• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis

Pengendalian Hama

Penanaman tanaman yang bermanfaat sebagai inang alternatif agensia pengendali hayati dilakukan untuk meminimalkan penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan hama tanaman kelapa sawit seperti ulat api. Contoh dari beberapa tumbuhan yang digunakan adalah Turnera subulata, Erechites sp., Urena lobata, Casia tora, Antigonon, Euphorbia spp., Displazium asperium, Nephrolepis bisserata, dan Ageratum spp. Di SDME dilakukan penanaman Turnera subulata dan Casia tora dengan perbandingan 60% : 40%, karena Casia tora menyediakan nektar sepanjang hari dan tidak hanya di kelopak saja tetapi di ketiak batangnya, sedangkan Turnera subulata hanya menyediakan nektar sampai siang hari. Tanaman tersebut ditanam di pinggir blok sepanjang jalan CR dan MR. Beberapa hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di SDME khususnya divisi 2 yaitu tikus, rayap, Tirathaba, kumbang tanduk, ulat api, dan ulat kantong.

Hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) adalah hama yang paling banyak menyerang tanaman kelapa sawit di SDME divisi 2, karena aplikasi janjang kosong yang belum terorganisasi dengan baik. Aplikasi janjang kosong yang tidak tepat (tidak satu lapis) dapat menyebabkan perkembangan serangan Oryctes. Kumbang ini dapat menyerang sejak di pembibitan tanaman muda di lapangan, dan bahkan tanaman dewasa di atas tujuh tahun. Pada tanaman muda, kumbang ini menggerek bagian samping pangkal pelepah terbawah langsung mencapai titik tumbuh, sedangkan pada tanaman yang lebih tua, kumbang menggerek pangkal pelepah yang lebih muda (bagian atas) kemudian meneruskan gerekan kearah bawah menuju ke titik tumbuh, akibatnya dapat mengganggu pertumbuhan vegetatif tanaman. Serangan yang berulang-ulang dapat mengakibatkan kematian tanaman.

(a) (b)

Gambar 1. Pokok Terserang Kumbang Tanduk (a), Bekas Geretan Kumbang Tanduk (b)

Pengendalian hama kumbang tanduk yang dilakukan di SDME divisi 2 yaitu diawali dengan deteksi dini dengan pengambilan contoh pokok yang terserang. Jika serangan baru di atas 5%, maka dilakukan langkah pengendalian. Sensus hama yang dilakukan oleh petugas di SDME divisi 2 dengan mengamati setiap pokok. Serangan baru ditunjukkan adanya gundukan bekas gerekan berwarna putih dan lubang bekas gerekan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan perangkap ferotrap dengan menggunakan senyawa feromon yang menyerupai hormon yang dihasilkan kumbang jantan untuk menarik kumbang betina. Ketinggian perangkap yaitu 1 m dari kanopi pokok. Penggantian feromon dilakukan setiap dua bulan. Pemasangan perangkap dilakukan pada blok terserang setiap 200 m dipinggir blok. Prinsip kerja perangkap tersebut yaitu kumbang tanduk selalu terbang dengan arah lurus, ketika terbang kumbang tersebut menambrak perangkap, sehingga kumbang jatuh ke lubang yang berada di bawah perangkap.

Hama Rayap. Dua jenis rayap yang sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit yaitu Captotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus. Hewan dari ordo Isoptera ini umumnya menyerang batang, akar, dan pelepah daun yang telah mati maupun yang masih hidup. Lahan yang beresiko terserang rayap adalah lahan gambut dan pasir. Serangan rayap jenis Captotermes curvignathus merusak jaringan hidup tanaman yang akibatnya mematikan tanaman kelapa sawit. Rayap jenis Macrotermes gilvus mengganggu jaringan akar sehingga tanaman berpotensi tumbang. Koloni rayap ini bergerak di sekitar batang. Jika rayap ini bergerak jauh dari pohon maka tidak akan mematikan jaringan sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida dengan bahan aktif kloripirofos atau dengan manual dengan membongkar sarang utama dan membunuh semua rayap yang ada di dalamnya terutama ratunya. Pengendalian yang dilakukan pihak kebun yaitu aplikasi Fipronil 50 SC atau Curbix 100 EC dengan dosis 5 ml per pokok yang disiramkan mengelilingi pokok. Fipronil bekerja dengan cara mengganggu sinyal rayap tersebut untuk kembali pada ratu mereka. Cara semprotnya yaitu setengah larutan semprot di kawasan pucuk dan setengah larutan disemprot keliling pangkal pokok.

Hama Tirathaba. Hama yang sedang menyerang hampir di seluruh divisi di SDME adalah hama Tirathaba. Terdapat dua jenis Tirathaba, yaitu hama Tirathaba mundella dan Tirathaba rufivena. Stadia hama yang merugikan adalah pada stadia ulat yang menyerang adalah bunga dan buah, terutama yang masih muda. Apabila buah muda mendapat serangan dari hama ini maka buah akan terlambat tumbuh. Jika menyerang bunga dapat menyebabkan kerontokan bunga. Gejala yang nampak dari serangan Tirathaba adalah terdapat gumpalan kotoran ulat yang bercampur dengan sisa-sisa makanan yang menempel pada buah kelapa sawit dan terdapat bekas gerekan atau alur-alur pada permukaan atas buah. Pada serangan berat dapat menyebabkan lubang pada pangkal buah, sehingga menyebabkan busuknya brondolan. Pada serangan yang ringan dapat menyebabkan buah kering berwarna kecoklatan di bagian ujung akibat dari lapisan atas yang dimakan ulat. Tempat yang menjadi pilihan hama ini adalah daerah yang lembab. Kelembaban dapat disebabkan terlambatnya sanitasi dan kastrasi pokok.

Pengendalian yang terpenting dilakukan adalah menjaga kebersihan pokok dengan melakukan kebijakan kastrasi dan sanitasi pada tanaman belum menghasilkan dengan tepat waktu dan mempertahankan agar musuh alami hama Tirathaba yaitu ulat Braconidae, parasit pupa Ichneumonidae dan Chelisoches moris dapat berperan mengontrol perkembangan hama Tirathaba. Langkah pertama yang dilakukan adalah deteksi dini di TPH dengan menghitung persentase jumlah janjang yang terserang. Apabila serangan kurang dari 5%, dilakukan tindakan kontrol dan jika serangan di atas 5%, dilakukan tindakan selanjutnya yaitu sensus terhadap pokok dari asal buah tersebut. Jika hasil sensus menunjukkan serangan di atas 5%, maka dilakukan tindakan penyemprotan Bacillus turingiensis dengan konsentrasi 1g/1l air. Petugas yang melaksanakan penyemprotan adalah petugas yang melakukan sensus serangan Tirathaba sebelumnya. Hal ini dilakukan agar penyemprotan yang dilakukan lebih tepat sasaran.

(a) (b)

Gambar 3. Ulat Tirathaba (a), Buah Akibat Serangan Tirathaba (b)

Hama Tikus. Pada tanaman belum menghasilkan (TBM), tikus memakan

pangkal pelepah daun, sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) menyerang buah baik buah mentah maupun buah masak. Bekas gigitan dari hama tikus terlihat lebih rapi dari gigitan hewan lainnya seperti tupai. Langkah awal yang dilakukan adalah deteksi dini dari buah yang terserang di TPH. Jika persentase diatas 5% dilakukan sensus terhadap pokok sawit tersebut. Pengendalian hama tikus yaitu dengan rodentisida yang dilakukan serentak karena untuk hama tikus harus dilakukan satu blok satu hari. Rodentisida yang dipakai adalah Durat atau

Klerat RMB dengan dosis 0.7 kg/ha/rotasi. Selain itu secara alami pengendalian serangan tikus yaitu dengan pengembangbiakan burung hantu Tyto alba.

Hama Ulat Kantong. Jenis hama ulat kantong yang menyerang adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, Crematosphisa. Penyebaran hama ini sangat cepat, karena sifatnya yang mudah berpindah dari satu daun ke daun lain atau dari satu pohon ke pohon lain. Pada setiap perpindahan, ulat betina akan membentuk kantong-kantong. Setelah terbungkus kantong, ulat hanya bergerak dan memakan daun dengan cara mengeluarkan kepala dan tungkai depannya (Fauzi et al., 2007).

Hama Ulat Api. Ulat Api merupakan ulat pemakan daun kelapa sawit. Di

SDME keberadaan ulat api masih dalam keadaan normal, sehingga tidak menyebabkan kerugian. Jenis ulat api yang terdapat di divisi 2 adalah jenis Setora nitens, Setothosea asigna Van Eecke, dan Darna trima Moore. Gejala serangannya yaitu daun berlubang bekas gigitan, dan dalam serangan berat daun kelapa sawit hanya tersisa tulang daun saja. Populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan dengan adanya musuh alami predator dan parasitoid. Predator ulat api yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan Sycanus leucomesus, sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, dan Dolichogenidae metesae. Parasitoid tersebut diperbanyak dan dikonservasi dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti tanaman Turnera subulata, Turnera ulmifolia, dan Cassia tora.

Penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit di SDME divisi 2 yaitu busuk pucuk, busuk akar, dan marasmius. Busuk pucuk disebabkan oleh jamur Erwinea. Pada tingkat TBM pengendalian dilakukan dengan mencabut semua pucuk yang sudah busuk kemudian menghamparnya di sinar matahari atau membakarnya agar tidak menular ke pokok yang lain dan pada batang yang terkena serangan disemprot atau disiram dengan Dithane. Penyakit marasmius dapat menyerang buah dan jika tidak dikendalikan, penyakit ini dapat menyebabkan busuk pada semua buah. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan membuang semua buah busuknya.

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tanaman yang tidak diharapkan keberadaannya pada suatu tanaman produksi. Gulma yang tumbuh di sekitar pokok tanaman kelapa sawit perlu dikendalikan karena dapat menyebabkan kerugian bagi tanaman kelapa sawit sehingga dapat menghambat pekerjaan pemupukan dan panen TBS. Gulma menjadikan tanaman utama berkompetisi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya maupun CO2. Selain itu gulma juga dapat menjadi inang bagi hama dan penyakit. Gulma yang sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit diantaranya adalah Mikania micrantha, Ageratum conizoides, Glichenia linearis, Chromolaena odorata, Imperata cylindrical, dan lain-lain. Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan populasi gulma sampai tingkat yang tidak merugikan tanaman utama.

Tujuan pengendalian gulma adalah menjaga piringan, jalan pikul, jalan tengah, jalan kumis, dan TPH bersih sepanjang tahun, sehingga dapat mempermudah pekerjaan panen dan pemupukan.

Pada dasarnya terdapat tiga cara pengendalian gulma yaitu secara manual, kimiawi dan biologis (Fauzi et al., 2007). Di SDME pengendalian gulma dilakukan dengan ketiga cara tersebut. Langkah awal pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit seperti di SDME dilakukan dengan cara biologi, yaitu penanaman LCC (Legum Cover Crop) di gawangan mati dan diantara pokok dalam baris tanaman setelah tahapan Land Clearing dilakukan. Penanaman bibit kelapa sawit baru dilakukan apabila penutupan dari LCC tersebut sekitar 40% dari area yang akan ditanam. Di Serawak Damai Estate, jenis LCC yang digunakan adalah MB (Mucuna bracteata).

Pengendalian Gulma Secara Manual. Pengendalian gulma secara manual

dilakukan terhadap gulma yang tidak bisa dikerjakan dengan penyemprotan. Kegiatan manual ini dilakukan untuk membersihkan gulma pada gawangan mati, apabila ketinggian gulma sudah melebihi 1,5 m, sedangkan untuk piringan dan jalan pikul, pengendalian gulma secara manual disebabkan karena posisi gulma terlalu dekat dengan kelapa sawit terutama pada TBM, Mucuna bracteta yang melilit ke pokok dan ketebalan gulma sudah tidak memungkinkan lagi untuk

langsung disemprot. Kegiatan yang dilakukan adalah membersihkan pokok kelapa sawit dari kacangan yang melilit dan dongkel anak kayu tumbuhan pengganggu di gawangan. Norma kerja untuk pengendalian gulma secara manual disesuaikan berdasarkan tiga kondisi area, yaitu ringan, sedang, dan berat.

Tabel 3. Norma Kerja Manual Piringan dan Jalan Rintis

Umur Tanaman Ringan Sedang Berat

………(hk/ha/rotasi)………

TBM I 2 3 4

TBM II dan III 2 3 4

TM 1 2 3

Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).

Tabel 4. Norma Kerja Manual Gawangan Mati

Umur Tanaman Ringan Sedang Berat

………(hk/ha/rotasi)………

TBM I - - -

TBM II dan III 2 3 4

TM - 2 4

Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).

Pengendalian Gulma Secara Kimia. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan

dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma secara kimia membutuhkan biaya yang cukup besar, oleh karena itu penggunaan herbisida dan aplikasi yang tepat dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan.

SDME memiliki dua tim semprot yaitu Tim BGA Spraying System dan tim Semprot Divisi.

a) Tim BSS

BSS bertugas menyemprot gulma di piringan, jalan pikul, TPH, dan melakukan rehabilitasi terhadap area yang sudah clean weeding yaitu dengan penanaman Nephrolepis biserrata dan Mucuna bracteata. Di SDME terdapat dua BSS yaitu BSS Rayon A dengan area kerja divisi 1, 2, 3, dan BSS Rayon B dengan area kerja divisi 4 dan 5.

Metode Pelaksanaan. Tim BSS menggunakan satu unit truk yang dilengkapi dengan tangki berkapasitas 2500 l untuk kebutuhan air penyemprot. Truk tersebut juga digunakan untuk membawa para pekerja ke area kerja. Pengisian air dalam tangki dilakukan pada sore hari sehari sebelum penyemprotan, sedangkan pencampuran racun dilakukan pada pagi hari sebelum berangkat ke lapangan. Pengadukan larutan harus dilakukan secara merata dan menggunakan pengaduk yang disediakan dalam tangki. Pengisian larutan dilakukan oleh satu orang yang bertugas sebagai tenaga pengairan.

Tim BSS menggunakan sistem hancak giring, yaitu sistem hancak yang dilakukan dengan pemberian hancak tertentu kepada penyemprot setiap hari tetapi perpindahan dari hancak satu ke yang lain dilakukan giring. Tugas mandor semprot yaitu menentukan hancak untuk setiap tenaga semprot berdasarkan kelompok kerja semprot. Pembagian hancak tersebut dilakukan agar kegiatan penyemprotan pada blok menjadi terfokus, sehingga memudahkan kegiatan semprot, mobilisasi kendaraan dan pengawasan. Mandor semprot harus melaksanakan survey kondisi sebaran dan kerapatan gulma sehari sebelum penyemprotan dilakukan. Adapun sistem pengancakan kerja untuk alat semprot yang hanya dapat mengerjakan jalan pikul dilakukan dari CR menuju jalan tengah. Pada saat penyemprotan jalan pikul, posisi nozzle dengan gulma kurang lebih 30-40 cm, dan untuk penyemprotan piringan dilakukan dengan memutar pokok kelapa sawit dengan jarak 2 m dari pangkal. Setelah pekerjaan selesai, semua perlengkapan dibersihkan dan dikembalikan di gudang penyimpanan dan diperiksa oleh mandor. Pada apel sore pukul 15.00, asisten dan mandor berkumpul di kantor divisi untuk menyelesaikan laporan realisasi kerja semprot dan hasil pemeriksaan Quality Check semprot. Selain itu melaksanakan rencana kerja besok hari berdasarkan Rencana Kerja Bulanan dan Rencana Kerja Harian sebelumnya dan melakukan evaluasi.

Kalibrasi bertujuan mengetahui kondisi alat terutama nozzle semprot, mengetahui volume semprot yang diperlukan per satuan luas tertentu, mengetahui rata-rata kecepatan jalan yang diperlukan, dan mengetahui kondisi peralatan yang saatnya mendapatkan penggantian.Kalibrasi dilakukan satu minggu sekali sebesar 10% dari seluruh jumlah tenaga kerja semprot. Kalibrasi dilakukan oleh mandor

semprot setiap satu minggu sekali. Volume semprot dihitung berdasarkan hasil perlakuan kalibrasi yaitu luas area 1 ha dikalikan dengan flow rate atau output semprot rata-rata (liter/menit), kemudian dibagi dengan hasil perkalian jarak jalan (meter) oleh operator selama 1 menit dengan lebar semprotan rata-rata (meter).

Tenaga Kerja dan Alat Pelindung Diri. Tim BSS SDME Rayon A

terdiri dari 24 orang tenaga wanita (karyawan harian tetap) dengan satu orang tenaga pengairan. Tenaga penyemprot tidak boleh diganti-ganti dalam rangka mengembangkan profesionalisme dan tanggung jawab alat semprot yang digunakan. Untuk pemeliharaan piringan dan jalan rintis terdapat tiga kondisi kerapatan gulma di lapangan, yaitu kondisi ringan dengan persentase gulma menutup 0-30%, kondisi sedang 31-75%, dan kondisi berat di atas 75%. Untuk tanaman belum menghasilkan (TBM), hari kerja semprot untuk kondisi ringan, sedang, dan berat adalah 0.5, 0.5, dan 0.8 hk/ha/rotasi, sedangkan untuk tanaman menghasilkan hari kerja semprot untuk kondisi ringan, sedang, dan berat adalah 0.3, 0.4, dan 0.5 hk/ha/rotasi. Pada prinsipnya, area berat pada kondisi awal akan menjadi ringan jika rotasi dilaksanakan dengan konsisten dengan teknis yang benar.

Di SDME tim BSS dilengkapi dengan alat pelindung diri seperti apron, masker, sepatu boot, sarung tangan karet, topi, dan kacamata. Pihak perusahaan berkewajiban memenuhi perlengkapan pelindung yang diperlukan karyawan untuk meningkatkan kinerja penyemprot. Pemberian extra fooding untuk penyemprot setiap enam hari sekali diberikan dengan tujuan menetralkan racun dalam darah.

Alat dan Bahan. Tim BSS menggunakan knapsack sprayer jenis SA 15 dengan kapasitas 15l dengan nozzle VLV yellow deflactor dan sprayer jenis CIJ dengan kapasitas 16l. SA 15 merupakan modifikasi sprayer gendong yang dilengkapi dengan pengatur tekanan (L dan H) sehingga didapatkan tekanan yang konstan, dan merupakan alat semprot yang paling ideal dalam pemakaian nozzle jenis VLV (Very Low Volume) seperti VLV 200, 100 dan 50. Alat semprot CIJ menggunakan nozzle VLV yellow deflactor dan nozzle cone.

Herbisida yang digunakan merupakan herbisida sistemik yaitu gliphosat dan metil metsulfuron. Berikut spesifikasi jenis herbisida yang digunakan di Serawak Damai Estate.

Tabel 5. Spesifikasi Jenis Herbisida yang Digunakan

Jenis Herbisida Sifat Gulma Sasaran Keterangan Bahan Aktif Nama Dagang Kandungan Bahan Aktif Gliphosat KleenUp 480 AS 480 g/l Sistemik Alang-alang, rumput-rumputan dan gulma daun lebar Herbisida purna tumbuh. Kurang efektif bila air permukaan tanah tinggi dan daya racun terganggu. Metil metsulfuron Metaprima 20 WDG 20% Sistemik Pakis-pakisan, gulma daun lebar Herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh. Dapat dicampur dengan herbisida lainnya.

Sumber : Pedoman Teknis BGA (2012).

Konsentrasi yang digunakan di lapangan yaitu 80cc untuk gliphosat, dan 3g untuk metil per kap. Prinsip kerja yang dilakukan tenaga semprot adalah menyemprot dengan ketinggian nozzle kurang lebih 40 cm dari permukaan gulma. Pada penyemprotan TBM, pekerja membelakangi tanaman agar tidak terkena tanaman. Selain itu peralatan yang menunjang kegiatan penyemprotan adalah sabun, kotak P3K, bendera merah dan kuning. Bendera merah untuk batas hancak (mulai semprot) dan bendera kuning untuk batas akhir semprot.

b) Semprot Divisi

Tim semprot divisi bertugas menyemprot alang-alang, dan gawangan mati (anak kayu, Crhomolaena odorata, Melastoma malabatricum, Stenocleana, Gleichenia linearis). Semprot divisi terdiri dari tujuh tenaga wanita. Hari kerja semprot untuk tanaman belum menghasilkan dalam kondisi ringan, sedang dan berat yaitu 0.5, 1, dan 1.5 ha/ha/rotasi. Hari kerja semprot untuk tanaman

menghasilkan dalam kondisi ringan, sedang, dan berat yaitu 0.3, 0.5, dan 1 hk/ha/rotasi. Bahan yang digunakan oleh tim semprot divisi adalah paraquat, metil, dan triclopyr. Komposisi bahan dapat berubah sesuai gulma dominan pada area yang akan disemprot. Untuk area dengan gulma dominan berdaun lilin, dan berdaun sukulen, pada penyemprotan di musim hujan ditambahkan zat perekat dengan konsentrasi 0.1-0.2 % larutan. Alat semprot yang digunakan tim semprot divisi adalah jenis Solo.

Premi basis yang diterapkan bagi mandor semprot adalah Rp 400,000/ bulan, sedangkan premi yang diterima karyawan adalah Rp 2,500/hari. Selain itu diberikan extra fooding berupa susu kaleng setiap enam hari kerja.

Perawatan

Perawatan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Perawatan bukan hanya ditujukan pada tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah). Walaupun tanaman dirawat dengan baik, tetapi perawatan tanah tidak dilakukan maka tidak akan memberikan manfaaat yang maksimal. Kegiatan perawatan yang dilakukan di SDME diantaranya:

 Rawat Jalan.

Tujuan dari kegiatan rawat jalan adalah melakukan pemeliharaan terhadap jalan, baik Main Road, Collection Road maupun jalan akses sehingga mempermudah proses evakuasi dan transportasi TBS. Prinsip utama dari kegiatan rawat jalan adalah segera memperbaiki jalan yang berpotensi rusak (genangan air, lubang) sebelum kegiatan evakuasi TBS dilakukan pada blok tersebut.

Kegiatan rawat jalan diantaranya membuang air yang tergenang di sekitar jalan MR atau CR terutama setelah turun hujan, sehingga memperlancar aliran drainase jalan.

 Pembuatan Titi Panen, TPH, Gawangan dan Jalan Pikul

Pemasangan titi panen pada parit di tengah blok dibuat setiap jalan rintis, dan pemasangan titi panen di pinggir CR yang terdapat parit diberikan setiap TPH dengan asumsi tiga jalan pikul satu TPH. Panjang titi

panen disesuaikan dengan lebar parit dengan menambah 30 cm pada masing-masing tepi parit. Pembuatan TPH harus rata dan bersih dari gulma apapun, agar mempermudah penempatan dan pengangkutan buah ke unit. Untuk TPH yang datar pada kondisi menampung 100-110 pokok, sedangkan untuk TPH yang berbukit dapat menampung 70-80 pokok.

Konservasi Tanah dan Air

Konservasi tanah dan air merupakan langkah penting yang harus dilakukan pada perkebunan kelapa sawit terutama pada lahan marjinal.

Konservasi Tanah

Penanaman Mucuna Bracteata

Salah satu upaya yang dilakukan di SDME dalam meningkatkan produktivitas pada lahan marjinal adalah dengan penenaman LCC (Legume Cover Crop). Penanaman LCC pada area kelapa sawit bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi dan menambah bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi pada jangka waktu yang panjang, menjaga kelembaban atau iklim mikro tanah, menghambat pertumbuhan gulma dan inang hama, meminimalkan terjadinya pencucian pupuk, menambah kesuburan tanah dengan peningkatan fiksasi unsur nitrogen, dan membantu proses pelapukan. Di SDME jenis LCC yang ditanam adalah jenis Mucuna Bracteata, karena jenis LCC seperti Pueraria javanica, Calopagonium caeruleum, Calopagonium mucunuides dan Centrocema pubescent belum mampu menekan pertumbuhan gulma secara optimal karena keterbatasan umur dan ketidaktahanan terhadap naungan, sehingga gulma Asystasia gangetica dan Mikania micranta cenderung meningkat saat memasuki tahun pertama tanaman menghasilkan. Mucuna bracteata memiliki keunggulan diantaranya pertumbuhan sangat cepat, lebih mudah tumbuh dan lambat dalam memasuki masa generatif, memiliki toleransi yang tinggi terhadap cuaca panas, tahan terhadap naungan, memproduksi perbanyakan (stek) yang lebih banyak, lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, mempunyai perakaran yang dalam sehingga lebih baik dalam

mempertahankan erosi tanah. Perbanyakan MB dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Di kebun SDME perbanyakan dilakukan secara vegetatif yaitu stek dan merunduk. Bahan stek diambil dari batang sulur MB yang tidak terlalu tua, dan untuk sistem merunduk bahan diambil dari batang sulur MB yang masih tumbuh di lapangan.

Penanaman Nephrolepis biserrata

Gulma yang tumbuh pada tanaman kelapa sawit dapat bersaing dengan tanamaan kelapa sawit untuk memperoleh hara. Akan tetapi pada

Dokumen terkait