• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kemampuan vaksin IBD blend strain winterfield 2512 yang divaksinasikan pada ayam pedaging umur sehari dalam mencegah infeksi virus IBD isolat lapang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi kemampuan vaksin IBD blend strain winterfield 2512 yang divaksinasikan pada ayam pedaging umur sehari dalam mencegah infeksi virus IBD isolat lapang"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KEM

WINTERFIELD

PEDAGING UM

FAKU

IN

KEMAMPUAN VAKSIN IBD

BLEND ST

D

2512 YANG DIVAKSINASIKAN PA

MUR SEHARI DALAM MENCEGA

VIRUS IBD ISOLAT LAPANG

ZULINARTI

KULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

D STRAIN

PADA AYAM

EGAH INFEKSI

(2)

Vaccine Strain Winterfield 2512 in Preventing Infection of IBD Field Isolate. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.

The aim of this study was to investigate the efectivity broiler DOC vaccination with IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512 in preventing infection IBDV field isolate. As many as 104 DOC were used in the study. The chickens were divided into two groups, each group consist of 52 DOC. At the first day ten DOC of each group were bleed to collect serum sample. The first group was vaccinated with IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512 throught eye drop at the first day. The second group was unvaccinated server as a control. Serum were collect on day 1st, day 14th, day 28th, and day 42nd. Ten DOC from each group were challenge by IBDV field isolate at day 28th. All samples analyze by indirect ELISA test. The result showed that all the DOC were carried out maternal antibody with protective level i.e 3585 Elisa Unit (EU). The antibody titer of vaccinated group at day 14th increase significantly difference (P<0.05) i.e 4808 EU compare to unvaccinated group i.e 3024 EU, but at day 28th the antibody titer between each group were no significantly difference (P>0.05). After challenge all the vaccinated chickens appear clinical sign and damage of bursa Fabricius while unvaccinated group only showed 80% bursal damage. The result showed that vaccination IBD Blend Strain Winterfield 2512 at the first day was unable to protect the chickens from clinical sign caused by IBD virus infection.

(3)

yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.

(4)

STUDI KEMAMPUAN VAKSIN IBD

BLEND STRAIN

WINTERFIELD

2512 YANG DIVAKSINASIKAN PADA AYAM

PEDAGING UMUR SEHARI DALAM MENCEGAH INFEKSI

VIRUS IBD ISOLAT LAPANG

ZULINARTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Studi Kemampuan Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang” adalah karya saya dengan arahan dari para pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

Nama : Zulinarti

NIM : B04070144

Disetujui,

Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Dr.drh. Sri Murtini, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB

(8)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi yang berjudul ‘Studi Kemampuan Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang’ tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya bantuan berbagai pihak. Penelitian ini dapat berlangsung dengan bantuan dana penelitian dari PT. Romindo melalui penelitian mandiri Atas Nama Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS dan Dr. drh Sri Murtini, M.Si. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu mendo’akan, mencurahkan kasih sayang, dan sebagai sumber motivasi bagi penulis.

2. Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS sebagai pembimbing I atas ilmu, bimbingan, pengertian, motivasi, dan bantuan penelitian yang diberikan. 3. Dr. drh. Sri Murtini, M.Si sebagai pembimbing II atas bimbingan, ilmu,

motivasi, kesabaran dalam menghadapi penulis, pengorbanan waktunya yang luar biasa, dan bantuan penelitian yang diberikan.

4. Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MS sebagai dosen pembimbing akademik atas nasehatnya.

5. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir atas beasiswa yang diberikan. 6. Mbak Ita atas bantuan, kebaikan, dan kesabarannya.

7. Kakanda dan Adinda tersayang Dedi saputra, Zulkamal, Efri Wahyudi, dan M. Al Habib sebagai sumber motivasi bagi penulis.

8. Juni Harpendi yang telah memberikan nasehat dan semangat.

9. Teman-teman sepenelitian Yasmin (Gumboro group), Arni, Ayu, Eka kecil (AI group), Mega, Risma, Retno atas bantuannya.

10.Deni, Khosim, Ati, Wulan, dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam penyelenggaraan seminar saya.

(9)

13.Teman-teman “Perwira 41” (May, Widi, Dhyah, Luci, Nova, Awan, Hilda, Icha, Rini, Ruri, Peny, Yuli, Dora, Mbak Idah dan Pak Birin) yang telah menemani hari-hariku selama kostan.

14.Teman-teman “Wisma Azzahra” Dwi chan, Teh Sandra, Teh Ria, Teh Santi, dll yang telah menemani hari-hariku di kostan.

15.Saudara-saudaraku DKM An Nahl FKH IPB (Dilla, Tiwi, Sinta, Isma, Ita, Caca, Endah, Wafa dan lain-lainnya).

16.Gianuzzi teman-teman seperjuangan. 17.Aesculapius

18.Avenzoar 19.Geochelone

20.Teman-teman OMDA HIPEMAROHIL.

21.Seluruh civitas akademika FKH IPB yang tidak bisa disebut satu persatu

Bogor, Juli 2011

(10)

merupakan anak keempat dari lima bersaudara, putri pasangan Bapak H. Hasan Basri dan Ibu Hj. Sukmawati.

Penulis mengawali pendidikan tahun 1996 di bangku SDN 021 Banjar 12 selama enam tahun. Tahun 2001 melanjut ke SLTP Negeri 1 Tanah Putih selama tiga tahun. Tahun 2004 melanjutkan lagi ke SMA Negeri 1 Tanah Putih. Tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

(11)

DAFTAR TABEL……… i

DAFTAR LAMPIRAN……… ii

I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Tujuan Penelitian……… 2

II TINJAUAN PUSTAKA………... 3

2.1 Immuno Bursal disease (IBD)……… 3

2.1.1 Etiologi………... 3

2.1.2 Patogenesa………. 4

2.1.3 Gejala Klinis……….. 5

2.1.4 Pencegahan……… 5

2.2 Vaksin dan Vaksinasi……….. 6

III BAHAN DAN METODE………... 8

3.1 Alat dan Bahan……… 8

3.2 Waktu dan Tempat……….. 8

3.3 Metode Penelitian………... 8

3.3.1 Rancangan Penelitian………. 8

3.3.2 Pengambilan Sampel 9 3.3.3 Pembacaan Scoring Perubahan Patologi Anatomi 10 3.3.4 Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA 10 IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 13

V KESIMPULAN DAN SARAN……… 18

5.1 Kesimpulan………. 18

5.2 Saran………... 18

VI DAFTAR PUSTAKA………. 19

(12)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya perkembangan industri peternakan ayam saat ini masih terkendala oleh adanya penyakit pada ayam. Salah satu penyakit yang sering menimbulkan masalah adalah penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD). Sampai saat ini penyakit Gumboro menjadi masalah utama industri peternakan ayam pedaging. Penyakit Gumboro secara ekonomi sangat merugikan karena penyakit ini menekan sistem kekebalan sehingga berpeluang meningkatkan infeksi virus atau bakteri lainnya pada ayam (Herendra & Franco 1996). Akibat infeksi virus tersebut ayam mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan terjadinya konsumsi pakan yang tidak efisien, meningkatkan biaya pemakaian obat-obatan, desinfektan dan kematian.

Salah satu upaya pencegahan penyakit Gumboro adalah dengan cara pengebalan terhadap tubuh inang. Pengebalan tersebut dapat bersifat aktif dan pasif. Pengebalan aktif dilakukan melalui vaksinasi. Pengebalan pasif salah satunya melalui transfer antibodi dari induk ke anak ayam yang disebut dengan maternal antibody. Kekebalan asal induk (maternal antibody) berperan sebagai kekebalan pasif bagi anak ayam dalam waktu dua minggu (Grindstaff et al. 2003). Kualitas dan kuantitas kekebalan asal induk pada anak ayam tergantung pada kondisi kualitas dan kuantitas kekebalan yang dimiliki induk ayam. Induk ayam yang divaksinasi menghasilkan titer antibodi asal induk yang tinggi dan dapat melindungi anak ayam dari serangan dini virus IBD (Ahmed & Akhter 2003).

Permasalahan utama dari imunisasi aktif pada anak ayam adalah waktu vaksinasi yang tepat. Keberhasilan vaksinasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu titer antibodi asal induk, rute vaksinasi, virulensi virus dari vaksin. Selain itu, stres terhadap lingkungan dan manajemen peternakan juga mempengaruhi keefektifan vaksinasi.

(13)

tinggi. Vaksin dengan patogenisitas tinggi memiliki daya invasif yang tinggi terhadap bursa tetapi mampu menggantikan antibodi asal induk. Vaksin IBD yang diharapkan adalah yang memiliki daya invasif yang rendah terhadap bursa dan juga bisa menggantikan antibodi asal induk (Haffer 1982).

Vaksin inaktif (killed vaccine) dengan minyak adjuvant dapat mempertahankan antibodi asal induk selama 4-5 minggu. Pemberian vaksin aktif (live vaccine) bisa melindungi anak ayam selama 1-3 minggu (Lukert & Saif 2003). Salah satu jenis vaksin IBD adalah vaksin Strain Winterfield 2512. Vaksin tersebut diisolasi oleh Winterfield pada tahun 1965 dan dimodifikasi untuk produksi vaksin (Ashraf 2005). Vaksin IBD Strain Winterfield 2512 memiliki antigenik yang tinggi dan tingkat patogenitas yang sedang. Vaksin yang dibuat dari strain 2512 dapat melindungi ayam dari serangan virus IBD yang ada di lingkungan karena memiliki tingkat imunogenisitas yang tinggi (Haffer 1982).

Antibodi asal induk (maternal antibody) yang tinggi dapat melindungi anak ayam dari serangan dini virus IBD. Penggunaan vaksin aktif tidak efektif dilakukan pada anak ayam dengan titer antibodi asal induk yang tinggi, karena antibodi tersebut akan dinetralisasi oleh vaksin aktif hingga umur tujuh hari (Ahmed & Akhter 2003). Antibodi asal induk tetap ada sampai umur diatas empat minggu, tetapi kemampuan antibodi melindungi anak ayam hanya sampai minggu kedua.

Vaksinasi IBD umumnya dilakukan pada umur 10-12 hari tergantung kondisi antibodi asal induk. Kenyataan di lapangan biasanya peternak jarang memperhatikan waktu vaksinasi yang tepat. Vaksinasi yang tepat harus berdasarkan titer antibodi asal induk. Namun kekhawatiran peternak akan terjadinya serangan IBD pada usia dini menyebabkan mereka melakukan vaksinasi umur sehari sampai dengan satu minggu.

1.2 Tujuan

(14)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infectious Bursal Disease

Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama kali ditemukan pada tahun 1962 yang terjadi di Gumboro, Delaware, USA. Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga dengan penyakit Gumboro (Murphy et al. 1999).

2.1.1 Etiologi

Penyakit Gumboro disebabkan Virus Infectious Bursal Disease yang merupakan anggota genus Avibirnaviridae dari famili Birnaviridae. Birnaviridae termasuk dalam virus dengan asam inti double stranded RNA. Ada dua jenis virus yang tergolong dalam famili Birnaviridae yaitu Infectious Bursal Disease Virus pada ayam dan Infectious Pancreatic Necrosis Virus pada ikan (Murphy et al. 1999).

Virus Infectious Bursal Disease tidak memiliki amplop dengan capsid single shelled icosahedral, heksagonal, dan mempunyai diameter 55-60 nm. Genom virus tersebut terdiri atas dua segmen yaitu A dan B (double stranded RNA). Virion dari virus IBD relatif stabil pada suhu panas, resisten terhadap pH 3 sampai dengan pH 9, dan terhadap chloroform. Virus IBD bertahan pada suhu 60 °C selama 60 menit (Murphy et al. 1999). Desinfektan yang dapat menghambat virus yaitu iodine kompleks, derivat fenol, dan ammonium kuartener (Lukert & Saif 2003).

(15)

Berdasarkan susunan genetiknya menurut American serotipe, virus IBD dikelompokkan menjadi dua yaitu, kelompok virus Amerika-Eropa dan Australia. Kelompok IBD Amerika-Eropa terdiri atas sub kelompok IBD klasik dan sub kelompok IBD very virulence. Sebagian besar virus IBD yang ada di Indonesia berada dalam sub kelompok IBD very virulence. Salah satu isolat asal Indonesia yaitu Indo 13 termasuk dalam sub kelompok IBD klasik, dan sangat dekat dengan virus IBD klasik Amerika (Mahardika 2008).

2.1.2 Patogenesa penyakit

Virus IBD mempengaruhi jaringan limfoid, terutama merusak sel limfosit B di bursa Fabricius, limpa, ginjal, dan seka tonsil. Infeksi virus umumnya terjadi melalui oral tetapi infeksi melalui konjungtiva dan saluran napas juga sering terjadi . Virus muncul dalam waktu 4-5 jam dalam makrofag dan sel-sel limfatik duodenum, jejunum, dan sekum. Duodenum, jejunum, dan sekum merupakan tempat pertama terjadi replikasi virus. Melalui vena portal virus mencapai hati dalam waktu lima jam setelah infeksi terjadi. Virus IBD bersirkulasi melalui aliran darah utama menuju organ lainnya termasuk bursa Fabricius. Sel limfosit B yang belum matang merupakan target utama untuk replikasi virus. Tiga belas jam setelah terjadinya infeksi sebagian besar folikel bursa positif mengandung virus. Enam belas jam setelah infeksi terjadi viremia sekunder. Organ limfatik sekunder lainnya pada tahap ini mengalami infeksi dan terjadi replikasi virus pada organ tersebut. Gejala klinis dan kematian terjadi dalam waktu 64-72 jam setelah terjadinya infeksi (Wit & Baxendale 2003). Virus ditransfer dari usus ke jaringan lain oleh sel fagosit, sebagian besar adalah makrofag. Meskipun antigen virus dapat dideteksi di hati dan limpa beberapa jam setelah awal infeksi, tetapi tempat utama virus bereplikasi pada bursa Fabricius (Sharma et al. 2000).

(16)

dalam makrofag usus dan sel limfoid. Virus tersebut masuk ke dalam sirkulasi portal, sehingga menyebabkan viremia primer. Dalam waktu beberapa jam setelah infeksi, antigen virus dapat dideteksi dalam sel limfoid bursa, tetapi tidak pada sel limfoid dari jaringan lainnya. Jumlah virus yang dilepaskan dari bursa ini dapat menyebabkan sebuah viremia sekunder, sehingga dilokalisasi di jaringan lain (Herendra & Franco 1996).

2.1.3 Gejala Klinis

Kejadian infeksi virus Infectious Bursal Disease yang pertama kali pada sebuah peternakan, menyebabkan morbiditas mencapai 100% dengan mortalitas diatas 90%. Penyakit ini menyerang ayam umur 3-6 minggu. Target organ virus ini yaitu bursa Fabricius yang sedang mengalami perkembangan maksimal. Anak ayam umur 1-14 hari kurang sensitif, karena anak ayam tersebut masih dilindung oleh antibodi asal induk (Murphy et al. 1999).

Infeksi pada anak ayam umur 1-20 hari menyebabkan infeksi yang bersifat subklinis (tidak menunjukkan gejala klinis). Tahap ini dapat menimbulkan infeksi sekunder yang bervariasi. Efek lebih lanjut dari infeksi tersebut adalah timbulnya penyakit klinis pada umur 3-10 minggu atau lebih (Zeleke et al. 2005). Infeksi yang terjadi pada ayam umur lebih dari tiga minggu menyebabkan infeksi yang bersifat klinis berupa distres, depresi, muka sayu, anoreksia, diare, gemetar (tremor), dan dehidrasi. Gejala klinis berlangsung 3-4 hari, setelah itu jika ayam bertahan akan terjadi proses perbaikan. Kematian dapat mencapai 20-30% dari populasi (Murphy et al. 1999).

2.1 4 Pencegahan

(17)

breeder flock, hal ini bertujuan agar diperoleh anak ayam dengan kualitas antibodi asal induk yang tinggi (Lukert & Saif 2003).

2.2 Vaksin dan Vaksinasi

Vaksin merupakan bibit penyakit atau mikroorganisme yang telah dilemahkan. Dikenal beberapa jenis vaksin yaitu live atau attenuated vaccine, inaktif atau killed vaccine, subunit vaccine, conjugated vaccine, dan DNA vaccine, dan recombinant vector vaccine. Pemberian vaksin bisa dilakukan secara subkutan, intramuskular, tetes hidung dan tetes mata. Vaksinasi adalah pemberian vaksin (bibit penyakit) ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut (Kindt et al. 2007).

Live vaccine atau attenuated vaccine merupakan vaksin yang mengandung mikroorganisme yang diatenuasi sehingga mikroorganisme tersebut kehilangan kemampuan dalam menimbulkan penyakit, tetapi menyimpan kemampuannya tumbuh sementara pada inang. Vaksin inaktif atau killed vaccine berisi mikroorganisme patogen yang telah diinaktivasi dengan cara pemanasan atau kimiawi yang berarti bahwa patogen meningkatkan respon imun tetapi tidak bisa bereplikasi pada inang. Subunit vaccine berasal dari tiga bentuk vaksin umum yang komponen atau subunitnya dari target patogen menggunakan exotoxin atau toxoid, capsular polysaccaharides, recombinant protein antigen. Conjugated vaccine adalah salah satu vaksin polisakarida yang mempunyai kemampuan mengaktifkan sel T. Deoksiribonucleat Nucleat Acid (DNA) vaccine adalah sebuah strategi vaksinasi di bawah pemeriksaan angka penyakit menggunakan kode DNA plasmid protein antigen yang diinjeksi secara langsung ke dalam otot resipien (Kindt et al. 2007). Vaksinasi DNA adalah sebuah alternatif yang digunakan untuk mencegah dan mengontrol penyakit.

(18)

Kelebihan vaksin mati (killed vaccine) adalah tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi dan mudah dalam penyimpanan. Kekurangan vaksin killed adalah dalam pembuatan vaksin tersebut sangat perlu diperhatikan agar virulensi aktif tidak tersisa di dalam vaksin, kekebalan berlangsung singkat sehingga harus dilakukan pengulangan vaksinasi yang bisa menimbulkan reaksi-reaksi hipersensitifitas (Anonim 2007).

Vaksin IBD live diproduksi sepenuhnya atau sebagian dari strain virus yang dilemahkan yang dikenal sebagai mild, intermediet, intermediet plus (hot). Vaksin IBD mild biasa menyebabkan lesio yang ringan pada bursa Fabricius, sedangkan vaksin intermediet atau intermediet plus (hot) menyebabkan deplesinya sebagai besar folikel limfoid bursa Fabricius (OIE 2008). Biasanya tidak ada tipe vaksin yang menimbulkan imunosupresi jika digunakan pada ayam umur di atas 14 hari. Vaksin mild diberikan pada umur satu hari jika Maternally Derived Antibodi (MDA) tidak ada, Jika MDA ada pada umur satu hari vaksinasi harus dilakukan setelah antibodi asal induk berkurang.

(19)

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC) dilakukan di kandang unggas FKH IPB sampai ayam berumur 42 hari. Pengujian titer antibodi IBD dilakukan di laboratorium Terpadu dan laboratorium Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, lampu, sprayer, penyekat, buku catatan, syringe 3 ml, syringe 1 ml, alat tulis (label dan pulpen), pisau, tempat makan, tempat minum, plastik, selotip, cooling box, timbangan, tabung reaksi, sentrifuse, microplate dengan dasar bentuk V, microtip, micropipette, chamber, inkubator, tabung eppendorf, freezer dan ELISA reader. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) ayam pedaging, larutan desinfektan, formalin, alkohol, kapas, sekam, air gula, vitamin Chickofit, vaksin IBD Blend strain Winterfield 2512, virus IBD isolat lapang (dalam hal ini tidak diketahui strainnya), vaksin ND live (tetes), vaksin ND killed (injeksi), pakan berupa konsentrat, air minum, koksidiostat, kandang dan kelengkapannya, sampel (serum), dan IBD ELISA kit (Biocheck).

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Penelitian

(20)

Vaksinasi IBD dan ND dilakukan sejak ayam umur sehari. Dua kelompok ayam tersebut diberi air gula dan vitamin Chickofit dengan konsentrasi 1 ml dalam 2 liter air minum selama 3-4 hari. Kedua kelompok tersebut diberikan vaksin ND live (tetes) dan ND killed (injeksi) dengan dosis 0.1-0.2 ml tiap tetes. Selanjutnya ayam kelompok pertama (K1) diberikan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 dengan dosis penuh (0.1 ml). Vaksinasi dilakukan melalui tetes mata (eye drop).

Setiap pagi dilakukan pengamatan gejala klinis disertai dengan penimbangan sisa pakan, pemberian pakan baru dan air minum. Air minum dicampur dengan koksidiostat setiap dua hari sekali. Saat ayam berumur 14, 28, dan 42 hari, ayam tersebut dipotong sebanyak sepuluh ekor untuk diamati gambaran patologi anatominya. Organ yang diamati yaitu bursa Fabricius, limpa, otot paha, dan otot dada.

Uji tantang dilakukan pada hari ke-28. Sepuluh ekor ayam dari masing-masing kelompok ditantang. Ayam tersebut ditantang dengan virus IBD aktif isolat lapang sebanyak 0.1 ml/ekor (105TCID50) melalui oral dan intra kloaka.

3.3.2 Pengambilan Sampel

Sampel darah diambil secara acak dari masing-masing kelompok sebanyak sepuluh sampel pada hari ke-1, 14, 28, dan 42. Pengambilan darah sebanyak 0.5 ml pada hari ke-14 dengan menggunakan syiringe 1 ml, sedangkan pengambilan darah hari ke-28 dan 42 sebanyak minimal 0.5 ml menggunakan syringe 3 ml. Pengambilan darah pada hari ke-42 dilakukan baik terhadap kelompok yang ditantang maupun yang tidak ditantang. Tiap sampel diberi nomor kelompok dan nomor urut pengambilan. Sampel disimpan di refrigerator. Setelah didiamkan selama 24 jam, serum yang diperoleh dipisahkan dengan darah dan disimpan pada suhu -20°C (di dalam freezer) hingga pemeriksaan titer dilakukan.

Tabel 1 Rancangan Penelitian

Hari ke-

Jumlah Ayam

Perlakuan

K1 K2

1 52 1. Vaksinasi IBD dosis penuh (0.1 ml) dan ND tetes + ND suntik

1. Vaksin ND tetes tetes + ND suntik

(21)

2. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

3. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

(10 ekor)

3. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

14 42 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

28 32 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

3. Challenge (10 ekor)

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

3. Challenge (10 ekor)

42T- 10 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

42T+ 10 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha

3.3.3 Pembacaan Scoring Perubahan Patologi Anatomi

Persentase (%) menunjukkan bahwa banyaknya jumlah ayam yang mengalami perubahan patologi anatomi dari sepuluh ekor ayam yang dinekropsi.

3.3.4 Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA

(22)

negatif, washing solution, diluent sample, conjugate, substrat ABTS, stop solution, dan record sheet.

Sampel diencerkan 100 kali dengan perbandingan 3 µl serum dan 300 µl buffer pengencer. Sampel dimasukkan ke dalam semua pada microplate kecuali pada sumur A1, A2, A3, H10, H11, dan H12. Sumur A1, H10, dan H12 diisi dengan kontrol negatif sebanyak 100 µl. Sumur A2, A3, dan H11 diisi dengan kontrol positif sebanyak 100 µl. Plate yang telah berisi sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C . Sementara itu, dilakukan pengenceran washing solution dengan perbandingan 1:20, yaitu 20 ml dari washing solution dilarutkan dalam 380 ml aquades. Washing solution dimasukkan ke dalam plate dan didiamkan selama tiga menit, kemudian dibuang. Pencucian ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian plate dikeringkan. Kemudian conjugate ditambahkan sebanyak 100 µl pada ELISA test plate dan dicampur dengan cara menggoyang plate secara pelan-pelan. Plate diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C. Setelah itu dilakukan pencucian kembali seperti langkah sebelumnya. Selanjutnya pada masing-masing sumur ditambahkan 100 µl substrat ABTS dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 27 °C. Stop solution ditambahkan sebanyak 100 µl pada masing-masing sumur (well ELISA test plate). Tahap terakhir pembacaan hasil dilakukan pada microplate reader dengan panjang gelombang 405 nm.

Hasil pembahasan ELISA reader berupa angka-angka yang disebut dengan Optical Density (OD). Titer antibodi dihitung berdasarkan nilai S/P (Sample value related to positif value). Rumus S/P yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

S/P = Sampel OD – Rataan OD kontrol negatif

Rataan OD kontrol positif – Rataan OD kontrol negative

Berdasarkan nilai S/P dihitung titer antibodinya dengan rumus sebagai berikut. Log10 titer = 1.35 x Log10 S/P + 3.425

(23)

Status antibodi IBD ditentukan dengan mengacu pada ketentuan brosur yang disertakan dalam ELISA kit (Tabel 2).

Tabel 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA

Titer Antibodi Status Antibodi IBD

<3000 ELISA Unit Kurang protektif

3000-6000 ELISA unit Protektif

(24)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Status kekebalan terhadap IBD sebelum divaksinasi dari anak ayam yang digunakan pada penelitian ini cukup baik, yaitu mencapai titer 3585 Elisa Unit. Berdasarkan manual kit yang digunakan (Biocheck) serum yang diperiksa memiliki titer antibodi yang protektif bila mencapai titer ≥ 3000 Elisa Unit. Titer antibodi yang diukur pada anak ayam sebelum divaksinasi ini merupakan titer antibodi asal induk yang dipindahkan dari induk ke anak melalui kuning telur.

Antibodi asal induk melindungi DOC dari penyakit yang akan menyerang DOC pada minggu-minggu pertama. Antibodi maternal terdiri dari IgY, IgM, dan IgA, tetapi immunoglobulin yang utama adalah IgY dan IgA. Imunoglobulin Y sangat efektif, dideposit di kantong kuning telur dan diabsorbsi ke dalam sistem sirkulasi anak ayam (DOC). Imunoglobulin A dideposit di dalam albumin. Imunoglobulin A ditelan oleh anak ayam selama pembentukan (Fast 2008).

Day Old Chick (DOC) dengan pertahanan antibodi asal induk yang bagus dilihat dari keseragaman titer yang tinggi. Penyeragaman titer antibodi asal induk dapat dilakukan dengan menyeragamkan titer induk yaitu melalui vaksinasi menggunakan vaksin hidup (live vaksin). Vaksin hidup memberikan perlindungan yang tinggi bagi DOC karena DOC dapat terpapar pada semua tahapan perkembangan hidupnya (Fast 2008).

(25)

ayam (DOC) dibuktikan masih ada sampai umur di atas empat minggu tetapi antibodi tersebut mulai hilang pada minggu kedua setelah menetas.

Pengambilan sampel serum darah pada hari ke-14 dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi karena pada saat itu sedang terjadi puncak respon imunitas. Respon Imunitas semakin lama semakin menurun, sehingga akhirnya berada di bawah garis ambang yaitu 4-5 bulan setelah vaksinasi (Prabowo 2003).

Sebanyak 20% populasi ayam divaksinasi dengan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 mengalami perubahan patologi anatomi (PA) berupa ascites, petechiae otot dada dan paha kanan pada umur 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi IBD Strain Winterfield 2512 sampai hari ke-14 belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada bursa Fabricius. Gambaran patologi anatomi yang sama juga terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi (K2). Namun pada kelompok yang tidak divaksinasi tersebut jumlah ayam yang mengalami perubahan PA lebih tinggi yaitu sebesar 30%.

Tabel 3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok

Hari ke-

Kelompok Perlakuan Keterangan

K1 K2

1 3585±2362a 3585±2362a -

14 4808±2050,49a 3024±1400,01b -

28 3899±1942,24a 2037±5597,44a -

42T- 4622±3383,99a 1998±3015a Tidak Challenge

42T+ 4730±4317a 8578±7915,12a Dichallenge

Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>

0.05).

(26)

Perubahan patologi anatomi kelompok yang divaksinasi (K1) pada umur ke-28 berupa adanya petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, bursa Fabricius membengkak, dan terdapat eksudat pada plicae. Sebanyak 40% populasi ayam mengalami kerusakan bursa Fabricius. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan vaksin aktif (vaksin intermediet). Menurut Lukert dan Saif (2003) vaksin intermediet dapat menginduksi terjadinya atrofi pada bursa Fabricius, imunosupresif pada ayam umur sehari dan umur tiga minggu pada ayam SPF. Kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami kerusakan bursa Fabricius karena tidak ada infeksi pada kelompok tersebut.

Kelompok ayam yang divaksinasi tetapi tidak ditantang (K1) pada hari ke-42 memiliki titer antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Titer antibodi kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05) jika diuji secara statistik. Namun berdasarkan rataan titer, kelompok yang divaksinasi bersifat protektif sedangkan kelompok yang tidak divaksinasi titer antibodinya sudah ttidak protektif lagi. Peningkatan titer antibodi kelompok ayam yang divaksinasi (K1) dapat terjadi karena imunitas aktif dari ayam sudah terbentuk. Imunitas aktif mulai disintesis pada minggu keenam sampai berumur enam bulan (Grindstaff et al. 2003). Salah satu kegunaan vaksin aktif adalah membentuk imunitas aktif (OIE 2008). Antibodi asal induk pada kelompok yang tidak divaksinasi sudah sangat rendah karena dimetabolisme oleh tubuh. Vaksinasi menyebabkan mengalami perubahan PA berupa petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa bengkak, bursa Fabricius mengecil pada hari ke-42 sedangkan pada kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami perubahan pada bursa Fabricius.

(27)

terbentuknya reaksi pertahanan. Berdasarkan manual ELISA kit yang digunakan titer antibodi dengan nilai lebih dari 7000 Elisa Unit menunjukkan bahwa ayam tersebut mengalami infeksi virus IBD. Selain itu, peningkatan titer antibodi yang dapat terjadi karena pengaruh uji tantang yang kedua kalinya pada hari ke-34. Pemaparan berulang terhadap suatu antigen dapat mempercepat pembentukan antibodi, karena tubuh telah mengenal antigen tersebut dan sel memori terhadap antigen tersebut sudah banyak yang terbentuk (Ernawati 2006).

Gambaran patologi anatomi pada hari ke-42 (dua minggu setelah ditantang virus IBD) menunjukkan bahwa semua ayam yang divaksinasi dan ditantang (K1) terjadi perubahan seperti petechiae otot paha kanan dan kiri serta otot dada, limpa membengkak, bursa Fabricius mengalami perkejuan, hemorrhagi, dan terdapat eksudat. Gambaran patologi anatomi pada kelompok yang tidak divaksinasi (K2) juga menunjukkan perubahan seperti petechiae pada otot dada, otot paha kanan dan kiri, limpa membengkak dan terdapat nodul putih, serta pada bursa Fabricius terdapat eksudat sereus, perkejuan, dan plicae lisis (deplesi). Perubahan PA tersebut terjadi terhadap 80% dari populasi ayam.

Hal ini menunjukkan bahwa antibodi yang diperoleh dari hasil vaksinasi tidak mampu melindungi ayam terhadap infeksi virus IBD. Ketidakmampuan vaksin dalam mencegah serangan virus IBD dapat terjadi karena virus IBD yang digunakan dalam uji tantang merupakan subtipe yang berbeda atau varian dari virus yang digunakan sebagai vaksin. Menurut Soejoedono (1998) kegagalan vaksinasi diduga disebabkan oleh adanya perbedaan struktur antigen antara galur virus IBD dalam serotipe yang sama. Virus varian mampu meniadakan kekebalan ayam yang divaksinasi. Selain itu kegagalan vaksinasi pada penelitian ini juga dapat dipengaruhi oleh pemberian vaksin pada umur sehari yang mengakibatkan kerusakan bursa Fabricius dan organ lainnya.

(28)

tetapi titer antibodi beberapa ekor ayam masih bersifat protektif terhadap Gumboro.

Tabel 4 Gambaran patologi anatomi pada berbagai tingkat umur

Hari ke Kelompok Keterangan % PA

K1

K1 K2 K2

0 Normal Normal - - -

14 Ascites,

petechiae otot dada dan paha kanan

Kapsula terdapat nodul putih, ptechiae otot dada dan paha atas

- 20% 30%

28 Petechiae otot paha kiri, kanan, dan dada BF (bengkak, ada eksudat pada plica)

Normal - 40%

42 T- Petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa

bengkak, BF mengecil

Normal Otot dada matang

40%

42T+ Petechiae

otot paha kiri,kanan, dan otot dada,

limpa bengkak, BF (mengecil, perkejuan, hemorrhagi, dan eksudat) Petechiae otot dada, otot paha kanan dan kiri, limpa bengkak dan ada nodul putih, BF (mengecil, eksudat sereus, plicae hilang, perkejuan)

Otot dada matang

(29)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Vaksinasi IBD Blend Strain Winterfield 2512 yang dilakukan pada ayam pedaging umur sehari tidak mampu mencegah timbulnya gejala klinis dan patologi anatomi akibat infeksi virus IBD isolat lapang.

5.2 Saran

(30)

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Z, Akhter S. 2003. Role of Maternal Antibodies in Protection Againts Infectious Bursal Disease in Commercial Broiler. Int J Poult Sci 2:251-255.

[Anonim]. 2007. Vaksin dan Vaksinasi. [Terhubung berkala]. Http:// directory.umm.ac.id. [29 Januari 2011].

Ashraf S. 2005. Studies on Infectious Bursal Disease Virus [Dissertation]. USA: The Ohio State University.

Ernawati R. 2006. Uji Imunogenitas Protein Recombinan VP2 Virus Infeksius

Bursa pada Ayam. Med Kedokt Hew 22:89-95.

Fast J. 2008. Maternal Antibody Transfer. Canadian Poultry Consultants Ltd.

[Terhubung berkala].

http://www.canadianpoultry.ca/maternal_antibodies.htm [07 Mei 2011].

Grindstaff JL, Brodie ED, Ketterson ED. 2003. Immune Function Across Generation: Intergrating Mechanism and Evolutionary Process in Maternal Antibody Transmission. Proc R Soc Lond 270:2309-2319.

Haffer K. 1982. Field Test Studies of the 2512 Strain of Infectious Bursal Disease. Avi Dis 26:847-851.

Herenda DC, Franco DA. 1996. Poultry Disease and Meat Higiene A Color Atlas. USA: Iowa State University Pr. Hlm 34-35.

Jordan F, Pattison M, Alexander D, Farogher T. 1999. Poultry Disease. United Kingdom: WB Saunder Elsivier. Hlm 319-323.

Jordan FTW. 1990. Poultry Disease. Ed ke-3. London: Bailliere Tindall. Hlm 177-181.

Kindt TJ, Goldsby RA, Osborne BA. 2007. Kuby Immunology. Ed ke-6. USA: W.H. Freeman and Company. Hlm 475-490.

Lukert PD, Saif YM. 2003. Infectious Bursal Disease. Di Dalam Saif YM, editor. Disease of Poultry. Ed. Ke-11. USA: Iowa Univ Pr. Hlm 161-179.

Mahardika IGNK. 2008. Analisis Filogenik Sekuen Nukleotida bagian Hipervariabel Protein VP2 Virus Gumboro Isolat Indonesia. J Vet 9:60-64.

Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinch MC, Studdert MI. 1999. Veterinary Virology. Ed ke-3. USA: Academic Pr Elsivier. Hlm 405-409.

[OIE] Office International Epizooties. 2008. Infectious Bursal Disease.

(31)

http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahm/2.03.12_IB D.pdf. [29 Juni 2011].

Prabowo D. 2003. Maternal Antibodi Anak Ayam Pelung yang Induknya Divaksinasi dengan Vaksin ND Kombinasi. Anim Product 5:11-18.

Rodriguez JC et al. 2005. Infectious Bursal Disease Virus (IBDV) Induces Apoptosis in Chickens B cells. Comp Immun Microbiol Infect Dis 28:321-377.

Syahroni B, Handharyani E, Soejoedono RD, Jusa ER. 2005. Kajian Morfologi dan Imunologi pada Ayam Spesific Pathogen Free (SPF) Setelah Divaksinasi dengan Vaksin Gumboro Aktif Strain Intermediate. Bul Penguj Mutu Obat Hew no.11.

Soejoedono RD. 1998. Uji Tantang dengan Virus IBD Isolat Lapang pada Ayam yang Mendapatkan Vaksin IBD Aktif dan Inaktif Komersil. Med Vet 5:19-23.

Sharma JM, Kim IJ, Rautenschlein S, Yeh HY. 2000. Infectious Bursal Disease Virus of Chickens: Pathogenesis and Immunosupression. Development Comp Immun 24:223-235.

Wit JJ De, Baxandel W. 2003. Gumboro Disease. [Terhubung berkala]. http://www.gumboro.com/disease/pathogenesis.asp. [28 Juni 2011].

(32)

BAB VII. LAMPIRAN

1. Hasil T Test Berdasarkan Hari

Hari ke-14

Group Statistics

vaksin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean nilai_tengah vaksin 10 4800,0000 1921,37104 607,59087 Tidak

divak-sin

10 3050,0000 1337,49351 422,95258

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower nilai_ten gah Equal varianc es assum ed

,639 ,434 2,364 18 ,030 1750,00 000 740,3 0774 194,6 7114 3305, 32886 Equal varianc es not assum ed

2,364 16,06

4 ,031

1750,00 000 740,3 0774 181,1 2333 3318, 87667 Hari ke-28 Group Statistics

vaksin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean nilai_tengah vaksin 10 3800,0000 1702,93864 538,51648

Tidak divak-sin

(33)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower nilai_ten gah Equal varianc es assume d

1,219 ,284 1,014 18 ,324 1600,00 000 1578, 32541 -1715, 93865 4915, 93865 Equal varianc es not assume d

1,014 11,33

1 ,332

1600,00 000 1578, 32541 -1861, 52748 5061, 52748 Hari ke-42 Group Statistics

vaksin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean nilai_tengah vaksin

8 4250,0000 3093,77255 1093,81377

Tidak divak-sin

10 2000,0000 2616,71974 827,47944

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Uppe

r Lower nil ai_ ten ga h Equal variances

assumed ,437 ,518 1,673 16 ,114 2250,00 000 1344,9 1229 -601,0 8669 5101, 08669 Equal variances not assumed

1,640 13,79

2 ,124

(34)

Hari ke-42 (tantang)

Group Statistics

vaksin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean nilai_tengah vaksin 10 4600,0000 3754,99667 1187,4342

1 Tidak

divak-sin

10 7700,0000 6860,51504 2169,4853 5

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the Difference Low er Upp

er Lower Upper Lower Upper Lower Upper Low er nilai_ teng ah Equal variances

assumed 2,41

8 ,137 -1,253 18 ,226

-3100,00 000 2473, 18957 -8295, 97848 209 5,97 848 Equal variances not

assumed -1,253 13,94

8 ,231

-3100,00 000 2473, 18957 -8406, 31036 220 6,31 036

2. Hasil T Test Berdasarkan Rataan Tiap Kelompok.

Group Statistics

vaksin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean nilai_tenga

h

vaksin

5 4350,0000 547,72256 244,94897

Tidak divak-sin

(35)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the Difference Lo wer Upp

er Lower Upper Lower Upper Lower Upper Low

er nilai_tengah Equal

variances assumed

3,2

11 ,111 ,314 8 ,762

400,000 00 1274, 75488 -2539, 59002 333 9,59 002 Equal variances not assumed

(36)

DAFTAR TABEL

1 Rancangan penelitian………. 09 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode

ELISA………. 12

3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok……... 14

(37)

DAFTAR LAMPIRAN

(38)

Vaccine Strain Winterfield 2512 in Preventing Infection of IBD Field Isolate. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.

The aim of this study was to investigate the efectivity broiler DOC vaccination with IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512 in preventing infection IBDV field isolate. As many as 104 DOC were used in the study. The chickens were divided into two groups, each group consist of 52 DOC. At the first day ten DOC of each group were bleed to collect serum sample. The first group was vaccinated with IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512 throught eye drop at the first day. The second group was unvaccinated server as a control. Serum were collect on day 1st, day 14th, day 28th, and day 42nd. Ten DOC from each group were challenge by IBDV field isolate at day 28th. All samples analyze by indirect ELISA test. The result showed that all the DOC were carried out maternal antibody with protective level i.e 3585 Elisa Unit (EU). The antibody titer of vaccinated group at day 14th increase significantly difference (P<0.05) i.e 4808 EU compare to unvaccinated group i.e 3024 EU, but at day 28th the antibody titer between each group were no significantly difference (P>0.05). After challenge all the vaccinated chickens appear clinical sign and damage of bursa Fabricius while unvaccinated group only showed 80% bursal damage. The result showed that vaccination IBD Blend Strain Winterfield 2512 at the first day was unable to protect the chickens from clinical sign caused by IBD virus infection.

(39)

yang Divaksinasikan pada Ayam Pedaging Umur Sehari dalam Mencegah Infeksi Virus IBD Isolat Lapang. Dibawah bimbingan RETNO D. SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.

(40)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya perkembangan industri peternakan ayam saat ini masih terkendala oleh adanya penyakit pada ayam. Salah satu penyakit yang sering menimbulkan masalah adalah penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD). Sampai saat ini penyakit Gumboro menjadi masalah utama industri peternakan ayam pedaging. Penyakit Gumboro secara ekonomi sangat merugikan karena penyakit ini menekan sistem kekebalan sehingga berpeluang meningkatkan infeksi virus atau bakteri lainnya pada ayam (Herendra & Franco 1996). Akibat infeksi virus tersebut ayam mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan terjadinya konsumsi pakan yang tidak efisien, meningkatkan biaya pemakaian obat-obatan, desinfektan dan kematian.

Salah satu upaya pencegahan penyakit Gumboro adalah dengan cara pengebalan terhadap tubuh inang. Pengebalan tersebut dapat bersifat aktif dan pasif. Pengebalan aktif dilakukan melalui vaksinasi. Pengebalan pasif salah satunya melalui transfer antibodi dari induk ke anak ayam yang disebut dengan maternal antibody. Kekebalan asal induk (maternal antibody) berperan sebagai kekebalan pasif bagi anak ayam dalam waktu dua minggu (Grindstaff et al. 2003). Kualitas dan kuantitas kekebalan asal induk pada anak ayam tergantung pada kondisi kualitas dan kuantitas kekebalan yang dimiliki induk ayam. Induk ayam yang divaksinasi menghasilkan titer antibodi asal induk yang tinggi dan dapat melindungi anak ayam dari serangan dini virus IBD (Ahmed & Akhter 2003).

Permasalahan utama dari imunisasi aktif pada anak ayam adalah waktu vaksinasi yang tepat. Keberhasilan vaksinasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu titer antibodi asal induk, rute vaksinasi, virulensi virus dari vaksin. Selain itu, stres terhadap lingkungan dan manajemen peternakan juga mempengaruhi keefektifan vaksinasi.

(41)

tinggi. Vaksin dengan patogenisitas tinggi memiliki daya invasif yang tinggi terhadap bursa tetapi mampu menggantikan antibodi asal induk. Vaksin IBD yang diharapkan adalah yang memiliki daya invasif yang rendah terhadap bursa dan juga bisa menggantikan antibodi asal induk (Haffer 1982).

Vaksin inaktif (killed vaccine) dengan minyak adjuvant dapat mempertahankan antibodi asal induk selama 4-5 minggu. Pemberian vaksin aktif (live vaccine) bisa melindungi anak ayam selama 1-3 minggu (Lukert & Saif 2003). Salah satu jenis vaksin IBD adalah vaksin Strain Winterfield 2512. Vaksin tersebut diisolasi oleh Winterfield pada tahun 1965 dan dimodifikasi untuk produksi vaksin (Ashraf 2005). Vaksin IBD Strain Winterfield 2512 memiliki antigenik yang tinggi dan tingkat patogenitas yang sedang. Vaksin yang dibuat dari strain 2512 dapat melindungi ayam dari serangan virus IBD yang ada di lingkungan karena memiliki tingkat imunogenisitas yang tinggi (Haffer 1982).

Antibodi asal induk (maternal antibody) yang tinggi dapat melindungi anak ayam dari serangan dini virus IBD. Penggunaan vaksin aktif tidak efektif dilakukan pada anak ayam dengan titer antibodi asal induk yang tinggi, karena antibodi tersebut akan dinetralisasi oleh vaksin aktif hingga umur tujuh hari (Ahmed & Akhter 2003). Antibodi asal induk tetap ada sampai umur diatas empat minggu, tetapi kemampuan antibodi melindungi anak ayam hanya sampai minggu kedua.

Vaksinasi IBD umumnya dilakukan pada umur 10-12 hari tergantung kondisi antibodi asal induk. Kenyataan di lapangan biasanya peternak jarang memperhatikan waktu vaksinasi yang tepat. Vaksinasi yang tepat harus berdasarkan titer antibodi asal induk. Namun kekhawatiran peternak akan terjadinya serangan IBD pada usia dini menyebabkan mereka melakukan vaksinasi umur sehari sampai dengan satu minggu.

1.2 Tujuan

(42)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infectious Bursal Disease

Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama kali ditemukan pada tahun 1962 yang terjadi di Gumboro, Delaware, USA. Oleh karena itu, penyakit ini disebut juga dengan penyakit Gumboro (Murphy et al. 1999).

2.1.1 Etiologi

Penyakit Gumboro disebabkan Virus Infectious Bursal Disease yang merupakan anggota genus Avibirnaviridae dari famili Birnaviridae. Birnaviridae termasuk dalam virus dengan asam inti double stranded RNA. Ada dua jenis virus yang tergolong dalam famili Birnaviridae yaitu Infectious Bursal Disease Virus pada ayam dan Infectious Pancreatic Necrosis Virus pada ikan (Murphy et al. 1999).

Virus Infectious Bursal Disease tidak memiliki amplop dengan capsid single shelled icosahedral, heksagonal, dan mempunyai diameter 55-60 nm. Genom virus tersebut terdiri atas dua segmen yaitu A dan B (double stranded RNA). Virion dari virus IBD relatif stabil pada suhu panas, resisten terhadap pH 3 sampai dengan pH 9, dan terhadap chloroform. Virus IBD bertahan pada suhu 60 °C selama 60 menit (Murphy et al. 1999). Desinfektan yang dapat menghambat virus yaitu iodine kompleks, derivat fenol, dan ammonium kuartener (Lukert & Saif 2003).

(43)

Berdasarkan susunan genetiknya menurut American serotipe, virus IBD dikelompokkan menjadi dua yaitu, kelompok virus Amerika-Eropa dan Australia. Kelompok IBD Amerika-Eropa terdiri atas sub kelompok IBD klasik dan sub kelompok IBD very virulence. Sebagian besar virus IBD yang ada di Indonesia berada dalam sub kelompok IBD very virulence. Salah satu isolat asal Indonesia yaitu Indo 13 termasuk dalam sub kelompok IBD klasik, dan sangat dekat dengan virus IBD klasik Amerika (Mahardika 2008).

2.1.2 Patogenesa penyakit

Virus IBD mempengaruhi jaringan limfoid, terutama merusak sel limfosit B di bursa Fabricius, limpa, ginjal, dan seka tonsil. Infeksi virus umumnya terjadi melalui oral tetapi infeksi melalui konjungtiva dan saluran napas juga sering terjadi . Virus muncul dalam waktu 4-5 jam dalam makrofag dan sel-sel limfatik duodenum, jejunum, dan sekum. Duodenum, jejunum, dan sekum merupakan tempat pertama terjadi replikasi virus. Melalui vena portal virus mencapai hati dalam waktu lima jam setelah infeksi terjadi. Virus IBD bersirkulasi melalui aliran darah utama menuju organ lainnya termasuk bursa Fabricius. Sel limfosit B yang belum matang merupakan target utama untuk replikasi virus. Tiga belas jam setelah terjadinya infeksi sebagian besar folikel bursa positif mengandung virus. Enam belas jam setelah infeksi terjadi viremia sekunder. Organ limfatik sekunder lainnya pada tahap ini mengalami infeksi dan terjadi replikasi virus pada organ tersebut. Gejala klinis dan kematian terjadi dalam waktu 64-72 jam setelah terjadinya infeksi (Wit & Baxendale 2003). Virus ditransfer dari usus ke jaringan lain oleh sel fagosit, sebagian besar adalah makrofag. Meskipun antigen virus dapat dideteksi di hati dan limpa beberapa jam setelah awal infeksi, tetapi tempat utama virus bereplikasi pada bursa Fabricius (Sharma et al. 2000).

(44)

dalam makrofag usus dan sel limfoid. Virus tersebut masuk ke dalam sirkulasi portal, sehingga menyebabkan viremia primer. Dalam waktu beberapa jam setelah infeksi, antigen virus dapat dideteksi dalam sel limfoid bursa, tetapi tidak pada sel limfoid dari jaringan lainnya. Jumlah virus yang dilepaskan dari bursa ini dapat menyebabkan sebuah viremia sekunder, sehingga dilokalisasi di jaringan lain (Herendra & Franco 1996).

2.1.3 Gejala Klinis

Kejadian infeksi virus Infectious Bursal Disease yang pertama kali pada sebuah peternakan, menyebabkan morbiditas mencapai 100% dengan mortalitas diatas 90%. Penyakit ini menyerang ayam umur 3-6 minggu. Target organ virus ini yaitu bursa Fabricius yang sedang mengalami perkembangan maksimal. Anak ayam umur 1-14 hari kurang sensitif, karena anak ayam tersebut masih dilindung oleh antibodi asal induk (Murphy et al. 1999).

Infeksi pada anak ayam umur 1-20 hari menyebabkan infeksi yang bersifat subklinis (tidak menunjukkan gejala klinis). Tahap ini dapat menimbulkan infeksi sekunder yang bervariasi. Efek lebih lanjut dari infeksi tersebut adalah timbulnya penyakit klinis pada umur 3-10 minggu atau lebih (Zeleke et al. 2005). Infeksi yang terjadi pada ayam umur lebih dari tiga minggu menyebabkan infeksi yang bersifat klinis berupa distres, depresi, muka sayu, anoreksia, diare, gemetar (tremor), dan dehidrasi. Gejala klinis berlangsung 3-4 hari, setelah itu jika ayam bertahan akan terjadi proses perbaikan. Kematian dapat mencapai 20-30% dari populasi (Murphy et al. 1999).

2.1 4 Pencegahan

(45)

breeder flock, hal ini bertujuan agar diperoleh anak ayam dengan kualitas antibodi asal induk yang tinggi (Lukert & Saif 2003).

2.2 Vaksin dan Vaksinasi

Vaksin merupakan bibit penyakit atau mikroorganisme yang telah dilemahkan. Dikenal beberapa jenis vaksin yaitu live atau attenuated vaccine, inaktif atau killed vaccine, subunit vaccine, conjugated vaccine, dan DNA vaccine, dan recombinant vector vaccine. Pemberian vaksin bisa dilakukan secara subkutan, intramuskular, tetes hidung dan tetes mata. Vaksinasi adalah pemberian vaksin (bibit penyakit) ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut (Kindt et al. 2007).

Live vaccine atau attenuated vaccine merupakan vaksin yang mengandung mikroorganisme yang diatenuasi sehingga mikroorganisme tersebut kehilangan kemampuan dalam menimbulkan penyakit, tetapi menyimpan kemampuannya tumbuh sementara pada inang. Vaksin inaktif atau killed vaccine berisi mikroorganisme patogen yang telah diinaktivasi dengan cara pemanasan atau kimiawi yang berarti bahwa patogen meningkatkan respon imun tetapi tidak bisa bereplikasi pada inang. Subunit vaccine berasal dari tiga bentuk vaksin umum yang komponen atau subunitnya dari target patogen menggunakan exotoxin atau toxoid, capsular polysaccaharides, recombinant protein antigen. Conjugated vaccine adalah salah satu vaksin polisakarida yang mempunyai kemampuan mengaktifkan sel T. Deoksiribonucleat Nucleat Acid (DNA) vaccine adalah sebuah strategi vaksinasi di bawah pemeriksaan angka penyakit menggunakan kode DNA plasmid protein antigen yang diinjeksi secara langsung ke dalam otot resipien (Kindt et al. 2007). Vaksinasi DNA adalah sebuah alternatif yang digunakan untuk mencegah dan mengontrol penyakit.

(46)

Kelebihan vaksin mati (killed vaccine) adalah tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi dan mudah dalam penyimpanan. Kekurangan vaksin killed adalah dalam pembuatan vaksin tersebut sangat perlu diperhatikan agar virulensi aktif tidak tersisa di dalam vaksin, kekebalan berlangsung singkat sehingga harus dilakukan pengulangan vaksinasi yang bisa menimbulkan reaksi-reaksi hipersensitifitas (Anonim 2007).

Vaksin IBD live diproduksi sepenuhnya atau sebagian dari strain virus yang dilemahkan yang dikenal sebagai mild, intermediet, intermediet plus (hot). Vaksin IBD mild biasa menyebabkan lesio yang ringan pada bursa Fabricius, sedangkan vaksin intermediet atau intermediet plus (hot) menyebabkan deplesinya sebagai besar folikel limfoid bursa Fabricius (OIE 2008). Biasanya tidak ada tipe vaksin yang menimbulkan imunosupresi jika digunakan pada ayam umur di atas 14 hari. Vaksin mild diberikan pada umur satu hari jika Maternally Derived Antibodi (MDA) tidak ada, Jika MDA ada pada umur satu hari vaksinasi harus dilakukan setelah antibodi asal induk berkurang.

(47)

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC) dilakukan di kandang unggas FKH IPB sampai ayam berumur 42 hari. Pengujian titer antibodi IBD dilakukan di laboratorium Terpadu dan laboratorium Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, lampu, sprayer, penyekat, buku catatan, syringe 3 ml, syringe 1 ml, alat tulis (label dan pulpen), pisau, tempat makan, tempat minum, plastik, selotip, cooling box, timbangan, tabung reaksi, sentrifuse, microplate dengan dasar bentuk V, microtip, micropipette, chamber, inkubator, tabung eppendorf, freezer dan ELISA reader. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) ayam pedaging, larutan desinfektan, formalin, alkohol, kapas, sekam, air gula, vitamin Chickofit, vaksin IBD Blend strain Winterfield 2512, virus IBD isolat lapang (dalam hal ini tidak diketahui strainnya), vaksin ND live (tetes), vaksin ND killed (injeksi), pakan berupa konsentrat, air minum, koksidiostat, kandang dan kelengkapannya, sampel (serum), dan IBD ELISA kit (Biocheck).

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Penelitian

(48)

Vaksinasi IBD dan ND dilakukan sejak ayam umur sehari. Dua kelompok ayam tersebut diberi air gula dan vitamin Chickofit dengan konsentrasi 1 ml dalam 2 liter air minum selama 3-4 hari. Kedua kelompok tersebut diberikan vaksin ND live (tetes) dan ND killed (injeksi) dengan dosis 0.1-0.2 ml tiap tetes. Selanjutnya ayam kelompok pertama (K1) diberikan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 dengan dosis penuh (0.1 ml). Vaksinasi dilakukan melalui tetes mata (eye drop).

Setiap pagi dilakukan pengamatan gejala klinis disertai dengan penimbangan sisa pakan, pemberian pakan baru dan air minum. Air minum dicampur dengan koksidiostat setiap dua hari sekali. Saat ayam berumur 14, 28, dan 42 hari, ayam tersebut dipotong sebanyak sepuluh ekor untuk diamati gambaran patologi anatominya. Organ yang diamati yaitu bursa Fabricius, limpa, otot paha, dan otot dada.

Uji tantang dilakukan pada hari ke-28. Sepuluh ekor ayam dari masing-masing kelompok ditantang. Ayam tersebut ditantang dengan virus IBD aktif isolat lapang sebanyak 0.1 ml/ekor (105TCID50) melalui oral dan intra kloaka.

3.3.2 Pengambilan Sampel

Sampel darah diambil secara acak dari masing-masing kelompok sebanyak sepuluh sampel pada hari ke-1, 14, 28, dan 42. Pengambilan darah sebanyak 0.5 ml pada hari ke-14 dengan menggunakan syiringe 1 ml, sedangkan pengambilan darah hari ke-28 dan 42 sebanyak minimal 0.5 ml menggunakan syringe 3 ml. Pengambilan darah pada hari ke-42 dilakukan baik terhadap kelompok yang ditantang maupun yang tidak ditantang. Tiap sampel diberi nomor kelompok dan nomor urut pengambilan. Sampel disimpan di refrigerator. Setelah didiamkan selama 24 jam, serum yang diperoleh dipisahkan dengan darah dan disimpan pada suhu -20°C (di dalam freezer) hingga pemeriksaan titer dilakukan.

Tabel 1 Rancangan Penelitian

Hari ke-

Jumlah Ayam

Perlakuan

K1 K2

1 52 1. Vaksinasi IBD dosis penuh (0.1 ml) dan ND tetes + ND suntik

1. Vaksin ND tetes tetes + ND suntik

(49)

2. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

3. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

(10 ekor)

3. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

14 42 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA

(BF, limpa, otot dada dan paha)

28 32 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

3. Challenge (10 ekor)

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

3. Challenge (10 ekor)

42T- 10 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha)

42T+ 10 1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha

1. Pengambilan sampel serum (10 ekor)

2. Nekropsi 10 ekor pengamatan PA (BF, limpa, otot dada dan paha

3.3.3 Pembacaan Scoring Perubahan Patologi Anatomi

Persentase (%) menunjukkan bahwa banyaknya jumlah ayam yang mengalami perubahan patologi anatomi dari sepuluh ekor ayam yang dinekropsi.

3.3.4 Prosedur Pengukuran Titer Antibodi dengan Uji ELISA

(50)

negatif, washing solution, diluent sample, conjugate, substrat ABTS, stop solution, dan record sheet.

Sampel diencerkan 100 kali dengan perbandingan 3 µl serum dan 300 µl buffer pengencer. Sampel dimasukkan ke dalam semua pada microplate kecuali pada sumur A1, A2, A3, H10, H11, dan H12. Sumur A1, H10, dan H12 diisi dengan kontrol negatif sebanyak 100 µl. Sumur A2, A3, dan H11 diisi dengan kontrol positif sebanyak 100 µl. Plate yang telah berisi sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C . Sementara itu, dilakukan pengenceran washing solution dengan perbandingan 1:20, yaitu 20 ml dari washing solution dilarutkan dalam 380 ml aquades. Washing solution dimasukkan ke dalam plate dan didiamkan selama tiga menit, kemudian dibuang. Pencucian ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian plate dikeringkan. Kemudian conjugate ditambahkan sebanyak 100 µl pada ELISA test plate dan dicampur dengan cara menggoyang plate secara pelan-pelan. Plate diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27 °C. Setelah itu dilakukan pencucian kembali seperti langkah sebelumnya. Selanjutnya pada masing-masing sumur ditambahkan 100 µl substrat ABTS dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 27 °C. Stop solution ditambahkan sebanyak 100 µl pada masing-masing sumur (well ELISA test plate). Tahap terakhir pembacaan hasil dilakukan pada microplate reader dengan panjang gelombang 405 nm.

Hasil pembahasan ELISA reader berupa angka-angka yang disebut dengan Optical Density (OD). Titer antibodi dihitung berdasarkan nilai S/P (Sample value related to positif value). Rumus S/P yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

S/P = Sampel OD – Rataan OD kontrol negatif

Rataan OD kontrol positif – Rataan OD kontrol negative

Berdasarkan nilai S/P dihitung titer antibodinya dengan rumus sebagai berikut. Log10 titer = 1.35 x Log10 S/P + 3.425

(51)
[image:51.595.110.521.156.807.2]

Status antibodi IBD ditentukan dengan mengacu pada ketentuan brosur yang disertakan dalam ELISA kit (Tabel 2).

Tabel 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA

Titer Antibodi Status Antibodi IBD

<3000 ELISA Unit Kurang protektif

3000-6000 ELISA unit Protektif

(52)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Status kekebalan terhadap IBD sebelum divaksinasi dari anak ayam yang digunakan pada penelitian ini cukup baik, yaitu mencapai titer 3585 Elisa Unit. Berdasarkan manual kit yang digunakan (Biocheck) serum yang diperiksa memiliki titer antibodi yang protektif bila mencapai titer ≥ 3000 Elisa Unit. Titer antibodi yang diukur pada anak ayam sebelum divaksinasi ini merupakan titer antibodi asal induk yang dipindahkan dari induk ke anak melalui kuning telur.

Antibodi asal induk melindungi DOC dari penyakit yang akan menyerang DOC pada minggu-minggu pertama. Antibodi maternal terdiri dari IgY, IgM, dan IgA, tetapi immunoglobulin yang utama adalah IgY dan IgA. Imunoglobulin Y sangat efektif, dideposit di kantong kuning telur dan diabsorbsi ke dalam sistem sirkulasi anak ayam (DOC). Imunoglobulin A dideposit di dalam albumin. Imunoglobulin A ditelan oleh anak ayam selama pembentukan (Fast 2008).

Day Old Chick (DOC) dengan pertahanan antibodi asal induk yang bagus dilihat dari keseragaman titer yang tinggi. Penyeragaman titer antibodi asal induk dapat dilakukan dengan menyeragamkan titer induk yaitu melalui vaksinasi menggunakan vaksin hidup (live vaksin). Vaksin hidup memberikan perlindungan yang tinggi bagi DOC karena DOC dapat terpapar pada semua tahapan perkembangan hidupnya (Fast 2008).

(53)

ayam (DOC) dibuktikan masih ada sampai umur di atas empat minggu tetapi antibodi tersebut mulai hilang pada minggu kedua setelah menetas.

Pengambilan sampel serum darah pada hari ke-14 dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi karena pada saat itu sedang terjadi puncak respon imunitas. Respon Imunitas semakin lama semakin menurun, sehingga akhirnya berada di bawah garis ambang yaitu 4-5 bulan setelah vaksinasi (Prabowo 2003).

Sebanyak 20% populasi ayam divaksinasi dengan vaksin aktif IBD Blend Strain Winterfield 2512 mengalami perubahan patologi anatomi (PA) berupa ascites, petechiae otot dada dan paha kanan pada umur 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi IBD Strain Winterfield 2512 sampai hari ke-14 belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada bursa Fabricius. Gambaran patologi anatomi yang sama juga terjadi pada kelompok yang tidak divaksinasi (K2). Namun pada kelompok yang tidak divaksinasi tersebut jumlah ayam yang mengalami perubahan PA lebih tinggi yaitu sebesar 30%.

Tabel 3 Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing kelompok

Hari ke-

Kelompok Perlakuan Keterangan

K1 K2

1 3585±2362a 3585±2362a -

14 4808±2050,49a 3024±1400,01b -

28 3899±1942,24a 2037±5597,44a -

42T- 4622±3383,99a 1998±3015a Tidak Challenge

42T+ 4730±4317a 8578±7915,12a Dichallenge

Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>

0.05).

(54)

Perubahan patologi anatomi kelompok yang divaksinasi (K1) pada umur ke-28 berupa adanya petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, bursa Fabricius membengkak, dan terdapat eksudat pada plicae. Sebanyak 40% populasi ayam mengalami kerusakan bursa Fabricius. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan vaksin aktif (vaksin intermediet). Menurut Lukert dan Saif (2003) vaksin intermediet dapat menginduksi terjadinya atrofi pada bursa Fabricius, imunosupresif pada ayam umur sehari dan umur tiga minggu pada ayam SPF. Kelompok yang tidak divaksinasi tidak mengalami kerusakan bursa Fabricius karena tidak ada infeksi pada kelompok tersebut.

Kelompok ayam yang divaksinasi tetapi tidak ditantang (K1) pada hari ke-42 memiliki titer antibodi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Titer antibodi kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05) jika diuji secara statistik. Namun berdasarkan rataan titer, kelompok yang divaksinasi bersifat protektif sedangkan kelompok yang tidak divaksinasi titer antibodinya sudah ttidak protektif lagi. Peningkatan titer antibodi kelompok ayam yang divaksinasi (K1) dapat terjadi karena imunitas aktif dari ayam sudah terbentuk. Imunitas aktif mulai disintesis pada minggu keenam sampai berumur enam bulan (Grindstaff et al. 2003). Salah satu kegunaan vaksin aktif adalah membentuk imunitas aktif (OIE 2008). Antibodi asal induk pada kelompok yang tidak divaksinasi sudah sangat rendah karena dimetabolisme oleh tubuh. Vaksinasi menyebabkan mengalami perubahan PA berupa petechiae otot paha kiri, kanan, dan otot dada, limpa bengkak, bursa Fabricius mengecil

Gambar

Tabel 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA
Tabel 4 Gambaran patologi anatomi pada berbagai tingkat umur
Tabel 2 Ketentuan hasil interpretasi titer antibodi terhadap IBD dengan metode ELISA
Tabel 4 Gambaran patologi anatomi pada berbagai tingkat umur

Referensi

Dokumen terkait

God Incorporated dalam operasionalnya mempunyai total pegawai 27 orang dipimpin oleh General Manager yang dibantu oleh HRD manager, Purchasing Manager, Finance Manager,

Sedangkan gejala yang berhubungan dengan siringomielia (nyeri, skoliosis dan kehilangan sensitifitas) mulai mereda. Jika siringomielia masih terjadi, dekompresi yang

1 Birleflmifl Milletler ‹flkence Ma¤durlar› Gönüllü Fonu Mütevelli Heyeti taraf›ndan, BM’in iflkence ma¤durlar›na yard›m› ile ilgili olarak, her- kes için

INVESTIGATION ON LARGE SIZE DEPLOYABLE ANTENNA TRUSS MECHANISM HEMANT ARORA DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING INDIAN INSTITUTE OF TECHNOLOGY DELHI JANUARY 2023... © Indian

Universitas Udayana, secara spesifik tidak ada penelitian mengenai kriteria hotel yang berada dalam kawasan bibir jurang di wilayah Kabupaten Badung yang dapat dikatakan

Skripsi dengan judul “ Perbandingan Jumlah Total Bakteri Feses Sapi Bali Menurut Tingkat Kedewasaan Dan Tipe Pemeliharaannya ” diajukan sebagai salah satu syarat

Berpikir kreatif merupakan masalah penting dalam belajar matematika. Banyak guru di sekolah dasar atau menengah masih kurang memperhatikan kemampuan ini. Dengan

Dari angka-angka pada tanggal lahirnya disusun bilangan genap ribuan dengan syarat angka tidak berulang.. Banyaknya bilangan genap ribuan yang mungkin

Analisa contoh tanah dilakukan sesuai dengan kebutuhan klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman bawang putih yang meliputi analisa fisik dan kimia tanah