• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS NON KESEHATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP PENYAKIT MULUT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ULFA ALFIYA SALIM NIM. 080600003

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2013

Ulfa Alfiya Salim

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

xii + 66 halaman

Rongga mulut merupakan pintu pertama masuknya bahan-bahan makanan

untuk kebutuhan pertumbuhan individu yang sempurna dan kesehatan yang optimal.

Kesehatan mulut yang optimal penting karena memberikan kontribusi dalam menjaga

kesehatan individu baik dari faktor fisik, emosional, maupun sosial. Perhatian

individu terhadap kesehatan mulut tergantung pada pengetahuan dan sikap individu

tersebut terhadap kesehatan mulut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut agar dapat mengatasi masalah

penyakit mulut dikalangan mahasiswa menjadi lebih baik lagi melalui program

penyuluhan.

Penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong

lintang. Subjek penelitian sebanyak 385 mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

(3)

perempuan. Kuesioner diberikan setelah subjek penelitian dipilih berdasarkan metode

pengambilan sampel yaitu systematic random sampling. Analisa data dilakukan

secara deskriptif yang dihitung dalam bentuk persentase setiap pengetahuan, sikap,

dan perilaku subjek penelitian. Data prevalensi disajikan dalam bentuk tabel

berdasarkan pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah persentase pengetahuan,

sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara

terhadap penyakit mulut (SAR, halitosis, dan ulser traumatik) berada pada kategori

baik (61-80%). Kategori baik menggambarkan bahwa subjek penelitian mengetahui

bentuk penyakit mulut, memiliki sikap yang baik terhadap cara mengatasi halitosis,

serta memiliki perilaku yang baik karena subjek penelitian telah dapat mengobati

sendiri penyakit mulut yang dialaminya. Jadi, untuk meningkatkan pengetahuan,

sikap, dan perilaku mahasiswa terhadap penyakit mulut, diperlukan upaya

penyuluhan promotif, preventif, maupun kuratif mengenai penyakit mulut. Selain itu,

diperlukan promosi mengenai peranan dokter gigi yang tidak hanya berhubungan

dengan masalah gigi saja, tetapi juga terhadap masalah penyakit mulut serta rongga

mulut lainnya.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 02 Januari 2013

Pembimbing : Tanda tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 02 Januari 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si

ANGGOTA : 1. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas Berkat dan

Rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan

judul “Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi

(SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Sumatera Utara (USU).

Tersusunnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada :

1. Orang tua tercinta Ayahanda Drs. M. Salim dan Ibunda Asnita, S.PdI. yang telah

mencurahkan kasih sayang dalam mengasuh, mendo’akan, dan memenuhi segala

kebutuhan penulis selama ini, kepada kakakku tersayang dr. Emil Salim dan

adikku tersayang Cahyani Sri Afriliya Salim, serta seluruh keluarga besar atas

semua motivasi, semangat, dan kritikan yang diberikan.

2. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing akademik.

3. DR. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis

(7)

4. Drg. Sayuti Hasibuan, Sp.PM. selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Dosen dan Pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ilmu Penyakit Mulut atas pendidikan

yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara.

6. Dekan dan staf pegawai Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara

(Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi,

Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas MIPA, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik) yang telah memberi izin selama penelitian berlangsung.

7. Sahabatku: Oki, Devia, Dila, Hafsyah, Tika, Ita, Ria, Edi, Riyanti, Cynthia, serta

teman-teman FKG Stambuk 2008. Terima kasih atas semua warna-warni

kehidupan dan menghabiskan waktu bersama dalam menggapai cita-cita serta

memberikan motivasi dalam menjalankan pendidikan di FKG USU.

Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan pikiran yang berguna

bagi Fakultas Kedokteran Gigi, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Januari 2013

Penulis,

(Ulfa Alfiya Salim)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

(9)

BAB III METODE PENELITIAN

4.2.1. Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut .. 36

4.2.2. Sikap Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut .. 41

4.2.3. Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut . 46

4.3. Kategori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut Berdasarkan Skala Likert ... 51

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Demografi Subjek Penelitian ... 53

5.2. Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut ... 54

(10)

Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut ... 59

BAB VI KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan ... 60 6.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Stomatitis Aftosa Rekuren tipe minor ... 14

2 Stomatitis Aftosa Rekuren tipe mayor ... 15

3 Stomatitis Aftosa Rekuren tipe herpetiform ... 16

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Distribusi karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 35

2 Distribusi pengetahuan subjek penelitian mengenai SAR berbentuk

oval, berwarna kuning atau abu, dan dapat tunggal atau multipel ... 36

3 Distribusi pengetahuan subjek penelitian mengenai SAR merupakan

penyakit mulut yang berulang ... 37

4 Distribusi pengetahuan subjek penelitian mengenai SAR merupakan

penyakit menurun ... 38

5 Distribusi pengetahuan subjek penelitian mengenai halitosis dapat

menjadi tanda adanya penyakit ginjal ... 39

6 Distribusi pengetahuan subjek penelitian mengenai ulser traumatik

berbentuk sesuai dengan penyebab terjadinya luka ... 40

7 Distribusi sikap subjek penelitian bahwa SAR tidak perlu segera diatasi

karena dapat sembuh dengan sendirinya ... 41

8 Distribusi sikap subjek penelitian bahwa halitosis berhubungan

dengan kebersihan lidah yang buruk ... 42

9 Distribusi sikap subjek penelitian bahwa halitosis dapat diatasi

dengan minum banyak air putih ... 43

10 Distribusi sikap subjek penelitian bahwa ulser traumatik sebaiknya

segera diatasi karena merupakan penyakit yang berbahaya ... 44

(13)

hubungan dengan penyakit mulut ... 45

12 Distribusi perilaku subjek penelitian jika mengalami penyakit mulut

(SAR, halitosis, ulser traumatik) ... 46

13 Distribusi perilaku subjek penelitian mengenai kunjungan ke

dokter gigi ... 47

14 Distribusi perilaku subjek penelitian jika rentan terhadap penyakit

mulut (SAR, halitosis, ulser traumatik) ... 48

15 Distribusi perilaku subjek penelitian terhadap keberatan atau tidak

meninggalkan pekerjaan untuk pergi berobat ke dokter gigi ... 49

16 Distribusi perilaku subjek penelitian untuk mencegah halitosis……….50

17 Kategori pengetahuan subjek penelitian berdasarkan

Skala Likert……….51

18 Kategori sikap subjek penelitian berdasarkan

Skala Likert……….51

19 Kategori perilaku subjek penelitian berdasarkan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar persetujuan etik penelitian

Lampiran 2. Surat permohonan izin penelitian di Fakultas Hukum, Fakultas

Pertanian, Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi, Fakultas MIPA,

Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU

Lampiran 3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

Lampiran 4 Lembar kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa

(15)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2013

Ulfa Alfiya Salim

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

xii + 66 halaman

Rongga mulut merupakan pintu pertama masuknya bahan-bahan makanan

untuk kebutuhan pertumbuhan individu yang sempurna dan kesehatan yang optimal.

Kesehatan mulut yang optimal penting karena memberikan kontribusi dalam menjaga

kesehatan individu baik dari faktor fisik, emosional, maupun sosial. Perhatian

individu terhadap kesehatan mulut tergantung pada pengetahuan dan sikap individu

tersebut terhadap kesehatan mulut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut agar dapat mengatasi masalah

penyakit mulut dikalangan mahasiswa menjadi lebih baik lagi melalui program

penyuluhan.

Penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan potong

lintang. Subjek penelitian sebanyak 385 mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

(16)

perempuan. Kuesioner diberikan setelah subjek penelitian dipilih berdasarkan metode

pengambilan sampel yaitu systematic random sampling. Analisa data dilakukan

secara deskriptif yang dihitung dalam bentuk persentase setiap pengetahuan, sikap,

dan perilaku subjek penelitian. Data prevalensi disajikan dalam bentuk tabel

berdasarkan pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah persentase pengetahuan,

sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara

terhadap penyakit mulut (SAR, halitosis, dan ulser traumatik) berada pada kategori

baik (61-80%). Kategori baik menggambarkan bahwa subjek penelitian mengetahui

bentuk penyakit mulut, memiliki sikap yang baik terhadap cara mengatasi halitosis,

serta memiliki perilaku yang baik karena subjek penelitian telah dapat mengobati

sendiri penyakit mulut yang dialaminya. Jadi, untuk meningkatkan pengetahuan,

sikap, dan perilaku mahasiswa terhadap penyakit mulut, diperlukan upaya

penyuluhan promotif, preventif, maupun kuratif mengenai penyakit mulut. Selain itu,

diperlukan promosi mengenai peranan dokter gigi yang tidak hanya berhubungan

dengan masalah gigi saja, tetapi juga terhadap masalah penyakit mulut serta rongga

mulut lainnya.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

untuk negara manapun. Setiap negara dapat berkembang cepat ketika penduduknya

sehat dan menjalani kehidupan yang produktif. Kesehatan mulut sekarang diakui

sama pentingnya dengan kesehatan sistemik. Osler menyatakan bahwa pentingnya

rongga mulut sebagai cermin dari kesehatan sistemik.1

Rongga mulut merupakan pintu pertama masuknya bahan-bahan makanan

untuk kebutuhan pertumbuhan individu yang sempurna, serta kesehatan yang

optimal.2 Kesehatan rongga mulut yang buruk akan mempengaruhi kualitas hidup

seseorang pada berbagai aspek kehidupan, baik secara fisik maupun psikologis,

seperti fungsi rongga mulut, penampilan, dan hubungan interpersonal.3

Kesehatan mulut yang optimal penting karena memberikan kontribusi dalam

menjaga kesehatan individu baik dari faktor fisik, emosional, maupun sosial. Namun,

banyak individu yang menganggap bahwa kesehatan rongga mulut kurang penting

dibandingkan masalah kesehatan tubuh lainnya yang sangat diperhatikan.4

Penyakit jaringan lunak mulut dapat menimbulkan keluhan atau tanpa

keluhan, tampilannya dapat merupakan kelainan warna, kelainan yang bersifat jinak

atau keganasan. Bila penyakit jaringan lunak mulut tidak memberikan gejala rasa

(18)

penyakit yang tidak memberikan keluhan itu merupakan awal dari suatu keganasan,

atau tanda awal dari penyakit sistemik yang berbahaya.2

Salah satu contoh masalah kesehatan mulut yang dapat terjadi tanpa

kebersihan dan perawatan mulut yang tepat adalah halitosis. Meskipun masalah

kesehatan mulut jarang fatal, kurangnya kesadaran, pendidikan, dan pelayanan

tentang kesehatan mulut dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dikemudian

hari.5 Hasil penelitian Shulman (2005) diperoleh bahwa penyakit mulut yang paling

sering terjadi adalah traumatic ulcer (1,89%), diikuti oleh recurrent aphthous

stomatitis (1,64%).6

Perhatian individu terhadap kesehatan mulut tergantung pada sikap individu

tersebut. Setiap individu menunjukkan sikap yang berbeda terhadap kesehatan rongga

mulut, perawatan, serta terhadap dokter gigi. Sikap tidak dipelajari dari buku teks,

tetapi diperoleh dari interaksi sosial, dan dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi,

serta keyakinan keluarga. Sikap sangat mempengaruhi perilaku individu terhadap

kesehatan mulut.7

Perilaku kesehatan seperti yang didefinisikan oleh Steptoe dkk (1994) adalah

kegiatan yang dilakukan untuk mempromosikan atau menjaga kesehatan dan

mencegah penyakit. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku individu

terhadap kesehatan adalah pengetahuan, keyakinan, sikap, keuangan, dan pengaruh

anggota keluarga, teman, rekan kerja, serta petugas kesehatan. Individu yang

memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih cenderung mengadopsi

(19)

dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau

pendidikan.7

Hamilton dkk (1991) menunjukkan bahwa ada hubungan antara peningkatan

pengetahuan dengan kesehatan mulut yang lebih baik.8 Selain itu, dilaporkan bahwa

jenis kelamin juga mempengaruhi pengetahuan individu tentang kesehatan mulut di

kalangan siswa sekolah menengah di Tanzania. Selain itu, pengetahuan juga

mempengaruhi perilaku individu untuk datang ke dokter gigi ketika mereka

mengalami rasa sakit.9

Broadbent dkk (2006) mengungkapkan bahwa jenis kelamin, usia, status

sosial ekonomi (SES), pendidikan, latar belakang budaya, stres, dan kecemasan

berperan dalam mempengaruhi perilaku individu terhadap masalah kesehatan mulut.

Individu yang tidak merawat gigi mereka, sehingga memiliki kebersihan mulut yang

buruk, lebih mungkin dijumpai dibandingkan individu dengan kebersihan mulut yang

baik, sehingga terjadinya masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit mulut menular,

infeksi seksual, penyakit gusi, dan kanker.5

Perilaku pencarian pengobatan merupakan tindakan yang dilakukan oleh

seseorang saat mengalami gejala sakit, yang selanjutnya mengambil keputusan

apakah akan mencari pengobatan profesional yaitu pengobatan yang berdasarkan

ilmu kedokteran atau tidak. Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadaran atau

sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya, perilaku

yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.10

Sharda dkk (2010) melaporkan kurang dari 50% mahasiswa memiliki

(20)

menunjukkan sikap yang baik terhadap perawatan mulut, dan kurang dari 50%

mahasiswa menunjukkan perilaku kesehatan yang baik terhadap rongga mulut. Secara

umum, mahasiswa perempuan menunjukkan pengetahuan, sikap, dan perilaku

terhadap kesehatan mulut yang lebih baik dibandingkan mahasiswa laki-laki.

Dilaporkan 74,7% mahasiswa mengatakan bahwa pentingnya konsultasi ke dokter

gigi secara rutin. Namun, hanya 57,3% mahasiswa yang pernah konsultasi ke dokter

gigi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka telah memiliki

pengetahuan dan sikap tentang hal tersebut, tetapi semua pengetahuan itu tidak

berubah ke dalam perilaku. Terdapat 69,7% mahasiswa mengunjungi dokter gigi

untuk pemeriksaan rongga mulut secara rutin dan 30,3% karena mengunjungi dokter

gigi karena nyeri atau bengkak. Persentase mahasiswa mengunjungi dokter gigi lebih

tinggi pada perempuan daripada laki-laki, karena perempuan biasanya lebih peduli

pada tubuh dan penampilan mereka.1

Berdasarkan hasil penelitian Sharda dkk (2010), dijelaskan bahwa masih

kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

terhadap kesehatan mulut, dimana menurut penelitian Broadbent dkk (2006) tingkat

pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap penyakit mulut.9 Oleh karena

itu, peneliti ingin melihat pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non

(21)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengetahuan mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara terhadap penyakit mulut ?

2. Bagaimana sikap mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara terhadap penyakit mulut ?

3. Bagaimana perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara terhadap penyakit mulut ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

2. Untuk mengetahui sikap mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

3. Untuk mengetahui perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi Fakultas Kedokteran

Gigi terutama Departemen Ilmu Penyakit Mulut mengenai pengetahuan,

sikap, dan perilaku mahasiswa terhadap penyakit mulut, sehingga dapat

menjadi pertimbangan dalam mengatasi masalah penyakit mulut di

(22)

2. Sebagai bahan informasi bagi dokter gigi untuk melakukan edukasi pada

pasien yang datang mencari pengobatan ke praktik, sehingga

meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan mulut.

3. Hasil dari penelitian dapat digunakan Instansi Dinas Kesehatan Medan

dalam melaksanakan program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.10

Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana, yaitu melalui

proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku.11

Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu :10,11

a. Tahu (know)

b. Memahami (comprehension)

c. Aplikasi (application)

d. Analisis (analysis)

e. Sintesis (synthesis)

f. Evaluasi (evaluation)

Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi,

penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh

adalah mengenai gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut.11

Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan

(24)

pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan

pengetahuan.10

2.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek.Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan

bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.10 Ciri sikap yang terutama

adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap dapat bersifat positif dan negatif.

Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadap objek, sedangkan sikap negatif

menjauhkan dari objek.10,11

Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa

sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan

motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap

objek.10

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:10,11

1. Menerima (Receiving)

2. Merespon (Responding)

3. Menghargai (Valuing)

(25)

Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat suatu

pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut. Sikap yang

baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap kesehatan mulut.

Misalnya, mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan mengenai pemeliharaan

kesehatan mulut atau mendiskusikan mengenai kesehatan mulut dengan dokter gigi,

ini adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap

kesehatan mulut.10

2.3Perilaku

Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut

dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit.12

a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan

meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup

perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan penyebab penyakit

atau masalah dan penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh perilaku

sehat antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga secara

teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.12

b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena masalah

kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah

kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan.

(26)

masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana pelayanan

kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.12

Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni

:10,11

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,

kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (long

lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.10,11

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah

diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya dan

disikapinya (dinilai baik). Dalam memutuskan perilaku tertentu akan dibentuk atau

tidak, seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang

(27)

mana dia dapat mengatur perilaku tersebut. Menurut Bandura, pengaturan diri dalam

hal berperilaku secara efektif tidak akan dicapai hanya dengan kehendak atau sikap

saja akan tetapi dituntut juga memiliki pengetahuan yang baik.13

Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk pemeliharan kesehatan

mulut. Orang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih

cenderung mengadopsi perilaku perawatan diri.11

2.4 Penyakit Mulut

Rongga mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang cukup unik

sehubungan dengan kesehatan penderita, oleh karena rongga mulut merupakan pintu

pertama masuknya bahan-bahan kebutuhan untuk pertumbuhan individu yang

sempurna serta kesehatan yang optimal.3 Rongga mulut dapat mengalami

bermacam-macam kelainan yang merupakan masalah yang belum diatasi sepenuhnya. Kondisi

lingkungan rongga mulut sangat kompleks, dimana kemungkinan iritasi mekanik,

fisik, dan kimiawi serta banyaknya jenis mikroorganisme dan susunan saliva dapat

mempengaruhi terjadinya perubahan kondisi lingkungan rongga mulut yang

memungkinkan terjadinya suatu penyakit.2

Penyakit yang terjadi di dalam mulut khususnya mukosa mulut dapat

memberikan keluhan atau tanpa keluhan, bisa berupa kelainan jinak dan keganasan.

Jika penyakit jaringan lunak rongga mulut tidak memberikan gejala rasa sakit

umumnya pasien tidak datang berobat, padahal kemungkinan besar lesi yang tidak

memberikan keluhan itu merupakan tanda awal dari keganasan atau tanda awal dari

(28)

Para ahli epidemiologi dan sosial menemukan adanya hubungan antara

kondisi kesehatan rongga mulut dengan hal-hal yang berkaitan dengan kualitas hidup,

seperti kelainan fungsi, perasaan tidak nyaman, dan ketidakmampuan fisik,

psikologis, maupun sosial.14

Beberapa hasil penelitian tentang penyakit mulut yang sering terjadi di

kalangan mahasiswa yaitu halitosis, Stomatitis Aftosa Rekuren, dan ulser traumatik.

Halitosis merupakan masalah yang sering terjadi di dunia dan dapat menyebabkan

kondisi yang tidak nyaman dalam bersosialisasi. Dilaporkan bahwa 85% populasi

mengalami masalah halitosis. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Eldarrat

(2011) hanya 15% dari mahasiswa yang mengalami masalah halitosis.15

Menurut Gorsky dkk (2008), Stomatitis Aftosa Rekuren merupakan penyakit

yang sering terjadi dengan prevalensi 5% sampai 25%, dan dalam kelompok tertentu

ketika berada di bawah stres prevalensi bisa lebih dari 50%.16 Hasil penelitian Ship

dkk (2000) bahwa prevalensi tertinggi pada mahasiswa Kedokteran dan Kedokteran

Gigi, prevalensi mencapai 50-60%.17 Penelitian Garcia (2002) tentang penyakit

jaringan lunak mulut yang sering terjadi pada orang dewasa diperoleh ulser traumatik

dengan prevalensi 7,1%.18

2.4.1 Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

1. Defenisi

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau yang biasa disebut sariawan adalah ulser

yang berulang, berbentuk bulat atau oval, dangkal, dikelilingi batas eritematus yang

(29)

dasar mulut, mukosa labial, mukosa bukal, palatum lunak, dan mukosa orofaring.

Lesi SAR dapat tunggal atau multipel dan terasa sakit terlebih pada waktu makan,

menelan, dan berbicara sehingga sangat mengganggu pasien.20

2. Epidemiologi

Pada umumnya, SAR menyerang sekitar 20% dari populasi. 21 Di Eropa Barat,

SAR merupakan kelainan mukosa yang paling sering terjadi dan mempengaruhi

sekitar 15-20% dari populasi di Inggris. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada

golongan sosioekonomi atas dan diantara para mahasiswa selama waktu-waktu

ujian.22 SAR lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki, baik pada

anak-anak maupun orang dewasa.21

3. Faktor Predisposisi

Sampai saat ini etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti.19 Walaupun

demikian, SAR bersifat multifaktorial, yaitu terdapat beberapa faktor yang menjadi

faktor predisposisi penyakit ini.21 Faktor predisposisi terjadinya SAR yaitu genetik,

defisiensi nutrisi (zat besi, asam folat, atau vitamin B12), trauma, stres, merokok,

alergi makanan, hipersensitifitas terhadap obat kumur sodium lauryl sulfate (SLS),

hormonal, penyakit sistemik, gangguan imunologi, dan infeksi bakteri.19,22,23

4. Gambaran Klinis

Secara klinis SAR dibagi dalam 3 tipe, yaitu stomatitis aftosa rekuren tipe

(30)

herpetiform.22,23 Ketiganya memiliki perbedaan dalam hal ukuran, jumlah,

kedalaman, dan durasi atau lamanya ulser. 23

Stanley (1972) membagi SAR menjadi tiga tipe, yaitu :

a. SAR Tipe Minor

SAR tipe minor (disebut juga Mikulicz’s aphthae atau stomatitis aftosa

ringan), mengenai 80% dari keseluruhan kasus SAR.19,22,23 SAR tipe ini lebih sering

terjadi dibandingkan tipe lainnya.17 Lesi ini sering berulang, berbentuk bulat atau

oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 1 cm, ditutupi oleh pseudomembran

kuning keabu-abuan dan dikelilingi oleh pinggiran eritematus.19,22 Ulserasi pada SAR

tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non keratin, seperti mukosa labial,

mukosa bukal, dan dasar mulut.22 Jumlah ulser bervariasi, dapat tunggal atau multipel

(1-5 buah), dan akan sembuh dalam 7-14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.19,22

Interval kekambuhan berkisar antara 1-4 bulan.19,23

(31)

b. SAR Tipe Mayor

SAR tipe mayor (disebut juga Periadenitis mucosa mecrotizing recurrens atau

penyakit Sutton), diderita sekitar 10-15% penderita SAR, dan lesi ini lebih parah

dibandingkan tipe minor.17,19,22 Jumlah ulser bervariasi antara 1-10 buah.19,23 Secara

morfologi, ulser ini sama dengan tipe minor, namun ukurannya lebih besar, lebih

dalam, biasanya lebih dari 1 cm hingga mencapai kira-kira 3 cm. Ulser dapat

bertahan selama 2-6 minggu dan sembuh dengan meninggalkan jaringan parut.19,22,23

SAR tipe mayor dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk

daerah berkeratin.22 Jika lesi bertahan lama dan sering berulang, dapat menyebabkan

kualitas hidup menjadi rendah.25

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor 24

c. SAR Tipe Herpetiform

Istilah herpetiform pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya (terdiri dari

100 ulser kecil-kecil yang muncul pada satu waktu), mirip dengan stomatitis

(32)

penyebabnya.17,22 SAR tipe ini paling jarang terjadi, hanya sekitar 5-10% dari

penderita SAR.17 Karakteristik penyakit ini adalah bentuknya yang multipel, bulat,

berukuran kecil, biasanya 2-3 mm, cenderung bergabung membentuk ulser besar

dengan tepi yang irregular dan bertahan selama 10-14 hari.17,19

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiform26

5. Diagnosis

Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesis, gambaran klinis, lokasi terjadinya

lesi, dan riwayat penyakitnya, karena tidak ada tes diagnostik spesifik yang

tersedia.17,19

6. Perawatan

Perawatan SAR dibagi menjadi 4, yaitu : penanganan ulser (penyembuhan dan

mengurangi durasi), penanganan nyeri (mengurangi nyeri dan mengembalikan

fungsi), penanganan nutrisi (konsumsi makanan dan buah), dan kontrol penyakit

(33)

2.4.2 Halitosis 1. Definisi

Halitosis merupakan bau mulut yang tidak menyenangkan yang dapat

mengganggu kehidupan bersosial.27

2. Epidemiologi

Terdapat anggapan bahwa 90% bau mulut itu berasal dari rongga mulut itu

sendiri. Istilah oral halitosis dipakai secara spesifik untuk menjelaskan halitosis yang

berasal dari rongga mulut.28

Hampir sebagian orang dewasa mengalami masalah bau mulut yang tidak

menyenangkan ketika bangun di pagi hari dan hanya bersifat sementara. Hal ini

dihubungkan dengan gejala fisiologis, yaitu terjadinya penurunan aliran saliva selama

tidur.28

3. Etiologi

Halitosis dapat disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis dan patologis yang

berasal dari rongga mulut atau intra oral dan faktor-faktor sistemik atau ekstra oral.

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di Amerika Serikat, penyebab utama

halitosis sebagian besar (90%) adalah karena faktor-faktor yang melibatkan rongga

mulut.29

Kondisi mulut yang dapat memicu terjadinya bau mulut ialah kurang atau

(34)

jumlah protein makanan, pH rongga mulut yang lebih bersifat alkali, serta

meningkatnya jumlah sel-sel mati dan sel epitel nekrotik di dalam mulut.29,30

Faktor penyebab halitosis yang paling sering adalah disebabkan karena

kurang terjaganya kebersihan dan kesehatan rongga mulut. Pada pasien dengan

kebersihan mulut yang buruk cenderung terjadi pembusukan sisa-sisa makanan yang

menumpuk di sela-sela gigi oleh bakteri yang ada di dalam rongga mulut. Keadaan

ini akan bertambah parah pada pasien yang memiliki kecenderungan untuk

membentuk kalkulus dengan cepat.29

4. Klasifikasi

Yaegaki dan Coil (2000) mengklasifikasikan halitosis menjadi tiga kategori,

yaitu:

1. Genuine Halitosis

Genuine halitosis disebut juga halitosis sejati. Genuine halitosis dibagi

menjadi halitosis fisiologis dan halitosis patologis.29,30

a. Halitosis Fisiologis

Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak

membutuhkan perawatan. Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi

patologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya adalah morning breath, yaitu bau

nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan berkurangnya aliran saliva

selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva dan

menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat gigi, atau

(35)

Halitosis fisiologis juga terjadi melalui proses pencernaan makanan di saluran

pencernaan, misalnya bawang putih atau makanan pedas, atau melalui proses

pembusukan yang normal di dalam rongga mulut. Halitosis fisiologis ini tidak terkait

dengan penyakit sistemik atau keadaan patologis.29

b. Halitosis Patologis

Halitosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak

dapat diatasi hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja, tetapi membutuhkan

suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan sumber penyebab halitosis. Karies

dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama halitosis patologis. Selain itu,

penyakit sistemik seperti diabetes, gagal ginjal, dan gangguan hati juga dapat

menimbulkan bau nafas yang khas.29,30

2. Pseudohalitosis

Pseudohalitosis digambarkan sebagai suatu kondisi dimana pasien merasakan

dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun tidak dapat terdeteksi dengan tes

ilmiah.29

3. Halitophobia.

Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine

halitosis maupun telah mendapat konseling pada kasus pseudohalitosis, pasien masih

khawatir dan terganggu oleh adanya halitosis, padahal setelah dilakukan pemeriksaan

yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan tubuh lainnya ternyata

baik, dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis.

(36)

belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh seorang ahli seperti

psikiater ataupun psikolog.29,30

5. Diagnosis

Diagnosis halitosis sangat penting dilakukan untuk mengetahui penyebab dan

mencegah terjadinya halitosis sehingga memungkinkan untuk melakukan evaluasi

terhadap keberhasilan pencegahan yang telah dilakukan. Metode diagnosis halitosis

dibedakan atas metode langsung dan tidak langsung.30

a. Metode langsung

Self diagnosis dan home diagnosis

High Performance Gas Chromatography (HPGC)

• Pengukuran Organoleptic

• Halimeter

b. Metode tidak langsung

• Tes Benzoyl DL Arginine Naphthylamide (BANA)

6. Perawatan

Penanganan halitosis tergantung pada faktor penyebabnya, yang penting

dokter gigi dapat membedakan penyebab bau mulut sebagai kelainan di dalam atau di

luar mulut. Umumnya halitosis bisa dikurangi atau dihilangkan sama sekali dengan

menjaga kebersihan mulut, seperti menyikat gigi, menggunakan benang gigi,

(37)

kadang-kadang diperlukan penangganan oleh tenaga profesional untuk melakukan rujukan.

Halitosis dapat diatasi secara efektif, dengan melakukan pemeriksaan secara

menyeluruh dan diagnosa yang tepat.30

2.4.3 Ulser traumatik 1. Definisi

Ulser traumatik merupakan penyakit mulut yang disebabkan oleh karena

adanya trauma, seperti trauma karena bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya

mekanik. Ulser traumatik biasanya terjadi pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum,

dan tepi lidah. Ulser traumatik dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan

prevalensi yang sama.31

2. Etiologi

Ulser traumatik dapat disebabkan oleh trauma fisik atau trauma kimiawi.

Ulser akibat trauma fisik disebabkan oleh permukaan tajam, seperti cengkeram atau

tepi-tepi protesa, peralatan ortodonti, kebiasaan menggigit bibir, gigi yang fraktur,

atau makanan dan minuman yang terlalu panas biasanya terjadi pada palatum. Ulser

traumatik yang disebabkan oleh bahan-bahan kimiawi dapat terjadi karena tablet

aspirin atau krim sakit gigi yang diletakkan pada gigi-gigi yang sakit.22,31

3. Gambaran Klinis

Ulser traumatik mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal yang tidak

(38)

berwarna kuning kelabu. Pada awalnya daerah eritematus dijumpai di perifer, yang

perlahan-lahan menjadi muda karena proses keratinisasi.31 Seringkali trauma

penyebabnya jelas terungkap pada pemeriksaan riwayat penyakit atau pemeriksaan

klinis. Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti terbakar oleh aspirin umumnya

batasnya tidak jelas, dan mengandung kulit permukaan yang terkoagulasi dan

mengelupas.22,31

Gambar 4. Ulser traumatik31

4. Diagnosis

Ulser traumatik mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal yang tidak

teratur.22 Penyebab ulser traumatik dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan

klinis. Diagnosis ulser ini biasanya lebih sulit karena pasien mungkin kurang terbuka

pada saat anamnesis, sehingga indeks kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk

(39)

5. Perawatan

Bila trauma diduga sebagai faktor etiologi, maka penyebab harus dihilangkan

dan penderita diberi obat kumur antiseptik seperti klorheksidin. Bila asal lesi

benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Setiap ulser yang

menetap melebihi waktu ini harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut

merupakan karsinoma. Demikian pula untuk setiap penderita yang diperkirakan

menderita luka yang timbul dengan sendirinya (artefakta), dokter umumnya juga

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif ini dilakukan terhadap sekumpulan objek biasanya cukup banyak, dalam

jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku

mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit

mulut, dengan cara mengajukan pertanyaan melalui kuesioner. Pendekatan yang

digunakan pada desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dimana

pengambilan data dilakukan hanya sekali saja pada setiap subjek penelitian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Universitas Sumatera Utara terdiri atas Fakultas Kesehatan (Fakultas

Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Psikologi, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, dan Fakultas Keperawatan) dan Fakultas Non Kesehatan (Fakultas

Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu

Budaya, Fakultas MIPA, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Penelitian ini

(41)

secara rinci, sehingga dapat mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku

mahasiswa tersebut terhadap penyakit mulut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan dimulai pada bulan Oktober 2012 sampai

seluruh data penelitian terkumpul. Dimana masa aktif perkuliahan Universitas

Sumatera Utara semester ganjil tahun 2012 yaitu bulan September 2012 sampai

dengan Januari 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi target penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara. Populasi terjangkau penelitian ini adalah mahasiswa

Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara stambuk 2009. Menurut data

sekunder dari Universitas Sumatera Utara jumlah populasi mahasiswa Fakultas Non

(42)

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah semua mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara yang ditetapkan dalam dua kriteria, yaitu kriteria inklusi

dan eksklusi. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode systematic

random sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan nomor urut yang telah

ditentukan dengan rumus 1/n dari populasi, maka tiap nomor ke-n dipilih sebagai

sampel. Penentuan angka awal dilakukan secara acak, misalnya dengan menjatuhkan

ujung pinsil ke deretan angka pada tabel random.32

3.3.3 Besar Sampel

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan persentase pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa

terhadap penyakit mulut berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sharda (2010) yaitu

sebesar 50,73 %.1 Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan karena penelitian ini

menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala ordinal. Skala ordinal tidak

hanya dikategorikan kepada persamaan atau perbedaan dengan himpunan yang lain,

tetapi juga mempunyai perbedaan tingkat antara anggota himpunan.32

n = Zα2.P.Q

d2

= 1,962. 0,5073 . (1-0,5073)

(0,05)2

(43)

Dengan ketentuan :

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 50,73 %

Q : 1- P = 1- 0,5073 = 0,49

d : presisi (0,05)

Dari rumus tersebut, presisi penelitian berarti kesalahan penelitian yang masih

bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh yaitu 5% karena

peneliti ingin mendapatkan hasil penelitian yang lebih tepat. Jadi, besar sampel yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 385 orang.

Jumlah subjek penelitian kemudian didistribusikan merata pada tiap Fakultas

Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara, yaitu :

a. Fakultas Hukum : 1/7 x 384 = 55 orang

b. Fakultas Pertanian : 1/7 x 384 = 55 orang

c. Fakultas Teknik : 1/7 x 384 = 55 orang

d. Fakultas Ekonomi : 1/7 x 384 = 55 orang

e. Fakultas Ilmu Budaya : 1/7 x 384 = 55 orang

f. Fakultas MIPA : 1/7 x 384 = 55 orang

(44)

3.4Kriteria Inklusi

1. Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara stambuk

2009.

2. Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara yang terpilih

berdasarkan teknik pengambilan sampel.

3.5 Kriteria Eksklusi

1. Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara yang tidak

bersedia mengisi kuesioner.

2. Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara yang tidak

hadir pada saat penelitian.

3.6 Kerangka Konsep

Pengetahuan

Penyakit mulut (halitosis, RAS, traumatic ulcer)

Perilaku Sikap

sosioekonomi jenis kelamin

(45)

3.7 Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah kemampuan subjek penelitian untuk mengungkapkan

kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau

tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu

stimulus yang berupa pertanyaaan baik lisan atau tulisan.33

Cara ukur : Berdasarkan skor kuesioner

Alat ukur : Kuesioner penelitian

Hasil ukur : Ordinal

2. Sikap adalah pendapat subjek penelitian terhadap penyakit mulut.11

Cara ukur : Berdasarkan skor kuesioner

Alat ukur : Kuesioner penelitian

Hasil ukur : Ordinal

3. Perilaku adalah perbuatan nyata yang dilakukan sebagai akibat dari

pengetahuan dan sikap subjek penelitian terhadap penyakit mulut.11

Cara ukur : Berdasarkan skor kuesioner

Alat ukur : Kuesioner penelitian

Hasil ukur : Ordinal

4. Penyakit mulut merupakan perubahan yang abnormal pada permukaan

mukosa mulut (merah, pigmentasi, atau ulserasi) atau adanya

(46)

3.8 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara survei lapangan dengan mengunjungi

subjek penelitian sebanyak 385 orang. Data diambil dengan menggunakan data

primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dikumpulkan melalui

penyebaran kuesioner dengan mengajukan pertanyaan yang telah disusun kepada

subjek penelitian. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak fakultas

yang berhubungan dengan jumlah mahasiswa.

3.9 Alur Penelitian

1. Peneliti mendatangi setiap Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera

Utara untuk mengetahui jadwal kuliah dan absensi mahasiswa stambuk 2009.

2. Peneliti memilih subjek penelitian berdasarkan metode pengambilan sampel

dan ditentukan berdasarkan absensi mahasiswa.

3. Kuesioner dibagikan sebelum perkuliahan dimulai dan dibagikan kepada

subjek penelitian yang telah dipilih berdasarkan metode pengambilan sampel.

4. Prosedur penelitian ini dilakukan disetiap Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara sampai semua subjek penelitian terkumpul.

(47)

3.10 Pengukuran Data

Kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non

Kesehatan Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut dapat diukur dengan

menggunakan skala Likert, dengan cara sebagai berikut :35

1. Pemberian skor tiap jawaban pertanyaan/pernyataan, dengan skor tertinggi 3 dan

skor terendah 1.

2. Jumlah masing-masing pertanyaan/pernyataan untuk mengukur pengetahuan,

sikap, dan perilaku adalah 5.

3. Total skor = skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah subjek penelitian

= 3 x 5 x 385

= 5575

4. Jumlah skor (pengetahuan, sikap, atau perilaku) :

Total masing-masing jawaban subjek penelitian x skor masing-masing pilihan

jawaban

5. Kategori (pengetahuan, sikap, atau perilaku) subjek penelitian :

Jumlah skor (pengetahuan, sikap, atau perilaku) x 100%

(48)

Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku subjek penelitian diklasifikasikan

dalam 5 (kategori), yaitu :

a. Sangat kurang (0-20%)

b. Kurang (21-40%)

c. Cukup (41-60%)

d. Baik (61-80%)

e. Sangat baik (81-100%)

3.10.1 Pengetahuan

Skor untuk pertanyaan mengenai pengetahuan dengan 3 pilihan jawaban,

yaitu :

a. Ya = 3

b. Tidak = 2

c. Tidak tahu = 1

3.10.2 Sikap

Skor untuk pernyataan mengenai pengetahuan dengan 3 pilihan jawaban,

yaitu :

a. Setuju (S) = 3

b. Ragu-ragu (RR) = 2

(49)

3.10.3 Perilaku

Skor untuk pertanyaan mengenai pengetahuan dengan 3 pilihan jawaban,

yaitu :

a. Jawaban a = 3

b. Jawaban b = 2

c. Jawaban c = 1

3.11 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual, melalui proses:

a) Editing (Penyuntingan Data)

Kegiatan ini dimaksudkan untuk meneliti kembali formulir data, mengecek

kembali apakah data yang terkumpul sudah lengkap, terbaca dengan jelas dan tidak

meragukan serta apakah ada kesalahan dan sebagainya.

b) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)

Coding dilakukan untuk mengubah data yang telah terkumpul ke dalam

bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

c) Memasukkan Data (Data entry)

Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode sesuai dengan jawaban

(50)

d) Tabulasi

Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.

3.12 Analisa Data

Data diolah secara deskriptif yaitu data univariat dan dihitung dalam bentuk

persentase. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan kuesioner untuk

mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografi Subjek Penelitian

Tabel 1. DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN

BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Fakultas Laki-laki Perempuan Total

N % N % N %

Tabel di atas menunjukkan data demografi subjek penelitian berdasarkan jenis

kelamin. Total subjek penelitian sebanyak 385 orang. Jumlah subjek penelitian

Fakultas Hukum 25 orang laki-laki (6,5%) dan 30 orang perempuan (7,8%), Fakultas

Pertanian 24 orang laki-laki (6,2%) dan 31 orang perempuan (8,1%), Fakultas Teknik

32 orang laki-laki (8,3%) dan 23 orang perempuan (5,9%), Fakultas Ekonomi 27

orang laki-laki (7,0%) dan 28 orang perempuan (7,3%), Fakultas Ilmu Budaya 23

orang laki-laki (5,9%) dan 32 orang perempuan (8,3%), Fakultas MIPA 21 orang

laki-laki (5,4%) dan 34 orang perempuan (8,8%), serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(52)

4.2 Hasil Analisa Data Univariat

4.2.1 Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut

Tabel 2. DISTRIBUSI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN MENGENAI SAR BERBENTUK OVAL, BERWARNA KUNING ATAU ABU-ABU, DAN DAPAT TUNGGAL ATAU MULTIPEL

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian tentang SAR berbentuk

oval, berwarna kuning atau abu-abu, dan dapat tunggal atau multipel. Sebanyak 255

orang (66,2%) menjawab dengan benar, 54 orang (14,0%) menjawab salah, dan 76

(53)

Tabel 3. DISTRIBUSI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN MENGENAI SAR MERUPAKAN PENYAKIT MULUT YANG BERULANG

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian mengenai SAR

merupakan penyakit mulut yang berulang. Sebanyak 255 orang (66,2%) menjawab

dengan benar, 106 orang (27,5%) menjawab salah, dan 24 orang (6,2%) menjawab

(54)

Tabel 4. DISTRIBUSI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN MENGENAI SAR MERUPAKAN PENYAKIT MULUT MENURUN

Jawaban

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian tentang SAR

merupakan penyakit mulut menurun. Sebanyak 11 orang (2,9%) menjawab dengan

benar, 334 orang (86,8%) menjawab salah, dan 40 orang (10,4%) menjawab tidak

(55)

Tabel 5. DISTRIBUSI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN MENGENAI HALITOSIS DAPAT MENJADI TANDA ADANYA PENYAKIT GINJAL

Jawaban

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian mengenai halitosis

dapat menjadi tanda adanya penyakit ginjal. Sebanyak 55 orang (14,3%) menjawab

dengan benar, 97 orang (25,2%) menjawab salah, dan 233 orang (60,5%) menjawab

(56)

Tabel 6. DISTRIBUSI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN MENGENAI ULSER TRAUMATIK BERBENTUK SESUAI DENGAN PENYEBAB TERJADINYA LUKA

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian mengenai ulser

traumatik berbentuk sesuai dengan penyebab terjadinya luka. Sebanyak 184 orang

(47,8%) menjawab dengan benar, 90 orang (23,4%) menjawab salah, dan 111 orang

(57)

4.2.2 Sikap Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut

Tabel 7. DISTRIBUSI SIKAP SUBJEK PENELITIAN BAHWA SAR TIDAK

PERLU SEGERA DIATASI KARENA DAPAT SEMBUH DENGAN

SENDIRINYA

Jawaban

Fakultas Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju

F % F % F %

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian terhadap pernyataan

bahwa SAR tidak perlu segera diatasi karena dapat sembuh dengan sendirinya.

Sebanyak 174 orang (45,2%) menjawab setuju, 93 orang (24,2%) menjawab

(58)

Tabel 8. DISTRIBUSI SIKAP SUBJEK PENELITIAN BAHWA HALITOSIS BERHUBUNGAN DENGAN KEBERSIHAN LIDAH YANG BURUK

Jawaban

Fakultas Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju

F % F % F %

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian terhadap pernyataan

tentang halitosis berhubungan dengan kebersihan lidah yang buruk. Sebanyak 281

orang (72,9%) menjawab setuju, 74 orang (19,2%) menjawab ragu-ragu, dan 30

(59)

Tabel 9. DISTRIBUSI SIKAP SUBJEK PENELITIAN BAHWA HALITOSIS

DAPAT DIATASI DENGAN MINUM BANYAK AIR PUTIH

Jawaban

Fakultas Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju

F % F % F %

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian terhadap pernyataan

tentang halitosis dapat diatasi dengan minum banyak air putih. Sebanyak 237 orang

(61,6%) menjawab setuju, 101 orang (26,2%) menjawab ragu-ragu, dan 47 orang

(60)

Tabel 10. DISTRIBUSI SIKAP SUBJEK PENELITIAN BAHWA ULSER TRAUMATIK SEBAIKNYA SEGERA DIATASI KARENA MERUPAKAN PENYAKIT YANG BERBAHAYA

Jawaban

Fakultas Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju

F % F % F %

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian terhadap pernyataan

tentang ulser traumatik tidak perlu segera diatasi karena bukan merupakan penyakit

yang berbahaya. Sebanyak 146 orang (37,9%) menjawab setuju, 112 orang (29,1%)

(61)

Tabel 11. DISTRIBUSI SIKAP SUBJEK PENELITIAN BAHWA KESEHATAN SISTEMIK MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN PENYAKIT MULUT

Jawaban

Fakultas Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju

F % F % F %

Tabel di atas menunjukkan jawaban subjek penelitian terhadap pernyataan

tentang kesehatan sistemik memiliki hubungan dengan penyakit mulut. Sebanyak 277

orang (71,9%) menjawab setuju, 70 orang (18,2%) menjawab ragu-ragu, dan 38

(62)

4.2.3 Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut

Tabel 12. DISTRIBUSI PERILAKU SUBJEK PENELITIAN JIKA MENGALAMI PENYAKIT MULUT (SAR, HALITOSIS, ATAU ULSER TRAUMATIK)

Jawaban

Tabel di atas menunjukkan perilaku subjek penelitian jika mengalami

penyakit mulut. Sebanyak 95 orang (24,7%) menjawab konsultasi ke dokter gigi, 248

orang (64,4%) menjawab mengobati sendiri, dan 42 orang (10,9%) menjawab

(63)

Tabel 13. DISTRIBUSI PERILAKU SUBJEK PENELITIAN MENGENAI

Tabel di atas menunjukkan perilaku subjek penelitian tentang kunjungan ke

dokter gigi. Sebanyak 105 orang (27,3%) menjawab 1-2 kali dalam setahun, 212

orang (55,1%) menjawab mengunjungi dokter gigi ketika sakit, dan 68 orang (17,7%)

(64)

Tabel 14. DISTRIBUSI PERILAKU SUBJEK PENELITIAN JIKA RENTAN TERHADAP PENYAKIT MULUT (SAR, HALITOSIS, ATAU ULSER TRAUMATIK)

Tabel di atas menunjukkan perilaku subjek penelitian jika rentan terhadap

penyakit mulut. Sebanyak 153 orang (39,7%) menjawab konsultasi ke dokter gigi,

181 orang (47,0%) menjawab meningkatkan frekuensi menyikat gigi, dan 51 orang

(65)

Tabel 15. DISTRIBUSI PERILAKU SUBJEK PENELITIAN BAHWA KEBERATAN ATAU TIDAK MENINGGALKAN PEKERJAAN UNTUK PERGI BEROBAT KE DOKTER GIGI

Tabel di atas menunjukkan perilaku subjek penelitian jika mengalami

penyakit mulut apakah akan meninggalkan pekerjaan untuk pergi berobat ke dokter

gigi atau tidak. Sebanyak 234 orang (60,8%) menjawab tidak keberatan, 126 orang

(66)

Tabel 16. DISTRIBUSI PERILAKU SUBJEK PENELITIAN UNTUK MENCEGAH

Tabel di atas menunjukkan perilaku subjek penelitian mengenai apa yang

dilakukan untuk mencegah halitosis. Sebanyak 298 orang (77,4%) menjawab

menjaga kebersihan rongga mulut, 67 orang (17,4%) menjawab makan permen, dan

(67)

4.3 Kategori Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut Berdasarkan Skala Likert

Tabel 17. KATEGORI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN SKALA LIKERT

Tabel di atas menunjukkan persentase tingkat pengetahuan subjek penelitian

71,4%, yaitu berada pada kategori baik.

Tabel 18. KATEGORI SIKAP SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN SKALA LIKERT

Jawaban Pernyataan Jumlah

(N) Skor

Tabel di atas menunjukkan persentase tingkat sikap subjek penelitian 79,7%,

(68)

Tabel 19. KATEGORI PERILAKU SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN SKALA LIKERT

Jawaban

Pertanyaan

Jumlah

(N) Skor

Total (N x Skor)

Persentase tingkat perilaku

1 2 3 4 5

A 95 105 153 234 298 885 3 2655

78,4%

B 248 212 181 126 67 834 2 1668

C 42 68 51 25 20 206 1 206

Total 4529

Tabel di atas menunjukkan persentase tingkat perilaku subjek penelitian

(69)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Demografi Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku

terhadap penyakit mulut yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara diperoleh data demografi subjek penelitian, yaitu data

subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Diketahui bahwa dari 385 orang subjek

penelitian, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, yaitu

sebanyak 56,6% perempuan dan 43,4% laki-laki. Perbedaan persentase jenis kelamin

disetiap fakultas ini karena masih adanya pandangan bahwa adanya perbedaan

jurusan yang pantas untuk laki-laki atau perempuan.36 Persentase perempuan lebih

tinggi dibandingkan laki-laki di Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas

Ekonomi, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas MIPA, serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik karena perempuan lebih meminati jurusan-jurusan yang bersifat nonteknis. Di

lain pihak, perempuan lebih dominan dalam jurusan-jurusan keahlian terapan bidang

manajemen, pelayanan jasa dan transportasi, bahasa dan sastra, serta psikologi.

Perempuan dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas, identik dengan keterampilan

pekerjaan ibu rumah tangga. Mereka dituntut untuk bersikap tenang, bersifat

menghargai, penuh perhatian, dapat dipercaya, serta mau bekerja sama.37 Sedangkan

di Fakultas Teknik persentase laki lebih tinggi daripada perempuan, karena

(70)

kecakapan intelektual, dan kebiasaan kerja, sehingga jurusan teknik lebih banyak

diminati laki-laki.36

Pada penelitian ini jumlah perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki

dikarenakan penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Non Kesehatan

Universitas Sumatera Utara, dimana 6 fakultas (Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian,

Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas MIPA, serta Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik) merupakan jurusan yang bersifat nonteknis sehingga lebih

diminati oleh perempuan dan 1 fakultas (Fakultas Teknik) merupakan jurusan yang

dominan diminati oleh laki-laki.

5.2 Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut

Pengetahuan terhadap penyakit mulut merupakan kemampuan subjek

penelitian untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya tentang penyakit

mulut dalam bentuk bukti jawaban dari pertanyaan yang diberikan melalui

kuesioner.33 Dalam penelitian ini telah dilakukan pembagian kuesioner untuk

mengukur pengetahuan, sikap, dan perilaku subjek penelitian pada tingkat

pengetahuan yang pertama, yaitu tahu.

Pengetahuan subjek penelitian terhadap SAR yang dikategorikan baik, yaitu

apabila telah mengetahui tentang hal-hal yang berhubungan dengan SAR, seperti

bentuk, faktor predisposisi, dan cara mengatasinya. Subjek penelitian telah

mengetahui bahwa SAR merupakan penyakit mulut yang berulang, berbentuk oval,

(71)

terjadinya SAR yaitu genetik, trauma, hipersensitifitas, defisiensi nutrisi, hormonal,

stres, merokok, penyakit sistemik, gangguan imunologi, dan infeksi bakteri.19

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui masih rendahnya

persentase subjek penelitian yang memiliki pengetahuan baik terhadap SAR.

Sebanyak 66,2% mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara

yang mengetahui bentuk SAR dan hanya 2,9% yang mengetahui faktor predisposisi

terjadinya SAR. Hal ini mungkin dikarenakan SAR dianggap penyakit yang tidak

berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga mereka tidak mencari tahu

lebih banyak lagi tentang SAR.10

Pengetahuan terhadap ulser traumatik yaitu informasi yang dimiliki subjek

penelitian mengenai bentuk ulser traumatik. Berdasarkan hasil penelitian, 47,8%

subjek penelitian yang mengetahui bahwa ulser traumatik merupakan luka yang

bentuknya sesuai dengan etiologi terjadinya luka tersebut.

Pengetahuan subjek penelitian tentang halitosis yaitu informasi yang dimiliki

tentang etiologi halitosis, bahwa halitosis yang disebabkan oleh keadaan patologis

ekstraoral terjadi karena adanya penyakit sistemik, seperti diabetes dan penyakit

ginjal yang dapat menghasilkan gas berbau.29,30 Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rendahnya persentase subjek penelitian yang mengetahui etiologi halitosis, yaitu

sebanyak 14,3%.

Berdasarkan skala Likert, maka pengetahuan mahasiswa Fakultas Non

Kesehatan Universitas Sumatera Utara terhadap penyakit mulut berada pada kategori

baik (71,4%), sehingga masih diperlukan peningkatan pengetahuan untuk mencapai

(72)

dari pengalaman dan dapat juga diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh

orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa dan elektronik.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang

lain.10 Kurangnya pengetahuan mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas

Sumatera Utara terhadap penyakit mulut dikarenakan sedikitnya informasi yang

mereka ketahui. Hal ini dikarenakan Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan tidak

mempelajari tentang penyakit mulut secara profesional, berbeda dengan mahasiswa

Fakultas Kesehatan (Fakultas Kedokteran Gigi) yang penting untuk mempelajari

dalam pendidikan profesionalnya. Mereka memerlukan pengetahuan tentang penyakit

mulut dalam mengedukasikan pasiennya.1

Persentase pengetahuan subjek penelitian kategori baik lebih tinggi pada

perempuan daripada laki-laki. Hal ini mungkin dikarenakan perempuan lebih

memperhatikan kesehatannya, sehingga lebih mau mencari informasi tentang

kesehatan.1 Akan tetapi, pada penelitian yang dilakukan oleh Khami (2007) bahwa

tidak adanya perbedaan jenis kelamin dalam penentuan tingkat pengetahuan

seseorang.1

5.3 Sikap Mahasiswa Fakultas Non Kesehatan Universitas Sumatera Utara Terhadap Penyakit Mulut

Sikap terhadap penyakit mulut merupakan reaksi yang masih tertutup

terhadap penyakit mulut berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit

mulut. Sikap baik yang dimiliki oleh subjek penelitian tidak terlepas dari stimulus

(73)

teman-temannya terhadap penyakit mulut. Semakin banyak informasi yang diterima

maka akan mempengaruhi sikapnya terhadap penyakit mulut.13 Berdasarkan hasil

penelitian, 71,9% subjek penelitian memiliki sikap yang baik terhadap pernyataan

bahwa kesehatan sistemik memiliki hubungan dengan kesehatan mulut, karena

kesehatan mulut yang buruk akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang pada

berbagai aspek kehidupan, baik secara fisik maupun psikologis, seperti fungsi rongga

mulut, penampilan, dan hubungan interpersonal.3

Sikap terhadap SAR merupakan respon yang masih tertutup dari subjek

penelitian terhadap SAR berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya tentang SAR.

Sikap yang baik terhadap SAR digambarkan dari pernyataan bahwa SAR tidak perlu

segera diatasi karena dapat sembuh dengan sendirinya. Berdasarkan hasil penelitian,

45,2% subjek penelitian memiliki sikap yang baik terhadap SAR.

Sikap terhadap ulser traumatik yaitu digambarkan dengan setujunya subjek

penelitian terhadap pernyataan bahwa ulser traumatik sebaiknya segera diatasi karena

merupakan penyakit yang berbahaya. Sebanyak 37,9% subjek penelitian menjawab

setuju. Hal ini dikarenakan lesi ulser traumatik akan sembuh dalam waktu 7 sampai

10 hari, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi untuk

menentukan apakah ulser tersebut merupakan karsinoma.22,31

Sikap terhadap halitosis yaitu respon yang masih tertutup dari subjek

penelitian terhadap halitosis dan cara mengatasinya. Sebanyak 72,9% subjek

penelitian setuju bahwa halitosis berhubungan dengan kebersihan lidah yang buruk

dan 61,6% yang setuju bahwa salah satu cara mengatasi halitosis adalah dengan

Gambar

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe  mayor 24
Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe  herpetiform26
Tabel 1. DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
Tabel 2. DISTRIBUSI PENGETAHUAN SUBJEK PENELITIAN MENGENAI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi Pekerjaan Gali Waled Dan Pembersihan Saluran DI Jurang Gantung Desa Plawikan Cs..

(2) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk pemberian izin tempat usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah... Pasal

Technical Commission V deals with with close-range imaging sensors and applications in the field of industrial metrology, cultural heritage, architecture, biomedical and

Materi praktik terdiri dari dua paket keahlian yang terdiri dari dua kompetensi yang harus ditunjukkan kepada juri dengan melakukan tugas yang sebenarnya pada

Given that, collecting geodetic monitoring measurements of the main pipelines on the same coordinate system and processing these data on a single GIS system

mikrokontroler (diusahakan antara mahasiswa satu dengan lain berbeda untuk chip yang jadi bahasannya), yang menjadi faktor penilaian makalah ini adalah kesesuaian materi

kompiler (sering disebut juga Cross-Compiler karena sifatnya yang antar platform misal dari komputer x86 ke AVR atau ARM) khusus yang memungkinkan bahasa pemrograman tingkat

The Sentinel-1 constellation has several advantages over previous radar missions for InSAR applications: (1) Data are being acquired systematically for tectonic and volcanic areas,