• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif Pada Ayam Pedaging Komersial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif Pada Ayam Pedaging Komersial"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN

VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING

KOMERSIAL

DEVA PUTRI ATTIKASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul “ Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif pada Ayam Pedaging Komersial” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi.

Bogor, September 2009

(3)

ABSTRACT

DEVA PUTRI ATTIKASARI. Response of IBD Killed Vaccination in Commercial Broiler Chicken. Under direction of SRI MURTINI and OKTI NADIA POETRI.

(4)

ABSTRAK

DEVA PUTRI ATTIKASARI. Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif pada Ayam Pedaging Komersial. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan OKTI NADIA POETRI.

(5)

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN

VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING

KOMERSIAL

DEVA PUTRI ATTIKASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif pada Ayam Pedaging Komersial

Nama : Deva Putri Attikasari

NIM : B04051810

Disetujui,

Dr. drh. Sri Murtini, M.Si drh. Okti Nadia Poetri, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP 19621205 198703 2 001

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa, shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat menyelesaikan program sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, dan doa yang tak pernah kurang diberikan kepada penulis,

2. Dr. drh. Sri Murtini, M.Si sebagai pembimbing I sekaligus pembimbing akademik atas segala bimbingan, arahan, kesabaran, dan motivasi serta kesediaannya menjadi orang tua penulis selama di FKH,

3. drh. Okti Nadia Poetri, M.Si sebagai pembimbing II atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuannya selama ini kepada penulis, 4. Prof. Dr. drh. Retno D Soedjodono, MS atas pinjaman laboratoriumnya

dan kesabaran menghadapi penulis selama penelitian,

5. Saudara-saudaraku terkasih, Mas Gigih, Mbak Yuyun, dan Erdin serta keponakanku tercinta, Nasywa, atas dukungan dan hiburannya,

6. Nenekku tercinta yang dalam keadaan sehat dan sakit tak pernah lupa memberi nasehat,

7. Saudara-saudara di Bekasi, Jakarta, Tangerang, dan Cirebon yang tak pernah lupa mengingatkan dan memberi semangat,

8. Bang Ivan, Mas Wahyu, Pak Nur, dan Pak Lukman atas bantuannya, 9. Pak Lasmino dan bapak-bapak di Farm Sahri,

10.Teman-temanku sepenelitian, “IBD Team” Acil dan Charjo serta “ND Team” Tata, Lia, Atun, dan Dilla,

(8)

12.Teman-temanku di luar Bogor (Esti, Arlita, Bayu, Syaecha, Maya, Arsi, Fitri, Rizqo, Rangga) atas dukungan jarak jauhnya,

13.Teman-teman dan adik-adikku di KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jayabaya),

14.Seluruh pengurus IMAKAHI, RUMINANSIA, BEM FKH, DKM An-Nahl tahun 2006-2007 dan 2007-2008,

15.Seluruh GOBLETERZ 42,

16.Angkatan 40, 41, 43, dan 44 atas bantuan yang begitu besar, dan

17.Seluruh civitas akademika FKH IPB yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Bogor, September 2009

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 09 Desember 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Winarto dan Sopiyah dengan nama lengkap Deva Putri Attikasari.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991 dengan masuk ke Taman Kanak-Kanak Perwanida I. Kemudian pada tahun 1993, penulis melanjutkan ke SD Negeri Mrican 1 selama enam tahun. Tahun 1999 sampai tahun 2002 bersekolah di SLTP Negeri 1 Kediri dan dilanjutkan ke SMA Negeri 2 Kediri mulai dari tahun 2002 sampai tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan di antaranya menjadi staf Departemen Komunikasi dan Informasi BEM FKH IPB tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008, staf Bidang Media Pers Islami DKM An-Nahl FKH-IPB tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008, staf Divisi Eksternal Himpunan Minat dan Profesi (Himpro) Ruminansia tahun 2006-2007, dan staf Bidang Informasi dan Komunikasi Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB tahun 2006-2007.

(10)

DAFTAR ISI

Ayam Pedaging (Broiler) ...4

Dampak Immunosupresi Infeksi Virus Infectious Bursal Disease (IBD) ...4

Vaksin dan Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) ...9

Pemakaian Teknologi ELISA dalam Perhitungan Titer Antibodi ...11

MATERI DAN METODE...13

Waktu dan Tempat Penelitian ...13

Bahan dan Alat...13

Metode Penelitian ...13

Rancangan Penelitian ...13

Prosedur pengukuran titer antibodi pada serum dengan uji ELISA ...14

HASIL DAN PEMBAHASAN...16

KESIMPULAN...20

Kesimpulan ...20

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Partikel virus IBD………...5

2 Perubahan pada bursa Fabricius………...8

3 ELISA tidak langsung………12

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infectious bursal disease (IBD) atau dikenal dengan penyakit Gumboro merupakan penyakit virus sangat akut dan menjadi momok seluruh peternakan ayam di pelosok dunia (Polana & Roni 2004). Penyakit IBD menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar pada industri perunggasan, terutama bila penyakit ini dalam bentuk subklinis.

Industri peternakan ayam ras cukup pesat perkembangannya di Indonesia baik peternakan ayam petelur maupun pedaging. Sampai saat ini peternak cukup sulit untuk keluar dari masalah yang ditimbulkan oleh penyakit Gumboro. Penyakit ini secara ekonomis sangat merugikan karena dampaknya pada gangguan pertumbuhan, kurangnya efisiensi pakan dan kematian yang ditimbulkannya serta meningkatnya biaya pemakaian obat-obatan dan desinfektan (Wiryawan 2007).

Penyakit Gumboro disebabkan oleh virus dari famili Birnaviridae. Organ target utama virus IBD adalah jaringan limfoid, terutama bursa Fabricius. Virus IBD menyerang bursa Fabricius dan bereplikasi di sel-sel yang sedang proliferasi aktif seperti sel limfosit B muda atau sel prekursor sehingga menyebabkan nekrosa pada bursa Fabricius dan lisisnya sel limfosit B. Lisisnya sel limfosit B mengakibatkan penurunan jumlah sel tersebut di perifer sehingga terjadi penurunan pembentukan antibodi yang berperan dalam respon kekebalan humoral (Lukert & Saif 1997).

Manajemen sanitasi tetap menjadi syarat mutlak dalam kesehatan kandang yang merupakan kunci pengendalian penyakit Gumboro. Pemberian vaksinasi semata tanpa dibarengi perbaikan biosekuriti dan sanitasi, tidak akan pernah mampu menekan kejadian dan keparahan IBD. Dengan demikian pemberian vaksin pada anak ayam harus juga diimbangi dengan pengelolaan biosekuriti dan sanitasi baik dan benar (Lastiati 2008).

(15)

masing-masing ayam memiliki tingkat antibodi asal induk yang berbeda-beda. Vaksinasi tunggal menyebabkan hanya sebagian dari kelompok ayam yang divaksin kebal terhadap IBD sedangkan sebagian lainnya tidak (Lukert & Goundry 1992 dalam Nurhidayah 2003).

Saat ini belum ada program vaksinasi IBD yang sepenuhnya efektif. Hewan bibit divaksinasi dengan menambahkan virus vaksin ke dalam air minum, dengan harapan bahwa antibodi asal induk yang dialihkan secara pasif dapat mencegah infeksi dari anak ayam baru menetas pada saat mereka rentan. Praktek yang sering dilakukan adalah vaksinasi ayam indukan dengan virus hidup. Pada umur sekitar 18 minggu, dengan injeksi vaksin inaktif dalam ajuvan minyak sebelum mulai bertelur, vaksinasi diulang setahun kemudian. Ini mengakibatkan antibodi terus dapat dipertahankan tinggi sepanjang masa bertelur. Antibodi asal induk tersebut memberikan perlindungan efektif pada anak ayam selama 4-7 minggu setelah menetas. Pada kondisi anak ayam memiliki tingkat antibodi induk yang rendah atau tidak konsisten, vaksinasi sebaiknya dilakukan dengan vaksin aktif, dimulai pada umur 1-2 minggu (Fenner et al. 1995).

Program vaksinasi pada ayam dapat dilakukan pada tingkat manajemen ayam pembibitan dan komersial. Vaksinasi IBD dapat dilakukan dengan pemberian beberapa kali vaksin aktif ataupun gabungan beberapa kali vaksin aktif dan inaktif. Berdasarkan virulensi dan struktur antigenik virus vaksin IBD, dikenal beberapa vaksin aktif yaitu mild, intermediate, dan hot. Vaksin inaktif antigennya dilarutkan dengan adjuvan minyak sehingga diperlukan jumlah antigen dengan titer tinggi (Lukert & Saif 1997). Hal ini menyebabkan harga vaksin inaktif lebih tinggi dibandingkan vaksin aktif.

Penggunaan vaksin aktif tergantung pada titer awal antibodi asal induk. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa vaksin inaktif biasa diberikan pada saat ayam berumur 3 sampai 4 minggu tergantung dari titer antibodi asal induk. Vaksinasi diberikan bila pada saat titer antibodi asal induk masih tinggi maka vaksin yang digunakan akan ternetralisasi oleh antibodi asal induk (Mazariegos et al. 1990).

(16)

mampu membentuk antibodi lebih cepat post vaksinasi. Vaksin inaktif jarang digunakan karena harga yang relatif mahal dan antibodi terbentuk 3-4 minggu post vaksinasi.

Kekurangan dari penggunaan vaksin aktif adalah merusak bursa Fabricius sehingga respon kebal terhadap program vaksinasi yang lain tidak optimal. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk melihat respon tanggap kebal ayam pedaging terhadap vaksin inaktif sehingga dapat dilakukan penentuan jadwal pemberian vaksinasi yang tepat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat respon tanggap kebal ayam pedaging komersial yang divaksinasi dengan vaksin IBD inaktif.

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Pedaging (Broiler)

Ayam pedaging atau broiler baik jantan maupun betina umumnya dipanen pada umur 4-5 minggu dipelihara secara intensif untuk memperoleh produk daging yang optimal. Secara genetis, ayam broiler diciptakan sedemikian rupa sehingga dalam kurun waktu relatif singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya (Anonim 2001). Adapun sifat-sifat dari ayam broiler adalah ukuran badan besar dengan bentuk dada yang lebar, pendek, dan berisi, efisien terhadap pakan, pertumbuhan, penambahan berat badan sangat cepat yaitu pada umur 32 hari berat badan bisa mencapai 1,5 kg. Dagingnya lembut, bersih dan menarik, memiliki asam amino lengkap, mudah diolah, serta harganya relatif murah (Summers & Leeson 2000).

Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam perdagingan. Ayam broiler ini baru populer di Indonesia tahun 1980-an. Saat itu pemerintah mencanangkan konsumsi daging ruminansia namun ternak ini semakin sulit keberadaannya. Ayam broiler telah dikenal masyarakat luas dengan berbagai kelebihannya, yaitu waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, membuat banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan di berbagai wilayah Indonesia (Anonim 2004).

(18)

Gambar 1 Partikel virus IBD (Baxendale & Wit 2000)

Penyakit Gumboro disebabkan oleh virus dari genus Birnavirus, famili Birnaviridae. Virus IBD (Gambar 1) merupakan virus RNA berserabut ganda (double-strainded), tidak beramplop, berbentuk ikosahedral, dan berdiameter 55-65 nm. Pada partikel virus IBD terdapat empat struktur protein (Viral Protein=VP), yaitu VP1, VP2, VP3, dan VP4. Protein utama dari virus IBD adalah VP2 dan VP3. VP2 merupakan serotipe spesifik, mengandung bagian yang bersifat antigenik dan bertugas untuk menetralisir antibodi, sedangkan VP3 hanya bersifat spesifik. Virus ini dapat hidup di dalam embrio anak ayam atau pada kultur sel embrio anak ayam (Lukert & Saif 1997).

Virus IBD mempunyai kecenderungan untuk mengalami modifikasi genetik secara cepat sehingga dapat muncul virus yang bersifat antigenic variant dan pathogenic variant. Virus IBD berdasarkan variasi antigeniknya terdiri dari serotipe 1 yang bersifat patogen dan serotipe 2 yang bersifat apatogen. Virus IBD berdasarkan variasi patogeniknya (patotipe), terdiri dari strain mild, intermediate, intermediate plus, classical, variant, dan very/hypervirulent. Hal tersebut menyebabkan virus IBD mempunyai tingkat virulensi dan sifat imunosupresi yang sangat beragam. Virus IBD tipe veryvirulent menyebabkan mortalitas dan imunosupresi yang tinggi. Infeksi virus IBD tipe varian tidak menimbulkan gejala klinis, tetapi menyebabkan imunosupresi yang lebih hebat (Jackwood, Saif, & Hughes 1987 dalam Nurhidayah 2003).

(19)

perbanyakan diri (depopulasi atau replikasi) pada bursa Fabricius dan timus sebagai organ target utamanya. Mekanisme terjadinya immunosupresi akibat infeksi virus Gumboro, kemungkinan besar terkait dengan adanya kematian sel-sel penghasil limfosit B, terutama yang terdapat pada bursa Fabricius (Wiryawan 2007).

Jaringan limfoid merupakan target utama virus IBD dengan organ target utama bursa Fabricius yang bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi pembentuk kekebalan. Selain itu, virus IBD juga menyerang organ limpa, timus, tonsil-sekum, dan kelenjar Harderian. Virus IBD bereplikasi di sel-sel yang sedang berproliferasi aktif seperti sel limfosit muda atau sel prekursor sehingga menyebabkan nekrosa pada bursa Fabricius dan lisisnya sel limfosit B (Wiryawan 2007).

Kerusakan sel-sel limfoid dari bursa Fabricius sebagai akibat infeksi virus IBD, mengakibatkan penurunan jumlah produksi sel B dari bursa Fabricius. Akibatnya terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh dari perlakuan vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya. Kerusakan folikel dari bursa Fabricius juga menyebabkan kemampuan organ tersebut dalam menghasilkan zat kebal tubuh menjadi kurang optimal, sehingga ayam menjadi peka dan mudah terserang berbagai macam penyakit (Wiryawan 2007).

Virus IBD terutama menyerang sel B yang mengekspresikan IgM pada permukaannya. Pengaruh terhadap tingkat serum IgG dilaporkan sangat bervariasi, hal ini terutama tergantung pada umur ayam saat terinfeksi. Selain itu, diduga terjadi hambatan fungsi sel B yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kerusakan sel-sel T helper atau sel-sel lain yang terlibat dalam proses generasi sel kekebalan (Da Silva et al. 1992 dalam Nurhidayah 2003).

(20)

Bursa Fabricius mengecil pada ayam yang berumur lebih dari 12 minggu. Fungsinya dalam membentuk kekebalan diambil oleh sistem kekebalan lain yang telah berkembang dengan sempurna. Oleh karena itu, penyakit ini biasanya menyerang anak ayam yang berumur kurang dari 12 minggu. Gejala penyakit Gumboro dapat dibedakan berdasarkan umur anak ayam yang terkena infeksi. Gejala pada anak ayam yang berumur 1-12 hari di antaranya tidak memperlihatkan gejala-gejala penyakit yang nyata sebab anak ayam masih memiliki maternal antibodi (kekebalan yang berasal dari induk tetapi sebenarnya terjadi kerusakan dan pembinasaan sel B yang terdapat pada bursa Fabricius. Rusaknya bursa Fabricius bersifat permanen, sel B tidak berkembang dan menjadi masak dalam bursa. Anak ayam tidak mampu lagi memproduksi antibodi sehingga tidak mempunyai kekebalan terhadap infeksi beberapa penyakit menular, misalnya Marek, ND, dan IB sehingga terjadi kegagalan vaksinasi untuk menghasilkan antibody (Polana & Roni 2004).

Gejala penyakit Gumboro yang menyerang anak ayam umur 3-6 minggu di antaranya anak ayam lesu dan mengantuk, bulu kusam dan bulu di sekitar dubur kotor, kotoran encer berlendir dan berwarna keputih-putihan seperti pasta, anak ayam sering mematuk dubur, tubuh ayam menjadi kering karena kehilangan cairan, serta apabila tidur, paruhnya diletakkan di lantai. Ayam yang telah mati bangkainya cepat membusuk. Selain itu, terjadi pembengkakan di daerah bursa Fabricius yang besarnya bisa mencapai 2-3 kali ukuran normal dan terjadi penurunan tingkat kekebalan (Sudaryani 2003). Pada kasus outbreak di lapangan sering terjadi perdarahan di bagian paha, otot pectoral, serta sambungan antara proventrikulus dengan ventriculus dan terjadi pembengkakan di bagian ginjal (Polana & Roni 2004).

(21)

Kasus infeksi virus Gumboro ganas (vv-IBD) asal lapangan yang menyerang ayam umur di atas 3 (tiga) minggu kecenderungannya menampakkan gejala klinis yang sangat jelas, mulai dari adanya kelesuan dan ayam nampak menggigil, bulu berdiri dan cenderung bergerombol serta disertai adanya diare warna keputihan. Akibat diare, ayam menjadi dehidrasi, ayam nampak tremor dan sangat lemah sehingga berakhir dengan kematian. Perubahan pada bursa Fabricius dapat dilihat pada Gambar 2.

A

B

Gambar 2 Perubahan pada bursa Fabricius (Baxendale & Wit 2000) Keterangan A : Bursa Fabricius normal

B : Bursa Fabricius yang mengalami atropi

Bursa Fabricius akan mengalami kerusakan setelah masa inkubasi yang pendek yaitu sekitar 18-36 jam. Organ tersebut akan mengalami edema dan kongesti sehingga ukurannya menjadi lebih besar dan mencapai puncaknya pada hari keempat pasca-infeksi. Pada bentuk akut, akan terlihat adanya reaksi peradangan yang berat pada mukosa dan serosa yang ditutupi oleh transudat berwarna kekuningan. Pada stadium ini, bursa Fabricius akan meningkat ukurannyasekitar 2 kali ukuran normal. Perubahan tersebut akan diikuti nekrosis sel-sel limfosit yang disertai oleh infiltrasi heterofil, pada stadium akut akan menyebabkan nekrosis dan vakuolisasi folikel bursa. Pada hari ke-8 pasca-infeksi, bursa akan mengalami atrofi dan ukurannya akan menurun sampai sepertiga dari ukuran normal (Tabbu 2000).

(22)

tersebut. Viremia primer mengikuti replikasi dan virus akan mencapai hati melalui peredaran darah porta. Sebagian besar virus tersebut akan difagositosis oleh sel Kupffer dan sebagian lagi akan menyebar ke bursa Fabricius. Virus yang masuk ke dalam bursa Fabricius akan bereplikasi secara besar-besaran, kemudian virion yang dihasilkan akan dilepaskan ke peredaran darah dan menyebabkan terjadinya viremia sekunder yang berakibat terdisposisinya virus pada berbagai organ lain seperti timus, limpa, dan paru-paru (Weiss & Weiss 1994).

Terdisposisinya virus pada berbagai organ menyebabkan perubahan pada organ tersebut dan perubahan biasanya mulai terlihat setelah virus melisiskan sel sasarannya. Virus IBD bersifat sitolitik membuat perubahan yang teramati secara makroskopik adalah mengecilnya organ sasaran akibat lisisnya sel parenkim organ tersebut. Namun hal tersebut tidak bersifat permanen karena proses persembuhan yang disertai dengan regenerasi organ segera terjadi (Adi & Berata 1998).

Penyebaran penyakit Gumboro berlangsung sangat cepat, tetapi memiliki waktu penyerangan pendek. Penyebarannya dapat melalui makanan, air minum, kotoran ayam, alat peternakan, dan orang yang tercemar virus gumboro. Virus gumboro bersifat stabil dan tahan hidup sampai beberapa bulan. Penularan melalui telur jarang terjadi (Polana & Roni 2004).

Vaksin dan Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD)

(23)

Pada awal kehidupan anak ayam akan dibekali dengan maternal antibodi yang merupakan perolehan anak ayam dari induknya yang telah mendapatkan vaksinasi. Antibodi tersebut akan mengalir melalui aliran darah induk ke dalam kantung kuning telur dan secara otomatis akan masuk ke dalam tubuh anak ayam saat kuning telur tersebut diabsorbsi. Anak ayam yang ditangani secara baik, maka isi kuning telur akan diserap habis selama 6 hari pertama. Antibodi tersebut akan membantu melindungi anak ayam dari penyakit sampai akhirnya nanti ia mampu memproduksi sendiri kekebalan tubuhnya (Miller 1996).

Vaksin merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan virulensinya atau dimatikan dan bila diberikan pada ternak tidak menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Vaksinasi merupakan tindakan memasukkan antigen berupa virus atau agen penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh sehat dengan maksud merangsang pembentukan kekebalan (Miller 1996).

Pada anak ayam, aplikasi vaksinasi biasanya dengan cara tetes mata atau tetes hidung, dan pemberiannya melalui injeksi bila vaksin yang digunakan inaktif. Vaksinasi melalui air minum tidak efektif dilakukan karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya sedikit dan tidak teratur. Pada ayam dewasa, aplikasi vaksinasi biasanya dengan tetes mata, tetes hidung, air minum, dan injeksi.

Tindakan paling tepat dalam pengendalian penyakit IBD adalah melakukan vaksinasi lebih awal dan kontinyu tergantung dengan titer antibodi yang ada dalam tubuh. Kekebalan seragam pada semua anggota kelompok ayam, dapat diperoleh dengan melakukan vaksinasi lebih dari satu kali karena masing-masing ayam memiliki tingkat antibodi asal induk yang berbeda-beda sehingga apabila dilakukan vaksinasi tunggal menyebabkan hanya sebagian dari kelompok ayam tersebut yang kebal terhadap IBD (Lukert & Goundry 1992 dalam Nurhidayah 2003).

(24)

antigen dalam tubuh serta merangsang pembentukan kekebalan (Malole 1988 dalam Hartati 2005).

Pemakaian auto vaksin atau vaksin Gumboro dengan kandungan strain virus yang cukup keras (intermediat plus atau hot strain) seringkali dapat menimbulkan terjadinya deplesi (kelainan) pada bursa Fabricius, sehingga berdampak pada berkurangnya kemampuan bursa Fabricius untuk memproduksi zat kebal tubuh. Bursa Fabricius yang mengalami kelainan karena dampak dari pemakaian vaksin intermediat plus atau hot strain, menyebabkan ayam menjadi sensitif terhadap berbagai perlakuan manajemen dan stres serta infeksi agen penyakit lainnya. Kelainan pada bursa Fabricius akan berdampak pada keberhasilan program vaksinasi terhadap penyakit yang lainnya (seperti terhadap ND, IB, dan lain-lain) sehingga dapat berpengaruh pada performan ayam secara keseluruhan (Wiryawan 2007).

Pemakaian Teknologi ELISA dalam Perhitungan Titer Antibodi

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan salah satu uji yang umum digunakan untuk mengidentifikasi antigen dan mengidentifikasi serta mengukur titer antibodi. Seperti halnya uji serologi lainnya ELISA juga menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi. ELISA yang digunakan untuk menguji antibodi, maka digunakan antigen standar sebagai pengujinya. ELISA merupakan uji serologi yang menggunakan plate polystyrhene sebagai matriks penguji. Matriks ini mampu mengikat protein sehingga protein yang dimasukkan tidak akan terlepas meskipun dilakukan pencucian.

(25)

Gambar 3 ELISA tidak langsung (Burgess 1995)

(26)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai dengan Mei 2008 di peternakan ayam pedaging komersial di Bogor dan Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Hewan percobaan yang dipergunakan adalah 1500 ekor day old chick (DOC) ayam pedaging strain Cobb. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin ND aktif, vaksin ITA ND+IBD inaktif, vaksin AVI IBD aktif intermediate, serum darah ayam, kontrol negatif dan positif IBD, washing solution 300 µl, konjugat, larutan substrat, larutan stopping reaction, dan ELISA kit CIVTEST AVI IBD.

Alat yang digunakan yaitu spoit volume 1 ml dan 3 ml, tray, mikropipet 10-100 µl, microplate U, inkubator, kertas tisu, refrigerator, dan mesin pembaca ELISA (ELISA reader).

Metode Penelitian Rancangan Penelitian

Ayam yang disiapkan adalah ayam day old chick (DOC) pedaging strain Cobb sebanyak 1500 ekor yang dibagi ke dalam 3 kelompok dengam masing-masing kelompok berisi 500 ekor. Masing-masing-masing kelompok diberikan perlakuan seperti yang tersaji pada Tabel 1.

(27)

Serum dikumpulkan dalam tabung mikro dan disimpan pada suhu -20°C sampai saat pemeriksaan.

Tabel 1 Rancangan Percobaan

Kelompok Minggu

ke-

1 2 3

Pengambilan serum darah sebelum divaksinasi

0 vaksin ND aktif rute 

Prosedur Pengukuran Titer Antibodi pada Serum dengan Uji ELISA

Serum sampel diencerkan 1: 500. Penutup microplate dibuka, kemudian kontrol positif IBD dimasukkan ke dalam sumur A1 dan A2 dan kontrol negatif IBD dimasukkan ke dalam sumur B1 dan B2 masing-masing sebanyak 50 µl. Masing-masing serum sampel dimasukkan ke dalam sumur (well) sebanyak 50 µl dan diberi tanda. Microplate kemudian ditutup dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370C. Setelah diinkubasi, microplate dikeluarkan dan dibuka penutupnya. Microplate dicuci menggunakan larutan pencuci 300 µl sebanyak 3 kali. Proses ini disebut dengan proses pencucian microplate, kemudian microplate dikeringkan.

(28)

kembali dan diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 370C dengan kondisi gelap. Reaksi yang terjadi adalah perubahan warna dari kromogennya. Setelah diinkubasi, microplate dikeluarkan dan dibuka penutupnya. Kemudian ditambahkan larutan stopping reaction sebanyak 50 µl dan microplate digoyang-goyangkan agar larutan tercampur. Terakhir, permukaan microplate dibersihkan dari segala kotoran dan dibaca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm.

Untuk mengetahui hasil uji perlu diperoleh nilai S/Pnya. Nilai S/P adalah : S/P = OD sampel – OD kontrol (-)

OD kontrol (+) – OD kontrol (-) OD= optical density

S/P= sample value/ positive value

Perhitungan titer : log 10 titer = 1,35 x log 10S/P + 3,425 Titer = antilog (log 10 titer)

Tabel 2 Interpretasi hasil ELISA

Nilai S/P Titer Status antibodi

S/P ≤ 0.183 ≤ 268 negatif

S/P > 0.484 > 1000 umumnya positif untuk vaksin primer

Keterangan : MDA = Maternally Derived Antibody

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Infectious bursal disease (IBD) atau Gumboro ditemukan hampir di setiap daerah peternakan ayam intensif di seluruh pelosok dunia. Angka morbiditas IBD sangat tinggi yaitu bisa mencapai 100%, sedangkan angka kematian ayam pedaging bisa mencapai 30%. Jaringan limfoid merupakan target utama virus IBD dengan organ target utama bursa Fabricius yang bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi. Selain itu, virus IBD juga menyerang organ limpa, timus, tonsil-sekum, dan kelenjar Harderian. Virus IBD bereplikasi di sel-sel yang sedang berproliferasi aktif seperti sel limfosit muda atau sel prekursor sehingga menyebabkan nekrosa pada bursa Fabricius dan lisisnya sel limfosit B (Wiryawan 2007).

Antibodi pasif terhadap IBD yang diperoleh anak ayam dari induknya melalui kuning telur akan mengalami penurunan terus menerus sampai pada kondisi tidak protektif. Penurunan titer terjadi pada saat umur ayam mencapai 2 atau 4 minggu. Oleh karena itu anak ayam perlu divaksinasi untuk meningkatkan titer antibodi melalui induksi kekebalan aktif sehingga ayam akan terlindungi dari infeksi virus. Immunoglobulin yang secara umum akan meningkat setelah paparan antigen adalah IgM dan IgG. IgM akan terbentuk sebagai respon yang paling awal dan selanjutnya akan turun dengan cepat. Sementara IgG akan terus-menerus meningkat hingga level maksimum dalam periode yang relatif lama.

(30)

menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) terhadap kelompok kontrol (kelompok 3).

Tabel 3 Rataan Titer Antibodi pada Serum dengan Uji ELISA Waktu

Kelompok Minggu ke-0 Minggu ke-2 Minggu ke-4 Kelompok 1 2876±1378.58 1255.28±1350.84 1648.16±3996.29 Kelompok 2 2876±1378.58 1278.16±777.67 2201.52±2804.95 Kelompok 3 2876±1378.58 1489.72±1258.73 141.02±449.93

Pada minggu ke-2, semua kelompok menunjukkan penurunan titer antibodi karena titer antibodi yang terukur merupakan titer antibodi asal induk. Pada minggu ke-2 kelompok 1 dan 2 belum menunjukkan peningkatan titer antibodi karena vaksin yang diberikan merupakan vaksin inaktif. Vaksin inaktif akan menunjukkan respon kekebalan pada 3-4 minggu setelah vaksinasi. Antibodi asal induk pada minggu ke-2 menunjukkan penurunan karena antibodi asal induk secara efektif akan mencegah keberhasilan vaksinasi sampai antibodinya habis sekitar 10 sampai 20 hari setelah menetas (Tizard 2000). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan penurunan pada minggu ke-2 karena antibodi asal induk mulai menurun namun masih dalam kisaran nilai positif. Ayam yang baru menetas akan terlindung dari virus tertentu jika IgG induk mengandung antibodi spesifik dan perlindungan mungkin bertahan lebih lama jika titer awal terhadap virus itu tinggi (Fenner et al. 1995).

(31)

Pada minggu keempat, kelompok 1 dan 2 menunjukkan nilai titer antibodi positif, sementara pada kelompok 3 tidak menunjukkan adanya pembentukan antibodi. Pada minggu ke-4 tersebut, antibodi yang muncul bukan antibodi asal induk melainkan antibodi respon dari vaksinasi karena antibodi asal induk hanya akan menimbulkan kekebalan sampai minggu ke-2. Titer antibodi pada kelompok 1 dan 2 merupakan respon vaksinasi inaktif yang baru akan menimbulkan respon kekebalan pada minggu ke-4. Sementara respon antibodi yang timbul pada kelompok 3 merupakan respon kekebalan dari vaksin aktif.

Vaksinasi merupakan tindakan memasukkan antigen berupa virus atau agen penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh sehat dengan maksud merangsang pembentukan kekebalan (Miller 1996). Saat terpapar suatu protein asing, tubuh akan melakukan respon kekebalan seluler dan humoral. Limfosit T memberikan respon kekebalan seluler dengan mengaktifkan berbagai macam limfosit T dan menghasilkan serta melepaskan berbagai macam limfokin. Selain itu, sel dari sistem imun humoral (limfosit B) memberikan respon terhadap rangsangan antigenik dengan jalan mengeluarkan antibodi. Antibodi tersebut akan dilepas ke dalam darah dan cairan tubuh lainnya (Fenner et al. 1995; Tizard 2000).

Kekurangan dari penggunaan vaksin inaktif adalah tidak munculnya respon kekebalan seketika (memerlukan waktu lebih lama), namun respon kekebalan yang timbul bersifat lebih lama dan mampu distimulasi ulang. Hewan yang terpapar agen yang sama ataupun vaksinasi ulang akan membentuk respon kekebalan sekunder. Namun pemberian vaksinasi ulang dengan pemberian dosis berlipat ganda menambah resiko timbulnya reaksi hipersensitivitas maupun tingginya biaya yang diperlukan. Selain itu vaksin inaktif lambat memasuki sel inang dan memproduksi interferon sehingga memerlukan waktu lebih lama dalam memberikan perlindungan terhadap ayam yang rentan (Tizard 2000). Vaksin inaktif membutuhkan waktu 3-4 minggu untuk membentuk antibodi.

(32)

karena vaksin inaktif membutuhkan waktu lama untuk memunculkan respon kekebalan.

Gambar 4 Gambaran Grafik Rataan Titer Antibodi Serum

Pembentukan antibodi pada kelompok 2 bila dibandingkan dengan kelompok 1 tidak berbeda nyata (P>0,05) (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan dosis untuk vaksinasi IBD inaktif baik untuk dosis setengah maupun dosis tunggal mampu menginduksi kekebalan humoral dengan baik. Penggunaan dosis yang berbeda tidak terlalu mempengaruhi perbedaan pembentukan antibodi pada serum ayam.

(33)

KESIMPULAN

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Adi AAAM, Berata K. 1998. Gambaran Patologik bursa Fabricius Ayam Pasca Inokulasi dengan IBDV Isolat Lapang. Bull Sains Vet. XIV;16: 6-13.

Anonim. 2001. Mampukah Broiler. http://www.ciptapangan.com/cupbuletin/. [28 Desember 2008].

. April 2002. Kunci Atasi Infeksi Dini. Poultry Indonesia. 4 : 36-38.

. 2004. Beternak Ayam Pedaging (Broiler) dengan “Vital”. Jakarta: Mitra Tani Nusantara.

Baxendal W, (Sjaak) de Wit JJ. 2000. Vaccine Classification. http://www.gumboro.com/control/vaccination/vaccine-classification.asp. [17 Februari 2009].

Burgess GW. 1995. Prinsip Dasar ELISA dan Variasi Konfigurasinya. Didalam:Artama WT, penerjemah; Burgess GW, editor. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Yogyakarta : UGM Press. Fakultas Kedokteran Hewan.

Decker JM. 2000. Introduction to Immunology. Departement of Veterinary Science and Microbilogy. University of Arizona Tucson. Arizona : Blackwell Scientific.

Fenner FJ et al. 1995. Virologi Veteriner. Putra, Harya, dan Suryana KG, penerjemah. Semarang : IKIP Semarang Press. Terjemahan dari : Veterinary Virology.

Goldsby RA, Barbara AO, Kindt TJ. 2007. Kuby Immunology. 6th Ed. USA : W.H. Freeman.

Hartati Y. 2005. Respon Kekebalan Vaksin Avian Influenza Inaktif pada Ayam Indukan Pedaging Strain Hubbard [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

(35)

Lukert PD, Saif YM. 1997. IBD. Di dalam: MS Hofsttad, HJ Barnes, BW Calnek, WM Reid, HW Yoder, editor. Disease of Poultry. Ed ke-9. Iowa : Iowa University Press, Ames.

Mazariegos LA, Lukert PD, Brown J. 1990. Pathogenicity and Immunosuppresive Properties of Infectious Bursal Disease “Intermediate” Strains. Avian Diseases. 34: 203 – 208.

Miller G. 1996. Critical Periode of Chicken. Di dalam: NO Mark, DB Donald, editor. Commercial Chicken Production. 4th Ed. Wilkesboro : Tyson Food Inc.

Nurhidayah. 2003. Tanggap Kebal Ayam Pedaging yang Divaksinasi dengan Vaksin IBD Aktif Ganda [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Polana A, Roni F. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Soejoedono RD, Partadiredja HM, Malole MBM. 1996. Penyakit Gumboro dan Akibat yang Ditimbulkan baik pada Ayam Pedaging maupun Petelur. Hemera Zoa. 78 : 42-57.

Soejoedono RD. 2004. Pengaruh Vaksin Gumboro Aktif pada Ayam yang Diinfeksi dengan Isolat Lapang. Jurnal Veteriner. 5 : 20-24.

Sudaryani T. 2003. Teknik Vaksinasi dan Pengendalian Penyakit Ayam. Edisi ke-5. Jakarta : Penebar Swadaya.

Summers JD, Lesson S. 2000. Broiler Breeder Production. Kanada : Univ. Books.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta : Kanisius.

Tizard IR. 2000. An Introduction to Veterinary Immunology. ED ke-6. USA : W.B. Saunders.

Weiss E, Weiss IK. 1994. Pathology and Pathogenesis of Infectious Bursal Disease. In Proc. International Symposium on Infectious Bursal Disease and Chicken Infectious Anemia. Ravischholzhausen. Jerman. 21-24 Juni 1994.

(36)

LAMPIRAN

Perhitungan Titer Antibodi dengan T-Test untuk Perlakuan Minggu ke-2 Paired T-Test dan CI: kelompok 1, kelompok 2

Paired T for kelompok 1 - kelompok 2

N Mean StDev SE Mean kelompok 1 25 1255.28 1350.84 270.17 kelompok 2 25 1278.16 1378.51 275.70 Difference 25 -22.8800 1439.3945 287.8789

90% CI for mean difference: (-515.4068, 469.6468)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0.08 P-Value = 0.937

Paired T-Test and CI: kelompok 1, kelompok 3 Paired T for kelompok 1 - kelompok 3

N Mean StDev SE Mean kelompok 1 25 1255.28 1350.84 270.17 kelompok 3 25 1489.72 1258.73 251.75 Difference 25 -234.436 1465.941 293.188

95% CI for mean difference: (-839.547, 370.674)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0.80 P-Value = 0.432

Paired T-Test and CI: kelompok 2, kelompok 3 Paired T for kelompok 2 - kelompok 3

N Mean StDev SE Mean kelompok 2 25 1278.16 1378.51 275.70 kelompok 3 25 1489.72 1258.73 251.75 Difference 25 -211.556 1539.797 307.959

95% CI for mean difference: (-847.154, 424.041)

(37)

Perhitungan Titer Antibodi dengan T-Test untuk Perlakuan Minggu ke-4

Paired T-Test and CI: kelompok 1, kelompok 2 Paired T for kelompok 1 - kelompok 2

N Mean StDev SE Mean kelompok 1 25 1648.16 3996.29 799.26 kelompok 2 25 2201.52 2956.30 591.26 Difference 25 -553.356 5352.979 1070.596

90% CI for mean difference: (-2385.019, 1278.307)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0.52 P-Value = 0.610

Paired T-Test and CI: kelompok 1, kelompok 3 Paired T for kelompok 1 - kelompok 3

N Mean StDev SE Mean kelompok 1 25 1648.16 3996.29 799.26 kelompok 3 25 46.83 83.65 16.73 Difference 25 1601.33 4001.66 800.33

95% CI for mean difference: (-50.47, 3253.14)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 2.00 P-Value = 0.057

Paired T-Test and CI: kelompok 2, kelompok 3 Paired T for kelompok 2 - kelompok 3

N Mean StDev SE Mean kelompok 2 25 2201.52 2956.30 591.26 kelompok 3 25 46.83 83.65 16.73 Difference 25 2154.69 2942.67 588.53

95% CI for mean difference: (940.01, 3369.36)

(38)
(39)

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN

VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING

KOMERSIAL

DEVA PUTRI ATTIKASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(40)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul “ Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif pada Ayam Pedaging Komersial” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi.

Bogor, September 2009

(41)

ABSTRACT

DEVA PUTRI ATTIKASARI. Response of IBD Killed Vaccination in Commercial Broiler Chicken. Under direction of SRI MURTINI and OKTI NADIA POETRI.

(42)

ABSTRAK

DEVA PUTRI ATTIKASARI. Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif pada Ayam Pedaging Komersial. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan OKTI NADIA POETRI.

(43)

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN

VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING

KOMERSIAL

DEVA PUTRI ATTIKASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(44)

Judul Skripsi : Gambaran Respon Vaksinasi IBD Menggunakan Vaksin IBD Inaktif pada Ayam Pedaging Komersial

Nama : Deva Putri Attikasari

NIM : B04051810

Disetujui,

Dr. drh. Sri Murtini, M.Si drh. Okti Nadia Poetri, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP 19621205 198703 2 001

(45)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa, shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat menyelesaikan program sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, dan doa yang tak pernah kurang diberikan kepada penulis,

2. Dr. drh. Sri Murtini, M.Si sebagai pembimbing I sekaligus pembimbing akademik atas segala bimbingan, arahan, kesabaran, dan motivasi serta kesediaannya menjadi orang tua penulis selama di FKH,

3. drh. Okti Nadia Poetri, M.Si sebagai pembimbing II atas segala bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuannya selama ini kepada penulis, 4. Prof. Dr. drh. Retno D Soedjodono, MS atas pinjaman laboratoriumnya

dan kesabaran menghadapi penulis selama penelitian,

5. Saudara-saudaraku terkasih, Mas Gigih, Mbak Yuyun, dan Erdin serta keponakanku tercinta, Nasywa, atas dukungan dan hiburannya,

6. Nenekku tercinta yang dalam keadaan sehat dan sakit tak pernah lupa memberi nasehat,

7. Saudara-saudara di Bekasi, Jakarta, Tangerang, dan Cirebon yang tak pernah lupa mengingatkan dan memberi semangat,

8. Bang Ivan, Mas Wahyu, Pak Nur, dan Pak Lukman atas bantuannya, 9. Pak Lasmino dan bapak-bapak di Farm Sahri,

10.Teman-temanku sepenelitian, “IBD Team” Acil dan Charjo serta “ND Team” Tata, Lia, Atun, dan Dilla,

(46)

12.Teman-temanku di luar Bogor (Esti, Arlita, Bayu, Syaecha, Maya, Arsi, Fitri, Rizqo, Rangga) atas dukungan jarak jauhnya,

13.Teman-teman dan adik-adikku di KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jayabaya),

14.Seluruh pengurus IMAKAHI, RUMINANSIA, BEM FKH, DKM An-Nahl tahun 2006-2007 dan 2007-2008,

15.Seluruh GOBLETERZ 42,

16.Angkatan 40, 41, 43, dan 44 atas bantuan yang begitu besar, dan

17.Seluruh civitas akademika FKH IPB yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Bogor, September 2009

(47)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 09 Desember 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Winarto dan Sopiyah dengan nama lengkap Deva Putri Attikasari.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991 dengan masuk ke Taman Kanak-Kanak Perwanida I. Kemudian pada tahun 1993, penulis melanjutkan ke SD Negeri Mrican 1 selama enam tahun. Tahun 1999 sampai tahun 2002 bersekolah di SLTP Negeri 1 Kediri dan dilanjutkan ke SMA Negeri 2 Kediri mulai dari tahun 2002 sampai tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan pada tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan di antaranya menjadi staf Departemen Komunikasi dan Informasi BEM FKH IPB tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008, staf Bidang Media Pers Islami DKM An-Nahl FKH-IPB tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008, staf Divisi Eksternal Himpunan Minat dan Profesi (Himpro) Ruminansia tahun 2006-2007, dan staf Bidang Informasi dan Komunikasi Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB tahun 2006-2007.

(48)

DAFTAR ISI

Ayam Pedaging (Broiler) ...4

Dampak Immunosupresi Infeksi Virus Infectious Bursal Disease (IBD) ...4

Vaksin dan Vaksinasi Infectious Bursal Disease (IBD) ...9

Pemakaian Teknologi ELISA dalam Perhitungan Titer Antibodi ...11

MATERI DAN METODE...13

Waktu dan Tempat Penelitian ...13

Bahan dan Alat...13

Metode Penelitian ...13

Rancangan Penelitian ...13

Prosedur pengukuran titer antibodi pada serum dengan uji ELISA ...14

HASIL DAN PEMBAHASAN...16

KESIMPULAN...20

Kesimpulan ...20

Gambar

Gambar 1 Partikel virus IBD (Baxendale & Wit 2000)
Gambar 2 Perubahan pada bursa Fabricius (Baxendale & Wit 2000)
Gambar 3 ELISA tidak langsung (Burgess 1995)
Tabel 1 Rancangan Percobaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berpikir kreatif merupakan masalah penting dalam belajar matematika. Banyak guru di sekolah dasar atau menengah masih kurang memperhatikan kemampuan ini. Dengan

Dokter (C1) merupakan seorang tenaga kesehatan yang menjadi tempat kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi.Petugas

Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan PT SUCOFINDO maupun Perusahaan BUMN lainnya dalam melakukan evalusi terhadap kebijakan penyaluran pinjaman program

Daya tahan hidup (umur) sperma baik yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu dingin sama dengan daya tahan hidup imagoA. Hal ini berarti bahwa sperma masih hidup

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis terhadap laporan biaya produksi berupa biaya bahan baku,biaya tenaga kerja dan

Dari berbagai defenisi komunikasi antarbudaya tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses komunikasi antarbudaya tidak ada kepastian bagaimana proses persepsi dan

1 Birleflmifl Milletler ‹flkence Ma¤durlar› Gönüllü Fonu Mütevelli Heyeti taraf›ndan, BM’in iflkence ma¤durlar›na yard›m› ile ilgili olarak, her- kes için

Keadaan kegemukan pada seseorang yang terjadi tanpa sebab penyakit secara jelas, tetapi semata-mata disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan Paling sering