• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul:

“STRATEGI KOMUNIKASI PETANI SAYURAN ORGANIK DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER”

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011

Krishnarini Matindas

pada perbedaan lokasi, aspek komunikasi dari jaringan informasi pemasaran sayuran organik pada petani laki-laki dan petani perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayoola GB. 2000. Agricultural policy networking the way forward. London: The Trinity Press.

Baden S, Reeves H.2000. Gender and development: concepts and definitions. Sussex: Bridge Inc.

Bungin B. 2006. Metodologi penelitian kuantitatif – komunikasi, ekonomi, dan kebijakan publik serta Ilmu-Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup.

[BPP] Balai Penyuluhan Pertanian Pacet. 2010. Programa Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Pacet. Pemerintah Kabupaten Cianjur.

Brock TC,Green MC. 2005. Persuasion. London: Sage Publication

Chafetz JS.2006. Handbook of the sociology of gender. Houston: Springer.

[Deptan] Departemen Pertanian 2007. Statistik pertanian (Agricultural Statistics). Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian.

Dervin B. 1996. An overview of sense-making research: concepts, methods and results to date in international communications association annual meeting.

http://Informationr.net/tdw/publ/papers/1999Jdoc.html

social sciences.

[12 Mei 2009].

[Dintanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Ciawi. 2010. Programa penyuluhan pertanian dan kehutanan UPTD penyuluhan wilayah Ciawi: Pemerintah Kabupaten Bogor Dinas Pertanian dan Kehutanan.

[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. Sayuran dan biofarmaka organik. Jakarta: Ditjen Hortikultura.

____________________________________________ 2008. Budidaya sayuran organik. Jakarta: Ditjen Hortikultura.

Eashwar SS. 2003 Responses to globalization and the digital divide in the Asia–Pacific. Bangalore, India: Asia–Pacific Institute for broadcasting.

Effendy OU. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Ellis. 1993. A comparison of the information seeking patterns of researchers in the physical and

Erb HP, Bohner G. 2000. Social influence and persuasion: recent theoritical development and integrative attempts. Oxford: Blackwell.

Eviota EU. 1993. The political economy of gender. women and the sexual division of labour in

the Philippines. London: Zed Books Ltd.

Everts S.1998. Gender & technology empowering women, engendering development. London:

Zed Books Ltd.

Fledler K. 2007. Social communication. New York: Taylor and Francis Group.

Hartari A. 2005. Atribut produk dan karakteristik konsumen beras organik terhadap sikap konsumen beras organik.[tesis] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hartomo W. 2007. Kebijakan sistem usahatani berkelanjutan responsif gender di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. [disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Heath RL, Bryant J. 2000. Human communication theory and research – concepts, contexts,

and challenges. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, publishers.

Hendriks LS, Morris C. 2005. Printed information needs of small–scale organic farmers in

KwaZulu-Natal. South Afrika: Libri Pess.

Hubeis AVS.1985. Women, food and health development-cases study of Cipari Village- West

Java Indonesia. Bogor: Bogor Agricultural University (IPB), Graduate School, Bogor.

__________ 2010. Pemberdayaan perempuan dari masa ke masa. Bogor: IPB Press.

Husnain, Syahbuddin H. 2008. Mungkinkah pertanian organik di Indonesia - peluang dan

tantangan. Jakarta: Inovasi Online.

2008].

Jensen KB. 2002. A handbook of media and communication research – qualitative and quantitative methodologies. London : Routledge Taylor and Francis Group.

Kaye H 1997. Mengambil keputusan penuh percaya diri. Jakarta: Penerbit Mitra Utama.

[Kem PP] Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. 2000. Pengarusutamaan gender (PUG). Jakarta: Kem.PP.

[Kem PP dan PA] Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2010. Pedoman perencanaan dan penganggaran responsif gender generik. Jakarta: Kem PP.

Kerlinger. FN, Lee. 2000. Foundations of behavioral research . second edition. London: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Khulthau’s. 1991. Inside the search process: information seeking from the user’s perspective.

Kegan Paul.

Kriyantono R. 2008. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.

Leeuwis C. 2004. Communication for rural innovation rethinking agricultural extension.

Hongkong: Graphicraft Limited.

Lionberger HF, Gwin PH. 1991. From researchers...technology … to users transfer.

Missouri: Department of Rural Sociology.

Marimin. 2008. Teknik dan aplikasi pengambilan keputusan kriteria majemuk. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

McGuire. 1989. Theoritical foundations of campaign. Newbury Park: Sage publications, Inc.

Meyer HW. 2005. The nature of information, and the effective use of information in rural

development. Journal Information Research, edisi Agustus volume 10 No.2.

Murdianto, Sadono D, Mugniesyah SS. 2001. Studi Jender dalam industri rumah tangga gula aren: studi kasus di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Bogor: Mimbar Sosek–

Jurnal Sosial–Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Mosse JC. 2002. Gender dan pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Neuman LW. 2006. Social research methods qualitative and quantitative approachs. Boston: Pearson.

Nugroho R. 2008. Gender dan strategi pengarusutamaannya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Odame HH. 2004. Gender and agriculture in the information society. Wageningen: CTA.

Pawit MY. 2009. Ilmu informasi, komunikasi dan kepustakaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Petty RE, Cacioppo JT. 2005. Communication and persuation: central and peripheral routes to attitude change. New York: Springer-Verlag.

Petty RE, Cacioppo JT., Strathman AJ, Priester JR. 2005. To think or not to think: exploring two routes to persuasion. Thousand Oaks: Sage Publications.

Phipps P, Vernon M. 2008. 24 hours: an overview of the recall diary method and data quality in the American time use survey. Thousands Oaks: Sage Publication.

Phuyal U. 2000. Developing communication strategy for agricultural research in Nepal. Kathmandu: Seeport C.

Rangkuti F. 2008. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis – reorientasi konsep

perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Riduan. 2004. Metode dan teknik menyusun tesis. Bandung: Alfabeta.

Ritzer G, Goodman DJ. 2004. Teori sosiologi modern. Jakarta: Kencana.

Rogers EM. 1969. Modernization among peasants: the impact of communication. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

___________. 2003. Diffusion of innovations. fifth edition. New York: The Free Press.

Saito K., Spurling D. 1992. Developing agricultural extension for women farmer. Washington DC: World Bank

Santucci FM. 2005. Strategic communication for rural development.http://www.worldbank

/rural

UNESCO

.[21 Mei 2008].

Sears DO, Freedman JI. 1971. Selective exposure to information. Urbana: University of Illinois Press.

Septiana N. 2008. Pengaruh model dan suara narrator video terhadap peningkatan pengetahuan tentang air bersih berbasis gender [tesis] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Servaes J. 2002. Communication for development one world, multiple cultures. New Jersey: Hampton Press, INC.

Severin WJ, Tankard JW. 2008. Teori komunikasi sejarah, metode dan terapan di dalam media massa. Jakarta: Prenada Media Grup.

Shepherd C, Mohammed P. 1999. Gender in caribbean development. Barbados: Canoe Press UWI.

Siegel S, Castellan NJ.1994. Non parametric statistics for the behavioral sciences. New York: McGraw-Hill Book Company.

Silalahi U. 2009. Metode penelitian sosial. Bandung: Refika Aditama.

Simatauw M, Simanjuntak L., Kuswardono PT. 2001. Gender dan pengelolaan sumber daya alam: sebuah panduan analisis. Kupang: Yayasan PIKUL.

Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode penelitian survai. Jakarta: LP3ES.

Sitepu PN.2007. Desain sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender (studi kasus: Provinsi D.I. Yogyakarta). [disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Skuse A, Joann F, Jo T, Kirsty M, Emma B. 2007. Poverty and Digital Inclusion. New Delhi:

Sperber D, Wilson D. 1986. Relevance: communication and cognition. Cambridge: Harvard University Press.

Stamm KR, Bowes JE. 1990. The mass communication process – a behavioral and social

perspective. Dubuque: Kendall/Hunt publishing Company.

Sugarda Td, Sudarmanto, Sumintaredja S. 2001. Penyuluhan pertanian. Jakarta: Yayasan

Pengembangan Sinar Tani.

Sugiyono. 2009. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Sunarno SM. 2007. Kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan pantai: kasus Kabupaten Subang Jawa Barat. [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Supiandi Y. 2008. Bunga rampai pengarusutamaan gender. Jakarta: Fery Syifa. Swanson BE. 1984. Agricultural extension: a reference manual. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations.

Tuyizere AP. 2007. Gender and development – the role of religion and culture. Kampala:

Fountain Publishers Ltd.

United Nations. 1989. Farm broadcasting: a trainer’s handbook. New York: UN.

Wesseler G, Brinkman W. 2003. Bridging information gaps between farmers, policy makers, researchers and development agents. Wageningen: CTA.

Wijayanti H. 2003. Kebutuhan informasi petani tanaman hias (kasus di kota Jakarta Barat).

[tesis] Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Wilson TD. 1981. On user studies and information needs, Journal of Documentation, vol. 37.no.2.

_________ 2000. Human information behavior. Journal Information Science Research special

issue, vol. 3. no. 2 – University of Sheffield. http: // Wilson @ sheffield. ac. uk [5 Oktober, 2008].

________ 2005. Models in information behavior research. http://information.net/tdw/ publ/papers/1999 [4 September 2008].

Wood Julia T. 2007. Communication, gender and culture. Belmont: Thomson Wadsworth.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat pada dua kabupaten yaitu Kabupaten Bogor di Kecamatan Megamendung dan Kabupaten Cianjur di Kecamatan Pacet. Secara umum kedua kecamatan termasuk daerah dataran tinggi dan penghasil sayuran termasuk sayuran organik. Kondisi lahan di kedua kecamatan tersebut relatif subur dengan topografi yang tidak terlalu jauh berbeda, yaitu berlereng hingga berbukit dan bergunung. Kedua kecamatan termasuk berpotensi untuk mengembangkan berbagai jenis komoditas sayuran dataran tinggi yang bernilai komersial termasuk sayuran organik karena didukung oleh kedekatan geografis terhadap sentra-sentra konsumen di kota yaitu di kawasan Bogor, Jakarta dan Bekasi (BPP Pacet 2010).

Petani laki-laki dan perempuan memilih usahatani sayuran organik sebagai produk utama usahatani mereka karena menginginkan produk yang sehat, aman dikonsumsi dan mutunya baik. Petani juga menyadari bahwa permintaan produk pertanian organik termasuk sayuran meningkat pesat dari tahun ke tahun.

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan klasifikasi umur sesuai data penduduk Kecamatan Megamendung tahun 2009 dapat dilihat di Tabel 8

Tabel 8 Data penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan jenis kelamin dan umur Kelompok Umur (tahun) Laki-laki (orang) Persentase ( % ) Perempuan (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) 0 - 14 17.517 29,99 13.810 24,99 31.327 27,43 15 - 45 32.135 55,02 30.398 55,02 63.073 55,23 >46 8.757 14,99 11.049 19,99 19.806 17,34 Jumlah 58.409 100,00 55.257 100,00 114.206 100,00

Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010

Dilihat dari data yang ada, penduduk yang tergolong berumur muda banyak terdapat pada laki-laki yaitu 29,99 persen sementara perempuan 24,99 persen, sedangkan pada umur 15 – 45 tahun jumlah penduduk perempuan dan laki-laki adalah sama yaitu 55,02 persen. Umur diatas 46 tahun banyak terdapat pada perempuan yaitu sebesar 19,99 persen dan penduduk laki-laki sebesar 14,99 persen.

Tabel 9 Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Megamendung

Tingkat Pendidikan Jumlah orang Persentase (%)

Tidak sekolah 32.169 34,43 SD 28.022 29,99 SLTP 18.681 19,99 SLTA 14.007 14,99 Akademi/D3 461.00 0,5 Perguruan Tinggi 88.00 0,1 Jumlah 93.428 100,00

Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010

Penduduk Kecamatan Megamendung yang berpendidikan sekolah dasar sebesar 29,99 persen, sedangkan tingkat akademi/D3 sebesar 0,5 persen. Meskipun penduduk sudah berpendidikan akademi/D3 dan Strata1, namun tetap ada yang mempunyai pekerjaan sebagai petani organik. Situasi ini terjadi karena kesadaran memproduksi bahan pangan yang sehat dan aman untuk kesehatan sudah semakin meningkat.

Jumlah penduduk dengan pekerjaan sebagai petani cukup banyak, dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti pedagang, TNI / Polri, PNS dan lainnya. Pekerjaan sebagai petani umumnya sudah dilakukan dari masa kanak-kanak karena mengikuti atau meneruskan pekerjaan orang tuanya. Meskipun sudah sekolah di tingkat akademi, mengingat orang tua bekerja sebagai petani, ada penduduk yang memilih mempunyai usahatani sayuran dan mengusahakan bersama keluarganya. Bahkan usahatani sayuran organik yang dimiliki, cukup menjanjikan dan mempunyai jenis sayuran sampai sebelas macam. Selain bertani, banyak juga penduduk yang bekerja sebagai peternak. Tabel 10 menyajikan tipe pekerjaan penduduk di Kecamatan Megamendung.

Tabel 10 Jumlah penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan pekerjaan

Tipe pekerjaan Jumlah orang Persentase

(%) Petani 6.505 27,98 Peternak 3.491 5,02 Perikanan 1.158 4,98 Perkebunan 458 1,97 Pedagang 2.319 9,98 TNI/Polri 42 0,18 PNS 180 0,77 Jasa 3.474 14,95 Buruh tani 2.319 9,98 Lain-lain 3.299 4,19 Jumlah 2.3245 100,00

Menurut pengakuan beberapa petani, meskipun bekerja di lahan sendiri yaitu di pekarangan rumah, mereka juga bekerja sebagai buruh tani sayuran organik. Terutama membantu untuk membersihkan tanaman di lahan orang lain atau membantu saat panen.

Status kepemilikan lahan di Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 9, dimana sebesar 5,95 persen adalah pemilik, sebesar 29,92 persen adalah petani pemilik dan penggarap. Adakalanya sebagai pemilik, petani juga merangkap sebagai penggarap dan pengumpul. Luas lahan bervariasi mulai dari 0,01 hektar sampai dengan dua hektar. Status kepemilikan juga bervariasi karena ada yang memiliki lahan sendiri, sewa atau warisan. Status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11 Status kepemilikan lahan di Kecamatan Megamendung

Status kepemilikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Pemilik 387 5,95

Pemilik penggarap 1.946 29,92

Penggarap 3.250 49,96

Sakap 922 14,17

Jumlah 6.505 100,00

Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010

Di Kecamatan Pacet data jumlah penduduk terdiri dari data laki-laki dan perempuan seperti juga di Kecamatan Megamendung. Penduduk laki-laki sebesar 50,99 persen sedangkan perempuan sebesar 49,01 persen dan tersaji pada Tabel 12 berikut

Tabel 12 Jumlah penduduk Kecamatan Pacet

Gender Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 45.449 50,99

Perempuan 43.678 49,01

Jumlah 89.127 100,00

Sumber: BPP Pacet 2010

Adapun tingkat pendidikan secara umum di Kecamatan Pacet dapat terlihat pada Tabel 13 yang menampilkan bahwa lulusan sekolah dasar tetap paling tinggi yaitu sebesar 45,04 persen, sedangkan perguruan tinggi sebesar 0,55 persen. Seperti juga di Kecamatan Megamendung ada penduduk yang mencapai tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi dan tetap bekerja sebagai petani.

Tabel 13 Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Pacet

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak tamat SD 20.825 35,50 SD 26.413 45,04 SLTP 4.713 8,04 SLTA 6.378 10,87 Perguruan Tinggi 320 0,55 Jumlah 58.649 100,00 Sumber: BPP Pacet 2010

Pekerjaan sebagai petani memang paling banyak diminati penduduk karena sebesar 45.99 persen penduduk mempunyai pekerjaan sebagai petani sayuran. Dari petani sayuran tersebut memang ada yang bertani sayuran organik dan secara umum data jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Pacet tersaji pada Tabel 14 dibawah ini. Di kecamatan ini, bertani sayuran organik dikerjakan oleh petani laki-laki dan petani perempuan. Bahkan pembagian pekerjaan di lahan juga selalu terjadi seperti membagi pekerjaan dirumah tangga. Misalnya pekerjaan merawat dan membersihkan tanaman, umumnya dikerjakan oleh petani perempuan, meskipun ada juga petani laki-laki yang bekerja membersihkan tanaman liar di lahan atau menjaga dan mengambil ulat yang ada di tanaman sayuran. Tabel 14 menyajikan berbagai pekerjaan penduduk seperti petani, PNS/TNI, pensiunan, pegawai swasta, pedagang dan lainnya.

Tabel 14 Tipe pekerjaan penduduk di Kecamatan Pacet

Tipe Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 10.546 45,99 PNS/TNI 1.006 4,39 Pensiunan 476 2,08 Swasta 7.645 33,34 Pedagang 1.974 8,61 Lainnya 1.283 5,59 Jumlah 22.930 100,00 Sumber: BPP Pacet 2010

Status kepemilikan lahan di Kecamatan Pacet dapat dilihat pada Tabel 15 dan tidak terlalu berbeda dengan kondisi di Kecamatan Megamendung.

Berdasarkan hasil observasi lokasi, luas lahan petani sayuran organik tidak jauh berbeda dengan di Kecamatan Megamendung, karena di Kecamatan Pacet luas lahan juga berkisar antara sempit yaitu 0.02 hektar dan luas sampai dua hektar. Untuk berusahatani sayuran organik memang dapat saja dilakukan di lahan sempit seperti di pekarangan rumah.

Tabel 15 Status kepemilikan lahan di Kecamatan Pacet

Status kepemilikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Pemilik penggarap 294 19,93 Penggarap 918 62,24 Penyewa 201 13,63 Bagi hasil 62 4,20 Jumlah 1475 100,00 Sumber: BPP Pacet 2010

Situasi Petani Sayuran Organik

Saat penelitian dilakukan sedang dalam musim hujan dan banyak petani sayuran organik yang mengatakan lebih menyenangkan berusahatani pada musim panas. Namun hal ini tidak menjadikan mereka berhenti berusahatani dan tetap menanam seperti biasa. Pada awalnya petani di lokasi penelitian bertani dengan cara semi organik, karena memang dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik dan meningkatkan penggunaan pupuk daun. Seiring dengan kesadaran dan keinginan petani sendiri untuk memproduksi sayuran dengan tidak merusak lingkungan serta menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis untuk kesehatan lingkungan dan keluarga, lama kelamaan banyak petani yang berusahatani sayuran organik. Usahatani sayuran organik umumnya dilakukan oleh petani laki-laki dan perempuan. Jenis sayuran yang ditanam sangat beragam seperti sayuran buah yaitu terung, ketimun, kacang panjang, kecipir, tomat. Sayuran daun seperti bayam merah dan bayam hijau, sawi, brokoli, daun bawang, kol putih dan sayuran umbi seperti wortel. Petani menanam sayuran berdasarkan permintaan konsumen dan menyesuaikan dengan lingkungan. Umumnya petani menanam dari dua jenis sampai sebelas jenis sayuran organik. Petani menyadari bahwa target pasar yang memungkinkan adalah supermarket. Namun rata-rata produksi petani sayuran organik masih terbatas, maka umumnya mereka bekerjasama dengan pengusaha atau supplier sayuran organik yang lebih besar seperti Kebun Kita Organic Farm, Benny’s Organik, Pronic Farm. Ada juga petani yang bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bersedia menyalurkan hasil panen, dengan tujuan meningkatkan produksi dan menambah keuntungan baik di pihak pengusaha lain maupun petani itu sendiri.

Penelitian ini melihat perilaku komunikasi atau aktivitas komunikasi petani sayuran organik berdasarkan gender yaitu (1) gender laki-laki dan (2) gender perempuan.

Untuk itu, perlu mengidentifikasi karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan di lokasi penelitian seperti yang tersaji pada Tabel 16 berikut ini.

Identifikasi Karakteristik Petani Sayuran Organik Laki-Laki dan Perempuan Tabel 16 Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan

Profil Uraian Laki-laki

(jumlah) Persentase (%) Perempuan (jumlah) Persentase (%) Total Persentase (%) Tingkat pendidikan Rendah Sedang Tinggi Tamat SD SMP/SMA D3/S1 46 21 - 68,66 31,34 - 56 9 2 83,58 13,43 2,99 102 30 2 76,12 22,39 1,49 Total 67 100,00 67 100,00 134 100,00 Umur: Muda Sedang Tua 19-29 tahun 30-39 tahun 40-69 tahun 18 20 29 26,87 29,85 43,28 22 24 21 33,84 35,82 31,34 40 44 50 29,85 32,84 37,31 Total 67 100,00 67 100,00 134 100,00 Pengalaman bertani organik: Baru Sedang Lama 3-5 tahun 6-9 tahun 10-40 tahun 24 21 22 35,82 31,34 32,84 24 16 27 35,82 23,88 40,30 48 35 51 35,82 27,61 36,57 Total 67 100,00 67 100,00 134 100,00 Luas lahan: Sempit Sedang Luas 0.01-0.06 ha 0.07-0.16 ha 0.17-2 ha 23 20 24 34,33 29,85 35,82 21 20 26 31,34 29,85 38,81 44 40 50 32,83 29,86 37,31 Total 67 100,00 67 100,00 134 100,00 Jenis Sayuran: Sedikit Sedang Banyak 1-4 jenis 5 jenis 6-11 jenis 16 21 30 23,89 31,34 44,77 15 22 30 22,39 32,84 44,77 31 43 60 23,13 32,09 44,78 Total 67 100,00 67 100,00 134 100,00

Tingkat pendidikan formal memiliki peran yang besar dalam kemampuan seseorang mencari informasi pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang juga akan semakin cepat pula dalam menyesuaikan suatu perubahan maupun hal baru. Pendidikan juga berpengaruh pada kemampuan kognitif seseorang dalam mempertimbangkan informasi pertanian yang sudah berhasil diakses. Artinya seseorang

akan mempertimbangkan dengan cermat informasi pertanian yang sudah diperoleh sebelum dipergunakan. Di lokasi penelitian, tingkat pendidikan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan bervariasi. Semua responden dapat membaca dan menulis sehingga mampu menerima informasi pertanian melalui media cetak, mendengar dengan seksama informasi pertanian yang diterima secara lisan maupun melalui radio dan memperhatikan informasi pertanian melalui televisi. Tingkat pendidikan yang memadai membuat petani dapat men decode simbol komunikasi yang diterima melalui berbagai saluran komunikasi. Kemampuan membaca membuat petani dapat mengontrol informasi, menyimpan dalam memori dan mengambilnya lagi bila ingin mempergunakannya. Hal semacam ini menjadi penting apabila dikaitkan dengan informasi pertanian yang diterima petani melalui saluran komunikasi. Kemampuan baca tulis atau masalah melek huruf bagi petani laki-laki dan perempuan merupakan topik yang tidak bisa diabaikan. Karena melek huruf atau mempunyai kemampuan baca tulis merupakan syarat mutlak bagi penduduk pada umumnya dan khusus pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, untuk lebih mudah mengakses informasi pertanian.

Dari hasil identifikasi di lapangan, pendidikan petani laki-laki dan petani perempuan bervariasi mulai dari tamat SD pada petani laki-laki sebesar 68,66 persen dan pada petani perempuan sebesar 83,58 persen, tingkat SMP dan SMA pada petani laki-laki sebesar 31,34 persen dan pada petani perempuan sebesar 13,43 persen. Diploma dan Strata 1 pada petani perempuan sebesar 2,99 persen atau dua orang. Petani yang tamat Sekolah Dasar dan dapat membaca, akan mampu mempelajari informasi pertanian yang tertulis. Beberapa penelitian membuktikan hal ini, meskipun informasi tertulis dalam tampilannya perlu menyesuaikan dengan daya tangkap petani termasuk tipe huruf dan ukuran serta ada ilustrasi seperti gambar maupun foto dengan warna menarik sebagai pendukung, untuk mempermudah pemahaman petani. Pada tingkat Sekolah Dasar, jumlah petani perempuan lebih banyak dari pada petani laki-laki. Karena sesudah berumah tangga, nampaknya petani perempuan banyak yang tidak meneruskan lagi pendidikannya karena sibuk dengan pekerjaan di rumah tangga dan di lahan. Hal tersebut juga terlihat pada Tabel 16, karena pada jenjang SMP dan SMA jumlah petani laki-laki lebih besar (31,34 persen) sedangkan petani perempuan hanya 9 orang atau sebesar 13,43 persen. Namun, terdapat dua petani perempuan yang mencapai tingkat pendidikan sampai

jenjang Diploma dan Strata I. Hal ini memperlihatkan bahwa petani perempuan juga ingin meraih pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Keberhasilan petani perempuan dalam bidang pendidikan dan baca tulis ini, menempatkan dan memberi peluang untuk lebih mudah mengakses informasi pertanian dan mendapatkan pendidikan maupun pelatihan yang lebih berkualitas. Temuan di lapangan ini sejalan dengan data terakhir dari Meneg PP dan PA (2009) yang mengemukakan bahwa tingkat melek huruf di Indonesia mengalami peningkatan dari 90,38 persen di tahun 2004 menjadi 92,19 persen pada tahun 2008.

Umur petani bervariasi baik pada petani laki-laki maupun petani perempuan, umur tergolong muda (19-29 tahun) pada petani laki-laki sebesar 26,87 persen sedangkan pada petani perempuan sebesar 32,84 persen. Tergolong sedang (30-39 tahun) pada petani laki-laki sebesar 29,85 persen dan pada petani perempuan sebesar 35,82 persen. Tergolong tua (40-69 tahun) pada petani laki-laki sebesar 43,28 persen dan pada petani perempuan sebesar 31,34 persen. Petani perempuan yang berusahatani sayuran organik, umurnya tergolong muda dan sedang. Adapun petani laki-laki yang berusahatani sayuran organik umurnya tergolong tua. Nampaknya petani laki-laki yang ingin berusahatani sayuran organik banyak yang sudah berumur antara 40 – 69 tahun. Alasan yang dikemukakan petani laki-laki dengan bertani organik umumnya karena sadar bahwa

Dokumen terkait