• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Pembatalan Sertipikat Ganda : Studi Kasus Putusan PTUN Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Pembatalan Sertipikat Ganda : Studi Kasus Putusan PTUN Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

SERILELA MASIDAH

097011112/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SERILELA MASIDAH

097011112/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

(5)

Nama : SERILELA MASIDAH

NIM : 097011112

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT

GANDA : STUDI KASUS PUTUSAN PTUN NOMOR

53/G.TUN/2005/PTUN-MDN

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya

saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya

tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi

sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya

tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

Nama : SERILELA MASIDAH

(6)

i

oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagai tanda bukti hak sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam penerbitan sertipikat sering kali terjadi sengketa tanah yang berakibat batalnya salah satu sertipikat hak atas tanah seperti halnya yang terdapat dalam kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN. Dalam putusan tersebut terdapat adanya 2 (dua) kali penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam satu bidang tanah dengan letak, batas dan luas bidang yang sama yang terletak di Jalan Guru Sinumba II, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Berdasarkan uraian diatas adapun permasalahannya yaitu bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat ganda, bagaimana kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda, bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda.

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dan pengumpulan data dilakukan secara kualitatif yakni dengan mengadakan analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya.

Faktor-faktor penyebab terbitnya sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam perkara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172. Sedangkan yang menjadi Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yaitu untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama, jika dalam putusan Tata Usaha Negara terdapat adanya kepentingan yang dirugikan dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi. Pertimbangan Hukum Hakim berpendapat bahwa dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan telah mengandung cacat hukum, dan mengakibatkan sertipikat tersebut dibatalkan, ini disebabkan karena pihak Badan Pertanahan Nasional tidak benar-benar meneliti dan memperhatikan data fisik maupun data yuridis atas tanah yang akan diterbitkan sertipikatnya. Untuk itu Sebaiknya ketentuan lembaga Rechtsverwerking

(7)

ii

administrasi tersebut dapat dilakukan dengan adanya pembayaran ganti rugi terhadap pihak yang merasa dirugikan akibat adanya sengketa pertanahan.

(8)

iii

Minister of Land/Heads of National Land Board. As a legal document, a certificate is considered strong evidence. In the case of the issuance of certificates, land disputes frequently occur due to the cancellation of one of the land certificates as the case in the State Administrative Court No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN. In the Court’s verdict, there are two land certificates issued by Medan Land Office on a piece of land with the same site, boundary, and area, located on Jalan Guru Sinumba II, Helvetia Timur Village, Medan Helvetia Sub-district, Medan. Based on the explanation above, there are some problems which arise in this study: what factors which cause the dispute on the cancellation of the certificates after it is found out that they are doubled; to what extent the authority of the State Administrative Court in the case of the cancellation of these double certificates is; and how about the Judge’s consideration in canceling these double certificates is.

The research used a judicial normative method. The data were gathered qualitatively and analyzed by grouping and selecting the collected data from the field research according to their quality and reliability.

Some factors which bring about the issuance of the double certificates by Medan Land Office in the case No.53/G.TUN/2005/PTUN.MDN, were the giving of new right by Medan Land Office through the performance of Land Registration systematically by Adjudication Committee in which there are some violations of right and obligation of the Adjudication Committee in the process of the issuance of Land Certificate No.1172.. Meanwhile, the authority of the State Administrative Court in cancelling land certificates is stipulated in the Article 48, paragraph (1) of Law No.5/1986 on the resolution administratively of the State Administrative disputes in the first level; if in the State Administrative verdict there is someone who suffers a loss, he can file a complaint in a written form to the Court, demanding that the verdict is revoked and invalid with or without any compensation or rehabilitation. If the judge considers that the Land Certificate No.1172 at Kelurahan Helvetia Timur on April 19, 2000 by Medan Land Office is legally disabled, the certificate has to be canceled, and this is because the National Land Board has not carefully examined the physical judicial data on the land which will be certified.

It is recommended that the legal provisions in the Rechtsverwerking (the renunciation of rights) in the Government Regulation No. 24/1997 should be attached in the form of law, the Head of Land Office should effectively handle land disputes, including double certificates. In giving wrong announcements in the media, the staffs who are responsible in the land registration should have given disciplinary sanctions imposed on them so that they will be discouraged, and the administrative policy should include the compensation given to those who are inflicted loss due to the land disputes.

(9)

iv

menyusun dan menyelesaikan tesis ini, sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, adapun

judul tesis adalah “TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT

GANDA : STUDI KASUS PUTUSAN PTUN NOMOR

53/G.TUN/2005/PTUN-MDN”.

Dalam penyusunan dan menyelesaian tesis ini menyadari bahwa masih

terdapat kekurangan dan kejanggalan karena disamping faktor ilmu pengetahuan dan

penguasaan metodologi dibidang penelitian ini masih sangat terbatas, dan banyak

memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini tidak lupa menyampaikan penghargaan serta terima kasih

yang tulus kepada semua pihak yang telah turut memberikan bantuan baik secara

langsung maupun tidak langsung sejak awal menjalani perkuliahan hingga penyusun

tesis ini dan penyelesaiannya.

Dengan selesainya penulisan tesis ini menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor

(10)

v Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, dan selaku

Pembimbing Utama, yang telah begitu banyak memberikan bantuan, masukan,

arahan dan dorongan sehingga menjadi lebih baik lagi.

4. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, dan selaku Pembimbing II, yang

telah begitu sabar memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan masukan sehingga

dapat menulis dengan lebih baik lagi.

5. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Pembimbing III, yang telah begitu

sabar memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan masukan sehingga dapat

menulis dengan lebih baik lagi.

6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, dan selaku Dosen

Penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini guna

penyempurnaan tesis ini.

7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji, yang telah

(11)

vi

9. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan yang telah turut membantu penyusunan tesis

ini.

10. Seluruh staf Perpustakaan, Perpustakaan Umum, Perpustakaan Fakultas Hukum

dan Perpustakaan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan yang telah

membantu dalam menyediakan buku-buku dan bahan bacaan.

11. Teman seperjuangan yang turut memberikan bantuan pikiran dalam penyusunan

tesis ini.

12. Kedua orang tua tercinta beserta keluarga seluruhnya yang turut membantu baik

secara moral dan material.

Kiranya Allah Subahana Wata’ala, mencurahkan Rahmad dan Ridhonya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini sehingga

selesai. Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, Januari 2012

(12)

vii

Nama : Serilela Masidah Nasution

Tempat/Tanggal Lahir : Tapanuli Selatan, 05 Juni 1968

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Notaris

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Istiqomah, Kelurahan Helvetia Timur

Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.

II. PENDIDIKAN

Tahun 1981 : SD Negeri Muarasoma.

Tahun 1984 : SMP Negeri Muarasoma.

Tahun 1987 : SMA Negeri Tano Bato.

Tahun 1994 : S1 Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Padangsidimpuan.

(13)

viii

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Kerangka Konsepsi ... 32

G. Metode Penelitian ... 33

1. Spesifikasi Penelitian ... 33

2. Metode Pendekatan... 33

3. Sumber Data ... 34

4. Alat Pengumpulan Data ... 35

5. Analisis Data ... 35

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA SERTIPIKAT GANDA... 37

A. Pengertian Sengketa ... 37

(14)

ix

B. Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah... 67

C. Tinjauan Umum Peradilan Tata Usaha Negara ... 79

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA ... 82

A. Kasus Posisi Sertipikat Ganda Di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, Dalam Putusan Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN ... 82

B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Pembatalan Sertipikat Ganda ... 91

C. Analisa Kasus Sertipikat Ganda Terhadap Perkara Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 110

A. Kesimpulan... 110

B. Saran ... 111

(15)

i

oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagai tanda bukti hak sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam penerbitan sertipikat sering kali terjadi sengketa tanah yang berakibat batalnya salah satu sertipikat hak atas tanah seperti halnya yang terdapat dalam kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN. Dalam putusan tersebut terdapat adanya 2 (dua) kali penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam satu bidang tanah dengan letak, batas dan luas bidang yang sama yang terletak di Jalan Guru Sinumba II, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Berdasarkan uraian diatas adapun permasalahannya yaitu bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat ganda, bagaimana kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda, bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda.

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dan pengumpulan data dilakukan secara kualitatif yakni dengan mengadakan analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya.

Faktor-faktor penyebab terbitnya sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam perkara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172. Sedangkan yang menjadi Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yaitu untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama, jika dalam putusan Tata Usaha Negara terdapat adanya kepentingan yang dirugikan dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi. Pertimbangan Hukum Hakim berpendapat bahwa dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan telah mengandung cacat hukum, dan mengakibatkan sertipikat tersebut dibatalkan, ini disebabkan karena pihak Badan Pertanahan Nasional tidak benar-benar meneliti dan memperhatikan data fisik maupun data yuridis atas tanah yang akan diterbitkan sertipikatnya. Untuk itu Sebaiknya ketentuan lembaga Rechtsverwerking

(16)

ii

administrasi tersebut dapat dilakukan dengan adanya pembayaran ganti rugi terhadap pihak yang merasa dirugikan akibat adanya sengketa pertanahan.

(17)

iii

Minister of Land/Heads of National Land Board. As a legal document, a certificate is considered strong evidence. In the case of the issuance of certificates, land disputes frequently occur due to the cancellation of one of the land certificates as the case in the State Administrative Court No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN. In the Court’s verdict, there are two land certificates issued by Medan Land Office on a piece of land with the same site, boundary, and area, located on Jalan Guru Sinumba II, Helvetia Timur Village, Medan Helvetia Sub-district, Medan. Based on the explanation above, there are some problems which arise in this study: what factors which cause the dispute on the cancellation of the certificates after it is found out that they are doubled; to what extent the authority of the State Administrative Court in the case of the cancellation of these double certificates is; and how about the Judge’s consideration in canceling these double certificates is.

The research used a judicial normative method. The data were gathered qualitatively and analyzed by grouping and selecting the collected data from the field research according to their quality and reliability.

Some factors which bring about the issuance of the double certificates by Medan Land Office in the case No.53/G.TUN/2005/PTUN.MDN, were the giving of new right by Medan Land Office through the performance of Land Registration systematically by Adjudication Committee in which there are some violations of right and obligation of the Adjudication Committee in the process of the issuance of Land Certificate No.1172.. Meanwhile, the authority of the State Administrative Court in cancelling land certificates is stipulated in the Article 48, paragraph (1) of Law No.5/1986 on the resolution administratively of the State Administrative disputes in the first level; if in the State Administrative verdict there is someone who suffers a loss, he can file a complaint in a written form to the Court, demanding that the verdict is revoked and invalid with or without any compensation or rehabilitation. If the judge considers that the Land Certificate No.1172 at Kelurahan Helvetia Timur on April 19, 2000 by Medan Land Office is legally disabled, the certificate has to be canceled, and this is because the National Land Board has not carefully examined the physical judicial data on the land which will be certified.

It is recommended that the legal provisions in the Rechtsverwerking (the renunciation of rights) in the Government Regulation No. 24/1997 should be attached in the form of law, the Head of Land Office should effectively handle land disputes, including double certificates. In giving wrong announcements in the media, the staffs who are responsible in the land registration should have given disciplinary sanctions imposed on them so that they will be discouraged, and the administrative policy should include the compensation given to those who are inflicted loss due to the land disputes.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan adanya perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum

dalam bidang pertanahan berarti bahwa setiap warga negara Indonesia dapat

menguasai tanah secara aman dan mantap.1Penguasaan yang mantap berarti ditinjau dari aspek waktu/lamanya seseorang dapat mempunyai/menguasai tanah sesuai

dengan isi kewenangan dari hak atas tanah tersebut, sedangkan penguasaan secara

aman berarti si pemegang hak atas tanah dilindungi dari gangguan baik dari sesama

warga negara dalam bentuk misalnya penguasaanillegalataupun dari penguasa. Hak atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegangnya untuk

memakai suatu bidang tanah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan tertentu.

Sedangkan tujuan pemakaian tanah pada hakekatnya ada 2 yaitu :

1. Untuk diusahakan misalnya untuk Pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan.

2. Tanah dipakai sebagai tempat membangun misalnya bangunan gedung, lapangan,

jalan, dan lain-lain.2

Hak atas tanah dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik

sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

1

Arie Sukanti Hutagalung, Analisa Yuridis Keppres 55 Tahun 1993,(Diklat DDN: Jakarta,2001), halaman 1.

2Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

(19)

Hak-hak atas tanah dimaksud memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang

bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada di

atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan

penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut Undang-Undang Pokok Agraria

dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Didalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka

harus sejalan dengan kontitusi yang berlaku di Negara kita yaitu Undang-Undang

Dasar 1945. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945, yang menegaskan bahwa

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan tanah khususnya yang berkaitan

dengan pengelolaan penguasaan dan hak-hak atas tanah dan pengaturan dalam rangka

membangun kehidupan masyarakat yang aman dan adil, diperlukan lembaga yang

berhak memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah dan pelayanan

untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan tanah. Lembaga yang dimaksud adalah

Badan Pertanahan Nasional (BPN). Badan Pertanahan Nasional dibentuk dalam

rangka melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pertanahan, melaui Peraturan

Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006 Tanggal 11 April 2006 tentang Badan

Pertanahan Nasional, dimana dalam Perpres tersebut BPN merupakan Lembaga

Pemerintah Non Departemen (LPND) yang merupakan instansi vertikal. Berdasarkan

Perpres tersebut BPN diberikan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara

(20)

Salah satu tugas pemerintahan yang diemban oleh BPN adalah melaksanakan

pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu melaksanakan

pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia dalam rangka menjamin kepastian

hukum mengenai letak, batas dan luas tanah, status tanah dan subyek yang berhak

atas tanah dan pemberian surat berupa sertipikat yang dilakukan terhadap obyek

pendaftaran tanah yang belum didaftar. Selain UUPA juga diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.

Menurut Badan Pertanahan Nasional jumlah bidang-bidang tanah diwilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini tidak kurang dari 80 juta bidang.

Apabila mempertimbangkan pokok-pokok tujuan dari UUPA diatas, jelas bahwa

semestinya terhadap 80 juta bidang tanah tersebut, telah dapat diberikan kepastian

hukumnya bagi para pemilik bidang tanah yang bersangkutan. Namun, kenyataan

yang ada nampaknya tidaklah demikian, sebab pencapaian dari pendaftaran tanah

yang dilakukan hingga saat ini baru berkisar 30 juta sertipikat bidang tanah.3

Dengan demikian masih jauh lebih banyak bidang-bidang tanah diwilayah

Indonesia ini yang belum memiliki kepastian hukum. Hal ini menunjukkan bahwa

betapa besarnya beban yang ditanggung oleh UUPA untuk mengentaskan

3 Badan Pertanahan Nasional, Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,

(21)

ketidakpastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi para pemilik tanah di

Indonesia. Apabila jumlah bidang tanah yang telah terdaftar (bersertipikat) tersebut

dihitung dalam kurun waktu 45 tahun, maka rata-rata hasil pendaftaran tanah yang

dilakukan setiap tahun hanya berkisar 650.000 bidang. Selanjutnya apabila

diasumsikan pada masa yang akan datang rata-rata tingkat kinerja pendaftaran tanah

ini sama dengan masa sebelumnya, maka sisa bidang tanah yang belum memiliki

kepastian hukum diseluruh persada nusantara ini akan selesai dalam jangka waktu 75

tahun dari sekarang.4

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut, maka dapat

diringkas bahwa Kepastian Hukum mengenai hak-hak atas tanah sebagaimana yang

diamanatkan UUPA mengandungdua dimensi yaitu kepastian obyek hak atas tanah dan kepastian subyek hak atas tanah. Salah satu indikasi kepastian obyek hak atas

tanah ditunjukkan oleh kepastian letak bidang tanah yang berkoordinat georeferensi

dalam suatu peta pendaftaran tanah, sedangkan kepastian subyek diindikasikan dari

nama pemegang hak atas tanah tercantum dalam buku pendaftaran tanah pada instansi

pertanahan. Secara ringkas, salinan dari peta dan buku pendaftaran tanah tersebut

dikenal dengan sebutan sertipikat tanah. Namun demikian dalam prakteknya,

kepastian hukum hak atas tanah ini kadangkala tidak terjamin sebagaimana yang

diharapkan.

Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus sertipikat ganda yaitu sebidang

tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan

(22)

oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari terbitnya sertipikat ganda

tersebut menimbulkan sengketa antara para pihak, dan untuk membuktikan jaminan

kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan.

Masalah tanah dilihat dari segi yuridisnya saja merupakan hal yang tidak

sederhana pemecahannya. Kesamaan terhadap konsep sangat diperlukan agar terdapat

kesamaan persepsi yang akan menghasilkan keputusan yang solid dan adil bagi

pihak-pihak yang meminta keadilan. Persamaan yang memerlukan persamaan

persepsi tersebut misalnya berkenaan antara lain dengan sertipikat sebagai tanda bukti

hak atas tanah, berkenaan dengan kedudukan sertipikat tanah, sertipikat yang

mengandung cacat hukum dan cara pembatalan dan atau penyelesaiannya.5

Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan memerlukan

tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara

konsisten, serta penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. Dengan tersedianya

perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan dengan mudah

mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan

menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak,

kewajiban, serta larangan-larangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan

hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang

5 Maria S.W.Sumardjono,Kebijakan Pertanahan antara Regulasi & Implementasi, (Jakarta,

(23)

bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan

penggunaan tanah yang dipunyainya.6

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1961, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang

pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu

bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan

kepastian hukum dibidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif,

tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda

bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.7

Sertipikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi

data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan

atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis (keterangan

tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan

hak-hak pihak-hak lain, serta beban-beban yang ada diatasnya). Dengan memiliki sertipikat,

maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subyek hak dan

obyek haknya menjadi nyata. Bagi pemegang hak atas tanah, memiliki sertipikat

mempunyai nilai lebih. Sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis, sertipikat

6 Boedi Harsono (b), Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Djambatan, 2005), halaman 69.

7 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999,

(24)

merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya harus dianggap benar sampai

dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat bukti yang lain.8

Jaminan kepastian hukum pendaftaran tanah atau kebenaran data fisik dan

data yuridis bidang tanah dalam sertipikat, sangat tergantung pada alat bukti

kepemilikan tanah yang digunakan dasar bagi pendaftaran tanah. Didalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 telah diatur penentuan alat-alat bukti untuk menentukan

adanya hak-hak atas tanah secara jelas dan mudah dilaksanakan serta memberikan

kepastian hukum bagi pemilik hak yang bermaksud mendaftarkan haknya. Alat bukti

pendaftaran tanah dimaksud adalah alat bukti hak baru dan alat bukti hak lama.

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya sertipikat, yang

merupakan outputpendaftaran tanah, terbuka kesempatan untuk memperoleh haknya kembali dengan menunjukkan bukti-bukti kepemilikan yang sah melalui pengajuan

gugatan ke lembaga peradilan. Gugatan dapat diajukan ke peradilan umum atau ke

peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan materi gugatan dan kompetensi

masing-masing peradilan. Dalam kapasitasnya, peradilan mengeluarkan keputusan mengenai

status hukum terhadap subyek maupun obyek bidang tanah yang digugat tersebut.

Apabila pemberian hak atas tanah oleh pejabat yang berwenang dirasa merugikan

maka dalam gugatan dapat diminta untuk dibatalkan, hal ini dimungkinkan karena

sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia yaitu sistem negatif bertendensi

positif yang berarti pemegang hak yang sebenarnya dilindungi dari tindakan orang

(25)

lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak sebenarnya. Ciri

pokok dari sistem negatif bertendensi positif ini adalah pendaftaran tanah tidak

menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar adalah pemilik sebenarnya. Nama dari

pemegang hak sebelumnya dari mana pemohon hak memperoleh tanah tersebut untuk

kemudian didaftarkan merupakan mata rantai dari perbuatan hukum dalam

pendaftaran hak atas tanah.9

Sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang kuat, dalam

arti selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan yuridis yang

dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar dalam

perbuatan hukum maupun dalam sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut

sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah, karena sesuai

Undang-Undang Pokok Agraria, sertipikat hak atas tanah menggunakan sistem

publikasi negatif. Oleh karena demikian, sedapat mungkin data fisik maupun data

yuridis yang tertuang dalam surat keterangan kepala desa/lurah merupakan data yang

sebenarnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Diharapkan administrasi pertanahan

juga dilaksanakan di instansi terbawah dengan tertib, ditingkat desa/kelurahan,

sehingga walaupun terdapat pergantian pejabat, data yang pernah dikeluarkan kepala

desa/lurah terdahulu tetap menjadi acuan dan menjadi sinkron dengan data yang

dikeluarkan kepala desa/lurah berikutnya. Perlu ada kehati-hatian dalam penerbitan

Surat Keterangan Tanah, karena dengan meningkatnya kegiatan pembangunan dan

9A.P. Parlindungan,Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA,

(26)

jumlah serta mobilitas penduduk, permasalahan tanah makin meningkat. Hal itu juga

disebabkan kebutuhan tanah makin meningkat, sedangkan luas tanah yang tersedia

tidak bertambah, dan sebagian besar belum didaftar dan belum ada bukti haknya.

Peran kepala desa/lurah sangat besar dalam turut mengurangi adanya

sengketa tanah, karena selama ini jika ada sengketa tanah yang selalu menjadi

instansi yang tergugat pihak BPN selaku penerbit sertipikat. Penggugat tidak melihat

dan tidak tahu bahwa dalam proses pendaftaran tanah banyak pihak yang berperan.

Ketika terjadi sengketa tanah akibat dari data awal yang tidak benar, karena faktor

kesengajaan atau tidak, ujung-ujungnya masyarakat atau pihak yang merasa

dirugikan akan menderita, karena sengketa tersebut memakan waktu lama.

Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) dibidang pertanahan antara siapa dengan siapa, badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, guna

kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan

dimaksud antara lain dapat diberikan respon/reaksi/penyelesaian kepada yang

berkepentingan (masyarakat dan pemerintah).

Negara hukum atau rechtstaat secara mendasar merupakan cita-cita hukum sekaligus sebagai landasan dasar bagi seluruh tindakan dan keputusan yang dilakukan

oleh aparatur yang tersusun dalam setiap lembaga-lembaga negara. Menurut

(27)

kebijakan dapat diawasi oleh lembaga peradilan. Peradilan Tata Usaha Negara dalam

konteks penegakan negara hukum merupakan saranacontrol on the administration.10 Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana tercantum pada

Pasal 47 Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah dirubah dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya

disebut Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara) mengatur bahwa Pengadilan

Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Tugas dan wewenang pengadilan yang

diberikan oleh undang-undang itu menunjukkan bahwa pada dasarnya Pengadilan

Tata Usaha Negara memiliki kewenangan untuk memeriksa, memutus dan

menyelesaikan seluruh sengketa yang berkaitan dengan terbitnya Keputusan Tata

Usaha Negara.

Seperti halnya dapat kita lihat dalam Putusan PTUN No.

53/G.TUN/2005/PTUN-MDN, terdapat adanya 2 (dua) sertipikat dalam satu bidang

tanah yaitu sertipikat Hak Milik nomor 672/Helvetia Timur tertanggal 01 Agustus

1998 terdaftar atas nama Firman Fantas Asalan Siregar dan Sertipikat Hak Milik

Nomor 1172/Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 terdaftar atas nama Damaris

Sinta Taruli Br. Hutabarat. Dalam hal ini, Firman Fantas Asalan Siregar memperoleh

tanah tersebut berdasarkan pelepasan hak yang dilakukan Salim Lumbanbatu dengan

Firman Fantas Asalan Siregar didasarkan pada alas hak Surat Keterangan Tanah

10 A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Bandung : PT. Eresco,

(28)

(SKT) yang diketahui oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Kota

Medan No. 185/AKT/MS/1975 tertanggal 12 Desember 1975 serta Surat Keterangan

No. 413/SKT/XI/M/1985 yang dikeluarkan oleh Lurah Helvetia Kecamatan Medan

Sunggal tentang batas-batas penguasaan tanah dan Surat Keterangan Bebas dari

Silang Sengketa tertanggal 14 Nopember 1985 (berdasarkan surat-surat keterangan

diatas Penggugat Firman Fantas Asalan Siregar pada tahun 1998 mengajukan

permohonan Sertipikat Hak Milik Nomor 672 atas obyek tanah dimaksud kepada

Tergugat dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Medan). Sedangkan Damaris Sinta

Taruli Br. Hutabarat memperoleh tanah tersebut berdasarkan alas hak yang diberikan

Kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera

Utara kepada suaminya Salim Lumbanbatu (Alm) berdasarkan Akte Ganti Rugi

Nomor 144/1973 tanggal 26 Mei 1973 yang disaksikan oleh Kepala Kampung

Helvetia, Kecamatan Sunggal dilampiri dengan Gambar Situasi pembagian tanah

yang disalin sesuai aslinya tanggal 20 Juni 1974. Dalam kasus tersebut Majelis

Hakim memutuskan bahwa Sertipikat Hak Milik Nomor 1172/Helvetia Timur atas

nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat dinyatakan batal demi hukum.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat

(29)

2. Bagaimana Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan

sertipikat ganda?

3. Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengkaji faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat

ganda.

2. Untuk mengkaji Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan

sertipikat ganda.

3. Untuk mengkaji Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat

ganda.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran

dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya

mengenai pertanahan.

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang

akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini

dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah

(30)

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang

ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan

judul mengenai Tinjauan Yuridis Pembatalan Sertipikat Ganda : Studi Kasus Putusan

PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN. Oleh karena itu, berkeyakinan bahwa

judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas.

Memang pernah penelitian sebelumnya yang membahas tentang sertipikat hak atas

tanah, yang dilakukan oleh :

Aminagia Femindonta G, Nim 067011017, Mahasiswa Program Studi Magister

Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2008 dengan

judul : “ Kajian Yuridis Atas Keberadaan Sertipikat Ganda dan Sertipikat Palsu :

Penelitian di Kantor Pertanahan Kota Medan”. Adapun permasalahan yang diteliti

adalah :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sertipikat ganda dan sertipikat

palsu atas tanah di masyarakat?

2. Bagaimana akibat hukum dengan terjadinya sertipikat ganda dan sertipikat palsu

atas tanah di masyarakat?

3. Bagaimanakah upaya hukum dari kantor pertanahan jika terjadi sertipikat ganda

dan sertipikat palsu atas tanah di masyarakat?

Apabila diperhadapkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitan ini

maka permasalahan yang diteliti adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini dapat

(31)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai

landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan

postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam,11 sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa

dan sistem peradilan para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan

mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah

warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat

melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup

masyarakat.12

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan

hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang luas.13Sedangkan kerangka teori pada penelitian hukum sosiologis/empiris merupakan kerangka teoritis berdasarkan pada

kerangka acuan hukum karena tanpa ada acuan hukum maka penelitian tersebut

hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum.14

Teori yang murni tentang hukum merupakan teori hukum positif. Hal itu

merupakan suatu teori hukum positif umum, dan bukan mengenai suatu tertib hukum

11 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum (legal Theory) diterjemahkan oleh Mohamad

Arifin, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), halaman 2.

12 Jujun S. Suryasumantri,Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan, 1999), halaman 237.

13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta

1984, halaman 126.

(32)

khusus. Teori tadi merupakan teori umum tentang hukum, yang bukan merupakan

suatu penafsiran terhadap kaidah-kaidah hukum nasional tertentu atau kaidah-kaidah

hukum internasional, akan tetapi hal itu memberikan suatu teori penafsiran.15

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi, 16 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu

kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan

teoritis.18

Teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaktis yaitu

mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya

dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk

meramalkan dan menjelaskan fenomena yang dihadapi.19 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta

menjelaskan gejala yang diamati dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian

normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

Menurut D.H.M.Meuwissen, hukum bukanlah gejala yang netral, yang

semata-mata merupakan hasil rekaan bebas manusia, tetapi berada dalam jalinan yang

15 Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, (Bandung : Alumni, 1985),

halaman 1.

16J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta :

FE-UI, 1996), halaman 203.

17

Ibid, halaman 16.

18

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Bandar Maju, 1994), halaman 80.

19Snelbecker, dalam Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja

(33)

sangat erat dengan masalah-masalah dan perkembangan kemasyarakatan. Pada satu

sisi, hukum dapat dijelaskan dengan bantuan faktor-faktor kemasyarakatan, pada sisi

lain gejala-gejala kemasyarakatan dapat dijelaskan dengan bantuan hukum.20

Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum,

yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai

kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan

menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya

kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut,

masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib

apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia.21

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang

diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian

hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum

bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.22 Pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya yang terus meningkat, ternyata

tidak mampu diimbangi oleh suplai tanah, sehingga membawa konsekuensi yang

20 Satjipto Rahardjo, Teorisasi Hukum, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta,

2004), halaman 69-70.

21

Sudarsono,Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta : Rineka Cipta, 1995) halaman 49-50.

22 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty,

(34)

sangat serius terhadap pola hubungan antara tanah dengan manusia, dan hubungan

antara manusia dengan manusia yang berobyek tanah.23

Ketidakseimbangan itu akan semakin timpang atau bahkan didaerah tertentu

terjadi polarisasi penguasaan tanah apabila mekanisme penguasaan tanah tidak segera

mendapatkan regulasi untuk mencegahnya. Berhubung kebutuhan manusia yang

harus dipenuhi oleh tanah, baik sebagai basis dari terciptanya kebutuhan itu ataupun

sebagai faktor produksi akan terus meningkat, meskipun seandainya pertumbuhan

penduduk Indonesia akan berhenti pada titik zero population growth. Maka muncul beragam individu atau lembaga berbadan hukum yang sangat rakus tanah yang selalu

berupaya dengan segala kemampuannya untuk menguasai, mengumpulkan tanah

orang-orang lemah yang dihimpit oleh jeratan kemajuan ekonomi.

Keserakahan yang dibiarkan bergerak bebas itu terus mendesak dan

mengkondisikan orang lain menjadi miskin dan lapar tanah, bahkan menyerobot atau

menduduki tanah liar, tanah terlantar dan tanah negara tanpa alas hak yang cukup

kuat. Ia juga mengkondisikan orang miskin itu untuk hidup kumuh,

berdesak-desakan, ditanah yang telah jenuh dan menolak kehadirannya. Atau bahkan

mengkondisikan orang-orang marjinal itu untuk terpaksa merusak dalam mengolah

tanah, meskipun produktivitasnya terus menurun.24

23

Ali Sofwan Husein,Konflik Pertanahan, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997), halaman 40.

24Ali Sofwan Husein,Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,

(35)

Filosofi dari suatu peralihan hak (istilah yang lazim dipergunakan dalam

hukum tanah) yang sifatnya derivatif seperti jual beli, tukar menukar, hibah adalah merupakan suatu peristiwa hukum (rechtsfeit) berupa berpindah atau beralihnya suatu hak kepemilikan (hak atas tanah) disebabkan adanya perbuatan atau tindakan hukum

jual beli, tukar menukar dan hibah.

Didalam hukum perdata perbuatan hukum pemindahan atau peralihan hak

kepemilikan atas tanah seperti jual beli, tukar menukar atupun hibah masuk dalam

wilayah hukum perjanjian yang melahirkan suatu perikatan. Ketentuan hukum

perjanjian pemindahan atau peralihan hak kepemilikan atas tanah harus dibuktikan

dengan suatu akta yang merupakan alat dan tanda bukti adanya suatu peralihan atau

pemindahan hak kepemilikan atas tanah bagi pemegang haknya sesuai Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( disingkat dengan PP

No. 24 Tahun 1997). Suatu perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak

kepemilikan harus memenuhi persyaratan agar perbuatan hukum pemindahan hak

kepemilikan atas tanah yang merupakan bagian dari suatu perjanjian menjadi sah

menurut hukum.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah :

1. Adanya kesepakatan (toesteming) dari para pihak.

Hal ini merupakan cerminan dari asaskonsensualitas,arti bahwa perjanjian sudah sah bila sudah adanya kata sepakat dari para pihak (consensus). Menurut Subekti, asas konsensualisme pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.25 Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan sesuatu formalitas. Kesepakatan artinya bahwa

(36)

perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian pemindahan hak atas tanah harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri merupakan syarat pertama untuk sahnya perjanjian atau persetujuan pemindahan atau peralihan hak atas tanahnya. Menjadi tidak sah perjanjian tersebut bila terjadi adanya paksaan (dwang), kekhilafan atau kekeliruan (dwaling) atau adanya penipuan atau tipu muslihat (bedrog).

2. Adanya kecakapan dari pihak yang membuat perjanjian.

Perbuatan atau tindakan hukum kedua belah pihak dalam melakukan perjanjian pemindahan hak atas tanah haruslah cakap bertindak menurut hukum sebagaimana ditentukan Undang-Undang. Dalam hukum, ukuran orang yang dianggap cakap dalam melakukan perbuatan hukum adalah sudah dewasa atau sudah kawin, sehat akal pikiran yang tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu. Dalam hukum ada beberapa golongan yang oleh hukum tidak cakap yakni orang yang masih dibawah umur (minderjarigheid), orang dibawah pengampuan atau pengawasan. Ketentuan Pasal 1330 BW ini dicabut berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. SEMA No. 3 tahun 1963. Bila terjadi perjanjian dengan mereka yang masuk dalam golongan ini maka akibat hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

3. Ada obyek tertentu yang menjadi obyek perjanjian (onderwerp der overeenkomst).

Artinya, suatu perjanjian harus jelas jenisnya, berupa apa wujudnya dan sebagainya. Tujuannya untuk menetapkan persyaratan dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

4. Adanya hal (causa = Latin atau Oorzaak=Belanda) yang tidak dilarang (geoorloofde oorzaak), bahwa suatu perjanjian harus adanya suatu kausa (oorzaak) yang tidak dilarang, artinya sebab yang diperbolehkan oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan hukum atau kesusilaan (Pasal 1320 BW).

UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan,

peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah yang bertujuan

terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan tanah untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk tujuan tersebut adalah

mengenai kepastian hak atas tanah yang menjadi dasar utama dalam rangka kepastian

(37)

Kepastian hukum mengenai obyek hak tergantung dari kebenaran data yang

diberikan pemohon hak dan adanya kesepakatan batas-batas tanah dengan pemilik

berbatasan (contradictoire delimitatie) yang secara fisik ditandai pemasangan patok-patok batas tanah di lapangan. Hak atas sebidang tanah disamping pemegang haknya,

juga terkait kepentingan pihak lain termasuk masyarakat. Keterkaitan pihak lain dapat

secara langsung misalnya dalam hubungan penggunaan, atau jaminan dan lain-lain.

Dalam hal kepastian hukum subyek hak atas tanah, pemegang hak

mempunyai kewenangan untuk berbuat atas miliknya, sepanjang tidak bertentangan

dengan undang-undang atau melanggar hak atau kepentingan orang lain. Disamping

hak-hak dan kewenangan-kewenangan yang dimiliki tersebut, juga melekat

kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat. Didalam

menikmati hak-hak dan kewenangan-kewenangannya, pemilik membutuhkan

ketenangan dan perlindungan hukum yang lahir dari adanya kepastian hukum hak

atas tanahnya.

Sehubungan dengan hal itu, unsur-unsur hukum yang harus dipenuhi dalam

rangka pendaftaran dan penerbitan sertipikat hak atas tanah, yaitu unsur hukum

tertulis. Hukum tertulis dijumpai dalam bentuk peraturan perundang-undangan

(undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri,

(38)

ditegaskan dalam penjelasannya bahwa sebagai Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, pada pokoknya bertujuan :26

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan

merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi

negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan

makmur.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam

hukum pertanahan.

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak

atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dasar-dasar tersebut merupakan manifestasi

dari prinsip dasar yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar

1945 yang menegaskan, ”Bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung

dalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pendaftaran tanah27 merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti

26 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, (Jakarta : Kencana, 2010),

halaman 1.

27Dalam Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa : pendaftaran tanah

(39)

kepemilikan hak atas tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut

sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran

tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19

UUPA dinyatakan sebagai berikut :28

1. Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peraliha hak-hak tersebut,.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial dan ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Dalam pendaftaran tanah terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar

dalam melakukan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas

sederhana,29aman,30terjangkau,31mutakhir32dan terbuka.

28

Supriadi,Hukum Agraria, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), halaman 152.

29 Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksud agar ketentuan-ketentuan pokoknya

maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah.

30 Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu

diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

31 Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan,

khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.

32 Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan

(40)

Sejalan dengan asas yang terkandung dalam pendaftaran tanah, maka tujuan

yang ingin dicapai dari adanya pendaftaran tanah tersebut diatur lebih lanjut pada

Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan pendaftaran tanah bertujuan :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang

hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar

agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang

bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk

pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam

mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan

rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 di atas, A.P. Parlindungan mengatakan bahwa :33 a. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya

diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

b. Dizaman informasi ini maka kantor pertanahan sebagai kantor digaris depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan dimana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut

mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut pula dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, dan itulah yang berlaku pula pada asas terbuka.

33 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (Berdasarkan PP No. 24 Tahun

(41)

bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah/bangunan yang ada.

c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.

Maka dalam hal ini dibutuhkan kinerja yang baik dari Badan Pertanahan

Nasional (BPN) selaku Instansi yang melaksanakan tugas Pemerintahan dibidang

pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Adapun syarat yang dipenuhi agar

pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah :

1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara

kadasteral yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan

batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum.

2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan

pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.

3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap

perubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam

daftar umum.

Terhadap peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran tersebut dapat

dikatakan memenuhi kaedah yuridis apabila bidang tanah yang dipetakan

batas-batasnya telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam

penunjukan batas oleh pemilik dan pihak-pihak yang berbatasan (Pasal 17 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal

18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) dan diumumkan secara langsung

(42)

menyampaikan keberatannya (Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997).

Sedang daftar umum bidang tanah disediakan pada Kantor Pertanahan yang

menyajikan data fisik dan data yuridis bidang tanah yang terdiri dari peta pendaftaran,

daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama (Pasal 33 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997), setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data

fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam daftar umum (Pasal 34 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Dengan adanya pendaftaran tanah dan penerbitan sertipikat, maka akan

tercapailah kepastian hukum akan hak-hak atas tanah, karena data yuridis dan data

fisik yang tercantum dalam sertipikat tanah tersebut diterima sebagai data yang benar

adalah baik dalam melaksanakan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam

berperkara di pengadilan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jaminan kepastian hukum dalam

pendaftaran tanah adalah pemerintah menjamin bahwa pemegang hak (subyek)

benar-benar berhak atau mempunyai hubungan hukum dengan tanahnya (obyeknya),

dibuktikan dengan adanya pembukuan data yuridis dan data fisik bidang tanah yang

diterima sebagai data yang benar dan didukung dengan tersedianya peta hasil

pengukuran secara kadasteral, daftar umum bidang-bidang tanah yang terdaftar dan

terpeliharanya daftar umum tersebut dengan data yang mutakhir serta kepada

pemegang hak diberikan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang

(43)

Secara prosedural, pemberian hak atas tanah yang dikaitkan dengan ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terlebih dahulu dilakukan pengukuran

dan pemetaan, kegiatan pengukuran dan pemetaan berdasarkan Pasal 14 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi :

1. Pembuatan peta dasar pendaftaran.

2. Penetapan batas bidang-bidang tanah.

3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran.

4. Pembuatan daftar tanah.

5. Pembuatan surat ukur.

Terhadap ketentuan dalam proses pemberian hak tersebut yang penting

menyangkut pemeriksaan tanahnya oleh Panitia/Tim/Petugas yang dibentuk untuk

itu. Panitia yang dibentuk untuk melakukan pemeriksaan tanah diatur dalam

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia

Pemeriksaan Tanah jo Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12

Tahun 1992 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksaan Tanah.

Dalam ketentuan tersebut terdapat 4 (empat) lembaga yang diberi tugas

melakukan pemeriksaan tanah (termasuk penelitian dan pengkajian data fisik dan data

yuridis bidang tanah baik di lapangan maupun di kantor), yakni :

1. Panitia Pemeriksaan Tanah A (Panitia A) dalam rangka penyelesaian permohonan

pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara, Hak

(44)

2. Panitia Pemeriksaan Tanah B (Panitia B), dalam rangka penyelesaian

permohonan pemberian, perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha.

3. Tim Peneliti Tanah (Tim Peneliti), dalam rangka penyelesaian permohonan

pemberian hak atas tanah-tanah instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

4. Petugas Pemeriksaan Tanah (Petugas Konstatasi), dalam rangka pemberian hak

atas tanah yang berasal dari tanah yang sudah terdaftar dan perpanjangan serta

pembaharuan hak atas tanah, kecuali Hak Guna Usaha.

Pada dasarnya pendaftaran hak atas tanah menimbulkan hubungan hukum

pribadi antara seseorang dengan tanah, sebagaimana pendapat Pitlo yang dikutip

Abdurrahman berikut ini:

Pada saat dilakukannya pendaftaran tanah, maka hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah diumumkan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum, sejak saat itulah pihak-pihak ketiga dianggap mengetahui adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya dimaksud, untuk mana ia menjadi terikat dan wajib menghormati hal tersebut sebagai suatu kewajiban yang timbul dari kepatutan.34

Hak atas tanah (HAT) adalah hak perorangan atas suatu bidang tanah yang

memberi wewenang untuk menggunakan tanah,35baik untuk ditanami maupun untuk dibangun. Hak atas tanah itu diakui dalam Pasal 4 ayat 1-2 UUPA yaitu :

“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 2

ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,

34 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), halaman 23.

35 Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk

(45)

yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang lain serta

badan-badan hukum (ayat 1).

Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang

untuk menggunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air

serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar untuk kepentingan yang langsung

berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut

undang-undang dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (ayat 2).

Pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah :36

”Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara/pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tettentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.

Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah:

"Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pembukuan dan penyajian data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya."

Dengan adanya pendaftaran tanah ini barulah dapat dijamin tentang hak-hak

seseorang diatas tanah. Pihak ketiga secara mudah dapat melihat hak-hak apa atau

beban apa yang terletak diatas bidang tanah. Hal ini berarti terpenuhi syarat-syarat

36Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

(46)

tentang pengumuman (openbaarheid), yang merupakan salah satu syarat melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan.37

Konsep pendaftaran tanah yang baik itu harus dapat mengakomodir

pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, yang mana dalam hal itu

dibutuhkan faktor penunjang tercapainya cita-cita pendaftaran tanah sesuai yang

diharapkan oleh rakyat Indonesia, maka oleh karena itu diperlukan ketersediaannya

perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten

dan yang terakhir adalah terciptanya penyelenggaraan pendaftaran tanah yang

efektif.38

Keberadaan PP Nomor 24 Tahun 1997 ini memberikan nuansa yang sangat

berbeda dengan PP Nomor 10 Tahun 1961. PP Nomor 24 Tahun 1997 berusaha

memberikan kepastian hukum terhadap pemilik atau yang menguasai tanah untuk

melakukan pendaftaran tanah. Hal ini terlihat dengan adanya sistem pendaftaran

tanah secara sporadik dan sistem pendaftaran secara sistematik. Dalam pendaftaran

tanah yang dilakukan dengan cara sporadik yaitu pendaftaran mengenai bidang tanah

37

Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung : Citra Aditya, 1993), halaman 47.

38

Boedi Harsono menjelaskan, bahwa pada tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 57 tahun 1997, sedang penjelasannya dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 369. dalam mengkomentari atas diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, beliau menambahkan bahwa belum tersedia hukum tertulis yang lengkap dan jelas. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan :

(47)

tertentu atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara

individual atau massal.

Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah yang

melibatkan pemerintah (Badan Pertanahan Nasional) sebagai pelaksana dibantu oleh

panitia independen. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 8 PP Nomor 24 Tahun 1997

dinyatakan sebagai berikut :

a. Dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan

dibantu oleh sebuah panitia ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau pejabat

yang ditunjuk.

b. Susunan panitia ajudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

1. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan

pengetahuan dibidang pendaftaran tanah.

2. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan

pengetahuan dibidang hak-hak atas tanah.

3. Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang pamong

desa/kelurahan yang ditunjuknya.

c. Keanggotaan panitia ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang

sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang

tanah di wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan.

d. Dalam melaksanakan tugasnya, panitia ajudikasi dibantu oleh satuan tugas

pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan

(48)

Kegiatan ajudikasi dalam pendaftaran tanah adalah untuk pendaftaran tanah

yang pertama sekali merupakan prosedur khusus yang prosesnya dilakukan pada

pemberian status hukum atas bagian-bagian tanah yang benar-benar oleh pemilik

yang berwenang. Pada Pasal 1 ayat 8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

disebutkan ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses

pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan

kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran

tanah untuk keperluan pendaftarannya.

Tugas ajudikasi sebenarnya adalah tugas lembaga peradilan yakni

memberikan keputusan atau putusan. Namun ditemukan dalam pendaftaran tanah

diberikan kepada tugas eksekutif. Sehingga pada intinya tugas ini adalah disamping

tugas investigasi yang meneliti dan mencari kebenaran formal bukti yang ada, juga

adalah tugas justifikasi yakni membuat penetapan dalam pengesahan bukti yang

sudah ditelitinya tersebut. Dengan kata lain, pihak eksekutif (sebagai pelaksana)

pendaftaran tanah akan meneliti kebenaran bahwa data-data yuridis awal yang

dimiliki oleh pemegang tanah tersebut. Lalu setelah kebenaran bukti-bukti itu

diperiksa dengan seksama kemudian di akuilah, ditetapkan dan disahkan oleh tim

ajudikasi sebagai alat bukti awal untuk dijadikan sebagai bukti yang sah, sebagai

dasar pemberian hak atau untuk dapat didaftarkan haknya.39

39 Mhd. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung : CV.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah (1) Telah diperoleh susunan kriteria yang dapat digunakan sebagai rubrik penilaian dalam domestikasi gajah Sumatera yang dipandang valid oleh

Izv.. Izjavljujem da sam ovaj rad izradio samostalno koristeći znanja stečena tijekom studija i navedenu literaturu. Zahvaljujem se laborantu Željku Kostanjskom, kolegi Antoniu

Selain daripada itu bagi menggalakan pasaran perumahan khususnya dalam mengalakkan pemilikan rumah, pemilik rumah juga diberi insentif melalui subsidi terhadap cukai pendapatan

Yuwono (1999) Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran dengan Senjangan Anggaran Independen: Partisipasi

Vektor satuan adalah vector yang besarnya atau panjangnya satu satuan.vektor satuan dapat ditentukan dengan cara membagi vector tersebut dengan panjang vector semula.Misalnya e

Tetapi jika ayahnya tidak mampu, si anak kecil sendiri juga tidak memiliki harta, sedang ibunya tidak mau mengasuhnya kecuali kalau dibayar, dan tidak seirang kerabat

dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa amina sekunder kemungkinan besar terdapat pada endapan hidrolisat dan bukan pada filtrat, mengingat asam-asam amino yang

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Banten... CAKUPAN LAPORAN BULAN