KAJIAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKEI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KECAMATAN BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN
T E S I S
Oleh
DAUD WIJAYA SITORUS
107003025/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KAJIAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKEI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KECAMATAN BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DAUD WIJAYA SITORUS
107003025/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : KAJIAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKEI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN
Nama Mahasiswa : Daud Wijaya Sitorus Nomor Pokok : 107003025
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Rujiman, SE, MA) (Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Tanggal Lulus : 01 Februari 2013 Telah diuji pada
Tanggal : 01 Februari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Rujiman, SE, MA
PERNYATAAN
“
KAJIAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI SEI
MANGKEI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KECAMATAN BOSAR MALIGAS KABUPATEN
SIMALUNGUN
”.Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
KAJIAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKEI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KECAMATAN BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN
ABSTRAK
Pembangunan suatu kawasan industri harus dapat menggerakkan dan mendorong pertumbuhan industri kecil pada pusat-pusat di luar kawasan yang bersifat padat karya melalui pemanfaatan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, industri kecil tersebut akan membuka lapangan kerja baru dan tempat-tempat usaha sehingga dapat menambah pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat) di Kecamatan Bosar Maligas. Penelitian ini dilaksanakan di Nagori Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Untuk menguji hipotesis digunakan analisis regresi linear sederhana terhadap data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan interpretasi dan pembahasan terhadap data.
Hasil penelitian berdasarkan persepsi masyarakat menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan positif terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat) di Kecamatan Bosar Maligas. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei akan meningkatkan pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat). Hal ini berarti bahwa pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan yang signifikan terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat) di Kecamatan Bosar Maligas.
THE STUDY OF ROLE OF SEI MANGKEI INDUSTRIAL AREA DEVELOPMENT IN THE REGIONAL DEVELOPMENT IN BOSAR
MALIGAS SUBDISTRICT SIMALUNGUN DISTRICT
ABSTRACT
The development of an industrial area must be able to generate and push the growth of labor-intensive small-scale industry in the centers outside of the area through the utilization of the surrounding natural and human resources. Therefore, the small-scale industry will open new job opportunity and business place that can increase the income and welfare of local communities.
The purpose of this study conducted in Nagori Sei Mangkei, Bosar Maligas Subdistrict, Simalungun District, Sumatera Utara Province, was to examine the role of Sei Mangkei Industrial Area Development in the regional development
(labor absorption, business place development and community’s income) in
Bosar Maligas Subdistrict, Simalungun District.
The data obtained were analyzed through simple linear regression analysis and then the data were interpreted and discussed.
The result of this study based on the community’s perception showed that
development of Sei Mangkei Industrial Area had a positive role in the regional
development (labor absorption, business place development and community’s
income) in Bosar Maligas Subdistrict. (labor absorption, business place development and community income) in Bosar Maligas Subdistric. Partially, the result of analysis showed that the development of Sei Mangkei Industrial Area will increase the regional development (labor absorption, business place
development and community’s income). This means that the development of Sei Mangkei Industrial Area had a significant role in the regional development
(labor absorption, business place development and community’s income) in
Bosar Maligas Subdistrict.
Keywords : Industrial Area, Regional Development (Labor, Business Place,
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “Kajian Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun”.
Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak, baik dalam bentuk moril, bimbingan maupun arahan. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), SP.A (K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Ronny Kusuma Yudistiro, MM sebagai Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional RI Provinsi Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi program pascasarjana. 5. Bapak H. Badrussalim, SH sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Simalungun dan Bapak Ahmad Rasidin, ST, M.Si., sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi atas arahan dan motivasi yang telah diberikan.
6. Bapak Dr. Rujiman, SE, MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D, sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si., Ph.D, Ak. dan Bapak Ir. Supriadi, MS sebagai Komisi Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang baik untuk kesempurnaan tesis ini.
8. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terkira khususnya kepada istriku tercinta Evalina Oktorida Br Simanjuntak, A.Md dan anak-anakku Michael Daniel Devino Sitorus, Marcellino Dwine Yosua Sitorus yang memberikan kasih sayang dan motivasi yang besar di dalam nenuntut ilmu dan menyelesaikan penulisan tesis ini.
10.Teman-teman mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Angkatan 2010 genap khususnya kepada Ahmad Rivai Simamora, Adisti Maritadinda Admar, Heni Rustati, Herliene Yudha Altius dan Irmayanti Siregar, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
11.Akhirnya kepada seluruh pihak yang banyak membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun harapan penulis semoga tesis ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf atas segala kekurangan, kesalahan dan kekhilafan selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkatnya kepada kita semua. Amin.
Medan, Februari 2013 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Daud Wijaya Sitorus
2. Tempat/Tanggal Lahir : Perbaungan/27 September 1972
3. Alamat : Jl. Perjuangan No. 53 A Tanjung Rejo, Medan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
7. Status : Menikah
8. Pendidikan :
a. SD Negeri 101931 Perbaungan, lulus tahun 1985
b. SMP Swasta Setia Budi Perbaungan, lulus tahun 1988
c. SMA Negeri 4 Medan, lulus tahun 1991
d. Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Tanah USU Medan, lulus tahun 1996
e. Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN………. xiii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
2.2. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah …… 14
2.3. Penataan Ruang ………... 17
2.4. Pembangunan Kawasan Industri ………. 18
2.5. Tenaga Kerja ……… 21
2.6. Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat ………. 22
2.7. Tempat Usaha ………... 24
2.8. Penelitian Terdahulu ………. 25
2.9. Kerangka Pemikiran ……….. 27
2.10.Hipotesis Penelitian ………..……… 28
BAB III METODE PENELITIAN……….. 29
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 29
3.6.2.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 35
3.6.2.3. Uji Hipotesis ……… 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 40
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… 40
4.1.1. Kabupaten Simalungun ………. 40
4.4. Analisis Tanggapan Responden ……….. 65
4.4.1. Tanggapan Responden Terhadap Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei ………. 65
4.4.2. Tanggapan Responden Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ………. 66
4.4.3. Tanggapan Responden Terhadap Perkembangan Tempat-Tempat Usaha ……….. 67
4.6. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik …..……….. 71
4.6.1. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ………. 71
4.6.2. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap Perkembangan Tempat-tempat Usaha …… 74
4.6.3. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap Pendapatan Masyarakat ……… 78
4.7. Pengujian Hipotesis ……….. 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 95 5.1. Kesimpulan ……….. 95 5.2. Saran ……… 96
DAFTAR TABEL
Jumlah Penduduk Dan Rumah Tangga (KK) di Nagori Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas Tahun 2010 …………
Luas Wilayah Kabupaten Simalungun Berdasarkan Ketinggian ………
Luas Wilayah Kabupaten Simalungun Berdasarkan Penyebaran Kemiringan Lahan/Lereng ……… Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Simalungun …….. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Simalungun ………
Luas Wilayah Kecamatan Bosar Maligas Berdasarkan Ketinggian ………
Luas Wilayah Kecamatan Bosar Maligas Berdasarkan Penyebaran Kemiringan Lahan/Lereng ………
Luas Kecamatan Bosar Maligas Berdasarkan Nagori/Kelurahan ……….
Jumlah Usaha Menurut Lapangan Usaha di Nagori Sei Mangkei ………
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Nagori Sei Mangkei ………. Jenis Kelamin Responden ……… Umur Responden ………. Tingkat Pendidikan Responden ……… Jumlah Anggota Keluarga Responden ……….
Lama Tinggal (Bermukim) Responden ………
Penggunaan Lahan Kawasan Industri Sei Mangkei ……….
Nomor
Tanggapan Responden Terhadap Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei ………
Tanggapan Responden Terhadap Penyerapan Tenaga kerja.
Tanggapan Responden Terhadap Perkembangan Tempat-Tempat Usaha ………...
Tanggapan Responden Terhadap Pendapatan Masyarakat ..
Hasil Pengujian Validitas Variabel Penelitian ………. Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ………….
Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……….
Hasil Uji Glejser ………...
Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……….
Hasil Uji Glejser ………...
Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……….
Hasil Uji Glejser ………...
Hasil Uji Regresi Hipotesis Pertama ………
Nilai Koefisien Determinasi ……….
Hasil Uji Parsial Test ((Uji-t) Hipotesis Pertama ………….
Hasil Uji Regresi Hipotesis Kedua ……….. Nilai Koefisien Determinasi ……….
Hasil Uji Parsial Test (Uji-t) Hipotesis Kedua ……….
Hasil Uji Regresi Hipotesis Ketiga ……….. Nilai Koefisien Determinasi ……….
Hasil Uji Parsial Test (Uji-t) Hipotesis Ketiga ………
DAFTAR GAMBAR
Enam Pilar Pengembangan Wilayah ………
Kerangka Pemikiran ……….
Grafik Luas Wilayah Kabupaten Simalungun Berdasarkan Ketinggian ………
Grafik Luas Wilayah Kabupaten Simalungun Berdasarkan Penyebaran Kemiringan Lahan/Lereng ………
Grafik Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Simalungun ………..
Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Simalungun
Grafik Luas Wilayah Kecamatan Bosar Maligas Berdasarkan Ketinggian ………...
Grafik Luas Wilayah Kecamatan Bosar Maligas Berdasarkan Penyebaran Kemiringan Lahan/Lereng ……...
Grafik Luas Kecamatan Bosar Maligas Berdasarkan Nagori/Kelurahan ………
Grafik Jenis Kelamin Responden ………
Grafik Umur Responden ……….
Grafik Tingkat Pendidikan Responden ………
Grafik Jumlah Anggota Keluarga Responden ……….
Grafik Lama Tinggal (Bermukim) Responden ………
Grafik Normal Histogram of Regression Standardized Residual ………
Nomor 4.15.
4.16.
4.17.
4.18.
J u d u l
Grafik Normal Histogram of Regression Standardized Residual ………
Grafik Scatter Plot Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Kedua ………...
Grafik Normal Histogram of Regression Standardized Residual ………
Grafik Scatter Plot Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Ketiga ………...
Halaman
75
77
79
DAFTAR LAMPIRAN
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Variabel Penelitian ………..
Validitas dan Reliabilitas serta Hasil Regresi ………..
Peta Penggunaan Lahan Tahun 2009 Kabupaten Simalungun ………..
Peta Lokasi Kawasan Industri Sei Mangkei ……..………..
Gambar Master Plan Kawasan Industri Sei Mangkei ……..
KAJIAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI SEI MANGKEI TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KECAMATAN BOSAR MALIGAS KABUPATEN SIMALUNGUN
ABSTRAK
Pembangunan suatu kawasan industri harus dapat menggerakkan dan mendorong pertumbuhan industri kecil pada pusat-pusat di luar kawasan yang bersifat padat karya melalui pemanfaatan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, industri kecil tersebut akan membuka lapangan kerja baru dan tempat-tempat usaha sehingga dapat menambah pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat) di Kecamatan Bosar Maligas. Penelitian ini dilaksanakan di Nagori Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Untuk menguji hipotesis digunakan analisis regresi linear sederhana terhadap data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan interpretasi dan pembahasan terhadap data.
Hasil penelitian berdasarkan persepsi masyarakat menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan positif terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat) di Kecamatan Bosar Maligas. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei akan meningkatkan pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat). Hal ini berarti bahwa pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan yang signifikan terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat) di Kecamatan Bosar Maligas.
THE STUDY OF ROLE OF SEI MANGKEI INDUSTRIAL AREA DEVELOPMENT IN THE REGIONAL DEVELOPMENT IN BOSAR
MALIGAS SUBDISTRICT SIMALUNGUN DISTRICT
ABSTRACT
The development of an industrial area must be able to generate and push the growth of labor-intensive small-scale industry in the centers outside of the area through the utilization of the surrounding natural and human resources. Therefore, the small-scale industry will open new job opportunity and business place that can increase the income and welfare of local communities.
The purpose of this study conducted in Nagori Sei Mangkei, Bosar Maligas Subdistrict, Simalungun District, Sumatera Utara Province, was to examine the role of Sei Mangkei Industrial Area Development in the regional development
(labor absorption, business place development and community’s income) in
Bosar Maligas Subdistrict, Simalungun District.
The data obtained were analyzed through simple linear regression analysis and then the data were interpreted and discussed.
The result of this study based on the community’s perception showed that
development of Sei Mangkei Industrial Area had a positive role in the regional
development (labor absorption, business place development and community’s
income) in Bosar Maligas Subdistrict. (labor absorption, business place development and community income) in Bosar Maligas Subdistric. Partially, the result of analysis showed that the development of Sei Mangkei Industrial Area will increase the regional development (labor absorption, business place
development and community’s income). This means that the development of Sei Mangkei Industrial Area had a significant role in the regional development
(labor absorption, business place development and community’s income) in
Bosar Maligas Subdistrict.
Keywords : Industrial Area, Regional Development (Labor, Business Place,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep
pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah
Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan wilayah berdasarkan jalan raya,
konsep pengembangan wilayah bertitik tolak dari segi produksi barang dan jasa,
dan konsep pengembangan wilayah berdasarkan kelompok industri.
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menggunakan ruang dan
melakukan kegiatan pengubahan bentuk dari sumber daya alam menjadi bahan
baku atau setengah jadi, dari bahan baku atau setengah jadi menjadi bahan jadi
atau produk akhir. Di samping sektor industri menghasilkan produksi, juga
membuka kesempatan kerja bagi masyarakat serta menambah pendapatan bagi
daerah yang disebut sebagai dampak positif. Akan tetapi pembangunan industri
juga mempunyai dampak negatif yaitu berupa limbah (padat, cair dan gas) yang
mempunyai kualitas di atas ambang batas yang berlaku dari produksi sampingan
industri tersebut. Oleh karena itu, kegiatan industri memilih lokasi di daerah
dengan nilai produktivitas tanah rendah dan diusahakan jauh dari pusat
permukiman penduduk.
Suatu kawasan industri harus dapat menggerakkan dan mendorong
pertumbuhan industri kecil pada pusat-pusat di luar kawasan yang bersifat padat
sekitarnya. Dengan demikian industri kecil akan membuka lapangan kerja baru
dan tempat-tempat usaha.
Kegiatan industri mempunyai karakteristik kebutuhan lahan, air, energi,
tenaga kerja, orientasi dasar lokasi, kualitas dan kuantitas limbah dan setiap ruang
mempunyai daya dukung tertentu. Oleh karena itu, untuk mengalokasikan ruang
suatu kegiatan industri harus diketahui dahulu jenis-jenis industri yang prospektif
dan industri yang tidak sesuai tumbuh pada suatu daerah tertentu. Fenomena
permasalahan yang dihadapi adalah pembangunan industri di suatu daerah kurang
di dukung oleh sarana dan prasarana penunjang, akibatnya industri-industri sering
di bangun berbaur dengan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, sehingga sering
menimbulkan kasus-kasus pencemaran terhadap lingkungan.
Daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam tertentu, layak
untuk ditumbuhkembangkan industrinya. Hal ini disebabkan karena melalui
industri maka suatu daerah dapat tumbuh ekonominya. Banyak efek ganda yang
dapat diraih oleh suatu daerah karena kehadiran industri tertentu, seperti :
kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan karena adanya pemilikan pendapatan
masyarakat, pengelolaan lingkungan yang baik, penyediaan infrastruktur,
pendapatan asli daerah, pelayanan publik di kawasan tersebut menjadi tersedia
dan lain-lain. Semuanya ini membawa dampak positif yang luas bagi
pembangunan suatu kawasan dan pembangunan wilayah atau regional. Dengan
pertimbangan itu, wajar jika pemerintah memberi perhatian besar bagi
Pemerintah telah berupaya mendorong pembangunan industri di luar Pulau
Jawa, meski disadari bahwa hal ini tidaklah mudah dan banyak dijumpai
kendala-kendalanya. Kendala itu dapat berupa keterbatasan sumber daya manusia,
infrastruktur, peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung serta
birokrasi yang ada.
Pengembangan dan pembangunan Kawasan Ekonomi senantiasa
membutuhkan lahan, sedangkan tuntutan akan kebutuhan lahan oleh pelaku
pembangunan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kondisi inilah yang
menyebabkan terjadinya suatu pertarungan perolehan lahan antar pelaku
pembangunan, swasta, Pemerintah Pusat dan Daerah maupun masyarakat
seolah-olah bersaing satu sama lain dalam mencari dan memperoleh lahan yang
dibutuhkan. Dan dalam jangka panjang jika tidak ada perencanaan dan
pengendalian oleh pemerintah akan menimbulkan persaingan semakin tidak
sehat. Oleh karena itu, dalam pembangunan wilayah atau regional pembentukan
suatu kawasan ekonomi harus dibuatkan suatu perencanaan terpadu yang
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, antar sistem dan sistem dengan
subsistem, serta subsistem dengan subsistem lainnya.
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini
pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap
wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan
memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keungggulan
daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan
mengembangkan kluster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan
konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat
pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur
pendukungnya.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan
dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategi yang berfungsi untuk menampung kegiatan industri,
ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
daya saing internasional.
Kawasan Industri Sei Mangkei di dalam MP3EI termasuk di dalam
Koridor Ekonomi Sumatera, dengan kegiatan ekonomi utama kelapa sawit.
Dalam pengembangan Koridor Ekonomi Sumatera, pembangunan struktur ruang
diarahkan untuk memahami pola pergerakan dari kebun sawit sebagai kegiatan
ekonomi utama menuju tempat pengolahan dan atau kawasan industri yang
selanjutnya menuju pelabuhan. Oleh sebab itu, penentuan prioritas dan kualitas
pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur jalan dan jembatan, kereta api dan
pelabuhan diarahkan untuk melayani angkutan barang untuk menunjang kegiatan
Kegiatan ekonomi utama kelapa sawit di Sumatera memegang peranan
penting bagi penyediaan kelapa sawit Indonesia dan dunia. Indonesia adalah
produsen minyak kelapa sawit di dunia sejak Tahun 2007. Pemenuhan
permintaan kelapa sawit dunia didominasi oleh produksi Indonesia. Indonesia
memproduksi sekitar 43 % dari total produksi minyak mentah sawit (Crude Palm
Oil/CPO) di dunia. Di Sumatera, kegiatan ekonomi utama kelapa sawit
memberikan kontribusi ekonomi yang besar. Dimana 70 % lahan penghasil
kelapa sawit di Indonesia berada di Sumatera dan membuka lapangan pekerjaan
yang luas.
Produksi kelapa sawit di Indonesia sebagian besar di ekspor dalam bentuk
CPO, seharusnya sudah harus mengembangkan industri hilir kelapa sawit untuk
menggenjot nilai tambah kelapa sawit tersebut. Industri hilir dalam mata rantai
industri kelapa sawit, antara lain : oleo kimia dan biodiesel. Pengembangan
industri hilir sangat dibutuhkan untuk mempertahankan posisi strategis sebagai
penghasil hulu sampai hilir, sehingga dapat menjual produk yang bernilai tambah
tinggi dengan harga bersaing.
Kawasan Industri Sei Mangkei, yang terletak di Kecamatan Bosar Maligas,
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara sebagai “Sei Mangkei –
Integrated Sustainable Palm Oil Cluster (SM – ISPOIC)”. Pembangunan
Kawasan Industri Sei Mangkei ini sudah selaras dengan arah kebijakan
pembangunan Kabupaten Simalungun, yakni “Mengembangkan kebijakan
industri, perdagangan dan investasi dengan membuka kesempatan kerja dan
berusaha melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber
diharapkan terjadi peningkatan pendayagunaan dan pemanfaatan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia serta penggunaan tekonologi ramah lingkungan.
Kawasan Industri Sei Mangkei yang terletak di Nagori Sei Mangkei,
Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun. Lokasi Kawasan Industri Sei
Mangkei ini cukup strategis dikarenakan, yaitu :
(i) letak geografisnya yang berada relatif di tengah-tengah perkebunan kelapa
sawit atau dekat dengan sumber bahan baku (Raw Material Oriented);
(ii) telah ada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) 30 ton Tandan Buah Segar (TBS)/Jam
sejak Tahun 1997 dan dekat dengan beberapa PKS dengan radius 70 Km
milik PTPN III = 165 ton TBS/Jam, PTPN IV = 300 ton TBS/Jam, Swasta
= 140 ton TBS/Jam;
(iii) dekat dengan sungai Bah Bolon yang sangat diperlukan sebagai sumber air
pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS);
(iv) dekat dengan pelabuhan Kuala Tanjung (± 40 Km), tempat pengapalan
CPO dan CKPO yang mampu mengakomodasi kapal-kapal dengan berat
30.000 – 40.000 DWT dan pelabuhan Inalum yang jaraknya hanya 36 km,
sehingga sangat memudahkan transportasi produk-produk industri tersebut
keluar Sumatera Utara dan Program MP3EI dimana pelabuhan Kuala
Tanjung akan menjadi global hub di Koridor Ekonomi I (Sumatera);
(v) dekat dengan jalan besar Pematang Siantar – Lima Puluh yaitu jaraknya 5
km dan jalur kereta api Gunung Bayu - Perlanaan, sehingga transportasi
(vi) dari segi pengembangan wilayah dapat memacu pengembangan wilayah
Kabupaten Simalungun secara keseluruhan dan wilayah-wilayah yang
berada disekitarnya.
Berdasarkan Data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun Tahun
2010, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun Tahun 2005
– 2009 seluas 108.399,66 Ha yang terdiri dari perkebunan rakyat (27.154,50 Ha),
perkebunan Negara (70.098,34 Ha), perkebunan besar asing (10.089,89 Ha) dan
perkebunan swasta nasional (1.056,93 Ha).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian dengan
judul “Kajian Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei Terhadap
Pengembangan Wilayah di Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Bosar Maligas ?
2. Bagaimana peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
perkembangan Tempat-tempat usaha di Kecamatan Bosar Maligas ?
3. Bagaimana peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Bosar Maligas.
2. Mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
perkembangan Tempat-tempat usaha di Kecamatan Bosar Maligas.
3. Mengkaji peranan Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei terhadap
pendapatan masyarakat di Kecamatan Bosar Maligas.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Ilmu pengetahuan yaitu menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang
pembangunan kawasan industri terhadap pengembangan wilayah (penyerapan
tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan pendapatan
masyarakat).
2. Masukan untuk mengetahui peranan pembangunan kawasan industri
terhadap pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan
Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat).
3. Pemerintah yaitu sebagai masukan dalam mengambil keputusan di masa
depan tentang sejauh mana peranan pembangunan kawasan industri terhadap
pengembangan wilayah (penyerapan tenaga kerja, perkembangan
Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,
meningkatkan, memperbaiki atau memperluas (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).
Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis
dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber
daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara
efien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai
manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung
lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata
membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/dan prasarana, barang
dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat,
baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam dan
Mahalli, 2011).
Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan
dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai
suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan
administratif dimana itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan
Riyadi (2000) mengemukakan beberapa pemikiran yang dapat
dikembangkan untuk strategi pengembangan wilayah di masa mendatang, antara
lain adalah :
a. Alokasi sumber daya yang lebih seimbang
Berbagai deregulasi di sektor riil dan moneter telah dilakukan Pemerintah
dalam rangka efisiensi di segala bidang. Namun dari berbagai studi yang
dilakukan ternyata upaya tersebut masih cenderung menguntungkan Jawa dan
kawasan-kawasan cepat berkembang lainnya. Seperti misalnya penambahan
infrastruktur besar-besaran dan pengembangan pertanian di wilayah padat
penduduk seperti Jawa telah menarik investasi modal swasta, serta terjadinya
peningkatan kemampuan teknologi dan manajemen hanya di
kawasan-kawasan tersebut. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah telah membuka
kewenangan yang semakin besar bagi pemerintah daerah dalam
merencanakan dan menggunakan sumber-sumber keuangannya. Untuk itu,
perlu dilakukan reformasi fiskal yang mendukung alokasi sumber daya yang
lebih baik terutama ke kawasan-kawasan yang belum berkembang, termasuk
diantaranya reformasi di bidang perpajakan. Deregulasi sektor riil juga perlu
memperhatikan perkembangan kemampuan daerah.
b. Peningkatan sumber daya manusia di daerah
Pengembangan selama ini telah menurunkan angka buta huruf, meningkatkan
taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat di daerah. Namun demikian,
kualitas manusia di kawasan-kawasan tertinggal umumnya masih di bawah
telah meningkatkan standar kualitas manusia Indonesia sampai pada taraf
tertentu, pada masa mendatang perlu diikuti oleh pendekatan pembangunan
yang lebih memperhatikan kondisi dan aspirasi wilayah, bukan oleh
pendekatan yang bersifat uniform. Strategi pembangunan manusia di masa
mendatang harus mampu mengidentifikasikan jenis pendidikan dan pelatihan
yang dapat menempatkan tenaga kerja dan lulusan terdidik dalam pasar
peluang kerja yang senantiasa menuntut adanya peningkatan keahlian.
c. Pengembangan kelembagaan dan aparat daerah
Struktur kelembagaan dan aparat pemerintah daerah selama ini
mencerminkan sistem pemerintah berjenjang. Walaupun Provinsi dan
Kabupaten juga berfungsi sebagai daerah otonom, yang mempunyai
kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri, namun dalam berbagai
implementasi pelaksanaan pembangunan selama ini daerah lebih kepada
“menunggu” petunjuk dari Pusat. Proses pengambilan keputusan yang
demikian, kemudian berkembang menjadikan aparat daerah lebih melayani
Pusat daripada melayani masyarakat daerahnya. Dalam era demokratisasi
yang semakin berkembang seperti sekarang ini, yang di tunjang oleh berbagai
peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi yang lebih lengkap,
pemerintah daerah di tuntut untuk lebih mampu melaksanakan kewenangan
yang semakin besar dalam menata pembangunan daerahnya. Semakin
lengkapnya perangkap peraturan dan perundang-undangan mengenai
penataan ruang di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat menjadi acuan
daya alam, manusia dan buatan) secara optimal, serta mengembangkan
konsep pembangunan yang berkelanjutan.
d. Pelayanan masyarakat yang efisien
Untuk kepentingan stabilitas ekonomi dan politik selama ini pemerintah
memegang kendali yang lebih besar terhadap sumber-sumber penerimaan dan
berbagai kebijaksanaan pelayanan masyarakat. Hal ini dilakukan mengingat
kebutuhan dasar masih sangat kurang, resiko investasi masih sangat besar,
dan tingkat pendidikan rata-rata manusia di daerah masih rendah. Dengan
semakin meningkatnya kemampuan kelembagaan dan kualitas aparat di
daerah, sudah masanya sekarang untuk memperbesar kewenangan daerah
dalam menata pembangunan di daerah. Keterlibatan pihak swasta sebagai
mitra kerja sekaligus sebagai pelaku pembangunan perlu di perbesar, sejalan
dengan kewenangan daerah yang semakin besar dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan daerahnya. Hal ini ditujukan agar pelayanan
kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya
perlu di topang oleh enam pilar/aspek, yaitu : aspek biogeofisik, aspek ekonomi,
aspek sosial, aspek kelembagaan, aspek lokasi dan aspek lingkungan. Diagram
dari ke enam pilar tersebut terlihat pada gambar 2.1. berikut ini. Melalui diagram
ini, dapat dilakukan analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan pengembangan
Gambar 2.1. Enam Pilar Pengembangan Wilayah
Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di
sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, pertahanan dan keamanan
(hankam) yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek
kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada di dalam pengelolaan
suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang ada di
wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang
satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi,
pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai
bagaimana proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam,
apakah merusak atau tidak (Budiharsono, 2005).
Aspek Sosial Aspek
Biogeofisik
Aspek Kelembagaan
Aspek Lokasi Pengembangan
Wilayah
Aspek Lingkungan Aspek
Pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilihat
dari aspek ekonomi dan aspek lokasi. Dari aspek ekonomi, meliputi : penyerapan
tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan pendapatan masyarakat
dengan melihat bagaimana peningkatan pembangunan ekonominya. Dari aspek
lokasi dilihat sejauh mana faktor lokasi dapat mendorong pembangunan wilayah,
berkaitan dengan pembangunan yang terjadi di wilayah tersebut.
2.2. Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama
peningkatan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya terus
meningkat. Dengan kata lain, kemampuan ekonomi suatu negara untuk
meningkatkan standar hidup penduduknya adalah sangat bergantung dan
ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka panjangnya (long rate of
economic growth) (Nanga, 2005).
Aspek pertumbuhan ekonomi daerah menjadi faktor penting untuk
menentukan besarnya transfer pusat kepada daerah. Terkait dengan pertumbuhan,
daerah-daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
seharusnya mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih kecil, namun
demikian meskipun konvergensi antar daerah mampu teratasi, kinerja pemerintah
daerah bisa jadi berbeda. Daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan lebih
baik, relatif mempunyai tingkat kesiapan yang lebih baik pula untuk menghadapi
desentralisasi. Pengalaman dan kapabilitas dalam pengelolaan keuangan menjadi
modal dasar yang kuat untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam era
Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan fiskal produksi barang
dan jasa yang berlaku di suatu negara seperti pertambahan dan jumlah produksi
barang dan industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah,
pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal,
dengan demikian pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu tahun tertentu
dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2011).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional
yang melibatkan kepada perubahan yang besar baik terhadap perubahan struktur
ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan,
mengurangi ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan
ekonomi (Todaro, 2003 dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).
Secara umum pembangunan ekonomi didefenisikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan GNP (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat
meningkat dalam periode waktu yang panjang. Oleh sebab itu, pembangunan
ekonomi memiliki tiga sifat penting, yaitu : suatu proses yang berarti terjadinya
perubahan terus menerus, adanya usaha untuk menarik pendapatan perkapita
masyarakat dan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat yang terjadi dalam
jangka panjang (Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).
Sirojuzilam dan Mahalli (2011) mengemukakan pembangunan ekonomi di
pandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan
ekonomi ditujukan dengan menggunakan pertambahan PDB (Produk Domestik
Bruto) untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat wilayah atau regional.
PDRB, maka ini mengalami perubahan terhadap pendapatan perkapita. Oleh
sebab itu, pertambahan PDRB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi
masyarakat karena terdapat kemungkinan timbulnya keadaan tersebut maka
pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi harus dibedakan.
Indikator keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan
ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan
penduduk maupun antar wilayah. Pola pertumbuhan ekonomi regional/wilayah
berbeda dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi,
aglomerasi, migrasi dan arus lalu lintas modal antar wilayah. Adapun beberapa
teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang lazim di kenal (Sirozujilam dan
Mahalli, 2011), antara lain :
1. Export Base-Models, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah
ditentukan oleh eksploitasi pemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis
ekspor daerah yang bersangkutan.
2. Neo-Classic, menyatakan bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan
ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan teknologi.
3. Cumulative Causation Models, menyatakan bahwa peningkatan pemerataan
pembangunan antar daerah tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar
(market mechasinm), tetapi perlu adanya campur tangan untuk daerah-daerah
yang relatif masih terbelakang.
4. Core Periphery Models, menekankan analisa pada hubungan yang erat dan
saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dengan desa
5. Growth Pole, menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak
terjadi di segala tata ruang, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat
tertentu dengan variabel-variabel yang berbeda intensitasnya. Salah satu cara
untuk menggalakkan kegiatan pembangunan dari suatu daerah tertentu
melalui pemanfaatan “agglomeration economics” sebagai faktor pendorong
utama.
2.3. Penataan Ruang
Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan antara yang satu dengan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan
kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan
ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung
pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan
pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
ruang (Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007).
Menurut Rustiadi, dkk (2004) penataan ruang pada dasarnya merupakan
perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan
melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka
penataan ruang merupakan bagian dari proses pembangunan. Penataan ruang
mempunyai tiga urgensi, yaitu :
a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya (prinsip produktifitas dan efisiensi).
b. Alat dan wujud distribusi sumber daya (prinsip pemerataan, keberimbangan
c. Keberlanjutan (prinsip Sustainaibility).
Perencanaan tata ruang yang di muat dalam Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana
umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang di susun
berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi
mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata
ruang di susun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan
kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok
dan sub blok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan
sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan
peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan di susun
untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi
yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam
pengendalian pemanfaatan ruang ssehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan
sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
2.4. Pembangunan Kawasan Industri
Di berbagai negara yang industrinya telah maju, ternyata industri
merupakan penyelamat dalam masalah pengganguran. Industri biasanya menjadi
penyumbang paling besar dalam menciptakan kesempatan kerja. Walaupun
peranannya sangat tergantung kepada sifat atau jenis teknologi yang digunakan.
inti rumah tangga, maka peranannya akan banyak menyerap tenaga kerja. Namun
sebaliknya apabila teknologi yang digunakan padat modal akan sedikit menyerap
tenaga kerja. Selain hal tersebut, lokasi pengembangan industri sangat
berpengaruh apabila berlokasi di kota-kota besar atau di pedesaan, dalam
menciptakan lapangan kerja bagi penduduk (Mubyarto, 1988).
Kawasan Industri adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan prasrana dan sarana yang disediakan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri. Hal ini berbeda dengan Zona Industri yang juga
merupakan pemusatan kegiatan industri tetapi tanpa dilengkapi dengan prasarana
dan sarana yang memadai (Kwanda, 2000).
Pengembangan suatu kawasan Industri selain di isi oleh pembangunan
sektor industri, juga diikuti oleh pembangunan sektor lain, baik dalam
penggunaan sumber daya alam, seperti : energi, air dan lahan, maka penanganan
tata ruang antar berbagai sektor ke arah penyusunan rencana pengembangan
wilayah terpadu perlu dilakukan (Simandjorang, 2010).
Di Indonesia, pada awalnya kawasan industri hanya dikembangkan oleh
Pemerintah melalui BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sebagai reaksi terhadap
meningkatnya jumlah industri dengan dampak polusi lingkungan yang
diakibatkannya, keterbatasan infrastruktur dan masalah perkembangan kawasan
permukiman yang berdekatan dengan lokasi industri, maka Pemerintah melalui
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53 tanggal 27 Oktober 1989, mengijinkan
Menurut Sukirno (1985) menarik tidaknya sesuatu daerah sebagai pusat
pertumbuhan dan sebagai pusat industrialisasi yang baru tergantung kepada
faktor-faktor berikut : keadaan prasarana, keadaan pasar dan keadaan beberapa
jenis eksternal ekonomi yang tersedia. Dengan adanya prasarana yang baik
sesuatu industri dapat dengan mudah berhubungan dengan berbagai tempat di
daerah itu, dengan daerah lain dan ke luar negeri; menghemat ongkos
pengangkutan dalam pengangkutan bahan mentah dan hasil produksinya; dan
memungkinkan mengurangi jumlah investasi modalnya. Oleh sebab itu,
prasarana yang baik mempertinggi industri-industri yang akan ditumbuhkan.
Penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk pembangunan industri
di daerah guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut dengan harapan akan
diperoleh manfaat sebagai berikut : menghemat pengeluaran pemerintah untuk
menciptakan prasarana; untuk menciptakan efisiensi yang lebih tinggi dalam
kegiatan industri-industri; menciptakan perkembangan daerah yang lebih cepat
dan memaksimumkan peranan pembangunan daerah dalam keseluruhan
pembangunan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor yang lebih penting
lagi yang mendorong usaha menciptakan kawasan perindustrian adalah besarnya
keuntungan potensial yang akan diperoleh berbagai industri apabila fasilitas yang
demikian disediakan kepada mereka. Oleh sebab itu, pengembangan kawasan
perindustrian terutama dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak perangsang
kepada para penanam modal, langkah tersebut akan mengurangi masalah mereka
untuk menciptakan atau mendapatkan tempat bangunan dan dapat mengurangi
biaya yang diperlukan untuk mendirikan industrinya karena bangunan perusahaan
2.5. Tenaga Kerja
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefenisikan bekerja adalah melakukan
pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan
atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus
menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang
membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi).
Tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk dalam usia kerja
(working-age population). Sedangkan pengertian tenaga kerja yang di muat dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu setiap orang
laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Dumairy (1997) yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah
penduduk yang mempunyai umur di dalam batas usia kerja. Tujuan dari
pemilihan batas umur tersebut, supaya defenisi yang diberikan sedapat mungkin
menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur
yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga
berbeda, sehingga batasan usia kerja antar negara menjadi tidak sama. Di
Indonesia, batas umur minimal untuk tenaga kerja yaitu 15 tahun tanpa batas
maksimal.
Pemilihan umur 15 tahun sebagai batas umur minimal adalah berdasarkan
kenyataan penduduk umur 15 tahun di Indonesia sudah bekerja atau mencari
kerja terutama di desa-desa. Demikian juga Indonesia tidak menetapkan batasan
sebagian kecil penduduk yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri
dan sebagian pegawai swasta. Bagi golongan ini pun, pendapatan yang diterima
tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga mereka yang telah mencapai
umur pensiun masih tetap bekerja untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga
mereka tetap digolongkan sebagai tenaga kerja (Simanjuntak, 1998).
Menurut Todaro (2000), pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif
yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar
berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang
lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal
tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang
cepat, benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari
pembangunan ekonominya.
2.6. Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat
Pendapatan diartikan sebagai hasil kerja atau usaha baik dalam bentuk
uang maupun barang. Salah satu bentuk pendapatan adalah upah atau gaji, yang
berarti uang yang di bayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar
tenaga kerja yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995).
Maryatmo dan Susilo (1996) mengemukakan bahwa pendapatan
merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh keluarga atau seseorang
selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Pendapatan masyarakat
tertentu baik itu dari hasil produksi pertanian maupun dari hasil industri dan
perdagangan serta sektor-sektor lainnya.
Jenis-jenis sumber pendapatan dapat berasal dari : (a) usaha sendiri
(wiraswasta, misalnya : berdagang, mengerjakan sawah); (b) bekerja pada orang
lain, misalnya bekerja di kantor atau perusahaan sebagai pegawai dan karyawan
(baik swasta maupun pemerintah); (c) hasil dari milik, misalnya mempunyai
sawah yang disewakan, rumah yang disewakan, uang yang dipinjamkan dengan
bunga tertentu (Gilarso, 1992).
Menurut Richardson (2001) model pendapatan interregional merupakan
perubahan pendapatan regional berasal dari beberapa sumber yang mungkin,
tidak lagi semata-mata berasal dari perubahan ekspor yang ditentukan secara
eksogen. Sumber-sumber ini, meliputi : (a) perubahan pengeluaran-pengeluaran
otonom regional (misalnya : investasi, pengeluaran pemerintah); (b) perubahan
tingkat pendapatan suatu daerah (atau daerah-daerah lain) di dalam sistem yang
bersangkutan yang akan terlihat dalam perubahan ekspor daerah; (c) berubahnya
salah satu diantara parameter-parameter model (hasrat konsumsi marginal,
koefisien perdagangan irregional atau tingkat pajak marginal).
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan indikator untuk mengukur
kesejahteraan, yaitu : kependudukan; pendidikan; kesehatan; ketenagakerjaan;
fertilitas dan keluarga berencana; perumahan dan lingkungan; konsumsi dan
pengeluaran rumah tangga. Sedangkan Jhinggan (1999) mengemukakan dalam
melihat indikator kesejahteraan masyarakat menggunakan ukuran distribusi
pendapatan; komposisi output; selera; biaya nyata dan perubahan tertentu yang
2.7. Tempat Usaha
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995 pasal 6 tentang
Usaha Kecil dan Koperasi, pemerintah menumbuhkan iklim usaha kecil melalui
penetapan peraturan perundangan dan kebijaksanaan meliputi aspek, antara lain :
pendanaan, prasarana, informasi, kemitraan, perijinan usaha, dan perlindungan
dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif menumbuhkan iklim
usaha sebagaimana dimaksud.
Di dalam perekonomian daerah, usaha kecil menengah merupakan sektor
usaha yang memiliki peran cukup tinggi, terutama dalam penyediaan lapangan
kerja. Namun demikian, perkembangan usaha kecil menengah akhir-akhir ini
cukup memprihatinkan terlebih lagi dengan masuknya berbagai produk impor
yang merupakan hasil usaha menengah luar negeri. Kondisi demikian, akan
memperlemah posisi sektor usaha kecil di pasar Indonesia. Semakin melemahnya
posisi sektor usaha kecil di pasar, dalam jangka panjang akan berdampak pada
turunnya taraf hidup masyarakat serta bertambahnya pengangguran. Oleh karena
itu, diperlukan upaya-upaya yang mengarah pada pengembangan sektor usaha
kecil dalam rangka memperbaiki mutu produk atau jasa sehingga mampu
bersaing di pasar. Upaya untuk memperbaiki mutu produk diperlukan pengelola
usaha (manajemen) dengan baik, meliputi aspek permodalan, produksi,
pemasaran, sumber daya manusia dan pembukuan (Wie, 1993).
Wie (1993) dalam Kuncoro dan Widjajanto (2001) mengemukakan bahwa
pengembangan industri kecil adalah cara yang dinilai besar peranannya dalam
pengembangan industri manufaktur. Pengembangan industri berskala kecil akan
digunakan adalah teknologi padat karya, sehingga dengan demikian selain dapat
memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, yang pada akhirnya dapat
mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan.
Pengembangan industri kecil harus menfokuskan sub sektor-sub sektor
yang menjadi andalan dan sektor yang menjadi unggulan. Wie (1993) dalam
Kuncoro dan Widjajanto (2001) mengartikan potensi sektor andalan sebagai
potensi dari sektor yang dimiliki secara dominan tanpa mempertimbangkan
kemampuan daya saing sektor tersebut dalam perekonomian, sedangkan potensi
subsektor unggulan adalah potensi subsektor andalan yang memiliki kemampuan
daya saing (competitive advantage).
2.8. Penelitian Terdahulu
Simandjorang (1999), melakukan penelitian dengan judul Pembangunan
Kawasan Industri Kuala Tanjung dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Di
Daerah Sekitanya, dengan menitikberatkan penelitian pada diversifikasi
pekerjaan dan pendapatan serta pelayanan sosial pada masyarakat sekitarnya
terhadap pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung
berpengaruh positif terhadap jumlah dan jenis pekerjaan; kondisi jaringan jalan
dan sarana angkutan; pendidikan masyarakat; kesehatan masyarakat.
Alwin (2003), melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh
Kawasan Industri Medan (KIM) Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi
Masyarakat Sekitar (Studi Kasus : Kelurahan Mabar dan Titi Papan Kecamatan
masyarakat terhadap keberadaan KIM dan pengaruh KIM terhadap pendapatan
masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap
keberadaan KIM pada umumnya bernilai positif, yaitu : tidak terjadi polusi udara,
air, kebisingan dan gangguan terhadap tanaman pertanian; pendapatan
masyarakat pada umumnya meningkat dengan keberadaan KIM, tingkat
pendidikan dan jenis pekerjaan masyarakat berpengaruh secara signifikan
terhadap keberadaan KIM sedangkan jumlah dan lamanya tinggal di sekitar KIM
tidak berpengaruh terhadap keberadaan KIM.
Pangaribuan (2010), melakukan penelitian dengan judul Peranan Kawasan
Industri Dan Pengaruhnya Terhadap Sosial Ekonomi Wilayah Di Desa Tanjung
Morawa B Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Peranan Kawasan Industri Terhadap Sosial Ekonomi Wilayah di Desa Tanjung
Morawa B Kecamatan Tanjung Morawa sangat berpengaruh terhadap masyarakat
dimana dengan adanya kawasan industri membuka lapangan kerja baru di pabrik
yang mana dapat menyerap ribuan tenaga kerja (buruh). Selain itu dengan
bertambahnya lapangan kerja, maka pendapatan masyarakat meningkat disertai
juga dengan peningkatan SDM-nya. Masyarakat akan memperoleh pekerjaan dan
pelatihan serta peningkatan pengetahuan dengan bekerja di pabrik-pabrik
2.9. Kerangka Pemikiran
Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan
terhadap penyerapan tenaga kerja, perkembangan Tempat-tempat usaha dan
pendapatan masyarakat guna mendukung pengembangan wilayah Nagori Sei
Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun.
Bagan kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Nagori Sei Mangkei
Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun
Perkembangan Tempat-tempat Usaha Penyerapan
Tenaga Kerja
Pendapatan Masyarakat
Pengembangan Wilayah Pembangunan Kawasan
2.10. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah :
1. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Bosar Maligas.
2. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan terhadap
perkembangan Tempat-tempat usaha di Kecamatan Bosar Maligas.
3. Pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei mempunyai peranan terhadap
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Sei Mangkei pada Nagori Sei
Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera
Utara yang didasarkan pada pertimbangan bahwa Nagori Sei Mangkei tersebut
merupakan tempat yang terkena dampak kegiatan tersebut. Lokasi penelitian
dapat dilihat pada lampiran 6. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada bulan
September sampai dengan Nopember 2012.
3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya
akan di duga. Populasi juga merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek dan subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari serta menarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2008).
Populasi dalam penelitian ini meliputi kepala keluarga yang bermukim
lebih dari 5 tahun di Nagori Sei Mangkei. Karena Pembangunan Kawasan
Industri Sei Mangkei ini dimulai Tahun 2009, maka untuk mengetahui ada atau
tidaknya peranan kegiatan pembangunan kawasan industri ini, dibutuhkan
informasi dari masyarakat yang telah bermukim sebelum adanya kegiatan
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun (2011),
Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga di Nagori Sei Mangkei Kecamatan Bosar
Maligas Tahun 2010 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga di Nagori Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas Tahun 2010
Nagori Jumlah Rumah Tangga (KK)
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa)
Sei Mangkei 600 1.591 1.533 3.124
Sumber : BPS Kecamatan Bosar Maligas Dalam Angka 2011
3.2.2. Sampel
Metode yang digunakan dalam penarikan sampel adalah pengambilan
sampel secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan tujuan
tertentu saja (Sugiyono, 2008). Pengambilan sampel secara purposive sampling
ditentukan berdasarkan pada ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan
yang erat dengan ciri populasi. Dengan kata lain unit sampel yang diambil
disesuaikan dengan kriteria-kriteria terutama yang ditetapkan berdasarkan tujuan
penelitian.
Sampel (responden) yang diambil adalah kepala keluarga (bapak atau ibu).
Adapun pertimbangan yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian
ini adalah Rumah Tangga (KK) yang telah bermukim lebih dari 5 tahun.
Berdasarkan informasi dari Kantor Pangulu Nagori Sei Mangkei, jumlah rumah
Penggambilan sampel sebesar 10 % dari 500, maka jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 50 KK. Pengambilan sampel ini berdasarkan pendapat
Sugiarto, dkk (2001) bahwa pada umumnya sampel diambil sekitar 10 % dari
total populasi, bilamana jumlah ini masih dianggap besar (lebih dari 30) maka
biasanya sampel ditetapkan sebanyak 30 dengan pertimbangan ukuran sampel
tersebut telah dapat memberikan ragam populasi.
Jumlah sampel ini di anggap telah memenuhi syarat sesuai dengan
pendapat Roscoe (dalam Sugiyono, 2008) bahwa dalam penelitian sosial, ukuran
sampel yang layak digunakan antara 30 hingga 500 responden.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang bersifat
kualitatif bersumber dari hasil pengamatan lapangan serta wawancara dan
kuisioner yang diberikan kepada responden. Data sekunder yang bersumber dari
studi kepustakaan dan instansi-instansi terkait seperti : Pemerintah Kabupaten
Simalungun atau Bappeda, Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Simalungun.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan sesuai dengan jenis data yang
digunakan. Data primer dikumpulkan dengan teknik survei dengan menggunakan
daftar pertanyaan kuisioner, wawancara tidak berstruktur dan pengamatan