• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ( BEKELAN DAN SLENTIKAN ) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING ANAK USIA SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL ( BEKELAN DAN SLENTIKAN ) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING ANAK USIA SEKOLAH"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMAMPUAN

PROBLEM SOLVING

ANAK USIA SEKOLAH

SKRIPSI

Oleh:

Laila Alfinur Hasana 201210230311173

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL( BEKELAN DAN SLENTIKAN ) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING ANAK USIA

SEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Laila Alfinur Hasana 201210230311143

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

iii

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh : Laila Alfinur Hasana Nim : 20121023031173

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal, 03 Februari 2016

Telah dinyatakan memenuhi syarat sebagai kelengkapan memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

Susunan Dewan Penguji

Ketua/ Pembimbing I, Sekretaris/ Pembimbing II

Dr. Iswinarti, M.Si Siti Maimunah, S.Psi. MA.

Anggota I Anggota II

Yudi Suharsono, S.Psi. M.Si Hudaniah, S.Psi. M.Si

Mengesahkan Dekan,

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Laila Alfinur Hasana

NIM : 201210230311173

Fakultas / jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/ karya ilmiah yang berjudul :

Pengaruh Permainan Tradisional ( Bekelan Dan Slentikan ) Terhadap Peningkatan Kemampuan Problem Solving Anak Usia Sekolah.

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang – undang yang berlaku.

Malang, 23 Februari 2016 Mengetahui

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Puji Syukur yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Permainan Tradisional ( Bekelan Dan Slentikan) Terhadap Peningkatan Kemampuan Problem Solving Anak Usia Sekolah Dasar ” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapak terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dr. Iswinarti. M.Si dan Siti Maimunah S.Psi, M.A selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan arahan yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Tri Muji Ingarianti, S.Psi, M.Psi selaku dosen wali yang telah memberikan nasihat, dukungan, dan motivasi kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. SDN Sumbersekar 01, SDN Sumbersekar 02, SDN Sumbersekar 03, SDN Mojorejo 01, warga RW 03 Desa Pasiraman kec Wonotirto Blitar yang telah mengijinkan putra – putrinya untuk memjadi subjek penelitian skripsi ini.

5. Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang terima kasih karena telah banyak membantu dalam hal administrasi.

6. Bapak Muhammad Shohib, S.Psi, M., Ibu Siska, Ibu Sari, Ibu Silvi serta seluruh staff part time dan magang UPT. Bimbingan Konseling yang mendukung dan mendokan keberhasilan penyelesaian skripsi.

7. Ibu Hudaniah, S.Psi, M.Si dan bapak Ari Firmanto S.Psi M.Si serta seluruh dosen yang memberikan banyak pengarahan, bimbingan serta dukungan mulai dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

8. Bapak Ponimin dan Ibu Kasiati, serta seluruh keluarga yang telah mendukung dan mendo’akan dengan penuh kasih sayang kepada penulis.

9. Para teman – teman PPM Nur Muhammad Qisti,Firda, Farah,Tutus,Bili,Dias dan seluruh anggota, pengurus Bapak Muaz dan wakilnya, dan para guru bapak Kharis, bapak Sodik dan semuanya yang telah memberi banyak dukungan dari awal sampai di malang hingga skripsi berakhir.

10. Para teman – teman penyusun skripsi Mandasari, Ulfah N, Andin, Mirza dan seluruh teman teman yang dosen pembimbing satu dan dua sama, terimakasih banyak atas dukungan serta kerja sama, kerja keras hingga skripsi ini selesai tepat waktu.

(6)

vi

sudah memberikan dukungan, motivasi, pelajaran hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

12. Untuk semua teman-teman Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2012 khususnya Arga, Mitha, Lila, Indi, Debri, Azimah, Dewi, Wilda, Rida, Mimin, Diky seluruh teman – teman kelas Psikologi C yang telah mendukung dalam terselesaikannya skripsi ini.

13. Laboratorium Fakultas Psikologi beserta asisten, untuk setiap dukungan dan bantuan selama ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan dan mencurahkan rahmat dan hidayah- Nya atas segala yang telah mereka berikan kepada penulis dengan suatu harapan bahwa kesuksesan, kebahagian dan keberhasilan selalu ada dalam diri kita.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, begitupun apa yang penulis tulis masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapakan. Penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan kepada pembaca.

Malang, 23 Februari 2016 Penulis

(7)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... .iii

KATA PENGANTAR ... .iv

DAFTAR ISI ... .vii

DAFTAR TABEL………....viii

DAFTAR GAMBAR ... .ix

DAFTAR LAMPIRAN ... .x

ABSTRAK……….. 1

PENDAHULUAN ………... 2

Problem solving ………. 5

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Problem solving……….…... 6

Aspek – Aspek Problem Solving……….. .. 6

Permaian Tradisional……….. 7

Jenis – Jenis Permainan Tradision………... 8

Aspek Permainan Tradisional………. 8

Problem Solving Dan Permainan Tradisional……….. 9

Hipotesa………...10

METODE PENELITIAN………... 10

Rancangan Penelitian ………. ………...11

Subjek Penelitian ………... 11

Variabel dan Instrumen Penelitian ……… 11

Prosedur Penelitian dan Analisa Data Penelitian ... 12

HASIL PENELITIAN ... 13

DISKUSI ... 15

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 17

REFERENSI ... 17

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Hubungan Permainan Tradisional dan Problem Solving ……….……..10

Tabel 2. Rancangan Penelitian………... 11

Tabel 3. Hasil Pre Test disetiap kelompok………. 13

Tabel 4 Analisa Pre-test, Post-test 1 dan post-test 2 Kelompok Eksperimen 1………..13

Tabel.5 Analisa Pre-test, Post-test 1 dan post-test 2 Kelompok Ekperimen 2 …………...14

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Modul permainan tradisional ( bekelan dan slentikan)……… 23

Lampiran 2. Aspek dan Indikator perilaku problem solving ……….. 42.

Lampiran 3. Blue Print, Item soal, dan kunci jawaban pretest ………44

Lampiran 4. Blue Print, Item soal, dan kunci jawaban posttest 1……….…49

Lampiran 5. Blue Print, Item soal, dan kunci jawaban posttest 2……… 54

Lampiran 6. Hasil keseluruhan try out Skala………59

Lampiran 7. Out put SPSS analisa try out ( validitas dan reabititas) dan kesetaraan soal……….68

Lampiran 8. Data kasar subjek………74

Lampiran 9. Data kasar dari hasil pretest, posttest 1 dan posttest 2………....79

Lampiran 10. Out put analisa SPSS……… 82

Lampiran 11.Dokumentasi peralatan……….. 88

Lampiran 12.Dokumentasi Penelitian………..90

(11)

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL

(

BEKELAN DAN SLENTIKAN

) TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN

PROBLEM SOLVING

ANAK USIA SEKOLAH

Laila Alfinur Hasana

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang Laila.alfie@gmail.com

Kehidupan tidak bisa terlepas dari masalah, sehingga seseorang harus memiliki cara untuk menghadapi masalah. Proses menghadapi masalah disebut problem solving. Cara meningkatkan kemampuan problem solving salah satunya dengan bermain permainan tradisional. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui adanya pengaruh permainan tradisional (bekelan dan slentikan) terhadap peningkatan kemampuan problem solving pada anak. Subjek penelitian ini adalah anak sekolah dasar usia 9-11 tahun, berjumlah 27 siswa yang berasal dari Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar. Menggunakan desain penelitian mixed desain (between subjek design and within subjek desigh) .Alat ukur yang digunakan adalah skala problem solving. Hasil penelitian. Pada kelompok kontrol (P = 0,866 P = ,0,834 P > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan. Sedangkan kelompok eksperimen 1( P = 0.001, P = 0,001. P < 0,05) dan eksperiment 2( P = 0,010,= P =0,00, P < 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional (bekelan dan slentikan) dapat digunakan untuk meningkatan kemampuan problem solving anak usia sekolah dasar.

Kata kunci : permainan tradisiona “bekelan dan slentikan”, Problem solving, Anak

Life can not be detached from the problem, so someone must have a way to face the problems. Processes face the problem of referred to problem solving. The way increase the ability of problem solving one of them by playing traditional games.The purpose of this research, to investigate the influence of traditional games (bekelan and slentikan) to the increase in problem solving ability of children.This research subject isprimary school children age of 9-11 years, totaling 27 students from the District of Malang and Blitar.Research design mixed design (between subjek design and within subjek desigh). The measuring instrument used is the scale problem solving. Research result. In the control group (P = 0.866 P = 0.834 P> 0.05), which means there is no difference. Whereas the experimental group 1 (P = 0.001, P = 0.001, P <0.05) and experiment 2 (P = 0.010, = P = 0.00, P <0.05. Accordingly, it can be concluded that the traditional games (bekelan and slentikan) can be used to increase the problem solving ability of primary school age children.

(12)

Perkembangan kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah sangatlah penting untuk mematangkan kemampuan kognitif dan kemampuan afektif anak. Pemecahan masalah adalah suatu pikiran yang terarah atau terstruktur untuk mebemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Solso, Maclin dan Maclin, 2007) . Kemampuan menyelesaikan masalah juga berhubungan dengan prestasi anak. Pada jurnal Omiwale (2011) mengungkapkan bahwa ada hubungan signifikan antara pemecahan masalah dan prestasi fisika anak sekolah menengah keatas di Osum State, Nigeria. Selain hal tersebut, Ifamuyima dan Ajilogba (2012) mengungkapkan bahwa strategi pemecahan masalah memiliki efek yang signifikan terhadap prestasi dan retensi siswa dalam mempelajari Matematika.Sehingga memiliki banyak manfaat untuk perkembangan anak jika ditingkatkan.

Beberapa kasus yang ada di lapangan, anak tinggal di dearah Humbahas, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya lantaran merajuk akibat dimarahi ibunya karena tidak mau pergi bersekolah minggu ke gereja (www.metrosiantar.com). Pelajar kelas V sekolah dasar (SD) di Lampung Utara bunuh diri gara-gara tak diberi uang untuk memperbaiki motornya (www.tribunnews.com/). Di Bengkulu anak 4 SD rela panjat tower karena cintanya di tolak (forum.detik.com/). Ditambah lagi kasus – kasus yang sering terjadi pada anak – anak saat ini seperti mencontek, di Jakarta siswa Sekolah Dasar memilih mencontek saat ujian (http://nasional.tempo.co) dan perilaku tidak baik lainnya. Setiap anak yang telah berprilaku tidak baik, kecenderungan menjadi pelawan kepada orangtua, sering berbohong, kerap bolos ke sekolah, menyontek, serta menganggu binatang hingga melakukan kekerasan fisik (http://medan.tribunnews.com ). Fakta – fakta tersebut adalah contoh nyata dari pola pikir anak dalam menyelesaikan masalah dengan jalan pintas. Hal tersebut adalah dampak dari kurangnya kemampuan problem solving pada anak. Anak akan cenderung berbuat sesuai keinginannya saja atau melakukan jalan pintas untuk mengakhiri suatu masalah.

Apabila kasus – kasus seperti ini tidak segera ditangani, akan menimbulkan berbagai dampak seperti kurangnya kemampuan diri untuk bertahan menghadapi suatu masalah. Akhirnya anak kurang memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam skala yang lebih tinggi. Padahal Santrock (2011) mengatakan bahwa pada usia sekolah anak akan dihadapkan pada banyaknya permasalah perkembangan yang terjadi pada anak. Kurangnya kemampuan problem solving memiliki dampak pada tahapan perkembangan selanjutnya. Padahal apabila ada tahapan perkembangan yang tidak terlampaui secara sempurna akan memberikan dampak psikologis, kognitif dan sosio emosi pada anak di masa yang akan datang.

(13)

kriminalitas. Sehingga anak mampu mengkoordinasikan fikirannya bahwa bunuh diri itu tindakan yang berbahaya.

Polya (1957) menambahkan pemecahan masalah (Problem solving) adalah aspek penting dalam intelegensi yang merupakan anugerah khusus untuk manusia pemecahan masalah (Problem solving) dapat dipahami sebagai karakteristik utama/penting dari kegiatan manusia.Faktor yang mempengaruhi problem solving menurut faisol (2008) ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas karakteristik individu sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan. Kedua faktor tersebut akan saling memberikan timbal balik. Semakin seseorang mendapatkan dukungan untuk menyelesaikan masalah akan mempermudah individu tersebut dalam menyelesaikan masalah ( Faisol,2008).

Kemampuan pemecahan masalah sangatlah penting untuk ditingkatkan. Ada dua acara untuk meningkatkan kemampuan problem solving yaitu dengan pembelajaran formal dan non formal. Anak sudah memperoleh pelatihan peningkatan problem solving di pembelajaran formal ketika sekolah. Salah satu cara pembelajaran non formal adalah dengan bermain. Hal ini didukung oleh penelitian Rumani (2005) dalam jurnal menemukan bahwa bermain cooperatif dapat meningkatkan problem solving pada anak. Sebagaimana teori Triadic retripocal causation Bandura menyatakan bahwa fungsi manusia merupakan hasil interaksi perilaku individu, variabel manusia dan lingkungan (Feist, 2010). Sehingga ketika anak melakukan permainan, anak juga belajar tentang kandungan yang ada di dalam permainan. Ketika anak bermain berkelompok anak akan belajar mengenai bagaimana bersosialisasi sekaligus bagaimana cara menyelesaikan permainan sesuai tujuan permainan.

Pada jurnal yang ditulis oleh Gray (2011) mengemukakan fungsi dari bermain adalah mengembangkan minat intrinsik dan kompetensi, belajar bagaimana untuk membuat keputusan, memecahkan masalah, mengerahkan pengendalian diri, mengikuti aturan, belajar untuk mengatur emosi mereka, membuat teman-teman dan belajar untuk bergaul dengan orang lain sebagai sama dan pengalaman sukacita. Berdasarkan jurnal tersebut, bermain adalah salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Sehingga bermain secara berkelompok adalah salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan kemampuan problem solving. Iswinarti (2010) menambahkan bahwa Bermain mempunyai peran yang penting dalam belajar dan bermain memberi kesempatan untuk menguji anak dalam mengahadapi tantangan dan bahaya.

Bermain merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama- sama (Hidayat, 2013). Menurut Simatupang (2005), bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan tuntutan perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap hidup. Bermain adalah aktifitas yang bertujuan untuk bersenang – senang dan media belajar untuk perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap hidup.

(14)

Permainan modern memiliki keunggulun di bidang visual yang beraneka warna, tidak membutuhkan banyak tempat, praktis, dilengkapi dengan audio dan memiliki banyak tema permainan. Namun memiliki dampak negatif apabila digunakan secara berlebihan. Sebagaimana Dodol, anak usia 15 tahun yang mencuri motor untuk membayar game online (news.detik.com). Selain itu Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B seperti dirilis Dailymail, Rabu (20/5/2015). Peneltian itu menemukan, pemain yang dua kali lebih mungkin untuk menggunakan inti berekor mereka (80,76%) yang cenderung yang mengakibatkan gangguan neurologis dan psikologis termasuk demensia dan depresi pada anak (banjarmasin.tribunnews.com/).

Berbeda dengan permainan tradisional, sejauh ini peneliti belum menemukan dampak negatif yang mengakibatkan kerugian sebagaimana permainan modern. Namun kekurangan permainan tradisional adalah peralatan yang digunakan tidak sebagus atau secanggih permainan modern. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Sahay (2013) Menyatakan bahwa permainan tradisional sangat penting untuk kesehatan dan pembangunan karakter serta mampu membangun kebersamaan kelompok dan rasa kekeluargaan. Wulandari (2015) menyatakan bahwa permainan tradisional merupakan sarana tumbuh kembang anak yang mempunyai fungsi meningkatkan kemampuan motorik, moral, mental dan pikiran.

Bishop & Curtis (2005) mendefinisikan permainan tradisional sebagai permainan yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan permainan tersebut mengandung nilai “baik”,“positif”, “bernilai”, dan “diinginkan”. Misbach ( 2006) menyatakan bahwa permainan tradisional memiliki Aspek motorik : Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus. Aspek kognitif: Mengembangkan imaginasi, kreatifitas, problem solving, strategi, antisipatif,pemahaman konstekstual. Aspek emosi: Kontrol emosi, ,mengasah empati, pengendalian diri. Aspek bahasa: Pemahaman konsep- konsep nilai. Aspek social : Menjalin relasi, kerja sama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewas/masyarakat. Aspek spriritual : Menyadari keterhubungan dengan sesuatu bersifat Agung.

Permainan Tradisional memiliki beraneka ragam jenis. Ada tiga jenis utama dalam permainan tradisioal. Jenis permainan bernyanyi, olah pikir dan ketangkasan. Permainan yang menggunakan olah pikir adalah permainan yang membutuhkan konsentrasi berfikir, ketenangan, kecerdikan dan strategi (Dharmamulya, 2004).Strategi yang digunakan anak adalah contoh kecil dari pembelajaran problem solving melalui media permainan. Pada penelitian ini peneliti tertarik meneliti permainan tradisional Bekelan dan Slentikan karena permainan ini dapat dimainkan oleh banyak orang atau kelompok. Slentikan dan bekelan juga termasuk dalam jenis permainan yang melibatkan proses berfikir.

(15)

serta adanya konsentrasi untuk menangkap bola. Selain itu pemain bekel juga harus mengambil keputusan dengan cepat biji bekel mana yang harus diambil Permainan ini juga mengajari anak untuk mengambil keputusan mengenai biji bekel mana yang akan diambil sebelum bola sampai kelantai . Selain itu pemain bekelan juga harus memikirkan bagaimana cara agar memperoleh skor yang tinggi dengan mengambil keputusan strategi mana yang harus digunakan agar menang.

Sedangkan Slentikan adalah permainan tradisional yang menggunakan batu atau tutup botol. Pemain belajar mengambil keputusan dalam hal batu mana yang harus dislentik dahulu.Serta anak akan belajar mengatur strategi untuk mengalahkan lawan dengan memilihkan batu mana yang harus dislentik dahulu. Menurut Iswinarti ( 2008) Permainan bekelan dan slentikan mampu melatih berpikir sistematis sesuai prosedur permainan, melatih menentukan strategi problem solving. Peneliti memilih menggunakan dua permainan dikarenakan peneliti ingin mengetahui seberapa signifikan peran permainan tradisional terhadap problem solving pada anak.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan diangkat adalah apakah ada pengaruh permainan tradisional terhadap peningkatan kemampuan problem solving pada anak?. Adakah perbedaan peningkatan problem solving pada anak dengan menggunakan satu permainan dengan dua permainan?. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional pada kemampuan problem solving pada anak. Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh permainan tradisional pada perkembangan kemampuan problem solving pada anak. Sehingga dapat digunakan sebagai media intervensi bagi perkembangan dan pendidikan anak dalam hal peningkatan problem solving.

Problem Solving

Pemecahan masalah adalah suatu pikiran yang terarah atau terstruktur untuk mebemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Solso, Maclin dan Maclin, 2010). Problem solving adalah suatu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikir untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyusun dan memilih alternatif pemecahan masalah yang paling efektif (Preisseisen, dalam sari 2010). Selain itu, menurut Reber (2010) Problem solving adalah proses yang terlibat dalam penggapaian solusi suatu permasalahan. Santrock (2011) mengartikan problem solving sebagai proses kognitif untuk mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Reed (2011) menambahkan permecahan masalah adalah suatu proses pencarian solusi suatu hal dengan memahami karateristik masalah.

(16)

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah kajian yang melibatkan identifikasi hingga pengambilan strategi. Problem solving atau pemecahan masalah adalah suatu ketrampilan individu yang menggunakan proses kognitif yang bertujuan untuk mencari solusi dari suatu hal dan menggunakan strategi tertentu dengan tahapan tertentu.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Problem Solving

Faisol ( 2008 : 23) mengutip Borisaft dan Victor, ada 2 faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah antara lain :Faktor Internal, yaitu karakteristik individu, hal ini berhubungan dengan metode atau cara pendekatan yang digunakan dalam menghadapi masalah, pemahaman apakah masalah merupakan suatu ancaman bagi individu. Faktor Eksternal, terdiri atas lingkungan, tempat munculnya masalah, individu akan lebih mudah melakukan penyesuaian terhadap suatu masalah dari orang lain. Selain itu Atkinson (1991) juga berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi problem solving antara lain: (1) Pengalaman. Dengan pengalaman seseorang akan lebih mudah menyelesaikan masalah yang ditemukan apabila menemukan masalah yang sama atau mirip. (2) Intelegensi. Anak yang memiliki intelegensi yang tinggi akan lebih mudah mengidentifikasi masalah dan menemukan pemecahannya dibanding dengan anak intelegensi rendah. (3) Proses belajar. dengan adanya proses belajar, maka akan membuat anak mudah untuk menyelesaikan masalahnya.

Menurut Rahmat (2001: 145) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi proses dalam problem solving. Pertama, Motivasi. Motivasi seseorang akan mempengaruhi bagaimana ia memecahkan masalah.Kedua, Kepercayaan dan Sikap yang Salah.kepercayaaan ini memiliki distribusi yang besar dalam pola pemecahan masalah seseorang. Ketiga, Kebiasaan, yakni kecenderungan untuk mempertahankan pola pikir tertentu atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja. Keempat, Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, tidak disadari terlibat secara emosional. Emosi ini mewarnai cara berpikir disebagian manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah sulit untuk mencapai insight.

Aspek – Aspek Problem Solving

Aspek – aspek dalam problem solving menurut Barkman, S., & Machtmes, K. (2002) adalah 1. Identifikasi / tentukan masalah

Kemampuan individu untuk menentukan sumber masalah serta kemampuan mengklasifikasikan jenis masalah yang ia alami.

2. Menganalisis kemungkinan penyebab atau asumsi

Kemampuan individu dalam menganalisa sumber masalah yang ia alami dari internal dan eksternal

3. Identifikasi kemungkinan solusi

Kemampuan individu dalam menganalisa solusi – solusi seperti apa yang harus ia gunakan.

4. Pilih solusi terbaik

(17)

Kemampuan individu untuk menjalankan alternative solusi yang ia pilih 6. Evaluasi kemajuan dan merevisi sebagian yang dibutuhkan

Kemampuan individu untuk menilai seberapa efektis solusi yang digunakan serta menganalisa keefektifan solusi untuk masalah yang lain

Santrok (2011) menjelaskan empat aspek dalam problem solving dalam pendidikan meliputi : 1. Mencari dan memahami problem.

Sebelum sebuah masalah dapat dipecahkan, pemahaman akan masalah sangatlah penting. Proses ini meliputi identifikasi masalah, menemukan dan memperbaiki masalah yang akan dipecahkan.

2. Menyusun Strategi Pemecahan masalah yang baik.

Setelah seorang murid dapat mengidentifikasi masalah dan mendefinisikan secara jelas, mereka perlu menyusun strategi untuk memecahkannya. Diantara strategi yang efektif adalah memutuskan sub tujuan, menggunakan algoritma (penyusunan formula, intruksi,dan mencoba semua kemungkinan solusi) dan analisa tujuan dari sebuah masalah. 3. Mengeksplorasi Solusi

Meliputi pengevaluasikan solusi dengan pertimbangan efektifitas solusi. Solusi layak untuk dijalankan ataupun tidak. Pada tahapan ini anak juga dituntut untuk pengambilan keputusan solusi mana yang harus dijalankan.

4. Memikirkan dan mendefinisikan solusi dari waktu ke waktu.

Langkah terakhir dalam menyelesaikan masalah adalah dengan memikirkan kembali keefektifan solusi dalam menghadapi masalah. Sehingga anak termotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan meningkatkan solusi dan meningkatkan kinerjanya. Permaian Tradisional

Menurut Simatupang (2005), bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama- sama mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala ap yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang (Hidayat, 2013). Bishop & Curtis (2005) mendefinisikan permainan tradisional sebagai permainan yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan permainan tersebut mengandung nilai “baik”, “positif”, “bernilai”, dan “diinginkan”. Ada konsensus bahwa permainan tradisional merujuk pada aktivitas-aktivitas seperti hopscotch (konclong), permainan kelereng, lompat tali, permainan karet, dan sebagainya.

(18)

permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak- anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (Danandjaja, 1987). Sehingga permainan tradisional adalah perbuatan yang menyenangkan, dapat dilaksanakan individual ataupun kelompok serta memiliki unsur budaya, nilai, pesan yang diwariskan dari nenek moyang.

Jenis – Jenis Permainan Tradisional

Dharmamulya, dkk (2004) mengklasifikasian permainan menjadi 3 jenis yaitu :

Bermian dan bernyanyi dan berdilaog adalah bermainan yang berisikan dialog, nyanyian ataupun keduanya yang menjadi isi utama dalam permainan. Tujuan dari permainan ini adalah melatih anak untuk bersosialisasi, bersifat responsif, memiliki kemampuan berkomunikasi dan menghaluskan ucapan. Contohnya adalah anchang – anchang alis, bethek thingthink dan masih banyak lainnya.

Bermain dan olah fikir adalah jenis permainan yang membutuhkan konsentrasi berfikir, ketenangan, kecerdikan dan strategi. Pada umumnya permainan ini adalah permainan yang bersifat kompetitif, sehingga tidak membutuhkan tempat yang luas. Contohnya adalah dhakon, macanan, mul -mulan dan lain – lain.

Bermain dan adu ketangkasan adalah permainan yang mengandalkan ketahanan dan kekuatan fisik, membutuhkan alat permainan walaupun sederhana, dan tempat yang relatif luas. Permainan ini kebanyakan bersifat kompetitif dan adanya punisment bagi yang kalah. Contoh dari permainan jenis ini meliputi angklek, benthik dan patil lele.

Aspek Permainan Tradisional

Misbach (2006:7) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa permainan tradisional dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak yang dapat meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Aspek motorik dengan melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, dan motorik halus.

2. Aspek kognitif dengan mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, kemampuan antisipatif, dan pemahaman kontekstual.

3. Aspek emosi dengan menjadi media katarsis emosional, dapat mengasah empati dan pengendalian diri.

4. Aspek bahasa berupa pemahaman konsep- konsep nilai.

5. Aspek sosial dengan mengkondisikan anak agar dapat menjalin relasi, bekerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi dengan berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa dan masyarakat secara umum.

6. Aspek spiritual, permainan tradisonal dapat membawa anak untuk menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental).

7. Aspek ekologis dengan memfasilitasi anak untuk dapat memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.

(19)

Problem Solving dan Permainan Tradisional

Mengacu pada kajian teoritik sebelumnya , Wulandari (2015) menyatakan bahwa permainan tradisional merupakan sarana tumbuh kembang anak yang mempunyai fungsi meningkatkan kemampuan motorik, moral, mental dan pikiran. Iswinarti (2010) mengatakan bahwa permainan tradisional Engklek memiliki nilai terapiutik diantaranya : Nilai deteksi permasalahan anak, nilai perkembangan fisik, nilai kesehatan mental yang baik dan nilai problem solving. Pada nilai problem solving pada permainan berada pada pengambilan keputusan langkah selanjutnya agar memenangkan permainan. Salah satu aspek dari permainan tradisional adalah aspek pengembangan kognitif yaitu Problem solving.

Demikian juga faktor yang mempengaruhi problem solving menurut Faisol (2008) ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas karakteristik individu sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan. Kedua faktor tersebut akan saling memberikan timbal balik. Sebagaimana teori Triadic retripocal causation Bandura menyatakan bahwa fungsi manusia merupakan hasil interaksi perilaku individu, variabel manusia dan lingkungan ( Feist, 2010). Sehingga ketika anak melakukan permainan, anak juga belajar tentang kandungan yang ada di dalam permainan serta motivasi untu memennangkan permaina. Ketika anak bermain berkelompok anak akan belajar mengenai bagaimana bersosialisasi sekaligus bagaimana cara menyelesaikan permainan sesuai tujuan permainan. Semakin seseorang mendapatkan dukungan untuk menyelesaikan masalah akan mempermudah individu tersebut dalam menyelesaikan masalah ( faisol,2008).

(20)

Table 1. Nilai - Nilai Permainan Tradisional dan Problem Solving

Jenis

Permainan Aspek Problem Solving Indikator Dalam Permainan

Bekelan

Mencari dan memahami

problem. 1. Berkonsentrasi untuk menentukan biji bekel mana yang harus diambil duluan dengan mempertimbangkan jarak antar biji

2. Berkonsentrasi untuk menentukan kecepatan pantulan bola

Menyusun Strategi Pemecahan masalah yang baik.

1. Pengaturan pantulan bola

2. Pengaturan penentuan biji mana yang harus diambil dahulu agar tidak terjadi kesalahan bermaian.

3. Menentukan strategi untuk menang di dalam bermain secara utuh

Mengeksplorasi Solusi 1. Pengambilan keputusan biji mana yang harus diambil duluan

2. Perkiraan jarak dan pantulan

3. Pengulangan strategi permainan berikutnya

Slentikan

Mencari dan memahami

problem. 1. Identifikasi jarak batu yang dipilih lawan untuk dislentik dan batu mana yang digunakan untuk menylentik

2. Pemilihan batu yang harus dislentik lawan agar kalah

Menyusun Strategi Pemecahan masalah yang baik.

1. Memilih posisi batu terdekat.

2. Mengatur ketinggian tangan saat menyebar batu.

Mengeksplorasi Solusi 1. Pengambilan keputusan batu mana yang harus digunakan untuk menylentik.

2. Pengambilan keputusan batu mana yang harus dislentik lawan

Hipotesa

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian eksperiment ini adalah Permainan tradisional bekelan dan slentikan dapat meningkatkan problem solving pada anak

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

(21)

pengambilan subjek dengan tujuan tertentu, dan situasi yang berbeda dengan satu kelompok kontrol dan 2 kelompok eksperiment. Pada penelitian ini pengukuran dilakukan tiga kali, yang pertama pretest, setelah pemberian intervensi pada kelompok eksperiment Postest 1 dan setelah pemberian perlakuan kemudian posttest 2. Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagaimana berikut :

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan menggunakan dua permainan tradisional bekelan dan slentikan sebagai metode intervensi penelitian untuk meningkatkan kemampuan problem solving pada anak – anak.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak sekolah dasar SDN Sumber Sekar 1, SDN Sumber Sekar 2, SDN Landungsari 1 dan anak di RW 03 Desa Pasiraman yang berada pada usia 9 – 11 tahun yang tidak memiliki gangguan perkembangan fisik maupun mental. Pengambilan subjek ini menggunakan purposis sampling, dimana karakteristik sudah ditentukan dan diketahui terlebih dahulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Subjek yang diambil berjumlah 27 orang. Subjek yang terpilih akan dimasukkan dalam 3 Kelompok yaitu eksperiment 1, eksperiment 2 dan kelompok kontrol. Masing –masing grup adalah 9 orang.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) . Adapun variabel bebasnya (X) adalah permainan tradisional dan variabel terikatnya (Y) adalah problem solving.

(22)

Problem solving adalah kemampuan individu berfikir untuk menyelesaiakan sebuah masalah dengan mempertimbangkan fakta, resiko dan strategi yang akan ditempuh anak. pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah subjek yang tidak memiliki gangguan fisik maupun psikis. Data didapatkan dari catatan penerimaan anak dan hasil penilaian dari sekolah mengenai kelayakan siswa menjadi subjek penelitian. Adapun jumlah siswa yang ada pada penelitian ini sejumlah 27 siswa. Pada setiap grup terdapat 9 siswa yang mendapatkan perlakuan maupun yang ada di kelompok kontrol.

Adapun data penelitian diperoleh dari instrumen penelitian menggunakan model pengukuran skala problem solving untuk anak. Pengukuran ini menggunakan skala problem solving yang mengambil aspek dari Santrock (2011) dengan aspek mencari dan memahami masalah, menyusun strategi pemecahan masalah dan mengeksplorasi masalah. Hal tersebut disesuikan dengan perkembangan kognitif anak usia 9 -11 tahun adalah tahapan operasional kongkret. Pada tahapan ini anak bisa menalarkan dalam contoh yang nyata. Sehingga hanya tiga aspek yang digunakan agar sesusai dengan perkembangan kognitif anak. Uji validitas dilakukan pada anak SDN Sumber Sekar 3 yang berusia 9-11 tahun. Sehingga memperoleh hasil Cronbach's Alpha sebesar 0,861 dan validitas 0,208 – 0, 761.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Penelitian eksperimen ini melalui tiga tahapan utama. Tahapan – tahapan yang digunakan sebagai berikut :

Tahapan pertama adalah persiapan, tahapan ini meliputi :

1. Peneliti melakukan pendalam materi, pembuatan proposal, pembuatan Skala Penelitian . 2. Try out skala yang akan dilaksanakan pada siswa homogen. Kemudian peneliti

melakukan analisa kelayakan skala tryout peneliti ala sebelum digunakan penelitian

3. Peneliti melaksanakan try out permainan yang bertujuan untuk melihat kelayakan permainan, formasi kelompok permainan serta estimasi waktu yang digunakan.

4. Tahapan terakhir dari persiapan adalah peneliti mencari sekolah yang akan dilaksanakan penelitian.

Tahapan kedua adalah intervensi, adapun intervensi yang menggunakan permainan slentikan dan bekelan. Tahapan ini meliputi :Sebelum memulai intervensi,

1. Peneliti memberi pretest dan membuat tiga kelompok sesuai hasil pretest dengan menggunakan metode pemerataan problem solving. Grup kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun. Sementara itu grup eksperimen dibagi menjadi 2 grup. Masing – masing grup terdiri dari 9 orang.

2. Pada pertemuan pertama peneliti melaksanakan perkenalan dan pretest pada siswa. Peneliti menggunakan dua sekolah dengan tujuan agar mengurasi kemungkinan adanya stimulus pembelajaran permainan oleh kelompok eksperimen terhadap kelompok control. 3. Pada pertemuan kedua kelompok eksperiment diberikan intervensi berupa peremainan

bekelan dan pemberian feedback serta diberikan posttest 1.

4. Pada pertemuan ketiga intervensi berlanjut pada permainan kedua yaitu Slentikan setelah itu kelompok eksperiment diberikan feedback dan pottest 2.

(23)

6. Pada pertemuan kelima kelompok eksperiment diberikan intervensi berupa peremainan Slentikan dan pemberian feedback serta diberikan posttest 1.

7. Pada pertemuan keenam intervensi berlanjut pada permainan kedua yaitu bekelan setelah itu kelompok eksperiment diberikan feedback dan pottest 2.

8. Pada pertemuan ketujuh peneliti melaksanakan posttest 2 pada kelompok control. Adapun prosedur permainan sudah tertera di Modul.

Tahapan ketiga yaitu menganalisa data, analisa data dari hasil keseluruhan dari penelitian. Tahapan ini meliputi Uji Varian menggunakan Anava adalah teknik statistik parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan anatara 3 atau lebih kelompok berskala interval atau rasio yang berasal dari satu variabel bebas ( Winarsunu, 2006).hal tersebut digunakan untuk melihat persamaan variasi subjek penelitian. Selanjutnya menggunakan Pairet sample T – Test, yaitu uji statistic yang digunakan untuk melihat pengaruh kelompok Eksperimen dan kontrol, serta pengaruh pemberian perlakukan permainan kepada subjek. Analisa data menggunakan SPSS for windows ver. 21).

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan uji one way anova dalam menentukan persamaan pre test pada tiga kelompok yaitu kelompok eksperimen 1, eksperimen 2 dan kelompok kontrol. Dan menggunakan uji Paired Sampel t – test, untuk mengetahui pengaruh dari setiap kelompok Dengan membandingkan hasil dari rata – rata setiap skor skala yang telah diberikan.

Tabel 3. Hasil Pre Test disetiap kelompok

Kelompok N Mean Sig

Kelompok kontrol 9 30.00 0,989 Eksperimen 1 9 28.89 0,989 Eksperimen 2 9 31.89 0,989

Berdasarkan hasil uji anova untuk pretest ketiga kelompok, dapat diasumsikan bahwa perbandingan hasil varian kemampuan problem solving subjek yang digunakan dari tiga kelompok ini adalah identik atau sama, hal ini dapat dilihat dari nilai livene test = 0,989 lebih besar dari P = 0,05 sehingga memiliki signifikansi sama sehingga pembagian variasi subjek adalah sama.

Tabel 4. Analisa Pre-test, Post-test 1 dan post-test 2 Kelompok Eksperimen 1

Pair Mean Sig. (2-talled) Ket

(24)

Namun berbeda dengan hasil posttest1 dan posttest2 yaitu P = 0,075 > 0,05 sehingga penambahan permainan tidak mempengaruhi kenaikan problem solving anak.

Tabel 5. Analisa Pre-test, Post-test 1 dan post-test 2 Kelompok Ekperimen 2

Pair Mean Sig (2-talled) Ket Pretest-posttest1 -2.222 0,010 Signifikan Pretest-posttest2 -3.667 0,000 Sangat signifikan Posttest1-posttest2 -1.444 0,001 Sangat signifikan

Berdasarkan tabel ini, nilai pretest – posttest 1 sangat berpengaruh terlihat dari nilai P = 0,010 <0,05. Begitu pula dengan nilai antara pretest dengan posttest2 terdapat pengaruh terlihat dari hasil nilai P = 0,000 < 0,05 dengan begitu nilai pretest – posttest2 signifikan atau berpengaruh. Pada Kelompok Eksperiment 2 terdapat peningkatan kemampuan problem solving anak dengan penambahan permainan terbukti dari hasil P = 0,001< 0,05 pada nilai posttest 1 – posttest 2. Tabel 6. Analisa Peningkatan Pre-test, Post-test 1 dan post-test 2 Kelompok Kontrol

Pair Mean Sig (2-talled) Ket

Pretest-posttest1 0,222 0,856 Tidak signifikan Pretest-posttest2 0,111 0,834 Tidak signifikan Posttest1-posttest2 -0,333 0,768 Tidak signifikan

Dari tabel ini, kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan tidak memiliki pengaruh terhadap problem solving, terlihat pada tabel dengan hasil nilai pretest dengan posttest1 P = 0,856 >0,05 dan nilai pretest dengan posttest2 P = 0,034 > 0,05 dan nilai posttest1 dan posttest2 0,768>0,05 yang dapat diasumsikan bahwa dari semua perbandingan antara pretest-posttest1, prestest –postttest2 dan posttest1-postttest2 adalah sama(p >0,05).

(25)

Gambar. 1 Diagram hasil rata – rata keseluruhan kelompok

Dari diagram ini, kelompok eksperimen 1 memiliki rata – rata pretest = 28,78, posttest 1 = 33,44 dan posttest 2 = 35,22 . Eksperimen 2 memiliki rata - rata pretest = 31,89, posttest 1 = 34,11 dan posttest 2 = 35,56 .Hal tersebut, menunjukan adanya peningkatan problem solving yang terlihat adanya peningkatan dari hasil rata – rata skor kelompok dari nilai pretest ke Posttest 1 dan ke Posttest 2. Sedangkan Kelompok kontrol memiliki rata – rata pretest = 30,00, posttest 1 = 29,89 dan posttest 2 = 30,11. Hal ini menunjukan tidak adanya peningkatan rata – rata pada skor skala prestest, postttest1 dan postttest 2.

Berdasarkan dari hasil analisa dengan menggunakan one way anova dan Uji paired sample t-test, dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya peningkatan problem solving pada kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2 telihat dari hasil pretest ke posttes1 dan posttest2. Kedua kelompok menunjukan signifikansi yang tinggi setelah diberikan perlakuan permainan bekelan. Kedua permainan dapat meningkatkan kemampuan problem solving, namun bekelan lebih menunjukan signifikansi dari slentikan. Sedangkan pada kelompok kontrol tinyatakan tidak adanya peningkatan yang terlihat dari rata – rata dan hasil analisa paired sample t-test yang sama dari pretest ke Posttest1 dan dari posttest1 ke Posttes2. Sehingga hipotesis adanya pengaruh permainan tradisional ( bekelan dan slentikan) terhadap kemampuan problem solving pada anak usia sekolah dasar terbukti.

DISKUSI

Problem solving yang baik sangat memengaruhi perkembangan anak dalam menghadapi banyak masalah. Selain itu kemampuan problem solving juga melatih individu untuk meningkatkan prestasi dan dapat memilih cara yang tepat untuk mencapai tujuan ( Santrock, 2011). Ditambah lagi menurut penlitian Yunita (2010) yang mengatakan ada hubungan antara ketrampilan pemecahan masalah dengan tingkat kemandirian seseorang. Sehingga kemampuan problem solving dapat dikatakan penting untuk ditingkatkan. Pada penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa kemampuan problem solving dapat meningkat dengan cara pemberian permainan tradisional.

Hasil penelitian pada kelompok kontrol (P = 0,866 P = ,0,834 P > 0,05) yang berarti tidak ada tidak ada perubahan nilai dari pretests- posttest 1 – posttest 2. Sedangkan kelompok eksperimen 1( P = 0.001, P = 0,001. P < 0,05) dan eksperiment 2( P = 0,010,= P =0,00, P < 0,05). Menunjukan bahwa kelompok Eksperimen 1 dan 2 mengalami peningkatan kemampuan problem solving yang signifikan setelah subjek diberi perlakuan permainan tradisional bekelan dan selentikan. Padahal subjek yang digunakan memiliki varian kemampuan problem solving yang sama ( P = 0,989). Sehingga terbukti bahwa permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan problem solving pada anak. Sebagaimana teori Misbach (2006) bahwa dalam permainan tradisional mengandung aspek kognitif dengan mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, kemampuan antisipatif, dan pemahaman kontekstual.

(26)

peningkatan yang signifikan. Sementara itu di Eksperimen 2 dari pretest sampai posttest2 semua menunjukan adanya peningkatan problem solving yang signifikan. Pemberian intervensi yang dilakukan pada eksperiment 1 adalah bekelan kemudian slentikan dan pada eksperimen 2 adalah slentikan kemudian bekelan. Pemberian feedback dilakukan setelah pemberian intervensi bermain dilaksanakan.

Peningkatan problem solving tersebut karena permainan tradisional bekelan memiliki tahapan untuk memainkannya. Tahapan pada permainan bekelan yang pertama adalah satuan dimana anak harus berkonsentrasi untuk mengambil biji bekel dari satu hingga enam. Proses problem solving yang terjadi, ketika anak harus mengatur tinggi bola supaya bisa mengambil biji bekel yang sesui dari satu hingga enam biji. Setelah pengambilan satu biji selesai maka anak harus mengambil dua biji, jika jarak antar biji berjauhan maka anak harus mengatur strategi, dan mengambil keputusan bagaimana cara untuk mengambil biji dan seberapa tinggi bola harus dipantulkan agar dapat menyelesaikan tahapan dengan baik.

Pada tahapan selanjutnya adalah plet, re, klat dan es dimana anak harus bisa membalik biji sesuai tahapan dan mengambil biji satu sampai enam. Pada tahapan ini proses problem solving yang terjadi ketika anak harus mengatur strategi ketinggian bola agar bisa membalik biji bekel dengan racikan. Selain itu pengambilan biji satu sampai enam juga membutuhkan strategi sebagaimana di tahapan satuan. Anak harus mengulangi membuat strategi, konsentrasi,dan pengambilan keputusan untuk mengambil biji bekel dan kesesuaian pantulan bola agar dapat melanjutkan ketahap naspel.

Pada tahapan terakhir Naspel yaitu tahapan membalik semua biji bekel menjadi phet semua. Setelah itu membalik biji bekel menjadi rhe semua. Tahap selanjutnya membalik biji bekel menjadi klat dan kemudian es semuanya. Lalu semua biji bekel diambil sambil mengacungkan jari telunjuk ke lantai. Pada tahapan ini proses problem solving yang terjadi adalah anak harus mengatur jarak biji bekel agar tidak menyentuh biji yang lain. Anak juga harus mengatur strategi bagaimana mengatur barisan biji bekel agar dapat diambil dengan sempurna untuk menyelesaikan naspel. Pada tahapan ini , anak dapat melakukan racikan untuk membalikkan biji bekel. Jika anak melakukan racikan maka ia harus membuat strategi dan berkonsentrasi untuk membalik biji dengan pengaturan pantulan bola agar racikan dapat berjalan dengan benar. Sehingga kemampuan anak dalam memahami masalah dan menyesuaikan dengan aturan permainan dapat terlatih. Kemampuan anak dalam berkonsentrasi, penyesunan strategi dan pengambilan keputusan dengan baik juga dapat terlatih. Latihan – latihan tersebut terbukti dapat meningkatkan kemampuan problem solving anak.

(27)

yang harus dislentik oleh lawan agar lawan mati dalam permainan dan tidak bisa melanjutkan ketahap selanjutnya. Sehingga anak melatih kognitifnya untuk berkonsentrasi, menyusun trategi dan mengambil keputusan untuk memenangkan permainan

Permainan tradisional bekelan dan selentikan memiliki aturan permainan dan tahapan – tahapan yang berbeda. Sehingga melatih anak untuk memahami hal apa yang dilakukan agar tidak menyalahi aturan dan dapat memenangkan permainan sebagai mana aspek problem solving yang dijelaskan oleh santrok (2011) tahapan pertama adalah mencari dan memahami masalah. Pada tahapan kedua adalah menyusun strategi pemecahan masalah yang baik, pada permainan tradisional yang digunakan juga melatih subjek untuk melakukan penyusuhan strategi bagaiman cara untuk memenangkan permainan. Pada tahapan ketiga adalah eksplorasi solusi yang melibatkan pengambilan keputusan pada anak. Pada permainan ini subjek harus memutuskan strategi mana yang harus dipilih, biji -biji permainan apa yang harus didahulukan dan pengaturan kecepatan pantulan bola ataupun kecepatan slentikan – slentikan pada biji yang lain. Sebagaimana kata Dharmamulya ( 2004) Permainan yang menggunakan olah pikir adalah permainan yang membutuhkan konsentrasi berfikir, ketenangan, kecerdikan dan strategi. Hasil penelitian menunjukan bahwa slentikan dan bekelan dapat menaikan kemampuan problem solving anak dengan signifikan. Menurut Iswinarti ( 2008) Permainan bekelan dan slentikan mampu melatih berpikir sistematis sesuai prosedur permainan, melatih menentukan strategi problem solving. Namun, dari kedua permainan hasil penelitian ini menunjukan bahwa bekelan lebih menunjukan sangat signifikan dibandingkan dengan slentikan. Hal tersebut karena bekelan memiliki aturan dan tahapan yang lebih banyak dari pada slentikan.

Pada proses feedback, subjek dilatih untuk mengumpamakan masalah yang dihadapi dengan perjuangan subjek memainkan permainan hingga menang. Sebelum proses feedback berakhir, peneliti menanyai kesulitan dari permainan dan bagaimana subjek menghadapinya kemudian direfleksikan dengan permasalahan yang sujek alami setiap harinya. Sehingga menimbulkan stimulus pada sujek untuk membuat strategi menghadapi permasalahn yang dihadapi. Pemberian Feedback tersebut mempengaruhi karena termasuk dalam eksperiental learning. Experiental learning menurut kolb (1999), merupakan proses pengetahuan diciptakan melalui transformasi dari pengalaman dalam diri individu. pengetahuan merupakan hasil dari kombinasi penyerapan dan transformasi pengalaman.Sehingga pemberian feedback mampu digunakan sebagai transformasi dari pengalaman hidup yang sudah terjadi pada subjek maupun persiapan pada pemecahan masalah yang akan terjadi pada hidunya.

Subjek yang digunakan adalah anak sekolah dasar usia 9 -11 tahun, hal tersebut karena menurut piaget usia itu adalah usia anak – anak menengah dan akhir (Santrock, 2011). Pada usia ini anak akan memasuki pada masa remaja yang tentunya pengalaman baru bagi subjek. Sehingga subjek dapat belajar memecahkan masalah sejak awal. Selain itu, pada tahapan ini anak berada pada masa operasional konkret dimana anak mampu berfikir secara logis selama ada contoh yang konkret dan spesifik (Santrock, 2011).

(28)

penelitian Rachel (2012) menyemukakan bahwa anak dalam bermain berkelompok lebih aktif membuat strategi pemecahan masalah. Selain itu kreatifitas anak dalam bermain juga mempengaruhi peningkatan problem solving anak.

Walaupun penelitian ini mendapatkan hasil yang sesui hipotesis, bukan berarti penelitian ini tidak memiliki kekurangan. Sebagaimana pengambilan subjek untuk setiap kelompok haruslah dengan variasi yang sama. Sedangkan jumlah subjek yang diambil hanya 9 anak disetiap kelompok. Sehingga anak yang tidak memasuki kelompok juga tetap diberi perlakuan yang sama agar tidak ada keirian. Ketika pemberian posttest 1 dan posttest 2, teman subjek mengganggu subjek sehingga suasana menjadi sedikit gaduh. Pemberian Posttest 1 dan posttest 2 terlalu singkat, waktu yang digunakan hanya berjarak dua hari. Tanggal yang diambil adalah tanggal setelah ujian sehingga pada eksperiment dua tidak dilaksanakan di sekolah melainkan dirumah. Subjek harus menunggu subjek lainnya agar intervensi dapat dilaksanakan. Sehingga waktu penialain sering kali terlambat untuk dimulai. Pada beberapa instansi memperoleh skor Pretest yang tinggi sehingga harus mencari instasi lain agar varian dari subjek sama.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh permainan tradisional (bekelan dan slentikan) terhadap kemampuan problem solving pada anak usia 9 – 11 tahun. Kedua kelompok eksperimen menunjukan adanya peningkatan pada pretest ke posttest 1 dan posttest 2. Sementara pada kelompok kontrol tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Permainan tradisional bekelan dan selentik dapat meningkatkan kemampuan problem solving anak. Namun dari hasil penelitian peningkatan yang signifikan didapat setelah melaksanakan permainan tradisional bekelan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut implikasi yang dapat diambil Bagi orang tua dan pakar pendidik anak dapat memberikan kesempatan bermain pada anak agar kemampuan problem sorving anak meningkat. Hal tersebut karena jenis permainan ini melatih strategi, konsentrasi, dan pengambilan keputusan anak agar dapat memenangkan permainan dan belum ada dampak negatif bagi anak.

Bagi pihak sekolah, perkembangan permainan tradisional dewasa ini tidak begitu unggul, padahal dari hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan problem solving anak. Sehingga pihak sekolah dapat menjaga permainan ini agar lebih bisa dikenal oleh generasi berikutnya, bahwa permaianan tradsional bekelan dan selentik lebih memiliki manfaat yang positif dari pada permainan yang menggunakan aplikasi komputer untuk pembentukan kepribadian anak pada usia sekolah dasar.

(29)

Daftar Pustaka

Anak Yang Gemar Main Game Online Terancam Penyakit Mental. ( 2015, Mei 21).Online ( Http://Banjarmasin.Tribunnews.Com)

Atikaamaisa, (2013, Mei 22) Cinta Ditolak Anak SD Mencoba Bunuh Diri. Online (Http://Forum.Detik.Com/) Diakses Pada 5 Mei 2015.

Atkinson, R. L. ( 1991) Pengantar psikologi (terjemahan).Erlangga ; Jakarta

Arterbrry, M E. Cain, K M & Chopko, S A. (2007).Collaborative Problem Solving

In Five-Year-Old Children: Evidence Of Social Facilitation And Social Loafing. Educational Psychology Vol. 27, No. 5,, Pp. 577–596

Barkan, S., & Machtmes, K..( 2002). Solving Problems Survey .Youth Life Skills Evaluation project at Penn State. Instrument also cited by the CYFAR Life Skills Project at Texas A&M University http://www. Humanserviceresearch .com Recommended by the CYFAR Life Skills Project, Youth Development Initiative, Texas A&M University.

Bisho, J.C. & Curtis, M. (2005). Permainan anak-anak zaman sekarang. Editor: Yovita. Hadiwati. Jakarta: Pt. Grasindo.

Danandjaya, J. (1987). Floklore Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Dimarahi Ibunya karena Tak Mau Sekolah Minggu Murid Kelas 6 SD Gantung Diri (2014,13 November). Online ( http://www.metrosiantar.com)

Dharmamulya, S.( 2004). Permainan Tradisional Jawa. Purwangan; Kepel press

Faisol, A. (2008). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kemampuan Problem solving Pada Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas 17 agustus 1945 Surabaya, hal 23.

Feldman, R S.(2012). Pengantar Psikologi. Terjemahan Understending Psycology (Gayatri Dan Sofyan). Jakarta : Salemba Humanika

Feist, J & Feist, G J. (2010). Teori Kepribadian. Terjemahan Theories of Personality (Smita Prathita Sjahputri).Jakarta : Salemba Humanika

Gandapurnama, B. ( 2013). Kecanduan Game Online, Bocah Ini Jadi Nekat Mencuri Motor. Online ( Http://News.Detik.Com) Diakses Pada 23 Mei 2015.

(30)

Hidayat, D. (2013). Permainan Tradisional Dan Kearifan Lokal Kampung Dukuh Garut Selatan Jawa Barat. Jurnal Academica Fisip Untad. Vol.05.

Ifamuyiwa, A.S. Ajilbogba, S. I. (2012).A Problem Solving Model as a Strategy for Improving Secondary School Students’ achievement and Retention in Further Mathematics.ARPN

Journal of Science and Technology. diakses pada tanggal 5 oktober 2015. http://www.ejournalofscience.org./archive/vol2no2/vol2no2_18.pdf

Iswinarti. (2010). Nilai – Nilai Terapiutik Permainan tradisional Engklek pada usia sekolah dasar. Jurnal Humanity. Vol. 6, Nomor 1, hal 41 – 44.

Iswinarti, Fasichah, S. S., & Sulismadi. (2007). Permainan Anak Tradisional Sebagai Model Peningkatan Kompetensi Sosial Anak Usia Sekolah. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Malang: Lembaga Penelitian Umm.

Iswinarti, Fasicahah, S. S., & Sulismadi. (2008). Permainan Anak Tradisional Sebagai Model Peningkatan Kompetensi Sosial Anak iUsia Sekolah. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Ii. Malang: Lembaga Penelitian Umm.

Kolb, D.A., Boyatzih, R.E., Mainemelis,C. (1999). Eksperiental learning theory : Previous research and new direction. Cleveland: Case Western Research University.

Misbach, I. 2006. ”Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang Pembentukan Karakter Dan Identitas Bangsa”. Laporan Penelitian. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Omiwale, J B (.2011).Relationship Between Problem-Solving Ability And Achievement In Physics Among Senior Secondary School Students In Osun State, Nigeria. Jounal of The African Symposium. Volume 11, No. 1,School of Pre-degree Studies, Osun State University, Osogbo, Nigeria

Polya, G.(1957). How To Solve It 2nd. Ed Princeton University Press: New Jersey

Rachel, E. (2012). The power of play : a research summary on play and learning. Universitas Minnesota

Rahmat J. (2001). Psikologi Komunikasi. Cetakan ke-16. Bandung: PT Renja Kesdakarya.

Reber, A S., Emily S. Reber.( 2010), Kamus Psikologi (judul asli: The Penguin Dictionary Of Psychologi), terj. Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Reed, S K. (2011). Cognition Theory and Applictions. Kognisi teori dan aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika.

(31)

Disertasi Doktoral. Doctor Of Philosophy In Developmental Psychology.University Of Pittsburgh.

Sahay, S. (2013). Traditional Children’s Games Of Bihar. Doi:10.7592/Fejfhal .54.Sahay

Santrock, J W. ( 2011). Masa Perkembangan Anak. terjemahan ( Verawati dan wahyu). Jakarta : Salemba Humanika

Santrock, J W.(2011). Psikologi Pendidikan( terj. Tri wibowo).Jakarta : Salemba Humanika

Sari, A.P. (2010). Pengaruh Manisan Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt.) Terhadap Fungsi Kognitif Perempuan Dewasa.Fakultas Kedokteran. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Seniati, L. Yulianto, A.S, B.N. (2011). Psikologi Eksperimen. Jakarta : Indeks

Setiawan, T S (2014, Mei 20)Siswa SD Memilih Menyontek Jawaban Ujian Nasional .( Http://Nasional.Tempo.Com)

Simatupang, N.( 2005). Bermain Sebagai Upaya Dini Menanamkan Aspek Sosial Bagi Siswa Sekolah Dasar.Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 3, No. 1, Diakses pada tanggal 6 oktober 2015. online (http://journal.uny.ac.id/index.php)

Solso, R. Maclin, O.H. Maclin M.K. (2007).Cognitif Psikologi : Psikologi Kognitif. (Terj.Rahardanto, M & Batuajdi, K) . Jakarta ; Erlangga.

Sugiono. (2012). Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung : Alfabeta. Cv

Susetio, J ( 2014, Oktober 15)Perilaku Menyimpang, Psikolog: Kasus SD Percobaan Abnormal( http://medan.tribunnews.com).

Triani, F.( 2012) . Pengaruh Manisan Daging Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt.)

Terhadap Fungsi Kognitif Pada Laki-Laki Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Ugiarto. (2015 Mei 5). Anak SD di Lampung Bunuh Diri Gara - Gara Tak Dikasih Uang Untuk Perbaiki Motor. Online ( www.tribunnews.com/) .

Winarsunu, T. ( 2006). Statistika dalam penelitian psikologi dan pendidikan. (ed. Revisi). Malang : UMM press.

(32)
(33)

Lampiran 1

(

Modul permainan tradisional (

bekelan

(34)

MODUL PENELITIAN SKRIPSI

PERMAINAN TRADISIONAL

BEKELAN, CONGKLAK LIDI, DAN SELENTIK

Disusun Oleh: Laila Alfinur Hasana

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(35)

MODUL PERMAINAN TRADISIONAL BEKELAN, CONGKLAK LIDI, DAN SELENTIK

A. Latar Belakang

Bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan (Simatupang,2005). Bagi anak, bermain memiliki porsi yang cukup besar dalam aktifitas sehari – hari. Selain sebagai media pengisi waktu luang bermain juga memiliki peranan dalam peningkatan kecerdasan anak. Bermain dibagi atas 2 jenis yaitu modern dan tradisional, Permainan modern memiliki keunggulun di bidang visual yang beraneka warna, tidak membutuhkan banyak tempat, praktis, dilengkapi dengan audio dan memiliki banyak tema permainan. Namun memiliki dampak negatif apabila digunakan secara berlebihan. Sebagaimana Dodol, anak usia 15 tahun yang mencuri motor untuk membayar game online (news.detik.com). Selain itu Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B seperti dirilis Dailymail, Rabu (20/5/2015). Peneltian itu menemukan, pemain yang dua kali lebih mungkin untuk menggunakan inti berekor mereka (80,76%) yang cenderung mengandalkan sistem memori spasial otak, hippocampus yang mengakibatkan gangguan neurologis dan psikologis termasuk demensia dan depresi pada anak (banjarmasin.tribunnews.com/).

(36)

Permainan tradisional yang dapat digunakan untuk meningkatkan problem solving adalah permainan yang termasuk dalam jenis permainan berfikir seperti Slentikan, Bekelan dan

Congklak Lidi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Iswinarti ( 2008) yang menyatakan Permainan bekelan, congklal lidu dan slentikan mampu melatih berpikir sistematis sesuai prosedur permainan, melatih menentukan strategi problem solving.

B. Sasaran

Dalam penelitian ini proses pelaksanaan permainan bekelan, selentik, dan congklak lidi ditujukan pada siswa sekolah dasar dengan sasaran siswa-siswi Sekolah Dasar dengan rentang usia 9-11 tahun serta sehat fisik dan mental.

C. Tujuan Penyusunan

Adapun tujuan penyusunan modul yaitu sebagai acuan dalam melakukan atau memberikan intervensi dengan menggunakan permainan tradisional bekelan, selentik, dan congklak lidi untuk meningkatkan kemampuan problem solving anak usia sekolah

D. Panduan Pelaksanaan Permainan Tradisional 1. Cara Pembagian Kelompok

Adapun cara pembagian kelompok dalam permainan tradisional ini yaitu:

a. Peneliti mengumpulkan seluruh anak yang telah dipilih menjadi subjek permainan b. Peneliti membagi subjek dalam 3 (tiga) kelompok besar yang disesuaikan dengan hasil

pre test sebelumnya.

c. Setelah menemukan 3 (tiga) kelompok besar, subjek dikumpulkan sesuai dengan kelompoknya masing-masing

d. Setelah membagi menjadi 3 (tiga) kelompok besar dan mengumpulkannya, peneliti kembali membagi subjek menjadi 3 (tiga) kelompok kecil yang terdiri dari 3 (tiga) orang subjek tiap kelompok dengan sistem “hom pim pa”.

(37)

a) Warna biru : permainan bekelan b) Warna merah : permainan congklak lidi c) Warna hijau : permainan selentik

f. Pemberian pita dan pembedaan warna pita untuk 3 (tiga) permainan tradisional adalah dilakukan agar memudahkan peneliti untuk mengenali subjek tiap permainan.

2. Prosedur dan Aturan Permainan Tradisional Bekelan Alat Bantu Permainan

- 3 buah bola bekel - 18 buah biji bekel - 1 buah stopwatch - 1 buah peluit

Prosedur Permainan Bekelan

1. Sebelum permainan di mulai, maka haruslah dilakukan suit yang bertujuan untuk menentukan siapa yang mendapat giliran perama kali memainkannya.

2. Pemain yang menang berhak bermain terlebih dahulu dengan menggenggam semua biji bekel serta bola bekel.

3. Lemparkan bola ke atas, kemudian jatuhkan biji bekel ke lantai kemudian tangkap bolanya lagi.

4. Kemudian pantulkan lagi bola bekel. Ketika bola berada di atas maka pemain harus mengambil biji bekel sesuai dengan tahapannya.

5. Tahapan dalam mengambil biji bekel, yaitu: a. Satuan

Pada tahapan ini, pemain mengambil satu per satu biji bekel sampai habis kemudian bola di pantulkan dan biji bekel di jatuhkan kembali setelah itu ambil dua biji – biji sampai habis. Lakukan sampai yang terakhir misalnya saja jumlah biji bekel enam maka yang terakhir diambil keenam biji bekel tersebut.

b. Phet (bagian biji bekel yang jika di balik bagian tengah ada lubangnya)

(38)

c. Rha/rhe (bagian biji bekel yang jika di balik posisinya seperti menungging).

Di tahap ini biji bekel semuanya dibalik menjadi rhe/rha. Setelah itu mengambil secara bertahap mulai dari satu – satu dan seterusnya sampai terakhir.

d. Klat satu sampai klat lima (Bagian biji bekel yang polos ketika biji bekel di balik pada posisi mendatar)

e. Es satu sampai lima (bagian biji bekel yang ada titik tiganya saat di balik secara mendatar)

f. Naspel Membalik semua biji bekel menjadi phet semua. Setelah itu membalik biji bekel menjadi rhe semua. Tahap selanjutnya membalik biji bekel menjadi klat dan kemudian es semuanya. Lalu semua biji bekel diambil sambil mengacungkan jari telunjuk ke lantai. Ketika pemain tidak berhasil maka pemain harus mengulang dari awal tahap naspel.

6. Setelah tahap Naspel pemain akan mengulang tahapan permainan dari awal.

7. Skor diperoleh apabila pemain berhasil menyelesaikan tahapan pertahapan dalam permainan. Setiap berhasil menyelesaikan satu tahapan maka pemain akan mendapatkan satu bintang.

8. Setiap pemain yang berhasil melalui satu tahapan akan mendapatkan reward berupa 1 bintang.

9. Permainan yang berhasil mendapatkan reward berupa bintang yang akan ditukarkan dengan hadiah usai permainan.

Aturan Permainan Bekelan:

1. Pemain terdiri dari 2 anak atau lebih.

2. Pada permainan ini lawan bermain harus berhenti bermain (dikatakan mati) ketika bola tidak dapat ditangkap kembali.

3. Permainan menggunakan enam biji bekel atau lebih, maupun kurang dari jumlah tersebut. (jumlah bekel terserah kesepakan bersama antar pemain)

4. Permainan juga dikatakan mati ketika pemain menyentuh bekel lain (ketika tahap “naspel”) atau salah mengambil jumlah bekel pada tahap “satuan”, atau salah meletakkan posisi bekel pada tahap “phet”, “rha”, “klat”, dan “es”.

Gambar

Tabel 6. Analisa Peningkatan Pre-test, Post-test 1 dan post-test 2 Kelompok Kontrol……
Tabel 1. Diagram hasil rata – rata  keseluruhan kelompok………………………       13
Table 1. Nilai - Nilai Permainan Tradisional dan Problem Solving
Tabel 3. Hasil Pre Test disetiap kelompok
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jadi yang dimaksud dengan produk atau jasa yang memiliki nilai pelanggan adalah produk atau jasa yang dijual dengan harga yang pantas untuk dibayar oleh konsumen dan dapat

[r]

Kadar minyal inti sawit tersebut sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 49% - 52% dan kadar air inti sawit sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan

Adhiantoko, Hony, 2013.“ Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Blora

Penulisan Ilmiah ini berisi tentang bagaimana cara membuat game menangkap ubur-ubur, dimana game ini disusun menjadi beberapa level yang semakin tinggi level akan semakin tinggi

Skripsi ini ditulis dengan 4 bab yang saling mendukung, yaitu bab I pendahuluan, bab II kajian teori, bab III pembahasan, dan bab IV penutup. Difokuskan pada latar belakang,

Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan hasil analisis simulasi debit puncak dan waktu menuju debit puncak aliran permukaan untuk Sub DAS yang didominasi tanah bertekstur liat (Sub