• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Hematologi pada Landak Jawa (Hystrix javanica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Hematologi pada Landak Jawa (Hystrix javanica)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ELSYE MINAR SINAMBELA. Studi Hematologi Pada Landak Jawa (Hystrix javanica). Di bawah bimbingan SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan melengkapi data-data dasar gambaran darah pada landak Jawa (Hystrix javanica). Penelitian ini menggunakan lima ekor landak Jawa dewasa, yang terdiri dari empat ekor landak jantan dan satu ekor landak betina, dengan bobot badan berkisar 7-9 kg. Sampel darah diambil secara intracardial di daerah intercostales sejajar dengan olecranon. Pemeriksaan uji hematologi, meliputi pemeriksaan jumlah eritrosit, kadar Hb, PCV, MCV, MCH, MCHC, jumlah leukosit dan morfologi sel darah. Hasil penelitian menujukkan bahwa jumlah eritrosit (4.21±0.49 x106/mm3), kadar Hb (14.33±2.43 gr/dl), dan PCV (43.08±3.82%). Dari hasil perhitungan eritrosit, Hb, dan PCV, dapat diperoleh nilai MCV (102.66±4.63 fl), MCH (34.25±4.78 pg) dan MCHC (33.25±3.69%). Jumlah leukosit yang diperoleh dari hasil penelitian adalah (10.11±2.87 x103/mm3), yang terdiri dari limfosit (70.9±7.79%), monosit (1.8±0.76%), neutrofil (22.5±9.09%), eosinofil (3.6±1.64%) dan basofil (1.2±0.84%). Rataan ukuran diameter untuk masing-masing sel darah yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah eritrosit (7.98±0.055 µm) dengan area bikonkaf (4.15±1.135 µ m), limfosit (8.5±0.5 µ m), monosit (10.5±0.5 µm), neutrofil (14±0.5 µ m), eosinofil (11.5±0.5 µ m), dan basofil (11±3 µ m). secara umum, nilai normal dan morfologi darah landak Jawa mirip dengan mamalia khususnya dengan rodensia lain dan kelinci.

(2)

STUDI HEMATOLOGI PADA LANDAK JAWA

(

Hystrix javanica

)

ELSYE MINAR SINAMBELA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Studi Hematologi pada Landak Jawa (Hystrix javanica)” adalah karya Saya dengan arahan dari Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsiini.

Bogor,Januari 2012

(4)

ABSTRACT

ELSYE MINAR SINAMBELA. Hematology study of Javan Porcupine (Hystrixjavanica).Under direction of SUPRATIKNO and SRIHADI AGUNGPRIYONO.

This research was conducted to observe blood values and morphology of the Javan porcupine (Hystrix javanica). This research used five adult porcupines, consisted of four males and one female with body weight around 7-9 kg. Blood sample was taken intracardiallyin parallel with the olecranon intercostale. Processed for hematological examinations total erythrocyte, Hb, PCV, MCV, MCH, MCHC, total leukocyte, and blood cell morphology. The results showed that total erythrocytes was (4.21±0.49 x106/mm3), Hb was (14.33±2.43 gr/dl), and PCV was (43.08±3.82%), respectively. Further analysis resulted in the MCV (102.66±4.63 fl), MCH (34.25±4.78 pg) and MCHC (33.25±3.69%). Total leukocytes of Javan porcupine were (10.11±2.87 x103/mm3), consisted of lymphocyte (70.9±7.79%), monocyte (1.8±0.76%), neutrophil (22.5±9.09%), eosinophil (3.6±1.64%) and basophil (1.2±0.84%). The mean diameter of blood cells obtained from the results of this study were erythrocytes (7.98±0.055 µm) with an area biconcave (4. 15±1.135 µm), lymphocyte (8.5±0.5 µm), monocyte (10.5±0.5 µm), neutrohil (14±0.5 µ m), eosinophil (11.5±0.5 µm), and basophil (11±3 µ m). Generally, blood values and morphology of the Javan porcupine were similar to those of the other mammals especially rodents and rabbit.

(5)

ABSTRAK

ELSYE MINAR SINAMBELA. Studi Hematologi Pada Landak Jawa (Hystrix javanica). Di bawah bimbingan SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan melengkapi data-data dasar gambaran darah pada landak Jawa (Hystrix javanica). Penelitian ini menggunakan lima ekor landak Jawa dewasa, yang terdiri dari empat ekor landak jantan dan satu ekor landak betina, dengan bobot badan berkisar 7-9 kg. Sampel darah diambil secara intracardial di daerah intercostales sejajar dengan olecranon. Pemeriksaan uji hematologi, meliputi pemeriksaan jumlah eritrosit, kadar Hb, PCV, MCV, MCH, MCHC, jumlah leukosit dan morfologi sel darah. Hasil penelitian menujukkan bahwa jumlah eritrosit (4.21±0.49 x106/mm3), kadar Hb (14.33±2.43 gr/dl), dan PCV (43.08±3.82%). Dari hasil perhitungan eritrosit, Hb, dan PCV, dapat diperoleh nilai MCV (102.66±4.63 fl), MCH (34.25±4.78 pg) dan MCHC (33.25±3.69%). Jumlah leukosit yang diperoleh dari hasil penelitian adalah (10.11±2.87 x103/mm3), yang terdiri dari limfosit (70.9±7.79%), monosit (1.8±0.76%), neutrofil (22.5±9.09%), eosinofil (3.6±1.64%) dan basofil (1.2±0.84%). Rataan ukuran diameter untuk masing-masing sel darah yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah eritrosit (7.98±0.055 µm) dengan area bikonkaf (4.15±1.135 µ m), limfosit (8.5±0.5 µ m), monosit (10.5±0.5 µm), neutrofil (14±0.5 µ m), eosinofil (11.5±0.5 µ m), dan basofil (11±3 µ m). secara umum, nilai normal dan morfologi darah landak Jawa mirip dengan mamalia khususnya dengan rodensia lain dan kelinci.

(6)

RINGKASAN

ELSYE MINAR SINAMBELA. Studi Hematologi pada Landak Jawa (Hystrix javanica). Di bawah bimbingan SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Landak Jawa (Hystrix javanica) dapat ditemukan di sekitar Pulau Jawa, Lombok, Madura, Flores, dan Sumbawa. Menurut CITES (The Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) tahun 2008, status landak adalah least concern atau tidak terlalu diperhatikan statusnya. Hal ini dikarenakan jumlah populasi landak masih banyak ditemukan di berbagai benua. Banyak masyarakat Indonesia, menganggap bahwa landak merupakan hama perusak tanaman pangan masyarakat, namun sebagian masyarakat menganggap landak adalah hewan yang berpotensi karena daging landak dapat dimanfaatkan. Menurut masyarakat, daging landak memiliki khasiat sebagai penyembuh penyakit hepatitis, meningkatkan vitalitas kaum pria, serta menghilangkan gatal-gatal pada kulit.

Mengingat banyaknya khasiat daging landak, maka landak memiliki potensi yang tinggi sebagai satwa harapan, namun sampai saat ini data biologis landak masih kurang. Salah satu data biologis yang cukup penting dari hewan ini adalah data mengenai gambaran darah atau hematologi. Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi data-data dasar yang berhubungan dengan fisiologis dan anatomis darah pada landak Jawa, melalui serangkaian uji hematologi.

Penelitian ini menggunakan 5 ekor landak Jawa, yang terdiri dari 4 ekor landak jantan dan 1 ekor landak betina. Landak yang digunakan adalah landak yang dewasa, dengan bobot badan berkisar 7-9 kg. Pengambilan darah dilakukan dengan cara pembiusan terlebih dahulu. Darah diambil secara intracadial di daerah intercostae yang sejajar dengan olecranon. Darah yang diperoleh selanjutnya diperiksa dengan berbagai uji hematologi. Berbagai uji hematologi diantaranya adalah pengamatan bentuk dari masing-masing sel darah dan diferensiasi leukosit melalui pembuatan preparat ulas darah dan pewarnaan Giemsa, penghitungan jumlah sel eritrosit dan sel leukosit, penentuan hematokrit cara mikro, penentuan kadar hemoglobin.

(7)

10.5±0.5 µm, sel neutrofil 14±0.5 µ m, sel eosinofil 11.5±0.5 µ m, dan sel basofil 11±3 µ m. Nilai-nilai ini secara umum mirip dengan beberapa jenis kelinci dan rodensia lain, yaitu marmut, hamster, tikus dan mencit. Jumlah RBC landak Jawa lebih dekat dengan jumlah RBC pada marmut, yaitu 5.09±0.47 x106/mm3. Kadar Hb landak Jawa lebih dekat dengan kadar Hb pada tikus jenis Sprangue-Dawley, yaitu 14.8±0.8 gr%. Nilai PCV landak Jawa lebih dekat dengan nilai PCV pada marmut, yaitu 42.1±3.1 gr%, sedangkan untuk nilai MCV pada landak Jawa, jauh lebih besar bila dibandingkan dengan nilai MCV pada kelinci, bahkan pada rodensia lain yang memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan landak Jawa. Dari hasilanalisispenelitian, menunjukkanbahwanilai MCV landak Jawa yang besar menggambarkan ukuran diameter sel eritrosit landak Jawa jauh lebih besar bila dibandingkan dengan rodensia lain. Namun, ada literatur yang melaporkan bahwa nilai MCV kelinci, yaitu 110.4 fl,dan nilai MCH dan MCHC landak Jawa lebih dekat dengan nilai MCH dan MCHC pada kelinci yaitu 38.11 pg dan 34.41 gr/dl. Berdasarkan laporan ini, maka nilai MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa lebih dekat dengan kelinci. Kedekatan nilai MCV, MCH dan MCHC ini diduga berhubungan dengan kesamaan habitat dan perilaku membuat sarang berupa lubang di dalam tanah dari kedua hewan.

Sel leukosit merupakan sel yang bertanggung jawab dalam pertahanan tubuh suatu organisme. Dari hasil penelitian yang diperoleh, jumlah sel leukosit landak Jawa lebih dekat dengan jumlah sel leukosit pada marmut, yaitu 11.111±2.891 x103/mm3. Ditinjau dari bentuk dan ukuran masing-masing sel leukosit, bentuk dan ukuran sel lukosit landak Jawa mirip dengan bentuk sel leukosit mamalia pada umumnya. Jumlah sel limfosit landak Jawa lebih dekat dengan jumlah sel leukosit pada marmut, yaitu 71.4±9.6%.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

STUDI HEMATOLOGI PADA LANDAK JAWA

(

Hystrix javanica

)

ELSYE MINAR SINAMBELA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Skripsi : Studi Hematologi pada Landak Jawa (Hystrix javanica) Nama : Elsye Minar Sinambela

NIM : B04070020

Disetujui

Drh. Supratikno, M.Si PAVet Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D. PAVet (K) Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Drh. Agus Setiyono, M.Si. Ph. D. APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Disetujui Tanggal :

(11)

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-Nya, sehingga telah mengizinkan Penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Studi Hematologi pada Landak Jawa (Hystrixjavanica).

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, Penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:

1. Bapak drh. Supratikno M.Si PAVet sebagai Dosen Pembimbing pertama atas bimbingan, semangat, arahan, kesabaran dan waktu, selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Bapak drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D. PAVet(K) sebagai Dosen Pembimbing kedua atas arahan dan bantuan yang diberikan selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

3. Dr. drh. JokoPamungkas M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing akademik, yang selalu member dukungan, semangat baru, dan waktu luang, serta tempat curahan hati selama masa kuliah di FKH IPB.

4. Dr. drh. Eva Harlina M.Si dan drh. Fadjar Satrija M.Sc Ph.D sebagai dosen penguji.

5. Orang tua (Bertua Sinambela dan RosdianaTampubolon) dan adik-adik (Leonard Sinambela, Lovian Sinambeladan Carlos Sinambela), serta seluruh keluarga besar yang selalu member dukungan dan semangat baru.

6. Staf Pengajar yaitu Bapak/Ibu dosen dan Staf Laboratorium Anatomi (Mas Bayudan Mas Rudi), Staf Laboratorium Fisiologi (Ibu Ida dan Ibu Sri), serta Staf Laboratorium Helmintologi yang membantu selama dalam proses penelitian. 7. Teman-teman sepenelitian, yaitu grup landak (Sheila, Arie W, dan Faiz) dan grup

Muncak (Lidya, Juliper dan Risar), serta teman-teman satu Laboratorium Riset Anatomi.

8. Teman-Teman Persekutuan FKH IPB, Komisi Pelayanan Siswa PMK IPB.

9. DEALS dan teman-teman Gianuzi FKH A’44, yang berjuang bersama selama menempuh perkuliahan dan ujian di FKH IPB.

(12)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran dari semua pihak yang dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

ElsyeMinarSinambela

(13)

Penulis dilahirkan di KisaranAsahan Sumatera Utarapada tanggal 9 Juni 1989, dari pasangan Drs. Bertua Sinambela dan Dra. Rosdiana Tampubolon. Penulis merupakanputri pertama dari empat bersaudara. Penulis menghabiskan masa kecil dan remajanya di Aekkanopan Labuan Batu Utara, Sumatera Utara bersama keluarga.

Pendidikan Penulis diawali dari TK di Yayasan Sultan Hasanuddin, selanjutnya SDN di Aekkanopan Wonosari Lk II, pendidikan lanjutan menengah pertama di SMP Yayasan Sultan Hasanuddin dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN I Kualuh Hulu Labuan Batu Utara. Pada tahun yang sama, Penulis lulus seleksimasuk sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor ( FKH IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Landak ... 4

Darah ... 5

Eritrosit (RBC) ... 6

Hematokrit (PCV) ... 7

Leukosit (WBC) ... 8

Limfosit ... 10

Monosit ... 11

Neutrofil ... 11

Basofil ... 12

Eosinofil ... 13

Trombosit ... 13

METERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Materi Penelitiaan ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pembiusan dan pengambilan darah ... 16

Pembuatan preparat ulas darah ... 16

Pewarnaan Giemsa pada preparat ulas darah ... 16

Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit ... 17

Penentuan hematokrit cara mikro ... 18

(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Sel-Sel Darah ... 19

Eritrosit ... 19

Leukosit ... 19

Limfosit ... 22

Monosit ... 23

Neutrofil ... 24

Basofil ... 25

Eosinofil ... 25

Hemoglobin (Hb), Hematrokrit (PCV), dan Eritrosit (RBC) ... 26

MCV, MCH, dan MCHC ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbandingan nilai normal RBC, Hb, dan PCV dari beberapa spesies hewan ... 7

2 Nilai normal MCV, MCH dan MCHC dari beberapa spesies hewan ... 8

3 Nilai normal diferensiasi sel leukosit dari beberapa spesies hewan ... 10

4 Hasil analisis rataan sel leukosit dari masing-masing landak Jawa ... 20

5 Perbandingan nilai normal jumlah rataan sel leukosit pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan ... 21

6 Persentase rataan diferensiasi leukosit dari masing-masing landak Jawa ... 21

7 Perbandingan nilai normal persentase rataan diferensiasi sel leukosit pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan ... 22

8 Hasil rataan analisis nilai Hb, PCV, dan RBC dari masing-masing landak Jawa ... 26

9 Perbandingan nilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan ... 27

10 Hasil analisis rataan MCV, MCH dan MCHC dari masing-masing landak Jawa ... 28

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Landak Jawa (Hystrix javanica) ... 5

2 Proses pembentukan sel darah ... 6

3 Morfologi dari masing-masing sel darah ... 9

4 Proses pengambilan darah ... 16

5 Kamar hitung Burker ... 18

6 Variasi morfologi sel eritrosit pada landak Jawa ... 19

7 Variasi morfologi sel limfosit pada landak Jawa ... 23

8 Variasi morfologi sel monosit landak Jawa ... 24

9 Variasi morfologi sel neutrofil landak Jawa ... 25

10 Variasi morfologi sel basofil landak Jawa ... 25

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Uji hematologi landak Jawa pada pengamatan I ... 35 2 Uji hematologi landak Jawa pada pengamatan II ... 35 3 Rataan nilai Hb, PCV, dan BDM dari pengamatan I dan II ... 36 4 Nilai MCV, MCH, dan MCHC dari hasil

perhitungan pengamatan I ... 37 5 Nilai MCV, MCH, dan MCHC dari hasil

perhitungan pengamatan II ... 37 6 Rataan nilai MCV, MCH, dan MCHC dari pengamatan I dan II ... 38 7 Ukuran bikonkaf sel eritrosit dengan perbandingan ukuran

diameternya pada perbesaran 40x pada pengamatan I ... 39 8 Ukuran bikonkaf sel eritrosit dengan perbandingan ukuran

diameternya pada perbesaran 40x pada pengamatan II ... 40 9 Rataan ukuran bikonkaf eritrosit dan ukuran diameternya

dari pengamatan I dan II ... 41 10 Rataan ukuran diameter dari masing-masing sel sel leukosit

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Landak adalah hewan pengerat terbesar ketiga setelah capybara dan berang-berang.Landak termasuk dalam ordo rodensia yang memiliki dua famili, yaitu Hystricidae dikenal juga sebagai old world porcupine, sedangkan Erethizontidae dikenal sebagai new world porcupine (Macdonald 2006).

Landak (Hystrix) termasuk hewan mamalia dengan ukuran tubuh sedang. Dalam ordo rodensia, landak memiliki ukuran tubuh yang relatif besarbiladibandingkan dengan rodensia lain serta memiliki struktur anatomi yang unik. Landak memiliki rambut yang lembut di daerah kepaladan tubuh bagian depan serta bagian ventral. Pada bagian punggung tubuh, bagian samping, dan ekor landak, rambut lembut tersebut berdiferensiasi menjadi duri yang tajam. Ekor landak juga ditutup oleh rambut yang mengalami modifikasi menjadi duri yang dapat berderak.

Banyak masyarakat Indonesia, menganggap bahwa landak merupakan hama perusak tanaman pangan masyarakat. Namun, dibeberapa daerah landak dikonsumsi manusia karena daging landak memiliki rasa yang lezat dan kadar lemak yang lebih rendah dari pada daging sapi dan ayam, sehingga aman dikonsumsi pada semua usia. Selain itu, landak juga dianggapberkhasiat sebagai penyembuh penyakit hepatitis serta menghilangkan gatal-gatal pada kulit. Bagi kaum pria, daging landak juga dipercaya memiliki khasiat sebagai penambah vitalitas atau obat kuat.Begitu juga dengan empedu landak,diyakinidapat mengobati penyakit asma.Bahkandi daerah Karanganyar Jawa Tengah,daging landak dijadikan sebagai menu khas daerah tersebut, yaitu berupa sate landak (Setiawan 2007).

(20)

masih terbatas. Oleh karena itu,diperlukan data yang akurat mengenai kondisi fisiologis dan anatomis tubuh serta pola perilaku hewan tersebut. Salah satu data fisiologis dan anatomis yang cukup penting dari hewan ini adalah data mengenai gambaran darah atau hematologi, yaitunilai normal dan bentuk darimasing-masing sel darah.

Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam suatu cairan yang disebut plasma. Selain itu, darah merupakan jaringan khusus yang menjalani sirkulasi tubuh. Fungsi utama darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun. Sistem imun bertujuan untuk mempertahankan tubuh dari berbagai agen penyakit (Tortora 2005).Pemeriksaan darah sangat penting untuk diagnosa awal dalam suatu keadaan atau kondisi hewan tersebut.

Pemeriksaan darah dilakukan untuk mempertegas perubahan fisiologis atau simptom dari kemungkinan penyakit yang terjadi pada hewan tersebut. Data nilai normal darah pada suatu hewandiperlukan sebagai perbandingan diagnosa. Selain itu, datanilai normal seldarah dapat dijadikan sebagai indikator suatu jenis penyakit yang terdapat pada hewan tersebut, bila nilai yang diperoleh kurang atau lebih dari keadaan normal.Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan lanjut berupa pemeriksaan diferensial leukosit(%).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan melengkapi data-data dasar yang berhubungan dengan fisiologis serta anatomissel darah pada landak Jawa (Hystrix javanica) melalui serangkaian uji hematologi.

Manfaat Penelitian

(21)
(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Landak

Landakmerupakan salah satu hewan mamalia dengan ordo rodensia dan famili Hystrixdae (Cigremiset al. 2008). Landak memiliki sifat soliter dan nokturnal. Selain itu, landak memiliki ciri khas pada rambutnya.Secara umum, landak memiliki dua macam rambut, yaitu rambut halus dan rambut yang

mengeras atau duri.Seekor landak memiliki kurang lebih 30.000 duri ditubuhnya (Roze 1989).Duri-duri landak merupakan alat pertahanan utama dari

predator.Klasifikasi landak menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia

Subordo : Hystricomorpha

Famili : Hystricidae(Old World Porcupines)

Atherurus africanus, African Brush-tailed Porcupine Atherurus macrourus, Asiatic Brush-tailed Porcupine Hystrix cristata, African Porcupine

Hystrix africaeaustralis, Cape Porcupine

Hystrix hodgsoni, Himalayan Porcupine Hystrix indicus, Indian Porcupine Hystrix brachyura, Malayan Porcupine

Hystrix javanica, Sunda Porcupine/ Javan Porcupine

(23)

Landak Jawa dikenal sebagai landak yang memiliki ekor pendek.Landak Jawa ditemukan oleh F.Cuvier pada tahun 1823 di Jawa (Grzimek 1975).Landak Jawa memiliki karakteristik dengan bobot badan rata-rata sekitar 8 kg dan panjang tubuh sekitar 45.5-73.5 cm.Panjang ekornya berkisar antara 6-13 cm (Gambar 1).Susunan dan struktur duri padalandak Jawa menyerupai subgenus Thecurus (Grzimek 1975).

Gambar 1 Landak Jawa(Hystrix javanica).

Landak Jawa memiliki rambut yang lembut di daerah kepala dan tubuh bagian ventral ( ). Pada bagian punggung, bagian samping, dan bagian ekor , rambut lembut tersebut berdiferensiasi menjadi duri yang tajam ( ) (Sheila 2011). Bar 10 cm.

Landak Jawa terdapat disekitar Pulau Jawa, Lombok, Madura, Flores, dan Sumbawa.Landak Jawa dapat ditemukan di hutan, dataran rendah, kaki bukit, dan area pertanian.Pakan landak Jawa berupa buah-buahan, sayur-sayuran, akar, dan batang tumbuhan.Menurut Meynyeng (2010), landak Jawa memiliki masa kebuntingan kira-kira delapan minggu dengan jumlah anak yang dilahirkan 2-4 ekor pada setiap kelahiran.

Darah

(24)

Sistem imun bertujuan untuk mempertahankan tubuh dari berbagai agen penyakit. Darah terdiri dari dua fase yaitu fase cair dan fase padat. Fase cair adalah plasma atau serum darah, yang merupakan 55% dari komposisi darah, sedangkan fase padat adalah sel darah merah (RBC), sel darah putih (WBC) dan trombosit, yang merupakan 45% dari komposisi darah(Rich et al.1992).

Jumlah RBC lebih banyak dari pada jumlah WBC. Jumlah RBC pada setiap mamalia kurang lebih5x106/mm3, sedangkanjumlah WBC kurang lebih6x103/mm3. Proses pembentukan sel darah yaitu RBC, WBC, dan trombosit terjadi di dalam sumsum tulang secara kontinyu, dilanjutkan dengan proses mitosis dan diferensiasi.Proses pembentukan sel darah dapat dilihat pada Gambar 2. Pembentukan dan perkembangan eritrosit (erythropoiesis) diawali dengan bentuk proerythoblashingga menjadi bentuk eritrosit yang utuh, sedangkan pembentukan dan perkembangan leukosit (granulopoiesis) diawali dengan bentukpromyelocyteyang selanjutnya berdiferensiasi menjadi masing-masing jenis leukosit.Produksi RBC dalam sumsum tulang lebih cepat dari pada produksi WBC dan trombosit (Michael 1985).

Gambar 2 Proses pembentukan sel darah (Michael 1985). Eritrosit (RBC)

Eritrosit adalah salah satu komponen sel darah yang paling dominan dari fase padat darah.Sel ini berbentuk bikonkaf dan tidak memiliki inti (Gambar 3).Rataan ukuran diameter sel eritrosit pada mamalia sebesar 7 µ m dan tebal 1-3 µ m (Williams 1987). Fungsi utama dari sel eritrosit adalah membawa oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Sel eritrosit mengandung hemoglobin, yang merupakan pigmen eritrosit. Komponen ini merupakan bagian

Pluripotent

Lymphoid

Myeloid

Limfosit

Eritrosit

Neutrofil

Monosit

Eosinofil

Basofil

Megakaryosit

(25)

eritrosit bertugas mengikat oksigen dalam bentuk protein kompleks yang terkonjugasi (Guyton 1996).

Sel eritrosit pada mamalia, tidak memiliki inti,mitokondria, dan retikulum endoplasma. Fungsi dari mitokondria digantikan oleh enzim-enzim yang terdapat dalam sitoplasma. Aktifitas enzim sitoplasmik akan menurun seiring dengan bertambahnya umur sel eritrosit karena membran sel akan rapuh (Ganong 1988). Jumlah sel eritrosit dipengaruhi oleh spesies hewan, jenis kelamin, umur, nutrisi, serta keadaan fisiologis yaitu laktasi, kebuntingan, siklus estrus, suhu, dan lingkungan (Sturkie 1976). Perbandingan nilai normal RBC (x106/mm3), hemoglobin (Hb) (gr/dl), dan hematokrit (PCV) (%) dari beberapa jenis hewan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan nilai RBC, Hb, dan PCV dari beberapa spesies hewan Jenis hewan RBC (x10

6

/µl) Hb (g/dl) PCV (%)

Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Anjing 5.5-8.5 6.8 12.0-18.0 15.0 37.0-55.0 45.0 Kucing 5.0-10.0 7.5 8.0-15.0 12.0 24.0-45.0 37.0 Sapi 5.0-10.0 7.0 8.0-15.0 11.0 24.0-46.0 35.0 Domba 9.0-15.0 12.0 9.0-15.0 11.5 27.0-45.0 35.0 Kambing 8.0-18.0 13.0 8.0-12.0 10.0 22-38 28.0 Babi 5.0-8.0 6.5 10.0-16.0 13.0 32-50 42.0 Ayam 2.5-3.5 3.0 7.0-13.0 9.0 22.0-35.0 30.0

Kelinci* - 3.07 - 11.70 - 34.00

Tikus** 5.5-13.9 9.2 12-17 15.0 - -

Golden Hamster**

5.0-9.2 - 15.0-20. - 47.4 -

Sumber: Jain (1993), *Njidda dan Isidahomen dalam Schalm (1971), **Gardner dalam Schalm (1971).

Hematokrit

Hematokrit adalah persentase sel darah merah di dalam 100 ml darah (Wijajakusuma 1986). Nilai hematokrit ditentukan melalui sentrifugasi darah dalam tabung mikro hematokrit.Hasil sentrifugasi dibaca dengan menggunakan alat mikrohematocrite reader.Nilai hematokrit disebut juga sebagai Packed Cell Volume (PCV).

(26)

merah atau terhadap ukuran sel darah merah. Jika nilai MCH dan MCHC yang diperoleh rendah, maka dapat disimpulkan bahwa hewan tersebutmemiliki kadar Hb yang rendah. Nilai MCV, MCH, dan MCHCdapat digunakan untuk mendiagnosa anemia. Anemia adalah keadaan abnormal dari rendahnya nilai hematokrit dan Hb (Guyton 1996).Menurut Guyton(2008), anemia dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu; (1) klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel atau konsentrasi hemoglobin dari eritrosit (anemia mofologi); (2) berdasarkan proses pembentukkan dan respon dari sumsum tulang belakang; dan (3) berdasarkan mekanisme patologi yang terjadi pada tubuh, misalnya: trauma, pembedahan, parasit, dan neoplasia sel pembentuk eritrosit. Oleh karena itu, nilai MCV, MCH, dan MCHC yang normal dari masing-masing hewan merupakan indikator pembanding untuk mendiagnosakondisi hewan. Nilai normal MCV, MCH, dan MCHC dari beberapa jenis hewan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai normal MCV, MCH dan MCHC dari beberapa spesies hewan

Jenis hewan MCV (femtoliter) MCH (pictogram/sel) MCHC (gram/desiliter) Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Anjing 60.0-77.0 70.0 19.5-24.5 22.8 32.0-36.0 34.0 Kucing 39.0-55.0 45.0 12.5-17.5 15.5 30.0-36.0 33.2 Sapi 40.0-60.0 52.0 11.0-17.0 14.0 30.0-36.0 32.7

Domba 28-40 34.0 8-12 10.0 31-34 32.5

Kambing 16-25 19.5 30-36 33.0 5.2-8.0 6.5 Babi 50-68 60 17.0-21 19.0 30.0-34.0 32.0 Ayam 90.0-140.0 115.0 33.0-47.0 41.0 26.0-35.0 29.0

Kelinci* - 110.74 - 38.11 - 34.1

Sumber: Jain (1993), *Njidda dan Isidahomen dalam Schalm (1971).

Leukosit (WBC)

Leukosit adalah sel darah yang bertanggung jawab dalam pertahanan tubuh suatu organisme dari benda asing atau bahan infeksi yang masuk ke dalam tubuh (Macer 2003).Sel leukositmemiliki diameter 7-20 µm dan berjumlah 1% dari volume total darah.Sel leukosit terdiri dari dua jenis, yaitu sel leukosit yang memiliki granul dan sel leukosit yang tidak memiliki granul.Sel leukosit yang memiliki granul adalah sel neutrofil, sel eosinofil, dan sel basofil. Sel leukosit yang tidak memilikigranul adalah sel limfosit dan sel monosit (Williams 1987).

(27)

kebutuhan masing-masing hewan. Fluktuasi dalam jumlah sel leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya: stress, aktivitas fisiologis, status gizi, umur dan lain-lain (Dellmann dan Brown 1992). Menurut Frandson (1992), meningkatnya jumlah sel leukosit merupakan pertanda adanya infeksi. Morfologi dari masing-masing sel darah dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Morfologi dari masing-masing sel darah (Michael 1985).

Keterangan:a: Eritrosit (7 µ m).b: Neutrofil (10-14 µm).c: Eosinofil (10-14 µm).d: Basofil (10-14 µ m).e: Monosit (15-20 µm).f: Lymfosit (8-10 µ m).g: Trombosit (1-2 µm).

Perbedaan jumlah masing-masing sel leukosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.Salah satu faktornya adalah faktor fisiologis, yaitu masa hidup dari masing-masing sel leukosit tersebut.Masa hidup sel leukosityang memiliki granul relatif lebih singkat dibandingkan sel leukosit yang tidak memiliki granul. Masa hidup sel leukosit yangmemiliki granul adalah4-8 jam dalam sirkulasi darah dan4-5 hari di dalam jaringan. Hal ini disebabkan, karena sel leukosit yang memiliki granul lebih cepat menuju daerah infeksi dan melakukan fungsinya dari pada sel leukosit yang tidak memiliki granul (Michael 1985).Persentase nilai normal diferesiasi sel leukosit dari beberapa jenis hewan dapat dilihat pada Tabel 3.

c

d

e

(28)

Tabel 3 Nilai normal diferensiasi sel leukosit dari beberapa spesies hewan Jenis

Hewan

Diferensiasi WBC(%)

Limfosit Neutrofil Monosit Eosinofil Basofil

Ksrn Rtn Ksrn Rtn Ksrn Rtn Ksrn Rtn Ksrn Rtn

Anjing 12-30 20 60-77 70 3-10 5.2 2-10 4 Jarang 0

Kucing 20-55 32 35-75 59 1-4 3 2-12 5.5 Jarang 0

Sapi 45-75 58 15-45 28 2-7 4 0-20 9 0-2 0.5

Domba 40-75 62 10-50 30 0-6 2.5 0-10 5 0-3 0.5

Kambing 50-70 56 30-48 36 0-4 2.5 1-8 5.0 0-1 0.5

Babi 39-62 53 28-47 37 2-10 5 1-11 3.5 0-2 0.5

Ayam 45-70 60 15-40 28 5-10 8 1.5-6 4.8 Jarang -

Sumber: Jain (1993); Keterangan: Krsn: Kisaran; Rtn: Rataan.

Limfosit

Limfosit merupakansalah satu jenis sel leukosit yang tidak memiliki granul dengan jumlah lebih dominan dari jenis sel leukosit lain, khususnya pada hewan ruminansia dan babi. Sel limfosit memiliki ukuran 6-15 µ m (Bacha dan Bacha 1990). Menurut Jain (1993), morfologi sel limfosit dibedakan atas dua tipe yaitu tipe besar dan tipe kecil. Sel limfosit tipe kecil merupakan sel limfosit dewasa yang memiliki diameter 6-9 µm, dengan perbandingan inti dengan sitoplasmasebesar 1:9. Sel limfosit dewasa memiliki inti bulat serta dikelilingioleh sitoplasma. Sel limfosit tipe besar merupakan sel limfosit muda yang memiliki diameter 9-15 µm dengan perbandingan inti dengan sitoplasma sebesar 1:1. Sel limfosit muda memiliki inti sedikit melekuk dan dikelilingi oleh sitoplasma.

(29)

Monosit

Monosit merupakan salah satu jenis sel leukosit yang tidak memiliki granul, dengan ukuran diameter 15-20 µ m dan memiliki inti yang besar disertai dengan sitoplasma (Bacha dan Bacha 1990). Menurut Swenson et al. (1993),bentuk intisel monosit adalah oval atau melekuk seperti kacangatau seperti tapal kuda.Sel monosit berfungsi sebagai makrofag atau fagositosis jaringan.Sel monosit pada jaringan perifer merupakan prekusor makrofag bebas. Makrofag ini merupakan sel-sel yang sangat aktif. Makrofag biasanya datang segera setelah terjadi perlukaan dan bersatu membentuk sel raksasa (Giant cell). Sel monosit juga dapat melepaskan bahan yang menarik fibroblas untuk membentuk jaringan parut dan melepas faktor kemotaktik yang menarik sel-sel fagositik lainnya (Martini et al. 1992).

Jumlah normal sel monosit di dalam darah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah faktor fisiologis, yaitu masa hidup sel monosit dalam sirkulasi darah. Masa hidup sel monosit dalam sirkulasi darah adalah 10-20 jam(Dellman dan Brown 1992). Menurut Guyton (10-2008), masa edar sel monosit di dalam sirkulasi darah cukup singkat, dengan sedikit kemampuan melawan bahan infeksius, kemudian masuk ke dalam jaringan untuk menjadi makrofag jaringan.Sel monosit berperan penting dalam reaksi immunologi dengan cara membentuk protein dari suatu sistem komplemen dan mengeluarkan substansi yang mempengaruhi terjadinya proses peradangan kronis (Swenson et al. 1993).

Neutrofil

(30)

bersama makrofag dan biasanya menjadi leukosit atau sel pertahanan pertama yang datang ke bagian yang luka.

Jumlah normal sel neutrofil di dalam darah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah faktor fisiologis, yaitu pengaruh tingkat granulopoiesis dan laju pelepasan darah dari sumsum tulang. Selain itu,faktor yang mempengaruhi jumlah normal sel neutrofil adalah masa hidup sel neutrofil di dalam sirkulasi darah dan laju aliran sirkulasi darah menuju jaringan (Jain 1993). Menurut Tizard (1988),sel neutrofil berada dalam aliran darah selama 12 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan.

Basofil

Basofil merupakan salah satu jenis sel leukosit yang memiliki granul, serta mengandung histamin yang berpotensi sebagai vasodilatator dan heparin sebagai aktivitas antikoagulan. Menurut Tizard (1988), sel basofil merupakan sel mieloid yang jumlahnya paling sedikit di dalam darah hewan piara. Jumlah sel basofil di dalam hewan piara sekitar 0.5% dari jenis leukosit lain. Sel basofil memiliki diameter sekitar 10-15 µ m dengan jumlah inti 2 atau 3 lobus. Inti sel basofil memiliki diameter 0.5-1.5 µm dan mengandung warna metakromatik (Bacha dan Bacha 1990). Granul sel basofil berwarna biru tua sampai berwarna ungu dan hampir menutupi seluruh bagian sel basofil (Dellman dan Brown 1992). Granul sel basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotatik. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah, sedangkan histamin berfungsi menarik eosinofil untuk menginaktifkan heparin (Meyer 2004). Menurut Tizard (1988), basofil dapat membangkitkan reaksi hipersensitifitas dengan sekresi mediator vasoaktif, sehingga dapat menyebabkan peradangan akut pada tempat antigen berada. Ketika terjadi peradangan, sel basofil akan melepaskan histamin, bradikinin dan serotonin sehingga menyebabkan reaksi jaringan dengan manifestasi alergi (Tizard 1988).

(31)

sekali. Secara normal, jumlah sel basofil di dalam sirkulasi darah sangat sedikit (Swenson et al. 1993). Ketika melakukan fungsinya, sel basofil bermigrasi ke lokasi perlukaan dan menyeberangi endotelium kapiler untuk berakumulasi pada jaringan yang rusak dan melepaskan granul ke dalam cairan interstisial (Meyer 2004).

Eosinofil

Eosinofil merupakan salah satu jenis sel leukosit yang memiliki granul. Sel eosinofil mengandung eosinofilik dan memiliki ukuran yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan jenis leukosit lain. Sel eosinofil pada hewan mamalia memiliki diameter antara 10-15 µm (Bacha dan Bacha 1990). Selain itu, sel eosinofil memiliki 2 lobus, dengan intiyang bulat dan relatif lebih besar (Sturkie 1976). Fungsi sel eosinofil adalah berperan dalam pengaturan infeksi parasit (cacing dan protozoa),mengatur respon alergi dan inflamasi akut yang dapat memicu kerusakan jaringan. Selain itu, sel eosinofil juga berfungsi sebagai koagulasi akut yang dapat memicu kerusakan jaringan dan sebagai fibrinolisis (Hartono 1995). Menurut Swenson et al. (1993), jumlah sel eosinofil akan meningkat ketika terjadinya reaksi alergi, shock anafilaksis, dan infeksi parasit. Akan tetapi, menurut Guyton (2008), jumlah sel eosinofil cenderung lebih rendah ketika terjadi stress, hal ini disebabkan karena adanya pelepasan kortikosteroid.

Jumlah normal sel eosinofil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor cekaman dan fisiologis. Faktor fisiologis yang mempengaruhi jumlah normal sel eosinofil adalah masa hidup sel eosinofil dalam sirkulasi darah. Sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah,sel eosinofil memiliki waktu paruh hanya 30 menit. Kemudian sel eosinofil bermigrasi ke dalam jaringan tubuh dan memiliki waktu paruh sekitar 12 hari (Tizard 1988).

Trombosit

(32)
(33)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan diLaboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), serta kandang hewan percobaan yang terletak di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi (URR), Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH IPB. Pengukuran diameter sel darah dilakukan di Laboratorium Helminthologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat FKH IPB. Penelitian ini berlangsung dari bulan September 2010-Juli 2011.

Materi Penelitian

Jumlah landak yang digunakan dalam penelitian ini 5 ekor landak Jawa (Hystrix javanica) dewasa yang memiliki bobot badan antara 7-9 kg. Landak terdiri dari4 ekor landak jantan (A, B, C, dan E) dan1 ekor landakbetina (D). Landak dipelihara dan telah diaklimatisasikan dengan baik pada lingkungan kandang.

Bahan yang dipergunakan adalah darah landak, cairan pengencer eritrosit (Hayem), cairan pengencer leukosit (Turk), HCl 0.1 N, aquades, alkohol 70%, metil alkohol (pewarnaan Giemsa), antikoagulan (EDTA), dan obat biusyaitu silazinHCldan ketamin HCl.

Peralatan yang digunakan adalah kandang, spuit dengan jarum tuberkulin, pipet pengencer eritrosit dan leukosit, kamar hitung, mikroskop, kertas saring, alat penghitung, tabung kapiler, alat penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuse, alat pembaca mikrohematokrit, kapas, batang kaca pengaduk, kaca preparat,tabung Sahli, dan spektofotometer sebagai alat pengukur sel-sel darah.

Metode Penelitian

(34)

penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit; penentuan hematokrit secara mikro;dan penentuan kadar hemoglobin.

Pembiusan dan pengambilan darah

[image:34.595.111.493.157.555.2]

Obat bius yang digunakan adalah kombinasi silazin HCl 2% dan ketamin HCl 10% IM. Dosis yang digunakan pada obat bius adalah silazin HCL 2 mg/kg BB dan ketamin HCl5 mg/kg BB. Obat bius disuntikkan secara intramuskular/IM di bagian dorsal pangkal ekor landak (Morin dan Bertaux 2003). Pengambilan darah dilakukan sebanyak 2 kali dalam rentang waktu3 bulan, dengan menggunakan pole syringeyang telah dibilas dengan EDTAsebagai anti koangulan. Pengambilan darah dilakukan secaraintracardialpada saat landak dalam kondisi terbius. Penyuntikan dilakukan di daerahintracostaeyang sejajar dengan olecranon(Gambar 4). Darah yang diperoleh selanjutnya diperiksa dengan berbagai uji hematologi.

Gambar 4 Proses pengambilan darah.

Pengambilan darah dilakukansecara intracardial didaerahintercostaeyang sejajar dengan olecranon.

Pembuatan preparat ulas darah

(35)

Pewarnaan Giemsa pada preparat ulas darah

Setelah dibuat preparat ulas maka dibuat pewarnaan Giemsa. Sebelum dilakukan pewarnaan Giemsa, preparat ulas darah dimasukkan kedalam metil alkohol (cawan pewarnaan) dan dibiarkan selama 5 menit, lalu dikeringkan. Preparat ulasselanjutnya dicelupkan ke dalam larutan pewarnaan Giemsa selama 15-60 menit. Preparat dicuci dengan menggunakan air dan dikeringkan di udara. Preparat siap untuk diperiksa di bawah mikroskop dimulai dengan perbesaran rendah (obyektif 10 kali). Untuk pengamatan diferensiasi leukosit dan pengukuran diameter sel-sel darah, digunakan perbesaran yang lebih tinggi yaitu 40 kali atau 100 kali dengan bantuan minyak emersi, kemudian dilakukan pengamatan morfologi dan pengukuran pada masing-masing sel darah dengan menggunakan alat spektofotometer.

Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit

Darah diambil dengan menggunakan pipetpengencer eritrosit hingga batas angka 0.5-1.0, kemudianujung pipet dicelupkan kedalam cairan pengencer (Hayem) dan cairan diambil sampai batas tanda tera 101. Pipet diangkat, lalu ditutup ujungnya dengan ibu jaridan pangkalnya ditutup dengan jari tengah pada posisi pipet mendatar. Penghomogenan dilakukan dengan gerakan bolak-balik seperempat lingkaran atau gerakan angka delapan mendatar. Selanjutnya darah yang larut dalam pengencer eritrosit dimasukkan ke dalam kamar hitung Burker dan ditutup dengan kaca penutup. Kamar hitung didiamkan dengan posisi mendatar selama beberapa menit agar sel-sel darah merah mengendap sempurna. Setelah itu, kamar hitung diletakkan dimeja mikroskop untuk diamati. Eritrosit dihitung, yaitu 5 kotakpada kamar hitung seperti tertera pada Gambar 5. Ketentuan dalam perhitungan yaitusel-sel yang menyentuh garis atas dan kiri kotak dihitung, sedangkan sel-sel yang menyentuh garis batas kedua sisi lainnya (kanan dan bawah) tidak dihitung. Total hasil yang diperoleh dari jumlah perhitungan sel eritrosit akhir (n butir) dikalikan 10.000 per mm3.

(36)

larutan pengencer Turk dihisap sampai tanda 11 pada ujung pipet. Leukosit dihitung, yaitu 4 kotakpada kamar hitung seperti tertera pada Gambar 5. Hasil perhitungan akhir yaitu jumlah seluruh sel leukosit dari 4 kotak tersebut (n butir) dikalikan 50 per mm3.

Gambar 5 Kamar hitung Burker.

Keterangan: kotak R untuk menghitung sel eritrosit, kotak W untuk menghitung sel leukosit.

Penentuan hematokrit cara mikro

Darah diambil dengan tabung kapiler dengan cara menyentuhkan tabung pada darah. Bagian ujung tabung disumbat dengan alat penyumbat tabung khusus. Selanjutnya tabung kapiler diletakkan pada alat sentrifuse dengan bagian tidak tersumbat diarahkan ke pusat sentrifuse. Sentrifugasi dilakukan selama5 menit dengan kecepatan 12.000 rpm.Kemudian tabung kapiler siap dibaca dengan menggunakan alat mikrohematocrite reader.

Penentuan kadar hemoglobin

Penentuan kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan tabung Sahli. Tabung Sahli diisi dengan HCl 0.1 N sampai garis terbawah (tanda 20mm3). Darah diambil dengan pipet hemoglobin sampai tanda 20 mm3. Kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung Sahli dengan meniup secara perlahan-lahan. Pencampuran dilakukan dengan menghisap dan meniupkan secara perlahan-lahan. Terbentuknya asam hematin ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi coklat atau coklat hitam. Kemudian aquades diteteskan beberapa tetes sambil dikocok sampai warnanya sama dengan warna pembanding. Hasil yang diperoleh yaitu dengan melihat meniskus bawah cairan pada tabung Sahli. Satuan hemoglobin dinyatakan dengan gram %.

R

R

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Sel-Sel Darah Eritrosit (RBC)

Dari hasil penelitian, sel eritrosit pada landak Jawa terlihat berbentuk bikonkaf dengan variasi bentuk (Gambar 6), dan tidak memiliki inti.Beberapa sel eritrosit landak Jawamemiliki bentuk seperti bulan sabit. Ukuran diameter total sel eritrosit pada landak Jawa adalah 7.98±0.055 µ m (Lampiran 7) denganrata-rata area bikonkaf 4.15±1.135 µ m (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa area bikonkaf pada sel eritrosit landak Jawa mengisi lebih dari setengah ukuran diameter sel eritrositnya.Diameter bikonkaf yang relatif lebih besar ini diduga sebagai adaptasi untuk dapat mengikat oksigen dengan jumlah yang lebih banyak.Berdasarkan morfologinya, sel eritrosit landak Jawa mirip dengan mamalia pada umumnya seperti yang dilaporkan oleh Tizard (1988), Jain (1993), dan Williams (1987), yaitu sel eritrosit hewan mamaliatidak memiliki inti dengan ukuran diameter 4-9 µm. Variasi morfologi sel eritrosit yang terdapat pada landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6Variasi morfologi sel eritrosit pada landak Jawa.

Keterangan: Sel eritrosit dengan bentuk bikonkaf yang berukuran besar (1a), kecil (2b), sedang (3b). Sel eritrosit dengan bentuk bikonkaf seperti bulan sabit (4c).Bar 10 µm.

Leukosit (WBC)

Leukosit merupakan sel darah yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh (Schalm 1971).Jumlah sel leukosit pada masing-masing jenis hewan bervariasi, bahkan pada setiap individu dalam satu spesies. Menurut Frandson (1992), meningkatnya jumlah sel leukosit merupakan pertanda adanya infeksi. Fluktuasi

a

b

c

4 2

(38)
[image:38.595.123.433.198.339.2]

jumlah sel leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya: stress, aktivitas fisiologis, status gizi, umur dan lain-lain (Dellmann dan Brown 1992). Dari hasil penelitian, jumlah sel leukosit yang diperoleh dapat dilihat padaTabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis rataansel leukosit dari masing-masing landak Jawa Kode Landak

(Jenis Kelamin) Sel leukosit (x10 3

/mm3)

A (♂) 12.5

B (♂) 11.65

C (♂) 5.5

D (♀) 9.15

E (♂) 11.73

Rataan 10.11

Tingkat kesalahan (SD) 2.87

Berdasarkan data dariTabel4,menunjukkan bahwa jumlah sel leukosit yang diperoleh dari masing-masing landak Jawa berbeda-beda.Hal ini membuktikan bahwa setiap individu memiliki derajat ketahanan tubuh yang berbeda-beda walaupun masih dalam spesies yang sama.Dari hasil penelitian, rataan jumlah sel leukosit yang diperoleh adalah 10.11±2.87 (x103/mm3) dalam kisaran 5.5-12.5 (x103/mm3).Landak C memiliki jumlah sel leukosit yang paling rendah dari kelima landak tersebut.Walaupun demikian, jumlah sel leukosit ini masih dalam kisaran angka pada kondisi normal atau fisiologisbila dibandingkan pada hewan rodensia lain dan selama penelitian landak C tidak memperlihatkan gejala klinis sakit.Selain itu, pada waktu pengambilan darah landak dilakukan dalam kondisi teranastesi, sehingga dapat meminimalisir keadaan stress pada landak.

(39)

Tabel 5 Perbandingan nilai normal jumlah rataansel leukosit pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan

Jenis hewan Sel leukosit (x103/mm3)

Landak Jawa 10.11±2.87

Kelinci Putih New Zealand* 8.179±1.882 Kelinci Wild Jack* 4.908±2.193

Marmut* 11.111±2.891

Tikus Long Evants* 8.309±2.365 Tikus Sprangue-Dawley* 9.975±2.680 Mencit strain Regular Yellow* 6.333±3.721 Mencit strain Paker* 7.517±3.009

Sumber: *Jain 1993.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 5, jumlah sel leukosit pada landak Jawa lebih dekat dengan jumlah leukosit pada tikus jenis Sprangue-Dawley, yaitu 9.975±2.680(x103/mm3) dan marmut, yaitu 11.111±2.891 (x103/mm3). Dari kedekatan jumlah ini, diduga bahwa landak Jawa memiliki respon imunnon spesifik yang relatif sama dengan tikus jenis Sprangue-Dawley dan marmut.

Pemeriksaan lanjut yang dilakukan yaitu pemeriksaan diferensiasi dari masing-masingjenis sel leukosit pada setiap landak. Sel leukosit pada landak Jawa dapat dibedakan menjadi dua yaitu sel leukosit yang memiliki granul (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan sel leukosit yang tidak memiliki granul (limfosit dan monosit).Persentase nilai normal diferensiasi sel leukosit dari masing-masing landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel6 Persentase rataan diferensiasi sel leukosit dari masing-masing landak Jawa

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 6, hal yang menarik untuk dikaji adalah tingginya persentase sel eosinofil dan rendahnya persentase sel neutrofil pada landak C dan landak D bila dibandingkan dengan landak lain.Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya infeksi agen penyakit tertentu. Infeksi parasit (cacing dan protozoa) dapat menyebabkan nilai sel eosinofil yang tinggi (Tizard

Kode Landak (Jenis Kelamin)

Diferensiasisel leukosit (%)

Limfosit Monosit Neutrofil Eosinofil Basofil

A (♂) 61 2 33 2 2

B (♂) 65.5 1 30 2.5 1

C (♂) 78.5 1 12.5 6 2

D (♀) 78.5 2.5 14.5 4.5 0

E (♂) 71 2.5 22.5 3 1

Rataan 70.9 1.8 22.5 3.6 1.2

(40)

1988) dan nilai sel neutrofil yang rendah (Levine 1978). Menurut Levine (1978), sel neutrofil yang rendah terjadi sebagai akibat dari adanya cacing muda yang telah menembus dinding usus masuk ke rongga peritoneum dan menginfeksi organ di sekitarnya. Menurut penelitian identifikasi telur cacing yang dilakukan oleh Muhni (2011) pada tinja landak C dan landak D ditemukan beberapa jenis telur cacing, yaitu Strongyloid dan Trichuris. Hal ini diduga menjadi penyebab persentase sel eosinofil lebih tinggi dan persentase sel neutrofil lebih rendah pada landak C dan landak D dari pada landak lain. Meskipun demikian, data-data mengenai tingginya persentase sel eosinofil dan rendahnya persentase sel neutrofil pada landak C dan landak D masih dalam kisaran normal, bila dibandingkan dengan beberapa rodensia lain.

[image:40.595.103.526.463.594.2]

Nilai normal persentase sel leukosit pada landak Jawa relatif lebih dekat dengan nilai normal persentasesel leukosit pada kelinci dan beberapa rodensia lain yang memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan landak Jawa. Perbandingan nilai normal persentasediferensiasisel leukosit pada landak Jawa dengan kelinci danbeberapa rodensia lain dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan nilai normal persentase rataan diferensiasi sel leukosit pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan

Jenis hewan Diferensiasi sel leukosit (%)

Limfosit Monosit Neutrofil Eosinofil Basofil Landak Jawa 70.9±7.79 1.8±0.76 22.5±9.09 3.6±1.64 1.2±0.84 Kelinci putih New Zealand* 62.5±13.9 3.2±2.6 29.2±9.1 1.1±1.0 2.7±2.2 Kelinci Wild Jack* 54.2±11.6 6.3±3.5 34.6±11.4 4.5±3.6 0.4±0.6 Marmut* 71.4±9.6 2.7±1.9 23.4±9.5 2.4±3.3 0.05±0.15 Tikus Long Evants* 68.3±9.1 3.0±2.3 24.9±7.6 3.6±3.1 0.08±0.20 Tikus Sprangue-Dawley* 71.1±8.7 2.5±2.0 24.5±8.0 1.7±1.3 0.08±0.28 Mencit strain Regular Yellow* 74.3±13.1 2.4±2.0 21.0±11.5 1.5±1.6 0.08±0.40 Mencit strain Paker* 76.9±10.1 1.6±1.5 20.4±9.7 1.1±1.3 0.01±0.06

Sumber: *Jain 1993.

Limfosit

(41)

tergantung pada kebutuhan tubuh. Hal ini diduga sebagai penyebab persentase sel limfosit yang relatif lebih dominan atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis sel leukosit lain.

Dari hasil penelitian, ukuran rata-rata sel limfosit adalah 8.5±0.5 µ m (Lampiran 8).Menurut Bacha dan Bacha (1990), ukuran sel limfosit dibagi menjadi beberapa kelas yaitu kecil, sedang, dan besar.Sel limfosit pada mamalia memiliki ukuran dengan kisaran 6-15 µ m. Menurut Jain (1993), morfologi sel limfosit mamalia dibedakan atas dua tipe yaitu tipe besar dan tipe kecil. Sel limfosit tipe kecil merupakan sel limfosit dewasa yang memiliki diameter 6-9 µ m. Sel limfosit tipe besar merupakan sel limfosit muda yang memiliki diameter 9-15 µ m.Oleh karena itu, sel limfosit pada landak Jawa memiliki ukuran sedang bila dibandingkan dengan mamalia pada umumnya (Gambar 7).

Gambar 7 Variasi morfologi sel limfosit pada landak Jawa.

Keterangan: a: sel limfosit muda. b: sel limfosit dewasa. Bar 10 µm.

Monosit

Persentase normal sel monosit pada landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel monosit pada mencit jenis Paker, yaitu1.6±1.5% (Tabel 7).Menurut Dellman dan Brown (1992), sel monosit memiliki masa hidup 10-20 jam dalam sirkulasi.Hal ini diduga sebagai penyebab persentase sel monosit jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase sel limfosit.

Menurut Bacha dan Bacha (1990), ukuran sel monosit mamalia merupakan ukuran sel leukosit yang paling besar, yaitu15-20 µ m dan berbentuk seperti kacang. Hal yang sama terlihat pada sel monosit landak Jawa, yaitu memiliki inti yang terlihat seperti kacang atau melengkung dan terletak disalah satu sisi sitoplasmasel. Landak Jawa memiliki ukuran diameter rata-rata sel monosit sebesar 10.5±0.5 µ m (Lampiran 8).Ukuran sel monosit pada landak Jawa ini relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran sel monosit pada mamalia lain

(42)

yang dilaporkan oleh Bacha dan Bacha (1990). Variasi morfologi sel monosit pada landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Variasi morfologi sel monosit padalandak Jawa.

Keterangan: a: bentuk inti melengkung.b: bentuk inti lebih melengkung seperti kacang.c: bentuk inti lebih jelas dengan lekungan seperti kapal kuda. Bar 10 µm.

Neutrofil

Persentase sel neutrofil dari data Tabel 7, menunjukkan bahwa persentase normal sel neutrofil landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel neutrofil pada marmut, yaitu 23.4±9.5%. Menurut Tizard (1988), sel neutrofil dibentuk di dalam sumsum tulang selama 3-7 hari. Sel neutrofil bermigrasi dalam peredaran darah, yang tinggal selama 12 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan. Proses pembentukan sel neutrofil relatif lebih cepat, karena pada saat terjadi infeksi bakteri, sel neutrofil harus segera bermigrasi untuk melawan infeksi tersebut. Oleh karena itu, hal ini diduga yang mempengaruhi persentase sel neutrofil relatif lebih tinggi dari pada jenis sel leukosit lain, kecuali sel limfosit.

Dari hasil penelitian, ukuran sel neutrofil pada landak Jawa sebesar 14±0.5 µ m (Lampiran 8).Menurut Bacha dan Bacha (1990), sel neutrofil tikus memiliki ukuran 12-15 µ m dan memiliki inti sebanyak 3-5 lobus.Dengan demikian, ukuran sel neutrofil pada landak Jawa juga mirip dengan ukuran sel neutrofil pada tikus.Gambaran beberapa jenis sel neutrofil yang ditemukan pada landak Jawa seperti yang disajikan pada Gambar 9.

(43)
[image:43.595.106.508.51.833.2]

Gambar 9 Variasi morfologi sel neutrofil pada landak Jawa.

Keterangan:a: inti sel neutrofil terdiri dari 5 lobus yang besatu,sehingga terlihat seperti satu inti yang besar.b: inti sel neutrofil terdiri dari 5 lobus. c: inti sel neutrofil terdiri dari 4 lobus yang bersambung.d: inti sel neutrofil terdiri dari3 lobus yang bersambung.e: inti sel neutrofil terdiri dari 4 lobusyang terpisah jelas.Bar 10 µm.

Basofil

Persentase normal sel basofil pada landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel basofil pada kelinci putih jenis New Zealand, yaitu 2.7±2.2% (Tabel 7).Sel basofil pada landak Jawa memiliki inti 2 atau 3 lobus yang ditutupi oleh granul dan berukuran 11±3 µm (Lampiran 8). Hal ini mirip dengan sel basofil pada mamalia umumnya, yaitu sel basofil pada mamalia memiliki ukuran diameter 12 µ m dan terdapat granuldengan inti 2 atau 3 lobus (Bacha dan Bacha 1990). Secara fisik sel basofil terlihat seperti limfosit. Akan tetapi, sel basofil dapat dibedakan dengan sel limfosit, yaitu berdasarkan ukuran dan dengan adanya granul. Sel basofil memiliki ukuran yang lebih besarbila dibandingkan dengan sel limfosit dan memiliki granul. Morfologi sel basofil landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Variasi morfologi sel basofil pada landak Jawa.

Keterangan: a: sel basofilyang didominasi oleh granul, namun masih mengandung sedikit sitoplasma. b: sel basofil yang hampir seluruh sel didominasi oleh granul. Bar 10 µm.

Eosinofil

Persentase sel eosinofil yang terdapat pada Tabel 7, menunjukkan bahwa persentase normal sel eosinofil landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel eosinofil pada tikus jenis Long Evants, yaitu 3.6±3.1%. Persentase sel

a

b

c

d

e

[image:43.595.120.485.93.163.2]
(44)

eosinofil relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase jenis sel leukosit lain. Hal ini dipengaruhi oleh waktu paruh yang dimiliki sel eosinofil hanya 30 menit dalam aliran darah, kemudian sel eosinofil tersebut bermigrasi ke dalam jaringan tubuh yang memiliki waktu paruh sekitar 12 hari(Tizard 1988).

Ukuran sel eosinofil yang diperoleh dari hasil penelitian 11.5±0.5 µ m (Lampiran 8). Bentuk dan ukuran sel eosinosil pada landak Jawa ini mirip dengan hewan mamalia pada umumnya, yaitu memiliki inti sebanyak 2 lobus dan ukuran diameter 10-15 µm (Bacha dan Bacha 1990). Variasi morfologi sel eosinofil landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Variasi morfologi sel eosinofil pada landak Jawa.

Keterangan: a: inti dengan 2 lobus yang terpisah.b:inti dengan 2 lobus yang bersambung seperti bentuk kacamata.Bar 10 µm.

Hemoglobin (Hb), Hematokrit (PCV), dan Eritrosit (RBC)

Kadar Hb, persentase PCV, dan jumlah RBC dipengaruhi oleh spesies hewan, umur, jenis kelamin, nutrisi, serta keadaan fisiologis yaitu laktasi,

[image:44.595.118.476.610.748.2]

kebuntingan, sirkulasi estrus, suhu, dan lingkungan (Sturkie 1976).Nilai Hb, PCV, dan RBC yang diperoleh dari masing-masing landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil rataan analisis nilai Hb, PCV, dan RBC dari masing-masing landak Jawa

Kode Landak (Jenis Kelamin)

Hb (gr %) PCV (%) RBC (x106/mm3)

A (♂) 15.52 47.25 4.55

B (♂) 15.46 44.63 4.61

C (♂) 10.58 36.88 3.46

D (♀) 13.34 43.5 4.46

E (♂) 16.76 43.08 3.99

Rataan 14.33 43.08 4.21

SD 2.43 3.82 0.49

a

(45)

Menurut Tizard (1988), Perbedaan nilai normal hematologi dari masing-masing individu dipengaruhi oleh kemampuan laju metabolisme tubuh dan status kesehatan masing-masing individu tersebut. Data yang diperoleh dari Tabel 8, menunjukkan bahwa landak C dan landak D memiliki nilai Hb, PCV, dan RBC lebih rendah dari pada nilai rataan dan kelima landak lain. Pada landak ini diketahui juga memiliki persentase sel eosinofil yang tinggi dan terdapat telur cacing dalam tinjanya.Hal ini diduga berpengaruh terhadap rendahnya nilai Hb, PCV, dan RBC.Selain itu landak D merupakan landak yang berkelamin betina.Perbedaan jenis kelamin dapat menjadi faktor perbedaan nilai Hb, PCV, dan RBC. Menurut Sturkie (1976), hewan betina memiliki nilai Hb, PCV, dan RBC lebih rendah dari pada nilai Hb, PCV, dan RBC pada hewan jantan. Hal ini dipengaruhi oleh laju metabolisme, yaitu laju metabolisme pada hewan betina lebih rendah dari pada jantan.

[image:45.595.94.526.477.688.2]

Nilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada landak Jawa relatif lebih dekat dengan nilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada kelinci dan beberapa rodensia lain yang telah dilaporkan oleh Jain (1993) pada Tabel 9.

Tabel 9 Perbandingannilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan

Jenis hewan Hb (gr/dl) PCV (%) RBC (x106/µl)

Landak Jawa 14.33±2.43 43.08±3.82 4.21±0.49

Kelinci Putih New Zealand* 13.3±0.9 42.0±2.7 5.98±0.39

Kelinci Wild Jack* 15.97±1.30 49.08±3.98 7.73±0.78

Marmut* 12.09±1.2 42.1±3.1 5.09±0.47

Tikus Long Evants* 15.2±0.6 47.4±2.2 8.26±0.65

Tikus Sprangue-Dawley* 14.8±0.8 46.1±2.5 7.83±0.62

Mencit strain Regular Yellow* 13.1±1.5 40.4±3.8 8.25±0.90

Mencit strain Paker* 13.4±1.1 41.8±3.0 8.45±0.62

Sumber: *Jain 1993.

(46)

daerah terestrial di permukaan tanah. Landak Jawa merupakan satwa terestrial yang membuat sarang berupa lubang di dalam tanah dengan kedalaman sekitar 5 meter sebagai tempat peristirahatannya (Setiawan 2007).Dengan demikian, landak membutuhkan simpanan oksigen lebih tinggi dari pada hewan yang hidup di daerah terestrial di permukaan tanah. Berdasarkan data dari Tabel 9, nilai PCV yang relatif dekat dengan nilai PCV pada landak Jawa adalah marmut, yaitu 42.1±3.1 gr%, begitu juga dengan nilai RBC, yaitu 5.09±0.47 (x106/mm3), sedangkan nilai Hb yang relatif dekat dengan landak Jawa adalah tikus jenis Sprangue-Dawley, yaitu 14.8±0.8 gr/dl.Perbedaan nilai Hb, PCV, dan RBC yang dikandung oleh masing-masing spesies hewan, dipengaruhi oleh kebutuhan fisiologis tubuh hewan tersebut. Oleh karena itu, nilai fisiologis Hb, PCV, dan RBC dari spesies hewan berbeda-beda, walaupun masih dalam ordo hewan yang sama.

MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

[image:46.595.97.527.592.724.2]

Nilai MCVberhubungan dan mempengaruhi ukuran sel darah merah, sedangkan nilai MCHdan MCHC berhubungan dan mempengaruhi jumlah atau konsentrasi Hb pada setiap sel darah merah.Nilai MCV, MCH, dan MCHC diperoleh dari hasil perhitungan nilai Hb, PCV, dan RBC (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Hasil analisis MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil analisis rataan MCV, MCH, dan MCHC dari masing-masing landak Jawa

Kode Landak

(Jenis Kelamin) MCV (femtoliter) MCH (pigtogram/sel) MCHC (gram desiliter)

A (♂) 103.85 34.04 32.78

B (♂) 96.85 33.58 34.60

C (♂) 106.66 31.30 29.33

D (♀) 97.85 30.08 30.64

E (♂) 108.1 42.28 38.90

Rataan 102.66 34.25 33.25

(47)
[image:47.595.111.517.237.374.2]

Berdasarkan hasil analiasis nilai rataan MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa yang terlihat pada Tabel 10, relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai normal MCV, MCH, dan MCHC pada kelinci dan beberapa rodensia lain yang dilaporkan oleh Jain (1993). Perbadingan nilai normal MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa dengan nilai normal MCV, MCH, dan MCHC pada kelinci dan beberapa rodensia lain dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Perbandingan nilai rataan MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan

Jenis hewan MCV (fl) MCH (pg) MCHC (gr/dl)

Landak Jawa 102.66±5.10 34.25±4.77 33.25±3.75 Kelinci Putih New Zealand* 70.4±2.9 31.7±1.1 22.3±1.1 Kelinci Wild Jack* 63.62±2.47 32.52±1.04 20.70±1.07

Marmut* 83.0±4.0 30.6±1.2 -

Tikus Long Evants* 57.3±5.6 32.0±1.1. 18.5±1.5 Tikus Sprangue-Dawley* 59.0±3.2 32.5±1.1 18.9±1.2 Mencit strain Regular Yellow* 49.1±3.4 32.3±1.4 15.9±1.1 Mencit strain Paker* 49.0±4.0 31.5±2.9 15.9±1.0

Sumber: *Jain 1993.

Nilai MCV pada suatu spesies hewan menggambarkan ukuran diameter sel eritrosit dari hewan tersebut. Dari data yang terdapat pada Tabel 11, terlihat bahwa nilai MCV pada landak Jawa relatif lebih besar bila dibandingkan dengan nilai MVC pada kelinci dan beberapa rodensia lain Hal ini terlihat juga pada ukuran area bikonkaf dan ukuran diameter sel eritrosit pada landak Jawa relatif lebih besar bila dibandingkan dengan mamalia pada umumnya (Gambar 5). Namun, menurut Schalm (1971), nilai MCV pada kelinci sebesar 110.4 fl, sehingga nilai MCV ini relatif lebih mirip dengan nilai MCV pada landak Jawa. Menurut Whittow (1977), kelinci merupakan hewan yang hidup di daerah terestrial yang membuat lubang di dalam tanah. Dengan adanya kemiripan habitat dan perilaku pada kelinci dan landak Jawa merupakan faktor yang mempengaruhi kemiripan ukuran sel eritrosit.

(48)

kelinci 38.11 pg dan 34.41 gr/dl.Berdasarkan data ini, maka nilai MCH dan MCHC pada landak Jawa lebih dekat dengan nilai MCH dan MCHC pada kelinci.Oleh karena itu, dapat diduga bahwa kandungan hemedan intensitas warna sel eritrosit pada landak Jawa relatif sama dengan kandungan heme dan intensitas warna sel eritrosit pada kelinci.

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

 Nilai normal hematologi pada landak Jawa yang diperoleh dari hasil penelitian, yaitu:RBC (4.21±0.49 x106/mm3); Hb (14.33±2.43 gr/dl); PCV (43.08±3.82%); MCV (102.66±4.63 fl); MCH (34.25±4.78 pg) dan MCHC (33.25±3.69%); WBC (10.11±2.87 x103/mm3) terdiri dari: sel limfosit (70.9±7.79%),sel monosit (1.8±0.76%),sel neutrofil (22.5±9.09%), sel basofil (1.2±0.84%), dansel eosinofil (3.6±1.64%).  Landak Jawa memiliki rata-rata ukuran diameter sel darah, yaitu sel

eritrosit (7.98±0.055 µm) dengan area bikonkaf (4.15±1.135 µ m), sel limfosit (8.5±0.5 µm), sel monosit (10.5±0.5 µm), sel netrofil (14±0.5 µ m), sel basofil (11±3 µ m ), dan sel eosinofil (11.5±0.5 µm).

 Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa gambaran umum hematologi pada landak Jawa (Hystrix javanica) relatif mirip dengan gambaran umum hematologi pada kelinci dan beberapa rodensia lain, yaitu marmut, hamster, tikus, dan mencit.

Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Bacha WJ, Bacha LM. 1990. Color Atlas of Veterinary Histology. Balado D, editor. 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins.

Cigremis Y, et al. 2008. Comparative analysis of human and porcupine (Hystrix Cristata) haemoglobins.G.U. J of Sc Ltd 21(4): 113-115.

Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of The Indomalayan Region: A Systematic Review. United Kingdom: Oxford University Press.

Dellman HD, Brown EM. 1992. Histologi Veteriner. Ed ke-3. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Fradson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ganong WP. 1988. Review of Medical Physiology. California: Long Medical Publishing Los Atos.

Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Vol. II. New York: Van Nostrad Reinhold Company.

Guyton AC, Hall JE. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, penerjemah; Setiawan I, editor. Ed ke-9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Guyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, penerjemah;

Setiawan I, editor. Ed ke-11. Jakarta:Puspa Swara. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology.

Hartono. 1995. Histologi Veteriner. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea &Febiger. Lunde D, Aplin K 2008. Hystrix javanica. Di dalam: IUCN Red List of

Threatened Species [terhubung berkala] http://www. Iucnredist.org [5 Oktober 2010].

Macdonald DW. 2006. The Encyclopedia of Mammals. United Kingdom: Oxford University Press.

Macer VJ. 2003. Veterinary Clinical Laboratory Techniques. [terhubung berkala] http://www.Medaile. edu/vmacer/204_lec5_wbcu_study.htm [28 September 2006].

Martini F et al. 1992. Fundamental of Anatomy and Physiology. Welch K, editor. 2nd Ed. New Jersey: Prentice Hall Englewood Clin USA.

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. 3rd Ed. Florida: University of Florida.

(51)

Michael HR, Reith EJ. 1985. Histology: A Text and Atlas. New York: Harper & Row, Publishers.

Morin P, Berteaux D. 2003. Immobilization of north american porcupines (erethizon dorsatum) using ketamine and xylazine. J of wildlife 39(3): 675-682.

Muhni. 2011. Kajian Jenis Telur Cacing pada Tinja Landak Jawa (Hystrix javanica) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Rich LJ, Coles EH, Meyer DJ. 1992. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders Company. Roze U. 1989. The North American Porcupine. Washington: Smithsonian

Institution Press.

Schalm OW. 1971. Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.

Setiawan C. 2007. Khasiat Sate Landak. [terhubung berkala] http://masenchipz.com/khasiat-sate-landak [29 Juni 2007].

Sheila. 2011. Klasifikasi Duri Landak Jawa (Hystrix javanica) Berdasarkan Morfologi dan Pola Distribusi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokter

Gambar

Gambar 1  Landak Jawa(Hystrix javanica).
Tabel 1 Perbandingan nilai RBC, Hb, dan PCV dari beberapa spesies hewan
Tabel 3 Nilai normal diferensiasi sel leukosit dari beberapa spesies hewan
Gambar 4 Proses pengambilan darah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan naik atau turunnya rasio keuangan (current ratio, debt to asset ratio, total asset turnover dan net profit margin) akan mempengaruhi posisi laba hal

Asesmen AwalPasien Rawat Inapadalah tahap awal dari prosesdimana dokter,  perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama sejak pasien masuk

Berdasarkan persepsi pelanggan Kecamatan Baitussalam yang belum terlayani air bersih PDAM Tirta Mountala, strategi dominan dalam penyediaan air bersih di desa rawan

Integritas adalah perlindungan terhadap dalam sistem dari perubahan yang tidak terotorisasi, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja.Tantangan yang dihadapi setiap

Lebih lanjut, Kitab Ihya’ Ulumuddin disusun ketika umat Islam teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah al-Ghazali kembali dari rasa keragu- raguan dengan tujuan utama

Sajak diluhur ngandung unsur téma, rasa, nada, jeung amanat. Tina sajak di luhur bisa dicaritakeun hal kieu. 1) Kawijaksanaan pamaréntah dina ngawujudkeun masarakat adil ma’mur.. 2)

Pada kecepatan tertentu, momen dari sebuah motor induksi sebanding dengan kuadrat dari besar tegangan yang diberikan pada dinamo.. Ketika menyalakan motor pada