4 2.1 Hidrologi
Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi – penguapan,
presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan
tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan
kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum
tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba
ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi
mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di
mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui
dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar 2.1 berikut merupakan gambar siklus
hidrologi.
2.2 Banjir ROB
Banjir ROB adalah nama lain dari banjir air laut. Lebih tepatnya adalah
jenis banjir yang diakibatkan pasang surutnya air laut. Wilayah yang tergenang air
laut ini adalah mean sea level atau permukaan yang jauh lebih rendah dari titik
laut. Sama seperti banjir lainnya, banjir Rob ini juga membahayakan pemukiman
manusia.
Penyebab Terjadinya Banjir ROB antara lain:
1. Penyebab utama Banjir ROB adalah Gravitasi, baik itu gravitasi bulan atau
matahari atas Bumi. Gravitasi ini mempegaruhi tinggi dan rendahnya
kenaikan air lautan.
2. Banjir ROB disebabkan kapasitas air di lautan bertambah dalam jumlah
massif oleh karena mencairnya es.
3. Penyebab selanjutnya adalah karena terjadi penurunan pada permukaan
tanah. Hal ini bisa dipicu dua hal yakni tidak kuatnya tanah menopang
bagunan yang berdiri di atasnya dan juga karena penggunaan air tanah
yang terlalu banyak dan menciptakan ruang kosong dalam tanah.
4. Penyebab selanjutnya adalah karean tekanan udara di wilayah pantai
cukup rendah. Hal ini, dalam kondisi tertentu, bisa membuat air laut
menyembul.
5. Banjir ROB juga bisa terjadi karena adanya sejumlah fenomena seperti air
laut yang saling berinteraksi, bada tropis atau juga swell atau gelombang
6. Tambahan penyebab lain datang dari aktivis LSM, mereka berpendapat
rusaknya vegetasi di kawasan leuser turut menjadi penyebab terjadinya
Banjir Rob.
Dampak Banjir ROB antara lain :
1. Banjir karena pasang air laut (ROB) ini telah memberikan dampak negatif
terhadap kawasan permukiman pesisir. Selain merubah lingkungan, banjir
Rob juga memberi tekanan batin pada masyarakat.
2. Banjir ROB bisa merusak infrastruktur di lingkungan masyarakat.
Misalnya saja kayu yang cepat lapuk karena terus-menerus tergenang air.
3. Banjir akibat pasang air laut (ROB) juga berdampak pada rusaknya sarana
dan prasarana lingkungan seperti air bersih. Air laut akan bercampur
dengan air tawar. Hal ini akan membuat masyarakat kesulitan mendapat
air bersih.
4. Banjir ROB juga mengganggu sistem persampahan, drainase, dan juga
sanitasi. Air yang bercampur dengan sampah tentu tak baik.
5. Apabila berlangsung cukup lama, maka banjir ROB akan membawa pada
penurunan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.
2.3 Pasang Surut
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan
periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk ke arah hulu
dari muara sungai. Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda
angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan
teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari benda
angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi
bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan
dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari. Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau
lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode
pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.
Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan
keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal)
dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang
surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga
bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Tipe pasang
surut suatu perairan tertentu dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo
unsur-unsur pasang surut utama dengan unsur-unsur pasang surut ganda yang
dikenal dengan bilangan Formazhl (Komar, 1998)
F = 1 + 1
2 + 2………( 2.1)
Dimana:
F : bilangan Formazhl
0 - 0.25 : pasut bertipe ganda
0.26 – 1.5 : pasut tipe campuran dengan tipe ganda lebih menonjol 1.5 – 3.0 : pasut tipe campuran dengan tipe tunggal lebih menonjol
Gambar 2.2 Bagan alir perhitungan dan peramalan perilaku pasang surut laut.
(sumber: PT. Pemetar Argeo Consultant. 2014. S.I.D. Pengendalian
Banjir ROB (pasang) Belawan Kota Medan. Laporan Hidrologi dan
Hidrometri. Medan).
2.3.1 Metode Analisa Pasang Surut
Metode analisa pasang surut ada 3 macam yang pertama adalah metode
harmonik yaitu yang mendasarkan perhitungannya pada hubungan antara waktu
air tinggi dan waktu air rendah dengan fase bulan dan berbagai parameter
astronomis lainnya. Metode yang kedua adalah metode respons yang
dikemukakan Munk dan Cartwright dimana metode ini banyak digunakan oleh
beberapa lembaga pasang surut di beberapa negara. Kelebihan metode ini dapat
menganalisa pasang surut baik di laut dangkal maupun laut dalam. Untuk
sedangkan analisa laut dalam digunakan metode hidrodinamika. Metode yang
ketiga adalah metode harmonik dimana variasi tinggi air laut sebagai superposisi
dari sejumlah gelombang komponen harmonik pasang surut yang kecepatan sudut
dan fasenya dapat dihitung berdasarkan parameter astronomis. Berikut ini
beberapa metode analisa harmonik pasang surut, antara lain:
a. Metode Admiralty
Pada metode Admiralty data pasang surut yang ada yang digunakan untuk
menghitungkonstanta harmonik Ck dan φk
( ) = + ∑ cos ( + ) ………. (2.2)
Dimana :
So : tinggi muka air laut rerata
Ck : amplitudo komponen ke k
фk : fase komponen ke k, pada saat t=0
ωk : frekuensi komponen ke k t : waktu
nilai Ck dan фk tidak dapat langsung ditentukan, tetapi harus dikoreksi terlebih
dahulu dengan koreksi nodal karena amplitudo dan fase tersebut merupakan
amplitudo dan fase sesaat dari masing-masing komponen.
b. Metode Least Square
Metode least square merupakan metode perhitungan pasang surut dimana
metode ini berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah selisis (jarak
vertikal) antara data dengan regresi yang terkecil. Pada prinsipnya metode least
square meminimumkan persamaan elevasi pasut, sehingga diperoleh persamaan
numerik sehingga diperoleh konstanta pasut. Analisa dari metode least square
faung adalah menentukan apa dan berapa jumlah parameter yang ingin diketahui.
Pada umumnya, jika data yang diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum
pasang surut diperlukan 9 konstanta harmonis yang biasa digunakan. Cukup aman
untuk mengasumsikan bahwa konstanta yang sama mendominasi sifat pasang
surut pada lokasi yang baru sama seperti pada lokasi yang sebelumnya untuk
daerah geografis yang sama.Secara umum persamaan numerik pasang surut untuk
menentukan besarnya konstanta harmonis dirumuskan sebagai berikut:
( ) = + ∑ cos + ∑ sin ) ………. ( 2.3)
Dimana:
η(tn ) : elevasi pasang surut sebagai fungsi waktu Ak dan Bk : konstanta harmonic
k : jumlah konstituen yang harus ditentukan
ωk :
Tk : periode komponen ke k
tn : waktu pengamatan tiap jam
C. Metode Fourier
Amplitudo dan fasa konstanta harmonik dari analisa fourier dapat
dituliskan sebagai berikut:
C(x,t)=∑ ( x) e + C−k( x) e ………( 2.4)
Dimana:
Ck(x) dan φk (x) adalah amplitudo dan fasa konstanta harmonic.
C-k dan φ-k adalah conjugate kompleksnya.
Dasar dari analisa harmonik adalah hukum Laplace, gelombang komponen
pasut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang
dilewatinya sehingga amplitudonya akan mengalami perubahan dan fasanya
mengalami keterlambatan namun frekuensi (kecepatan sudut) masing-masing
komponen senantiasa tetap. Jadi variasi tinggi muka air laut di suatu tempat dapat
dinyatakan sebagai superposisi dari berbagai gelombang komponen harmonik
pasang surut.
2.4 Curah Hujan
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang
mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian
diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan
tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran
atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point
rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat
curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah
hujan areal.
Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan
rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos
1. Rata-rata aljabar
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata
hitung (arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di
dalam areal studi.
d = … = ∑ ………...……… (2.6)
Dimana:
d : tinggi curah hujan rata-rata,
d1, d2 . . . dn : tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n,
n : banyak pos penakaran.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos
penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran
masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh
pos di seluruh areal.
2. Cara Poligon Thiessen
Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing
penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan
garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos
penakar. Gambar 2.3 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, dan 3 dari skema
Gambar 2.3 Poligon Thiessen pada DAS.( Sumber: Limantara, Lily Montarcih.
2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung).
Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:
………..(2.7)
………..(2.8)
Dimana:
d : tinggi curah hujan rerata daerah (mm).
2.4.1 Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa
macam distribusi yaitu:
analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan
persamaan sebagai berikut:
XT = X + k.Sx ………...(2.9)
Dimana:
XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37, Suripin 2004 Yogyakarta )
B. Distribusi Log Normal
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log
Normal, dengan persamaan sebagai berikut:
Log XT = Log X + k.Sx Log X ………..(2.10)
Dimana:
Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
SxLog X : Standard Deviasi
Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal
No Periode Ulang, T (tahun) Peluang KT
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37, Suripin 2004 Yogyakarta )
C. Distribusi Gumbel
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel,
dengan persamaan sebagai berikut:
XT = X + K.Sx ……….(2.11)
Dimana:
curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).
Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:
K
YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T
Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)
Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N
Tabel 2.3 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 2.4 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52, Suripin 2004 Yogyakarta ) .
Tabel 2.5 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel
(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52, Suripin 2004 Yogyakarta )
Periode Ulang
( TR ) Reduced Variate ( YTR ) Periode Ulang ( TR ) Reduce Variate ( YTR )
(Tahun) (Tahun) (Tahun) (Tahun)
2 0.3668 100 4.6012
5 1.5004 200 5.2969
10 2.251 250 5.5206
20 2.9709 500 6.2149
25 3.1993 1000 6.9087
50 3.9028 5000 8.5188
75 4.3117 10000 9.2121
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.94 0,96 0,99 1,00 1,020 1,03 1,04 1,049 1,049 1,056
20 1,06 1,06 1,07 1,08 1,08 1,091 1,09 1,10 1,104 1,108
30 1,11 1,11 1,11 1,12 1,12 1,28 1,13 1,13 1,136 1,138
40 1,14 1,14 1,14 1,14 1,14 1,151 1,15 1,15 1,157 1,159
50 1,10 1,16 1,10 1,16 1,16 1,168 1,16 1,17 1,172 1,173
60 1,17 1,17 1,17 1,17 1,17 1,180 1,18 1,18 1,183 1,184
70 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,189 1,19 1,19 1,192 1,193
80 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,97 1,19 1,19 1,199 1,200
90 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,203 1,20 1,20 1,205 1,206
D. Distribusi Log Person III
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person
Type III, dengan persamaan sebagai berikut:
Log XT = Logx + Ktr. S1………...(2.13)
Dimana:
Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rancangan untuk periode ulang T tahun.
Tabel 2.6 Nilai K untuk distribusi Log Pearson III
(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 43, Suripin 2004 Yogyakarta )
2.5 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran
teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan
analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:
2.5.1 Uji Chi Kuadrat
Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan
dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan
menggunakan persamaan berikut:
………..(2.14)
di mana k : 1 + 3,22 Log n, OF : nilai yang diamati, dan EF : nilai yang
diharapkan.
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2
hitung < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan
α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan
dan . Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari
perhitungan sebagai berikut:
DK = JK - (P + 1) ………...(2.15)
di mana DK : derajat kebebasan, JK : jumlah kelas, dan P : faktor keterikatan
2.5.2 Uji Smirnov Kolmogorov
Pengujian distribusi probablitas dengan Metode Smirnov-Kolmogrov
dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1.Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya
2.Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut (Xi)
dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya,
P( Xi) = ……….……..(2.16)
dimana, n: Jumlah data dan i: Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil
atau sebaliknya.
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut
P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,
Normal, dan sebagainya).
4. Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang
sudah diurut:
∆Pi = P( Xi) − P’( Xi) …………..………(2.17)
5. Tentukan apakah ∆Pi < ∆P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probablitas
yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
Tabel 2.8 Nilai ∆ Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 211)
N (derajat kepercayaan)
0,20 0,10 0,05 0,01
2.5.3 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Subarkah (1980). Dalam
penelitian ini intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut
Subarkah (1980) intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah
hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut:
I = ……… (2.18)
Dimana:
I : Intensitas curah hujan (mm/jam).
t : Lamanya curah hujan (jam).
2.5.4 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air
hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS
(Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.
Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang
dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang ditulis sebagai berikut.
tc = 0,87 x L 21000 x S x 0,385 ………(2.19)
dimana:
L : Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km).
S : Kemiringan rata-rata saluran utama dalam (m/m).
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua
komponen yaitu:
1. Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di
permukaan lahan sampai saluran terdekat.
2. Conduit time (td) yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik
keluaran.
tc = t0 + td……….……….(2.20)
dimana:
t0 : 23 x 3,28 x L x nS (menit)
td : Ls 60 V (menit),
n : Angka kekasaran Manning,
2.5.5 Koefisien Limpasan
Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh
terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas
permukaan suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada
saat menuju suatu saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer
atau sungai, hal ini tergantung dari tata guna lahan yang telah terjadi disekitar
saluran tersebut.
suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang artinya memiliki kondisi fisik yang
baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005) yang
menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu
indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 –
1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke
dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan
mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang
terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.
Tabel 2.9 Nilai Koefisien Limpasan
2.6 Metode Perhitungan Debit Banjir
2.6.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau
daerah alirannya kurang dari 80 Ha.Untuk daerah yang alirannya lebih luas
sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah.Untuk
luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode
rasional yang diubah. Rumus metode rasional:
Q = f x C x I x A ……….………...……….. (2.21)
Dimana:
C : Koefisien pengaliran.
I : Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam).
A : Luas daerah aliran (km2).
F : Faktor konversi = 0,278.
2.6.2 Metode Hidrograf Banjir
Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi
limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang
tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif,
yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan,
dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk
menghitung hidrograf akibat hujan sebarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan
bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena
memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan.
Kehilangan tersebut terdiri atas:
1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception)
2. Tampungan di cekungan (depression storage)
3. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture)
4. Pengisian air tanah (recharge) dan
5. Evapotranspirasi
Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu
unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam
hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak
lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level
Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut
hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit.Hidrograf
tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran
langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow).Aliran dasar berasal dari air tanah
yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.
a. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap
selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan.Hujan
satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya
limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi
pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih
sampai puncak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira-kira
sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.
Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon
DAS terhadap hujan.Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan
hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan.Konsep hidrograf saatuan
pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan
bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS
terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:
1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda.
Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.
2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu
memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan
kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif
yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat
dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan
ordinat sebesar n kali lipat.
3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif
berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan
beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf
tunggal yang member kontribusi.
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan
DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat.Namun
demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang
memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak
dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.
b. Hidrograf Satuan Sintetik
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf
satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita
jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam
kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada
DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama.
Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu
dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain
sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan
sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:
1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I
Dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi
studi (Sungai Deli).
c. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri)
pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh
pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena
tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya
pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah
ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun
hidrometri.Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya,
atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan
pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia,
atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.
Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak
digunakan cara cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas
persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar
hitungan. Namun dari penelitian terbukti bahwa cara cara seperti Melchior, Der
Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% -
80%, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%.
Selain itu tercatat pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau menunjukkan
perkiraan lebih (overestimated). Cara - cara rasional untuk memperkirakan banjir
yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan (runoff
satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien
reduksi (reduction coefficient). Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS
kecil, kurang dari 80 hektar, atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun
yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang
menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan
dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir
merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan
dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir
seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai.
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi kesulitan kesulitan tersebut.Cara ini dapat digunakan disembarang
lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya
data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan
hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah
ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan
data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan.
Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini:
Gambar.2.4 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. ( Sumber: Limantara, Lily
Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung).
Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan
memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan
sebagai berikut:
1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya:
untukL > 15 : = 0,4 + 0, 058 …….(2.22)
untukL < 15 : = 0,21 , ………..(2.23)
2. Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan
sebagai berikut:
= + 0,8 ………...(2.24)
3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:
, = ………(2.25)
4. Waktu puncak
= + 0,8 ……… (2.26)
5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
=
, ( , , ) ……... (2.27)
6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp)
=
,
………. (2.28)
7. Bagian lengkung turun
Jika < < ,
= 0,3
Jika > > ,
= 0,3
, ,
, , ………. (2.30)
Jika > 1,5 ,
= 0,3
, ,
, ………..(2.31)
2.7 Prediksi Tinggi Muka Air Banjir dengan HEC-RAS
HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di
sungai, River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center
(HEC) yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers
(USACE).HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun
tak-permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS
memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) Hitungan profil muka air
aliran permanen, (2) Simulasi aliran tak permanen, (3) Hitungan transport
sedimen, dan (4) Hitungan kualitas (temperatur) air.
Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut
memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta
beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka
air dilakukan.
HEC-RAS merupakan program aplikasi yang mengintegrasikan fitur
graphical user interface, analisis hidraulik, manajemen dan penyimpanan data,
Dengan menggunakan software HEC-RAS ini dapat memberikan prediksi
tinggi muka air banjir sungai deli dengan banjir pasang muara sungai deli.
2.7.1 Graphical User Interface
Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan
HEC-RAS. Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAC
dengan tetap mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini,
dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini dengan mudah:
Manajemen file
Menginputkan data serta mengeditnya
Melakukan analisis hidraulik
Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan
grafik
Penyusunan laporan, dan
Mengakses On-Line help
2.7.2 Penyimpanan Data dan Manajemen Data
Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flat” files (format ASCII dan
biner), serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan
kedalam file-file yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady
flow, unsteady flow, dan sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam
binary file. Data dapat ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui
HEC-DSS file.
Manajemen data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk
menciptakan beberapa file secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow,
unsteady flow, output, etc.) dan menamainya sesuai dengan nama file project yang
dituliskan oleh pemakai. Penggantian nama file, pemindahan lokasi penyimpanan
file, penghapusan file dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi
tersebut dilakukan berdasarkan project-by-project. Penggantian nama,
pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file yang dilakukan dari
luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada folder), biasanya akan menyebabkan
kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS mengingat pengubahan tersebut
kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena itu, operasi atau
modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam HEC-RAS.
2.7.3 Grafik dan Pelaporan
Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur
sungai, tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang
merupakan plot X-Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula
fitur plot 3D beberapa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula
ditampilkan dalam bentuk tabel.Pemakai dapat memilih antara memakai tabel
yang telah disediakan oleh HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai
kebutuhan. Grafik dan tabel dapat ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke
clipboard untuk dimasukkan kedalam program aplikasi lain (word processor,
spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HEC-RAS dapat berupa pencetakan data
Untuk mulai pekerjaan HEC-RAS klik File terus New Project, kemudian
simpan dengan nama Sungai Deli pada direktori atau folder .
Gambar 2.5 Tampilan Menu Utama HEC-RAS 4.0
Langkah selanjutnya adalah membuat dan mengisi geometri data. Dengan
cara klik tool bar Edit/Enter Geometric Data dari tampilan awal HEC RAS.
Seperti tampilan berikut ini:
Setelah muncul tampilan Geometric Data, langkah selanjutnya adalah
membuat layout Sungai Deli dengan cara klik tool bar River Reach dari tampilan
Geometric Data , kemudian mulai menggambar layout Sungai Deli dengan
memberi nama River dan Reach nya. Kemudian masukkan data geometry muara
Suara Deli pada tampilan ini dimasukkan data long section (penampang
memanjang muara Sungai Deli) dengan cara klik ikon Cross Section pada
tampilan Geometric Data , sehingga selanjutnya akan muncul tampilan seperti ini:
Gambar 2.7 Menu Cross Section Pada Geometri Data
Untuk memasukkan data-data potongan melintang, klik Option terus Add a
New Cross Section, masukkan nomor stationing (Sta) atau nomor patok. Pada
bagian kiri tampilan Cross Section Data terdapat dua buah kolom, yaitu station
dan elevation. Yang dimaksud dengan station adalah jarak pias potongan
melintang (sumbu X), sedangkan yang dimaksud dengan elevation adalah elevasi
pias potongan melintang (sumbu Y). kemudian masukkan Downstream Reach
potongan melintang dihilirnya, angka Manning, dan Main Channel Bank Station
yang berada pada bagian tengah tampilan Cross Section Data. Pada Reach Length,
kemudian masukkan data berupa jarak pada LOB (Left Over Bank) atau tebing
kiri, Channel atau bagian tengah, dan ROB (Right Over Bank). Angka Manning
dimasukkan berdasarkan kekasaran material dinding saluran, sedangkan data Bank
Stationing dimasukkan berdasarkan tebing yang ada pada data potongan
melintang.
Gambar 2.8 Tampilan Data Cross Section
Setelah semua geometri data selesai dimasukkan, selanjutnya di save
dengan klik File terus Save Geometric Data As.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan data aliran, untuk memasukkan
data aliran, klik Edit/Unsteady Flow Data . Pada tab Boundary Condition, klik
tampilan flow hydrograph masukkan data debit banjir yang dihitung dengan
Gambar 2.9 Unsteady Flow Data yang dimasukkan data debit banjir hasil
perhitungan HSS Nakayasu
Selanjutnya masukkan data pasang surut yang dihitung dengan metode Admiralty
klik tampilan stage/flow hydrograph, seperti gambar 2.10.
Gambar 2.10 Unsteady Flow Data yang dimasukkan data hasil perhitungan
Pada aliran unsteady, selain data boundary condition, kita juga harus
memasukkan data initial condition. Data initial condition ini merupakan asumsi
aliran pada jam ke-nol. Setelah data aliran telah selesai dimasukkan, klik file
kemudian save unsteady flow data as.
Selanjutnya running aliran unsteady klik item-item pada Programs to Run,
mengisi waktu atau tanggal simulasi pada Simulation Time Window dan
menyetting interval waktu perhitungan pada Computation Setting. Pada tampilan
Flow Analysis, pilih Geometry File dan Flow File yang akan dirunning, dan
menamai Plan. Selanjutnya klik Compute,seperti gambar 2.11