• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pasien JAMKESMAS Terhadap Kepuasan Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Pasien JAMKESMAS Terhadap Kepuasan Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2010"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS TERHADAP KEPUASAN

PELAYANAN RAWAT INAP DI RSUD.GUNUNGSITOLI

KABUPATEN NIAS TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

(2)

PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS TERHADAP KEPUASAN PELAYANAN RAWAT INAP DI RSUD.GUNUNGSITOLI

KABUPATEN NIAS TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

2010

DERMAWAN HALU NIM 081000281

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS TERHADAP KEPUASAN PELAYANAN RAWAT INAP DI RSUD.GUNUNGSITOLI

KABUPATEN NIAS TAHUN 2010 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

Ketua Penguji Penguji I

DERMAWAN HALU NIM 081000281

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 30 September 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji :

Drs. Eddy Syahrial, MS Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes NIP. 195907131987031001 NIP. 196206041992031001

Penguji II Penguji III

Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi, MKM NIP. 197308031999032001 NIP. 196712191993031003

Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

Abstrak

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui persepsi pasien JAMKESMAS terhadap kepuasan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kabupaten Nias. Sampel adalah pasien JAMKESMAS yang dirawat inap RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dengan kriteria pasien yang telah dirawat minimal 3 hari sebanyak 45 orang.

Hasil penelitian tentang faktor internal pasien JAMKESMAS rawat inap di RSU Gunungsitoli adalah sebesar 22.23% pada kelompok umur 51-60 tahun, hal ini menunjukkan pasien JAMKESMAS lebih banyak pada usia lanjut usia. 57.78% pasien JAMKESMAS adalah laki-laki, hal ini terkait banyaknya laki-laki yang rentan terkena penyakit,73.33% pasien JAMKESMAS bekerja sebagai petani dan yang lainnya wiraswasta dan nelayan. 60% responden mempunyai pendidikan adalah tamatan SD, hal ini menunjukkan pasien JAMKESMAS yang rawat inap umumnya berpendidikan rendah. 55.56% responden dirawat di atas 3 hari, hal ini menunjukkan pasien JAMKESMAS rawat inap merasa sudah cukup waktu tersebut untuk mengobati penyakitnya. Persepsi pasien terhadap kepuasan pelayanan rawat inap di RSUD Gunungsitoli dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan sebesar 100%. Kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat inap di RSUD Gunungsitoli dari segi tangibles/ kenyataan terlihat bahwa 100% responden puas terhadap kebersihan kamar mandi, penerangan diruang perawatan, penampilan dokter dan perawat. Dari segi reliability/dipercaya 100% responden puas terhadap prosedur pelayanan dan jadwal visite dokter. Dari segi responiveness/ketanggapan 100% responden puas terhadap ketanggapan dokter dan informasi yang jelas dari petugas kesehatan lainnya. Dari segi emphaty/perhatian 100% responden puas terahadap perhatian dokter dan perhatian perawat dan dari segi assurance/jaminan 100% responden puas terhadap kehadiran dokter setiap hari, kesungguhan dokter saat mengobati, cara dokter mendiagnosa penyakit pasien, terapi yang diberikan dokter, ketramnpilan dokter dan perawat saat memberikan pelayanan dan terhadap pelayanan yang berikan petugas lain

RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien JAMKESMAS agar didapat kepuasan bagi pasien JAMKESMAS.

(5)

Abstract

Community Health Insurance (Assurance) is a program of social assistance for health care for the poor and can not afford. The program is organized nationally for cross-subsidies in order to achieve comprehensive health care for the poor.

The research used in this research is quantitative descriptive to know the patient's perception of satisfaction Jamkesmas inpatient services at the Regional General Hospital Gunungsitoli Nias. Samples are patients who are hospitalized Jamkesmas Gunungsitoli Nias District Hospital with the criteria of patients who had been hospitalized at least 3 days as many as 45 people.

Results of research on the characteristics of patients hospitalized in Hospital JPKMM Gunungsitoli amounted to 22:23% in the age group 51-60 years, this shows the patient Jamkesmas more in old age early age, as they relate to body systems begin to decrease and cause many diseases that taxable at that age. 57.78% Jamkesmas patients were male, this is related to the number of men are susceptible to disease and greater male interest in 73.33% of patients seeking treatment Jamkesmas worked as farmers and other entrepreneurs and fishermen. 60% of respondents have a graduate education is elementary, junior and senior high school graduates of the rest, this suggests that hospitalized patients Jamkesmas generally less educated. 55.56% of respondents treated over 3 days, demonstrating the patient's hospitalization Jamkesmas had had enough time to treat the disease. Patient perception of satisfaction with inpatient care in hospitals Gunungsitoli influenced by the family and the environment by 100%. Patient satisfaction to patient services inapdi Gunungsitoli hospitals in terms of tangibles / reality shows that 100% of respondents satisfied. satisfied with the readiness and completeness of the tools of 84.44%, were satisfied with the neatness and cleanliness of the room by 77.78%. 100% of respondents satisfied with the procedure and schedule doctor visit, satisfied with the care services amounted to 82.22%, 80% satisfied with treatment services, 73.33 % of respondents satisfied with the procedures for admission of patients, 71.11% of respondents satisfied with the administrative services and the lowest of respondents satisfied with the inspection services at 66.67%. 100% of respondents were satisfied with the responsiveness of doctors and clear information from health workers (Physiotherapy, Laboratory, Radiology and Nutrition), 100% of respondents satisfied terahadap doctor's attention. satisfied with the friendly attitude of the nurses who care for patients of 66.67%.

Nias Gunungsitoli hospitals to improve health services to patients Jamkesmas to obtain satisfaction for the patient Jamkesmas.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Dermawan Halu

Tempat/Tanggal Lahir : Onaya Pulau Tello, 14 September 1976

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Anggota Keluarga : 6 (enam) orang

Alamat Rumah : Desa Onaya Kecamatan Pulau-pulau Batu

Kabupaten Nias Selatan.

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 071124 Pulau Tello : 1982-1987

2. SMP BNKP Pulau Tello : 1987-1990

3. SMU YPKP Pulau Tello : 1992-1995

4. AKFIS Dr.Rusdi Medan : 1999-2003

5. S1 FKM USU Medan : 2008-2010

Riwayat Pekerjaan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Persepsi Pasien JAMKESMAS Terhadap Kepuasan Pelayanan Rawat Inap di

Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2010”.

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam skripsi ini masih banyak kritik dan

saran dari berbaga pohak yang bersifat membangun dalam memperbaiki skripsi ini. Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penlis

menyampaikan terima kasih yang sebesr-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada

penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan supportnya yang tiada terhingga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(8)

dan supportnya yang tiada terhingga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Ibu Siti Khadijah, SKM, MKes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak DR.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Ibu Dra.Syarifah, MS selaku Dosen Pembina Akademik yang telah membimbing penulis selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

8. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen PKIP yang telah memberikan Ilmu

yang bermanfaat serta motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

9. Bapak Bupati Nias (Binahati B. Baeha, SH) yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

10.Bapak dr.Yulianus Mendrofa, MARS selaku Direktur RSUD.Gunungsitoli yang telah memberikan izin melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

11.Kedua orang tua ku yang terkasih Ayahanda (Alm) dan Ibunda, atas dukungan penuh dan doa mama, cinta kasih yang sangat besar dan Mulya, pengorbanan dan

kesabaranMu, serta saudara saudaraku; abang Arsennius Halu, ST dan kakak, abang Emmanuel Halu, AMK dan kakak, abang Serius Halu, Amd, adek Junkurniaman Halu dan Tulus Hati Halu, AMAK yang telah memberikan

(9)

12.Seseorang yang kusayangi, F.B, yang telah memberikan semangat dan dukungan penuh, baik moril maupun material serta doa dan waktunya yang selalu setia menemaniku dalam suka maupun duka hingga penulis dapat menyelesaikan

sikripsi ini.

13.Teman-teman di FKM, khususnya Departemen PKIP dan juga teman-teman stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

14.Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Amin

Medan, September 2010

(10)

DAFTAR ISI

2.2.1 Prinsip Penyelenggaraan dan Pelayanan kesehatan Pasien JAMKESMAS ... 13

2.2.2 Pelayanan Kesehatan JAMKESMAS Yang Dibatasi dan Yang Tidak Dijamin ... 15

2.2.3 Prosedur Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) ... 16

2.3. Rumah Sakit Umum ... 18

(11)

2.5. Kepuasan Pasien ... 26

4.4.2 Reliability/handal/dipercaya ... 53

4.4.3 Responsiveness/Tanggap ... 54

4.4.4 Empati/Perhatian ... 55

4.4.5 Assurance/Jaminan ... 56

BAB V PEMBAHASAN ... 57

5.1. Faktor Internal ... ... 57

5.2. Faktor Eksternal ... ... 58

(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68 6.1. Kesimpulan ... 68 6.2. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran :

Lampiran 1. Kuesioner penelitian

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Tenaga Kesehatan di RSUD.Gunungsitoli ... 46 Tabel 4.2 KDistribusi Responden Berdasarkan Umur di RSUD.

Gunungsitoli Tahun 2010 ... 47

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 47

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 48

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 48

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Dirawat di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 49

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 49

Tabel 4.8 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pengaruh Keluarga Terhadap Persepsi Pasien akan Kepuasan Pelayanan Rawat Inap di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 50

Tabel 4.9 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pengaruh Lingkungan Terhadap Persepsi Pasien akan Kepuasan Pelayanan Rawat Inap di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 51

(14)

Tabel 4.11 Distribusi Kepuasan Pasien Dari Segi Reliability/Handal/Dipercaya Di RSUD. Gunungsitoli Tahun

2010 ... 53

Tabel 4.12 Distribusi Kepuasan Pasien Dari Segi Responsiveness/Tanggap Di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 54

Tabel 4.13 Distribusi Kepuasan Pasien Dari Segi Empaty/Perhatian Di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010 ... 55

(15)

Abstrak

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui persepsi pasien JAMKESMAS terhadap kepuasan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kabupaten Nias. Sampel adalah pasien JAMKESMAS yang dirawat inap RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dengan kriteria pasien yang telah dirawat minimal 3 hari sebanyak 45 orang.

Hasil penelitian tentang faktor internal pasien JAMKESMAS rawat inap di RSU Gunungsitoli adalah sebesar 22.23% pada kelompok umur 51-60 tahun, hal ini menunjukkan pasien JAMKESMAS lebih banyak pada usia lanjut usia. 57.78% pasien JAMKESMAS adalah laki-laki, hal ini terkait banyaknya laki-laki yang rentan terkena penyakit,73.33% pasien JAMKESMAS bekerja sebagai petani dan yang lainnya wiraswasta dan nelayan. 60% responden mempunyai pendidikan adalah tamatan SD, hal ini menunjukkan pasien JAMKESMAS yang rawat inap umumnya berpendidikan rendah. 55.56% responden dirawat di atas 3 hari, hal ini menunjukkan pasien JAMKESMAS rawat inap merasa sudah cukup waktu tersebut untuk mengobati penyakitnya. Persepsi pasien terhadap kepuasan pelayanan rawat inap di RSUD Gunungsitoli dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungan sebesar 100%. Kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat inap di RSUD Gunungsitoli dari segi tangibles/ kenyataan terlihat bahwa 100% responden puas terhadap kebersihan kamar mandi, penerangan diruang perawatan, penampilan dokter dan perawat. Dari segi reliability/dipercaya 100% responden puas terhadap prosedur pelayanan dan jadwal visite dokter. Dari segi responiveness/ketanggapan 100% responden puas terhadap ketanggapan dokter dan informasi yang jelas dari petugas kesehatan lainnya. Dari segi emphaty/perhatian 100% responden puas terahadap perhatian dokter dan perhatian perawat dan dari segi assurance/jaminan 100% responden puas terhadap kehadiran dokter setiap hari, kesungguhan dokter saat mengobati, cara dokter mendiagnosa penyakit pasien, terapi yang diberikan dokter, ketramnpilan dokter dan perawat saat memberikan pelayanan dan terhadap pelayanan yang berikan petugas lain

RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien JAMKESMAS agar didapat kepuasan bagi pasien JAMKESMAS.

(16)

Abstract

Community Health Insurance (Assurance) is a program of social assistance for health care for the poor and can not afford. The program is organized nationally for cross-subsidies in order to achieve comprehensive health care for the poor.

The research used in this research is quantitative descriptive to know the patient's perception of satisfaction Jamkesmas inpatient services at the Regional General Hospital Gunungsitoli Nias. Samples are patients who are hospitalized Jamkesmas Gunungsitoli Nias District Hospital with the criteria of patients who had been hospitalized at least 3 days as many as 45 people.

Results of research on the characteristics of patients hospitalized in Hospital JPKMM Gunungsitoli amounted to 22:23% in the age group 51-60 years, this shows the patient Jamkesmas more in old age early age, as they relate to body systems begin to decrease and cause many diseases that taxable at that age. 57.78% Jamkesmas patients were male, this is related to the number of men are susceptible to disease and greater male interest in 73.33% of patients seeking treatment Jamkesmas worked as farmers and other entrepreneurs and fishermen. 60% of respondents have a graduate education is elementary, junior and senior high school graduates of the rest, this suggests that hospitalized patients Jamkesmas generally less educated. 55.56% of respondents treated over 3 days, demonstrating the patient's hospitalization Jamkesmas had had enough time to treat the disease. Patient perception of satisfaction with inpatient care in hospitals Gunungsitoli influenced by the family and the environment by 100%. Patient satisfaction to patient services inapdi Gunungsitoli hospitals in terms of tangibles / reality shows that 100% of respondents satisfied. satisfied with the readiness and completeness of the tools of 84.44%, were satisfied with the neatness and cleanliness of the room by 77.78%. 100% of respondents satisfied with the procedure and schedule doctor visit, satisfied with the care services amounted to 82.22%, 80% satisfied with treatment services, 73.33 % of respondents satisfied with the procedures for admission of patients, 71.11% of respondents satisfied with the administrative services and the lowest of respondents satisfied with the inspection services at 66.67%. 100% of respondents were satisfied with the responsiveness of doctors and clear information from health workers (Physiotherapy, Laboratory, Radiology and Nutrition), 100% of respondents satisfied terahadap doctor's attention. satisfied with the friendly attitude of the nurses who care for patients of 66.67%.

Nias Gunungsitoli hospitals to improve health services to patients Jamkesmas to obtain satisfaction for the patient Jamkesmas.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, Bab VI pasal 46 dan 47 bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,

diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Untuk keberhasilan upaya pembangunan kesehatan tersebut maka

masyarakat perlu diikuti sertakan agar berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam konsitusi dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Bab IV tentang rumah sakit bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk

dalam hal ini menjamin pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar subsidi silang dalam rangka mewujudkan

pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Mukti, 2008).

Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu

(18)

sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes), Jumlah masyarakat miskin dan tidak mampu di Indonesia untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2009 sebesar 18.963.939 rumah tangga miskin, 76.400.000 jiwa

anggota rumah tangga miskin sedangkan anak-anak terlantar, panti jompo dan masyarakat tidak memiliki KTP sebanyak 2.629.309 jiwa. Sumatera Utara sendiri 944.972 rumah tangga miskin dan 4.124.247 jiwa anggota rumah tangga miskin dan

Kabupaten Nias 158.194 jiwa masyarakat miskin.

Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Program Jamkesmas belum optimal. Lembaga Swadaya

Masyarakat itu menyatakan, meski hasil survei menunjukkan sebagian besar peserta Jamkesmas (83,2 persen) menyatakan puas dengan layanan yang diberikan namun

masih ada peserta yang tidak puas dengan pelayanan dokter (5%), perawat (4,7 %) dan petugas kesehatan sebanyak 4,7%. Hasil observasi ICW juga menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas belum baik jika dilihat

berdasarkan panjangnya antrian berobat, sempitnya ruang tunggu, dan lamanya peserta dalam menunggu waktu operasi. Beberapa pasien Jamkesmas mengeluhkan

kekecewaan yang terkait dengan rumitnya proses administrasi untuk mengurus persyaratan Jamkesmas, sikap perawat dan dokter yang tidak ramah, lamanya waktu menunggu tindakan medis atau operasi dan fasilitas ruang rawat yang terbatas,

bahkan berita penolakan terhadap pasien Jamkesmaspun sering terdengar.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran

(19)

masyarakat Indonesia. Peran stategis ini diperoleh karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar (Aditama, 2003).

Ada beberapa hal di rumah sakit yang berperan dalam kepuasan pasien antara

lain adalah pelayanan dokter dan perawat, pelayanan administrasi, kualitas ruangan yang diberikan rumah sakit serta ketersediaan sarana penunjang medis dan non medis. Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dan persepsi

pasien/keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien/keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan

tanggap kepada kebutuhan pasien. sehingga tercapai keseimbangan yang sebaikbaiknya antara tingkat puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang

harus dialami guna rnempeoleh hasil tersebut (Awinda, 2004).

Menurut Imbalo (2003), Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh

setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Sedangkan Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan

kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan (Denipurnama, 2009).

Tuntutan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas bukan hanya berkaitan dengan kesembuhan dari penyakit, tetapi juga menyangkut persepsi pasien

(20)

ketersediaan sarana dan prasarana rumah sakit guna guna memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Dengan demikian keberhasilan suatu rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh kemampuan medis tetapi juga ditentuka oleh fasilitas pelayanan

rumah sakit dan non medis (Andriani, 2005).

Hasil penelitian Ferdinand (2006) di RSU F.L.Tobing bahwa 80 % responden JPKMM menyatakan puas terhadap pelayanan perawatan. Penelitian Gita Ardina

(2008) menunjukkan bahwa pelayanan Jaminan Kesehatan masyarakat (Jamkesmas) di RSD. Ryacudu Kotabumi dilaksanakan sesuai dengan pedoman pelaksanaan Jamkesmas 2008, baik itu mengenai syarat dan prosedur pelayanan, pemberian

obat-obatan, serta pelayanan dari petugas medis. Namun dalam pelayanan Jamkesmas di RDS. Ryacudu Kotabumi masih terdapat hambatan-hambatan dalam pelayanannya,

antara lain terbatasnya sarana dan prasarana penunjang pelayanan medis, kemudian kurangnya sosialisai pemerintah terhadap masyarakat mengenai syarat dan prosedur pelayanan Jamkesmas di RSD. Ryacudu Kotabumi. Sehingga masih dibutuhkan

penyempurnaan agar tercapai derajat kesehatanmasyarakat yang optimal secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan penyelenggaraan program Jamkesmas.

Penelitian di RSU dr.Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 13 April 2009 melalui survey dengan menggunakan kuesioner kepada 30 responden (pasien umum) yang dirawat di Instalasi rawat inap (ruang penyakit dalam dan ruang rawat bedah)

mengungkapkan dokter sering telat masuk sebesar 53%, perawat kurang ramah sebesar 46%, perawat jaga sering tidak mengontrol pasien setiap pergantian jaga

(21)

tanggap dalam melayani pasien sebesar 63% dan pemberian obat kepada pasien sering tidak tepat waktu 36% (Tuti, 2010).

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 228/MENKES/SK/III/2002, Bahwa

rumah Sakit sesuai dengan tuntutan daripada kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit propinsi/kabupaten/kota, maka harus memberikan pelayanan untuk keluarga miskin dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota.

Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kabupaten Nias merupakan rumah sakit tipe C dengan kapasitas 105 tempat tidur dan pusat rujukan dari empat

Kabupaten yaitu Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan satu Kota Madya Gunungsitoli. Rumah Sakit

Gunungsitoli telah banyak mengalami perubahan terlihat dari bangunan begitu mewah dan fasilitas yang sudah memenuhi standart. Sampai saat ini pasien rawat inap yang datang menggunakan kartu JAMKESMAS semakin meningkat jumlahnya.

Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit ini sudah melaksanakan tujuannya sebagai rumah sakit rujukan.

Berdasarkan survei awal di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dapat diketahui indikator pelayanan rawat inap berikut yaitu pada tahun 2009 BOR (88,17%), AvLOS (4,12%), BTO (6,53%), TOI (0,58%), GDR (51,68%) dan NDR

(36,03%) dan pada tahun 2010 mulai dari januari sampai juni BOR (78,40%), AvLOS (3,61%), BTO (6,77% ), TOI (0,98%), GDR (54,73%) dan NDR (13,86%).

(22)

pada tahun 2010 sampai bulan juni sebesar 1034 orang. Pasien rawat inap biasanya dirawat antara 3-7 hari dengan keluhan yang berbeda-beda.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, penulis menemukan beberapa

permasalahan yang menyangkut pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias kepada pasiennya. Hal ini terungkap karena penulis sering kali mendengar keluhan dari beberapa pasien umum bahwa belum

memuaskannya pelayanan yang diberikan baik dari segi kualitas perlengkapan maupun kualitas pelayanan lainnya seperti pelayanan medik, pelayanan obat-obatan, dan pelayanan administrasi.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias selaku lembaga yang melaksanakan pelayanan kesehatan terindikasi kurang

memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan kepada pasien umum yang menanggung biaya rumah sakit sendiri. Bila pasien yang Non JAMKESMAS saja pelayanan yang diberikan kurang memuaskan bagaimana lagi layanan kesehatan yang

diberikan kepada pasien yang termasuk pengguna JAMKESMAS.

1.2 Rumusan Masalah

(23)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi

pasien JAMKESMAS terhadap kepuasan pelayanan rawat inap di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor internal yang mempengaruhi persepsi pasien JAMKESMAS ( umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan jenis penyakit) yang dirawat inap di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias.

2. Untuk mengetahui persepsi pasien JAMKESMAS terhadap kepuasan meliputi tangibles/nyata, reliability/keandalan, responsveness/ketanggapan,

assurance/jaminan dan empaty/sikap peduli pelayanan rawat inap di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dalam menanggulangi dan meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap pasien

JAMKESMAS.

2. Sebagai bahan masukan bagi penulis dalam menambah kemampuan dan pengetahuan selama menempuh pendidikan di FKM-USU.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses

pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang. Persepsi

yang positif akan mempengaruhi rasa puas seseorang dalam bentuk sikap dan perilakunya terhadap pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya persepsi negatif akan ditunjukkan melalui kinerjanya (Tjiptono, 2000).

Winardi (2001) mengemukakan persepsi merupakan proses yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan

kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimulus yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu,

sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda.

Menurut Wudayatun (1999), persepsi adalah proses mental yang terjadi pada

diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar dan merasakan serta meraba (kerja indra) disekitar kita. Defenisi lain persepsi adalah pengamatan yang merupakan hasil penglihatan. pendengaran. penciuman, serta

(25)

perubahan perilaku. Suatu objek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang.

Persepsi atau pandangan adalah suatu proses dimana individu

mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Bagaimanapun, apa yang telah dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Tidak harus demikian, tetapi sering ada

ketidaksepakatan. Persepsi menjadi penting dikarenakan perilaku orang-orang di dalam organisasi didasarkan kepada persepsi mereka mengenai apa yang realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri (Robbins, 2001).

Menurut Rakbrnad (1992), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperolch dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya.

Menurut Sears dkk (1999) menyebutkan bahwa persepsi manusia dinominasi dua asumsi yakni (1) Proses pembentukan kesan dianggap agak bersifat mekanis dan

cenderung hanya memantulkan sifat manusia yang memberi stimulus (2) Proses itu berada dibawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikran atau kognisi. Pembentukan kesan tersebut secara mekanis memantulkan terkumpulnya informasi

dalam pikiran seseorang.

Pentingnya persepsi itu semata-mata karena perilaku orang-orang didasarkan

(26)

Individu-individu mungkin memandang satu benda yang sama mempersepsikan secara berbeda. Sejumlah faktor membentuk dan kadang memutar-balik persepsi. Faktor-faktor mi dapat berada pada pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam

objeknya atau target yang dipersiapkan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan (Robbins, 2001).

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Baltus (1983), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Baltus (1983):

1) Kemampuan dan keterbatasan fisik dan alat indera dapat mempengaruhi

persepsi untuk sementara waktu atau permanen. 2) Kondisi lingkungan.

3) Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan atau bereaksi terhadap stimulus tergantung pada pengalaman masa lalunya. 4) Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau

menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkan tersebut.

5) Kepercayaan, prasangka dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya. Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam

mempersepsi sesuatu.

Menurut Prasetijo (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan

(27)

1) Faktor internal i. Pengalaman ii. Kebutuhan saat itu

iii. Nilai-nilai yang dianut iv. pengharapan

2) Faktor eksternal

i. Tampakan produk ii. Sifat-sifat stimulus iii. Situasi lingkungan

Menurut Gunarsa (1995) dan Charles Abraham dan Eamon Shanley (1997:48) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pernyataan kepuasan pasien adalah latar

belakang pasien yang berbeda-beda adalah sebagai berikut: 1. Umur

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yaitu usia 15 – 64 tahun

(Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2000: 193).Semuanya memberikan kepribadian yang berbeda-beda terhadap

pelayanan kesehatan. 2. Pendidikan

Pendidikan dan pengetahuan pasien yang kurang, membutuhkan lebih banyak

(28)

minatnya masing-masing. Pendidikan seseorang mmempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi segala sesuatu (Depkes RI. 1990: 103).

3. Pekerjaan

Pasien yang mempunyai jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan tingkat penghasilan yang berbeda pula. Menurut Green (1970) dalam Lumenta menyimpulkan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah dan

berpendidikan formal rendah yang menimbulkan sikap masa bodoh dan pengingkaran serta rasa takut yang tidak mendasar.

4. Jenis kelamin

Emosi seseorang jelas mempengaruhi persepsi seseorang. Laki-laki cenderung bisa mengendalikan emosinya dibanding dengan wanita (Deddy Mulyana.

2001: 183).

2.1.3 Objek Persepsi

Sebagaimana disebutkan bahwa persepsi itu merupakan proses pengamatan,

maka hal-hal apa yang diamati dapat dibedakan atas dua bentuk dan disebut sebagai obyek dan persepsi itu. Adapun obyek persepsi adalah sebagai berikut:

1) Manusia termasuk didalamnya kehidupan sosial manusia, nilai-nilai kultural dan lain-lain, dalam hal ini digunakan istilah persepsi interpersonal.

2) Benda-benda mati seperti balok, pohon dan sebagainya.

2.2 Defenisi JAMKESMAS

JAMKESMAS adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan

(29)

nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanankesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Program ini telah berjalan sejak tahun 2005 dengan nama ASKESKIN yang kemudian ditahun 2008 berganti nama menjadi

JAMKESMAS. Program JAMKESMAS telah memasuki tahun kedua dan telah banyak perubahan-perubahan perbaikan yang dilakukan, walaupun belum sempurna tetapi pemerintah berupaya untuk mendekati pengelolaan yang sebaik-baiknya

(Depkes RI, 2008).

Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.

2.2.1 Prinsip Penyelenggaraan dan Pelayanan Kesehatan Pasien JAMKESMAS a. Prinsip Pelayanan Kesehatan

Adapun prinsip program pelayanan kesehatan JAMKESMAS yang

diselenggarakan pada pelayanan kesehatan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin.

2. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang

’cost effective’ dan rasional.

3. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.

(30)

b. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM:

1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialis RS Pemerintah, BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM meliputi:

a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum

b. Rehabilitasi medik

c. Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik d. Tindakan medis kecil dan sedang

e. Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan

f. Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya

(alat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN)

g. Pemberian obat yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit

h. Pelayanan darah

i. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit

2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan

kelas III RS Pemerintah, meliput i : a. Akomodasi rawat inap pada kelas III

(31)

c. Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik. d. Tindakan medis

e. Operasi sedang dan besar

f. Pelayanan rehabilitasi medis

g. Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU) h. Pemberian obat mengacu Formularium RS program ini

i. Pelayanan darah

j. Bahan dan alat kesehatan habis pakai

k. Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK)

2.2.2 Pelayanan Kesehatan JAMKESMAS Yang Dibatasi dan Yang Tidak Dijamin

A. Pelayanan Yang Dibatasi (Limitation)

a. Kacamata diberikan dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp.150.000 berdasarkan resep dokter.

b. Intra Ocular LYns (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat tersebut di daerah.

c. Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling murah dan ketersediaan alat

tersebut di daerah.

(32)

yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi dalam aktivitas sosial peserta tersebut.

Pemilihan alat bantu gerak berdasarkan harga yang paling efisien dan

ketersediaan alat tersebut di daerah.

e. Pelayanan penunjang diagnostik canggih. Pelayanan ini diberikan hanya pada kasus-kasus ‘life-saving’ dan kebutuhan penegakkan diagnosa yang sangat

diperlukan melalui pengkajian dan pengendalian oleh Komite Medik. B. Pelayanan Yang Tidak Dijamin (Exclusion)

a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan

b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika c. General check up

d. Prothesis gigi tiruan.

e. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah

f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi.

g. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti social.

2.2.3 Prosedur Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

A. Pasien yang dinyatakan mondok oleh Dokter Poliklinik, menyerahkan : a. Surat Rujukan dari Puskesmas ( masa berlaku 1 bulan) : 1 lembar

(33)

c. Surat Keterangan Dirawat dari Bangsal

d. Fotocopi Surat Pernyataan Mondok dari Poliklinik 1 lembar e. Menyerahkan Fotocopi Kartu Keluarga : 2 lembar

f. Menyerahkan Fotocopi KTP : 2 lembar

Keenam persyaratan diatas diserahkan ke Bagian PPATRS atau Askes Rumah Sakit paling lambat 2 x 24 jam.

B. Pasien yang dinyatakan mondok oleh Dokter IGD, menyerahkan : a. Menyerahkan Fotocopi Kartu Jamkesmas / SKM : 2 lembar b. Surat Keterangan Gawat Darurat dari IGD

c. Surat Keterangan Dirawat dari Bangsal

d. Fotocopi Surat Pernyataan Mondok dari IGD 1 lembar

e. Menyerahkan Fotocopi Kartu Keluarga : 2 lembar f. Menyerahkan Fotocopi KTP : 2 lembar

Keenam persyaratan diatas diserahkan ke Bagian PPATRS Askes Rumah Sakit

paling lambat 2 x 24 jam. C. Ruang Lingkup Pelayanan

a. Perawatan dan akomodasi di ruang perawatan sesuai hak pasien.

b. Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan oleh spesialis atau subspesialis. c. Pemeriksaan penunjang diagnostik sesuai dengan prosedur.

d. Tindakan medis operatif dan tindakan medis non operatif e. Perawatan intensif(ICU/ICCU).

(34)

g. Pemberian obat-obatan. h. Transfusi darah.

i. Pemberian surat rujukan.

D. Hak Perawatan Pasien JAMKESMAS

- Pasien JAMKESMAS berhak dirawat di ruang kelas III.

2.3 Rumah Sakit Umum

Menurut SK Menteri Kesehatan RI No.983 Menkes/SK/ XI/1992 Menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik (Aditama,

2003).

2.3.1 Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan keterangan pasal I Kepmenkes 983/1992, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan pelayanan medis.

2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis. 3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan perawatan.

4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.

5. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. 6. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

2.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum

1. Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang melaksanakan

(35)

2. Rurnah Sakit Urnum kelas B adalah rurnah sakit urnum yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang luas.

3. Rumah Sakit Umum kelas C adalah rurnah sakil umum yang melaksanakan

pelayanan kesehatan spesialistik paling sedikit empat spesialis dasar yaitu Penyakit Dalam, Penyakit Bedah. Penyakit Kebidanan/Kandungan dan Kesehatan Anak.

2.4 Pelayanan Rawat Inap

Salah satu jenis pela anan peralatan yang diselenggarakan di rumah sakir I Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya bidang perawatan, diorganisir

melalui pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Rawat jalan adalah kegiatan pasien berkunjung ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan pada waktu dan

jam tertentu. Sedangkan rawat inap adalah salah satu perawatan dimana pasien dirawat untuk jangka waktu tertentu (Anwar, 1999).

Menurut keputusan Menteri Kesehatan No.5 60/Menkes/SK?VI/2003,

pelayanan rawat inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan lainnya dengan menginap

di rumah sakit.

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator

berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur) BOR menurut

(36)

days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan

tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005). Rumus : BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%

2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat) AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI

(2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu

pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). Rumus : AVLOS = Jumlah lama dirawat /

Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)TOI menurut Depkes RI (2005)

adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran

(37)

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)BTO menurut Huffman (1994) adalah “…the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada

satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Rumus : BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur

5. NDR (Net Death Rate)NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. Rumus : NDR = (Jumlah

pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X 1000 ‰

6. GDR (Gross Death Rate)GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian

umum untuk setiap 1000 penderita keluar. Rumus : GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 ‰

Pasien dapat datang sendiri dengan atau tanpa rujukan dan luar kemudian

diterima oleh bagian penerimaan pasien. Bagian penerimaan pasien meneruskan ke ruang perawatan untuk seterusnya secara terperinci dan spesifik diperiksa untuk

rnenegakkan diagnosa. Mulai pasien diterima sampai pasien dinyatakan boleh pulang maka pasien mendapat pelayanan-pelayanan sebagai berikut:

- Pelayanan dokter

- Pelayanan perawat

- Pelayanan penunjang medis

(38)

- Lingkungan peralatan - Pelayanan makanan - Pelayanan administrasi.

2.4.1 Pelayanan Administrasi

Bagian penerimaan merupakan wajah dan suatu unit rawat inap dan sebagai pusat info pelayanan serta merupakan tempat dimana kesan pertama tentang

pelayanan rawat inap didapat oleh pasien. Untuk itu diperlukan petugas-petugas yang menggunakan prosedur kerja dengan baik, ramah, sopan, simpatik dan terampil (Andriani, 2005).

Selama pasien di rumah sakit, maka apa yang menjadi hak pasien sudah sepatutnya diterima sesuai dengan kemampuan rumah sakit tersebut. Sebagai bagian

terakhir dan proses perawatan sebelum pasien pulang maka salah satu kewajiban yang harus dipenuhi adalah kewajiban memberikan pembayaran yang pantas kepada pihak pemberi jasa, dalam hal ini adalah rumah sakit (Deira, 2003).

2.4.2 Pelayanan Dokter

Bila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit maka

yang terpikir pertama sekali adalah doktemya, baru kemudian untuk mengharapkan perawatan yang baik maka akan terpikir olehnya perawat. Di sini terlihat bahwa sukses suatu rumah sakit lebih bergantung pada kemampuan dan sikap atau perilaku

karyawannya dan faktor lainnya (Awinda. 2004).

Dalam Peraturan Menkes RI No.262/Menkes/Per/VIl 1979 tentang

(39)

dengan tenaga medis adalah seorang lulusan fakultas kedokteran atau kedokteran gigi dan pasca sarjananya yang memberikan pelayanan medis dan pelayanan penunjang medis.

2.4.3 Pelayanan Perawat

Sekolah atau akademi perawatan kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan paripuma (Andriani, 2005).

Tenaga perawat adalah orang yang lebih erat hubungannya dengan pasien bila dibanding dengan petugas kesehatan lainnya di rumab sakit karena perawat berada 24 jam sehari di samping pasien. Dengan demikian kualitas perawat sangat menentukan

mutu pelayanan perawatan pasien di rumab sakit. Pasien mengharapkan perawat mahir dalam profesinya, serius dalam pekerjaannya, penuh perhatian dan menerima

mereka sebagaimana adanya dan tidak membeda-bedakan pasien (Anwar, 1999). Griffith (Aditama, 2003) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan mempunyai 5 (lima) tugas, yaitu :

1. Melakukan kegiatan promosi kesehatan, termasuk untuk kesehatan emosional dan sosial.

2. Melakukan upaya pencegahan penyakit dan kecacatan.

3. Menciptakan keadaan lingkungan. fisik. kognitif dan ernosional sedemikian rupa yang dapat membantu penyernhuhan penyakit.

(40)

2.4.4 Pelayanan Penunjang Medis

Untuk dapat melaksanakan tugasn\a sesuai dengan SK/Menkes RI No.983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Rumah Sakit Umum, maka rumah

sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi satu diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik.

Ruang lingkup pelayanan penunjang medik ini berupa pelayanan farmasi,

pelayanan makanan, fasilitas radiologi. laboratorium, patologi klinik. patologi anatomik, ruang bedah, perneliharaan sarana rumah sakit, pemuaiasaraan jenazah, dll (Aditama, 2003).

Untuk melaksanakan tugas tersebut maka bidang penunjang medik mempunyai fungsi :

a. Melakukan penyusunan kebutuhan tenaga paramedik dan non medik, alat dan atau bahan untuk fasilitas pelayanan penunjang medik.

b. Melakukan penyusunan penyediaan fasilitas pelayanan penunjang medik.

Melakukan pengawasan dan pengendalian pasien.

c. Melakukan pemantauan. pengawasan dan penilaian penggunaan fasilitas serta

kegiatan pelayanan penunjang medik.

d. Melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan.

2.4.5. Pelayanan Obat

a. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit,Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab menyediakan

(41)

miskin yang diperlukan. Agar terjadi efisiensi pelayanan obat dilakukan dengan mengacu kepada Formularium obat pelayanan kesehatan program ini. b. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir a diatas

maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

c. Pemberian obat untuk pasien RJTP dan RJTL diberikan selama 3 (tiga) hari

kecuali untuk penyakit-penyakit kronis tertentu dapat diberikan lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis.

d. Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir a diatas

maka pihak RS bertanggung jawab menanggung selisih harga tersebut e. Pemberian obat di RS menerapkan prinsip one day dose dispensing

f. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit dapat mengganti obat sebagaimana butir a diatas dengan obat-obatan yang jenis dan harganya sepadan dengan sepengetahuan dokter penulis resep.

2.4.6 Lingkungan Perawatan

Lingkungan perawatan merupakan daerah pasien tinggal atau menghabiskan

waktunya dalam menjalani perawatan. Sedapat mungkin kepuasan pasien terhadap lingkungan perawatannya hams diperhatikan oleh pihak rumah sakit, karena pemeliharaan lingkungan yang bersih, aman. nyaman dan menyenangkan secara

(42)

Berdasarkan pendapat Aga (2005) yang mengutip hasil penelitian Bryan menyatakan bahwa kenyamanan Iingkungan fisik akan berpengaruh pada kepuasan pasien. Ruangan yang bersih, rapi, dan nyaman harus terus dipelihara.

Dilihat dari segi kebutuhan pasien maka ruangan ini haruslah dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pasien, masuknya udara yang sejuk, suasana yang tenang, pekarangan yang baik, tata ruangan yang teratur dalam kamar,

keadaan tempat tidur, selimut dan seprai yang bersih, ruang kamar mandi/WC yang bersih dan penyediaan air yang cukup (Deira, 2003).

2.4.7 Pelayanan Makanan dan Gizi

Menu makanan harus di bawah pengawasan ahli gizi. Makanan yang dihidangkan harus dalam jumlah perkiraan kebutuhan, enak dipandang dan dapat

dicerna dengan baik, mempunyai kualitas yang baik, bersih, bebas dan kontaminasi serta Waktu yang tepat dan teratur (Anwar, 1999).

2.5 Kepuasan Pasien

Pasien merupakan individu terpenting di rumah sakit. Dia sebagai konsumen dan sekaligus produk rumah sakit. Sebagai pasien yang mempercayakan

penyembuhan meialui rumah sakit tersebut. Harapan mereka dan pelayanan suatu rumah sakit dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan yang diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan (Awinda. 2004).

Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dan persepsi pasien/keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang

(43)

pasien/keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap kepada kebutuhan pasien. sehingga tercapai keseimbangan yang sebaikbaiknya antara tingkat puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang

harus dialami guna rnempeoleh hasil tersebut (Awinda, 2004).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Imbalo, 2007).

Dari defenisi di atas menerangkan kondisi dimana apabila harapan terpenuhi maka pelayanan akan dirasakan memuaskan, sedangkan apabila harapan tidak

terpenuhi maka pelayanan dinilai tidak memuaskan.

Kepuasan pasien akan diukur dengan indikator berikut (Imbalo, 2007) yaitu:

1. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan

Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan akan dinyatakan oleh sikap dan pengetahuan tentang :

• Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat saat

dibutuhkan

• Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa

ataupun keadaan gawat darurat

• Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan kesehatan itu

(44)

Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan akan dinyatakan oleh sikap terhadap :

• Kompetensi teknik dokter dan/atau profesi layanan kesehatan lain yang

berhubungan dengan pasien

• Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang diraasakan oleh

pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.

3. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan antar

manusia

Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan antar

manusia akan ditentukan dengan melakukan pengukuran :

• Sejauh mana ketersediaan layanan puskesmas dan atau rumah sakit

menurut penilaian pasien

• Persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan atau profesi layanan

kesehatan lain

• Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter

• Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis

• Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasihat dokter

dan/atau rencana pengobatan.

4. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan.

(45)

• Sistem perjanjian, termasuk menunggu giliran, waktu tunggu,

pemanfaatan waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau kepedulian personil, mekanisme pemecahan masalah dan keluhan yang

timbul

• Lingkup dan sifat keuntungan dan layanan kesehatan yang ditawarkan.

Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Muninjaya, 2004) yaitu :

1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting.

2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (coinplience).

3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang perduli (ignorance)

pasien dan keluarganya. “yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis pelayanan yang diberikan dari teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akihatnya biaya perawatan akan menjadi

sumber keluhan pasien.

4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan

ruangan (tangibility).

(46)

Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.

6. Keandalan dan keterampilan reliability petugas kesehatan dalam memberikan

perawatan

7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap pasien (responsiveness). Tjiptono (1997) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain,

yaitu :

a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang

dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama

keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah

sakit.

b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik

sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.

c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang

(47)

didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi

seperti peralatan pengobatan.

e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam

penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.

f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap

keluhan pasien sewaktu-waktu.

g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca

indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien

(48)

daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien atau konsumen, yaitu :

a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas

kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga

merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam

pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap

(49)

d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan

atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.

Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam

penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana

pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari

cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun

(50)

g. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus

diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit

yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit

akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan

bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi

yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang bekunjung di rumah sakit.

Menurut Azwar (1996). secara umum demensi kepuasan pasien dapat

dibedakan atas dua macam. yaitu:

1. Kepuasan yang mcngacu pada penempan standar dan kode etik profesi. Di

(51)

kesesuaian dengan standar serta kode etik profesi saja, ukuran-ukuran yang mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. Hubungan dokter-pasien (doctor-patient relationship).

Terbinanya hubungan dokter pasien yang baik adalah saiah satu kewajiban etik. Setiap dokter diharapkan dapat memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua

keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin dikeuthui oleh pasien.

b. Kenyamanan pelayanan (aminities)

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan yang bermutu, suasana pelayanan yang nyaman tersebut harus dapat dipertahankan. Kenyamanan yang

dimaksud di sini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang lebih penting lagi menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

c. Kebebasan melakukan pilihan (choise)

Memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih serta menentukan

pelayanan kesehatan adalah salah satu dari kewajiban etik. Suatu pelayanann kesehatan disebut bermutu apabila kebebasan memilih ini dapat diberikan dan arena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap

penyelenggara pelayanan esehatan.

d. Pengetahuan dan kompetisi teknis (scientifi know!edge and technkal skill)

(52)

dan kompetisi teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik. tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan profesi. Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut maka

makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan. e. Efektifitas pelayanan (Effectivess)

Makin efektif pelayanan kesehatan maka makin tinggi pula mutu

pelayanan kesehatan. f. Keananan tindakan ( Safety)

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek

keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik dan tidak

boleh dilakukan.

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.

Disini ukuran Kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Ukuran pelayanan

kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena di dalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasin mengenai :

a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (available)

Pelayanan kesehatan yang bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

(53)

Suatu pelayanan kesehatan akan bermutu dan mernuaskan penggunaan pelayanan apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi rnasalah kesehatan yang dihadapi.

c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (continue)

Karena kepuasan mempunyal hubungan yang erat dengan mutu pelayanan. maka aspek kesinambungan ini juga turut diperhitungkan

sehagai salah sam syarat pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan yang bersifat herkesinambungan. dalam arti tersedia setiap saat menurut waktu dan atau pun kehutuhan pelayanan kesehatan.

d. Penerima pelayanan kesehatan (acceptable)

Dapat diterima tidaknva pelayanan kesehatan sangat menentukan puas

atau tidaknya pasien terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian untuk dapat menjamin munculnya kepuasan yang terkait dengan mutu Pelayanan kesehatan tersehut maka harus dapat dinyatakan sehingga

dapat diterima oleh penakai jasa pelayanan e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible)

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai. Apabila keadaan ini sampai terjadi tentu tidak akan memuaskan pasien,

f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable)

Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh

(54)

memuaskan pasien. Sebagai jalan keluarnya. disarankan perlunva rnengupayakan peiayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pernakai jasa pelayanan itu.

g. Efisiensi pelayanan kesehatan (efficient)

Efisiensi pelayanan telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan pemakai jasa pelayanan. Dengan demikian untuk dapat

menimbulkan kepuasan tesebut perlu diupayakan peningkatan efisiensi pelayanan.

h. Mutu pelayanan kesehatan (quality)

Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksud di sini adalah menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang apabila berhasil

diwujudkan pasti akan memuaskan pasien.

2.6 Kerangka Konsep

Terhadap Pelayanan Rawat Inap Faktor Internal

Faktor Eksternal

Tangible (bukti fisik) Reliability (keandalan)

Responsveness (ketanggapan) Empaty (sikap peduli)

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui persepsi pasien JAMKESMAS terhadap kepuasan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli

Kabupaten Nias.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Augustus-Septemnber 2010. Adapun alasan pemilihan lokasi dengan pertimbangan yaitu :

1. Merupakan Rumah Sakit rujukan bagi peserta JAMKESMAS yang berada di empat Kabupaten dan satu Kota Madya yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten

Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Madya Gunungsitoli.

2. Belum pernah dilakukan penelitian serupa dilokasi penelitian tersebut.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

(56)

3.3.2. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu secara purposive sampling yaitu pasien JAMKESMAS yang dirawat inap RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias

sebanyak 45 orang dengan kriteria pasien yang telah dirawat minimal 3 hari. Dan apabila dijumpai pasien anak-anak maka yang diwawancarai adalah orang tua si anak.

3.4 Metode Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dilakukan dengan wawancara langsung pada pasien dengan menggunakan kuesioner kepada pasien rawat inap JAMKESMAS yang sedang

dirawat di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penulis peroleh dari kantor tata usaha RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias yang meliputi profil rumah sakit dan jumlah pasien JAMKESMAS yang telah dirwat tahun 2010.

3.5. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

langsung kepada pasien dengan menggunakan kuesioner yang akan dibagikan kepada pasien JAMKESMAS.

3.6. Defenisi Operasional

1. Pasien adalah orang-orang yang berobat ke rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap pasien baru maupun pasien berulang.

(57)

a. < 20 tahun b. 20 – 30 tahun c. 31 – 40 tahun

d. 41 – 49 tahun e. > 50 tahun

3. Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai oleh

responden. Pendidikan ini dikategorikan : a. Rendah, jika tidak tamat SD dan tamat SD. b. Sedang, jika tamat SLTP dan tamat SLTA.

c. Tinggi, jika tamat Akademik dan perguruan tinggi.

4. Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang dijalani responden sehari-hari.

5. Jenis Penyakit adalah keluhan utama pasien yang dirasakan sewaktu berobat. 6. Lama dirawat adalah waktu yang didapat pasien selama menjalani perawatan

mulai dari masuk perawatan sampai pasien pulang dari rumah sakit.

7. Informasi adalah keterangan-keterangan yang diperoleh pasien tentang JAMKESMAS dari perawat dokter dan keluarga.

8. Jenis kelamin adalah ciri khas yang dimiliki individu yang membedakannya dengan individu yang lain.

9. Pelayanan adalah aktifitas yang bertujuan untuk memberi pertolongan,

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Tenaga Kesehatan di RSUD. Gunungsitoli Tahun 2010
Tabel 4.2
Tabel 4.4
Tabel 4.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan kesehatan, sebanyak 34 responden (79,1%) menyatakan sangat puas dan 9 responden (20,9%) menyatakan puas

Kemudian, penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Rachmadi (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III di

Jenis penelitian adalah survei yang bersifat deskripif untuk mendapatkan gambaran tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan makanan di RSUD Mamuju. Variabel

Hubungan antara mutu pelayanan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap pada kategori kurang dan pasien merasa tidak puas sebesar 6 responden (11 %).Hal tersebut menunjukkan

Setelah dilakukan penelitian tentang analisis tingkat kepuasan pasien rawat inap di RSUD Bima provinsi NTB tahun 2016, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien RSUD

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Hasil penelitian Rawat Inap Rumah Sakit RSUD Baubau menyebutkan terdapat hubungan antara perilaku caring perawat yang baik dan menunjukkan kepuasan terhadap pelayanan

Hubungan antara mutu pelayanan perawat dengan kepuasan pasien rawat inap pada kategori kurang dan pasien merasa tidak puas sebesar 6 responden (11 %).Hal tersebut menunjukkan