• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Tentang Pemberian Kredit dengan Jaminan Deposito (Studi Pada Bank Mandiri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Tentang Pemberian Kredit dengan Jaminan Deposito (Studi Pada Bank Mandiri Medan)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Anwari, Ahmad, 1979. Praktek Perbankan (Deposito Berjangka), PT. Balai Aksara, Jakarta.

Abdul, Marhainis, Hay, 1975. Hukum Perbankan Indonesia, Pradnya Paramita, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1991. Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus 1983. Hukum Perikatan dengan Penjelasan, PT. Adytia Bhakti, Bandung.

Baum, Warren C & Staokes M. Tolbert, 1988. Investasi Dalam Pembangunan Pelajaran Dari Pengalaman Bank Dunia, Grafindo Persada, Jakarta.

Djumhana, Mohammad, 1998. Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Adytia Bhakti, Bandung.

Djuhaendah, Hasan, 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung.

Emanuel, Steven, 1976. Secured Transaction, Larchmont NY : Harvard Law School. F. Reimond. Penanganan Kredit Bermasalah, Blokspot, 2008.

Fuady, Munir, 1999. Hukum Perbankan Modern, Citra Adytia Bhakti, Bandung. Hadisoeprapto Hartono, 1984. Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,

Liberty, Yogyakarta.

(2)

Hasan Djuhaendah, 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Atas Pemisahan Horizontal (Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Citra Aditya Bakti bandung, Bandung.

Hermansyah, 2007. “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, Ed. Rev. Cetakan 3, Kencana Prenada Media, Jakarta.

Ibrahim, Johanes, 2004. Cros Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung.

J. Satrio, 2002. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kasmir, 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 6th Ed, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kamello Tan, 2006. Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank dengan Nasabah , Kampus USU.

Mantayborbir S, Imam Jauhari, Agus Hari Widodo, 2001. Pengurus Piutang Negara Macet Pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori dan Praktik) Pustaka Bangsa, Medan.

Marzuki, Mahmud, 2008. Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Gadai, Perpustakaan UNEJ, Jember.

Masjchoen Sofyan, Sri Soedewi, 1980. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta.

Muhammad Abdulkadir, 1990. Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Panggabean Hendry, 2001. Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) untuk Membatalkan Perjanjian, PT. Liberty, Yogyakarta.

Remy Sutan Sjahdeini, 2006. “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S. Hutagalung, UI, Jakarta.

(3)

R. Halle, H, 1983. Credit Analisys a Complete Guide, Jhon Wiley and Sons Inc, New York.

Setiawan, R, 1999. Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung.

Subekti R, 1995. Aneka Perjanjian, Cetakan ke 10, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Subekti R, 2005. Hukum Perjanjian, Cetakan ke 21, PT. Intermasa, Jakarta.

Sutarno, 2003. Aspek-aspek Hukum Perbankan Pada Bank, Alfabeta, Bandung. Simorangkir, OP, 1988. Seluk-beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia,

Jakarta.

Sinungan Muchdarsyah, 1992. Manajemen Dana Bank, Bina Aksara, Jakarta.

Sinungan Muchdarsyah, 1989. Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, Bina Aksara, Jakarta.

Suharnoko dan Endah Hartati, 2005. Doktrin, Subrogasi, Novasi dan Cessie, Prenada Media, Jakarta.

Suyatno, Thomas, 2003. Dasar-dasar Perkreditan, Edisi Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Tjiptoadinugroho R, 1994. Perbankan Masalah Perkreditan Penghayatan, Analisis dan Penuntutan, Pradnya Paramita, Jakarta.

Termorshuizen Marjanne, 1999. Kamus Hukum Belanda Indonesia, Djambatan, Jakarta.

Untung Budi, 2000. Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta.

Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Volmar, 1994. Pengantar Study Hukum Perdata, Jilid I, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(4)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet.25, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.

C. REFERENSI LAINNYA

(5)

BAB III

PELAKSANAAN PENGIKATAN KREDIT

DENGAN JAMINAN DEPOSITO PADA PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk

A. Gambaran Umum PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk 1. Sejarah Singkat PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah. Keadaan tersebut menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Bank Mandiri berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia, di mana penggabungan seluruh laporan keuangan efektif dilakukan pada akhir Juli 1999 sekaligus mengurangi jumlah kantor cabang dan sumber daya manusia yang ada di empat bank tersebut, empat bank milik Pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, bergabung menjadi Bank Mandiri. Sejarah keempat Bank tersebut dapat ditelusuri lebih dari 140 tahun yang lalu. Keempat Bank tersebut telah turut membentuk riwayat perkembangan dunia perbankan di Indonesia.52

52

http://id. wikipedia.org/wiki PT Bank Mandiri_Tbk, diakses tanggal 6 November 2008

(6)

Kini, Bank Mandiri menjadi penerus suatu tradisi layanan jasa perbankan dan keuangan yang telah berpengalaman selama lebih dari 140 tahun. Masing-masing dari empat Bank bergabung memainkan peranan yang penting dalam pembangunan Ekonomi.53

Dengan penggabungan keempat bank pemerintah tersebut diharapkan kepada Bank Mandiri, yaitu : pertama, industri perbankan Indonesia akan menjadi lebih kuat dan stabil apabila ditopang oleh bank-bank berskala besar. Kedua, intervensi pemerintah terhadap bank pemerintah semakin berkurang, apabila restrukturisasi perbankan berhasil maka besar kemungkinan Bank Mandiri akan diprivatisasi dengan tujuan memperkuat struktur permodalan, meningkatkan likuiditas dan pengembangan usaha. Ketiga, kinerja keuangan Bank Mandiri diharapkan semakin baik dibandingkan sebelum penggabungan. Keempat, semakin sehatnya Bank Mandiri, maka sektor riil yang membutuhkan jasa keuangan bank tersebut akan semakin baik dan secara makro perekonomian nasional semakin membaik di masa yang akan datang.54

1. Berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar

Adapun visi dari Bank Mandiri adalah Bank terpercaya pilihan anda, sedangkan misinya adalah:

2. Mengembangkan sumber daya manusia professional 3. Memberi keuntungan yang maksimal bagi stakeholder

53

http://www.ghabo.com/gpedia/index.php/BANK_MANDIRI_TBK_PT, diakses tanggal 6 Maret 2010

(7)

4. Melaksanakan manajemen terbuka

5. Peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.55

2. Tujuan Pemberian Kredit

1. Dalam memberikan kredit pihak bank akan melihat antara lain :

a) Profitability, artinya ada keuntungan yang diperoleh secara wajar b) Safety, artinya harus aman dengan risiko yang telah dimitigasi

sebelumnya.

2. Bagi nasabah: memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat luas, dan meningkatkan produktivitas usaha.

3. Bagi masyarakat umum: dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, dan meningkatkan kesempatan kerja.56

3. Prosedur Kredit

1. Merencanakan Pasar Sasaran. Bank harus mempunyai perencanaan, pasar mana yang akan dituju dalam memasarkan kreditnya, misalkan fokus pada sektor ritel/ 2. Menentukan kriteria risiko yang dapat diterima. Bank hanya memasarkan kredit

apabila kriteria risikonya jelas dan dapat dimitigasi, misalkan dengan: menetapkan limit exposure, jenis usaha (dibuat ratingnya, dan rating apa saja yang layak dibiayai), lokasi dan sebagainya.

55

Ibid 56

(8)

3. Menentukan kriteria nasabah kredit yang diberikan, berdasar pada kriteria nasabah yang jelas. 57

B. Perjanjian Pada Umumnya

Dalam sistem Hukum Perdata Indonesia, perikatan dapat timbul dari dua hal, yaitu pertama dari perjanjian atau kesepakatan para pihak dan kedua yaitu yang timbulnya karena Undang-Undang. Perikatan diartikan sebagai perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain (pemenuhan prestasi) dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu (kontra prestasi). Hukum perjanjian dalam KUH Perdata menganut asas konsensualisme. Konsensualisme berasal dari akar kata konsensus yang berarti sepakat.

Kesepakatan dapat berupa suatu perjanjian tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang terjadi dalam satu sifat atau lingkup transaksi tertentu58

Perjanjian pada umumnya bersifat bilateral dan timbal balik, artinya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak hak yang diperolehnya. Sebaliknya suatu pihak Pihak yang berhak menuntut prestasi (kreditur) mendapatkan perlindungan hukum untuk meminta pemenuhan, atau pemulihan atau ganti rugi dalam hal pihak yang harus memenuhi prestasi (debitur) dalam keadaan tidak dapat (baik karena tidak mampu atau sebab lainnya) memenuhi prestasi dimaksud.

57

Ibid 58

(9)

yang memikul kewajiban kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap merupakan kebalikan dari kewajiban yang dibebankan padanya.59

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab terdahulu bahwa perjanjian atau perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata, salah satu sarjana kita menyebutkan bahwa “perjanjian atau perikatan atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan Hukum Kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada para pihak lain untuk menunaikan prestasi”.60

59

R. Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan ke 21, PT Intermasa, Jakarta 2005, hal. 30

60

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, PT.Adytia Bhakti, Bandung 1983, hal 1

Dari pengertian singkat di atas di jumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, yaitu: hubungan hukum (rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi kepada satu pihak dan kewajiban kepada pihak lain tentang suatu prestasi. Perjanjian/verbintenis adalah hubungan hukum/rechsbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perorangan/persoon adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.

1. Jenis-jenis Perjanjian

(10)

1) Perjanjian timbal balik dan sepihak 2) Perjanjian bernama dan tidak bernama 3) Perjanjian obligator dan kebendaan 4) Perjanjian konsensual dan real.61

Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman membedakan perjanjian menjadi 14 jenis adalah sebagai berikut :

1) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.

2) Perjanjian cuma-cuma (Pasal 1314 KUH Perdata), adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan pada pihak lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. contoh dari perjanjian ini adalah perjanjian hibah.

3) Perjanjian atas beban, adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontraprestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

4) Perjanjian bernama (benoemd overeenkomst), adalah perjanjian yang diatur dan telah mempunyai nama sendiri yang diberikan oleh pembuat undang-undang sebagaimana yang terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

5) Perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst), yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi terdapat

61

(11)

tengah masyarakat. Perjanjian jenis ini lahir didalam praktek disebabkan adanya asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi. Contoh perjanjian ini yang paling sering dipergunakan antara lain asalah perjanjian leasing dan perjanjian beli-sewa.

6) Perjanjian Obligator, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

7) Perjanjian Kebendaan (zakelijk overeenkomst), yaitu perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain yang membebankan kewajiban (obligasi) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering).

8) Perjanjian Konsensual , yaitu perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut kitab undang-undang hukum perdata. Perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (pasal 1338 KUHPerdata).

9) Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPdt), pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPdt).

10)Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtschelding) Pasal 1438 KUHPdt.

(12)

12)Perjanjian Untung-untungan, yaitu perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian. Misalnya perjanjian asuransi.

13)Perjanjian Publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya swasta.

14)Perjanjian campuran (contractus sui generis), yaitu perjanjian yang mengandung bebagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) dan juga menyediakan makanan (jual beli) serta juga memberikan pelayanan.62

2. Syarat sahnya suatu perjanjian

Dalam membuat suatu perjanjian harus meliputi seluruh syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang di dalamnya terdiri dari para subjek dan objek perjanjian. Pasal 1320 KUH Perdata merumuskan 4 syarat untuk sahnya perjanjian, ke empat syarat tersebut adalah :

a. Adanya kata sepakat

b. Pihak – pihak yang membuat perjanjian harus cakap bertindak dalam hukum. c. Isi perjanjian harus mengenai suatu perbuatan hukum tertentu atau harus memuat

suatu prestasi yang dapat dilaksanakan.

d. Isi perjanjian harus memuat suatu sebab yang halal.

62

(13)

Syarat pertama dan kedua di namakan sebagai syarat-syarat subjektif karena berhubungan dengan subjek perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berhubungan dengan objek perjanjiannya.63

63

Ibid 73

a. Sepakat

Sepakat diartikan sebagai pernyataan kehendak menyetujui, seia-sekata atau persesuaian kehendak dari kedua subjek mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dihendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dalam kata sepakat ini, para pihak harus mempunyai kebebasan kehendak, artinya dalam mencapai atau menentukan kata sepakat tersebut para pihak tidak boleh mendapatkan sesuatu tekanan, yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.

(14)

Penyalahgunaan keadaan berlatarbelakang ketidak seimbangan keadaan mengenai keunggulan pihak yang satu terhadap yang lain. Dalam perkembangannya, penyalahgunaan keadaan ini bisa berwujud dalam hal keunggulan ekonomi, ataupun keunggulan kejiwaan, sehingga dengan keunggulan ini jika disalahgunakan oleh salah satu pihak akan melahirkan penyalahgunaan keadaan.64

1. Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden), seperti keadaan darurat, ketergantungan, seroboh, jiwa yang kurang waras dan tidak berpengalaman.

Menurut Panggabean, penyalahgunaan keadaan dapat terjadi jika memenuhi empat syarat, sebagai berikut :

2. Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), diisyaratkan bahwa salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak karena keadaan istimewa tergerak hatinya untuk menutup suatu perjanjian.

3. Penyelahgunaan (misbruik), salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu walaupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya tidak melakukannya.

4. Hubungan kausal (causaal verband), adalah penting bahwa tanpa menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup. Penyalahgunaan keadaan itu berhubungan dengan terjadinya perjanjian, yang menyangkut keadaan-keadaan yang berperan untuk terjadinya suatu perjanjian

64

(15)

dimana memanfaatkan keadaan orang lain sedemikian rupa untuk membuat perjanjian itu disepakati.65

b. Cakap

Orang yang membuat perjanjian itu harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap prang yang sudah dewasa atau akil-baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Pasal 1330 KUH Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

1) Orang-orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang belum dewasa adalah orang-orang yang belum berumur 21 tahun dan/atau tidak telah menikah. Secara a contrario, menurut Satrio, menyimpulkan bahwa dewasa adalah mereka yang :

1) telah berumur 21 tahun; dan

2) telah menikah, termasuk mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah menikah.66

Orang di dalam pengampuan juga termasuk tidak cakap. Tetapi tentang pengampuan atau curatele ini harus diingatkan bahwa curatele tidak pernah terjadi demi hukum, tetapi selalu harus didasarkan atas permohonan (sesuai Pasal 434

65

Hendry Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) Untuk Membatalkan Perjanjian, PT. Liberty, Yogyakarta, 2001, hal 40

66

(16)

sampai dengan Pasal 445 KUH Perdata) dan ia baru mulai berlaku sejak ada ketetapan pengadilan atas permohonan itu (Pasal 446 KUH Perdata). Satrio menegaskan bahwa orang yang ditaruh di bawah pengampuan, disebabkan karena: 1) Gila (sakit otak), dungu (onnoozelheid), mata gelap (rezernij);

2) Lemah akal (zwakheid van vermogens); dan 3) Pemborosan.67

c. Suatu hal tertentu

Hal tertentu artinya adalah objek perjanjian itu sendiri, yaitu apa yang diperjanjikan. Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian itu harus jelas disebutkan di dalamnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

d. Sebab yang halal

Sebab yang halal bukan berarti sesuatu hal yang menyebabkan perjanjian itu dibuat, tetapi menunjuk kepada pokok atau substansi dari apa yang diperjanjikan itu harus halal adanya. Hukum perjanjian tidak mempermasalahkan motivasi apa yang

67

(17)

mencetuskan pembuatan perjanjian, tetapi kepada substansi atau isi dari pada perjanjian itu.

Konsekuensi dari tidak dipenuhinya salah satu atau kedua syarat subjektif maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar atau voidable). Dalam hal ini salah satu pihak dapat memohonkan pembatalan perjanjian kepada hakim di pengadilan negari. Sepanjang perjanjian itu tidak dibatalkan oleh hakim, maka menurut subekti, perjanjian itu tetap mengikat para pihak sepanjang ada kesediaan para pihak. Sedangkan jika salah satu syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (nietig atau null and void) artinya bahwa demi hukum, perjanjian itu tidak pernah lahir dan tidak pernah ada suatu perikatan apapun.68

Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.69

Hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dengan hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat saja hapus sedangkan perjanjiannya yang merupakan salah satu sumbernya masih tetap ada. Oleh karena itu Jika membicarakan hapusnya 3. Berakhirnya Perjanjian

68

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, Tahun 1990, hal 20

(18)

suatu perjanjian berarti tidak terlepas dari adanya pembatalan perjanjian, karena hal ini merupakan salah satu unsur dari hapusnya perjanjian.

Perikatan jual beli misalnya, dimana di dalamnya terkandung dua prestasi perikatan yaitu perikatan untuk membayar dan perikatan untuk menyerahkan barang (levering). Dengan dibayarnya harga jual beli, maka perikatan untuk membayar menjadi hapus. Tetapi hal tersebut belum menghapus perjanjian karena masih ada satu perikatan lagi yang belum dilakukan yaitu perikatan untuk menyerahkan barang. Jadi perikatan akan berakhir jika bermacam-macam perikatan yang terdapat dalam perjanjian itu telah dilaksanakan.70

1) Pembayaran;

Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan sepuluh macam alasan yang menyebabkan perikatan-perikatan dalam suatu perjanjian berakhir. Ke-sepuluh hal tersebut adalah :

2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3) Pembaharuan utang;

4) Perjumpaan utang atau kompensasi; 5) Percampuran utang;

6) Pembebasan utang;

7) Musnahnya barang yang terutang; 8) Kebatalan/pembatalan;

9) Berlakunya suatu syarat batal, dan 10)Lewatnya waktu.71

70

Ibid, hal 26-28

71

(19)

Sedangkan menurut Setiawan, suatu perjanjian dapat berakhir disebabkan karena hal-hal sebagai berikut 72

a. Ditentukan dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak :

b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian, contohnya ketentuan Pasal 1066 ayat (3) jo ayat (4) KUH Perdata dimana perjanjian untuk tidak mengadakan pemecahan harta oleh ahli waris hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun

c. Para pihak atau Undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus, contoh perjanjian pemberian kuasa, akan hapus dengan meninggalnya salah satu pihak ( Pasal 1813 KUH Perdata).

d. Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh kedua belah pihak untuk perjanjian-perjanjian bersifat sementara, seperti perjanjian kerja dan atau perjanjian sewa-menyewa.

e. Perjanjian hapus karena putusan hakim

f. Karena tujuan dari perjanjian itu telah tercapai g. Dengan persetujuan para pihak.

Dimana dari berakhirnya statu perjanjian dapat di sebabkan oleh beberapa factor seperti yang telah di cantumkan di atas bahwasanya perjanjian dapat berakhir disebabkan oleh factor-faktor antara lain adanya kesepakantan untuk mengakhiri statu perjanjian tersebut dan juga factor yang mengharuskan perjanjian itu batal dengan sendirinya..

4. Batalnya Perjanjian

Mengenai Batalnya perjanjian yaitu suatu perjanjian dibuat dengan Tidak memenuhi syarat Pasal 1320 KUH Perdata, bisa berakibat kepada batal-nya Perjanjian Pembatalan bisa dibedakan ke-dalam 2 terminologi yang memiliki konsekuensi Yuridis, yaitu73

a. Null and Void; Dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal

:

72

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A, Bardin, Bandung, 1999, hal 69

73

(20)

demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

b. Voidable; bila salah satu syarat subyektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukannya batal demi hukum, tetapi salah satu puhak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas)

C. Tinjauan kredit dan Perjanjian Kredit Bank 1. Tinjauan Umum Tentang Kredit

a. Pengertian Kredit

Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang (kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) dilain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh kedua belah pihak.

(21)

diartikan sebagai “ the ability to borrow on the opinion conceived by the lender that he will be repaid.74

Menurut OP. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara di pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas componen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang.

75

74

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Tahun 1991,, hal 23

75

OP. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, Tahun 1988, hal 91

(22)

Selain unsur kepercayaan pada kredit ada unsur lainnya yaitu mempunyai pertimbangan tolong menolong. Bila dilihat dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit Semarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi, sedangkan bila dipandang dari segi debitur adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dan kontraprestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkannya. Kondisi ini mengakibatkan adanya resiko yang berupa ketidaktentuan, sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.76

Sebelum kredit dikucurkan, terlebih dahulu Bank akan melakukan penilaian melalui suatu prosedur terhadap nasabah yang memohon kredit untuk memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkan pasti akan kembali. Penilaian tersebut mencakup kriteria-kriteria tertentu dan mempunyai ukuran-ukuran yang menjadi standard setiap Bank. Penilaian oleh Bank adalah untuk mendapat nasabah yang benar-benar layak dilakukan melalui analisis 5C dan 7P.

b. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

77

Character merupakan sifat atau watak calon debitur (nasabah) yang dilihat dari latar belakang pekerjaan ataupun yang bersifat pribadi seperti gaya hidup, Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut :

1. Character (Watak)

76

Mohammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Adytia Bhakti, Bandung Tahun 1998 hal 231.

77

(23)

keadaan keluarga, hobby dan jiwa sosial nasabah. Berdasarkan sifat dan watak tersebut diambil suatu kesimpulan tentang kemampuan nasabah untuk membayar kredit.

2. Capital (Modal)

Untuk mengetahui apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah efektif atau tidak. Hal ini dilihat dari laporan keuangan nasabah, serta melihat sumber-sumber modal nasabah berapa persen modal sendiri dan modal pinjaman.

3. Capacity (Kemampuan)

Capacity merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk membayar kredit. Kemampuan ini dilihat dari kemauan nasabah dalam mengelola bisnis yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan pengalan dalam mengelola usahanya.

4. Condition (Kondisi)

Suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, social, politik untuk masa yang akan dating, juga menilai prospek bidang usaha yang akan dibiayai apakah benar-benar baik sehingga kemingkinan kredit untuk macet relatif kecil.

5. Collateral ( Jaminan)

Merupakan jaminan yang diberikan calon debitur, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Biasanya nilai jaminan lebih besar dari jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga perlu diteliti keabsahannya sehingga bila terjadi masalah, suatu jaminan tersebut dapat dipergunakan secepat mungkin.78

78

(24)

Sedangkan penilaian 7P “Priciple” terdiri dari: 1. Personality

Penilaian nasabah dari segi kepribadiannya berdasarkan tingkah laku sehari-hari maupun kepribadiannya dimasa lalu.

2. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Nasabah yang diklasifikasikan kedalam golongan tertentu akan memperoleh fasilitas yang berbeda dari bank. 3. Purpose

Penelitian untuk mengetahui tujuan nasabah untuk mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan nasabah mengajukan kredit dapat bermacam-macam, misalnya untuk investasi, modal kerja, konsumsi, produksi dan lain-lain.

4. Prospect

Yaitu menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak.

5. Payment

(25)

6. Profitability

Untuk menganalisis sebagaimana kemampuan nasabah dalam memperoleh laba. Profitability diukur dari period eke periode apakah tetap sama atau semakin meningkat.

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Jaminan perlindungan yang diberikan nasabah dapat berupa jaminan barang, jaminan orang atau jaminan asuransi.79

Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu c. Jenis Kredit secara umum

80

a) Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

:

1. Dari segi lembaga pemberi dan penerima kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kredit dapat digolongkan menjadi sebagai berikut :

79

Ibid, hal 34-35

80

(26)

b) Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditan.

c) Kredit lansung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah, atau semi pemerintah. Misalnya BI memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada pertamina, atau kepada pihak lainnya. 2. Dari segi jangka waktu, kredit dikelompokkan mejadi :

a) Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli dan kredit wesel.

b) Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun.

c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Pada umumnya kredit ini yaitu kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal usaha perusahaan dalam rangka rehabilitasi, ekspansi (perluasan) dan pendirian proyek baru.

3. Dari segi penggunaannya, kredit dikelompokkan mejadi :

(27)

b) Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit ivestasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin, dan untuk membiayaai rehabilitasi dan ekspansi. Kredit eksploitasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiyaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk hasil, barang dalam proses produksi, serta piutang, dengan jangka waktu yang pendek.

c) Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif).

4. Dari segi dokumen, kredit ini terdiri dari :

a) Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor bisa dalam bentuk kredit langsung maupun kredit tidak langsung, seperti pembiayaan kredit modal kerja, kredit investasi untuk jenis industri yang berorientasi ekspor.

b) Kredit impor.

5. Dari segi besar kecilnya, kredit ini terdiri dari :

a) Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil.

b) Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnta lebih besar daripada pengusaha kecil.

c) Kredit besar.

(28)

a) Kredit tanpa jaminan, atau kredit blangko (unsecured loan), yaitu pemberian kredit yang menentukan bahwa bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

b) Kredit dengan jaminan (secured loan), dimana kredit yang diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Di dalam pemberian kredit ini bank menanggung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.

2. Perjanjian Kredit

a. Pengertian Perjanjian kredit

Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya adalah mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang debitur. Subjek perjanjian kredit bank adalah pihak bank sendiri dan debitur, sedangkan objek perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank kepada debitur.81

81

Ahmad Anwari, Praktek Perbankan (Deposito Berjangka), PT. Balai Aksara, Jakarta.,Tahun 1979, hal 30

(29)

Objek perjanjian kredit bank biasanya memuat besarnya pinjaman yang diberikan, jenis pinjamannya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara pembayaran kembali, suku bunga, syara-syarat yang harus dipenugi oleh debitur dan lainnya. Jadi perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya khusus mengenai pinjaman yang diberikan poleh suatu bank kepada debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya.82

Sebagai mana telah di uraikan pada bab terdahulu bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan tunduk kepada ketentuan Bab XIII dari Buku III KUH Perdata.83

2 Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan, dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu, Akan tetapi, perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan Bab XIII dari Buku III KUH Perdata, sebab antara perjanjian pinjam-meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan, yaitu pada hal-hal :

1. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan; biasanya dalam perjanjian kredit sudah ditentukan penggunaan uang yang akan diterima, sedangkan dalam perjanjian pinjam pakai tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uang secara bebas.

82

Ibid 83

(30)

sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam, pemberi pinjaman dapat dilakukan oleh individu.

3. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam. Pada perjanjian kredit berlaku ketentuan UUD 1945, ketentuan bidang ekonomi dalam GBHN, ketentuan-ketentuan umum KUH Perdata, UU Perbankan, paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang ekonomi terutama bidang perbankan, Surat-surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) dan sebagainya, sedangkan perjanjian pinjam-meminjam tunduk semata-mata pada KUH Perdata Bab III Buku III

4. Pada perjanjian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman itu harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam hanya berupa bunga saja, dan bunga inipun baru ada apabila diperjanjikan.

5. Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materiil maupun immateril, sedangkan pada perjanjian pinjam-meminjam, jaminan merupakan pengaman bagi kepastian pelunasan hutang dan inipun baru ada apabila diperjanjikan, dan jaminan itu hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja.84

84

(31)

Senada dengan pendapat di atas, menurut Ibrahim juga ia berpendapat bahwa “ perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Bab III Buku III KUH Perdata, baik dari pengertian, subjek pemberi kredit, pengaturan, tujuan dan jaminannya”. Akan tetapi dengan perbedaan tersebut tidaklah berarti dapat dilepaskan sama sekali dari akarnya yaitu sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dunia bisnis saat itu.85

Penyerahan uang kepada penerima kredit bergantung pula pada sifat dan jenis kredit yang diperjanjikan. Jika kredit itu dalam bentuk investasi, maka pencairannya dilakukan berdasarkan progress fisik proyek yang dibiayai. Jika pinjaman dalam bentuk rekening koran, maka pencairannya dilakukan dalam bentuk plafond ke dalam rekening korang, penarikan oleh debitur tergantung kebutuhannya tetapi dalam limit plafond yang disediakan. Oleh karena itu keberadaan perjanjian kredit sangat penting karena berfungsi sebagai dasar hubungan kontraktual antara para pihak. Dalam perjanjian kredit dapat ditelusuri berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan Perjanjian kredit adalah suatu perjanjian pokok yang bersifat riil artinya terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Dalam praktek, ada kemungkinan pinjaman yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit tidak jadi dicairkan. Ini terjadi jika bank mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan tentang debitur. Ada juga kemungkinan bahwa besarnya jumlah yang diserahkan berlainan dengan jumlah yang semula disetujui di dalam perjanjian kredit.

85

(32)

ataupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Untuk itu sangat perlu diperhatikan bersama.86

1) Terdapat kedua belah pihak serta ada persetujuan pinjam meminjam antar kreditur dan debitur.

Perjanjian kredit bank dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan diantara kedua belah pihak yaitu pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai debitur, yang dilandasi dengan kepercayaan, terutama kepercayaan dari pihak bank sebagai pemberi kredit kepada debiturnya.

Terjadinya perjanjian kredit harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

2) Mempunyai jangka waktu tertentu.

3) Hak kreditur untuk menuntut dan memperoleh pembayaran serta kewajiban debitur untuk membayar prestasi yang diterima.87

Perjanjian kredit adalah suatu perjanjian pokok yang bersifat riil artinya terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Perjanjian kredit harus diikuti dengan penyerahan uang secara riil kepada debitur. Dalam praktek, ada kemungkinan pinjaman yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit tidak jadi dicairkan. Ini terjadi jika bank mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan tentang debitur. Ada juga kemungkinan bahwa besarnya jumlah yang diserahkan berlainan dengan jumlah yang semula disetujui di dalam perjanjian kredit.

Penyerahan uang kepada penerima kredit bergantung pula pada sifat atau jenis kredit yang diperjanjikan. Jika kredit itu dalam bentuk investasi, maka pencairannya

86

Wawacara dengan Bapak Andri Antoni,staf bank mandiri medan, Tanggal 2 maret 2010

87

(33)

dilakukan berdasarkan progress fisik proyek yang dibiayai. Jika pinjaman dalam bentuk rekening koran, maka pencairannya dilakukan dalam bentuk plafond ke dalam rekening koran, penarikan oleh debitur tergantung kebutuhannya tetapi dalam limit plafond yang disediakan.

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Artinya, perjanjiannya telah disediakan oleh bank dalam bentuk blanko, sedangkan debiturnya tinggal mempelajari dan memahaminya dengan baik. Kelemahan dari perjanjian ini, jika dilihat dari sudut debitur, adalah debitur tinggal memiliki salah satu pilihan dari dua pilihan yakni menerima atau menolak, tanpa adanya kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar menawar dengan bank. Dalam hal ini debitur tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi kreditur karena perjanjian baku telah ditentukan oleh bank.

Keberadaan perjanjian kredit sangat penting karena berfungsi sebagai dasar hubungan kontraktual antara para pihak. Dalam perjanjian kredit dapat ditelusuri berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan ataupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan bersama.

Perjanjian kredit itu memiliki tiga fungsi, yaitu :

a. Berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;

b. Berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur;

c. Berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.88

88

(34)

b. Jenis-jenis Perjanjian Kredit

Secara yuridis ada dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya yaitu :

1. Perjanjian/pengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan, yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya di antara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. Dalam akta perjanjian kredit ini, saksi turut serta membubuhkan tanda tangannya, karena saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata.

2. Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris (notariil) atau akta otentik, yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan notaris. 89

D. Bentuk Perjanjian Kredit dan Kredit Bermasalah

1. Bentuk Perjanjian Kredit

Mengenai bagaimana bentuk perjanjian kredit itu dibuat, tidak diatur dalam KUHPerdata maupun UU Perbankan. Apakah harus dibuat dalam bentuk tertulis atau cukup dengan bentuk lisan saja, maka harus melihat bagaimana perjanjian kredit di dalam praktek.

89

(35)

Bila dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). 90

“yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh pasal-pasal sudah dibakukan dalam pemakaiannya dan pada dasarnya tidak ada peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut barang, jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lain yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi ketentuan pasal”.

Artinya, perjanjiannya telah disediakan oleh bank dalam bentuk blanko, sedangkan debiturnya tinggal mempelajari dan memahaminya dengan baik. Kelemahan dari perjanjian ini, jika dilihat dari sudut debitur adalah debitur tinggal memilih salah satu pilihan dari dua pilihan yakni menerima atau menolak, tanpa adanya kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar menawar dengan bank. Dalam hal ini debitur tidak dapat berbuat banyak dalam mengahadapi kreditur karena perjanjian baku telah ditentukan oleh bank.

Adapun menurut Munir Fuady mengutip pendapat Sutan Remy, mengemukakan bahwa:

91

Berdasarkan ketentuan UU Perbankan tidak menentukan bentuk perjanjian kredit bank, berati pemberian kredir bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam praktek perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (Standard Contract). Perjanjian kredit bank bisa dibuat dibawah tangan dan bisa secara notariil.

Menurut Rachmadi Usman, mengenai bentuk perjanjian kredit adalah :

92

90

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 112-113

91

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Citra Adytia Bhakti, Bandung Tahun 1999, hal 41

92

(36)

Sedangkan Menurut Muhammad Djumhana : Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu pihak dengan bank yang lainnya tidaklah sama, disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Dengan demikian perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk tertentu, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dipakai dalam perjanjian kredit. Misalnya berupa definisi istilah-istilah yang dipakai dalam perjanjian (terutama dalam perjanjian kredit dengan pihak asing atau dikenal dengan loan agreement).93

2. Kredit Bermasalah

Dari uraian di atas tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa syarat formal dari suatu kontrak baku tersebut harus dibuat secara tertulis dan dengan sendirinya tidak mungkin suatu perjanjian kontrak baku dibuat secara lisan

Membahas masalah kredit, tidak lepas dari pembicaraan mengenai kredit bermasalah (non performing loan). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan perkreditan bank, karena bank tidak mungkin menghindarkan adanya kredit bermasalah. Sepandai apapun para analis kredit dalam menganalisis permohonan kredit, tetap saja ada kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Itulah sebabnya adalah hal yang wajar jika setiap bank memiliki kredit bermasalah. Tetapi sungguhpun demikian, tidak semua kredit bermasalah itu adalah kredit macet. Suatu kedit bermasalah yang tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kemacetan kredit atau umum disebut sebagai kredit macet.94

Terjadinya kemacetan dalam pengembalian kredit mungkin saja disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pihak bank sendiri atau dari pihak nasabah, ataupun oleh karena keadaan memaksa (force majeur). Bank hanya berusaha menekan seminimal

93

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal 386

94

(37)

mungkin besarnya kredit bermasalah agar tidak melebihi ketentuan Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan.

Salah satu fungsi kredit yang terpenting adalah fungsi kontrol agar supaya jangan sampai kredit yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya. menurut Surat Edaran Bank Indonesia 1998 23/12/BPPP, Tanggal 28 Februari 1991, sebagaimana telah dirubah dengan Surat Edaran Bank Indon No. 31/147/KEP/Rir Tanggal 2 November 1998 dan telah diubah berdasarkan Praturan Bank Indonesia Nomor 4/6/PBI Tanggal 6 September 2002 dan diubah kembali berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/ 2005, kredit berdasarkan kolektibilitasnya dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Kredit Lancar, yaitu suatu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu

2) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau 3) bagian kredit yang dijamin dengan agunan tunai.

b. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; dan

2) sering terjadi cerukan; atau

3) frekuensi mutasi relatif rentah; atau

(38)

c. Kredit yang diragukan, yaitu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180

hari; atau

2) sering terjadi cerukan yang bersifat hermanen; atau 3) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau

4) terjadi kapitalisasi bunga; atau

5) dokumen hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

d. Kredit macet, yaitu kredit yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampuai 270 hari; atau

2) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

3) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.95

3. Penanganan Kredit Bermasalah Pada Umumnya

Dalam hal terjadinya kredit bermasalah, bank akan melakukan tindakantindakan penyelamatan kredit. Tindakan penyelamatan kredit ini umumnya dilaksanakan dengan tiga treatment, yaitu : Rescheduling, Reconditioning dan Restructuring.96

95

Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, edisi keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tahun 2003, hal 53-55

96

(39)

Recheduling adalah tindakan penyelamatan terhadap kredit bermasalah dengan jalan merubah jangka waktu kredit, misalnya dengan jalan memperpanjang jangka waktu kredit dan atau memperpanjang jangka waktu angsuran kredit. Reconditioning adalah tindakan penyelamatan kredit dengan jalan memberikan keringanan atas persyaratan-persyaratan kredit, misalnya dengan merekapitalisasi bunga tertunggak, penundaan pembayaran bunga sampai pada waktu tertentu (grace period), penurunan suku bunga, pembebasan bunga ataupun pengkonversian kredit dengan jangka waktu pendek menjadi jangka waktu panjang. Sedangkan restructuring adalah tindakan penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan struktur kredit setelah lebih dahulu melakukan analisa atas keadaan permodalan debitur. Tindakan-tindakannya dapat berupa penambahan jumlah kredit (injection) dan atau merubah struktur kredit misalnya dari kredit modal kerja menjadi kredit angsuran.97

Apabila upaya-upaya penyelamatan kredit seperti telah dikemukakan diatas tidak berhasil, maka penanganan atau upaya penagihan kredit yang terakhir adalah dengan melihat jaminan sebagai second way-out (second source of repayment). Dalam hal ini akan dilakukan upaya hukum eksekusi atas jaminan, yang tindakan hukumnya tergantung daripada jenis dan macam jaminan yang diserahkan oleh debitur atau penjaminnya. Prakteknya, eksekusi atas jaminan dijadikan upaya bank yang paling akhir dilakukan, hanya apabila upaya-upaya penyelamatan kredit tidak berhasil.98

97

Ibid 98

(40)

E. Deposito Sebagai Jaminan Kredit

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa jaminan diperlukan sebagai salah salah satu sumber pembayaran kredit jika kredit yang diberikan bermasalah maka deposito belakangan ini juga berkembang menjadi trend

yang berlaku/diterima sebagai jaminan kredit. Diterimanya deposito sebagai jaminan kredit tidak terlepas dari sifat kepastian jumlahnya yang memang sangat pasti dan sangat likuid dibanding dengan jaminan-jaminan kredit lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian kredit dengan jaminan deposito memberikan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan pasti bagi kreditur.99

Adapun selain yang tersebut di atas faktor pendorong deposito diserahkan sebagai jaminan kredit, adalah pertimbangan proses permohonannya yang mudah dan cepat karena deposito merupakan jenis agunan yang bersifat tunai yaitu sudah pasti ada dananya, sehingga tidak memakan waktu yang lama yaitu berkisar 3 (tiga) hari dan paling lama 7 (tujuh) hari jam kerja. Dibandingkan dengan kredit dengan jaminan selain deposito, proses permohonan kreditnya memakan waktu yang relatif lama yaitu berkisar 14 (empat belas) hari jam kerja. Demikian juga dengan biaya, dalam kredit dengan jaminan deposito, biaya kredit yang dikeluarkan oleh debitur dapat ditekan sedemikian rupa sehingga bisa jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit umum dengan jaminan lainnya.100

99

Wawacara dengan Bapak Andri Antoni, Op.Cit, Tanggal 2 Maret 2010.

(41)

1. Jenis-jenis Deposito

Sebagaimana diketahui bahwa ada 4 (empat) jenis deposito yaitu :

a. Deposito berjangka (time deposit), yaitu simpanan dalam rupiah milik pihak ketiga yang penarikannya dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara bank dan si penyimpan (deposan). Bila jangka waktunya telah habis maka kemungkinannya deposan dapat mencairkan atau memperpanjang

jangka waktunya. Jangka waktu deposito ini biasanya bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6 ataupun 12 bulan, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Dalam praktek sehari-hari jenis ini lazim desebut deposito biasa.

b. Deposito on call, yaitu simpanan deposan dalam jumlah tertentu artinya penempatannya ada syarat jumlah minimal tertentu, biasanya lebih besar dari deposito berjangka biasa, dan jangka waktu penempatannya minimal 7 hari, tergantung bank yang bersangkutan.

c. Deposito Automatic Roll-over, perbedaannya dengan deposito berjangka biasa ialah ketika jatuh tempo maka pihak bank harus melakukan perpanjangan jangka waktu secara otomatis, tanpa menunggu konfirmasi lagi ke deposan. Artinya pada saat penempatannya sudah ditentukan syarat perpanjangan otomatis tersebut.

d. Sertifikat Deposito, adalah surat berharga yang pada hakikatnya sama dengan surat bukti menyimpan uang. Perbedaan dengan deposito biasa adalah pembayaran bunganya adalah di awal penempatan, diterbitkan oleh bank sebagai surat berharga atas unjuk yang dapat diperjual-belikan atau dipindah tangankan, sedangkan deposito biasa diterbitkan atas nama dan tidak dapat diperjualbelikan.101

101

(42)

Berdasarkan jenis deposito di atas, maka deposito berjangkalah yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Mandiri.102

1. menerima bunga atas depositonya pada saat jatuh tempo 3. Hak dan Kewajiban Pemegang Deposito

Mengenai hak dan kewajiban bagi seorang deposan ini, telah ditetapkan dan dibuat secara tertulis di dalam bilyet deposito yang asli, namun tidak secara jelas dibedakan mengenai hak dan kewajiban. Dari bilyet deposito hanya tercantum antara lain :

2. menerima nominal deposito pada saat jatuh tempo 3. depositonya dapat dijadikan jaminan kredit

4. deposito dijamin secara penuh oleh bank untuk mendapat pembayaran kembali

5. meminta izin kepada bank yang bersangkutan bila ingin memindahtangankan deposito berjangkanya.103

Hak dan kewajiban yang dimiliki deposan ini dibuat dan ditetapkan oleh pihak bank yang menerbitkan deposito tersebut dan deposan harus mematuhinya seperti tercantum di dalam deposito.

102

Wawacara dengan Bapak Andri Antoni, Op.Cit, Tanggal 2 Maret 2010.

103

(43)

F. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Deposito

1. Perjanjian Kredit

Sebagaimana sifat dari perjanjian jaminan kebendaan adalah accecoir, artinya ikutan atau tambahan terhadap perjanjian pokoknya. Dalam praktek perbankan lazimnya disebut dengan perjanjian kredit.

Mula-mula calon debitur mengajukan Surat Permohonan Kredit (SPK) yang diisi dalam formulir yang telah disediakan oleh bank. Setelah itu, pihak bank akan melakukan analisis kredit guna menilai kemampuan calon debitur tersebut dalam mengembalikan kreditnya, yaitu dengan menggunakan prinsip The 5’C sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Apabila bank menyetujui permohonan kredit tersebut, maka bank akan mengirimkan Surat Persetujuan Permohonan Kredit (SPPK) kepada calon debitur tersebut.

Dalam SPPK ini, terdapat ketentuan umum mengenai kredit dan jangka waktunya. Apabila dalam jangka waktu empat belas hari kerja tidak mendapat jawaban dari calon debitur maka SPPK batal. Apabila ada jawaban dan menyanggupi ketentuan umum pada SPPK, maka dilanjutkan dengan perjanjian kredit antara debitur dan kreditur (bank).104

104

(44)

2. Perjanjian Jaminan Kebendaan dan Penyerahan Deposito Sebagai Jaminan Adanya perjanjian kredit, tidak berarti dana kredit tersebut langsung dicairkan dan diperoleh oleh debitur tersebut. Tentu saja sebelumnya harus dilakukan pengikatan benda jaminan secara effektif. Benda jaminan dalam hal ini adalah deposito yang harus diikat dengan jaminan (gadai). Dalam perjanjian gadai ini tidak dibuat akta jaminan gadai. Bank hanya membuat “Surat Kuasa Pencairan Deposito”. Setelah Perjanjian kredit dan perjanjian jaminan gadai dibuat, maka langkah berikutnya adalah penyerahan asli deposito kepada bank. Penyerahan ini dilakukan dengan menandatangani “Akta Pengalihan Hak Atas Deposito”, karena tanpa adanya penyerahan, gadai menjadi tidak sah seperti diatur dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata, yaitu : penyerahan bilyet deposito yang asli kepada kreditur untuk ditahan/diblokir sampai fasilitas kreditnya lunas.

Pada saat diserahkannya bilyet deposito dari debitur (deposan) kepada kreditur (Bank), di dalam prakteknya pihak debitur akan menandatangani bagian belakang bilyet depositonya. Penandatangan ini bertujuan sebagai tanda persetujuan pencairan dari deposan seandainya pada suatu saat debitur tersebut wanprestasi atau meninggal dunia dan kreditnya belum lunas.105

Di dalam uraian diatas dikatakan bilyet deposito termasuk dalam jenis kebendaan yang bergerak (piutang atas nama), sehingga untuk peralihannya cukup dilakukan dengan cessie. Dalam prakteknya bilyet deposito ini bukanlah dianggap sebagai suatu piutang tapi merupakan tabungan masyarakat kepada bank, sebagaimana ternyata dalam Pasal 1 Angka (7) UU Perbankan. Oleh karena disamakan dengan

(45)

tabungan maka penjaminannya cukup dilakukan dengan pengikatan secara gadai, bukan cessie atau dengan endosemen. Adapun penandatanganan pada bagian belakang bilyet deposito tersebut dimaksudkan agar pihak kreditur (bank) mempunyai keyakinan di dalam pencairannya.106

Pada saat pemblokiran bilyet deposito oleh bank, yang akan diblokir adalah pokok depositonya saja. Sedangkan mengenai bunga depositonya dapat atau tidaknya dicairkan oleh debitur tergantung dari perjanjian yang dibuat oleh debitur dengan pihak bank, maksudnya apabila pembayaran bunga kredit dilakukan oleh debitur tanpa memakai bunga yang diterimanya setiap bulan dari depositonya dengan kata lain si debitur memakai dana dari luar depositonya maka bunga deposito itu tidak Dari segi pengikatan kredit dan jaminannya, pada kredit dengan jaminan deposito cukup dilakukan dengan akta di bawah tangan. Pertimbangannya adalah karena barang jaminan tersebut ada dalam penguasaan bank mandiri, sehingga dipandang sudah sangat aman bagi bank.

Ada dua bagian dari deposito, yaitu pokok deposito adalah nilai nominal yang ada di dalam bilyet deposito dan bagian lain adalah bunga deposito, dimana besarnya bunga akan diberikan oleh bank kepada debitur dari jumlah pokok depositonya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Pada saat peneliti melakukan penelitian untuk bunga deposito berkisar 7% sampai dengan 10%).

106

(46)

diblokir sehingga masih dapat dicairkannya. Apabila mereka sepakat bahwa debitur membayar bunga kreditnya antara lain dengan bunga depositonya, maka bunga deposito tersebut ikut diblokir.

Untuk deposito yang dijadikan jaminan atas pemberian kredit biasanya bank lebih memprioritaskan deposito yang diterbitkan oleh bank kreditur tersebut, hal ini mengingat demi kepastian dan kemudahan dalam pencairan. Dan dalam prakteknya harus pemilik dari deposito tersebut yang boleh menjaminkannya dan untuk dirinya sendiri tidak boleh untuk pihak ketiga, dan juga deposito tersebut diterbitkan oleh bank tempat dimana si debitur akan menjaminkannya.107

107

Ibid

(47)

Selain itu bank juga akan memperhitungkan biaya-biaya lainnya seperti biaya administrasi sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan biaya provisi sebesar 1% dari nilai kredit yang dicairkan oleh bank dan langsung di debet oleh bank.108

108

(48)

BAB IV

PENYELESAIAN PENCAIRAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO

A. Penyelesaian Pencairan Kredit Pada Umumnya

Adapun Penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut.109

109

Reimond F, Penanganan Kredit Bermasalah, Op.Cit, Blokspot, 2008, hal 1

Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial.

(49)

a). Penyelesaian Pencairan Gadai

Bahwa proses pembayaran angsuran kredit dengan sistem gadai atau Krasida hampir sama dengan proses pembayaran angsuran kredit pada umumnya, namun pengenaan biaya sewa modal yang flat/tetap menjadi faktor yang dapat memperingan para nasabah dalam mengembalikan pinjaman yang pembayarannya dilakukan secara berkala setiap bulan. Keterlambatan pembayaran angsuran kredit dari tanggal angsuran setiap bulannya dikenakan sanksi berupa denda yang besarnya telah ditentukan.

Bagi nasabah yang terlambat atau menunggak membayar angsuran kredit dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo. Apabila nasabah selama 2 kali angsuran menunggak berturut-turut yaitu tunggakan pertama sudah memasuki kategori Macet (M) dan tunggakan kedua sudah masuk kategori Dibawah Pengawasan Khusus (DPK), maka terhadap nasabah yang bersangkutan dikirimi Surat Peringatan (somasi). Jika Surat Peringatan yang ketiga dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Surat Peringatan yang kedua tidak ditanggapi, maka nasabah yang bersangkutan dapat dianggap cidera janji. Cidera janjinya nasabah disini diikuti dengan pelaksanaan eksekusi (penjualan paksa/lelang) terhadap barang jaminan.110

Hendaknya pelayanan pemberian Kredit Angsuran Sistem Gadai (Krasida) dapat diperluas sampai ke daerah-daerah, karena kebanyakan tempat usaha mikro

110

(50)

dan kecil berada pada daerah-daerah dan kebanyakan juga usaha tersebut merupakan usaha rumahan yang sangat membutuhkan bantuan dana untuk menjalankan usahanya. Dalam pengenaan sanksi atau hukuman bagi nasabah yang wanprestasi, hendaknya kreditur dalam hal ini Perum Pegadaian terlebih dahulu meninjau atau menanyakan kepada debitur/nasabah apa sebabnya sehingga ia telah lalai dalam membayar angsuran kredit tersebut.

Tindakan eksekusi merupakan salah satu alternatif penyelesaian jika debitur/nasabah benar-benar tidak dapat membayar angsuran kredit. Namun, apabila terdapat alternatif lain yang lebih baik dan menguntungkan bagi kedua belah pihak alangkah baiknya bila hal tersebut dapat dilaksanakan.111

Cessie adalah suatu cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pengalihan ini terjadi atas dasar suatu peristiwa perdata, seperti perjanjian jual-beli antara kreditor lama dengan calon kreditor baru.

b) Penyelesaian Cessie

112

111

Ibid, hal 1

112

Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin, Subrogasi, Novasi dan Cessie, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal 101.

(51)

Sedangkan untuk piutang atas nama, menurut Pasal 94 ayat (3,4,2,7) KUH Perdata penyerahan dilakukan dengan akta penyerahan piutang dan pemberitahuan kepada debitur yang harus membayar tagihan itu. Pemberitahuan dilakukan oleh pihak yang mengalihkan piutang atau pihak yang menerima piutang. Dalam hal pihak debitur yang harus membayar tagihan tersebut, maka diketahui pada waktu akta pengalihan piutang dibuat maka penyerahan piutang tersebut berlaku retroactive pada hari itu dengan syarat hak tersebut berada pada pihak yang mengalihkan. Pemberitahuan segera dilakukan segera setelah pihak debitur yang harus membayar tagihan diketahui ada dimana. Bagi pihak debitur terhadap siapa piutang itu akan dieksekusi dapat meminta salinan dua kutipan akta pengalihan piutang atau atas hak dari pengalihan itu yang disahkan oleh pihak yang mengalihkan piutang. Jika tidak ada akta yang menerangkan alas hak pengalihan tersebut, maka isi alas hak tersebut harus dikomunikasikan kepadanya secara tertulis sepanjang hal itu diperlukan.113

113

Wawacara dengan Bapak Andri Antoni, , Tanggal 6 Maret 2010

(52)

Dalam pemberian kredit, pihak perbankan sebelumnya telah menyiapkan terlebih dahulu bentuk/klausula/akad perjanjian kredit yang sudah baku sifatnya. bentuk/klausula/akad perjanjian ini juga berisi berbagai ketentuan tentang peminjaman uang dan syarat-syarat kredit. bentuk/klausula/akad perjanjian kredit ini dibuat secara seragam untuk seluruh kantor cabang, akan tetapi masing-masing bank memiliki bentuk penjanjian kredit yang berbeda dengan kantor bank lainnya.

Diperlukannya bentuk/klausula/akad perjanjian kredit ini guna sebagai bukti peminjaman di suatu bank. Adapun bentuk/klausula/akad perjanjian kredit dengan mengunakan jaminan deposito berbeda dengan kredit yang mengunakan jaminan selain deposito pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, yaitu sebagai berikut:

a) Pengikatan dengan jaminan selain deposito

1) Pasal 1 mengenai penggunaan syarat-syarat lain

2) Pasal 2 mengenai limit, tujuan, sifat kredit dan jangka waktu 3) Pasal 3 mengenai Penarikan kredit

4) Pasal 4 mengenai Bunga dan biaya-biaya lain 5) Pasal 5 mengenai Pembiayaan sendiri

6) Pasal 6 mengenai Pembayaran kembali 7) Pasal 7 mengenai Pengawasan kredit 8) Pasal 8 mengenai Denda

9) Pasal 9 mengenai Denda atas pembayaran atau pelunasan yang dipercepat 10)Pasal 10 Pernyataan dan jaminan debitur

(53)

12)Pasal 12 mengenai Anggunan dan asuransi

13)Pasal 13 mengenai Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh debitur 14)Pasal 14 Kejadian, kelalaian dan akibatnya

15)Pasal 15 mengenai Perhitungan dan Bukti jumlah terutang 16)Pasal 16 mengenai Kuasa-kuasa

17)Pasal 17 mengenai Syarat-syarat lain 18)Pasal 18 mengenai Komunikasi

19)Pasal 19 mengenai Aneka ketentuan dan tempat kedudukan hukum. b) Pengikatan dengan jaminan deposito

1) Pasal 1 mengenai penggunaan syarat-syarat umum dan definis

2) Pasal 2 mengenai limit, tujuan, sifat kredit, bunga dan biaya-biaya lain 3) Pasal 3 mengenai Jangka Waktu Kredit

4) Pasal 4 mengenai Jaminan

5) Pasal 5 mengenai Syarat dan Cara Penarikan 6) Pasal 6 mengenai Pembayaran Kembali 7) Pasal 7 mengenai Kejadian Kelalai

8) Pasal 8 mengenai Perhitungan Dan Bukti Jumlah Terutang 9) Pasal 9 mengenai Kuasa

10)Pasal 10 mengenai Pemberitahuan

11)Pasal 11 mengenai Aneka Ketentuan dan Tempat Kedudukan Hukum.

(54)

selalu tersirat adanya niat dan itikad baik serta moral dari para pihak. “Perjanjian yang dilaksanakan dengan itikad baik artinya bahwa salah satu pihak hanya terikat pada penggunaan bahasa dalam perjanjian yang dibuat, akan tetapi harus ada itikad baik dan moral dalam pelaksanaannya”.114

Hasil pertemuan dengan debitur dituangkan dalam bentuk call memo (call visit atau call report). Dalam formulir call memo atau call report tersebut dituangkan informasi-informasi terbaru debitur dalam hal kemajuan usaha, kondisi keuangan dan atau permasalahan-permasalahan yang ada dalam pengelolaan usahanya. Informasi-informasi ini menjadi sangat perlu dalam rangka pemeliharaan debitur, karena dari sini dapat dengan mudah diidentifikasi potensi masalah kredit yang mungkin akan terjadi di kemudian hari. Dengan cara ini, sejak dini pihak bank akan mengetahui potensi masalah ini, sehingga dikemudian hari akan mudah pula penanganannya.

Oleh karena itu itikad baik merupakan suatu hal yang mendasari terlaksananya perjanjian kredit.

Dalam praktek, apabila seorang debitur ingkar janji umumnya kreditur sebagai pemegang deposito tidak serta merta langsung melaksanakan haknya untuk mencairkan bilyet deposito yang telah ditanda tangani oleh debitur. Kreditur biasanya terlebih dahulu melakukan pendekatan yaitu dengan jalan kunjungan kepada debitur secara periodik, paling tidak dalam setiap bulan.

115

Adapun manfaat dari kunjungan yang dilakukan oleh kreditur adalah salah satu tugas dan tanggung jawab pokok selain mencari debitur baru untuk pencaian tanrget.

114

S. Mantayborbir,Imam jauhari, Agus hari widodo, Pengurus Piutang Negara Macet Pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori dan Praktik) Pustaka Bangsa, Medan Tahun 2001., hal 175

115

(55)

Keberhasilan dalam pelaksanaan tersebut sangat erat hubungannya dengan terjadinya kredit bermasalah. Hubungan yang terjadi bisa sebagai hubungan sebab akibat, jika berhadil menjaga, maka resiko kredit bermasalah bisa ditekan, sebaliknya jika tidak berhasil maka resiko kredit bermasalah menjadi semakin besar.

Jika ternyata setelah dilakukan kunjungan tersebut tetap saja timbul , masalah dalam pemenuhan kewajiban bank, maka pola penanganannya telah diatur dalam Standard Operation Prosedur (SOP) perkreditan deposito. SOP penanganan masalah ini adalah, setelah menunggak bunga dan atau angsuran pokok dalam 3 hari, kreditur wajib membuat surat Surat Peringatan (SP), berturut-turut SP 1 – SP 3 yang mengingatkan tentang pemenuhan kewajiban debitur untuk masa tertentu diwajibkan harus melunasi tunggakannya. Dalam surat tersebut selain memberikan peringatan akan tunggakan debitur, ditegaskan juga bahwa jika tetap menunggak maka dalam jangka waktu 14 hari sejak tunggakannya, deposito jaminan akan dicairkan guna melunasi kredit. Pencairan jaminan ini tidak saja melunasi terhadap total tunggakan tetapi terhadap seluruh total pinjaman yang masih tersisa, akan dibayar secara sekaligus dengan dana dari deposito jaminan.

(56)

Dari hasil penelitian lapangan diketahui bahwa prosedur/penanganan kredit dengan jaminan deposito dilakukan lebih simpel dibandingkan hal yang sama terhadap kredit lainnya yang dijamin dengan jaminan selain deposito.

a) Kelebihan;

“Permintaan kredit dengan menggunakan jaminan deposito lebih adanya kepastian bagi bank dalam hal mencairkan (liquid) dan pihak bankpun penuh dengan keyakinan untuk mencairkan kredit kepada debitur”, akan tetapi untuk permintaan kredit dengan menggunakan jaminan selain deposito menjadi sangat beresiko bagi bank”.

b) Kelemahan;

“Permintaan kredit dengan menggunakan jaminan deposito, ternyata tidak menguntungkan bagi bank, karena bunga yang diterima oleh bank dari pencairan kredit yang diterima debitur hanya sebesar 1,5 % pertahun di atas suku bunga deposito, sedangkan untuk permintaan kredit dengan jaminan selain deposito sangat menguntungkan bank karena bunga yang diterima oleh bank dari pencairan kredit tersebut berkisar 14,75% sama dengan 15% pertahun.116

116

Referensi

Dokumen terkait

Data Pengukuran Imago Jantan E... Data Pengukuran Imago Betina

S|RUP adalah aplikasi Slstem lntormasi Rencana Umum Pengadaan berbasis web yang funqsinya sebagai gaEna atau alat untuk mengumumkan RUP.. SiRUP bgrtujuan untu

Hasil analisis dan identi fi kasi sistem pencatatan dan pelaporan program UKS pada tim pelaksana UKS Sekolah Dasar Negeri I/240 Sutorejo Surabaya yang didukung dengan hasil

1LODL0DNVLPDO-XUQDOOOPLDK 1LODL$NKLU .RPSRQHQ\DQJGLQLODL OQWHPDVLRQDO OQWHUQDVLRQDO 1DVLRQDO 1DVLRQDO1DVLRQDO 7HUDNUH WHULQGHNVGL'2$- \DQJ. %HUHSXWDVL GLWDVL

Tujuan: Membuktikan ada perbedaan gambaran histopatologi hepar mencit Balb/c yang hiperurisemia antara kelompok yang diberi ekstrak buah kersen ( Muntingia calabura L .)

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan

Tindakan SADARI adalah tindakan memeriksa payudara sendiri di ukur melalui rutin, tidak rutin, tidak pernh melakukan SADARI, Berdasarkan hasil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran Yahya bin Umar tentang Siyasah al-Ighraq (dumping) sesuai dengan ajaran Islam yang melarang adanya praktik tersebut karena