MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI
SERAWAK DAMAI ESTATE, PT. WINDU NABATINDO
LESTARI, BUMITAMA GUNAJAYA AGRO,
KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH
WENI RISKA OCTAVIANY
A24080130
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Fertilization Management of Palm Oil (Elaeis guineensis Jacq.) on Marginal Area in Serawak Damai Estate, PT Windu Nabatindo Lestari (BGA GROUP), Kotawaringin Timur,Kalimantan Tengah
Weni Riska Octaviany1 , Hariyadi2 1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
Internship has been implemented from February 13 to May 13, 2012 in Serawak Damai Estate, PT Windu Nabatindo Lestari (BGA GROUP), East Kotawaringin, Central Kalimantan. Internship activities aimed to find out, train and understand the management palm oil plantations especially fertilization management. The collection of data and information was carried out by the direct method and the indirect method. The direct method was carried out to obtain primary data in the field through observations ranging from preparation to implementation of cultivating, fertilizing effectiveness and efficiency through the principle of 5T, direct discussion with estate manager (EM) and the assistant as well as employee. The indirect method is performed to obtain the secondary data from the garden office such as general conditions of the corporation, the climate condition and a type of soil, the condition of a plant, the organizational structure, production data and data related to activity of fertilization. Primary and secondary data is analyzed with descriptive and quantitative methods. Implementation of fertilizing in SDME Division 2 is generally pretty good ranging from preparation to implementation of fertilizing. Fertilizing effectiveness and efficiency with the principles of 5T are not good enough. Therefore, supervision and infrastructure improvements should be done correctly to improve the quality of fertilizing.
RINGKASAN
WENI RISKA OCTAVIANY. Manajemen Pemupukan Tanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Area Marjinal di Serawak Damai Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro,
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Dibimbing oleh HARIYADI).
Kegiatan magang telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012
di Serawak Damai Estate, PT. Windu Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya
Agro, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kegiatan magang ini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan tentang budidaya kelapa sawit, memperoleh
pengetahuan teknis dan manajerial perkebunan kelapa sawit, serta secara khusus
mempelajari manajemen pemupukan tanaman kelapa sawit dan menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemupukan serta memberikan
rekomendasi solusi dari permasalahan yang terjadi.
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode langsung dan
metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk memperoleh data
primer di lapangan melalui pengamatan mulai dari persiapan pemupukan sampai
pelaksanaan pemupukan, prinsip 5T (Tepat Jenis, Tepat Waktu, Tepat Dosis,
Tepat Cara, dan Tepat Administrasi), kehilangan pupuk akibat pengangkutan,
upaya efisiensi pupuk, dan produktivitas kebun. Metode tidak langsung dilakukan
untuk memperoleh data sekunder seperti kondisi umum perusahaan, kondisi iklim
dan jenis tanah, kondisi tanaman, struktur organisasi, data produksi dan data yang
terkait dengan kegiatan pemupukan. Data primer dan sekunder dianalisis dengan
metode deskriptif dan kuantitatif.
Pelaksanaan pemupukan di Serawak Damai Estate menggunakan Block
Manuring System (BMS). Pupuk yang digunakan di Serawak Damai Estate adalah
pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik yang digunakan adalah
pupuk Urea (CO(NH2)2), MOP (KCl), HGFB (B2O3), Kieserit (MgSO4.H2O), RP
(Ca(PO4)2), Palmo (14-8-21-2), Zn (ZnSO4.H2O), Cu (CuSO4.7(H2O)), sedangkan
Pelaksanaan pemupukan di Serawak Damai Estate (SDME) divisi 2 secara
umum belum cukup baik mulai dari pengadaan pupuk sampai pelaksanaan
pemupukan. Efektifitas dan efisiensi pemupukan belum sepenuhnya sesuai prinsip
5T. Ketepatan jenis, waktu, dan administrasi pemupukan sudah sesuai dengan
standar yang ditetapkan perusahaan, sedangkan ketepatan dosis dan cara belum
mencapai standar yang ditetapkan. Ketepatan dosis pupuk dapat tercapai tepat
pada blok tetapi tidak pada setiap pokok kelapa sawit. Selain kondisi lahan yang
tergenang dan banyak terdapat gulma, perilaku pemupuk yang tidak standar dalam
pelaksanaan pemupukan menyebabkan ketepatan pemupukan tidak tercapai. Oleh
karena itu pengawasan yang lebih baik dari mandor pupuk dan asisten kebun
harus ditingkatkan guna memperbaiki kualitas pemupukan berikutnya.
Kehilangan pupuk HGFB akibat pengangkutan di SDME divisi 2 cukup
tinggi karena dari hasil penimbangan bobot akhir di lapangan melebihi batas
toleransi yang diberikan yaitu ± 5%. Upaya efisiensi pemupukan sudah dilakukan
di SDME divisi 2 yaitu dengan aplikasi bahan organik seperti janjang kosong,
penyusunan pelepah hasil penunasan secara U-shape, penanaman Mucuna
Bracteata sebagai pencegah gulma, dan pembuatan siltpit untuk menekan run off
yang dapat membawa atau mencuci hara yang dibutuhkan tanaman. Produktivitas
kelapa sawit di SDME divisi 2 meningkat setiap tahunnya, akan tetapi belum
mencapai standar produktivitas Marihat kelas kesesuaian S3. Hal ini menunjukkan
bahwa realisasi pemupukan di SDME divisi 2 belum berjalan dengan baik sesuai
dengan rekomendasi pemupukan, sehingga efektivitas dan efisiensi pemupukan
MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT
(
Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI
SERAWAK DAMAI ESTATE, PT. WINDU NABATINDO
LESTARI, BUMITAMA GUNAJAYA AGRO,
KOTAWARINGIN TIMUR, KALIMANTAN TENGAH
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
WENI RISKA OCTAVIANY
A24080130
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : MANAJEMEN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) PADA AREA MARJINAL DI SERAWAK
DAMAI ESTATE, PT. WINDU NABATINDO LESTARI,
BUMITAMA GUNAJAYA AGRO, KOTAWARINGIN TIMUR,
KALIMANTAN TENGAH.
Nama : WENI RISKA OCTAVIANY
NIM : A24080130
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hariyadi, MS NIP 19611008 198601 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Weni Riska Octaviany, dilahirkan di
Bogor pada tanggal 13 Desember 1989. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dedi Mulyana
dan Ibu Rumsiah.
Pada tahun 2002 penulis lulus dari pendidikan Sekolah Dasar di SDN
Semplak 2 Bogor, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di
SMPN 1 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menempuh
pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMAN 5 Kota Bogor dan lulus pada
tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian pada tahun 2008.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kepanitiaan yang
diselenggarakan di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB seperti, Festival
Tanaman ke-30 dan Festival Tanaman ke-32, dan Masa Perkenalan Departemen
(MPD) Agronomi Hortikultura Organik 46. Selain itu penulis mengikuti
kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM)
IPB yaitu IPB Art Contest 2010. Pada Tahun 2011 penulis juga menjadi asisten
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena telah
memberikan nikmat iman dan islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan
kegiatan magang dan skripsi dengan baik.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah turut
membantu dalam pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi ini. Secara khusus
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Papa (Dedi Mulyana) dan mama (Rumsiah) serta adik-adik (Shelly
Noviyana dan Alvina M.A) dan keluarga besar penulis atas kasih sayang,
doa, bimbingan serta dukungan yang telah diberikan.
2. Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS dan keluarga sebagai pembimbing akademik
dan pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta
dukungan, khususnya selama pelaksanaan magang dan penyusunan
skripsi.
3. Bapak Rudi Ismanto (Estate Manager), Bapak Najmuddin, SP (Asisten
Divisi II), Bapak Gunawan CW.(Asisten Divisi I), Bapak Edwin Pabela,
SP (Asisten Divisi III), Bapak Syafrudin (HRD wilayah IV), Bapak Umar
Agus S (Asisten Divisi V), Bapak Suyitno (Asisten Kepala) serta Bapak
Wahyu dan Bapak Sandhi (Kasie), selaku pembimbing lapang dan
manajerial yang telah membimbing dan memberi arahan selama kegiatan
magang.
4. Keluarga besar Serawak Damai Estate, PT Windu Nabatindo Lestari,
Bumitama Gunajaya Agro, yang telah memberikan kasih sayang serta
perhatian selama penulis mengikuti kegiatan magang,
5. Teman seperjuangan di IPB dan khususnya di Agronomi dan Hortikultura angkatan 45.
Bogor, Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit ... 3
Ekologi Kelapa Sawit ... 3
Sifat Tanah Marjinal ... 4
Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit... 5
Manajemen ... 6
METODE MAGANG Waktu dan Tempat ... 7
Metode Pelaksanaan ... 7
Pengumpulan Data dan Informasi ... 8
Pengamatan ... 8
Analisis Data dan Informasi ... 10
KEADAAN UMUM Lokasi dan Letak Geografis ... 11
Keadaan Tanah dan Iklim ... 11
Luas Area dan Tata Guna Lahan ... 11
Kondisi Tanaman dan Produktivitas ... 12
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 12
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis ... 14
Aspek Manajerial ... 44
HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip 5T ... 48
Kehilangan Pupuk Akibat Pengangkutan ... 55
Upaya Peningkatan Efisiensi Pupuk ... 56
Produktivitas ... 57
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59
Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di SDME ... 12
2. Jumlah Staf dan Non Staf di SDME ... 13
3. Norma Kerja Manual Piringan dan Jalan Pikul ... 20
4. Norma Kerja Manual Gawangan Mati ... 20
5. Spesifikasi Jenis Herbisida yang Digunakan ... 23
6. Peralatan Kerja Panen di SDME Divisi 2 ... 30
7. Daftar Basis dan Premi Pemanen ... 33
8. Jenis Kesalahan dan Denda Pemanen ... 34
9. Rekomendasi Pemupukan TBM Kelapa Sawit Tahun 2012 ... 38
10.Rekomendasi Pemupukan TM Kelapa Sawit Tahun 2012 ... 38
11.Hasil Pengamatan Pokok Kelapa Sawit yang Terpupuk ... 42
12.Jenis Pupuk yang Digunakan di SDME Divisi 2 ... 48
13.Rekomendasi Pemupukan Rotasi 1 SDME Divisi 2 ... 49
14.Realisasi Pemupukan Rotasi 1 SDME Divisi 2 ... 49
15.Ketepatan Bobot Untilan pada Pupuk HGFB ... 50
16.Ketepatan Bobot Untilan pada Pupuk Urea ... 51
17.Ketepatan Bobot Untilan pada Pupuk MOP ... 51
18.Rata-rata Ketepatan Bobot Untilan Pupuk HGFB, Urea, dan MOP .. 51
19.Ketepatan Dosis Untilan per Pokok ... 52
20.Ketepatan Cara Tugal pada Pupuk Palmo dan C. Zincooper ... 53
21.Ketepatan Cara Tabur pada Pupuk Urea dan MOP ... 54
22.Rata-rata Bobot Kehilangan Pupuk HGFB Akibat Pengangkutan .... 56
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pokok Terserang Kumbang Tanduk (a) dan
Bekas Geretan Kumbang Tanduk (b) ... 15
2. Feratrap Perangkap Kumbang Tanduk ... 15
3. Ulat Tirathaba (a) dan Buah Akibat Serangan Tirathaba (b) ... 17
4. Aplikasi Janjang Kosong ... 36
5. Kegiatan Penguntilan di Gudang Pupuk ... 40
6. Pengangkutan Pupuk dari Gudang (a) dan Pengeceran Pupuk di Tempat Peletakkan Pupuk ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Jurnal Harian Magang sebagai Karyawan Harian Lepas ... 63
2. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Mandor ... 64
3. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Asisten ... 65
4. Peta Situasi Serawak Damai Estate ... 67
5. Peta Jenis Tanah Serawak Damai Estate ... 68
6. Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan di Serawak Damai Estate (Tahun 2008-2011) ... 69
7. Struktur Organisasi di Serawak Damai Estate ... 70
8. Program dan Realisasi Pemupukan di Serawak Damai Estate (Tahun 2008-2011) ... 71
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman penghasil
minyak nabati yang mempunyai produktivitas dan keunggulan lebih tinggi
dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti kedelai dan biji
bunga matahari. Indonesia adalah penghasil minyak sawit mentah (CPO) terbesar
di dunia dengan produksi sekitar 23 juta ton tahun 2011 (Ditjenbun, 2011).
Minyak kelapa sawit memiliki banyak produk turunan baik di bidang pangan
maupun non pangan, sehingga menjadi sumber penghasil devisa non-migas
Indonesia. Kelapa sawit tergolong yang paling efisien dalam penggunaan lahan
untuk pembudidayaan, yaitu dari 232 juta ha lahan di seluruh dunia, budidaya
kelapa sawit hanya menggunakan 5% untuk memasok 30% pasar minyak nabati
dunia, sedangkan kedelai menggunakan 39% lahan untuk memasok 29%
kebutuhan minyak nabati atau bunga matahari yang menggunakan 10% lahan
untuk memberikan kontribusi 8% dalam pasar minyak nabati dunia (Oil World,
2009).
Prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati
dunia telah mendorong pemerintah maupun swasta untuk memacu pengembangan
area perkebunan kelapa sawit. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan lahan yang
tersedia di Indonesia. Pengembangan area kelapa sawit sudah mengarah ke
lahan-lahan marjinal yang umumnya berada di daerah luar Pulau Jawa seperti lahan-lahan
marjinal kering (pasir) dan lahan marjinal basah (lahan gambut, pasang surut,
sulfat masam) yang berada di Kalimantan Tengah.
Lahan marjinal adalah lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki
beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu
(Yuwono, 2009). Salah satu lahan marjinal yang terdapat di Kalimantan Tengah
adalah lahan marjinal dengan tekstur tanah berpasir. Kelapa sawit yang ditanam di
daerah yang mempunyai KTK rendah seperti tanah berpasir memiliki produksi
TBS yang rendah. Pada tanah dengan tekstur pasir, daya serap tanah terhadap
pupuk rendah, akibatnya pupuk mudah hilang dari tanah dan menyebabkan
lahan marjinal memiliki beberapa keterbatasan yang harus dapat diminimalkan
seperti cekaman air, kemasaman tanah, keterbatasan hara tanaman, rendahnya
kandungan bahan organik, drainase tidak baik, dan lain-lain (Sudaryono, 2006).
Salah satu hal penting yang dapat meningkatkan produksi kelapa sawit pada lahan
marjinal adalah pemupukan.
Upaya pencapaian produktivitas kelapa sawit melalui penggunaan bahan
tanaman berpotensi produksi tinggi harus didukung dengan kemampuan
memenuhi persyaratan tumbuh yang lebih baik. Potensi genetik yang baik tidak
akan tereksploitasi secara optimal jika persyaratan tumbuhnya tidak terpenuhi.
Pemupukan menjadi faktor penting dalam upaya mencapai produktivitas yang
tinggi. Unsur hara dari pupuk menjadi tambahan energi yang sangat diperlukan
bagi pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit (Darmosarkoro et al., 2003).
Pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai
produktivitas standar sesuai kelas kesesuaian lahannya (Sutarta et al., 2003).
Biaya pemupukan yang tinggi menuntut pihak perkebunan untuk secara tepat
melakukan manajemen pemupukan dengan menerapkan kaidah efektifitas dan
efisiensi pemupukan mulai dari penentuan jenis pupuk dan dosis sampai dengan
aplikasi di lapangan.
Tujuan
Kegiatan magang ini bertujuan meningkatkan pengetahuan tentang
budidaya kelapa sawit, serta memperoleh pengetahuan pengelolaan teknis dan
manajerial di lapangan pada berbagai level pekerjaan. Secara khusus mempelajari
manajemen pemupukan pada tanaman kelapa sawit pada lahan marjinal, serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemupukan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Akar Tanaman Kelapa Sawit
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam
tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya
sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer,
sekunder, tertier, dan kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah
sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh
sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke
lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung hara. Akar tertier dan
kuarter merupakan bagian perakaran paling dekat dengan permukaan tanah.
Kedua jenis akar ini banyak ditumbuhi bulu-bulu halus yang dilindungi oleh
tudung akar. Bulu-bulu tersebut paling efektif dalam menyerap air, udara, dan
unsur hara dari dalam tanah. Kedua akar ini paling banyak ditemukan 2-2.5 m dari
pangkal batang dan sebagian besar berada di luar piringan. Pada bagian ini
tanahnya akan lebih remah dan lembab sehingga merupakan lokasi paling sesuai
untuk penyebaran pupuk. Sistem perakaran yang paling banyak ditemukan adalah
pada kedalaman 0-20 cm, yaitu pada lapisan olah tanah (top soil). Oleh karena itu,
jika menemukan sistem perakaran yang dangkal, perlu menjaga ketersediaan
unsur hara dan permukaan air tanah yang lebih mendekati permukaan akar
tanaman, terutama pada lahan marjinal (Fauzi et al., 2007).
Ekologi Kelapa Sawit
Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata
2000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan
kering yang berkepanjangan. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi
karbohidrat dan mamacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu intensitas,
kualitas, dan lama penyinaran sangat berpengaruh. Lama penyinaran optimum
yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Suhu optimum untuk
Ketinggian tempat di atas permukaan laut untuk kelapa sawit yang optimal
adalah antara 0-500 m dpl. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari
ketinggian 500 m dpl akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan
dengan yang ditanam di dataran rendah. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan
kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk
membantu proses penyerbukan (Mangoensoekarjo, 2007).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti
podsolik, latosol, alluvial, atau regosol. Namun kemampuan produksi kelapa sawit
pada masing-masing jenis tanah tersebut tidak sama. Tanaman kelapa sawit
tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang,
dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tanah yang
kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Tanaman
kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab
kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Kelapa sawit dapat
tumbuh pada pH tanah antara 4-6.5, sedangkan pH optimum adalah 5-5.5. Tanah
yang memiliki pH rendah dapat ditingkatkan dengan pengapuran. Tanah dengan
pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut
(Fauzi et al., 2007).
Sifat Tanah Marjinal
Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor,
yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah.
Tanah marjinal lahan kering Kalimantan terbentuk dari batuan sedimen masam.
Batuan sedimen masam merupakan batuan permukaan (eksogen) yang menempati
volume 5% kerak bumi. Di Kalimantan diperkirakan penyebaran tanah ini
mencapai luas 30.15 juta ha atau 57.22% dari luas pulau dengan jenis tanah utama
terdiri atas ultisol, inceptisol, dan oxisol (Subagyo et al., 2000).
Tanah marjinal memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini
ditunjukkan dengan reaksi tanah yang masam, cadangan hara dan kejenuhan basa
rendah, sedangkan kejenuhan aluminium tinggi sampai sangat tinggi. Tanah
tersebut dikarenakan batuan sedimen masam di Kalimantan terbentuk dari dua
macam bahan induk tanah, yaitu batu pasir yang bertekstur kasar dan batu liat
yang bertekstur halus. Adanya keragaman tekstur tanah yang cukup besar pada
tanah marjinal dari batuan sedimen masam akan sangat mempengaruhi sifat fisik,
kimia, maupun sifat mineraloginya. Tanah bertekstur kasar dicirikan oleh
kemampuan meretensi air dan hara yang rendah sehingga tanah rawan kekeringan
pada musim kemarau dan pencucian hara dapat terjadi secara intensif saat musim
hujan (Suharta, 2010).
Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit
Kesuburan tanah merupakan interaksi berbagai sifat tanah, yaitu sifat
kimia, fisik, dan biologi tanah. Pemahaman yang baik terhadap sifat tanah
merupakan dasar dalam upaya menjaga kesuburan tanah melalui kegiatan
pemupukan (Darmosarkoro et al., 2003). Tanaman memperoleh unsur hara dari
beberapa sumber, yaitu tanah, residu bahan organik, dan pupuk buatan yang
diberikan pada tanaman. Sumber hara (pupuk) yang umum digunakan pada
tanaman kelapa sawit adalah jenis pupuk buatan (Sutarta et al., 2003). Kebutuhan
pupuk pada kelapa sawit cukup besar seiring dengan peningkatan luas area
perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit memerlukan pupuk dalam jumlah yang
tinggi, mengingat bahwa 1 ton TBS yang dihasilkan setara dengan 6.3 kg Urea,
2.1 kg TSP, 7.3 kg MOP, dan 4.9 kg Kieserit (Poeloengan et al., 1995).
Tanaman kelapa sawit umumnya menempati tanah-tanah yang bereaksi
masam sampai agak masam (marjinal). Tanah-tanah tersebut memiliki tingkat
kesuburan kimia yang rendah, tetapi kesuburan fisiknya cukup baik. Upaya
pemupukan yang terus menerus menjadi satu keharusan mengingat kelapa sawit
tergolong tanaman yang sangat konsumtif. Kekurangan salah satu unsur hara akan
segera menunjukkan gejala defisiensi dan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif
terhambat serta produksi menurun (Poeloengan et al., 1995). Pemupukan
merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna
mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang sehat dan produksi TBS secara
sawit kurang lebih 24% dari total produksi atau sekitar 40-60% dari total biaya
pemeliharaan.
Manajemen
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
Secara umum terdapat empat fungsi manajemen yang sering disebut
POAC (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling). Dua fungsi pertama
dikategorikan sebagai kegiatan mental, sedangkan dua berikutnya dikategorikan
sebagai kegiatan fisik.
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi
kecendrungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi yang tepat
untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.
2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)
Proses yang menyangkut strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam
perencanaan dirancang dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan
tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat
memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara
efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
3. Fungsi Pengarahan dan Implementasi (Actuating)
Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak
dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat
menjalankan tanggung jawab dengan penuh kesadaran.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang
direncanakan, diorganisasikan, dan diimplementasikan dapat berjalan
sesuai dengan target yang diharapkan, meskipun berbagai perubahan
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari-13 Mei 2012.
Kegiatan magang berlokasi di Serawak Damai Estate (SDME), PT Windu
Nabatindo Lestari, Bumitama Gunajaya Agro Group, Wilayah IV Metro
Cempaga, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur,
Kalimantan Tengah.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan umum yang dilakukan selama magang yaitu kegiatan kerja
langsung di lapangan menyangkut aspek teknis dan aspek manajerial dimulai dari
karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor, dan pendamping asisten.
Kegiatan penulis selama magang dapat dilihat dalam Lampiran 1, 2 dan 3.
Pada tiga minggu pertama, penulis melakukan kegiatan sebagai karyawan
harian lepas (KHL). Selama menjadi karyawan harian lepas, kegiatan yang
dilakukan adalah kegiatan pemupukan, pemanenan, penyemprotan dan perawatan,
mencatat prestasi kerja yang diperoleh penulis dan karyawan kemudian
dibandingkan dengan norma kerja yang berlaku di perusahaan tersebut, serta
membuat catatan kegiatan.
Pada tiga minggu berikutnya penulis melakukan kegiatan sebagai
pendamping mandor. Selama menjadi pendamping mandor kegiatan yang
dilakukan adalah membantu mengawasi karyawan harian, membantu menghitung
kebutuhan pupuk, racun, membantu membuat perencanaan kebutuhan fisik dan
biaya untuk pekerjaan yang akan dilakukan, dan membuat laporan harian mandor
(LHM). Selain itu penulis melaksanakan pengambilan contoh pengamatan pada
kegiatan pemupukan, melakukan diskusi dengan mandor, asisten divisi, mantri
tanaman, manager (Estate Manager), serta membuat catatan dari seluruh kegiatan
yang telah dilakukan.
Pada enam minggu berikutnya penulis melakukan kegiatan sebagai
rencana kegiatan bulanan (RKB), membantu menyusun laporan asisten, serta
membuat catatan dari kegiatan yang dilakukan. Kegiatan khusus yang dilakukan
adalah menganalisis manajemen pemupukan pada perkebunan kelapa sawit serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pemupukan
Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung di lapangan
terhadap semua kegiatan teknis yang dilaksanakan, sedangkan data sekunder
diperoleh dari kebun meliputi lokasi dan letak geografis kebun, keadaan tanaman,
iklim dan jenis tanah, luas areal dan tata guna lahan, produksi kebun, norma kerja
di lapangan, data rekomendasi dan realisasi pemupukan 2012.
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung yang dipusatkan pada
kegiatan pemupukan yaitu dari pengadaan pupuk sampai aplikasi di lapangan,
prinsip 5T, kehilangan pupuk akibat pengangkutan, upaya efisiensi pupuk dan
produktivitas kebun.
Penulis melakukan kegiatan di lapangan mulai dari pemupukan,
pemanenan, perawatan, pengendalian gulma, dan kegiatan-kegiatan lain yang
dilakukan di SDME. Kegiatan tersebut dilakukan dengan disertai pencatatan alat
dan bahan yang digunakan, prestasi kerja, dan informasi yang diperoleh dalam
jurnal harian. Informasi dan pengetahuan juga diperoleh dari kegiatan manajerial
sebagai pendamping mandor, dan pendamping asisten.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dipusatkan pada aspek yang berhubungan
dengan kegiatan pemupukan, yaitu:
1. Pengamatan dilakukan pada prinsip 5T
Tepat Jenis : Mengamati jenis pupuk yang di aplikasikan dan
membandingkan dengan buku rekomendasi pemupukan SDME divisi 2
Tepat Waktu : Mengamati waktu aplikasi pemupukan yang
direkomendasikan dengan realisasi di lapangan berdasarkan curah hujan
bulanan pada buku rekomendasi pemupukan SDME divisi 2 tahun 2012.
Tepat Dosis : Ketepatan bobot untilan dilakukan pada pupuk
HGFBorat, Urea, dan MOP dengan melakukan penimbangan contoh 10
untilan di gudang pupuk yang dilakukan sebanyak tiga kali setiap selesai
kegiatan penguntilan, sehingga diperoleh contoh untilan sebanyak 30
untuk setiap jenis pupuk. Ketepatan dosis untilan per pokok dilakukan
pada pupuk Palmo, Urea, dan MOP di tiga blok yang berbeda untuk
masing-masing jenis pupuk dengan pengambilan contoh masing-masing
10 untilan pada tujuh penabur, sehingga diperoleh contoh 210 untilan
untuk setiap jenis pupuk yang diamati.
Tepat Cara : Ketepatan cara dilakukan dengan pengamatan pada
aplikasi jenis pupuk tabur dan tugal. Pengamatan pupuk dengan cara tabur
dilakukan pada pupuk Urea dan MOP pada dua blok yang berbeda untuk
masing-masing jenis pupuk, sedangkan pengamatan cara tugal pada pupuk
Palmo dan Chelated Zincooper pada dua blok yang berbeda untuk
masing-masing jenis pupuk. Ketepatan cara tabur maupun tugal dilakukan dengan
pengamatan 20 contoh tanaman untuk masing-masing tujuh penabur,
sehingga diperoleh 280 contoh tanaman untuk setiap pupuk yang diamati
setiap bloknya.
Tepat Administrasi : Pengamatan dilakukan secara langsung mengenai
administrasi yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan pemupukan.
2. Kehilangan Pupuk Akibat Pengangkutan
Penimbangan dilakukan sebanyak dua tahap, yaitu penimbangan 10 until
pupuk HGFB di gudang, dan dari 10 until tersebut diambil lima contoh
untuk dilakukan penimbangan akhir di lapangan ketika pupuk sampai di
tangan penabur untuk diaplikasi. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga
kali, sehingga diperoleh contoh sebanyak 15 untilan.
3. Upaya Efisiensi Pupuk
Melakukan pengamatan terhadap langkah perusahaan dalam upaya
4. Produktivitas Kebun
Membandingkan data produktivitas selama 4 tahun terakhir dengan
produktivitas standar Marihat dengan kelas kesesuaian S3.
Analisis Data dan Informasi
Data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan magang dianalisis secara
kuantitatif seperti nilai rata-rata, persentase dan perhitungan statistik sederhana
lalu dijelaskan secara deskriptif dengan membandingkan norma yang berlaku di
perkebunan kelapa sawit yang ditetapkan perusahaan. Data tersebut diolah sesuai
dengan kebutuhan penulis dan akan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik
KEADAAN UMUM
Lokasi dan Letak Geografis
Serawak Damai Estate (SDME) terletak di Desa Pundu, Kecamatan
Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Perbatasan
wilayah kebun sebelah utara dengan PT. Bisma, sebelah selatan dan timur
berbatasan dengan kebun masyarakat, dan sebelah barat berbatasan dengan
Selucing Agro Estate (SAGE).
Keadaan Iklim dan Tanah
Berdasarkan data stasiun klimatologi Departemen Riset BGA Metro
Pundu pada tahun 2011, suhu udara rata-rata di SDME adalah 26.7oC dengan suhu maksimal mencapai 31.4oC dan suhu minimal mencapai 23.7oC. Rata-rata curah hujan pada tahun 2008-2011 di SDME adalah 3298.15 mm/tahun dengan rata-rata
hari hujan adalah 108 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi menurut Schmidt
Ferguson, tipe iklim di SDME adalah tipe iklim A.
Jenis tanah SDME berdasarkan data jenis tanah 2011 terdiri dari tanah
inceptisol sebesar 64.7%, entisol sebesar 30.4% dan ultisol sebesar 4.7%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa SDME mayoritas memiliki jenis tanah inceptisol.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa sawit di SDME termasuk dalam
kelas S3 dengan faktor pembatas tekstur tanah berpasir.
Luas Area dan Tata Guna Lahan
Bumitama Gunajaya Agro (Group) memiliki Sembilan area yang tersebar
di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Riau. Di Kalimantan Tengah
terdapat dua anak perusahaan dari Bumitama Gunajaya Agro (Group) yaitu PT.
Windu Nabatindo Abadi dan PT Windu Nabatindo Lestari. PT Windu Nabatindo
Lestari terdiri dari tiga kebun yaitu Pelantaran Agro Estate (PAGE), Selucing
Agro Estate (SAGE), dan Serawak Damai Estate, sedangkan PT Windu Nabatindo
(SCME), dan Bangun Koling Estate (BKLE). Penulis melakukan kegiatan magang
di Serawak Damai Estate divisi 2.
Serawak Damai Estate memiliki luas area sebesar 3765 ha yang dibagi
menjadi lima divisi. Divisi 1 memiliki luas areal sebesar 850 ha, Divisi II 756 ha,
Divisi III 705 ha, Divisi IV 725 ha, dan Divisi V 730 ha. Setiap divisi dipimpin
oleh seorang asisten kebun.
Kondisi Tanaman dan Produktivitas
Varietas kelapa sawit yang digunakan di Serawak Damai Estate adalah
varietas Tenera Marihat yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS). Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan
populasi per hektar 136 pokok.
Tanaman kelapa sawit di Serawak Damai Estate terdiri dari tanaman
kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM).
Terdapat enam tahun tanam di SDME yaitu tahun tanam 2004, 2005, 2006, 2007,
2008, dan 2009. Produktivitas (ton/ha/tahun) TBS kebun SDME dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di SDME
Tahun Produksi dan Produktivitas TBS
Jumlah Janjang Ton TBS Ton/ha TBS
2008 334 686 1376 2.26
2009 683 590 2897 4.47
2010 1 159 035 5346 7.60
2011 556 729 4497 5.95
Sumber : Kantor Serawak Damai Estate (2012).
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Bumitama Gunajaya Agro memiliki sembilan wilayah yang tersebar di
Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Riau. Wilayah-wilayah tersebut
dipimpin langsung oleh seorang General Manager Plantation (GMP). GMP
dikepalai oleh Kepala Wilayah (Kawil). Kepala Wilayah dibantu oleh Agronomi
Controller (AGC), Departement Support (CSR, SDA, dan Akuisi), chief
keamanan, Estate Manager, Mill Manager, Kepala Tata Usaha (KTU), dan
Kepala Traksi Wilayah.
Serawak Damai Estate dipimpin oleh Estate Manager (EM) dan dibantu
oleh asisten kepala, asisten divisi, dan kepala administrasi. Asisten divisi dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh Mandor 1, mandor dan kerani divisi. Struktur
organisasi SDME dapat dilihat pada Lampiran 7. dan jumlah staf dan non staf di
SDME dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Staf dan Non Staf di SDME
No Status Pegawai KHT KHL Bulanan Jumlah
Orang
1 Staff 7
2 Pekerja Langsung
Perawatan 157 146 - 303
Panen 125 71 - 196
3 Pekerja Tidak Langsung
Mandor 16 6 13 35
Kerani Divisi 10 7 5 22
4 Lain-lain 26 15 3 44
Total 607
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Pengendalian Hama
Penanaman tanaman yang bermanfaat sebagai inang alternatif agensia
pengendali hayati dilakukan untuk meminimalkan penggunaan bahan kimia untuk
mengendalikan hama tanaman kelapa sawit seperti ulat api. Contoh dari beberapa
tumbuhan yang digunakan adalah Turnera subulata, Erechites sp., Urena lobata,
Casia tora, Antigonon, Euphorbia spp., Displazium asperium, Nephrolepis
bisserata, dan Ageratum spp. Di SDME dilakukan penanaman Turnera subulata
dan Casia tora dengan perbandingan 60% : 40%, karena Casia tora menyediakan
nektar sepanjang hari dan tidak hanya di kelopak saja tetapi di ketiak batangnya,
sedangkan Turnera subulata hanya menyediakan nektar sampai siang hari.
Tanaman tersebut ditanam di pinggir blok sepanjang jalan CR dan MR. Beberapa
hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di SDME khususnya divisi 2 yaitu
tikus, rayap, Tirathaba, kumbang tanduk, ulat api, dan ulat kantong.
Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) adalah hama yang paling banyak menyerang tanaman kelapa sawit di SDME divisi 2, karena aplikasi
janjang kosong yang belum terorganisasi dengan baik. Aplikasi janjang kosong
yang tidak tepat (tidak satu lapis) dapat menyebabkan perkembangan serangan
Oryctes. Kumbang ini dapat menyerang sejak di pembibitan tanaman muda di
lapangan, dan bahkan tanaman dewasa di atas tujuh tahun. Pada tanaman muda,
kumbang ini menggerek bagian samping pangkal pelepah terbawah langsung
mencapai titik tumbuh, sedangkan pada tanaman yang lebih tua, kumbang
menggerek pangkal pelepah yang lebih muda (bagian atas) kemudian meneruskan
gerekan kearah bawah menuju ke titik tumbuh, akibatnya dapat mengganggu
pertumbuhan vegetatif tanaman. Serangan yang berulang-ulang dapat
(a) (b)
Gambar 1. Pokok Terserang Kumbang Tanduk (a), Bekas Geretan
Kumbang Tanduk (b)
Pengendalian hama kumbang tanduk yang dilakukan di SDME divisi 2
yaitu diawali dengan deteksi dini dengan pengambilan contoh pokok yang
terserang. Jika serangan baru di atas 5%, maka dilakukan langkah pengendalian.
Sensus hama yang dilakukan oleh petugas di SDME divisi 2 dengan mengamati
setiap pokok. Serangan baru ditunjukkan adanya gundukan bekas gerekan
berwarna putih dan lubang bekas gerekan. Pengendalian dilakukan dengan
menggunakan perangkap ferotrap dengan menggunakan senyawa feromon yang
menyerupai hormon yang dihasilkan kumbang jantan untuk menarik kumbang
betina. Ketinggian perangkap yaitu 1 m dari kanopi pokok. Penggantian feromon
dilakukan setiap dua bulan. Pemasangan perangkap dilakukan pada blok terserang
setiap 200 m dipinggir blok. Prinsip kerja perangkap tersebut yaitu kumbang
tanduk selalu terbang dengan arah lurus, ketika terbang kumbang tersebut
menambrak perangkap, sehingga kumbang jatuh ke lubang yang berada di bawah
perangkap.
Hama Rayap. Dua jenis rayap yang sering ditemukan di perkebunan
kelapa sawit yaitu Captotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus. Hewan
dari ordo Isoptera ini umumnya menyerang batang, akar, dan pelepah daun yang
telah mati maupun yang masih hidup. Lahan yang beresiko terserang rayap adalah
lahan gambut dan pasir. Serangan rayap jenis Captotermes curvignathus merusak
jaringan hidup tanaman yang akibatnya mematikan tanaman kelapa sawit. Rayap
jenis Macrotermes gilvus mengganggu jaringan akar sehingga tanaman berpotensi
tumbang. Koloni rayap ini bergerak di sekitar batang. Jika rayap ini bergerak jauh
dari pohon maka tidak akan mematikan jaringan sehingga tidak perlu
dikhawatirkan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida dengan
bahan aktif kloripirofos atau dengan manual dengan membongkar sarang utama
dan membunuh semua rayap yang ada di dalamnya terutama ratunya.
Pengendalian yang dilakukan pihak kebun yaitu aplikasi Fipronil 50 SC atau
Curbix 100 EC dengan dosis 5 ml per pokok yang disiramkan mengelilingi pokok.
Fipronil bekerja dengan cara mengganggu sinyal rayap tersebut untuk kembali
pada ratu mereka. Cara semprotnya yaitu setengah larutan semprot di kawasan
pucuk dan setengah larutan disemprot keliling pangkal pokok.
Hama Tirathaba. Hama yang sedang menyerang hampir di seluruh divisi di SDME adalah hama Tirathaba. Terdapat dua jenis Tirathaba, yaitu hama
Tirathaba mundella dan Tirathaba rufivena. Stadia hama yang merugikan adalah
pada stadia ulat yang menyerang adalah bunga dan buah, terutama yang masih
muda. Apabila buah muda mendapat serangan dari hama ini maka buah akan
terlambat tumbuh. Jika menyerang bunga dapat menyebabkan kerontokan bunga.
Gejala yang nampak dari serangan Tirathaba adalah terdapat gumpalan kotoran
ulat yang bercampur dengan sisa-sisa makanan yang menempel pada buah kelapa
sawit dan terdapat bekas gerekan atau alur-alur pada permukaan atas buah. Pada
serangan berat dapat menyebabkan lubang pada pangkal buah, sehingga
menyebabkan busuknya brondolan. Pada serangan yang ringan dapat
menyebabkan buah kering berwarna kecoklatan di bagian ujung akibat dari
lapisan atas yang dimakan ulat. Tempat yang menjadi pilihan hama ini adalah
daerah yang lembab. Kelembaban dapat disebabkan terlambatnya sanitasi dan
Pengendalian yang terpenting dilakukan adalah menjaga kebersihan pokok
dengan melakukan kebijakan kastrasi dan sanitasi pada tanaman belum
menghasilkan dengan tepat waktu dan mempertahankan agar musuh alami hama
Tirathaba yaitu ulat Braconidae, parasit pupa Ichneumonidae dan Chelisoches
moris dapat berperan mengontrol perkembangan hama Tirathaba. Langkah
pertama yang dilakukan adalah deteksi dini di TPH dengan menghitung
persentase jumlah janjang yang terserang. Apabila serangan kurang dari 5%,
dilakukan tindakan kontrol dan jika serangan di atas 5%, dilakukan tindakan
selanjutnya yaitu sensus terhadap pokok dari asal buah tersebut. Jika hasil sensus
menunjukkan serangan di atas 5%, maka dilakukan tindakan penyemprotan
Bacillus turingiensis dengan konsentrasi 1g/1l air. Petugas yang melaksanakan
penyemprotan adalah petugas yang melakukan sensus serangan Tirathaba
sebelumnya. Hal ini dilakukan agar penyemprotan yang dilakukan lebih tepat
sasaran.
(a) (b)
Gambar 3. Ulat Tirathaba (a), Buah Akibat Serangan Tirathaba (b)
Hama Tikus. Pada tanaman belum menghasilkan (TBM), tikus memakan
pangkal pelepah daun, sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) menyerang
buah baik buah mentah maupun buah masak. Bekas gigitan dari hama tikus
terlihat lebih rapi dari gigitan hewan lainnya seperti tupai. Langkah awal yang
dilakukan adalah deteksi dini dari buah yang terserang di TPH. Jika persentase
diatas 5% dilakukan sensus terhadap pokok sawit tersebut. Pengendalian hama
tikus yaitu dengan rodentisida yang dilakukan serentak karena untuk hama tikus
Klerat RMB dengan dosis 0.7 kg/ha/rotasi. Selain itu secara alami pengendalian
serangan tikus yaitu dengan pengembangbiakan burung hantu Tyto alba.
Hama Ulat Kantong. Jenis hama ulat kantong yang menyerang adalah
Metisa plana, Mahasena corbetti, Crematosphisa. Penyebaran hama ini sangat
cepat, karena sifatnya yang mudah berpindah dari satu daun ke daun lain atau dari
satu pohon ke pohon lain. Pada setiap perpindahan, ulat betina akan membentuk
kantong-kantong. Setelah terbungkus kantong, ulat hanya bergerak dan memakan
daun dengan cara mengeluarkan kepala dan tungkai depannya (Fauzi et al., 2007).
Hama Ulat Api. Ulat Api merupakan ulat pemakan daun kelapa sawit. Di
SDME keberadaan ulat api masih dalam keadaan normal, sehingga tidak
menyebabkan kerugian. Jenis ulat api yang terdapat di divisi 2 adalah jenis Setora
nitens, Setothosea asigna Van Eecke, dan Darna trima Moore. Gejala
serangannya yaitu daun berlubang bekas gigitan, dan dalam serangan berat daun
kelapa sawit hanya tersisa tulang daun saja. Populasi ulat api dapat stabil secara
alami di lapangan dengan adanya musuh alami predator dan parasitoid. Predator
ulat api yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan Sycanus
leucomesus, sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae,
Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus
purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, dan Dolichogenidae metesae.
Parasitoid tersebut diperbanyak dan dikonservasi dengan menyediakan makanan
bagi imago parasitoid tersebut seperti tanaman Turnera subulata, Turnera
ulmifolia, dan Cassia tora.
Penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit di SDME divisi 2 yaitu
busuk pucuk, busuk akar, dan marasmius. Busuk pucuk disebabkan oleh jamur
Erwinea. Pada tingkat TBM pengendalian dilakukan dengan mencabut semua
pucuk yang sudah busuk kemudian menghamparnya di sinar matahari atau
membakarnya agar tidak menular ke pokok yang lain dan pada batang yang
terkena serangan disemprot atau disiram dengan Dithane. Penyakit marasmius
dapat menyerang buah dan jika tidak dikendalikan, penyakit ini dapat
menyebabkan busuk pada semua buah. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan
Pengendalian Gulma
Gulma adalah tanaman yang tidak diharapkan keberadaannya pada suatu
tanaman produksi. Gulma yang tumbuh di sekitar pokok tanaman kelapa sawit
perlu dikendalikan karena dapat menyebabkan kerugian bagi tanaman kelapa
sawit sehingga dapat menghambat pekerjaan pemupukan dan panen TBS. Gulma
menjadikan tanaman utama berkompetisi dalam memperoleh air, unsur hara,
cahaya maupun CO2. Selain itu gulma juga dapat menjadi inang bagi hama dan
penyakit. Gulma yang sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit diantaranya
adalah Mikania micrantha, Ageratum conizoides, Glichenia linearis,
Chromolaena odorata, Imperata cylindrical, dan lain-lain. Pengendalian gulma
dimaksudkan untuk menekan populasi gulma sampai tingkat yang tidak
merugikan tanaman utama.
Tujuan pengendalian gulma adalah menjaga piringan, jalan pikul, jalan
tengah, jalan kumis, dan TPH bersih sepanjang tahun, sehingga dapat
mempermudah pekerjaan panen dan pemupukan.
Pada dasarnya terdapat tiga cara pengendalian gulma yaitu secara manual,
kimiawi dan biologis (Fauzi et al., 2007). Di SDME pengendalian gulma
dilakukan dengan ketiga cara tersebut. Langkah awal pengendalian gulma di
perkebunan kelapa sawit seperti di SDME dilakukan dengan cara biologi, yaitu
penanaman LCC (Legum Cover Crop) di gawangan mati dan diantara pokok
dalam baris tanaman setelah tahapan Land Clearing dilakukan. Penanaman bibit
kelapa sawit baru dilakukan apabila penutupan dari LCC tersebut sekitar 40% dari
area yang akan ditanam. Di Serawak Damai Estate, jenis LCC yang digunakan
adalah MB (Mucuna bracteata).
Pengendalian Gulma Secara Manual. Pengendalian gulma secara manual
dilakukan terhadap gulma yang tidak bisa dikerjakan dengan penyemprotan.
Kegiatan manual ini dilakukan untuk membersihkan gulma pada gawangan mati,
apabila ketinggian gulma sudah melebihi 1,5 m, sedangkan untuk piringan dan
jalan pikul, pengendalian gulma secara manual disebabkan karena posisi gulma
terlalu dekat dengan kelapa sawit terutama pada TBM, Mucuna bracteta yang
langsung disemprot. Kegiatan yang dilakukan adalah membersihkan pokok kelapa
sawit dari kacangan yang melilit dan dongkel anak kayu tumbuhan pengganggu di
gawangan. Norma kerja untuk pengendalian gulma secara manual disesuaikan
berdasarkan tiga kondisi area, yaitu ringan, sedang, dan berat.
Tabel 3. Norma Kerja Manual Piringan dan Jalan Rintis
Umur Tanaman Ringan Sedang Berat
………(hk/ha/rotasi)………
TBM I 2 3 4
TBM II dan III 2 3 4
TM 1 2 3
Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).
Tabel 4. Norma Kerja Manual Gawangan Mati
Umur Tanaman Ringan Sedang Berat
………(hk/ha/rotasi)………
TBM I - - -
TBM II dan III 2 3 4
TM - 2 4
Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).
Pengendalian Gulma Secara Kimia. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan
dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma secara kimia membutuhkan
biaya yang cukup besar, oleh karena itu penggunaan herbisida dan aplikasi yang
tepat dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan.
SDME memiliki dua tim semprot yaitu Tim BGA Spraying System dan
tim Semprot Divisi.
a) Tim BSS
BSS bertugas menyemprot gulma di piringan, jalan pikul, TPH, dan
melakukan rehabilitasi terhadap area yang sudah clean weeding yaitu dengan
penanaman Nephrolepis biserrata dan Mucuna bracteata. Di SDME terdapat dua
BSS yaitu BSS Rayon A dengan area kerja divisi 1, 2, 3, dan BSS Rayon B
Metode Pelaksanaan. Tim BSS menggunakan satu unit truk yang
dilengkapi dengan tangki berkapasitas 2500 l untuk kebutuhan air penyemprot.
Truk tersebut juga digunakan untuk membawa para pekerja ke area kerja.
Pengisian air dalam tangki dilakukan pada sore hari sehari sebelum
penyemprotan, sedangkan pencampuran racun dilakukan pada pagi hari sebelum
berangkat ke lapangan. Pengadukan larutan harus dilakukan secara merata dan
menggunakan pengaduk yang disediakan dalam tangki. Pengisian larutan
dilakukan oleh satu orang yang bertugas sebagai tenaga pengairan.
Tim BSS menggunakan sistem hancak giring, yaitu sistem hancak yang
dilakukan dengan pemberian hancak tertentu kepada penyemprot setiap hari tetapi
perpindahan dari hancak satu ke yang lain dilakukan giring. Tugas mandor
semprot yaitu menentukan hancak untuk setiap tenaga semprot berdasarkan
kelompok kerja semprot. Pembagian hancak tersebut dilakukan agar kegiatan
penyemprotan pada blok menjadi terfokus, sehingga memudahkan kegiatan
semprot, mobilisasi kendaraan dan pengawasan. Mandor semprot harus
melaksanakan survey kondisi sebaran dan kerapatan gulma sehari sebelum
penyemprotan dilakukan. Adapun sistem pengancakan kerja untuk alat semprot
yang hanya dapat mengerjakan jalan pikul dilakukan dari CR menuju jalan
tengah. Pada saat penyemprotan jalan pikul, posisi nozzle dengan gulma kurang
lebih 30-40 cm, dan untuk penyemprotan piringan dilakukan dengan memutar
pokok kelapa sawit dengan jarak 2 m dari pangkal. Setelah pekerjaan selesai,
semua perlengkapan dibersihkan dan dikembalikan di gudang penyimpanan dan
diperiksa oleh mandor. Pada apel sore pukul 15.00, asisten dan mandor berkumpul
di kantor divisi untuk menyelesaikan laporan realisasi kerja semprot dan hasil
pemeriksaan Quality Check semprot. Selain itu melaksanakan rencana kerja besok
hari berdasarkan Rencana Kerja Bulanan dan Rencana Kerja Harian sebelumnya
dan melakukan evaluasi.
Kalibrasi bertujuan mengetahui kondisi alat terutama nozzle semprot,
mengetahui volume semprot yang diperlukan per satuan luas tertentu, mengetahui
rata-rata kecepatan jalan yang diperlukan, dan mengetahui kondisi peralatan yang
saatnya mendapatkan penggantian.Kalibrasi dilakukan satu minggu sekali sebesar
semprot setiap satu minggu sekali. Volume semprot dihitung berdasarkan hasil
perlakuan kalibrasi yaitu luas area 1 ha dikalikan dengan flow rate atau output
semprot rata-rata (liter/menit), kemudian dibagi dengan hasil perkalian jarak jalan
(meter) oleh operator selama 1 menit dengan lebar semprotan rata-rata (meter).
Tenaga Kerja dan Alat Pelindung Diri. Tim BSS SDME Rayon A
terdiri dari 24 orang tenaga wanita (karyawan harian tetap) dengan satu orang
tenaga pengairan. Tenaga penyemprot tidak boleh diganti-ganti dalam rangka
mengembangkan profesionalisme dan tanggung jawab alat semprot yang
digunakan. Untuk pemeliharaan piringan dan jalan rintis terdapat tiga kondisi
kerapatan gulma di lapangan, yaitu kondisi ringan dengan persentase gulma
menutup 0-30%, kondisi sedang 31-75%, dan kondisi berat di atas 75%. Untuk
tanaman belum menghasilkan (TBM), hari kerja semprot untuk kondisi ringan,
sedang, dan berat adalah 0.5, 0.5, dan 0.8 hk/ha/rotasi, sedangkan untuk tanaman
menghasilkan hari kerja semprot untuk kondisi ringan, sedang, dan berat adalah
0.3, 0.4, dan 0.5 hk/ha/rotasi. Pada prinsipnya, area berat pada kondisi awal akan
menjadi ringan jika rotasi dilaksanakan dengan konsisten dengan teknis yang
benar.
Di SDME tim BSS dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti apron,
masker, sepatu boot, sarung tangan karet, topi, dan kacamata. Pihak perusahaan
berkewajiban memenuhi perlengkapan pelindung yang diperlukan karyawan
untuk meningkatkan kinerja penyemprot. Pemberian extra fooding untuk
penyemprot setiap enam hari sekali diberikan dengan tujuan menetralkan racun
dalam darah.
Alat dan Bahan. Tim BSS menggunakan knapsack sprayer jenis SA 15
dengan kapasitas 15l dengan nozzle VLV yellow deflactor dan sprayer jenis CIJ
dengan kapasitas 16l. SA 15 merupakan modifikasi sprayer gendong yang
dilengkapi dengan pengatur tekanan (L dan H) sehingga didapatkan tekanan yang
konstan, dan merupakan alat semprot yang paling ideal dalam pemakaian nozzle
jenis VLV (Very Low Volume) seperti VLV 200, 100 dan 50. Alat semprot CIJ
Herbisida yang digunakan merupakan herbisida sistemik yaitu gliphosat
dan metil metsulfuron. Berikut spesifikasi jenis herbisida yang digunakan di
[image:37.595.101.518.197.455.2]Serawak Damai Estate.
Tabel 5. Spesifikasi Jenis Herbisida yang Digunakan
Jenis Herbisida
Sifat Gulma
Sasaran Keterangan Bahan Aktif Nama Dagang Kandungan Bahan Aktif Gliphosat KleenUp
480 AS
480 g/l Sistemik Alang-alang, rumput-rumputan dan gulma daun lebar
Herbisida purna tumbuh. Kurang efektif bila air permukaan tanah tinggi dan daya racun terganggu. Metil
metsulfuron
Metaprima 20 WDG
20% Sistemik Pakis-pakisan, gulma daun lebar
Herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh. Dapat dicampur dengan herbisida lainnya.
Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).
Konsentrasi yang digunakan di lapangan yaitu 80cc untuk gliphosat, dan
3g untuk metil per kap. Prinsip kerja yang dilakukan tenaga semprot adalah
menyemprot dengan ketinggian nozzle kurang lebih 40 cm dari permukaan gulma.
Pada penyemprotan TBM, pekerja membelakangi tanaman agar tidak terkena
tanaman. Selain itu peralatan yang menunjang kegiatan penyemprotan adalah
sabun, kotak P3K, bendera merah dan kuning. Bendera merah untuk batas hancak
(mulai semprot) dan bendera kuning untuk batas akhir semprot.
b) Semprot Divisi
Tim semprot divisi bertugas menyemprot alang-alang, dan gawangan mati
(anak kayu, Crhomolaena odorata, Melastoma malabatricum, Stenocleana,
Gleichenia linearis). Semprot divisi terdiri dari tujuh tenaga wanita. Hari kerja
semprot untuk tanaman belum menghasilkan dalam kondisi ringan, sedang dan
menghasilkan dalam kondisi ringan, sedang, dan berat yaitu 0.3, 0.5, dan 1
hk/ha/rotasi. Bahan yang digunakan oleh tim semprot divisi adalah paraquat,
metil, dan triclopyr. Komposisi bahan dapat berubah sesuai gulma dominan pada
area yang akan disemprot. Untuk area dengan gulma dominan berdaun lilin, dan
berdaun sukulen, pada penyemprotan di musim hujan ditambahkan zat perekat
dengan konsentrasi 0.1-0.2 % larutan. Alat semprot yang digunakan tim semprot
divisi adalah jenis Solo.
Premi basis yang diterapkan bagi mandor semprot adalah Rp 400,000/
bulan, sedangkan premi yang diterima karyawan adalah Rp 2,500/hari. Selain itu
diberikan extra fooding berupa susu kaleng setiap enam hari kerja.
Perawatan
Perawatan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting
dan menentukan masa produktif tanaman. Perawatan bukan hanya ditujukan pada
tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah). Walaupun tanaman dirawat
dengan baik, tetapi perawatan tanah tidak dilakukan maka tidak akan memberikan
manfaaat yang maksimal. Kegiatan perawatan yang dilakukan di SDME
diantaranya:
Rawat Jalan.
Tujuan dari kegiatan rawat jalan adalah melakukan pemeliharaan
terhadap jalan, baik Main Road, Collection Road maupun jalan akses
sehingga mempermudah proses evakuasi dan transportasi TBS. Prinsip
utama dari kegiatan rawat jalan adalah segera memperbaiki jalan yang
berpotensi rusak (genangan air, lubang) sebelum kegiatan evakuasi TBS
dilakukan pada blok tersebut.
Kegiatan rawat jalan diantaranya membuang air yang tergenang di
sekitar jalan MR atau CR terutama setelah turun hujan, sehingga
memperlancar aliran drainase jalan.
Pembuatan Titi Panen, TPH, Gawangan dan Jalan Pikul
Pemasangan titi panen pada parit di tengah blok dibuat setiap jalan
rintis, dan pemasangan titi panen di pinggir CR yang terdapat parit
panen disesuaikan dengan lebar parit dengan menambah 30 cm pada
masing-masing tepi parit. Pembuatan TPH harus rata dan bersih dari
gulma apapun, agar mempermudah penempatan dan pengangkutan buah
ke unit. Untuk TPH yang datar pada kondisi menampung 100-110 pokok,
sedangkan untuk TPH yang berbukit dapat menampung 70-80 pokok.
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah dan air merupakan langkah penting yang harus dilakukan
pada perkebunan kelapa sawit terutama pada lahan marjinal.
Konservasi Tanah
Penanaman Mucuna Bracteata
Salah satu upaya yang dilakukan di SDME dalam meningkatkan
produktivitas pada lahan marjinal adalah dengan penenaman LCC
(Legume Cover Crop). Penanaman LCC pada area kelapa sawit bertujuan
untuk mencegah terjadinya erosi dan menambah bahan organik tanah,
memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi pada jangka waktu
yang panjang, menjaga kelembaban atau iklim mikro tanah, menghambat
pertumbuhan gulma dan inang hama, meminimalkan terjadinya pencucian
pupuk, menambah kesuburan tanah dengan peningkatan fiksasi unsur
nitrogen, dan membantu proses pelapukan. Di SDME jenis LCC yang
ditanam adalah jenis Mucuna Bracteata, karena jenis LCC seperti
Pueraria javanica, Calopagonium caeruleum, Calopagonium mucunuides
dan Centrocema pubescent belum mampu menekan pertumbuhan gulma
secara optimal karena keterbatasan umur dan ketidaktahanan terhadap
naungan, sehingga gulma Asystasia gangetica dan Mikania micranta
cenderung meningkat saat memasuki tahun pertama tanaman
menghasilkan. Mucuna bracteata memiliki keunggulan diantaranya
pertumbuhan sangat cepat, lebih mudah tumbuh dan lambat dalam
memasuki masa generatif, memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca
panas, tahan terhadap naungan, memproduksi perbanyakan (stek) yang
lebih banyak, lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
mempertahankan erosi tanah. Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan
cara generatif dan vegetatif. Di kebun SDME perbanyakan dilakukan
secara vegetatif yaitu stek dan merunduk. Bahan stek diambil dari batang
sulur MB yang tidak terlalu tua, dan untuk sistem merunduk bahan diambil
dari batang sulur MB yang masih tumbuh di lapangan.
Penanaman Nephrolepis biserrata
Gulma yang tumbuh pada tanaman kelapa sawit dapat bersaing
dengan tanamaan kelapa sawit untuk memperoleh hara. Akan tetapi pada
gulma-gulma tertentu dipertahankan karena memiliki kegunaan lain,
contohnya adalah Nephrolepis biserrata. Gulma ini dipertahankan dan
diperbanyak untuk menjaga kelembaban sekitar pokok kelapa sawit.
Penanaman N.biserrata dilakukan dengan mengambil bibit yang
menempel pada pokok kelapa sawit. Terdapat tiga orang karyawan yang
bertugas dalam penanaman N.biserrata. Tanamaan Nephrolepis tersebut
ditanam di sekitar piringan pokok kelapa sawit berbentuk U-shape, dengan
prioritas pada area yang sudah cleen weeding. Prestasi kerja karyawan
yaitu 0.8-1 ha /hk. Alat yang digunakan adalah cangkul kecil dan arit.
Front Stacking
Front stacking adalah penempatan pelapah pada antar pokok dalam
baris atau di gawangan mati. Fungsi dari penyusunan pelepah ini adalah
sebagai mulsa bagi tanah sehingga dapat menahan laju aliran permukaan,
menjaga kelembaban tanah, menghambat pertumbuhan gulma, dan
menambah hara tanah melalui proses pelapukan.
Metode penyusunan pelepah ditentukan berdasarkan topografi
lahan tersebut. Untuk area dengan kemiringan >5% maka penyusunan
dilakukan secara melintang, sedangkan untuk area datar <5% dilakukan
penyusunan secara U-shape. Pelepah hasil penunasan semester 1 disusun
merata di antar pokok dalam baris, dan untuk semester 2 disusun merata di
gawangan mati.
Konservasi Air
Konservasi air pada perkebunan kelapa sawit sangat penting dilakukan,
pokok. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber air yang ada sangat diperlukan,
terutama pada tanah-tanah marjinal (pasir, kaolin).
Beberapa usaha yang dilakukan untuk konservasi air di SDME antara lain: Parit Discontinue
Parit discontinue dibuat pada area berpasir dengan tujuan untuk
menampung air yang melimpah pada saat musim hujan dan
menyimpannya untuk kebutuhan tanaman kelapa sawit di sekitarnya,
karena daya simpan air pada tanah dengan tekstur berpasir kurang baik.
Parit discontinue dibuat dengan lebar 1 m dengan kedalaman 60 cm. Parit
discontinue dibuat di gawangan mati dengan rasio 4:1 (4 baris tanaman
terdapat satu parit discontinue) atau 8:1 (delapan baris tanaman terdapat
satu parit discontinue) sesuai dengan kebutuhan.
Siltpit
Siltpit dibuat pada area-area miring dan juga area datar dengan
tujuan dapat menampung sementara air sebelum diserap oleh tanaman.
Selain itu, siltpit juga berfungsi menampung pupuk dan bahan organik
yang tercuci akibat aliran permukaan pada saat hujan. Rasio kebutuhan
siltpit/ha adalah 34 unit dengan lebar 60 cm, panjang 400 cm dan
kedalaman 50 cm.
Road side pit
Road side pit adalah lubang yang dibuat di pinggir jalan baik CR
(Collection Road) maupun MR (Main Road) pada area-area miring dan
berbukit dengan tujuan untuk mengurangi laju air yang dapat merusak
permukaan jalan. Selain itu juga untuk sebagai tempat penyimpanan air
sementara yang dapat diserap oleh tanaman. Ukuran dan jumlah kebutuhan
road side pit ditentukan dari kemiringan jalan. Semakin besar
kemiringannya, maka kebutuhan pembuatan road side pit semakin banyak. Sekat air
Sekat air dibuat pada parit-parit dengan aliran yang tidak deras.
Tujuan pembuatan sekat air adalah untuk mempertahankan ketinggian air
antara 30–60 cm. Pada saat musim hujan air tidak terbuang semua dan
tanaman. Keuntungan lain dari sekat air adalah dapat mencegah erosi parit,
terutama pada area-area berpasir.
Selain itu di Serawak Damai Estate dilakukan Water Management seperti
pembuatan drainase alur, drainase primer, drainase sekunder, dan drainase
lapangan. Drainase alur adalah pembuangan air yang berlebih dari dalam kebun
ke luar kebun. Drainase primer adalah parit penampungan dari parit-parit
sekunder dan mengalirkannya ke outlet dengan ukuran 4 m x 4 m. Drainase
sekunder adalah parit yang langsung menampung air dari permukaan lapangan
terutama bagian-bagian yang rendah dan mengalirkannya ke parit primer dengan
ukuran 2 m x 2 m dengan dasar 1 m, dan drainase lapangan adalah parit cabang
yang dibuat untuk membantu mengalirkan air pada tanah rendahan ke parit
sekunder dengan ukuran 1 m x 1 m dengan dasar 1 m.
Pencucian atau pendalaman parit dimulai dari parit outlet yang berbatasan
dengan alur pembuangan kebun dan keluar menuju ke parit di dalam area
perkebunan. Norma kerja untuk pemeliharaan parit berukuran 1 m x 1 m adalah
20 m/hk, dan parit berukuran 2 m x 2 m adalah 15 m/hk yang dilakukan secara
manual. Untuk parit berukuran 4 m x 4 m menggunakan alat Exavator PC200
dengan norma 30 m/HM (Hour Machine), dan 4 m/hk jika dilakukan secara
manual.
Pemanenan
Proses pemanenan kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong buah
masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pokok kelapa sawit ke
Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) dan dari TPH akan diangkut ke pabrik dalam
kondisi yang sesegar-segarnya untuk mencegah meningkatnya Asam Lemak
Bebas (ALB) yang mengakibatkan turunnya kualitas CPO. Kegiatan potong buah
ini dilakukan pada buah yang sudah matang (dua brondol/kg berat tandan) seperti
jumlah brondolan yang keluar secara alami.
Pemanenan merupakan kegiatan terpenting dalam pengelolaan perkebunan
kelapa sawit, oleh karena itu pengelolaan panen harus dilakukan dengan baik
mulai dari persiapan panen, pelaksanaan pa