• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Analisis Besi, Tembaga dan Seng Pada Minyak Sawit di Unit Proses Produksi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Analisis Besi, Tembaga dan Seng Pada Minyak Sawit di Unit Proses Produksi."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA, DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO)

DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

OLEH : AULIA SUMANTRI

NIM 060804013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA, DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO)

DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH :

AULIA SUMANTRI NIM 060804013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA, DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO)

DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

OLEH : AULIA SUMANTRI

NIM 060804013

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Desember 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt

NIP 195006221980021001 NIP 195006071979031001

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. AppSc.,Apt.

Pembimbing II

NIP 195006221980021001 Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.

Hasrul Abdi Hasibuan, M.Si., Apt.

NIP 195006221980021001

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.

NIP 194809041974122001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.

Medan, Desember 2010 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul: ” Studi Analisis Besi, Tembaga dan Seng Pada Minyak Sawit di Unit Proses Produksi ”

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Sumari, M.Pd. dan ibunda Ellida Hanum, S.Pd. selanjutnya Abang tersayang Aryo Sigit, STP adik tercinta Etri Annisa dan Elsi Ardini yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa tulus yang tidak pernah berhenti, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat, keselamatan dan ridhoNya kepada keluarga penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si, Apt. dan Hasrul Abdi Hasibuan M.Si.yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

4. Seluruh staf dan karyawan Buk Ijah,Kak Alida,Kak Meta, Bang Magindrin, Pak Warnoto, Bang Hambali (My Best Brother) dan Bapak Donal Siahaan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), khususnya di laboratorium PAHAM dan PELAYANAN yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

(5)

6. Teman-teman Farmasi Reguler angkatan 2006 Hendra, Azhar, Achtur, Riko, Ryan, Mamer, Yogi, Roni, dan Gokmen dan adik-adikku angkatan 2007, terima kasih untuk semua perhatian, semangat, doa dan kebersamaannya selama ini.

7. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis,

(6)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

ABSTRAK

Crude palm oil (CPO) di unit proses pabrik kelapa sawit mengandung logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn). Ketiga logam tersebut dapat menjadi residu karena proses pemupukan, kondisi tanah, dan pengolahan di pabrik kelapa sawit. Proses pengolahan di pabrik kelapa sawit umumnya menggunakan alat-alat yang jika terkorosi akan terakumulasi di dalam minyak kelapa sawit.

Adanya residu logam dalam minyak kelapa sawit akan mempengaruhi mutu dan berdampak pada kesehatan.

CPO yang dianalisis bersumber dari pabrik kelapa sawit A, B dan C pada unit loading ramp, sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continous settling tank, oil purifier dan vacum drier. Analisis sampel dilakukan dengan metode destruksi basah dan metode destruksi kering. Hasil destruksi diukur menggunakan spektrofotometri serapan atom.

Hasil penelitian menunjukkan batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing logam adalah 0,0476 mcg/ml dan 0,1587 mcg/ml (Fe), 0,0051 mcg/ml dan 0,0171 mcg/ml (Cu) dan 0,0577 mcg/ml dan 0,1922 mcg/ml (Zn). Pada validasi metode diperoleh perolehan kembali dengan destruksi basah dan destruksi kering pada masing-masing logam adalah 90,84 – 96,83 % dan 92,91 – 107,23 % (Fe), 89,65 – 95,86% dan 90,32 – 97,49 % (Cu), serta 92,65 – 102,33% dan 90,93 – 101,26 % (Zn).

Hasil analisis pada CPO yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit A, B, dan C dengan destruksi kering adalah 0,5031 mg/kg; 0,4889 mg/kg; 0,4959 mg/kg (Fe), 0,0487 mg/kg; 0,0503 mg/kg; 0,0503 mg/kg (Cu), dan 0,5021 mg/kg; 0,4951 mg/kg; 0,5034 mg/kg (Zn).

Berdasarkan data hasil uji validitas metode menunjukkan bahwa destruksi kering merupakan metode terbaik. Berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa setiap unit proses pabrik kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap kadar Fe, Cu, dan Zn pada CPO.

(7)

STUDY ANALYSIS OF IRON, COPPER AND ZINC IN CRUDE PALM OIL (CPO) IN PALM OIL MILL PROCESSING UNIT

ABSTRACT

Crude palm oil (CPO) in palm oil mill processing unit contains iron, copper, and zinc. These metals can become residue due to the fertilizing process, soil condition, and the manufacturing process in the mill. The manufacturing process in the palm oil mill usually uses machines, if corroded, can be accumulated in CPO.

The presence of metals in palm oil will cause damage, which are change in color, rancidity, and increase the free fatty acid content, that can effect the human health.

The analyzed CPO was obtained from palm oil mill A, B, and C in the units of fresh fruit bunches on the loading ramp

The result of analysis showed that the limit of detection and the limit of quantitation were 0.0476 mcg/ml and 0.1587 mcg/ml (Fe), 0.0051 mcg/ml and 0.0171 mcg/ml (Cu), and 0.0577 mcg/ml and 0.1922 mcg/ml (Zn). In the validation method recovery test with wet digestion and dry ashing destruction on each metal were 90,84-96,83% and 92.91-107.23% (Fe), 89.65-95.86% and 90.32-97.49% (Cu), and 92.65-102.33% and 90.93-101.26% (Zn).

(FFB = Tandan Buah Segar/TBS), sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continuous settling tank, oil purifier and vacum drier. The analysis of the sample was done with the wet digestion and dry ashing destruction method. The result of the destruction was measured with atomic absorption spectrophotometer.

The result of the analysis CPO obtained from the palm oil mill A, B, and C with the dry ashing destruction method were 0.5031 mg/kg; 0.4889 mg/kg; 0.4959 mg/kg (Fe), 0.0487 mg/kg; 0.0503 mg/kg; 0.0503 mg/kg (Cu), and 0.5021 mg/kg; 0.4951 mg/kg; 0.5034 mg/kg (Zn).

Based on the result of the method validity test showed that dry ashing destruction method is the better compare wet digestion methode. Based on the result of the ANOVA test and the least significant difference test, it showed that all CPO from mill and production processing unit give influence to the content of Fe, Cu and Zn.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... ...1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 5

2.1 Minyak Kelapa Sawit ... 5

2.1.1 Proses Produksi Minyak Kelapa Sawit ... . 7

2.1.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit ... . 10

2.2 Logam Berat dan Toksisitas ... . 12

2.2.1 Kejadian Logam Di Alam ... ... 13

(9)

2.2.1.2 Logam Tembaga ... ... 14

2.2.1.3 Logam Seng ... ... 14

2.2.2 Logam Berat Dalam Minyak Sawit ... ... 15

2.3. Spektrofotometri Serapan Atom ... ... 16

2.4 Validasi Metode Analisis ... ... 18

2.4.1 Uji Beda Nyata Terkecil ... ... 18

2.4.2 Perolehan Kembali ... ... 19

2.4.3 Batas Deteksi ... . 20

2.4.4 Batas Kuantitasi ... ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 21

3.2 Alat ... ... 21

3.3 Bahan ... ... 21

3.4 Prosedur Penelitian ... ... 22

3.4.1 Pemilihan Sampel ... ... 22

3.4.2 Pembuatan Pereaksi ... ... 22

3.4.3 Proses Destruksi Logam Besi, Tembaga dan Seng ... ... 22

3.4.3.1 Destruksi Basah ... ... 22

3.4.3.2 Destruksi Kering ...23

3.4.3.3 Bagan Destruksi Basah ... ... 24

3.4.3.4 Bagan Destruksi Kering ... ... 25

3.4.4 Analisa Kuantitatif ... ... 26

3.4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... .... 26

(10)

3.4.4.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Tembaga ..26

3.4.4.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Seng ... .. 27

3.4.5 Penetapan Kadar Logam Dalam Minyak Sawit ... 28

3.4.5.1 Logam Besi ... ... 28

3.4.5.2 Logam Tembaga ... ... 28

3.4.5.3 Logam Seng ... ... 28

3.4.6 Uji Perolehan Kembali ... ... 29

3.4.6.1 Pembuatan Larutan Baku ... 29

3.4.6.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali ... ... 30

3.4.7 Analisa Data Secara Statistik ... ... 31

3.4.7.1 Penetuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi .... ... 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 33

4.1. Kurva Kalibrasi Logam Besi, Tenbaga, dan Seng ... ... 33

4.2. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ……… ... 35

4.3 Uji Perolehan Kembali ………. ... 35

4.4 Analisa Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit ... 38

4.5 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit….. ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. ... 48

5.1 Kesimpulan ……… ... 48

5.2 Saran ……….. ... 48

DAFTAR PUSTAKA ……….. ... 49

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery)

Logam Besi, Tembaga dan Seng Destruksi Basah……….. ... 36

Tabel 2. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery)

Logam Besi, Tembaga dan Seng Destruksi Kering … ... 36

Tabel 3. Hasil Perhitungan Destruksi Basah Logam Besi, Tembaga dan Seng Serta Uji Beda Nyata Terkecil… ... 39 Tabel 4. Hasil Perhitungan Destruksi Kering Logam Besi, Tembaga dan Seng

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar Alat Spektrofotometri Serapan Atom

dan Sampel Analisis ... ... 53

Lampiran 2 Gambar Perangkat Pendukung Penelitian ... ... 54

Lampiran 3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Besi, Tembaga, dan Seng………. . 55

Lampiran 4 Contoh Perhitungan Persamaan Regresi Logam Besi (Fe)….. ... 56

Lampiran 5 Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Logam Besi Tembaga dan Seng … ... 58

Lampiran 6 Hasil Analisis Logam Besi, Tembaga dan Seng Setelah Ditambahkan Masing-Masing Larutan Baku ……….. .... 62

Lampiran 7 Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng ……… ... 64

Lampiran 8 Contoh Perhitungan Kadar Logam Besi , Tembaga dan Seng dalam Sampel ……….. ... 66

Lampiran 9 Perhitungan Statistik Kadar Logam Besi Destruksi Basah dalam Sampel ….. ... 67

Lampiran 10 Data Hasil Perhitungan Statistik Kadar Logam Besi, Tembaga dan Seng …… ... 84

Lampiran 11 Contoh Perhitungan Pengujian Beda Nyata Terkecil ... 85

Lampiran 12 Nilai Distribusi t ……….. ... 88

(14)

STUDI ANALISIS BESI, TEMBAGA DAN SENG PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI UNIT PROSES PABRIK KELAPA SAWIT

ABSTRAK

Crude palm oil (CPO) di unit proses pabrik kelapa sawit mengandung logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn). Ketiga logam tersebut dapat menjadi residu karena proses pemupukan, kondisi tanah, dan pengolahan di pabrik kelapa sawit. Proses pengolahan di pabrik kelapa sawit umumnya menggunakan alat-alat yang jika terkorosi akan terakumulasi di dalam minyak kelapa sawit.

Adanya residu logam dalam minyak kelapa sawit akan mempengaruhi mutu dan berdampak pada kesehatan.

CPO yang dianalisis bersumber dari pabrik kelapa sawit A, B dan C pada unit loading ramp, sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continous settling tank, oil purifier dan vacum drier. Analisis sampel dilakukan dengan metode destruksi basah dan metode destruksi kering. Hasil destruksi diukur menggunakan spektrofotometri serapan atom.

Hasil penelitian menunjukkan batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing logam adalah 0,0476 mcg/ml dan 0,1587 mcg/ml (Fe), 0,0051 mcg/ml dan 0,0171 mcg/ml (Cu) dan 0,0577 mcg/ml dan 0,1922 mcg/ml (Zn). Pada validasi metode diperoleh perolehan kembali dengan destruksi basah dan destruksi kering pada masing-masing logam adalah 90,84 – 96,83 % dan 92,91 – 107,23 % (Fe), 89,65 – 95,86% dan 90,32 – 97,49 % (Cu), serta 92,65 – 102,33% dan 90,93 – 101,26 % (Zn).

Hasil analisis pada CPO yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit A, B, dan C dengan destruksi kering adalah 0,5031 mg/kg; 0,4889 mg/kg; 0,4959 mg/kg (Fe), 0,0487 mg/kg; 0,0503 mg/kg; 0,0503 mg/kg (Cu), dan 0,5021 mg/kg; 0,4951 mg/kg; 0,5034 mg/kg (Zn).

Berdasarkan data hasil uji validitas metode menunjukkan bahwa destruksi kering merupakan metode terbaik. Berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji beda nyata terkecil menunjukkan bahwa setiap unit proses pabrik kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap kadar Fe, Cu, dan Zn pada CPO.

(15)

STUDY ANALYSIS OF IRON, COPPER AND ZINC IN CRUDE PALM OIL (CPO) IN PALM OIL MILL PROCESSING UNIT

ABSTRACT

Crude palm oil (CPO) in palm oil mill processing unit contains iron, copper, and zinc. These metals can become residue due to the fertilizing process, soil condition, and the manufacturing process in the mill. The manufacturing process in the palm oil mill usually uses machines, if corroded, can be accumulated in CPO.

The presence of metals in palm oil will cause damage, which are change in color, rancidity, and increase the free fatty acid content, that can effect the human health.

The analyzed CPO was obtained from palm oil mill A, B, and C in the units of fresh fruit bunches on the loading ramp

The result of analysis showed that the limit of detection and the limit of quantitation were 0.0476 mcg/ml and 0.1587 mcg/ml (Fe), 0.0051 mcg/ml and 0.0171 mcg/ml (Cu), and 0.0577 mcg/ml and 0.1922 mcg/ml (Zn). In the validation method recovery test with wet digestion and dry ashing destruction on each metal were 90,84-96,83% and 92.91-107.23% (Fe), 89.65-95.86% and 90.32-97.49% (Cu), and 92.65-102.33% and 90.93-101.26% (Zn).

(FFB = Tandan Buah Segar/TBS), sterilizer, vibrating screen, crude oil tank, continuous settling tank, oil purifier and vacum drier. The analysis of the sample was done with the wet digestion and dry ashing destruction method. The result of the destruction was measured with atomic absorption spectrophotometer.

The result of the analysis CPO obtained from the palm oil mill A, B, and C with the dry ashing destruction method were 0.5031 mg/kg; 0.4889 mg/kg; 0.4959 mg/kg (Fe), 0.0487 mg/kg; 0.0503 mg/kg; 0.0503 mg/kg (Cu), and 0.5021 mg/kg; 0.4951 mg/kg; 0.5034 mg/kg (Zn).

Based on the result of the method validity test showed that dry ashing destruction method is the better compare wet digestion methode. Based on the result of the ANOVA test and the least significant difference test, it showed that all CPO from mill and production processing unit give influence to the content of Fe, Cu and Zn.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil terbesar minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di dunia. Dengan luas areal penanaman kelapa sawit

mencapai 7,125 juta Ha (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 menurut Oil World total produksi CPO Indonesia mencapai 20,9 juta ton. Dan hal ini diperkirakan terus meningkat sampai tahun 2010 mencapai 22,12 juta ton naik 5,8 % (www.oilworld.biz. 2009).

Tingginya angka produksi CPO Indonesia tidak diimbangi nilai ekspor yang hanya 15,5-16 juta ton per tahun lebih rendah dibanding Malaysia yang mencapai 17 juta ton per tahun, sedangkan nilai produksi CPO Malaysia hanya berkisar 18,2 juta ton (Qomariyah, 2009). Hal ini disebabkan mutu CPO Indonesia lebih rendah di banding Malaysia. Selain itu, timbulnya permasalahan seperti pencampuran CPO Indonesia dengan bahan solar di Belanda, isu kerusakan lingkungan serta rendahnya angka indeks derajat kepucatan atau deterioration of bleachability index (DOBI) yang dimiliki CPO Indonesia ( Suprapto, 2008).

Bagi negara konsumen terutama negara yang maju, selalu menginginkan CPO yang bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab CPO tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industi non pangan saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan peroses penyaringan minyak sawit (Nurhidayah, 2007).

(17)

kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor- faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan (Deperindag, 2007).

Berdasarkan SNI 01-2901-2006 mutu CPO hanya mencantumkan tiga parameter diantaranya asam lemak bebas maksimal (ALB) 5 %, kadar air maksimal 0,25 %, kadar kotoran maksimal 0,25%. Parameter logam tidak tercantumkan, padahal kehadiran logam seperti Fe, Cu, dan Zn dapat berpengaruh terhadap kualitas CPO yang dihasilkan.

Logam dalam CPO dapat disebabkan dari penanganan pada saat proses pemupukan, penggunaan pestisida, dan pascapanen. Proses pengolahan menggunakan alat-alat yang mudah terkorosi menjadi penyebab utama peningkatan kadar logam dalam CPO. Karena peralatan produksi yang terkorosi menyebabkan residu logam yang terakumulasi di dalam CPO (Basyar, 1999).Hal ini disebabkan tidak semua pabrik kelapa sawit mempunyai tekhnologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan seperti pada stasiun vibrating screen sampai vacum drier (Satyawibawa, 1992).

(18)

Analisa penentuan kadar logam berat dalam matriks berminyak dapat ditentukan menggunakan metode spektrofotometer serapan atom (AAS) (Farouq, 2003; Chong Tsai, 1978; List 1971) dan spektroforometer serapan atom graphite furnace (AASGF) (Hendrikse, 1988; Williem E, 2005; Tsai, 1978; Syr, 1999; Jianbo, 2009). Berbagai peneliti telah menganalisis logam di dalam matriks minyak dengan cara destruksi basah, kering dan ekstraksi asam (Farouq, 2003; List 1971; Hendrikse, 1988; Williem E, 2005; Chong Tsai, 1978; Syr, 1999; Jianbo, 2009).

Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian terhadap logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada CPO di unit proses pabrik kelapa sawit. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar logam dari tiap unit proses dari masing-masing pabrik kelapa sawit.

1.2 Perumusan Masalah

- Apakah metode destruksi kering dan destruksi basah memberikan pengaruh yang nyata dalam menetapkan kadar logam besi,tembaga dan seng dalam matriks berminyak.

- Apakah metode destruksi kering lebih baik dari destruksi basah dalam menetapkan kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO.

- Apakah CPO mengandung logam besi, tembaga dan seng.

(19)

1.3Hipotesis

- Metode destruksi mempengaruhi hasil kadar logam besi, tembaga dan seng pada matriks berminyak yang ditetapkan.

- Destruksi kering merupakan metode terbaik dalam menetapkan kadar logam besi, tembaga dan seng yang terdapat pada CPO.

- Terdapat logam berat besi, tembaga dan seng terdapat pada CPO.

- CPO pada tiap unit proses mengandung logam besi, tembaga dan seng yang berbeda.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini untuk:

- Menentukan kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO dari tiap-tiap unit proses produksi kelapa sawit.

- Membandingkan metode destruksi basah dan destruksi kering dalam menetapkan kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO dari tiap-tiap unit produksi.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan ;

- Sebagai sumber informasi bagi masyarakat pengguna khususnya industri pengolahan kelapa sawit tentang kandungan logam besi, tembaga dan seng serta sebagai sumber informasi tentang standar logam berat dalam CPO. - Pihak pabrik dapat melakukan pengawasan akan tiap-tiap unit proses

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Sawit

Struktur pasar crude palm oil (CPO) di pasar internasional pada tahun 1993-2006 menunjukan kecenderungan kearah pasar Oligopoli ketat. Negara yang termasuk kedalam struktur pasar ini adalah Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, dan Costarica. Hasil ini ditunjukan oleh nilai Herifindhal Index sebesar 0,5 dan nilai Concentration Ratio dari empat produsen CPO terbesar sejumlah 94 persen. Malaysia dan Indonesia merupakan negara yang paling besar kontribusi CPO dari empat eksportir utama CPO di pasar internasional (Herianto, 2008).

Komoditas kelapa sawit menyumbang devisa kepada Negara Indonesia sebesar US$ 2,79 milyar dengan volume ekspor sebesar 5,72 juta ton dari bulan Januari sampai Mei tahun 2007 (Anonim 1, 2008). Indonesia diprediksi akan mampu memroduksi CPO hingga 23,2 juta ton pada tahun 2010 atau naik 2,5 juta ton (10,7%) dibandingkan tahun 2009 dan pada tahun 2010 diprediksi masih bisa mengalahkan Malaysia (Anonim 2, 2010).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis.Jacq) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit, dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit (Fauzi, 2002).

(21)

tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan (Basyar, 1999).

Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri bahan pangan dan industri nonpangan (Fauzi, 2002). Tingginya produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit disektor pangan maupun non-pangan baik di tingkat nasional maupun internasional menuntut produsen mampu menghasilkan produk minyak kelapa sawit yang unggul dan kompetitif (Pahan, 2008)

Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar (Satyawibawa, 1992).

Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida harus dipisahkan dari unsur-unsur trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), karoten, serta antioksidan dapat dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam minyak dapat langsung dipisahkan melalui proses filtrasi bertingkat (Basyar, 1999).

(22)

Permintaan kelapa sawit untuk kebutuhan konsumsi akan terus mengalami peningkatan karena seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia, sehingga permintaan terhadap CPO akan meningkat sebagai bahan baku minyak makan dan keperluan lain seperti biofuel (bahan bakar). (Anonim 1, 2008).

2.1.2. Produksi Minyak Kelapa Sawit

Tahapan dari pengolahan buah kelapa sawit adalah sebagai berikut: 1. Perebusan (sterilisasi) TBS

`TBS yang masuk ke dalam pabrik selanjutnya direbus di dalam sterilizer. Buah direbus dengan tekanan 2,5-3 atm dan suhu 130o

a. Menonaktifkan enzim Lipase yang dapat menstimulir pembentukan free fatty acid

C selama 50-60 menit. Tujuan perebusan TBS adalah:

b. Membekukan protein globulin sehingga minyak mudah dipisahkan dari air c. Mempermudah perontokan buah

d. Melunakkan buah sehingga mudah diekstraksi (Anonim 1, 2008) 2. Perontokan Buah

(23)

3. Pelumatan Buah

Proses pelumatan buah adalah dengan memotong dan mencacah buah di dalam steam jacket yang dilengkapi dengan pisau berputar. Suhu di dalam steam jacket sekitar 85-90o

- Menurunkan kekentalan minyak

- Membebaskan sel-sel yang mengandung minyak dari serat buah

- Menghancurkan dinding sel buah sampai terbentuk pulp (Anonim 1, 2008). C. Tujuan dari pelumatan buah adalah :

4. Pengempaan (ekstraksi minyak sawit)

Proses pengempaan bertujuan untuk membantu mengeluarkan minyak dan melarutkan sisa-sisa minyak yang terdapat di dalam ampas. Proses pengempaan dilakukan dengan melakukan penekanan dan pemerasan pulp yang dicampur dengan air yang bersuhu 95o

5. Pemurnian (klarifikasi minyak)

C. Selain itu proses ekstraksi minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara sentrifugasi, bahan pelarut dan tekanan hidrolis (Pahan, 2008).

Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari mesin ekstraksi minyak sawit umumnya masih mengandung kotoran berupa tempurung, serabut dan air sekitar 40-45% air. Untuk itu perlu dilakukan pemurnian minyak kelapa sawit. Persentase minyak sawit yang dihasilkan dalam proses pemurnian ini sekitar 21%. Proses pemurnian minyak kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

a. Sand Trap Tank

(24)

mengendapkan partikel-partikel yang mempunyai densitas tinggi. Sand trap tank

b.

adalah sebuah bejana yang berbentuk silinder tegak (Anonim 1, 2008). Vibrating Screen

Minyak bagian atas dari sand trap tank yang masih mengandung serat dan sedikit kotoran dialirkan ke ayakan getar (vibrating screen). Proses penyaringan memakai vibrating screen bertujuan untuk memisahkan padatan, seperti : serabut, pasir,

tanah dan kotoran-kotoran lain yang masih terbawa dari sand trap tank. Vibrating yang digunakan adalah double deck vibrating screen, dimana screen pertama berukuran 30 mesh dan screen kedua 40 mesh. Padatan yang tertahan pada ayakan akan dikembalikan ke digester melalui conveyor, sedangkan minyak dipompakan ke crude oil tank (Satyawibawa, 1992).

Minyak yang keluar dari c. Crude Oil Tank (COT)

vibrating screen dialirkan ke crude oil tank untuk

ditampung sementara. Pada crude oil tank ini minyak dipanaskan dengan steam melalui sistem pipa pemanas, dan suhu dipertahankan 90-95°C. Dari sini minyak dipompakan ke CST (Continuous Settling Tank

d.

) (Satyawibawa, 1992). Continous Settling Tank (CST)

Minyak dari COT dipompakan ke CST dimana sebelumnya dilewatkan ke buffer tank agar aliran minyak masuk ke CST tidak terlalu kencang. CST bertujuan

(25)

sebelum ke sludge oil tank. Sludge dan pasir yang mengendap didasar CST di-blowdown untuk dibawa ke sludge drain tank

e.

(Pahan, 2008). Purifier

Di dalam purifier dilakukan pemurnian untuk mengurangi kadar kotoran dan kadar air yang terdapat pada minyak berdasarkan atas perbedaan densitas dengan menggunakan gaya sentrifugal, dengan kecepatan perputarannya 7500 rpm. Kotoran dan air yang memiliki densitas yang besar akan berada pada bagian yang luar (dinding bowl), sedangkan minyak yang mempunyai berat jenis lebih kecil bergerak ke arah poros dan keluar melalui sudu-sudu untuk dialirkan ke vacuum drier. Kotoran dan air yang melekat pada dinding di-blowdown ke saluran

pembuangan untuk dibawa ke Fat Pit f.

. (Pahan, 2008). Vacum Drier

Minyak yang keluar dari purifier masih mengandung air, maka untuk mengurangi kadar air tersebut, minyak dipompakan ke vacuum drier. Di sini minyak disemprot dengan menggunakan nozzle

2.1.2. Syarat Mutu Minyak Sawit

sehingga campuran minyak dan air tersebut akan pecah. Hal ini akan mempermudah pemisahan air dalam minyak, dimana minyak yang memiliki tekanan uap lebih rendah dari air akan turun ke bawah. Sehingga dihasilkan minyak dengan kadar air yang rendah (Pahan, 2008).

(26)

kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. (Deperindag, 2007).

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah) (Deperindag, 2007).

(27)

Tabel Syarat mutu CPO di Indonesia No

Parameter Kualitas CPO SNI (SNI 1998) Kadar Kotoran (%) Bilangan iodine (%) Karoten (ppm)

2.2.Logam Berat dan Toksisitas

Logam Berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun pada tumbuhan, hewan dan termasuk manusia. Logam berat yang sering mencemari habitat ialah Hg,Cr,Cd,As dan Pb (Am.geol.Inst, 1976).

(28)

Antara unsur beracun yang berdaya guna atau bahkan yang diperlukan tidak dapat dipilahkan secara jelas. Logam berat Fe, Cu dan Zn merupakan unsur hara mikro yang diperlukan tumbuhan, namun dalam jumlah banyak beracun. Akan tetapi unsur ini perlu bagi manusia dan hewan menyusui karena berperan serta dalam metabolisme glukosa (Mengel dan Kirkby, 1987).

2.2.1 Kejadian Logam Di Alam

Logam berat masuk kedalam lingkungan hidup karena :

1. Longgokan alami di dalam bumi yang tersingkap, sehingga muncul dipermukaan bumi.

2. Pelapukan batuan yang mengandung logam berat yang melonggokan logam berat secara residual didalam saprolit dan selanjutnya berada di dalam tanah.

3. Penggunaan bahan alami untuk pupuk atau pembenah tanah . 4. Pembuangan sisa limbah pabrik atau sampah.

Penyingkapan longgokan alami dapat berupa kejadian alami, pengelupasan lapisan penimbun oleh erosi, longsoran atau pemotongan lapisan yang mengandung logam berat oleh alur alir. Penyingkapan juga dapat karena tindakan manusia berupa penambangan liar. Karena pada dasarnya tanah mengandung logam berat walaupun hanya sekelumit (Notohapdiprawiro, 1991).

2.2.1.1 Logam Besi

(29)

dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004).

Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa enek, muntah, diare, denyut janhtung meningkat, sakit kepala, mengigau dan pingsan (Almatsier, 2004).

2.2.1.2 Logam Tembaga

Tidak seperti logam-logam Hg, Pb dan Cd, logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan, termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,005 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Almatsier, 2004).

Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik, dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn dan Zn (Almatsier, 2004).

2.2.1.3 Logam Seng

(30)

hampir semua sel. Sebahagian besar seng berada di dalam hati,pankreas, ginjal, otot, dan tulang. Bagian yang banyak mengandung seng adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa ,kulit, rambut dan kuku. Didalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng didalam plasma hanya merupakan 0,1 % dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang tepat (Almatsier, 2004).

Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan absorbsi tembaga.Pada hewan hal ini menyebabkan degenerasi otot jantung. Kelebihan sampai 10 kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis (Almatsier, 2004).

2.2.2 Logam Berat Dalam Minyak Kelapa Sawit

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa menggunakan alat-alat stainless steel (Basyar, 1999).

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam berat tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu,logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan (Pahan, 2008).

(31)

tokoferol.Namun, kemampuan tokoferol untuk menahan reaksi oksidasi adalah terbatas. Jika kadar logam yang terdapat dalam minyak sawit berkadar cukup besar, maka tokoferol sudah tidak mampu menahannya (Basyar, 1999).

Pengurangan unsur-unsur logam yang terikut dalam minyak sawit menurut Basyar (1999) sangat menentukan peningkatan mutu minyak sawit. Beberapa jalan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Hydraulic press diganti dengan screw press ,sebab cages dan screen tersebut dari stainless steel.

2. Alat digester dibuat dari stainless steel.

3. Tangkai transpor dilapisi dengan epoxy ( pompa material yang dilapisi nikel), dan jika memungkinkan gunakan pipa-pipa yang tidak berkarat, sebanyak mungkin dihindari penggunaan sambungan-sambungan pipa dari kuningan.

4. Bejana hampa untuk pengeringan ( vacuum dryers) dan alat pendingin minyak sawit ( palm oil coolers) diusahakan tersebut dari stainless steel. 5. Tangki timbun dilapisi dengan epoxy.

6. Kadar ALB dikurangi.

Semua alat diusahakan terbuat dari stainless steel sebab reaksi antara asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit dengan logam akan membentuk senyawa pro-oksidan yang membantu terjadinya reaksi oksidasi (Basyar,1999).

2.3. Spektrofotometri Serapan Atom.

(32)

atom-atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisa kuantitatif dari logam dalam sampel. Metode Spektrofotometri Serapan Atom mempunyai banyak kesamaan dengan Spektrofotometri Serapan lainnya dalam hal alat yang terdiri dari sumber sinar, monokromator dan detektor ( Bender, 1987).

Ada beberapa kendala yang masih ditemui dalam penggunaan Spektrofotometri Serapan Atom.Kendala-kendala ini antara lain gangguan kimia, efek ionisasi dan efek viskositas pada kecepatan nebulisasi ( Bender, 1987).

Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala suatu unsur tertentu dan menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan sebagai gangguan spektrum dan gangguan klinis (Vogel, 1994)

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsure-unsur

logam dalam jumlah sedikit (trace) dan sangat sedikit (ultratrace). Cara analisis ini

memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada

bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis

kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1

ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007).

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sumber sinar yang

lazim diapakai adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp), katoda

berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam

tertentu. Sampel yang dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang

masih dalam keadaan asas. Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa

padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi

(33)

Lampu katoda berongga diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan

pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atomatom logam

katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian

mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Suatu garis yang diinginkan

dapat diisolasi dengan suatu monokromator (Khopkhar, 2003).

Menurut Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada Spektrofotometri

Serapan Atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom

yang terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom

yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala.

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.4. Validasi Metode Analisa

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap perameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007). Beberapa parameter validasi diuraikan di bawah ini.

2.4.1. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

(34)

memudahkan penyajian data hasil penelitian. Dimana data hasil uji yang tersaji memiliki sifat sederhana, mudah dipahami dan informatif. Uji BNT memiliki

rumus: �= ��� ��

√�

���=�+�

Keterangan : Q = Kadar S = T table

SD = Standar Deviasi

n = jumlah pengulangan statistik yang diterima

Untuk pengaruh perkaluan yang bersifat meningkat , dilakukan pada data dari angka minimal hingga maksimal.Selanjutnya dihitung nilai beda reil dari angka pasangan perlakuan terdekat hingga terjauh yang kemudian dibandingkan setiap nilai beda riel ini dengan beda baku selanjutnya (Hanafiah, 2005).

2.4.2 Perolehan Kembali

(35)

konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu dianalisis kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

% perolehan kembali=

C*A CA CF

x 100%

Keterangan: CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku

CA = konsentrasi sampel awal

C*A= konsentrasi larutan baku yang ditambahkan

2.4.3 Batas Deteksi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004) :

Batas deteksi = slope

SB x 3

Keterangan: SB = simpangan baku

2.4.4 Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004) :

Batas kuantitasi =

slope SB x 10

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu menentukan kandungan logam berat pada crude palm oil (CPO) di unit proses produksi yang diperoleh dari beberapa pabrik Kelapa Sawit (PKS).

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Sumatera Utara dimulai dari bulan November 2009 sampai dengan Juni 2010.

3.2 Alat

Spektrofotometer serapan atom (GBC Avanta Ver), hot plate (Vissons), Block Drier, lemari asam, neraca analitik (AND GF-200), neraca, spatula, dan alat-alat

gelas (Pyrex) pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah CPO dari unit TBS segar, Buah Rebusan, Vibrating Screen, Crude Oil Tank, Continous Setling Tank, Oil Purifier, Vacum

Drier dari tiga PKS A, B, dan C serta bahan kimia semua pro analisis keluaran E.

Merck yaitu Asam nitrat (HNO3) 65% b/v, Asam sulfat (H2SO4) 95% b/v,

(37)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pemilihan Sampel

Populasi penelitian adalah minyak kelapa sawit pada unit produksi yakni Tandan Buah Segar (TBS), Buah Rebus (BR), Vibrating Screen (VB), Crude Oil Tank (COT), Continous Setling Tank (CST), Oil Purifier (OP), Vacum Drier (VD)

yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit A, B, dan C yang berasal dari Pekanbaru diidentifikasi mengandung logam besi, tembaga, dan seng.

Metode pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa CPO pada tahap produksi di Pabrik Kelapa Sawit adalah homogen.

3.4.2 Pembuatan Pereaksi 1. Larutan HNO3

Larutan HNO 5 N

3 5 N dibuat dengan mengencerkan 340 ml HNO3

2. Larutan H

65% b/v dengan akuades hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

2SO4

3.4.3 Proses Dekstruksi Logam Besi ,Tembaga dan Seng 95% b/v

3.4.3.1.Destruksi Basah

(38)

larutan di dalam tabung didinginkan dan dilarutkan dengan 5 ml akuades dan 5 ml asam nitrat 5N. Larutan tersebut disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dan filtrat di masukkan dalam labu takar 25 ml dengan membuang 2% larutan hasil penyaringan pertama ditepatkan volume dengan akuades hingga garis tanda. Larutan siap untuk di analisis menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (Farouq, 2003).

3.4.3.2.Destruksi Kering

Prosedur ini merupakan modifikasi dari Cantle (1982). Minyak kelapa sawit ditimbang 10 g sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi berukuran besar. Tambahkan 5 ml HNO3 65% b/v , kemudian dipanaskan pada suhu 70-80o-C

selama 2 jam menggunakan blok drier. Kemudian panaskan pada suhu 120oC dilanjutkan dengan waktu yaitu: 6 jam hingga diperoleh sampel yang mengarang. Selanjutnya diabukan terlebih dahulu di dalam tanur. Pengabuan dilakukan selama 2 jam , jaga jangan sampai menyala/terbakar hingga suhu 450oC. Abu di basahi dengan 3-5 ml HNO3 5N. Abu hasil destruksi kemudian dipanaskan di atas

(39)

3.4.3.3. Bagan Destruksi Basah

Sampel Minyak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditimbang ± 10 gram

ditambahkan 5 ml HNO3 65% b/v

Dimasukkan kedalam alat block drier

Dilakukan destruksi awal selama 2 jam dengan suhu 80oC

Dilanjutkan destruksi selama 6 jam dengan suhu 120oC

Dilanjutkan pemanasan selama 1 jam dengan suhu 80oC

d d

Ditambah 5 ml H2SO4 (p)

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dengan membuang 2 ml larutan dibilas sisa residu pada tabung reaksi dengan akuades

ditepatkan volumenya hingga garis tanda dengan akuades

Hasil

25 ml larutan sampel

disaring dengan kertas saring Whatman No.42

diukur pada panjang gelombang 248,33nm, 324,75 nm dan 213,9 yakni logam Fe, Cu dan Zn Minyak hitam

mengental

Minyak kering dan mengarang

(40)

Dimasukkan kedalam alat block drier 3.4.3.4. Bagan Destruksi Kering

Sampel Minyak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditimbang ± 10 gram

ditambahkan 5 ml HNO3 65% b/v

Dilakukan destruksi awal selama 2 jam dengan suhu 80oC

Dilanjutkan destruksi selama 6 jam dengan suhu 120oC

Dimasukkan kedalam krus porselen Dibilas tabung dengan HNO3 5N

dinginkan dalam desikator

ditambahkan HNO3 5N

Dipanaskan diatas penangas air

ditanur selama 2 jam dengan suhu 450oC Minyak kering dan

mengarang

Abu

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dengan membuang 2 ml filtrat

dibilas sisa residu pada krus porselen dengan akuades

ditepatkan volumenya hingga garis tanda dengan akuades

disaring dengan kertas saring Whatman No.42

25 ml larutan sampel

(41)

3.4.4 Analisis Kuantitatif

3.4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum pada masing-masing logam dilakukan berdasarkan pengaturan alat yang telah distandarisasi, dimana panjang gelombang maksimum logam besi, tembaga dan seng masing-masing adalah 248,33 nm, 324,75 dan 213,9 dengan tipe nyala udara-asetilena (Cantle, 1982).

3.4.4.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Besi

Larutan baku besi (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar besi (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml).

3

Larutan kerja logam besi dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8; 10; 12; dan 14 ml larutan larutan baku 10 mcg/ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

3

3.4.4.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Tembaga

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (larutan kerja ini mengandung 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0.8; 1; 1,2; 1,4 (mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 248,33 nm.

Larutan baku tembaga (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N dan

(42)

Larutan standar tembaga (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar tembaga (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

3

Larutan kerja logam tembaga dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8; 10; 20; dan 40 ml larutan baku 1 mcg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 1 mcg/ml).

3

3.4.4.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Logam Seng

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (larutan kerja ini mengandung 0,0; 0,02; 0,04; 0,06; 0,08; 0,1; 0,2; 0,4 ( mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 324,75 nm

Larutan baku seng (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar seng (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml).

3

Larutan kerja logam seng dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8; 10; 12; dan 14 ml larutan larutan baku 10 mcg/ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

3 5 N dan ditepatkan hingga

(43)

3.4.5 Penetapan Kadar Logam Dalam Minyak Sawit 3.4.5.1 Logam Besi

Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 2.4.4.2) diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 248,33 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi (Cantle, 1982).

3.4.5.2 Logam Tembaga

Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 3.4.4.3.) diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 324,75 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku tembaga. Konsentrasi tembaga dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi (Cantle, 1982).

3.4.5.3 Logam Seng

Larutan sampel hasil destruksi (prosedur 3.4.4.4) diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 213,9 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku seng. Konsentrasi logam seng dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi (Cantle, 1982).

Kadar logam besi, tembaga dan seng dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(44)

3.4.6 Uji Perolehan Kembali 3.4.6.1 Pembuatan Larutan Baku

Larutan standar besi, tembaga dan seng (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

Larutan standar besi, tembaga dan seng (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml).

3

a. Pembuatan Larutan Baku 5 mcg/ml (b/v)

5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml).

Larutan Besi, Tembaga dan Seng (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 50 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

b. Pembuatan Larutan Baku 2 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 5 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 5 mcg/ml) dipipet sebanyak 40 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

c. Pembuatan Larutan Baku 1 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 2 mcg/ml)

(45)

HNO3

d. Pembuatan Larutan Baku 0,5 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 1 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 1 mcg/ml) dipipet sebanyak 50 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

e. Pembuatan Larutan Baku 0,1 mcg/ml (b/v)

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 0,5 mcg/ml)

Larutan Besi, Tembaga dan Seng ( 0,5 mcg/ml) dipipet sebanyak 20 ml dimasukkan labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3

3.4.6.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades ( konsentrasi 0,1 mcg/ml)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara menentukan kadar logam dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel yang telah ditambahkan larutan baku yang jumlahnya diketahui dengan pasti. Larutan standar yang ditambahkan yaitu, 2 ml larutan standar besi, tembaga dan seng (konsentrasi 5, 2, 1, 0.5, dan 0.1 mcg/ml )

(46)

= Jumlah total logam dalam sampel – jumlah logam dalam sampel awal x100% Jumlah logam baku yang ditambahkan (Harmita, 2004)

3.4.7 Analisa Statistik

Analisa data dilakukan secara kuantitatif dengan persamaan regresi dan dilakukan pengolahan data dari hasil persamaan regresi dari logam berat besi, tembaga, dan seng.

Adapun metode statistika untuk komparasi hasil penentuan kandungan logam

besi, tembaga, dan seng dalam minyak sawit di unit proses produksi disesuaikan dengan jenis dan distribusi data yang diperoleh. Data diterima jika t hitung < t tabel

pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α 0,05dengan metode standar deviasi

dengan rumus :

SD =

( )

1 -n

X -Xi 2

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel − n = jumlah perlakuan Untuk mencari t hitung digunakan rumus :

t hitung

n SD

X Xi

/ − =

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Logam =

µ

= X ± (t(α/2, dk) x SD / √� )

(47)

SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan (Sudjana, 2002)

2.4.7.1. Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali, dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi = slope

SB x 3

Batas kuantitasi = slope

SB x 10

Keterangan: SB = Simpangan Baku

Simpangan Baku = ( ) 2

2 −

n Yi

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kurva Kalibrasi Logam Besi, Tembaga, dan Seng

Kurva kalibrasi logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar masing-masing logam tersebut. Dengan memplotkan antara absorbansi dengan konsentrasi diperoleh persamaan garis regresi Y = 0,0353X + 0,0006 logam Fe, Y = 0,1965X - 0,0002 logam Cu, dan Y = 0.1526X - 0.0042 logam Zn.

Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dapat dilihat pada Lampiran 3. Contoh perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 4. Kurva kalibrasi larutan standar besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Logam Besi (Fe) y = 0.0353x + 0.0006

R = 0.9996

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

A

xb

so

rb

a

n

si

(49)

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Logam Tembaga (Cu)

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Seng (Zn)

Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan

serapan, dengan koefisien korelasi (r) untuk besi sebesar 0,9996; tembaga sebesar

0.9998 dan 0,9992 untuk logam seng. Nilai koefisien korelasi (r) telah memenuhi

persyaratan validasi yaitu lebih besar dari 0,999 (Lister, 2005). Kurva ini

menunjukkan korelasi positif antara konsentrasi (X) dan absorbansi (Y) yang artinya,

y = 0.1965x - 0.0002

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45

(50)

4.2. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Limit deteksi dan kuantitasi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas (Satiadarma, 2004). Dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 5 diperoleh batas deteksi untuk logam besi (Fe) adalah 0,0476 mcg/ml untuk logam tembaga (Cu) adalah 0.0051 mcg/ml, dan logam seng (Zn) sebesar 0.0577 mcg/ml.

Sedangkan batas kuantitasi dari hasil perhitungan diperoleh sebesar 0,1587 mcg/ml untuk logam besi (Fe) dan 0.0171 mcg/ml untuk logam tembaga (Cu) serta untuk logam Seng (Zn) 0.1922 mcg/ml.

Dari hasil batas deteksi dan batas kuantitasi menunjukkan bahwa nilai dari batas deteksi lebih rendah dari batas kuantitasi sebagai analit terendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dapat dikuantitasi. Dan nilai batas kuantitasi yang diperoleh tidak lebih besar dari kadar yang diperoleh.

4.3.Uji Perolehan Kembali

Akurasi prosedur ditentukan dengan uji perolehan kembali menggunakan metode adisi dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa lalu di analisis kembali. (Harmita, 2004).

(51)

Tabel 1. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng

Destruksi Basah.

N0

Konsentrasi Logam di Tambahkan

(mcg/ml)

% PEROLEHAN KEMBALI DESTRUKSI BASAH

Tabel 2. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng

Destruksi Kering

N0

Konsentrasi Logam di Tambahkan

(mcg/ml)

% PEROLEHAN KEMBALI DESTRUKSI KERING

(52)

Persen perolehan kembali tersebut menunjukkan ketepatan kerja pada saat pemeriksaan kadar logam dalam sampel. Karena ketepatan dalam kerja menunjukkan validasi dari suatu metode yang sesuai penggunaannya sehingga menghasilkan data analisis yang tepat. Menurut Harmita (2004), suatu metode dikatakan teliti jika nilai perolehan kembali antara 80%-110%.

Penelitian sebelumnya Farouq (2003) menganalisis logam Fe, Cu dan Zn dalam minyak nabati dengan menggunakan destruksi basah dan ekstraksi secara ultrasonik untuk memecah matriks dari minyak sawit. Dari penelitian tersebut di dapat recovery logam besi 97,10 % – 101,60 %, logam tembaga 96,50 % – 98,80 % dan logam seng 96,00 % – 98,70 %. Sedangkan peneliti berbeda, Chong Tsai (1978) melakukan penetapan kadar logam Fe, Cu, dan Zn pada minyak nabati dengan metode pengabuan memperoleh recovery pada logam besi 82% – 98%, logam tembaga 97% – 101% dan logam seng 99 % – 103%.

Membandingkan hasil yang diperoleh dengan data diatas maka metode yang terbaik dalam menetapkan kadar Fe, Cu, dan Zn pada CPO adalah metode destruksi kering. Karena pada uji perolehan kembali menunjukkan nilai persen perolehan kembali pada rentang nilai yang terbaik yaitu diantara 90% - 110%. Destruksi kering yang dilakukan menggunakan pelarut HNO3 5N yang

dipertahankan suhu pengarangan menggunakan bloc dryer. Penggunaan bloc dryer dalam mempertahankan suhu sangat baik karena akan diperoleh kondisi

(53)

merupakan logam yang memiliki titik leleh yang tinggi diatas 1000o

4.4. Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit C. Sehingga kemungkinan kehilangan logam akibat penguapan sebelum di analisis menggunakan spektrofotometer serapan atom sangat kecil. Oleh karena itu, metode destruksi kering dipilih sebagai metode terbaik. Selanjutnya prosedur analisis yang dikerjakan dalam penelitian ini dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk penetapan logam besi, tembaga dan seng dalam minyak sawit karena telah memenuhi persyaratan validasi metode.

Penentuan kadar logam besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi linier kurva kalibrasi larutan standar masing-masing. Hasil kadar logam dan pengujian beda nyata terkecil dari masing-masing stasiun produksi dan pabrik kelapa sawit dapat dilihat di tabel 3. Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Hasil Pengujian Beda Nyata Terkecil (BNT) digunakan untuk memudahkan penyajian data logam Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn). Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 5%. Perhitungan dan hasil Uji Beda Nyata Terkecil dapat dilihat pada Lampiran 10

(54)

kelapa sawit dimulai dari stasiun Tandan Buah Segar (TBS), Buah Rebus (BR),

Vibrating Screen (VB), Crude Oil Tank (COT) , Continous Settling Tank (CST),

Oil Purifier (OP)

Hasil Uji BNT menunjukkan bahwa : dan stasium Vacum Drier (VD).

1. Pada taraf kepercayaan 5% dengan menggunakan notasi (a,b,c) dilihat bahwa pengaruh destruksi terhadap kadar logam yang diperoleh berbeda tidak nyata dan sebahagian data berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kondisi tanah, proses penanaman, penanganan panen hingga pasca panen dan proses pengolahan dari masing-masing pabrik kelapa sawit A, B dan C yang memberikan pengaruh yang sejalan dengan perbedaan kandungan logam besi, tembaga dan seng dalam minyak kelapa sawit.

2. Pada taraf kepercayaan 5% dengan menggunakan notasi (A,B,C , ..dst) dapat dilihat bahwa pada stasiun-stasiun di unit proses produksi memberikan pengaruh beda sangat nyata terhadap hasil kadar logam baik yang dianalisi menggunakan metode destruksi basah maupun menggunakan metode destruksi kering. Hal ini dapat dilihat bahwa notasi yang diberikan pada setiap stasiun memberikan perbedaan yang sangat signifikan. Sehingga dapat disimpulkan stasiun-stasiun pada unit produksi berpengaruh terhadap terhadap hasil kadar logam.

(55)

0.0649 mg/kg; 0.0533 mg/kg. Begitu selanjutnya pada logam besi (Fe) dan seng (Zn) yang tertera pada Tabel 3 dan Tabel 4. SNI 01-0016-1998 menetapkan standar mutu logam didalam olein untuk logam maksimal Fe 5 mg/kg, dan Cu 0,4 mg/kg. Meskipun kadar logam besi, tembaga dan seng pada CPO yang diperoleh memang belum dicantumkan. Namun ketentuan yang ditetapkan terhadap kandungan logam di dalam CPO agar diperoleh logam dengan kadar serendah mungkin (Ketaren, 1986).

Pada proses produksi minyak kelapa sawit, stasiun-stasiun produksi bertujuan mendapatkan minyak yang baik, dimana minyak yang baik adalah salah satunya tidak mengandung cemaran logam.

Logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) yang terkandung dalam minyak kelapa sawit tidak hanya bersumber dari cemaran logam yang disebabkan oleh lingkungan maupun pengaruh alat dan mesin pabrik. Melainkan logam-logam tersebut dapat bersumber dari kandungan mineral dari dalam tanah sesuai daerah dan topografinya. Penggunaan pupuk dan pestisida yang mengandung logam besi, tembaga dan seng juga dapat menjadi sumber peningkatan logam didalam minyak kelapa sawit (Satyawibawa, 1992).

Pengelolaan tanaman yang kurang baik dimulai dari penanaman, penyeleksian bibit, proses memanen buah kelapa sawit hingga perlakuan pasca pemanenan sangat berpengaruh menimbulkan akumulasi peningkatan kadar logam dalam minyak kelapa sawit.

(56)

menggunakan uji beda nyata terkecil. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap perusahaan pabrik kelapa sawit dari masing-masing unit proses memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan kadar logam. Hal ini dapat dilihat pada PKS C yang secara umum memiliki kadar loham besi, tembaga dan seng terendah di banding pada PKS A dan B. Perbedaan dari ketiga pabrik kelapa sawit tersebut terhadap kadar logam besi, tembaga dan seng menurut Notohapdiprawiro (1991) dapat dipicu oleh kandungan mineral tanah atau keadaan topografi, penggunaan bahan alami untuk pupuk atau pembenah tanah serta penanganan sampah dan sisa limbah pabrik yang kurang terjaga. Selain itu ketiga pabrik juga memiliki sistem pabrikasi yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap pengolahan minyak kelapa sawit.

Pada tahap produksi minyak kelapa sawit, perusahaan dan industri pabrik kelapa sawit berupaya menghasilkan minyak sawit yang benar-benar bermutu. Namun tidak semua pabrik minyak kelapa sawit mempunyai tekhnologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan kelapa sawit (Satyawibawa, 1992). Hal ini ditunjukkan oleh kadar logam besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) yang dianalisis oleh peneliti sendiri. Pada masing-masing stasiun ditunjukkan terjadi akumulasi atau peningkatan kadar logam besi, tembaga, dan seng.

(57)

yang dihasilkan langsung bersumber dari buah sawit yang telah matang mengandung sejumlah logam besi, tembaga dan seng.

Perlakuan terhadap tandan buah segar (TBS) sebelum perebusan dan pelumatan daging buah dari biji kelapa sawit juga memiliki pengaruh terhadap peningkatan kadar logam dalam minyak. Dari ketiga PKS A, B, dan C diperoleh rerata kadar logam tembaga yakni 0,05 mg/kg, logam besi dan seng memiliki rerata 0,5 mg/kg. Hal ini di karenakan tandan buah segar sebelum di rebus akan melalui stasiun loading ramp yang merupakan tempat untuk memisahkan kotoran krikil, pasir dan sampah yang terikut dalam TBS. Namun proses memisahkan kotoran tersebut hanya dilakukan dengan menjatuhkan kotoran melalui kisi-kisi yang ditampung oleh dirt conveyer sehingga memudahkan dalam pembuangannya (Pahan, 2008). Kalau di cermati dari peristiwa di atas, maka proses tersebut tidak akan mempengaruhi kebersihan dari tandan buah segar yang diduga terkontaminasi logam berat.

Tandan buah segar (TBS) selanjutnya dikirim menuju stasiun rebusan diarahkan hingga sampai pada sterilizer. Tujuan dari perebusan tentu saja ingin menghasilkan minyak dengan kualitas yang baik dan tingkat keasaman yang rendah (Pahan, 2008). Akan tetapi kenyataannya, melalui data yang diperoleh peneliti menunjukan peningkatan kadar logam dari sebelum perebusan hingga setelah perebusan. Dugaan kuat terhadap PKS A, B, dan C terjadi akumulasi dari residu korosi yang terdapat pada bejana perebusan.

(58)

silinder yang mempunyai as putar dan dilengkapi dengan pisau – pisau pengaduk. Digester berfungsi untuk memisahkan biji (nut) dengan daging buah. Didalam

bejana digester

Setelah mengalami pengepresan selanjutnya minyak dibawa menuju stasiun pemurnian yaitu stasiun pengolahan di PKS yang bertujuan untuk melakukan pemurnian dari kotoran-kotoran, seperti padatan, lumpur, dan air (Pahan, 2008). Stasiun-stasiun pemurnian antara lain vibrating screen, crude oil tank, continous settling tank, oil purifier, dan vacuum drier.

, buah dicacah oleh pisau – pisau pengaduk sehingga daging buah dirombak menjadi lumat dan lepas dari bijinya (Pahan, 2008). Permasalahan yang terjadi adalah screw press sebagai alat untuk pengempaan dan untuk memisahkan minyak dari daging buah sering mengalami korosi dan pengikisan, sehingga menimbulkan residu logam yang bercampur dengan minyak hasil pengepresan.

Dimulai dari stasiun Tandan Buah Segar (TBS) hingga stasiun Continous Setling Tank (CST) dari data yang diperoleh menunjukkan terjadi peningkatan

logam yang merupakan akumulasi dari tiap stasiun. Seperti halnya yang ditunjukkan oleh pengaruh peningkatan logam yang ditimbulkan oleh proses perebusan dan pengepresan tandan buah segar (TBS) hingga sampai pada proses pemurnian minyak kelapa sawit.

(59)

yang terbuat dari besi yang rentan mengalami oksidasi seperti hydraulic press, alat digester, tangkai transport bejana pengeringan dan alat pendingin minyak kelapa sawit (Basyar, 1999). Pengendapan lumpur (sludge) berdasarkan perbedaan berat jenisnya dengan mempertahankan suhu pemanasan sampai 90o

Pada stasiun Oil Purifire (OP) kadar logam mengalami penurunan yang signifikan. Dari hasil tersebut diperoleh rerata kadar logam tembaga 0,056 mg/kg sampai 0,064 mg/kg dan pada logam besi dan seng diperoleh rerata kadar 0,54 mg/kg sampai 0,59 mg/kg. Hal ini disebabkan pada stasiun ini terjadi pemisahan cairan-cairan yang tidak saling bersenyawa (tidak saling melarutkan) berdasarkan berat jenisnya.

C. Pemisahan antara lumpur (sludge) dan minyak yang di hasilkan melalui metode sentrifugasi agar minyak yang dihasilkan sedapat mungkin bebas air (Fauzi, 2002).

Selanjutnya minyak dari stasiun Oil Purifire (OP) di alirkan ke stasiun Vacum Drier (VD) dengan tujuan untuk memastikan bahwa minyak yang

(60)

4.5. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Logam Besi, Tembaga, dan Seng pada Minyak Kelapa Sawit

Dilakukan uji beda nilai rata-rata secara statistik pada taraf kepercayaan 95%. Uji yang dilakukan adalah uji T dan uji F yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Hasil Uji F

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Destruksi Basah Between Groups .002 6 .000 89.014 .000

Within Groups .000 14 .000

Total .002 20

Destruksi Kering Between Groups .002 6 .000 73.142 .000

Within Groups .000 14 .000

Total .002 20

Dari tabel analisa anova dapat dilihat bahwa Fhitung metode Destruksi

Basah = 89.014 serta Fhitung metode Destruksi Kering = 73,142 dan Ftabel 3,23.Hal

ini memberikan menunjukkan bahwa Fhitung >Ftabel

Gambar

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Logam Besi (Fe)
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Seng (Zn)
Tabel 1. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Besi, Tembaga dan Seng
Tabel 5. Hasil Uji F
+7

Referensi

Dokumen terkait

The effects of dietary isoflavone supplementation using a purified extract of red clover containing approximately biochanin A 26 mg, formononetin 16 mg, daidzein 0.5 mg and genistein

In the present study in perimenopausal women, no significant differences in change in arterial distensibility of the common carotid artery could be demonstrated.. between women using

[r]

Pada hari ini, Senin tang Rapat KPP Pratama Jakarta dilaksanakan Pembukaan Fil Pembuatan backdrof dan gypsu Pasar Minggu tahun angg kesimpulan sebagai berikut:.. Jumlah Calon

[r]

Untuk mendesain suatu model sistem informasi maka diperlukan peralatan pendukung (tools Program) untuk menggambarkan bentuk sistem secara struktural dan aktual

Pembinaan Tabuh – Tabuh Lelambatan di Banjar Yang Batu Kauh Kecamatan Denpasar Timur Kota

Data penelitian yang di dapat kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS Versi 21.0.Berdasarkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana pengaruh penerapan model