• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tinggi Tanggul Banjir Rob Muara Sungai Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Tinggi Tanggul Banjir Rob Muara Sungai Belawan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TINGGI TANGGUL BANJIR ROB MUARA SUNGAI

BELAWAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkap isyarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

FAHRURROZIE

08 0404 161

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

i ABSTRAK

Pada kawasan kota Belawan dengan adanya perubahan tata guna lahan dari daerah resapan air hujan menjadi sebuah kawasan industri , pemukiman dan pelabuhan, sehingga mengakibatkan sering terjadinya banjir normal dan banjir ROB. Untuk mencegah banjir tersebut maka diperlukan evaluasi tinggi banjir terhadap bangunan air yaitu tanggul yang dapat menahan banjir memasuki pemukiman.

Untuk menentukan curah hujan rencana menggunakan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi yaitu distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi Log Person III dan distribusi Gumbel., kemudian diambil nilai curah hujan periode ulang 15 tahun Distribusi Gumbel untuk digunakan pada perhitungan selanjutnya.

Dari analisa frekuensi curah hujan berdasarkan empat jenis distribusi dengan periode ulang 15 tahun diperoleh nilai curah hujan Distribusi Normal = 194.43 mm, Distribusi Log Normal = 215.19 mm, Distribusi Log Person III = 206.27 mm, Distribusi Gumbel = 222.41 mm. Lalu dari hasil analisa HEC RAS didapat elevasi muka air banjir sungai Belawan = 1.8m dengan mengambil debit banjir Nakayasu Q15=556.32 m3/detik.

Dari analisa elevasi muka air banjir ternyata tinggi tanggul existing lebih rendah sehingga dalam kondisi banjir ROB, tanggul tidak dapat menahan air banjir. Sesuai dari elevasi muka air banjir yang didapat maka perlu dilakukan peninggian tanggul eksisting setinggi 20 cm dengan penambahan free board setinggi 20 cm. maka total tinggi tangul rencana setinggi 40 cm dari elevasi tinggi tanggul eksisting.

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“EVALUASI TINGGI TANGGUL BANJIR ROB MUARA SUNGAI

BELAWAN”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

(4)

iii 2. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Emma Patricia Bangun, ST. M.Eng dan Bapak Ivan Indrawan, ST, MT, selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis. (Kak Lince, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Zul, Bang Edi dan Bang Amin).

(5)

iv Dikaserta teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

10. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Februari 2015 Penulis,

(6)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan ... 2

1.5 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Hidrologi ... 4

2.1.1. Curah Hujan ... 5

2.1.2. Distribusi Frekuensi curah Hujan... 8

2.2 Metode Perhitungan Debit Banjir ... 16

2.2.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional ... 16

2.2.2 Metode Hidrograf Banjir... 16

2.3 Hydrologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS) ... 23

2.3.1. Graphical User Interace... 24

2.3.2. Analisis Hidraulika... 24

2.3.3. Penyimpanan Data dan Manajemen Data ... 26

2.3.4. Grafik Dan Pelaporan... 27

2.4. Banjir ROB ... 28

2.5. Pasang Surut ... 29

2.6. Tanggul ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Lokasi Penelitian... 43

(7)

vi

3.3 Variabel yang Diamati ... 49

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Analisis Hidrologi... 50

4.1.1 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum... 50

4.2 Analisa Hidrologi... 54

4.3 Penentuan Pola Distribusi Hujan ... 57

4.3.1. Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 67

4.4 Pemilihan Jenis Distribusi ... 69

4.4.1. Menentukan Nilai Chi-Kuadrat... 70

4.5 Perhitungan Debit Banjir ... 73

4.6 Pasang Surut ... 79

4.7 Pengukuran Penampang Muara Sungai Belawan ... 83

4.7 Tinggi Muka Air Banjir Sungai Belawan Dengan HEC-RAS ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss ...9

Tabel 2.2 Nilai K untuk DIstribusi Log Normal ... 11

Tabel 2.3 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel... 12

Tabel 2.4 Reduksi Variat (YTr) sebagai Fungsi Periode Ulang Gumbel... 13

Tabel 2.5 Reduksi Standar Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel ... 13

Tabel 2.6 Nilai K untuk distribusi Log Pearson... 15

Tabel 2.7 Elevasi muka air pasang dan surut ... 33

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Stasiun Pancur Batu ...51

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Stasiun Bulu Cina... 52

Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Stasiun Belawan ...53

Tabel 4.4 Curah Hujan Kawasan Areal Tiap Stasiun DAS Sungai Belawan ...55

Tabel 4.5 Curah Hujan Harian Maksimum Rata Rata DAS Sungai Belawan ... 56

Tabel 4.6 Rangking Curah Hujan Harian Maksimum Rata Rata DAS Sungai Belawan... 56

Tabel 4.7 Curah Hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Normal... 58

Tabel 4.8 Curah Hujan Kala Ulang Dengan Distribusi Normal ... 58

Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Log Normal ... 59

(9)

viii Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Log

Pearson III ... 62

Tabel 4.12 Curah Hujan Kala Ulang Dengan Distribusi Log Pearson III ...63

Tabel 4.13 Analisa Curah hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Gumbel ...65

Tabel 4.14 Curah Hujan Kala Ulang Dengan Distribusi Gumbeln... 66

Tabel 4.15 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 68

Tabel 4.16 Uji Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Sebaran ... 70

Tabel 4.17 Perhitungan Metode Chi-Kuadrat ... 72

Tabel 4.18 Resume Distribusi Curah Hujan Kala Ulang DAS Sungai Belawan ... 73

Tabel 4.19 Distribusi Curah Hujan ... 75

Tabel 4.20 Perhitungan Unit Hidrograf Debit Banjir... 76

Tabel 4.21 Debit Banjir Kala Ulang DAS Sungai Belawan Dengan Metode Nakayasu Gumbel... 78

Tabel 4.22 HAsil Pengamatan Pasang surut di S. Belawan 15 Juli 2014- 29Juli 2014 ... 79

Tabel 4.23 Elevasi Muka Air pasang di Sungai Belawan ... 82

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi ... 4

Gambar 2.2 Polygon Thiessen pada DAS... 6

Gambar 2.3 Peta Isohyet ... 7

Gambar 2.4 Hidrograf Satuan SIntetik Nakayasu... 21

Gambar 2.5 Tampilan HEC-RAS 4.0 ... 27

Gambar 2.6 Perubahan Jarak Dari Bulan Ke Bumi ... 31

Gambar 2.7 Inklinasi Orbit Bulan Terhadap Orbit Bumi ... 33

Gambar 2.8 Pelischaal (Rambu Pengamatan Pasang Surut) di 2 lokasi ... 34

Gambar 2.9 Pengikatan (levelling) peilschaal ... 35

Gambar 2.10 Pekerjaan Pengikatan (levelling) pelischaal menggunakan Zeiss ni-2 Waterpass ... 36

Gambar 2.11 Bagan Alir Perhitungan Dan Peramalan Perilaku PAsang Surut Laut 61 Gambar 3.1 Peta TAnggul Eksisting pada Muara Sungai Belawan ...43

Gambar 3.2 Tanggul Eksisting yang Dijadikan Kedai...44

Gambar 3.3 Tanggul Eksisting yang Menjadi Bagian Dari Beberapa Rumah Warga ...44

Gambar 3.4 Tanggul Eksisting yang Dijadikan Tempat Pembuangan Sampah ...45

Gambar 3.5 Tahapan Penelitian Tugas Akhir ...46

Gambar 4.1 Polygon Thiesen DAS Sungai Belawan...55

(11)
(12)

xi

DAFTAR NOTASI

An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2) A = luas total DAS (km2)

A = Luas daerah aliran (km2) B = lebar sungai normal Cs = Koefisien kemencengan C = Koefisien pengaliran, C = koefisien Chezy C = kohesi

d = tinggi curah hujan rata-rata

dn = hujan pada pos penakar hujan (mm) f = sudut antara setiap garis tengah irisan f = sudut geser dalam

f = Faktor konversi = 0,278 H = kedalaman air rata-rata

I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) I = kemiringan permukaan air sungai

I = panjang busur lingkaran galiner (m) K = Variabel reduksi

Log X = Harga rata–rata dari data

q = tegangan kompresive vertical Q = Debit

SF = factor keamanan (safety factor) Sx = Standard Deviasi

Sn = Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N t = tegangan geser persatuan luas (t/m2)

W = tegangan oleh gaya berat irisan vertical persatuan lebar (t/m)

(13)

xii periode ulang T tahun.

X = Harga rata–rata

(14)

i ABSTRAK

Pada kawasan kota Belawan dengan adanya perubahan tata guna lahan dari daerah resapan air hujan menjadi sebuah kawasan industri , pemukiman dan pelabuhan, sehingga mengakibatkan sering terjadinya banjir normal dan banjir ROB. Untuk mencegah banjir tersebut maka diperlukan evaluasi tinggi banjir terhadap bangunan air yaitu tanggul yang dapat menahan banjir memasuki pemukiman.

Untuk menentukan curah hujan rencana menggunakan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi yaitu distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi Log Person III dan distribusi Gumbel., kemudian diambil nilai curah hujan periode ulang 15 tahun Distribusi Gumbel untuk digunakan pada perhitungan selanjutnya.

Dari analisa frekuensi curah hujan berdasarkan empat jenis distribusi dengan periode ulang 15 tahun diperoleh nilai curah hujan Distribusi Normal = 194.43 mm, Distribusi Log Normal = 215.19 mm, Distribusi Log Person III = 206.27 mm, Distribusi Gumbel = 222.41 mm. Lalu dari hasil analisa HEC RAS didapat elevasi muka air banjir sungai Belawan = 1.8m dengan mengambil debit banjir Nakayasu Q15=556.32 m3/detik.

Dari analisa elevasi muka air banjir ternyata tinggi tanggul existing lebih rendah sehingga dalam kondisi banjir ROB, tanggul tidak dapat menahan air banjir. Sesuai dari elevasi muka air banjir yang didapat maka perlu dilakukan peninggian tanggul eksisting setinggi 20 cm dengan penambahan free board setinggi 20 cm. maka total tinggi tangul rencana setinggi 40 cm dari elevasi tinggi tanggul eksisting.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Lantar Belakang

Kota Belawan secara geografis terletak di 03°47′LU 98°42′BT (030 47’ 00” LU dan 98” 42” BT). Sebagian besar kota ini memiliki lahan yang relative

datar . Kota Belawan yang mempunyai luas wilayah 28.2 km2 dan kepadatan ± 95506 jiwa (2012). Perkembangan kota ini dalam waktu singkat menjadi sangat pesat. Selain itu terdapat Pelabuhan dan Industri industri.

Pada kawasan kota Belawan dengan adanya perubahan tata guna lahan dari daerah resapan air hujan menjadi sebuah kawasan industri , pemukiman dan pelabuhan, sehingga mengakibatkan sering terjadinya banjir normal dan banjir ROB. Untuk mencegah banjir tersebut maka diperlukan suatu bangunan air yaitu tanggul yang dapat menahan banjir memasuki pemukiman.

Pada awalnya pemerintah telah membuat tanggul disepanjang pesisir kota Belawan dan pelabuhan. Namun saat ini ketinggian muka air semakin bertambah sehingga air banjir masi melimpas melewati tanggul mengakibatkan banjir di kota Belawan. Diperlukan adanya evaluasi tinggi tanggul yang dapat mencegah air banjir tidak memasuki daerah kota Belawan.

(16)

Pada bangunan tanggul exsisting yang ada pada muara sungai Belawan perlu dilakukan evaluasi terhadap fungsinya sebagai penahan limpasan air akibat kenaikan muka air laut ke daratan. Hal ini mengingat masih sering terjandi banjir akibat pasang surut di daerah studi sehingga akan diteliti oleh penulis apakah tanggul banjir pasang surut masih berfungsi secara maksimal untuk menahan limpasan air laut.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam pembahasan ini tidak terlalu luas maka dibuat batasan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:

1. penulis hanya membahas banjir yang terjadi pada Kawasan muara sungai Belawan

2. Pada curah hujan digunakan dengan metode Rasional.

3. Perhitungan debit banjir rencana digunakan metode nakayasu. 4. Perhitungan elevasi pasang surut digunakan metode admiralty. 5. Perhitungan tinggi muka air banjir ROB dengan hecras.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan penelitian pada Tugas Akhir "Evaluasi Tinggi Tanggul Banjir ROB Kota Belawan" ini adalah :

(17)

2. mengevaluasi apakah tinggi tanggul sudah mencukupi dalam mengatasi kenaikan muka air laut akibat pasang surut.

1.5 Manfaat

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidrologi

Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi – penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar 2.1 berikut merupakan gambar siklus hidrologi.

(19)

2.1.1 Curah Hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.

1. Rata-rata aljabar

Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal studi.

d = = (2.1)

di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d1, d2 . . . dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, dan n = banyak pos penakaran.

(20)

pos penakar tidak me areal.

2. Cara Poligon Thie Cara ini berdasarkan penakar mempunyai garis-garis sumbu tega penakar. Gambar 2.2 poligon Thiessen dala

Gambar 2.2 Poligon T

Curah hujan pada suat

dimana d = tinggi cur hujan (mm), An = lua total DAS (km2).

1 1 1 A A d . A d        A d . A

d 1 1  

menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh

hiessen

kan rata-rata timbang (weighted average). ai daerah pengaruh yang dibentuk dengan m tegak lurus terhadap garis penghubung di antar 2.2 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, da n dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).

gon Thiessen pada DAS

suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan be (2.2)

curah hujan rerata daerah (mm), dn = hujan pa luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2

n 2 n n 2 2 A ... A d . A ... d . A        A d . A ... d .

A2 2  n n

uh pos di seluruh

). Masing-masing menggambarkan ntara dua buah pos 2, dan 3 dari skema

n berikut: 2.2)

(2.3)

(21)

3. Cara isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3 Peta Isohyet

Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yeng berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai berikut:

(2.4)

(2.5)

di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A = luas areal total = A1+ A2+ A3 + ...+ An, dan d0,d1,..., dn= curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ..., n.

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet. Pada waktu menggambar garis-garis isohyet sebaiknya

(22)

juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik).

2.1.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu:

A. Distribusi Normal B. Log Normal C. Gumbel

D.Log Pearson Type III

A. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + k.Sx (2.6)

Dimana:

XT: Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

X: Harga rata–rata dari data

n X

n

1 i

(23)

Sx : Standard Deviasi

1 n

X X

n

1 i n

1 2 i

 

Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss

(24)

B. Distribusi Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + k.Sx Log X (2.7)

Dimana:

Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata–rata dari data

n ) (X log

n

1

i

SxLog X: Standard Deviasi

1 n

) X Log (LogX

n

1 i n

1

2 i

 

(25)

Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37)

C. Distribusi Gumbel

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:

XT= X + K.Sx (2.8)

Dimana:

XT: Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).

X: Harga rata–rata dari data

n X

n

1 i

(26)

Sx: Standard Deviasi

1 n

X X

n

1 i n

1 2 i

 

K: Variabel reduksi.

Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:

K

n n T

S Y Y 

 (2.9)

Dimana:

YT: Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn: Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

Tabel 2.3 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

(27)

Tabel 2.4 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

Tabel 2.5 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

D. Distribusi Log Person III

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + Ktr. S1 (2.10)

(28)

Log XT: Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata–rata dari data, Log X

n X Log n 1 i i

 

S1: Standard Deviasi, S1=

1 n X Log X Log n 1 i 2 i  

dengan periode ulang T.

3 i n 1 i 3 i S . ) 2 n ( ) 1 n ( X Log X Log . n Cs    

 Dimana :
(29)

Tabel 2.6 Nilai K untuk distribusi Log Pearson

(30)

2.2 Metode Perhitungan Debit Banjir

2.2.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional

Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha.Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah.Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional:

Q = f x C x I x A (2.20)

dimana, C: Koefisien pengaliran, I: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam),A: Luas daerah aliran (km2) dan f: Faktor konversi = 0,278.

2.2.2 Metode Hidrograf Banjir

(31)

1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan(interception) 2. Tampungan di cekungan(depression storage)

3. Pengisian lengas tanah(replenisment of soil moisture) 4. Pengisian air tanah(recharge)dan

5. Evapotranspirasi

Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit.Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow).Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

a. Hidrograf Satuan

(32)

Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan.Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan.Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:

1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.

2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat.

(33)

Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat.Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.

b. Hidrograf Satuan Sintetik

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:

1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakyasu 2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I 4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS

(34)

c. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting.Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah.Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri.Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data.Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.

(35)
[image:35.595.200.446.481.633.2]

yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut.Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini:

Gambar.2.4 Hidrograf satuan sintetik Nakayasu

Tr i

Lengkung Turun Lengkung Naik

0.8 Tr

Tg t

Q

t Qp

0.3 Qp

0.3 2

(36)

Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut:

1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:

untuk L > 15 : = 0,4 + 0, 058 (2.21)

untuk L < 15 : = 0,21 , (2.22)

2. Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

= + 0,8 (2.23)

3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:

, = (2.24)

4. Waktu puncak

= + 0,8 (2.25)

5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

=

, ( , , ) (2.26)

6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp)

=

,

(2.27)

7. Bagian lengkung turun  Jika < < ,

= 0,3

(37)

 Jika > > ,

= 0,3

, ,

, , (2.29)

 Jika > 1,5 ,

= 0,3

, ,

, (2.30)

2.3 Hydologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS)

HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai, River Analysis System (RAS), dibuat olehHydrologic Engineering Center(HEC) yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE).HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak-permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) Hitungan profil muka air aliran permanen, (2) Simulasi aliran tak permanen, (3) Hitungan transport sedimen, dan (4) Hitungan kualitas (temperatur) air.

Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka air dilakukan.

(38)

2.3.1 Graphical User Interface

Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-RAS. Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAC dengan tetap mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini dengan mudah:

 Manajemen file

 Menginputkan data serta mengeditnya  Melakukan analisis hidraulik

 Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan grafik

 Penyusunan laporan, dan  MengaksesOn-Line help

2.3.2 Analisis Hidraulika

Steady Flow Water Surface Component.Modul ini berfungsi untuk menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Program ini mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik, maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub-kritik, super- sub-kritik, maupun campuran antara keduanya.

(39)

penetapan asuransi resiko banjir berkenaan dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir.Modul aliran permanen dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul.

Unsteady Flow Simulation. Modul ini mampu mensimulasikan aliran tak-permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks.Semula, modul aliran tak-permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik dan mensimulasikan regime aliran campuran (sub-kritik, super-kritik, loncat air, dan draw-downs).Fitur spesial modul aliran tak-permanen mencakup analisis dam-break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.

Sediment Transport/ Movable Boundary Computations.Modul ini mampu mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai) akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan, namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir tunggal).Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen sehingga memungkinkan simulasi armoring dan sorting. Fitur utama modul transport sedimen mencakup kemampuan untuk memodelkan suatu jaring (network) sungai, dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris)transport sedimen.

(40)

untuk keperluan navigasi, mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.

Water Quality Analysis.Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis kualitas air di sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk melakukan analisis temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan simulasi transpor berbagai konstituen kualitas air.

2.3.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data

Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flat” files (format ASCII dan biner), serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file.

(41)

luar HEC-RAS (dilakuk kesulitan pada saat kemungkinan besar ti modifikasi file-file ha

2.3.4 Grafik dan Pelap

Fasilitas grafik sungai, tampang linta merupakan plot X-Y fitur plot 3D beberapa ditampilkan dalam be yang telah disediaka kebutuhan. Grafik da clipboard untuk dim spreadsheet). Fasilita masukan dan keluaran h

Gambar 2.5. Tampilan H

dilakukan langsung pada folder), biasanya akan at pemakaian HEC-RAS mengingat penguba r tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena i harus dilakukan melalui perintah dari dalam HE

elaporan

fik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup intang, rating curves, hidrograf, dan grafik-g -Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS me apa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran m bentuk tabel.Pemakai dapat memilih antara akan oleh HEC-RAS atau membuat/mengedi

dan tabel dapat ditampilkan di layar, dicetak, dimasukkan kedalam program aplikasi lain (w

itas pelaporan pada HEC-RAS dapat berupa p ran hasil padaprinteratauplotter.

pilan HEC-RAS 4.0

kan menyebabkan gubahan tersebut na itu, operasi atau

HEC-RAS.

(42)

2.4 Banjir ROB

Banjir Rob adalah nama lain dari banjir air laut. Lebih tepatnya adalah jenis banjir yang diakibatkan pasang surutnya air laut. Wilayah yang tergenang air laut ini adalah mean sea level atau permukaan yang jauh lebih rendah dari titik laut. Sama seperti banjir lainnya, banjir Rob ini juga membahayakan pemukiman manusia.

Penyebab Terjadinya Banjir Rob antara lain

1. Penyebab utama Banjir Rob adalah Gravitasi, baik itu gravitasi bulan atau matahari atas Bumi. Gravitasi ini mempegaruhi tinggi dan rendahnya kenaikan air lautan.

2. Banjir Rob disebabkan kapasitas air di lautan bertambah dalam jumlah massif oleh karena mencairnya es.

3. Penyebab selanjutnya adalah karena terjadi penurunan pada permukaan tanah. Hal ini bisa dipicu dua hal yakni tidak kuatnya tanah menopang bagunan yang berdiri di atasnya dan juga karena penggunaan air tanah yang terlalu banyak dan menciptakan ruang kosong dalam tanah.

4. Penyebab selanjutnya adalah karean tekanan udara di wilayah pantai cukup rendah. Hal ini, dalam kondisi tertentu, bisa membuat air laut menyembul.

(43)

6. Tambahan penyebab lain datang dari aktivis LSM, mereka berpendapat rusaknya vegetasi di kawasan leuser turut menjadi penyebab terjadinya Banjir Rob.

Dampak Banjir Rob antara lain :

1. Banjir karena pasang air laut (rob) ini telah memberikan dampak negatif terhadap kawasan permukiman pesisir. Selain merubah lingkungan, banjir Rob juga memberi tekanan batin pada masyarakat.

2. Banjir Rob bisa merusak infrastruktur di lingkungan masyarakat. Misalnya saja kayu yang cepat lapuk karena terus-menerus tergenang air.

3. Banjir akibat pasang air laut (rob) juga berdampak pada rusaknya sarana dan prasarana lingkungan seperti air bersih. Air laut akan bercampur dengan air tawar. Hal ini akan membuat masyarakat kesulitan mendapat air bersih.

4. Banjir rob juga mengganggu sistem persampahan, drainase, dan juga sanitasi. Air yang bercampur dengan sampah tentu tak baik.

5. Apabila berlangsung cukup lama, maka banjir Rob akan membawa pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.

2.5 Pasang Surut

(44)

adalah amplitudo total dari variasi muka air antara air tertinggi (puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut).Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut arus pasang surut, yang menyangkut massa air dalam jumlah yang sangat besar. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut terjadi pada arus surut. Titik balik adalah saat dimana arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol. (Ongkosongodkk, 1998).

Data pasang surut sangat diperlukan dalam penentuan elevasi muka air rencana pintu. Kantor Jawatan Hydrografi di Jakarta setiap tahun mengeluarkan data pasang surut di beberapa lokasi di Indonesia. Data-data pasang surut tersebut dapat menunjukkan elevasi muka air laut yang digunakan untuk perencanaan.

Pasang adalah fenomena naiknya permukaan air laut akibat adanya pengaruh gaya tarik (gravitasi) bulan dan matahari terhadap bumi. Tinggi rendahnya kenaikan air pasang itu ditentukan oleh dua faktor: (1) posisi relatif bulan dan matahari terhadap bumi, (2) serta jarak bulan (pada orbitnya) dengan titik pusat (inti) bumi.

Besar kecilnya efek kedua faktor tadi menentukan besar-kecilnya selisih permukaan air saat pasang dengan permukaan air saat surut. Bila rentang selisih tersebut lebih kecil dari rata-rata maka pasang itu di sebut neap tide (pasang konda). Bila rentang selisih air pasang dengan air surut lebih besar daripada rata-rata maka pasang demikian disebutspring tide(pasang tinggi).

(45)

Tetapi kejadian tersebut tidak selalu menimbulkan masalah atau bencana bila tidak disertai oleh faktor lain yang menyebabkan spring tide tadi melampaui kondisi rata-rata.

a. Pengaruhperigeedanapogee

Kekuatan gaya gravitasi suatu benda ditentukan oleh jarak. Demikian juga gaya gravitasi bulan, besarnya bergantung pada jarak dari bulan (garis orbit) ke pusat inti bumi. Orbit bulan berbentuk elip, karena itu jarak bulan dengan bumi selalu berubah. Jarak terjauh bulan dari pusat bumi ketika berevolusi mengelilingi bumi pada orbitnya disebut apogee, sedangkan jarak terdekatnya disebut perigee (Gambar 1)

(46)

dan matahari berada pada satu garis lurus maka terbentuklah pasang yang sangat tinggi yang disebut perigean spring tide. Pasang jenis inilah yang sering menimbulkan masalah bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pantai. Bila pasang tersebut disertai tiupan angin kencang yang durasinya panjang maka terjadilah fenomenagelombang pasang.

b. Pengaruh inklinasi orbit bulan dan sumbu bumi

Faktor lain yang menentukan terjadi atau tidaknya perigean spring tide di suatu tempat adalah apakah tempat tersebut berada di bawah lintasan bulan atau tidak. Bidang orbit bulan selalu berinklinasi (tetap) terhadap bidang orbit bumi dengan sudut 5o8’ (Gambar 9.11A), karena itu suatu ketika bulan dapat berada tepat pada bidang orbit bumi saat berevolusi.

Titik dimana posisi bulan berada tepat di bidang orbit bumi saat dia bergerak turun (jika dilihat dari atas kutub utara) disebut simpul turun (descending node); sedangkan titik dimana posisi bulan tepat di bidang orbit bumi saat ia bergerak naik disebut simpul naik (ascending node). Ketika berada di simpul turun atau simpul naik itulah lintasan bulan sejajar dengan lintasan matahari (Gambar 2)

(47)

Tempat-tempat yang dapat berada di bawah simpul naik atau simpul turun itu selalu berubah secara siklik karena pengaruh inklinasi sumbu bumi terhadap bidang orbitnya. Seperti diketahui, ketika berevolusi mengelilingi matahari kemiringan sumbu bumi terhadap bidang orbitnya selalu berubah. Perubahan maksimum sumbu bumi bila dilihat dari atas kutub utara adalah 23,5o. Peristiwa itu menyebabkan bidang equator bumi berubah secara siklik terhadap bidang orbitnya. Ketika sumbu bumi condong ke arah matahari dengan besar sudut 23,5omaka lintasan matahari bila dilihat dari garis equator (katulistiwa) berada pada garis 23,5o Lintang Utara (LU). Sebaliknya, bila sumbu bumi condong menjauhi matahari sejauh 23,5o maka lintasan matahari berada pada garis 23,5oLintang Selatan (LS).

Pengamatan Pasang Surut

(48)

kebutuhan pemodelan. Pengamatan pasut dilaksanakan menggunakan peilschaal dengan interval skala 1 (satu) cm. Hasil pengamatan pada papanpeilschalldicatat pada formulir pencatatan elevasi air pasang surut yang telah disediakan. Elevasi tersebut kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar 2.3, untuk mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass. Hal ini dilakukan agar pengukuran topografi, bathimetri, dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang sama.

Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1–BT.2

dimana:

T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan pelischaal

BT.1 = Bacaan benang tengah di patok

[image:48.595.213.398.515.686.2]

BT.1 = Bacaan benang tengah di peilschaal

(49)

Gambar 2.9 Pengikatan (levelling) peilschaal

Perhitungan konstanta pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Admiralty. Hasil pencatatan yang diambil dengan interval 1 jam sebagai input untuk Admiralty dan konstanta pasang surut.

Analisis pasang surut meliputi:

• uraian komponen-komponen pasang surut • penentuan tipe pasang surut yang terjadi

• peramalan fluktuasi muka air akibat pasang surut • perhitungan elevasi muka air penting

Patok BT. 1 BT. 2

(50)

Gambar 2.10 Pekerjaan pengikatan (levelling) pelischaal

menggunakanZeiss Ni-2 Waterpass

Komponen-komponen pasang surut didapat dengan menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metoda yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah Metoda Admiralty.

Dengan konstanta pasang surut yang ada pada proses sebelumnya dilakukan penentuan jenis pasang surut dengan menggunakan rumus berikut:

2 2

1 1

S M

O K NF

  

Dimana jenis pasut untuk nilai NF:

0....0,25 = semi diurnal

(51)

1,5....3,0 = mixed type (diurnal dominant)

>3,0 = diurnal

Gambar 2.11 Bagan alir perhitungan dan

peramalan perilaku pasang surut laut

(52)

Dari elevasi penting pasang surut yang ada maka ditetapkan nilai LLWL sebagai elevasi nol acuan. Disamping itu dari peramalan untuk masa 20 tahun ke depan akan didapatkan nilai probabilitas dari masing-masing elevasi penting di atas.

Tabel 2.7 Elevasi muka air pasang dan surut

2.6 Tanggul

Salah satu cara penanggulangan banjir adalah dengan membangun infrastruktur yaitu tanggul. Tanggul dapat digunakan untuk menahan aliran air.

(53)

militer.Tanggul bisa jadi pekerjaan tanah yang permanen atau hanya konstruksi darurat, biasanya terbuat dari kantong pasir sehingga secara cepat saat banjir.

Jenis-jenis tanggul

1. Berdasarkan fungsi (tujuan penggunaan), jenis tanggul dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Tanggul primer.

Tanggul primer adalah bangunan tanggul yang dibangun sepanjang kanan-kiri sungai guna menangkis debit banjir rencana.

b. Tanggul sekunder.

Tanggul sekunder adalah bangunan tanggul yang dibangun di atas bantaran sungai atau yang dibangun dibelakang tanggul primer yang berfungsi sebagai pangamanan atau pertahanan kedua apabila tanggul primer jebol atau rusak. Tergantung terhadap daerah yang harus dilindungi (obyek vital) mungkin diperlukan pembangunan tanggul tersier.

2. Syarat-syarat stabilitas struktur tanggul harus diperhitungkan/dianalisa terhadap hal-hal sebagai berikut:

(54)

b. Berdasarkan butir (a) maka mercu tanggul harus mempunyai jagaan (freeboard) yang cukup aman terhadap muka air sungai pada debit banjir rencana.

c. Tinggi jagaan pada butir (b) harus memenuhi standar kriteria yang berlaku misalnya Standar Nasional Indonesia (SNI).

d. Ketinggian puncak tanggul pada profil memanjang harus disesuaikan dengan muka air banjir rencana sepanjang sungai yang diperlukan. e. Lereng dan kaki tanggul harus stabil terhadap aliran banjir dan erosi

serta gerusan (scouring). Oleh karena itu, harus diberi pelindung. Lapisan pelindung harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku tapi juga diperhitungkan terhadap nilai ekonomisnya.

f. Trase tanggul harus ditettapkan secara secermat mungkin dengan memperhatikan situasi dan kondisi morfologi sungai, memperhatikan factor teknik dan non teknik serta kondisi social ekonomi.

g. Jarak antara trase tanggul dengan tebing sungai harus diusahakan cukup memadai supaya apabila terjadi erosi atau longsoran pada tebing sungai tidak mempengaruhi stabilitas tanggul.

h. Tidak boleh terjadi adanyarembesan dan kebocoran (seepage and piping) pada badan tanggul.

i. Tidak boleh terjadi adanya rembesan dan kebocoran pada pondasi tanggul.

(55)

Berikut disajikan standar jagaan tanggul tanah yang lazim dipakai di Indonesia, sepanjang mercu tanggul tidak digunakan untuk lalu lintas jalan.

a. Tinggi standar jagaan (freeboard)

Apabila data-data mengenai koefisien run off (pengaliran) dan factor reduksi tidak diketahui, maka untuk menentukan debit sungai normal dapat menggunakan rumus Chezy sebagai berikut :

Q = C.B.H3/2.I1/2 Dimana :

Q = Debit sungai normal C = koefisien Chezy B = lebar sungai normal H = kedalaman air rata-rata

I = kemiringan permukaan air sungai

Dengan catatan bahwa kecepatan air padda debit normal sekitar 1,5–2 m/det

b. Lebar standar mercu tanggul

c. Kemiringan lereng tanggul (slope of levee).

(56)

tersebut dapat diketahui kekuatan geser dan kohesi yang bekerja diantara partikel-partikel tanah karena adanya gravitasi. Stabilitas lereng tanggul dapat dihitung berdasarkan konsep bidang gelincir lingkaran yang rumusnya sebagai berikut :

Rumus umum : SF = (E t I)/(W sinf) Dimana :

SF = factor keamanan (safety factor)

W = tegangan oleh gaya berat irisan vertical persatuan lebar (t/m) I = panjang busur lingkaran galiner (m)

f= sudut antara setiap garis tengah irisan t = tegangan geser persatuan luas (t/m2)

Untuk mencari tegangan geser (t) dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

t = q tgf+ C Dimana :

q= tegangan kompresive vertical f= sudut geser dalam

(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi penelitian

[image:57.595.130.499.417.645.2]

Peninjauan lokasi di mulai pada Semester A tahun ajaran 2014-2015 dan dilaksanakan di daerah Kota Belawan secara geografis terletak 03°47′LU 98°42′BT (030 47’ 00” LU dan 98” 42” BT). Tanggul eksisting berada pada daerah pemukiman warga yang tidak terawat dan pada beberapa daerah tanggul telah berubah fungsi menjadi bagian dari bangunan rumah warga sehingga sulit untuk dilihat dan ditinjau. Pada gambar berikut dapat dilihat beberapa kondisi tanggul eksisting pada muara sungai Belawan.

(58)
[image:58.595.117.499.125.341.2]

Gambar 3.2 Tanggul eksisting yang dijadikan kedai

[image:58.595.121.502.376.590.2]
(59)
[image:59.595.141.507.83.294.2]

Gambar 3.4 tanggul eksisting yang dijadikan tempat pembuangan sampah

3.2 Metode Penelitian

Dalam tugas akhir ini metode penelitian yang di gunakan ialah metode pengumpulan dan analisa data. Data yang akan dipakai adalah data sekunder dan data primer, kemudian data-data tersebut dianalisi berdasarkan analisis hidrologi dan analisis hidrolika.

(60)
[image:60.595.130.505.105.704.2]

Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini:

Gambar 3.5Tahapan Penelitian Tugas Akhir

Mulai

Sekunder

- Data curah hujan - tata guna lahan

Penyediaan Data

Surve Lokasi

Primer

- Long section dan cross section - data bathimetri - Data pasang surut

analisis gelombang pasang

Kesimpulan dan Saran

Selesai

analisis hidrologi

tinggi

muka air banjir rob

(61)

Tahapan penelitian dilakukan sesuai urutan di bawah ini

1. Surve Lokasi

Pertama yang di lakukan dalam penilitian ini adalah surve lokasi, guna untuk mngetahui kondisi eksisting dan topografi lokasi penelitian. Data yang didapat di lapangan disebut data primer, data ini digunakan untuk mendapatkan lokasi yang potensial dibuat saluran drainase

2. Penyediaan data

Dalam penyediaan data, ada dua data penting yang harus di dapatkan yaitu:

 Data Primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran di lapangan. Secara umum pengertian data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama/sumber data atau data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui obyek penelitian

(62)

3. Perhitungan curah hujan rencana

Disini menghitung curah hujan rata-rata dan menganalisa curah hujan rencana dengan menggunakan analisa frekuensi Metode Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log–Person III dan Distribusi Gumbel. Selanjutnya intensitas curah hujan rencana dihitung menggunakan persamaan Mononobe.

4. Pembagian Area Banjir

Pembagian area banjir diperlukan, guna menghitung kapasitas setiap area yang ada.

5. Perhitungan debit banjir

Untuk perhitungan debit banjir rencana ada beberapa cara, dan disini saya menghitung dengan menggunakan rumus Rasional.

6. Penentuan tinggi muka air banjir ROB

Setelah data sekunder dianalisis, maka langkah berikutnya yaitu mengevaluasi masing-masing nilai yang dihasilkan dari analisis data sekunder dan menentukan tinggi muka air banjir ROB.

7. Kesimpulan dan saran

(63)

3.3 Variabel yang diamati

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data curah hujan dari stasiun curah hujan dengan rentang waktu pengamatan selama 15 tahun terakhir yang dapat di peroleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Medan.

2. Data contour muara sungai Belawan.

(64)

BAB IV

ANALISIS PEMBAHASAN

4.1 Analisis Hidrologi

4.1.1 Curah Hujan Harian Maksimum

Data curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Kota Medan selama 15 tahun terakhir Pada penelitian ini digunakan data hujan selama sepuluh tahun yang tercatat mulai tahun 1998sampai dengan 2012.

Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, stasiun pengamat hujan diusahakan diperoleh dari pos/stasiun hidrologi dan pos/stasiun klimatologi yang terdekat terhadap wilayah proyek serta mempunyai data-data pencatatan yang lengkap. Untuk itu pengambilan data curah hujan dan klimatologi diperoleh dari:

(65)
(66)

Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Pancur Batu 15 Tahun Terakhir

Stasiun BMKG Sampali

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Maksimum

1998 53 51 4 25 62 52 63 179 55 109 107 121 179

1999 61 61 55 63 67 62 36 26 67 50 30 62 67

2000 40 106.5 73 87 31 32 62 56 93 65 32 78 106.5

2001 87 40 57.5 27 63 100 104 74 79 145 97 86 145

2002 43 30 57.5 56 45 10 70 55 99 90 70 57 99

2003 58 118 46 64.5 81 91 75 87 94 98 66 61 118

2004 24 21 57 59 48 46 68 52 76 48 30 66 76

2005 190 30 60 50 75 54 42 41 35.6 46 20 79.5 190

2006 29 159 38 56 56 117.5 49 38 64 89 97 84 159

2007 36 40 13 31 60 32.5 44.5 46 60 219 113 113 219

2008 64.9 39 42 66 51 46 33 52 83 62 57 54 83

2009 39 62 52 38 69 66 25 25 72 86 87 71 87

2010 68 6 107 50 32 46 62 47 19 47 70 65 107

2011 54 41 40 70 85 20 108 63 66 53 76 43 108

(67)
[image:67.842.80.764.107.379.2]

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Bulu Cina 15 Tahun Terakhir

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Maksimum

1998 30 3 2 14 60 16 60 32 50 71 75 75 75

1999 50 91 37 47 35 85 102 47 60 95 38 91 102

2000 0 33 49 27 31 24 19 75 70 27 30 19 75

2001 41 68 27 41 45 45 45 34 34 58 28 44 68

2002 19 57 27 45 54 41 55 44 59 57 96 36 96

2003 41 53 45 41 47 62 45 45 44 53 33 48 62

2004 34 26 27 65 31 45 42 41 41 59 45 54 65

2005 25 12 41 65 31 32 15 21 31 59 44 31 65

2006 45 27 50 34 55 54 30 21 65 42 37 102 102

2007 41 22 9 25 37 12 41 40 45 66 71 37 71

2008 6 45 32 64 18 21 65 42 29 53 15 32 65

2009 41 22 50 39 41 58 75 39 57 57 51 40 75

2010 19 30 7 22 51 55 122 36 80 78 68 26 122

2011 74 9 31 44 78 53 57 38 31 100 83 119 119

2012 57 5 33 28 56 78 48 39 92 37 33 18 92

(68)
[image:68.842.81.764.108.354.2]

Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Belawan 15 Tahun Terakhir

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Maksimum

1998 55.3 15.9 2.5 0.7 62.2 26.4 87 110 75.4 106.2 74 203.1 203.1

1999 80.8 146.1 121.1 79.5 61.8 110.1 113.9 59.5 127.2 111 104.5 138.3 146.1

2000 40 47 84 23 71 42 8 53 80 85 47 28 85

2001 84 26 41 45 120 135 105 118 45 133 80 121 135

2002 28 1 12 14 44 32 21 23 35 47 36 39 47

2003 65 28 5 47 70 39 140 17 26 129 60 68 140

2004 34 20 81 19 23 40 87 37 62 91 83 42 91

2005 26 11 21 34 78 20 27 143 100 69 51 50 143

2006 66 20 60 84 56 97 90 115 118 88 47 396 396

2007 50 51 31 35 84 40 58 63 100 98 103 79 103

2008 17 9 95 22 38 101 115 137 94 95 109 190 190

2009 74 34 0 30 68 48 72 92 87 57 96 36 96

2010 84 18 35 83 49 193 217 125 147 220 232 258 258

2011 132 8 147 169 131 139 132 166 185 266 181 372 372

2012 145 71 162 112 321 38 93 90 207 152 192 107 321

(69)

4.2 Analisa Hidrologi

Dengan melakukan penakaran curah hujan, kita hanya mendapatkan data curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall).Jika dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar hujan atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Salah satu cara untuk memperoleh nilai curah hujan areal adalah dengan cara cara Poligon Thiessen.Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rnakan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar.

(70)

Perhitungan Curah Hujan Kawasan DAS Sungai Belawan

[image:70.595.104.548.101.446.2]

Gambar 4.1 Polygon Thiesen DAS Sungai Belawan

Tabel 4.4 Curah Hujan Kawasan Areal tiap stasiun DAS Sungai Belawan

No Nama Stasiun Luas Areal Kawasan

(km2)

1 Stasiun Pancur Batu 235.32

2 Stasiun Bulu Cina 73.89

3 Stasiun Belawan 108.42

Total 417.63

(71)
[image:71.595.108.543.112.410.2]

Tabel 4.5 Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata DAS Sungai Belawan

No. Tahun

Curah Hujan Harian Maksimum

RHmax

Rata-Rata (RHmax )

Pancur Batu Bulu Cina Belawan

1 1998 100.860 13.270 52.726 166.856

2 1999 37.752 18.047 37.929 93.727

3 2000 60.009 13.270 22.067 95.345

4 2001 81.702 12.031 35.047 128.781

5 2002 55.783 16.985 12.202 84.970

6 2003 66.489 10.969 36.345 113.803

7 2004 42.823 11.500 23.624 77.948

8 2005 107.058 11.500 37.124 155.683

9 2006 89.591 18.047 102.805 210.442

10 2007 123.399 12.562 26.740 162.700

11 2008 46.768 11.500 49.325 107.593

12 2009 49.021 13.270 24.922 87.213

13 2010 60.291 21.585 66.979 148.855

14 2011 60.854 21.054 96.574 178.483

15 2012 75.504 16.277 83.334 175.116

Sumber Hasil Perhitungan

Tabel 4.6 Rangking Curah Hujan Harian Maksimum Rata-Rata DAS Sungai Belawan

No. Tahun RHmax

Rata-Rata

1 2006 210.442

2 2011 178.483

3 2012 175.116

4 1998 166.856

5 2007 162.7

6 2005 155.683

7 2010 148.855

8 2001 128.781

9 2003 113.803

10 2008 107.593

11 2000 95.345

12 1999 93.727

13 2009 87.213

14 2002 84.97

15 2004 77.948

[image:71.595.197.425.490.747.2]
(72)

4.3 Penentuan Pola Distribusi Hujan

Penetuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/return periode (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmik.

Langkah yang ditempuh adalah dengan mengurutkan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statistik adalah sebagai berikut :

1. Analisa curah hujan distribusi normal

[image:72.595.108.517.497.754.2]

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Curah Hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Normal No Tahun Curah Hujan Max (mm) Xi X (XiX) ( )2

i

XX

1 2006 210,443 132,50 77,94 6074,80

2 2011 178,483 132,50 45,98 2114,34

3 2012 175,116 132,50 42,62 1816,04

4 1998 166,856 132,50 34,36 1180,27

5 2007 162,7 132,50 30,20 911,98

6 2005 155,683 132,50 23,18 537,41

7 2010 148,455 132,50 16,35 267,45

8 2001 128,781 132,50 -3,72 13,84

9 2003 113,803 132,50 -18,70 349,62

10 2008 107,593 132,50 -24,91 620,41

11 2000 95,345 132,50 -37,16 1380,57

12 1999 93,727 132,50 -38,77 1503,42

13 2009 87,213 132,50 -45,29 2051,00

14 2002 84,97 132,50 -47,53 2259,20

(73)

No Tahun Curah Hujan Max (mm) Xi X (XiX) ( )2

i

XX

1987,515

24056,37

Sumber Hasil Perhitungan

Dari data-data diatas didapat : 1987, 515 132.50 15

X  

Standar deviasi :

2 i

(X X) 24056.37

S 41.453

n 1 15 1

  

 

Tabel 4.8 Curah Hujan Kala Ulang Dengan Distribusi Normal

T X KT S X mmT( )

2 132,5 0 41,453 132,5

5 132,5 0,84 41,453 167,32

10 132,5 1,28 41,453 185,56

15 132,5 1,358 41,453 194,43

25 132,5 1,708 41,453 203,3

50 132,5 2,05 41,453 217,48

100 132,5 2,33 41,453 229,09

Sumber Hasil Perhitungan

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Normal:

Untuk periode ulang (T) 2 tahun

Untuk periode ulang (T) 5 tahun

Untuk periode ulang (T) 10 tahun

132.50 (0 41.453) 132.50mm

   

( )

T

T T T

X X

K X X K S

S

    

132.50 (0.840 41.453) 167.32mm

   

( )

T

T T T

X X

K X X K S

S

    

132.50 (1.280 41.453) 185.56mm

   

( )

T

T T T

X X

K X X K S

S

(74)

Untuk periode ulang (T) 15 tahun

Untuk periode ulang (T) 25 tahun

2. Analisa curah hujan distribusi log normal

[image:74.595.101.554.420.724.2]

Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dengan sebaran logaritmatik dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Log Normal No Tahun Curah Hujan Max (mm) i X

X logXi (XiX)

2

(XiX) (logXilogX)2

1 2006 210,443 132,50 2,32 77,94 6074,80 0,083

2 2011 178,483 132,50 2,25 45,98 2114,34 0,047

3 2012 175,116 132,50 2,24 42,62 1816,04 0,043

4 1998 166,856 132,50 2,22 34,36 1180,27 0,035

5 2007 162,7 132,50 2,21 30,20 911,98 0,031

6 2005 155,683 132,50 2,19 23,18 537,41 0,025

7 2010 148,455 132,50 2,17 16,35 267,45 0,019

8 2001 128,781 132,50 2,11 -3,72 13,84 0,006

9 2003 113,803 132,50 2,06 -18,70 349,62 0,000

10 2008 107,593 132,50 2,03 -24,91 620,41 0,000

11 2000 95,345 132,50 1,98 -37,16 1380,57 0,003

12 1999 93,727 132,50 1,97 -38,77 1503,42 0,004

13 2009 87,213 132,50 1,94 -45,29 2051,00 0,009

14 2002 84,97 132,50 1,93 -47,53 2259,20 0,011

15 2004 77,948 132,50 1,89 -54,55 2975,03 0,021

31,53

24056,37 0,337

Sumber Hasil Perhitungan

132.50 (1.708 41.453) 203.30mm

   

( )

T

T T T

X X

K X X K S

S

    

132.50 (1.358 41.453) 194.43mm

   

( )

T

T T T

X X

K X X K S

S

(75)

Dari data-data diatas didapat : 1987, 515 132.50 15

X  

Standar deviasi :

2 i

(X X) 24056.37

S 41.453

n 1 15 1

      2 i logX

(log X log X) 0.337

S 0.155

n 1 15 1

  

 

Tabel 4.10 Curah Hujan Kala Ulang Dengan Distribusi Log Normal

T logX K SlogX logXT log XKSlogX XT

2 2,10 0,000 0,155 2,100 125,98

5 2,10 0,840 0,155 2,230 169,90

10 2,10 1,280 0,155 2,298 198,79

15 2,10 1,494 0,155 2,331 215,19

25 2,10 1,708 0,155 2,365 231,60

50 2,10 2,050 0,155 2,418 261,67

100 2,10 2,330 0,155 2,461 289,17

Sumber Hasil Perhitungan

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Normal:

T T logX

logX

logX (K

S

)

T = 2 tahun

Log X2= 2.10 + (0 × 0.155) Log X2= 2.100

X2= 125.98 mm

T T logX

logX

logX (K

S

)

T = 5 tahun

(76)

Log X2= 2.230 X2= 169.90 mm

T T logX

logX

logX (K

S

)

T = 10 tahun

Log X2= 2.10 + (1.280 × 0.155) Log X2= 2.298

X2= 198.79 mm

T T logX

logX

logX (K

S

)

T = 15 tahun

Log X2= 2.10 + (1,494 × 0.155) Log X2= 2,331

X2= 215,19 mm

T T logX

logX

logX (K

S

)

T = 25 tahun

Log X2= 2.10 + (1.708 × 0.155) Log X2= 2.365

(77)

3. Analisa curah hujan distribusi log person III

Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan DAS Sungai Belawan Dengan Distribusi Log Pearson III

Sumber Hasil Perhitungan

Dari data-data diatas didapat: log X 31, 51 2,10 mm 15

 

Standar deviasi:

2 T

( logX log X)

S 0.139 n 1    

No Tahun Curah Hujan Max (mm) i X

logXi

logX log XilogX (logXilogX)2 (logXilogX)3

1 2006 210,443 2,32 2,10 0,22 0,049 0,011

2 2011 178,483 2,25 2,10 0,15 0,022 0,003

3 2012 175,116 2,24 2,10 0,14 0,020 0,003

4 1998 166,856 2,22 2,10 0,12 0,015 0,002

5 2007 162,7 2,21 2,10 0,11 0,012 0,001

6 2005 155,683 2,19 2,10 0,09 0,008 0,001

7 2010 148,455 2,17 2,10 0,07 0,005 0,000

8 2001 128,781 2,11 2,10 0,01 0,000 0,000

9 2003 113,803 2,06 2,10 -0,04 0,002 0,000

10 2008 107,593 2,03 2,10 -0,07 0,005 0,000

11 2000 95,345 1,98 2,10 -0,12 0,014 -0,002

12 1999 93,727 1,97 2,10 -0,13 0,017 -0,002

13 2009 87,213 1,94 2,10 -0,16 0,026 -0,004

14 2002 84,97 1,93 2,10 -0,17 0,030 -0,005

15 2004 77,948 1,89 2,10 -0,21 0,044 -0,009

(78)
[image:78.595.110.517.110.244.2]

Tabel 4.12 Curah Hujan Kala Ulang Dengan Distribusi Log Pearson III

T logX K S logXT logXKTS X mmT( )

2 2,10 -0,019 0,139 2,097 125,13

5 2,10 0,835 0,139 2,216 164,47

10 2,10 1,293 0,139 2,280 190,42

15 2,10 1,530 0,139 2,313 206,27

25 2,10 1,774 0,139 2,347 222,14

50 2,10 2,113 0,139 2,394 247,58

100 2,10 2,372 0,139 2,430 268,95

Sumber Hasil Perhitungan

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Person III:

T T

logX log X(K S)

T = 2 tahun

Log X2= 2.10 + (-0.139 × 0.139) Log X2= 2.097

X2= 125.13 mm

T T

logX log X(K S)

T = 5 tahun

Log X2= 2.10 + (0.835 × 0.139) Log X2= 2.216

X2= 164.47 mm

T T

(79)

T = 10 tahun

Log X2= 2.10 + (1.293 × 0.139) Log X2= 2.280

X2= 190.42 mm

T T

logX log X(K S)

T = 15 tahun

Log X2= 2.10 + (1.530× 0.139) Log X2= 2.313

X2= 206.27 mm

T T

logX log X(K S)

T = 25 tahun

Log X2= 2.10 + (1.774 × 0.139) Log X2= 2.347

Gambar

Gambar.2.4 Hidrograf satuan sintetik Nakayasu
Gambar 2.8 Pelischaal (rambu pengamatan pasang surut) di 2 lokasi
Gambar 3.1 Peta tanggul eksisting pada muara sungai belawan
Gambar 3.3 Tanggul eksisting yang menjadi bagian dari beberapa rumah warga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 155 Tahun 2016 tentang Batas Usia Pesawat Udara Yang Digunakan Untuk Kegiatan Angkutan Udara Niaga.. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM

The superimposition of geo-referenced plot maps on the present (2014) river course helped to identify the plots occupying island area and water area. The following Figure 7 shows

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir. RKA SKPD 2.2 PEMERINTAH

This contribution has been peer-reviewed.. major commission error associated with mapping of burnt areas of forests with higher resolution satellite imagery. Effects of

keberhasilan persilangannya berkisar antara 35-61%; (2) sifat panjang polong dan tinggi tanaman menunjukkan nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi; (3) terdapat vigor hibrida

Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih..

Dengan demikian keadaan tersebut diakibatkan ketidakstabilan kadar glukosa darah yang pertama melakukan cara edukasi, penderita harus memahami betul-betul menganai

Hasil kajian mendapati bahawa Intervensi Psikopendidikan telah dapat mengurangkan tingkah laku bermasalah dan kekerapan subjek Kumpulan Rawatan daripada terlibat