• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi komunikasi petani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi komunikasi petani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender"

Copied!
352
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI

PERTANIAN BERBASIS GENDER

Krishnarini Matindas

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul:

“STRATEGI KOMUNIKASI PETANI SAYURAN ORGANIK DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER”

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011

Krishnarini Matindas

(3)

KRISHNARINI MATINDAS, Communication Strategies of Organic Vegetable Farmers in Seeking and Using Gender-Based Agricultural Information. Under the supervision of AIDA VITAYALA S. HUBEIS as the Head of Supervisory Commission; AMIRUDDIN SALEH and HARSONO SUWARDI as the Members.

People begin to give attention to the quality and safety of vegetable product they consume, because of the desire for the food that is free from sintetic chemicals. Organic farming is the work of male and female farmers and they need information to develop their farming activities. From the communication activities, the differences between male and female organic farmers can be identified from the responses of agricultural information they receive. This research aims: (1) to analyze of farmer’s characteristics, work division pattern, gender relation, communication factors and use of agricultural information, (2) to analyze the relationship of work division pattern, relationship of gender relation to the use of agricultural information, relationship of communication factors to the use of agricultural information, relationship of farmer’s characteristics to the use of agricultural information, (3) to design a gender - based agricultural information strategy. This research conducted in the Sub – District of Pacet, District of Cianjur and Sub - District of Megamendung, District of Bogor in the West Java Province. The study was survey to explain and explore the farmer’s communication activities in seeking and using agricultural information. By disproportionate stratified random sampling, 134 farmers were selected, consisting of 67 male and 67 female. The quantitative data was obtained from the questionnaires given to the farmers and supported by the qualitative data collected by in-depth interviews. The results indicate that male and female organic farmers are active in seeking and discussing the information they received. The control of information is dominant on male as heads of families. Women also have the right to determine agricultural information, but they prefer to discuss first with their husbands. Men often seek for information on environmental aspects and seldom seek other aspect. Women often seek information on harvest aspect but seldom seek other aspect. The personal channel is still dominant for men and women to find agricultural information, while group channel and media would useful for them. Male and female farmers were critical in evaluating the information and would say the quality of agricultural information they get is often relevant, easy to understand, can solve a problem and useful. The quality of communication channels according to men and women is often reliable, competent, and friendly but seldom attractive. Women and men were like to access and control information on postharvest. Men with the activities on land look for information through the media. Besides men also use the group channel in social activities to get agricultural information. Meanwhile, women control the information they get from the group channel. Women access the agricultural information that can solve a problem and bring benefits. Men like to get information from friendly communication channel and interesting channel. For men, the information that is useful for themselves is the one from reliable, competent, friendly and interesting communication channel. Women who having the right to control information, would compare it with other people have done, and disseminate the information they control to families or friends. For men, education would make them able to compare the information they get, age and farming experience would also make them able to discuss and disseminate the information they received. For women, education would also make them able to discuss and disseminate the information they get. The prioritized strategies are two-way communication channels to promote the gender equality and trainings on organic farming for male and female farmers.

Key words: Communication strategy, seeking and using information, gender.

(4)

KRISHNARINI MATINDAS, Strategi Komunikasi Petani Sayuran Organik dalam Mencari dan Menggunakan Informasi Pertanian Berbasis Gender. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS sebagai Ketua; AMIRUDDIN SALEH dan HARSONO SUWARDI sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian pada kualitas dan keamanan produk sayuran yang dikonsumsi, karena menginginkan makanan yang bebas dari bahan kimia sintetis. Keadaan ini didukung oleh keinginan petani untuk memproduksi sayuran yang tidak merusak lingkungan dan menghindari penggunaan zat kimia. Usahatani sayuran merupakan dunia kerja petani laki-laki dan perempuan, yang selalu membutuhkan informasi pertanian untuk mengembangkan usahataninya.Tujuan penelitian adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender, faktor-faktor komunikasi dan penggunaan informasi pertanian; (2) Menganalisis hubungan pola pembagian kerja, relasi gender dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian; (3) Merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender.

Penelitian didesain sebagai survei deskriptif eksplanatori yang dilaksanakan di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor dan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Menggunakan teknik stratifikasi disproportionate random sampling diperoleh 134 petani, terdiri dari 67 petani laki-laki dan 67 petani perempuan. Analisis data untuk mengetahui perbedaan antar peubah dengan uji beda Wilcoxon dan hubungan antar peubah dengan rank Spearman (rs). Untuk merancang dan menentukan prioritas dari strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender digunakan analisis SWOT dan AHP.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan formal petani sayuran organik pada tingkat tamat sekolah dasar dominan pada petani perempuan. Umur petani yang tergolong muda (19-29 tahun) dan tergolong sedang (30-39 tahun) dominan pada petani perempuan. Pengalaman bertani organik tergolong lama (10-40 tahun) banyak terdapat pada petani perempuan. Jenis sayuran organik yang di tanam oleh petani laki-laki dan petani perempuan maksimal sebelas jenis, di antaranya adalah sayuran daun seperti bayam merah, baby caisim, baby pakcoy, sawi putih, letuce, kol putih dan sayuran buah seperti paprika, pare, labusiam. Aktivitas produktif langsung sering dilakukan oleh petani laki-laki, petani perempuan selalu melakukan aktivitas produktif tak langsung. Petani laki-laki dan perempuan sering melakukan aktivitas sosial. Petani laki-laki dan petani perempuan aktif mencari dan diskusi tentang informasi pertanian. Informasi aspek lingkungan sering dicari petani laki-laki dan aspek penanganan panen sering dicari petani perempuan. Saluran personal menjadi pilihan petani laki-laki dan perempuan dalam mencari informasi pertanian. Petani laki-laki dan perempuan termasuk cermat dalam memproses dan mempertimbangkan informasi pertanian. Informasi dicari melalui saluran komunikasi yang mutunya dapat dipercaya, kompeten dan akrab. Petani laki-laki dan perempuan beranggapan mutu saluran komunikasi jarang mempunyai daya tarik. Petani laki-laki sering menggunakan informasi pertanian untuk diri sendiri, untuk dibandingkan, dipraktekkan, sebagai bahan diskusi, tetapi jarang menyebarkan. Petani perempuan jarang menyebarkan dan diskusi tentang informasi pertanian dengan pihak lain selain keluarga, suami dan sesama teman petani.

(5)
(6)

relevan, dapat mengatasi masalah dan mutu saluran komunikasi yang kompeten. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan akses informasi terdapat pada petani laki-laki. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi dengan kontrol informasi terdapat pada petani perempuan. Hubungan nyata p<0,05) antara penggunaan informasi untuk disebarkan dengan aktivitas produktif langsung terdapat pada petani laki-laki. Hubungan nyata (p<0,05) terdapat antara penggunaan informasi untuk di sebarkan dengan kontrol informasi pada petani laki-laki dan petani perempuan. Pada petani laki-laki terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk diri sendiri dengan pengalaman bertani organik dan jumlah jenis sayuran organik yang di tanam. Pada petani laki-laki ada hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan pendidikan. Pada petani laki-laki terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dipraktekkan dengan umur dan pengalaman. Ada hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk bahan diskusi dengan pendidikan pada petani laki-laki dan sangat nyata (p<0,01) pada petani perempuan. Ada hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk di sebarkan dengan pendidikan pada petani laki-laki dan sangat nyata (p<0,01) pada petani perempuan. Terdapat hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk disebarkan dengan jenis sayuran yang di tanam pada petani perempuan.

Prioritas strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender adalah memanfaatkan saluran komunikasi dengan fasilitas dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi kesetaraan gender kepada petani laki-laki dan petani perempuan.

(7)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

(8)

DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN

BERBASIS GENDER

Krishnarini Matindas

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Ujian Tertutup: 2 Desember 2010 1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MS

(Kepala Program Studi Wanita – Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat – IPB/ Dosen Sosiologi Pedesaan – Departemen Sains Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat, FEMA IPB)

2. Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MS

(Dosen Program Studi Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, FEMA IPB)

Penguji Luar Ujian Terbuka: 13 Januari 2011 1. Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MSi

(Kepala Bidang Program dan Evaluasi pada Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian)

2. Dr. Ir. Anas D. Susila, MS

(Kepala University Farm, Institut Pertanian Bogor/ Dosen Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)

(10)

Nama Mahasiswa : Krishnarini Matindas

Nomor Pokok : I362070041

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr.Ir. Aida Vitayala S.Hubeis

Dr.Ir. Amiruddin Saleh, MS Prof. Dr. Harsono Suwardi, MA Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir.Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Strata-3 pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor. Judul disertasi ini adalah “Strategi Komunikasi Petani Sayuran Organik dalam Mencari dan Menggunakan Informasi Pertanian Berbasis Gender.” Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis selaku ketua, Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Prof. Dr. Harsono Suwardi, MA selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberi bimbingan, dorongan, serta saran dan arahan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Basita G. Sugihen, Ms, Dr. Ir. Titik Sumarti, MS, selaku penguji luar yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan disertasi ini, juga kepada Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MSi, dan Dr. Ir. Anas D. Susila yang telah berkenan menjadi penguji pada Ujian Sidang Terbuka disertasi ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Program Studi Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ibunda Roosmarini Kresno dan suami R. Matindas atas segala doa dan motivasinya. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan doktoral di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(12)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1953 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Kresno Sastroadhirono (alm) dan Ibu Roosmarini Purwosudibyo. Tahun 1981 penulis menikah dengan R. Matindas. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Yayasan Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Pendidikan Strata 1 ditempuh di Program Studi Komunikasi Massa – Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia. Pendidikan Strata 2 ditempuh di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan – Institut Pertanian Bogor. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa doktoral pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan - Institut Pertanian Bogor.

(13)

ABSTRACT... iii

RINGKASAN... iv

KATA PENGANTAR... x

RIWAYAT HIDUP... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

PENDAHULUAN... 1...

Latar Belakang Penelitian... 1...

Perumusan Masalah... 3....

Tujuan Penelitian... 5....

Manfaat Penelitian... 5....

Ruang Lingkup Penelitian... 6...

Penelitian Terdahulu yang Terkait Penelitian ini... 6...

Novelty... 9...

TINJAUAN PUSTAKA... 11...

Proses Komunikasi Mencari Informasi... 11...

Pola Pembagian Kerja... 15...

Relasi Gender... 18...

Materi Informasi... 25...

Saluran Komunikasi... 29...

Mutu Informasi dan Mutu Saluran Komunikasi... 31...

Penggunaan Informasi... 33...

Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Sesuai Kebutuhan Petani... 34...

Karakteristik Petani... 36...

Komunikasi pada Pertanian Organik... 37...

KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS... 39...

Kerangka Pemikiran... 39...

Hipotesis Penelitian... 41...

METODE PENELITIAN... 42...

Lokasi Penelitian... 42...

Populasi dan Sampel Penelitian... 42...

(14)

Data dan Instrumen... 45...

Data... 45...

Instrumentasi... 46...

Definisi Operasional... 48...

Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 54...

Validitas Instrumen... 54...

Reliabilitas Instrumen... 54...

Metode Pengumpulan Data... 55...

Analisis Data... 57...

HASIL dan PEMBAHASAN... 60...

Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 60...

Situasi Petani Sayuran Organik... 64...

Identifikasi Karakteristik Petani Sayuran Organik Laki-Laki dan Perempuan... 65...

Identifikasi Pola Pembagian Kerja... 69...

Identifikasi Relasi Gender pada Akses dan Kontrol Informasi Pertanian... 74...

Identifikasi Faktor-Faktor Komunikasi: Materi Informasi Pertanian... 76...

Identifikasi Saluran Komunikasi... 80...

Identifikasi Mutu Informasi... 88...

Identifikasi Mutu Saluran Komunikasi... 91...

Identifikasi Penggunaan Informasi Pertanian... 94...

Pengujian Hipotesis... 97...

Hubungan Pola Pembagian Kerja serta Relasi Gender dengan Faktor-Faktor Komunikasi... 98...

Hubungan Faktor-Faktor Komunikasi dengan Penggunaan Informasi Pertanian... 103...

Hubungan Pola Pembagian Kerja serta Relasi Gender Akses dan Kontrol dengan Penggunaan Informasi Pertanian... 111...

Hubungan Karakteristik Petani dengan Penggunaan Informasi Pertanian... 113...

Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Berbasis Gender... 115...

KESIMPULAN dan SARAN... 131...

Kesimpulan... 131...

Saran... 133...

DAFTAR PUSTAKA... 134...

(15)

1...Perbedaan antara WID dan GAD... 20...

2...Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan... 49...

3...Pola pembagian kerja... 49...

4...Relasi gender...50...

5...Faktor-faktor komunikasi...50...

6...Penggunaan informasi pertanian...53...

7...Metode pengumpulan data...55...

8...Data penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan jenis kelamin ...dan umur... 60...

9...Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Megamendung... ...61...

10..Jumlah penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan pekerjaan...61...

11..Status kepemilikan lahan di Kecamatan Megamendung... 62...

12..Jumlah penduduk Kecamatan Pacet... 62...

13..Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Pacet... 63...

14..Tipe pekerjaan penduduk di Kecamatan Pacet... 63...

15..Status kepemilikan lahan di Kecamatan Pacet... 64...

16..Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan... 65...

17..Rataan skor dan perbedaan pola pembagian kerja... 70...

18..Rataan skor dan perbedaan aktivitas produktif langsung pada ...petani sayuran organik laki-laki dan perempuan... ...71...

19..Rataan skor dan perbedaan aktivitas produktif tak langsung ...pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan... 73...

20..Rataan skor relasi gender pada akses informasi pertanian... 75...

21..Rataan skor relasi gender pada kontrol informasi pertanian... 76...

22..Rataan skor dan perbedaan materi informasi pertanian... 79...

23..Rataan skor dan perbedaan pada saluran komunikasi personal... 82...

24..Rataan skor dan perbedaan pada saluran komunikasi kelompok... 84...

25..Rataan skor dan perbedaan saluran media massa... 85...

26..Rataan skor dan perbedaan mutu informasi pertanian... 88...

27..Rataan skor dan perbedaan mutu saluran komunikasi... 93...

28..Rataan skor dan perbedaan penggunaan informasi pertanian...96...

29..Uji beda Z-hitung relasi gender pada akses dan kontrol informasi pertanian... 97...

30..Hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dengan faktor-faktor ...komunikasi... 101...

31..Hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian... 107...

32..Hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dengan ...penggunaan informasi pertanian... 112...

33..Hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian... 113...

34..Rating, bobot, skor dari faktor internal kekuatan dan kelemahan ...petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik... 121...

(16)

36..Matriks IFAS dan EFAS... 125... 37..Peringkat strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender

...melalui analisis AHP... 127...

(17)

1....Alur informasi pertanian dari kondisi yang diinginkan dan tidak diinginkan...8...

2....Strategi komunikasi petani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan

...informasi pertanian berbasis gender... 40... 3....Lingkungan komunikasi petani laki-laki dengan usahatani sayuran organik... 86... 4....Lingkungan komunikasi petani perempuan dengan usahatani sayuran organik... 87... 5....Diagram analisis SWOT posisi strategi komunikasi informasi pertanian

...berbasis gender... 124... 6....Diagram analisis berjenjang strategi komunikasi informasi pertanian

...berbasis gender... 128...

(18)

1....Kuesioner penelitian... 140...

2....Kuesioner analisis SWOT... 152...

3....Kuesioner analisis AHP... 156...

4....Hasil analisis uji reliabilitas instrumen ... 160...

5....Hasil analisis AHP dari faktor-faktor yang dibutuhkan... 161...

6....Surat izin penelitian... 162...

7....Surat sudah melaksanakan penelitian di Kecamatan Pacet... 163...

8....Surat sudah melaksanakan penelitian di Kecamatan Megamendung... 164...

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian lebih besar pada kualitas makanan termasuk sayuran yang mereka konsumsi. Masyarakat menghendaki produk sayuran yang sehat, aman dikonsumsi dan mutunya baik. Perkembangan ini didukung oleh menguatnya kesadaran peduli lingkungan dan gaya hidup sehat masyarakat. Promosi gaya hidup sehat back to nature membuat permintaan akan sayuran organik meningkat. Sayuran organik memang diminati konsumen yang bersedia membayar lebih mahal untuk produk pangan yang sehat, aman dan ramah lingkungan. Keadaan tersebut didukung pula oleh keinginan dan kesadaran di kalangan petani untuk memproduksi sayuran dengan menghindari pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh, karena alasan lingkungan, sosial ekonomi, kemandirian dan kesehatan. Di beberapa daerah juga telah bermunculan lahan/pekarangan atau ladang/tegalan pertanian sayuran organik yang diusahakan oleh petani.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Badan Standarisasi Nasional mengesahkan Standar Nasional Indonesia tentang Sistem Pangan Organik yang telah tersusun dalam SNI 01-6729-2002 dan berisi panduan tentang cara-cara budidaya pangan organik. Sistem pertanian organik adalah ”kegiatan usaha tani secara menyeluruh sejak proses produksi sampai proses pengolahan hasil (pascapanen) yang bersifat ramah lingkungan dan dikelola secara alami (tanpa penggunaan bahan kimia sintetis dan rekayasa genetika), sehingga menghasilkan produk yang sehat dan bergizi.” Jika dilihat manfaatnya, pengembangan pertanian organik sudah selayaknya diupayakan, karena dapat menjadi solusi bagi petani untuk mendapatkan sarana produksi pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia dan melestarikan praktek-praktek kearifan lokal. (Ditjen Hortikultura 2007; 2008).

(20)

Wesseler dan Brinkman (2003) menyatakan bahwa pelaku utama dalam pembangunan pertanian adalah petani laki-laki dan perempuan yang selalu membutuhkan informasi pertanian. Momsen (2001) berpendapat bahwa petani perempuan sering kehilangan kontrol terhadap sumberdaya dan umumnya tidak disertakan untuk akses dalam hal memperbaiki kemampuan dalam metode pertanian. Memahami aktivitas komunikasi mencari dan menggunakan informasi pertanian pada petani laki-laki dan petani perempuan, dapat mengungkap perbedaan respons petani laki-laki dan perempuan terhadap informasi pertanian yang mereka terima, termasuk perbedaan dalam peluang untuk akses informasi, kebutuhan dan minat (Eashwar 2003; Servaes 2002; Everts 1998). Informasi pertanian adalah salahsatu isu sentral dalam mencapai keberhasilan pembangunan pertanian dan merupakan sentral dalam aktivitas komunikasi. Melalui proses komunikasi yang ditelusuri pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, dapat diketahui perbedaan akses dan kontrol mereka terhadap informasi pertanian. Perbedaan akses dan kontrol informasi pertanian adalah salah satu penyebab terjadinya kesenjangan gender. Isu gender dalam pembangunan muncul karena kurang memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat sebagai target pembangunan terdiri dari segmen-segmen yang berbeda khususnya perempuan dan laki-laki. Mereka mempunyai kebutuhan, kepedulian, kesulitan dan pengalaman yang berbeda. Mengabaikan kepentingan gender dapat memunculkan kesenjangan gender, kesenjangan terhadap perempuan atau bisa juga kesenjangan terhadap laki-laki (Kem PP dan PA 2010). Lagi pula partisipasi aktif petani laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan sangat dibutuhkan, karena dapat mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Karena itu, relasi gender dalam pembangunan pertanian melalui aktivitas komunikasi mencari dan menggunakan informasi pertanian perlu menjadi perhatian, karena sesuai dengan tujuan mencapai Pembangunan Millenium (MDGs) butir ketiga tentang kesetaraan gender serta Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender /PUG (Hubeis 2010).

(21)

dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola usahatani sayurannya. Berdasarkan alasan tersebut di atas, penelitian strategi komunikasi petani dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender memang perlu dilakukan.

Perumusan masalah

Berdasarkan aktivitas komunikasi dapat diketahui perbedaan akses dan kontrol petani terhadap informasi pertanian. Odame (2004) berpendapat laki-laki dan perempuan bukan suatu kelompok yang homogen dan mempunyai perbedaan dalam aspirasi, pengalaman serta kebutuhan terhadap informasi maupun saluran komunikasi serta mempunyai aktivitas komunikasi yang berbeda pula. Umumnya petani laki-laki dan perempuan ingin mempunyai akses dan mencari informasi pertanian karena merasa belum yakin akan sesuatu, misalnya belum yakin tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan bahan alami. Pengkajian melalui aspek komunikasi untuk mengetahui relasi gender dalam usahatani sudah menjadi trend strategi kebijakan pembangunan pertanian sejak tahun 1980an, dengan berbagai topik penelitian seperti gender dan teknologi dalam aktivitas pertanian, tingkat pengambilan keputusan, terpaan informasi dan pelatihan yang dibutuhkan, kegiatan–kegiatan yang menghasilkan income

dan sebagainya.

(22)

melalui berbagai saluran komunikasi, aktif mencari melalui berbagai saluran komunikasi yang ada atau mencari secara interaktif.

Berdasarkan penelitian Sunarno (2007) di Provinsi Jawa Barat, terbukti bahwa program pembangunan dan sumberdaya pembangunan lebih banyak ditujukan kepada nelayan laki-laki dari pada perempuan. Penelitian ini berbeda, karena meneliti aktivitas komunikasi petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dalam mencari informasi pertanian, mengurai kesenjangan gender dalam perbedaan akses dan kontrol informasi, faktor-faktor komunikasi yang dapat diakses serta penggunaan informasi pertanian untuk kepentingan usahatani. Tujuan akhir penelitian ini adalah merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender untuk kepentingan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan usahataninya.

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : “Seperti apa strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender dimana terdapat akses dan kontrol yang setara pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan melalui aktivitas komunikasi mencari dan menggunakan informasi pertanian?”

Dari pertanyaan penelitian di atas dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1 Seperti apa karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian, faktor - faktor komunikasi dan penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik?

2 Sejauhmana hubungan pola pembagian kerja, relasi gender dalam akses dan kontrol informasi pertanian dengan faktor-faktor komunikasi, hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dalam akses dan kontrol informasi pertanian dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan karakteristik petani laki-laki dan petani perempuan dengan penggunaan informasi pertanian?

(23)

Tujuan Penelitian

Petani sayuran organik baik laki-laki maupun perempuan selalu membutuhkan informasi pertanian untuk mengembangkan usahataninya. Namun tidak semua informasi yang tersedia sesuai dengan kebutuhan dan minat petani. Perilaku memilih informasi melalui berbagai saluran komunikasi, memproses informasi yang sudah diperoleh dan menggunakannya, dapat memperlihatkan kesenjangan komunikasi pada petani laki-laki dan perempuan dalam hal akses dan kontrol informasi, kemampuan memproses dan memanfaatkan informasi pertanian, mempraktekkan informasi yang akhirnya dapat mengembangkan usahatani sayuran organik dan memperbaiki kesejahteraan petani dan keluarganya. Berdasarkan uraian tersebut beberapa tujuan spesifik penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1 Mengidentifikasi karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian, faktor-faktor komunikasi dan penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik.

2 Menganalisis hubungan pola pembagian kerja serta relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian dengan faktor-faktor komunikasi, hubungan pola pembagian kerja serta relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik.

3 Merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:

1 Dalam aspek praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender dan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan.

(24)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dalam aspek komunikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis apa yang sudah dilakukan petani laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan informasi pertanian, apa yang dipikirkan petani sesudah mendapatkan informasi yang berkaitan dengan mutu informasi dan mutu saluran komunikasi, serta penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik. Analisis dilakukan dengan mengaplikasikan teori komunikasi di lapangan dengan memanfaatkan data kuantitatif didukung data kualitatif, serta gabungan analisis SWOT dan AHP. Keseluruhan data dipergunakan sebagai bahan untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender.

Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Penelitian Ini

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan aspek komunikasi maupun gender dan pembangunan yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jayawijaya Papua dan Kalimantan, umumnya berkisar mengenai kurangnya kesempatan akses pada informasi dari petani laki-laki dan perempuan seperti yang dilakukan oleh: a) Sunarno (2007) mengenai Kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Subang Jawa Barat, dengan metode survei dan studi kasus, temuannya belum ada kesetaraan gender dalam program perikanan pantai bagi nelayan laki-laki dan perempuan. Menyusun strategi pembangunan perikanan pantai responsif gender. b) Murdianto et al., (2001) mengenai Studi gender dalam industri rumah tangga gula aren di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, dengan metode studi kasus. Temuan penelitian adalah pengrajin perempuan masih memerlukan terpaan informasi dan penyuluhan mengenai pengolahan gula aren.

c) Sitepu (2007), mengenai Desain sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender di Provinsi DI Yogyakarta, dengan metode studi kasus. Temuan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi antara lain petani laki-laki dan petani perempuan membutuhkan informasi tentang penggunaan sumber air dari sumur ladang dan sumur embung.

(25)

deskriptif melalui studi kasus. Temuan penelitian adalah perempuan lebih dominan dari pada laki-laki dalam pengolahan hasil panen dan pemasaran, sedangkan merawat, memelihara tanaman, penyiraman dan menentukan teknis pengolahan hasil panen dilakukan bersama laki-laki dan perempuan. Akses informasi dominan pada laki-laki, karena laki-laki lebih aktif pada pertemuan kelompok tani secara regular. Kontrol informasi dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan.

e) Septiana (2008) meneliti Pengaruh Model dan Suara Narator Video terhadap peningkatan pengetahuan tentang air bersih berbasis gender. Metode penelitian eksperimen kuasi dengan terpaan media video yang menampilkan model laki-laki dan perempuan serta suara narator laki-laki dan perempuan terhadap 80 pegawai terdiri dari 40 pegawai perempuan dan 40 pegawai laki-laki. Temuan penelitian yakni media video sebagai saluran komunikasi, efektif untuk diakses oleh kedua gender dan berpengaruh positif apabila kedua gender diberi peluang yang sama, artinya terpaan informasi tidak hanya ditujukan kepada salah satu gender saja.

f) Srini (2001) meneliti Gender and Development in Jayawijaya. Metode kualitatif mengenai kesehatan dan gizi keluarga, proses pendidikan dan penyadaran tentang kesetaraan gender pada perempuan dan laki-laki di pedesaan di Kanggime dan Mamit. Temuan penelitian adalah proses komunikasi melalui saluran kelompok lebih dominan dilakukan oleh laki-laki, akses informasi juga dominan pada laki-laki.

Bukti empiris memperlihatkan masih ada kesenjangan gender dalam akses dan kontrol informasi antara petani laki-laki dan perempuan. Umumnya akses dan control informasi pada perempuan masih minim. Perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan dalam mencari informasi karena masing-masing mempunyai aspirasi, pengalaman dan kebutuhan yang berbeda.

(26)

Berdasarkan identifikasi masalah, rujukan teoritis serta penelitian terdahulu, kerangka konsep pada Gambar 1, memaparkan kondisi yang menghambat dalam pengembangan usahatani sayuran organik yaitu bila masih terdapat situasi minimnya akses dan kontrol informasi pada salah satu gender, sumberdaya manusia petani sebagai pengguna informasi masih lemah, saluran komunikasi belum berfungsi optimal, ketersediaan informasi belum sesuai dengan kebutuhan maupun minat petani laki-laki dan perempuan.

Aktivitas mencari informasi pertanian: 1. Akses

2. Kontrol

(27)

Kondisi yang mendukung yaitu informasi pertanian dan saluran komunikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani laki-laki dan perempuan sebagai pengguna, terdapat infrastruktur komunikasi yang menunjang seperti keberadaan penyuluh, LSM, stasiun radio, media cetak, warung internet untuk berbagai informasi pertanian tersedia dan dapat diakses oleh petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Kondisi yang diinginkan adalah ketersediaan informasi pertanian sesuai kebutuhan, informasi pertanian diakses dan dikontrol setara oleh petani laki-laki dan perempuan, mampu menggunakan informasi pertanian untuk mengelola usahatani. Kondisi yang tidak diinginkan adalah apabila informasi pertanian hanya dominan diakses dan dikontrol oleh satu pihak saja.

Novelty

(28)

Penelitian ini menggunakan metode survei dan wawancara mendalam untuk memahami perbedaan kognisi yang berperan dalam membentuk perilaku petani laki-laki dan perempuan. Hal ini merupakan refleksi suatu usaha untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi sosial yang dikaji. Berbagai penelitian yang baik sering mengkombinasikan aspek-aspek pendekatan kuantitatif serta kualitatif melalui wawancara mendalam dan penelitian ini juga melakukan hal tersebut. Berdasarkan uraian di atas, kebaruan atau novelty penelitian strategi komunikasi petani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender adalah 1 Menganalisis aktivitas komunikasi petani laki-laki dan perempuan yang ber usahatani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian dengan mengacu pada teori komunikasi.

2 Merancang strategi komunikasi informasi pertanian sayuran organik berbasis gender, melalui kombinasi pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif, analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

(a) Data kuantitatif untuk menganalisis aktivitas mencari, akses dan kontrol serta menggunakan informasi pertanian laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik. Wawancara mendalam untuk data kualitatif yang digunakan untuk menganalisis pengalaman petani laki-laki dan perempuan saat mencari untuk akses dan kontrol pada informasi pertanian serta penggunaan informasinya yang belum terungkap melalui pendekatan kuantitatif.

(b)Analisis SWOT untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian organik berbasis gender sebagai solusi dari kesenjangan akses dan kontrol informasi.

(c) Pendekatan AHP untuk mengetahui urutan prioritas berdasarkan faktor-faktor yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender

3 Mengembangkan konsep dan merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender untuk melengkapi strategi komunikasi sebelumnya.

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Komunikasi Mencari Informasi

Komunikasi sebagai suatu proses tidak mempunyai awal dan akhir dan tidak selalu bersifat linear (Heath dan Bryant 2000). Dalam perkembangannya, semenjak model Lasswell di tahun 1948 yang memfokuskan perhatian pada who says what to whom through which channel with what effect, secara perlahan banyak studi yang mengarahkan perhatian pada receiver. Beberapa penelitian selanjutnya mulai konsentrasi terhadap gambaran yang berada di benak receiver yang tercipta karena dipengaruhi oleh informasi yang mereka cari dan terima dari berbagai saluran komunikasi, termasuk media dan kontak sosial. Proses komunikasi mencari informasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan antara lain mencari, mendengarkan, membaca, mempertimbangkan, mengungkapkan, mengabaikan informasi yang sudah didapatkan atau akhirnya menggunakan informasi.

Sebagai partisipan yang aktif, individu akan mampu mengingat, menguraikan dan menambahkan pemikirannya terhadap informasi yang berhasil diaksesnya. Pendapat ini memperkuat pernyataan bahwa aktivitas komunikasi mencari informasi sampai menggunakan dapat dipelajari sebagai suatu proses (Heath dan Bryant 2000).

Rogers (2003) berpendapat bahwa proses mencari informasi untuk mendapatkan dan menggunakan terdiri dari beberapa tahap yakni (1) tahap pengetahuan dimana seseorang mengetahui adanya informasi baru dan ingin mengetahui untuk menambah pengetahuan tentang hal yang dicarinya, (2) tahap persuasi, (3) tahap mengambil keputusan, (4) tahap implementasi, (5) tahap konfirmasi. Pada tahap persuasi terjadi proses kognitif pada diri individu yang mencari informasi. Menurut Fledler (2007) pada tahap persuasi individu akan memprediksi apakah pesan yang diterima sesuai atau tidak bagi dirinya. Bila sesuai, individu terbujuk untuk memanfaatkan atau menggunakan pesan komunikasi yang memuat informasi tersebut.

(30)

mengabaikan informasi tersebut. Pada tahap ini individu melakukan elaborate terhadap makna informasi tersebut dengan teliti, cermat dan kritis. Individu yang teliti mempertimbangkanmakna informasi berarti mempertimbangkan informasi tersebut pada rute sentral. Kedua, individu menerima informasi dan merasa sesuai, dengan alasan sumber informasi yang menyampaikan memang seorang ahli atau menarik. Individu percaya pada sumber yang menyampaikan informasi atau tertarik pada saluran komunikasi, artinya individu mempertimbangkan informasi pada rute eksternal.

Penelitian ini ingin mengetahui aktivitas mencari informasi, respons petani laki-laki dan perempuan setelah mendapat dan memproses informasi pertanian. Proses kognitif berperan saat mengolah dan mempertimbangkan informasi pertanian yang berhasil diakses. Proses komunikasi dapat ditelusuri antara lain dari kemampuan individu memproses, menguraikan kembali dan mempertimbangkan informasi yang sudah diterima. Memahami individu penerima, apakah berada pada rute sentral atau rute eksternal, sangat membantu dalam merancang strategi komunikasi. Teori kemampuan melakukan elaborasi pada penerima dikembangkan oleh Erb dan Bohner (2000), Brock dan Green (2005), Petty et al., (2005) dan Fledler (2007).

(31)

perhatian pada pendekatan kognitif dalam mencari informasi (Petty dan Cacioppo 2005; Fledler 2007).

Wilson (2005) menjelaskan bahwa, mencari informasi sebagai perilaku manusia adalah berhubungan dengan sumber informasi maupun saluran komunikasi yang dapat memberikan informasi dan dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Termasuk dalam hal ini komunikasi tatap muka, menerima informasi secara pasif seperti menonton iklan di televisi, mendengarkan radio, tanpa keinginan untuk bertindak sesuai yang diberikan oleh materi informasi tersebut. Wilson (1981) menyatakan bahwa mencari informasi dengan sengaja adalah konsekuensi dari kebutuhan untuk memuaskan suatu tujuan. Pada saat aktif mencari untuk dapat akses pada informasi yang diinginkan, individu mungkin saja berinteraksi dengan individu lain, melalui sistem informasi manual seperti petunjuk di buklet, surat kabar, perpustakaan atau dengan komputer. Beberapa penelitian yang melengkapi teori Wilson dalam kaitan kebutuhan informasi dan mencari informasi dengan melihat pada konteks dan elemen ketersediaan informasi telah dikembangkan oleh Dervin (1996), Ellis (1993), Khulthau’s (1991) dan Rogers (2003).

Dervin (1996) dengan sense making theory mengembangkan pencarian informasi dalam empat elemen yaitu: (1) Situasi dalam suatu waktu dan ruang. (2) Dalam konteks apa masalah informasi akan muncul. (3) Mengidentifikasi perbedaan antara situasi kontekstual masa kini dan situasi yang diinginkan sebagai hasilnya, karena merupakan konsekuensi dari proses mencari. (4) Ada jembatan yang menghubungkan kesenjangan antara situasi sekarang dan hasil yang diinginkan. Kelebihan atau kekuatan teori Dervin yaitu adanya hubungan dengan perilaku informasi, dapat mengarahkan cara-cara bertanya yang akan memperlihatkan keadaan permasalahan yang ada, untuk mencapai keadaan yang diinginkan. Informasi dapat menjadi jembatan untuk mengatasi ketidakpastian atau penggunaan informasi dapat sebagai jembatan kearah yang diinginkan.

(32)

menyelidiki, merumuskan, mengumpulkan dan menyajikan informasi. Model ini lebih umum dibandingkan dengan model Ellis (1993) namun saling melengkapi. Dasar dalam model Khulthau’s (1991) adalah perasaan tidak pasti diasosiasikan dengan kebutuhan mencari informasi untuk mengatasi perasaan ragu, bingung dan frustrasi sehingga proses mencari meningkat supaya berhasil dan perasaan akan berubah. Perubahan terjadi karena adanya material yang relevan yang berhasil dikumpulkan. Sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan berasosiasi dengan perubahan afeksi menjadi lebih puas dan terarah.

Saat ini perkembangan dalam teknologi dan informasi memang menjadi penting bagi manusia, termasuk pada komunitas petani sayuran organik. Setiap orang diharapkan dapat memenej banyaknya informasi yang ada karena dukungan teknologi juga semakin banyak dan kreatif. Kemampuan mencari informasi untuk akses dan kontrol informasi akan selalu terjadi pada setiap individu, kelompok maupun komunitas. Hal semacam ini juga dapat terjadi dalam keluarga, dunia pendidikan, perkantoran ataupun di lokasi pertanian di pedesaan.

Terkait dengan mencari informasi perlu diperhatikan bahwa peubah yang penting adalah kawasan kognitif pada seseorang yang dapat dioperasionalisasikan dengan empat cara yaitu: (a) orang dengan keterlibatan kognitif yang lebih tinggi pada topik informasi, lebih mampu mendapat akses pada informasi itu dari pada orang yang keterlibatan kognitifnya pada topik itu kurang. (b) orang akan menerima dan mencari untuk akses pada informasi karena topiknya tidak mempunyai resiko bagi dirinya atau tidak bertentangan dengan kepercayaannya. (c) orang akan senang menerima dan berpikir mengenai informasi kalau mempunyai sikap positif pada topik itu. (d) informasi akan lebih mempunyai pengaruh bila kekerapannya dalam terpaan adalah tinggi dan diterima dari berbagai saluran komunikasi.

(33)

secara tatap muka, terutama bila tradisi yang berlaku ialah tidak pantas untuk berkunjung ke orang yang bukan kerabat dan berbeda jenis kelamin. Sementara bagi petani laki-laki hal ini tidak berlaku karena lebih leluasa berkunjung ke agen pembangunan setiap waktu untuk dapat akses pada sumber informasi. Kramarae (1988), Everts (1998) dan Wood (2007) menambahkan perempuan pedesaan lebih senang akses pada informasi lisan dari pada informasi tertulis.

Proses mencari dan menggunakan informasi pertanian dalam penelitian ini akan melibatkan berbagai faktor, karena faktor komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Effendy (1989) merupakan unsur-unsur yang mendukung terjadinya suatu situasi. Faktor adalah keadaan, peristiwa yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Artinya dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian, melibatkan berbagai unsur yang mendukung terjadinya suatu proses komunikasi. Faktor-faktor komunikasi yang mendukung terjadinya proses mencari dan menggunakan informasi pertanian dalam penelitian ini adalah: materi informasi, saluran komunikasi, mutu informasi, mutu saluran komunikasi.

Pola Pembagian Kerja

Isu spesifik tentang gender semakin meningkat dan menarik perhatian, termasuk dari sudut pandang aplikasinya di bidang komunikasi pembangunan pertanian

dan pedesaan. Komunikasi pertanian organik juga tidak terlepas dari konsep gender, mengingat dalam hal usahatani sayuran organik, ada pembagian kerja pada petani laki-laki dan perempuan di lahan sayurannya. Menurut Ritzer dan Goodman (2004) sistem pola pembagian kerja dalam rumah tangga yang tampaknya sangat tak seimbang dilihat dari luar situasi rumah tangga, mungkin dilihat adil dan seimbang baik oleh laki-laki dan perempuan dalam situasi itu, karena mereka menerima dan menyesuaikan diri terhadap harapan normatif untuk berperan menurut jenis kelamin di dalam rumah tangga.

(34)

maupun pekerjaan dalam lingkup domestik. Beberapa ada yang bekerja di luar rumah namun masih terkait dengan tipe merawat misal sebagai perawat atau pendidik. Sementara laki-laki jarang diharapkan bekerja semacam itu dan lebih diharapkan sebagai pencari nafkah utama bagi keluarganya, bekerja di luar rumah dan mempunyai karir. Shepherd dan Mohammed (1999) menyatakan bahwa pada setiap masyarakat selalu ada tugas tertentu yang dilakukan oleh perempuan dan tugas lain oleh laki-laki, maupun dilakukan bersama antara keduanya. Apapun bentuknya, telah disetujui bahwa pola pembagian kerja memang ada pada setiap kehidupan masyarakat. Terkonstruksi secara sosial dan budaya, mempunyai perbedaan di setiap lokasi serta dapat berubah sesuai perkembangan zaman.

Pembagian kerja berdasarkan gender mengacu kepada pekerjaan yang berbeda dan dilakukan oleh perempuan serta laki-laki, yang merupakan konsekuensi dari pola-pola sosialisasi mereka. Tugas-tugas berdasarkan pembagian kerja tersebut secara tradisional diidentifikasikan sebagai kerja perempuan dan kerja laki-laki (Nugroho 2008).

Hubeis (1985; 2010) membuat kategori pekerjaan perempuan dan laki-laki dalam dua hal yaitu (I) Pekerjaan produktif, terdiri dari: (a). Aktivitas produktif langsung seperti pekerjaan mendapat upah di sektor pertanian seperti mengolah tanah, memelihara tanaman, ternak, ikan, termasuk bekerja di sektor formal sebagai pegawai negeri, buruh atau pengusaha/wiraswasta; (b) Aktivitas produktif tidak langsung, yang tidak memperoleh upah seperti mengambil air, memasak, merawat anak, berbelanja, mencuci pakaian dan peralatan dapur, membersihkan rumah dan menyeterika. (II) Aktivitas nonproduktif yang terdiri dari: (a) Aktivitas dalam pendidikan formal seperti SD, SMP dan pendidikan madrasah dan pendidikan nonformal seperti pelatihan, penyuluhan; (b) Peran dalam aktivitas sosial seperti pengajian, saling membantu gotong royong dan bersama melakukan aktivitas seremonial; (c) Waktu beraktivitas untuk diri sendiri seperti mandi, makan, tidur, berdoa di rumah.

(35)

keluarga. Padahal dibanyak negara berkembang, dalam pola pembagian kerja petani perempuan mempunyai kontribusi besar dalam bidang pertanian dan ekonomi keluarga serta rumah tangganya. Di samping itu petani perempuan juga masih mempunyai aktivitas produktif tidak langsung seperti memasak, membersihkan rumah, mengambil kayu bakar dan mengambil air. Untuk alasan ini, Tuyizere (2007) menyatakan sangat perlu meningkatkan kemampuan metoda pertanian dan terpaan informasi pertanian bagi petani perempuan.

Menurut Chafetz (2006) pada masyarakat hortikultura terdapat tiga bentuk aktivitas produktif yaitu: (1) Laki-laki bekerja mempersiapkan tanah atau lahan untuk menanam, menebang pohon, memotong dan membakar dan keduanya baik laki-laki serta perempuan dapat menanam bersama-sama. Pola bertani ini biasa dilakukan di sub-Saharan Afrika; (2) Laki-laki bekerja di lahan, perempuan bekerja menanam merupakan pola bertani yang dilakukan masyarakat hortikultura di Indian bagian timur Amerika Serikat; (3) Laki-laki mempersiapkan lahan sekaligus menanam dan melakukan pekerjaan itu sendiri, masih jarang ditemukan di daerah tropis Amerika Selatan. Bila lahan sudah bersih dan siap di tanam benih sayuran, maka pekerjaan itu dapat dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan. Termasuk menyiangi, memanen dan mengangkut hasil panen. Bahkan perempuan yang mempunyai bayi dan masih memberi asi dapat membawa bayinya ke ladang, untuk bekerja dan kembali ke rumah dengan membawa sayuran hasil panen. Chafetz (2006) mengungkapkan bahwa waktu dan energi yang dipergunakan perempuan dalam bekerja memang lebih banyak, karena masih mengurus anak dan memasak. Di samping terkonstruksi secara sosial budaya, dari beberapa uraian dan teori yang ada, dalam pola pembagian kerja juga ada pengaruh stereotipe gender (Mosse 2002; Wood 2007; Simatauw et al., 2001; Tuyizere 2007). Hal ini dapat terlihat dari uraian yang umumnya mengungkapkan bahwa perempuan hanya sesuai berkerja di rumah dan tidak di luar rumah, laki-laki adalah pencari nafkah. Perempuan lebih sesuai dengan pekerjaan merawat dan memelihara sedangkan laki-laki lebih mampu dengan pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga.

(36)

pengambilan keputusan. Umumnya pembagian kerja pada perempuan pedesaan lebih banyak sehingga tidak memiliki waktu untuk membicarakan hal-hal di luar rutinitasnya, seperti akses pada informasi melalui surat kabar, mendengarkan ceramah atau hadir dalam pertemuan-pertemuan masyarakat.

Bukti empiris dari studi Hartomo (2007) tentang Kebijakan Sistem Usahatani Berkelanjutan Responsif Gender di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah, menjelaskan tahapan kegiatan pembagian kerja pada petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani hortikultura sayuran adalah: pengolahan tanah, pembibitan, pola tanam, pemupukan, perawatan, pemeliharaan, penyiraman, pengendalian hama.penyakit, pengolahan hasil panen dan pemasaran. Untuk pengolahan hasil panen dan pemasaran, perempuan lebih dominan dari pada laki-laki. Sedangkan merawat, memelihara tanaman dan menentukan teknis pengolahan hasil panen serta penyiraman dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan. Hartomo (2007) menemukan pada variabel akses terhadap informasi, peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Hal ini disebabkan adanya pertemuan kelompok tani secara reguler, sedangkan kontrol terhadap informasi dilakukan bersama antara laki-laki dan perempuan.

Sejak perempuan dan laki-laki melakukan jenis pekerjaan yang berbeda maka mereka juga mempunyai pilihan akses yang berbeda pula terhadap pelayanan dan sumber daya termasuk sumber daya informasi. Kramarae (1988) berpendapat beban pekerjaan domestik membuat perempuan lebih terbatas untuk mengakses informasi dibandingkan laki-laki. Namun dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya penggunaan saluran komunikasi melalui media, hal tersebut dapat teratasi. Dalam penelitian ini pola pembagian kerja dilihat dari tiga indikator yaitu pada: aktivitas produktif langsung, aktivitas produktif tak langsung dan aktivitas sosial.

Relasi Gender

Relasi gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui konsep

(37)

2007). Tuyizere (2007) dalam Gender and Development - The Role of Religion and Culture menambahkan relasi gender sudah dimulai sejak dari rumah tangga, selanjutnya dapat terjadi dimana saja seperti di dunia kerja, bahkan di pasar, sejauh di tempat tersebut ada interaksi sosial antara laki-laki dan perempuan. Relasi gender akan terkait dengan hubungan atau relasi antara individu dengan komunitasnya yang juga akan bervariasi dalam hal jenis kelamin, umur, pendidikan dan pengalaman. Relasi gender berkaitan dengan relasi kekuasaan berdasarkan hirarki. Seringkali dalam suatu komunitas hal semacam ini diterima dan dipercaya sebagai sesuatu yang alamiah. Namun sebenarnya juga terkonstruksi secara sosial budaya dan dapat saja berubah setiap waktu. Dalam relasi atau hubungan antara laki-laki dan perempuan terkait dengan pembangunan pertanian diharapkan adanya kesetaraan dan keadilan.

Untuk dapat mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan pertanian, perlu melaksanakan Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Meskipun secara legalitas, PUG sudah dimulai tahun 2000, tetapi dari bukti empiris berdasarkan penelitian Sunarno (2007) program yang ada masih belum berbasis gender.

Menurut Supiandi (2008) program pemberdayaan perempuan masih cenderung bersifat Women In Development (WID) daripada Gender And Development (GAD). Sesuai pendapat Nugroho (2008) serta Baden dan Reeves (2000), bahwa istilah WID pertama kali dicetuskan oleh Women’s Committee of the Washington DC. Chapter of the Society for International Development pada dasawarsa 70an. Dimana saat itu kesadaran mengenai peran perempuan mulai berkembang dan diwujudkan melalui pendekatan program yang memusatkan pada masalah perempuan dan pembangunan.

(38)

perempuan adalah juga bagian dari pembangunan dan dapat berperan aktif dalam pembangunan bila mendapat kesempatan atau peluang yang sama dengan laki-laki. Perbedaan WID dan GAD dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Perbedaan antara WID dan GAD

WID GAD

Pendekatan Pandangan bahwa yang menjadi sumber permasalahan ada pada perempuan

Pandangan yang menganggap bahwa sumber permasalahan ada pada pembangunan

Fokus Perempuan Pola relasi antara perempuan dan

laki-laki

Masalah Tidak berperan sertanya perempuan (separuh sumberdaya produktif) dalam proses pembangunan

Ketidaksejajaran hubungan kekuasaan (kaya-miskin, perempuan laki-laki) menyebabkan berlangsungnya pembangunan yang tidak adil dan tidak berperan sertanya perempuan secara maksimal

Tujuan Pembangunan yang lebih efektif dan efisien

Pembangunan yang adil dan berkesinambungan dengan perempuan dan laki-laki sebagai pengambil keputusan

Solusi/Pemecahan Mengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan

Strategi • Proyek-proyek untuk perempuan

• Kegiatan proyek khusus untuk perempuan

(39)

perempuan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotorik sehingga dapat menunjang sektor-sektor produktif di masyarakat.

Sebagai respons dan evaluasi karena kurang berhasilnya WID, pada dasawarsa ’90an muncul konsep baru yaitu GAD. Konsep ini menekankan pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa konstruksi sosial yang dibuat atas peran perempuan dan laki-laki dapat diubah. Pendekatan ini lebih sesuai, karena menekankan pada isu gender dan tidak melihat pada masalah perempuan semata (Nugroho 2008).

Peran domestik yang semula sering dikatakan milik kaum perempuan, dapat melibatkan juga tanggung jawab kaum laki-laki. Peran tersebut ada sebagai hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Perempuan juga bekerja di luar rumah seperti laki-laki, mengambil keputusan dilakukan bersama antara laki-laki dan perempuan dan ada kesetaraan pada peran laki-laki dan perempuan. Melibatkan laki-laki dan perempuan berdasarkan pengalaman, aspirasi dan kebutuhan dapat meminimalkan kesenjangan gender dalam setiap aspek pembangunan. Everts (1998) dan Srini (2001) berpendapat bahwa, tidak ada egaliter pada relasi gender tanpa memperkuat posisi perempuan. Gender adalah mengenai laki-laki dan perempuan, namun ketidaksetaraan dalam relasi gender seringkali dialamatkan dengan memperkuat posisi perempuan dan memenuhi kebutuhan perempuan. Penelitian ini menganalisis pendekatan GAD yang lebih memperhatikan persoalan gender daripada persoalan perempuan secara terisolasi. Setelah WID dan GAD, dikenal konsep Gender Mainstreaming atau Pengarusutamaan Gender, yaitu suatu konsep baru dan secara legalitas dimulai tahun 2000 dan berkembang sejak beberapa tahun terakhir ini.

(40)

hak azasi perempuan, akses media informasi, pencemaran lingkungan dan kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Berkaitan dengan relasi gender telah dihasilkan kesepakatan bersama bangsa-bangsa dalam bentuk target pembangunan yaitu The United Nations Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan tujuan: memberantas kemiskinan dan kelaparan; mewujudkan pendidikan dasar; meningkatkan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan; mengurangi angka kematian bayi; meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDs, malaria dan penyakit menular lainnya; pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan (Nugroho 2008; Supiandi 2008).

Gender Mainstreaming atau pengarusutamaan gender (PUG) merupakan suatu strategi mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang pembangunan. Menurut KEM PP (2000) manfaat melaksanakan PUG bagi laki-laki dan perempuan adalah:

• Memperoleh akses yang sama laki-laki dan perempuan pada sumberdaya pembangunan;

• Berpartisipasi yang sama laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan;

• Memiliki kontrol yang sama laki-laki dan perempuan atas sumberdaya pembangunan;

• Memperoleh manfaat sama pada laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan. Akses yaitu kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh peluang untuk menggunakan atau mendapatkan sumberdaya pembangunan yang antara lain adalah berbagai informasi pertanian untuk kepentingan faktor produksi seperti tanah, kredit, pelatihan, pemasaran dan semua pelayanan publik serta keuntungannya. Memiliki akses juga berarti memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut.

(41)

pembangunan, perencanaan dan administrasi. Kontrol adalah manifestasi dari keseimbangan relasi kekuasaan laki-laki dan perempuan. Memiliki kontrol adalah memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumberdaya termasuk sumberdaya informasi.

Supiandi (2008) berpendapat baik laki-laki dan perempuan mesti mendapatkan akses untuk memperoleh informasi. Dalam proses komunikasi, memberi akses informasi kepada penerima dapat melalui saluran komunikasi yaitu tatap muka atau personal, kelompok maupun media massa (Rogers 1969; Rogers 2003; Ellis 1993; Everts 1998; Wilson 2000). Dalam proses komunikasi, upaya memasukkan faktor individu sebagai penerima dengan melihatnya sebagai penerima pasif dari informasi pertanian yang dirancang dari luar, seringkali tidak berhasil karena kurang memaknai bahwa sebagai manusia, perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan dan kepentingan yang berbeda meskipun bekerja dalam bidang yang sama. Petani perempuan seperti dikatakan oleh Sugarda et al. (2001) memang tidak selalu hadir dalam pertemuan desa bersama suami, namun pengaruhnya tetap melekat pada suaminya karena seringkali perempuan yang ingin mencoba untuk mempraktekkan cara baru kalau ada informasi tentang bibit baru. Kenyataan ini memperlihatkan kalau petani perempuan jangan dilupakan terutama dalam hal terpaan informasi pertanian. Artinya kebutuhan informasi petani perempuan perlu juga mendapat perhatian karena kontribusi mereka dalam ekonomi keluarga melalui aktivitas di lahan pertanian terbukti sangat besar. Di samping itu seringkali kunci keberhasilan atau kegagalan pembangunan pertanian antara lain karena tidak maksimalnya peran salah satu gender.

Aktivitas komunikasi dari penerima untuk mendapat akses pada informasi juga perlu mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat Heath dan Bryant (2000) bahwa aktivitas komunikasi mencari untuk dapat akses pada informasi terdiri dari berbagai cara yaitu:

(a) Perilaku komunikasi pasif yaitu individu tidak secara khusus berusaha mencari suatu informasi namun akan memproses informasi yang kerap menerpanya.

(42)

(c) Perilaku komunikasi interaktif yaitu individu yang bersangkutan sangat bergantung pada komunikasi dengan orang lain untuk dapat melakukan diskusi.

Dalam penelitian ini mencari untuk mendapatkan akses terhadap informasi pertanian dikategorikan dalam tiga indikator yaitu: mencari dengan pasif, aktif, melalui diskusi.

Adapun kontrol pada informasi dari laki-laki dan perempuan dapat diartikan sebagai memiliki kendali atas informasi yang ada. Kemampuan kognitif seperti baca tulis atau tingkat pendidikan yang memadai tidak hanya membuat seseorang mampu untuk mengontrol tingkat informasi yang diterimanya dari media cetak, elektronik atau internet, tetapi juga mampu memproses, menyimpan dan mendapatkan kembali informasi tersebut untuk digunakan apabila diperlukan. Dalam pertanian, kemampuan petani untuk mengambil kembali informasi yang sudah pernah diterimanya sangat penting. Untuk yang dapat membaca hanya perlu mengingat dimana ia menyimpan informasi tertulis itu. Adapun untuk yang tidak dapat membaca, harus mencoba mengingat keseluruhan informasi yang pernah diterimanya secara lisan baik melalui medium atau interpersonal (Rogers 1969).

Everts (1998) menambahkan bahwa tingkat kontrol antara perempuan dan laki-laki terhadap informasi akan berbeda, tergantung pada relasi gender sebagai suatu sistem sosial yang berlaku di lingkungan tersebut. Pada relasi gender kendali atas informasi mungkin saja berada pada pihak laki-laki namun perempuan juga mempunyai pengaruh untuk menentukan apakah informasi itu akan digunakan atau tidak.

Penelitian Sitepu (2007) tentang Desain Sistem Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Gender di Provinsi DI Yogyakarta menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan dan kontrol informasi pada petani laki-laki dan perempuan melalui berbagai saluran komunikasi dan kelembagaan usahatani tentang sumber air untuk sumur ladang dan sumur embung.

(43)

Materi Informasi

Studi komunikasi secara substansi sangat terikat dengan konsep informasi. Konsep informasi yang populer sejak tahun 1950, merupakan inti dari setiap aktivitas komunikasi serta memegang peranan penting dalam membuka wawasan berpikir manusia terhadap dunia nyata yang dihadapinya. Sejumlah informasi yang dibutuhkan, diharapkan dapat mengubah konsep–konsep yang ada dalam diri individu. Semakin banyak informasi yang diterima atau dapat diakses, semakin menimbulkan rasa tidak puas dengan kondisi saat ini, sehingga bisa saja membutuhkan informasi lagi untuk memuaskan keingintahuannya. Istilah informasi dalam komunikasi adalah tingkat kebebasan yang nyata dalam situasi untuk memilih yang diberikan di antara sinyal, simbol, pesan atau pola-pola yang ditransfer. Informasi dapat diartikan sebagai pesan yang dikirimkan dari seseorang ke orang lain, dengan tujuan agar orang lain tersebut mempunyai pandangan yang sama dengan si pengirim. Setiap komunikasi manusia terdiri dari serangkaian sistem yang digabung. Sistem yang meliputi sumber, saluran, penerima, dimana gabungan sistem berkaitan satu dan yang lain. Jika gabungan ini putus, informasi tidak diterima atau tidak sampai sesuai yang diinginkan (Severin dan Tankard 2008). Menurut Stamm dan Bowes (1990) informasi biasanya disetarakan dengan pesan. Artinya bisa pesan itu sendiri, dimana pesan itu mengandung informasi. Apabila mensetarakan pesan dan informasi memang tidak salah. Hanya tidak lengkap, karena tidak memperhitungkan bahwa pesan itu menjadi informatif, karena terkait dengan sesuatu. Sehingga informasi yang sebenarnya adalah apapun yang diacu oleh pesan tersebut. Misal informasi pertanian, maka segala sesuatu yang mengacu pada pesan pertanian adalah materi informasi pertanian.

(44)

memperkenalkan metode-metode baru, teknologi produksi baru, informasi pasar dan lain-lain. Namun informasi yang bertumpuk belum tentu menjamin pemanfaatannya menjadi lebih baik, karena masih tergantung pada kemampuan mengorganisir informasi tersebut. Artinya materi informasi merupakan sumberdaya yang sangat bernilai bagi masyarakat termasuk petani. Ayoola (2000) dalam Agricultural Policy Networking the way forward

mengungkapkan bahwa, informasi adalah pesan. Dalam proses komunikasi, pesan atau informasi ditransmisikan dari sumber kepada pengguna melalui berbagai saluran. Informasi sebagai sumberdaya pembangunan mempunyai keterkaitan dengan beberapa hal yaitu:

1 Keterkaitan dengan konteks. Informasi sebagai sumberdaya pembangunan pertanian pedesaan tergantung pada situasi dan isu spesifik. Masyarakat petani di pedesaan yang kurang terdedah pada media seperti masyarakat kota, tetap membutuhkan dan selalu mencari informasi yang terkait dengan usahataninya. Yaitu informasi dengan materi tentang lingkungan seperti cuaca/iklim, tanah, penggunaan air, pembibitan, pupuk; produksi pertanian dalam hal penanganan hama, pola tanam; informasi tentang panen seperti pemetikan dan pengkemasan dan informasi tentang penguatan sumber daya manusia seperti pelatihan, informasi tentang ekonomi yaitu pemasaran, mutu produksi, modal dan juga kredit.

2 Keterkaitan dengan budaya. Informasi mempunyai ketergantungan dan keterkaitan pada budaya. Karena dapat melibatkan perbedaan konsep dan kognitif. Bila informasi dan cara menyampaikan tidak sesuai dengan kondisi petani sebagai komunitas atau sistem sosial, maka informasi tidak dapat diterima, atau tidak akan dicari. Informasi memang tidak sepenuhnya terbebas dari nilai yang berlaku pada komunitas. 3 Keterkaitan dengan medium atau saluran. Pada komunitas yang masih dominan dengan tradisi komunikasi lisan, perlu mempertimbangkan medium dan kemasan yang sesuai dengan daya terima komunitas. Untuk komunitas yang sudah dapat baca tulis, kemasan informasi dan medium juga tergantung dengan selera dan pilihan.

(45)

penting seperti sumberdaya lainnya, karena perencana pembangunan ada kalanya belum mengakui peran informasi sebagai sumberdaya yang mendasar dan juga belum menyadari

nilai potensialnya. Akar dari perilaku untuk dapat akses pada materi informasi adalah konsep

kebutuhan terhadap materi informasi tersebut. Adapun kebutuhan informasi tersebut dapat timbul karena berbagai hal, di antaranya karena ada masalah atau belum yakin terhadap sesuatu. Membutuhkan, mencari, menyeleksi dan memproses informasi adalah proses komunikasi yang alamiah. Sears dan Freedman (1971) menjelaskan kebutuhan informasi pada audiens dimediasi oleh selektivitas, seperti faktor-faktor kelompok dan interpersonal. Ini berarti bahwa audiens akan selektif dalam keterbukaan mereka terhadap informasi pertanian.

Penelitian Hendriks dan Morris (2005) mengenai petani perempuan dengan usahatani organik lahan skala kecil di KwaZulu Natal, Afrika Selatan membuktikan bahwa petani membutuhkan informasi karena ingin meningkatkan pendapatan keluarga. Ketersediaan informasi sangat bermanfaat bagi petani dan dapat mengarahkan petani untuk mengambil keputusan. Kebutuhan terhadap informasi, mengarahkan petani untuk selektif dalam mencari informasi yang sesuai dengan usahataninya.

Meyer (2005) menjelaskan kalau kebutuhan pada materi informasi yang terkait dengan produksi pertanian, umumnya berkisar mengenai bibit, pupuk, penyuluhan dan pelatihan, teknologi, peralatan pertanian, teknik implementasinya seperti membajak/meluku, menebar benih, cara mengontrol hama dan juga kesuburan tanah, air, kondisi iklim, kredit, pemasaran dan infrastruktur. Petani akan selektif terhadap informasi yang ada sesuai kebutuhannya. Pengertian selektivitas terhadap kebutuhan informasi adalah kebutuhan yang dirasakan dan dicari oleh petani laki-laki dan perempuan untuk mendukung keberlangsungan dan pengembangan usahatani sayuran organik yang mereka usahakan.

(46)

penyiraman, menyediakan peralatan produksi pertanian. Adapun informasi dengan aspek penanganan panen dapat terdiri dari teknik memetik, menuai hasil ladang, pemotongan, pencabutan, penumpukan hasil panen. Ditjen Hortikultura (2007) mengatakan materi informasi untuk mengelola usahatani sayuran organik meliputi: lahan, air, penggunaan benih, penanaman, pemupukan, perlindungan tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, penanganan pasca panen, alat dan mesin pertanian.

Penelitian Wijayanti (2003) mengenai kebutuhan informasi petani tanaman hias sebagai kasus di Jakarta Barat, mengungkapkan bahwa petani memilih informasi berdasarkan kebutuhan untuk mengembangkan usahatani tanaman hiasnya yang ditinjau dari informasi teknologi budidaya tanaman hias, informasi permodalan, informasi lokasi usahatani, informasi sarana produksi tanaman hias dan informasi pasar.

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian.........................................................
Gambar 1 Alur komunikasi informasi pertanian dari kondisi yang diinginkan dan
Tabel 4 Relasi gender
gambar mudah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara family functioning dan keterlibatan dalam perilaku bullying pada siswa di Jakarta dan Depok (Skripsi), Universitas Indonesia, Jakarta.. Psikologi

yang kurang lebih memiliki arti : Pemasaran hotel adalah aktivitas yang menggunakan strategi dan taktik, yang direncanakan sedemikian rupa untuk menyampaikan “cerita”

untuk mata pelajaran ekonomi. Mendapatkan media pembelajaran game interaktif yang layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran, ditinjau dari berbagai aspek

Jenis Komoditi 2009 2010 1 Kakao 1,09 0,476 2 Ebony Olahan 0,49 3 Tepung Kelapa 0,23 112 4 Bangunan dari 0,35 ‐ Kayu 5 Rotan ‐ 1,993 Sumber : Hasil Olahan Data Berdasarkan hasil

Jika tekanan diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi dengan jumlah mol total yang lebih kecil, yaitu kearah pembentukan SO 3 sehingga SO 3 yang

Melalui cara ini, perbankan dapat memfokuskan pendanaan pada perusahaan-perusahaan atau proyek-proyek yang memiliki kinerja keuangan, sosial, dan lingkungan yang

pengujian yang dilakukan diketahui sampel DNA pada Tacapa GB, Tacapa Silver dan Action memiliki nilai rasio diatas 1,8 sedangkan sampel Aramis memiliki nilai rasio

Kemudian juga menyadari dampak atau akibat yang dapat timbul bila etika tersebut tidak diikuti atau dipatuhi, serta permasalahan apa saja yang dapat timbul terkait dengan