kondisi bangunan bersifat temporer , semi permanen
dan permanen.
Menurut jenisnya pasar dapat dibedakan menjadi pasar umum, pasar mambo /
kaget dan pasar khusus. Pasar umum menjual barang- barang kebutuhan penduduk
baik primer , sekunder, tertier serta barang- barang khusus dan jasa- jasa lainnya.
Pasar kaget / mambo merupakan pasar sore atau malam yang biasanya menjual
makanan dan minuman.40
Pasar khusus ditentukan dari jenis barang yang diperdagangkan seperti pasar
bunga, buah onderdil dan lain lain. Kegiatan pasar merupakan kegiatan perekonomian
tradisional yang mempunyai ciri khas adanya sifat tawar menawar antar penjual dan
pembeli. Karena sifatnya untuk melayani kebutuhan produk sehari hari, maka
lokasinya cendrung mendekati atau berada didaerah pemukiman penduduk sehingga
sering muncul pedagang-pedagang yang sebelumnya tidak mempunyai tempat ikut
berjualan dipinggiran pasar tersebut yang disebut dengan pedagang kaki lima.
Perda Nomor.3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar tidak dapat dijumpai
pengertian dari pada pedagang,namun bagi kita pengertian pedagang ini bukanlah
suatu hal yang beru karena didalam perkataan sehari-hari ataupun secara umum selalu
kita artikan sebagai orang yang berjualan.
W.J.S Poerwadarminta didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,memberi
pengertian tentang pedagang yaitu ; Orang yang berjualan.41
40
Sumber data ;Kabid Intensifikasi Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang. 41
Dari pengertian yang diberikan ini maka dapat diartikan bahwa setiap orang
yang pekerjaannya berjualan, baik ia berjualan bahan –bahan kebutuhan pokok
sehari-hari maupun kebutuhan tambahan.
Pedagang Kaki Lima adalah setiap orang atau badan yang berusaha atau
berdagang di terotoar, badan jalan, halaman /pelataran atau tempat lain yang bukan
peruntukannya. Pedagang kaki lima sering juga disebut pedagang liar atau pedagang
eceran yaitu pedagang yang berjualan dipinggir-pinggir jalan,emperan-emperan toko,
di halaman bangunan pasar,lapangan-lapangan terbuka dan tempat-tempat lain yang
sifatnya sementara,dan belum mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
Dipasar Kabupaten Deli Serdang ada 2 (dua) kategori pedagang kaki lima
yaitu ;
a. Pedagang kaki lima yang berjualan halaman dan pelataran didalam lokasi
pasar (didalam pagar pasar),
b. Pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan ataupun trotoar (diluar
pagar pasar).
Dikota-kota besar keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan
fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil.
Akhir-akhir ini fenomena penggusuran terhadap Pedagang Kaki Lima marak
terjadi.Para PKL digusur oleh aparat pemerintah seolah-olah mereka tidak memiliki
hak asasi manusia dalam bidang ekonomi,sosial dan budaya.42
42
PKL ini merupakan suatu kegiatan perekonomian rakyat kecil yang mana
mereka berdagang hannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari saja.
PKL ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan
pendidikan yang tidak merata diseluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, dan
juga akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak
memiliki kemampuan dalam berproduksi.
Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab dalam
melaksanakan pembangunan dalam bidang pendidikan, perekonomian dan
penyediaan lapangan pekerjaan sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, seperti :
Dibidang Pendidikan;
a. Pasal 31 UUD 45
1. Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidkan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akal m ulia dalam rangka m encerdaskan kehidupan bangsa yang diat ur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.43
2011/07/04
43
b. Dibidang perekonomian
Pasal 33 UUD 45
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara,
(3) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi
ekonomi dengan prinsif kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi Nasional.44
c. Dibidang pekerjaan
Pasal 27 ayat (2) UUD 45 :
” Tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”.
Pasal 34 UUD 45
(1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara,
(2) Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampusesuai dengan
penyediaan pasilitas pelayanan umum yang layak.
(3) Negara bertanggung jawab atas fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.45
44
Ibid, pasal 33 45