• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vegetation Ecology and Ethnobotany of Mount Cibodas Karst Regions, Ciampea, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Vegetation Ecology and Ethnobotany of Mount Cibodas Karst Regions, Ciampea, Bogor"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

EKOLOGI VEGETASI DAN ETNOBOTANI KAWASAN KARST

GUNUNG CIBODAS, CIAMPEA, BOGOR

MARWIYATI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MARWIYATI. Ekologi Vegetasi dan Etnobotani Kawasan Karst Gunung Cibodas, Ciampea, Bogor. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan Y. PURWANTO.

Karst mengandung makna sebagai suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batugamping), baik berkelompok maupun tunggal dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan (karsitifikasi) yang derajatnya lebih tinggi dibanding kawasan batuan lainnya. Vegetasi yang hidup di kawasan karst sangat khas, baik dilihat dari segi bentuk dan komposisi jenisnya. Pepohonan yang hidup di kawasan karst biasanya kecil dan bertajuk jarang, perakaran dalam dan berkelok-kelok, serta menempel pada tebing-tebing. Hubungan timbal balik antara manusia dan lingkunganny adisebut etnobotani.

Nilai keanekaragaman hayati bagi masyarakat dihitung berdasarkan nilai Index Cultural of Significance (ICS). Jenis yang dominan pada tingkat pohon adalah jenis Macaranga sp. (ki bolong), pada tingkat tiang adalah Prunus avium (ceri) dan Macaranga sp. (ki bolong). Pada tingkat pancang yang dominan adalah Piper aduncum (seuseurehan) dan Calliandra calothyrsus (kaliandra). Pada tingkat tumbuhan bawah yang dominan adalah Axonopus compresus (rumput teki) dan Imperata cylindrica (ilalang). Semakin tinggi nilai ICS menunjukkan semakin tinggi nilai pemanfaatannya dalam kehidupan masyarakat. Tumbuhan yang memiliki nilai ICS tertinggi yaitu kelapa dengan nilai sebesar 157.

Kata kunci: karst, vegetasi, etnobotani, ICS

ABSTRACT

MARWIYATI. Vegetation Ecology and Ethnobotany of Mount Cibodas Karst Regions, Ciampea, Bogor. Supervised by: IBNUL QAYIM and Y. PURWANTO.

Karst has a meaning of a landscape that is specifically developed in carbonate rocks (limestone), either single or in groups, formed and influenced by the leaching process (karstification) in higher degree than the other rock. Living vegetation within Karst region is typical, both in terms of form and species composition. Trees that live in karst areas are usually small and lesser canopy, deeper roots system, and winding, and stick to the cliffs. An interrelationship between human and natural resources of plants and their environmental factor is called ethnobotany. Value of biodiversity to society is calculated based on the Index Cultural of Significance (ICS). The dominant type of treegrowth level is the type of Macaranga sp. (ki bolong), at the sapling level is Prunus avium (ceri) and Macaranga sp. (ki bolong). At pole growth level, the dominant level is Piper aduncum (seuseurehan) and Calliandra calothyrsus (kaliandra). At the lower level, the dominant plants are Axonopus compresus (rumput teki) and Imperata cylindrica (ilalang). The higher of ICS indicates higher plant utilization in public life. Plant that has the highest value is coconut with a value of 157.

(3)

EKOLOGI VEGETASI DAN ETNOBOTANI KAWASAN KARST

GUNUNG CIBODAS, CIAMPEA, BOGOR

MARWIYATI

Skripsi

Sebagai Salah SatuSyaratUntuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul skripsi

: EkologiVegetasi dan Etnobotani Kawasan Karst Gunung

Cibodas, Ciampea, Bogor

Nama

: Marwiyati

NIM

: G34052029

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Ibnul Qayim

Prof. Dr. Ir. Y Purwanto, DEA

NIP : 19650220199021001 NIP : 196102181985031003

Mengetahui :

Ketua Departemen,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si

NIP : 1964100219890311002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur tidak henti-hentinya penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Vegetasi Ekologi dan Etnobotani Kawasan Karst Gunung Cibodas, Ciampea, Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2011 di Gunung Karst Cibodas, Ciampea.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ibnul Qayim dan Bapak Prof. Dr. Ir. Y Purwanto, DEA selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan ,perhatian dan kepercayaan kepada saya untuk melakukan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Kanthi Arum Widayati, M.Si. sebagai dosen penguji. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada orang tua dan kakak-kakak atas do’a dan dukungan yang tak pernah putus kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Terimakasih kepada kepala lurah dan kecamatan Ciampea yang telah memberikan ijin penelitian di lokasi penelitian. Terimakasih kepada masyarakat sekitar lokasi penelitian, khususnya warga Desa Cibadak dan Ciampea yang telah membantu memberikan informasi khususnya kepada Aki Muhaman dan keluarga yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan. Terimakasih juga penulis khusus ucapkan kepada Amin K Saputra atas segala bantuannya selama penelitian. Terimakasih kepada teman-teman Biologi, teman-teman-teman-teman Puri PCH. Terimakasih kepada Herna, Femi, Ari, Nina, Suhu Erma, Mba Dina, atas segalado’a dan dukungan, kepada Didi yang selalu bersama ke LSI.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bau-Bau pada tanggal 16 Maret 1987 dari ayah Hamzah (Alm.) dan ibu Mukminah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bau-Bau dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk pada mayor Biologi di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 2

Waktu dan Tempat ... 2

BAHAN DAN METODE ... 2

Bahan dan Alat ... 2

Metode... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 6

Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Berguna Berdasarkan Pengetahuan Masyarakat.... 11

SIMPULAN ... 17

SARAN ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bentuk petak contoh pengukuran vegetasi ... 3

2 Peta lokasi penelitian ... 5

3 Keadaan Gunugn Cibodas akibat penambangan batu kapur ... 6

4 Para pencari kayu bakar ... 7

5 Keadaan Gunung Cibodas dari sisi Cibadak ... 11

6 Keadaan Gunung Cibodas dari Sisi Ciampea ... 12

DAFTAR TABEL Halaman 1 Kategori nilai tingkat qualitas penggunaan tumbuhan ... 4

2 Kategori nilai tingkat intensitas penggunaan tumbuhan ... 4

3 Kategori nilai tingkat eksklusivitas penggunaan tumbuhan ... 5

4 INP tingkat tumbuhan bawah pada sisi Cibadak ... 7

5 INP tingkat pancang pada sisi Cibadak ... 8

6 INP tingkat tiang pada sisi Cibadak ... 8

7 INP tingkat pohon pada sisi Cibadak ... 8

8 INP jenis dominan dan kodominan pada tiap tingkatan pertumbuhan pada sisi Cibadak 8

9 INP tingkat tumbuhan bawah pada sisi Ciampea ... 9

10 INP tingkat pancang pada sisi Ciampea ... 9

11 INP tingkat tiang pada sisi Ciampea ... 9

12 INP jenis dominan dan kodominan pada tiap tingkatan pertumbuhan pada sisi Ciampea 10 13 Indeks Keanekaragaman jenis Shanon pada tingkatan vegetasi Gunung Cibodas ... 11

14 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan pangan ... 13

15 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan bangunan ... 13

16 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan kayu bakar ... 14

17 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai pakan ternak ... 14

18 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan pewarna ... 14

19 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai tali, anyaman dan kerajinan ... 15

20 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai tanaman hias ... 15

21 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan keperluan upacara adat ... 15

22 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan aromatik ... 16

23 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan minuman ... 16

24 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai tumbuhan obat ... 17

25 Jumlah jenis tumbuhan yng digunakan oleh masyarakat sekitar kawasan ... 18

26 Tumbuhan yang ditemukan di plot ... 19

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Daftar tumbuhan bermanfaat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan Gunung Karst Cibodas, Ciampea ... 23

2 Jenis-jenis tumbuhan karst yang berpotensi sebagai tumbuhan obat ... 27

3 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan pangan ... 29

4 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan bangunan ... 29

5 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan kayu bakar ... 30

6 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai pakan ternak ... 30

7 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan pewarna ... 31

8 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan tali, anyaman, dan kerajinan ... 31

9 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai tanaman hias ... 32

10 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan upacara adat ... 32

11 Daftar skor/nilai tumbuhan sebagai bahan minuman ... 33

(9)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Karst merupakan istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari bahasa Slovenia yaitu kras, yang berarti lahan gersang berbatu. Istilah ini di negara asalnya sebenarnya tidak berkaitan dengan batu gamping dan proses pelarutan, namun saat ini istilah karst telah diadopsi untuk istilah bentuk lahan hasil proses pelarutan. Ford dan Williams (1995) mendefinisikan karst sebagai medan dengan kondisi hidrologi yang khas akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Porositas sekunder merupakan ruang-ruang atau pori yang dapat menyerap air atau menampung cairan yang terbentuk karena adanya proses lanjutan setelah pengendapan pada batuan. Karst mengandung makna sebagai suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping). Bentang alam tersebut baik berkelompok maupun tunggal dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan (karstifikasi) yang derajatnya lebih tinggi dibanding kawasan batuan lainnya (Samodra 2001). Batuan karbonat yang terdapat di Indonesia tersebar dari Sumatra hingga Irian luasnya ± 15.4 juta ha (Surono et al. 1999.

Bentang alam karst memegang peranan sangat penting bagi kehidupan manusia terutama dalam upaya mencukupi kebutuhan air yang semakin lama semakin meningkat. Proses pelarutan dalam karst akan berjalan baik selama batuan yang tersedia masih memiliki bagian yang bersifat mudah larut serta masih tersedia cukup air yang berfungsi sebagai pelarut. Proses pelarutan tersebut dinamakan karstifikasi. Proses karstifikasi melibatkan factor fisika, kimia, dan biologi. Sifat fisik dan kimia member pengaruh terhadap jenis-jenis tumbuhan yang dapat hidup di wilayah karst adalah (Whitten et al. 1998): (1) Tanah bersifat basa; (2) Kadar kalsium (Ca) tinggi; (3) Secara berkala mengalami masa kering; (4) Memiliki kapasitas tukar kation yang lebih tinggi.

Vegetasi kawasan karst tropika merupakan daya tarik bagi ahli botani dan kehutanan sejak tahun 1880 (Kunstler dalam Ko 2003). Indonesia memiliki kawasan karst yang lebih luas dibandingkan dengan Malaysia dan Sarawak serta jauh lebih bervariasi dari segi topografi, keadaan tanah, fisiognami, letak geografis dan perbedaan iklim.

Vegetasi yang hidup di kawasan karst sangat khas, baik dilihat dari segi bentuk dan komposisi jenisnya. Pepohonan yang hidup di kawasan karst biasanya kecil dan bertajuk jarang, berkelok-kelok, serta menempel pada tebing-tebing. Jenis-jenis pohon yang terdapat di tegakan hutan kawasan karst menurut Vermeulen dan Whitten (1999) terdiri dari famili Euphorbiaceae, Leguminosae, Moraceae, Meliaceae, Sapondaceae, Ebenaceae, Rubiaceae dan Anacardiaceae, namun demikian, jenis-jenis tersebut bervariasi antar tempat tumbuh dan wilayah geografis.

Etnobotani merupakan bidang ilmu yang cakupannya multidisiplin mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan sumberdaya alam tumbuhan dan lingkungannya. Secara sederhana etnobotani dapat didefinisikan sebagai suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara masyarakat lokal dengan alam lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumberdaya alam tumbuhan (Purwanto 1999).

Pengkajian etnobotani dibatasi oleh ruang lingkup bahwa etnobotani yaitu cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya tumbuhan di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini kajian diarahkan dalam upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam pemanfaatannya terhadap tumbuhan di lingkungan sekitar mereka. Pemanfaatan yang dimaksud yaitu pemanfaatan tumbuhan baik sebagai bahan obat, sumber pangan maupun sumber kebutuhan hidup manusia lainnya.

Purwanto dan Waluyo (1992) mengelompokkan tumbuhan sebagai bahan sandang, bahan pangan, bahan bangunan, bahan obat tradisional, bahan pewarna, alat pertanian, alat rumah tangga, bahan bakar kayu, pelengkap upacara adat dan kegiatan sosial lainnya.

(10)

Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dalam etnobotani, yaitu: 1) Pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) Penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) Pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4) Proyek yang bermanfaat untuk memaksimumkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998).

Purwanto (1999) mengungkapkan potensi aplikasi etnobotani dan perannya meliputi dua aspek yaitu dalam botani ekonomi dan masyarakat ekologi. Selain tiu etnobotan memberikan gambaran tentang perannya terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman hayati, nilai ekologi kawasan karst, jenis tumbuhan bermanfaat di kawasan karst, dan jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, di kawasan karst gunung karst Cibodas, Ciampea.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2011 di Gunung Karst Cibodas, Ciampea, Kabupaten Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang di gunakan selama penelitian adalah kompas, tali rafia untuk membuat petak contoh di lapangan, haga meter untuk mengukur tinggi pohon, kamera digital, kantong plastic, alat dan bahan herbarium, alat tulis, alat 4 in 1 yang meliputi pengukuran kelembaban udara, kecepatan angin, cahaya dan suhu, serta meteran.

Metode Penelitian

Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan analisis vegetasi dengan menggunakan petak contoh. Petak contoh dibuat di jalur dari desa Cibadak dan desa Ciampea. Petak contoh dibuat pada jalur-jalur pengamatan secara petak bertingkat, yaitu ukuran petak 20 m x 20 m untuk tingkat pohon, 10 m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang, dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah.

Untuk mengatahui gambaran tentang keanekaragaman jenis, struktur dan komposisi vegetasi maka dilakukan perhitungan terhadap para meter yang meliputi indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman jenis.

Indeks nilai penting (INP) diperoleh dari: INP = KR + FR + DR  untuk tingkat tiang dan pohon

INP = KR + FR  untuk tingkat pancang dan semai serta tumbuhan bawah

Dimana,

1). Kerapatan (K)

K

2). Kerapatan Relatif (KR)

K

3). Frekuensi (F)

F

4). Frekuensi Relatif (FR)

FR =

5). Dominansi (D)

D =

6). Dominansi Relatif (DR)

(11)

Gambar 1 Bentuk petak contoh pengukuran vegetasi

Ket.:

A = petak contoh 20 m x 20 m, B = petak contoh 10 m x10 m, C = petak contoh 5 m x 5m, D = petak contoh 2 m x 2 m

Diameter setinggi dada atau diameter at breast height (dbh) adalah merupakan pengukuran standar mengenai tingkat pertumbuhan dari suatu kelompok vegetasi. a) Pohon memiliki diameter setinggi dada

(dbh ≥ 20 cm)

b) Tiang memiliki 10 cm ≤ dbh < 20 cm c) Pancang memiliki dbh < 10 cm dan

memiliki tinggi ≥ 1.5 m

d) Tumbuhan bawah merupakan anakan pohon dengan ukuran ketinggian kurang dari 1.5 m dan tumbuhan bawah lainnya.

Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Shannon Index of Diversity.

H

, dimana

H´ = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon

Pi

= ni/N

ni = INP jenis ke-i N = Total INP

Nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat sekitar dihitung berdasarkan nilai Indek Kepentingan Budaya atau Index Cultural of Significance (ICS). Penilaian ICS setiap jenis tumbuhan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Turner (1988) yang dikembangkan oleh Purwanto (2002) yang diacu dalam Hajar (2009). Teknik ini terdiri dari tiga komponen penilaian, yaitu kualitas penggunaan (Quality of use), intensitas penggunaaan (Intensity of use), dan ekslusifitas penggunaan (Exclusivity of use). Penilaian ICS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Suatu jenis tumbuhan yang memiliki kegunaan lebih dari satu maka formula perhitungannya menjadi sebagai berikut: 100 m

B

C

(12)

Dimana:

ICS = Index Cultural of Significance, adalah jumlah dari perhitungan pemanfaatan suatu jenis tumbuhan dari 1 hingga n, dimana n menunjukkan pemanfaatan yang ke sekiannya (terakhirnya); sedangkan simbol i menggambarkan nilai 1 hingga n, dan seterusnya.

Sedangkan mengenai perhitungan nilai dari suatu jenis tumbuhan dihitung parameternya sebagai berikut:

Nilai q = nilai kualitas (quality value), dihitung dengan menggunakan cara memberikan skor atau nilai terhadap nilai kualitas dari suatu jenis tumbuhan, sebagai contohnya: 5 = makanan pokok; 4 = makanan sekunder/tambahan + material primer; 3 = bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat-obatan; 2 = ritual, mitologi, rekreasi, etc.; 1 = mere recognition. Nilai i = nilai intensitas (intensity value), yaitu menggambarkan intensitas pemanfaatan dari jenis tumbuhan berguna dengan memberikan nilai, misalnya: 5 = sangat tinggi intensitasnya; 4 = secara moderat tinggi intensitas penggunaanya; 3 = medium intensitas penggunaannya; 2 = rendah intensitas penggunaannya; 1 = intensitas penggunaannya sangat jarang (minimal).

Nilai e = nilai ekslusivitas (exclusivity value), sebagai contoh: nilai 2 = paling disukai dan merupakan pilihan utama dan tidak ada duanya; nilai 1 = terdapat beberapa jenis yang ada kemungkinan menjadi pilihan; dan nilai 0.5 = sumber sekunder atau merupakan bahan yang sifatnya sekunder.

Pengambilan data skor/nilai tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan Gunung Karst Cibodas, Ciampea menggunakan kuesioner yang ditampilkan pada lampiran 3-14.

Tabel 1, 2, dan 3 berikut merupakan kategorosasi nilai kegunaan dari setiap jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat. kategorisasi nilai guna tersebut dikemukakan oleh Turner (1988) yang dimodifikasi oleh Purwanto (2011).

Tabel 1 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori etnobotani

No Deskripsi kegunaan Nilai guna

1 Makanan utama 5

9 Tumbuhan yang memiliki nilai, tetapi tidak diketahui secara khusus atau adakalanya sangat khusus atau mempunyai pengecualian

Tabel 2 Kategorisasi yang menggambarkan tentang intensitas penggunaan jenis tumbuhan berguna

Nilai Deskripsi

5 Sangat tinggi intensitas penggunaannya; yaitu jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara regular hamper setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

4 Intensitas penggunaannya tinggi; meliputi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara regular harian, musiman, atau dalam waktu berkala. 3 Intensitasnya sedang; penggunaan jenis-jenis

tumbuhan secara regular tetapi dalam waktu-waktu tertentu, misalnya pemanfaatan yang bersifat musiman. Biasanya jenis-jenis ini diramu, diekstrak, atau bila hasilnya berlebihan bisa diperjual-belikan.

2 Intensitas penggunaannya rendah, meliputi jenis-jenis yang jarang digunakan dan tidak mempunyai pengaruh pada kehidupan sehari-hari masyarakat.

(13)

Tabel 3 Kategori penggunaan jenis tumbuhan yang menggambarkan tentang tingkat ekslusivitas atau tingkat kesukaan Nilai Deskripsi

2 Paling disukai dan merupakan pilihan utama dan merupakan jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dan sangat berperan dalam kulturalnya. Jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau juga bagi jenis-jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain.

1 Meliputi jenis-jenis tumbuhan yang disukai tetapi terdapat jenis-jenis lain apabila jenis tersebut tidak ada. 0.5 Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang hanya sebagai

sumberdaya sekunder,

(14)

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Keterangan: 0 Lokasi penelitian Sumber:

https://maps.google.co.id/maps?q=peta+gunung+ karst+ciampea&hl=en&ie=UTF-8

Lokasi penelitian yang terdiri dari dua desa, yaitu desa Cibadak dan desa Ciampea berada di kawasan Gunung Cibodas, Ciampea, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Secara keseluruhan luas kawasan sekitar 109 km2. Lokasi penelitian terletak antara 106 o 40´ – 106045´ BT dan 6031´ – 6035´ LS (Bakosurtanal 1990).

Menurut pembagian administrasi pengelolaan hutan, kawasan Gunung Cibodas berada dalam wilayah RPH Gobang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten. Menurut administrasi pemerintahan,

kawasan ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Kawasan Gunung Cibodas memiliki topografi berbukit sampai bergunung dengan ketinggian ± 350 mdpl dan kelerengan (25-50)% (Puslitbangtanak 1992). Tanah penyusunnya berupa tipe kompleks Rensina dan Litosol, yang mempunyai tekstur halus dengan drainase cepat. Bahan induk tanah berupa batu kapur (Puslitbangtanak 1979).

Menurut Whitten et al (1996) Gunung Cibodas merupakan salah satu bentang alam karst daerah tropika basah yang terdapat di pulau Jawa. Di gunung Cibodas juga terdapat beberapa gua vertikal. Gua Gunung Cibodas diketahui sebagai penghasil sarang burung walet dan sebagai habitat monyet ekor panjang serta kelelawar.

(15)

Ciampea atau disebut juga Gunung Cibodas merupakan suatu bentang alam yang indah dengan dominasi warna putih di bagian utara. Adanya praktek penambangan oleh perusahaan pertambangan di Gunung Kapur Ciampea menjadikan nilai strategis kawasan ini terancam keberadaannya (Rahman 2006). Menurut van Stennis (1931) dalam Whitten et al (1996), sekitar 60 tahun lalu hutan Gunung Cibodas belum terjamah oleh kegiatan manusia masih banyak terdapat jenis pohon di antaranya keruing (Dipterocarpus hasseltii, famili Dipterocarpaceae), burahol (Stelechocarpus burahol, famili Annonaceae) dan eboni (Diospyros sp. famili Ebenaceae), namun tidak ada jenis yang dominan.

Sangat berbeda dengan kondisi saat ini yang tidak lagi terdapat pohon pada kawasan ini, vegetasinya lebih didominasi oleh semak bahkan luasannya pun berkurang karena adanya sebagian kawasan yang dijadikan pertambangan batu kapur. Kegiatan perubahan tata guna lahan menjadi kawasan pertambangan batu kapur dan pengambilan kayu bakar oleh masyarakat di sekitar hutan kawasan gunung karst Cibodas, Ciampea juga mengakibatkan berkurangnya jenis pohon. Gambar 3 menunjukkan keadaan salah satu sudut Gunung Karst Cibodas, Ciampea akibat penambangan batu kapur.

Gambar 3 Keadaan Gunung Cibodas akibat penambangan batu kapur

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Menurut pengukuran keadaan lingkungan selama melakukan penelitian, didapatkan data kecepatan angin rata-rata 0.6 m/s, kelembaban rata-rata 65.2%, suhu rata-rata 33.30C, dan cahaya rata-rata 1131 x 10 Cd. Pengukuran keadaan lingkungan ini dilakukan sekitar pukul 08:30 setiap pagi.

Berdasarkan Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Sejahtera Tingkat Kecamatan (2009) sebagian besar penduduk

kecamatan Ciampea merupakan suku Sunda dan beberapa di antaranya adalah etnis Cina. Sebagian besar penduduk memeluk agama Islam. Adapun tingkat pendidikan masyarakat yang paling banyak adalah yaitu tamat Sekolah Dasar (SD), kemudian SMP dan SMA serta beberapa tamatan Akademik dan Universitas, namun masih ada penduduk yang tidak tamat SD.

Mata pencaharian penduduk antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, pegawai swasta, petani/peternak, jasa/buruh dan lain-lain. Sebagian besar penduduk Ciampea bermata pencaharian di bidang jasa atau buruh. Penduduk yang bertani atau berladang biasanya menggarap lahan pertanian yang berada di sekitar kaki Gunung Cibodas, lahan ini milik orang lain dan petani hanya sebagai penggarap. Biasanya petani menanam tanaman pangan harian seperti bayam, kangkung, cabe, dan lain-lain. Sebagian masyarakat juga menanam tanaman jati di sekitar kaki gunung. Pemenuhan kebutuhan kayu bakar rumah tangga, seringkali penduduk mengambil kayu atau ranting-ranting kayu dari gunung tersebut. Gambar 4 menunjukkan salah satu kegiatan masyarakat yang memanfaatkan hasil dari Gunung Karst Cibodas, Ciampea yaitu pemanfaatan ranting-ranting pohon sebagai kayu bakar.

Gambar 4 Para pencari kayu bakar

(16)

merupakan istrumen pendukung lestarinya sumberdaya alam (Gunawan et al. 1998). Sisi desa Cibadak maupun sisi desa Ciampea terdapat beberapa perbedaan komposisi tumbuhan. Setiap jenis tumbuhan yang berbeda pada umumnya memiliki daerah persebaran yang berbeda, walaupun tidak tertutup kemungkinan dua atau tiga jenis tumbuhan menempati daerah persebaran yang sama. Menurut Polunin (1960) jenis-jenis tumbuhan yang mendiami daerah-daerah geografi secara eksklusif disebut jenis-jenis alopatrik dan jenis-jenis yang persebarannya di suatu daerah terjadi secara

bersama-sama atau tumpang tindih dikenal sebagai jenis simpatrik atau semi-simpatrik. Pada umumnya kerabat dekat jenis-jenis simpatrik menunjukkan perbedaan dalam tipe genetik, ekologi, dan diferensiasi struktural dibanding dengan yang alopatrik. Odum (1971) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan lebih tinggi di dalam komunitas yang lebih tua dan rendah di dalam komunitas yang cenderung baru terbentuk. Kemantapan habitat merupakan faktor utama yang mengatur keanekaragaman jenis.

Sisi Cibadak

Tabel 4 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat tumbuhan bawah

No Spesies Famili Nama Lokal INP (%)

1 Axonopus compresus Poaceae Rumput 70.60

2 Selaginella wildenowii Selaginellaceae Paku Rane 21.95

3 Nephrolepis biserrata Polypodiaceae Pakis 19.72

4 Dicranopteris dichotoma Gleicheniaceae Paku Andam 17.02

5 Piper Sarmentosum Piperaceae Karuk 13.49

6 Rubus moluccanus Rosaceae Hareueues 13.38

7 Chromolaena odorata Asteraceae Kirinyuh 11.73

8 Spathoglottis plicata Orchidaceae Anggrek 11.38

9 Lantana camara Verbenaceae Telekan 11.26

10 Stachytarpheta mutabilis Amaranthaceae Jarong 7.18

11 Glochidion zeylanicum Euphorbiaceae Mareme 2.28

(17)

Tabel 5 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pancang

No Spesies Famili Nama Lokal INP (%)

1 Calliandra calothyrsus Fabaceaea Kaliandra 127.46

2 Salvia riparia Lamiaceae Pulus 21.41

3 Ficus montana Moraceae Anis Mata 20.56

4 Ficus ampelas Moraceae Ki Hampelas 17.04

5 Gluta renghas Anacardiaceae Renghas 13.52

Jumlah 200

Tabel 6 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat tiang

No Spesies Famili NamaLokal INP

(%)

1 Macaranga sp. Euphorbiaceae Ki Bolong 241.26

2 Salvia riparia Lamiaceae Pulus 58.74

Jumlah 300

Tabel 7 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon

No Spesies Famili Nama Lokal INP (%)

1 Macaranga sp. Euphorbiaceae Ki Bolong 300

Tabel 8 Indeks Nilai Penting (INP) jenis dominan dan kodominan pada tiap tingkatan pertumbuhan pada sisi Cibadak

Tingkat pertumbuhan Jenis INP (%)

Tumbuhan bawah Dominan Axonopus compresus 70.60

Kodominan Glochidion zeylanicum 2.28

Pancang Dominan Calliandra calothyrsus 127.46

Kodominan Gluta renghas 13.52

Tiang Dominan Macaranga sp. 241.26

Kodominan Salvia riparia 58.74

Pohon Dominan Macaranga sp. 300

Berdasarkan Tabel 4 pada sisi desa Cibadak dapat diketahui bahwa jenis dominan pada tingkat tumbuhan bawah adalah jenis Axonopus compressus (Rumput teki) dengan INP sebesar 70.60%, sedangkan jenis kodominan adalah Glochidion zeylanicum (Mareme) dengan INP 2.28%. Axonopus compressus merupakan tumbuhan bawah yang memiliki morfologi dengan ciri khas berupa infloresens yang terletak di ujung tangkai dan terdiri dari dua cabang bulir yang berhadapan membentuk formasi huruf V dengan satu cabang bulir ketiga yang sejajar di bawahnya. A. compressus tumbuh baik pada tanah alluvial maupun podsolik, (Nasution 1986).

Pada tingkat pancang jenis Calliandra calothyrsus (Kaliandra) memiliki INP

tertinggi sebesar 127.46%, sedangkan jenis kodominan adalah Gluta renghas (renghas) sebesar 13.52%. Jenis yang dominan pada tingkat pancang yaitu kaliandra. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asal Amerika Tengah yang diintroduksi dari Guatemala.

Tujuan penanaman kaliandra pada mulanya untuk penghijauan, mencegah erosi dan mencegah penduduk mengambil kayu bakar dari hutan. Dengan adanya kaliandra, penduduk dapat mengambil kayunya untuk kayu bakar (Tangendjaja et al., 1992).

(18)

C. palmata memiliki perakaran mirip Ficus sp. yang berkelok-kelok, dalam dan dapat tumbuh di atas bebatuan. Jenis C. palmata ini termasuk salah satu jenis pohon pionir. Jenis ini merupakan jenis yang intoleran terhadap naungan atau tahan

terhadap cahaya, dan memerlukan sedikit nutrisi untuk hidup. Oleh karena itu, jenis ini mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan ekstrim sekalipun (Daubenmire 1974).

Sisi Ciampea

Tabel 9 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat tumbuhan bawah

No Spesies Famili Nama Lokal INP(%)

1 Mimosa pudica Fabaceae Putri malu 44.92

2

Nephrolepis biserrata Polypodiaceae Pakis 36.78

3

Chromolaena odorata Asteraceae Kirinyuh 22.13 4 Stachytarpheta mutabilis Amaranthaceae Jarong 21.42

5 Lantana camara Verbenaceae Telekan 20.96

6 Pogonatherum paniceum Poaceae Palias 19.79

7 Clitoria laurifolia Fabaceae Cepel 18.17

8 Dicranopteris dichotoma Gleicheniaceae Paku andam 15.84

Jumlah 200

Tabel 10 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pancang

No Spesies Famili Nama Lokal INP(%)

1 Piper aduncum Piperaceae Seuseurehan 76.60

2 Ficus grossularioides Moraceaae Ki Ciat 33.54

3 Prunus avium Rosaceae Ceri 25.03

4 Antidesma platyphillum Phyllanthaceae Ki Timbel 19.99

5 Acronychia laurifolia Rutaceae Jejerukan 17.03

6 Sauropus androgynus Euphorbiaceae Katuk 13.56

7 Castanopsis javanica. Fagaceae Kingkilaban 7.82

8 Gluta renghas Anacardiaceae Renghas 6.43

Jumlah 200

Tabel 11 Indeks Nilai Penting (INP) tingkat tiang

No Spesies Famili Nama Lokal INP(%)

1 Prunus avium Rosaceae Ceri 161.40

2 Ficus grossularioides Moraceaae Ki Ciat 64.64

3 Castanopsis javanica Fagaceae Kingkilaban 27.63

4 Antidesma platyphillum Phyllanthaceae Ki Timbel 23.16

5 Piper aduncum Piperaceae Seuseurehan 23.16

(19)

Tabel 12 Indeks Nilai Penting (INP) jenis dominan dan kodominan pada tiap tingkat pertumbuhan pada sisi Ciampea

Tingkat

pertumbuhan Jenis INP (%)

Tumbuhan bawah Dominan Mimosa pudica 44.92

Kodominan Dicranopteris dichotoma 15.84

Pancang Dominan Piper aduncum 76.60

Kodominan Gluta renghas 6.43

Tiang Dominan Prunus avium 161.4

Kodominan Piper aduncum 23.16

Pohon Dominan ----* ----*

Keterangan *: tidak ditemukan vegetasi pohon

Berdasarkan Tabel 9 pada sisi desa Ciampea dapat diketahui bahwa pada tingkat tumbuhan bawah jenis yang dominan adalah Mimosa pudica. Dengan INP sebesar 44.92% dan jenis kodominan adalah Dicranopteris dichotoma dengan INP sebesar 15.84%. Pada tingkat pancang jenis sebesar 161.40% dan kodominan adalah Piper. aduncum dengan INP sebesar 23.16%.

Mimosa pudica atau putri malu merupakan kelompok polong-polongan yang dikenal karena daunnya yang dapat dengan cepat menutup atau layu apabila disentuh. Tanaman putri malu mempunyai khasiat cukup besar untuk menyembuhkan, berbagai jenis penyakit. Dari daun hingga ke akarnya, tanaman ini berkhasiat untuk transquilizer (penenang), ekspektoran (peluruh dahak), diuretic (peluruh air seni), antitusif (antibatuk), antipiretik (penurun panas), dan antiradang. Pemanfaatan untuk obat dapat dilakukan dengan cara diminum maupun sebagai obat luar (Haq 2009).

Tumbuhan bawah yang ditemukan yaitu tumbuhan paku. Tumbuhan paku merupakan sekelompok tumbuhan yang telah memiliki sistem pembuluh sejati, tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksinya.

Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah gurun. Paku andam tumbuh melilit dan bercabang seperti garpu. Tumbuh hingga 2.800 mdpl. Tingginya dapat mencapai 3 – 10 kaki. Akar rimpangnya tumbuh di dekat permukaan tanah dan keluar batang keras yang tumbuh keatas.

Jenis-jenis yang mempunyai INP tinggi menunjukkan bahwa jenis tersebut lebih adaptif dan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan hidupnya dibanding jenis lain. Jenis yang memiliki INP tertinggi berarti jenis tersebut mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia lebih baik daripada jenis lainnya. Hal ini dijelaskan oleh Soerianegara dan Indrawan (1998) bahwa tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan tempat tumbuhnya.

Keseimbangan antar tingkat dari kedua sisi desa yang di amati di temukan pada tingkat pancang yaitu tumbuhan Gluta renghas (renghas). Tumbuhan renghas termasuk famili Anacardiaceae merupakan sumber kayu yang penting di Indonesia. Spesies ini dikenal karena getahnya sangat beracun yang dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan dapat melumpuhkan orang. (Copriadi & Miharti 2002).

(20)

Tabel 13 Indeks Keanekaragaman (H ) jenis Shanon pada tingkatan vegetasi Gunung Cibodas

Ciampea Tumbuhan bawah

Pancang

* tidak ada tumbuhan yang berukuran pohon ditemukan di lokasi petak.

Menurut Magguran (1988) bahwa nilai H umumnya berada pada kisaran 1.0 – 3.5. Nilai H’ mendekati 3.5 menggambarkan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Berdasarkan kriteria Magguran, diketahui bahwa tumbuhan bawah memiliki tingkat keanekaragaman sedang, dimana nilai H’ berada antara 2-3. Keanekaragaman jenis pancang, tiang, dan pohon tergolong rendah karena nilai indeks Shanon lebih rendah dari dua.

Keanekaragaman jenis yang tergolong rendah pada tingkat tumbuhan bawah, pancang, tiang dan pohon disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan suatu jenis tumbuhan, sehingga jenis-jenis yang tumbuh di kawasan karst ini hanya jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi dan toleran pada kondisi lingkungan. Menurut Crowter (1982) dan Proctor et al (1983a) diacu dalam Whitten et al (1996), lapisan tanah yang tipis sangat mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis pohon di kawasan karst sehingga umumnya jenis pohonnya lebih sedikit dibandingkan dengan hutan pada lapisan tanah yang lebih tebal. Terganggunya ekosistem kawasan ini oleh adanya aktifitas manusia yang relatif tinggi di kawasan ini juga berdampak pada rendahnya nilai keanekaragaman jenis pohon. Rusaknya kawasan ini dikemukakan oleh Whitten et al (1996) bahwa hutan dan vegetasi lainnya di kawasan karst Jawa dan Bali sangat rentan terhadap kerusakan sebagai akibat dari pertambangan batu kapur.

Tumbuhan bawah justru memiliki nilai keanekaragaman yang tergolong tinggi dibandingkan dengan vegetasi lainnya. Semakin terbukanya lahan sebagai akibat dari eksploitasi kawasan ini oleh manusia berdampak terhadap berkembangnya vegetasi sekunder yang didominasi oleh tumbuhan

bawah. Dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya, tumbuhan bawah ini sering bersaing dengan tumbuhan lain yang berhabitus pohon. Seringkali adanya tumbuhan bawah ini menjadi penghambat bagi pertumbuhan jenis-jenis pohon. Oleh sebab itu, di kawasan karst Gunung Cibodas didominasi oleh vegetasi semak, paku-pakuan dan jarang ditemukan jenis pohon. Bagian dari sisi cibadak Gunung Cibodas masih lebih bagus penutupan vegetasinya dibandingkan dari sis Ciampea. Gangguan terhadap kawasan ini yang terus-menerus akan mengakibatkan keadaan vegetasi dan fisik kawasan ini sulit untuk pulih kembali. Dengan kondisi yang seperti ini, juga akan menyulitkan jenis-jenis pohon untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini juga berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis pohon yang rendah. Gambar 5 dan 6 menunjukkan perbedaan keadaan Gunung Karst Cibodas, Ciampea dari kedua sisi pengamatan.

(21)

Gambar 6 Keadaan Gunung Karst Cibodas, Ciampea dari sisi Ciampea

Nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat di sekitar kawasan Gunung Cibodas dihitung berdasarkan nilai Indeks Kepentingan BUdaya atau Index Cultural of Significance (ICS). Hasil nilai ICS terhadap tumbuhan yang ditemukan di lokasi plot pengambilan sampel kawasan Gunung Cibodas (Tabel 25). Calliandra calothyrsus (Kaliandra) memiliki nilai ICS tertinggi sebesar 36 (Tabel 8). Nilai ICS Kaliandra besar dipengaruhi oleh nilai intensitas penggunaannya yang secara moderat sangat tinggi untuk kayu bakar hingga saat ini. Penggunaan yang besar tanpa adanya penanaman kembali dapat menyebabkan komponen vegetasi ini berkurang atau bahkan habis. Fenomena melimpahnya anak pohon di daerah lereng bukit Gunung Cibodas disebabkan oleh campur tangan manusia. Tingginya kepadatan anak pohon ini kemungkinan disebabkan oleh populasi kaliandra, tanaman reboisasi yang dimanfaatkan masyarakat sebagai kayu bakar. Pengambilan kayu bakar dengan cara menyisakan tunggul ± 30 cm dari pangkal batang terbukti memacu pertumbuhan trubus dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah individu semula (Soemarno et al 2006). Nilai ICS menunjukkan kepentingan masyarakat akan suatu sumberdaya termasuk tumbuhan. Makin tinggi nilai ICS berarti kepentingan masyarakat akan suatu jenis tumbuhan juga kan makin tinggi (Hajar 2009). Berdasarkan lampiran 1 tumbuhan yang memiliki nilai ICS tertinggi sebesar 157 adalah kelapa (Cocos nucifera) yang termasuk dalam famili Arecaceae. Tumbuhan ini secara moderat intensitas penggunaannya tinggi, dan hampir semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna. Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah,

dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri. Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu. Tandan bunganya, yang disebut mayang dipakai orang untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu. Bunga betinanya, disebut bluluk dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak. Tumbuhan kelapa yang ditemukan banyak yang dibudidayakan di kebun dan pekarangan.

Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan

Berguna Berdasarkan Pengetahuan

Masyarakat

Berdasarkan pada kelompok kegunaannya tumbuhan-tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan karst Gunung Cibodas, Ciampea dikelompokkan ke dalam 10 kelompok kegunaan meliputi pangan, bahan bangunan, kayu bakar, tumbuhan aromatik, pewarna, tumbuhan hias, pakan ternak, obat, bahan kerajinan, serta untuk keperluan upacara adat. Jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok tumbuhan obat dan terendah pada kelompok tumbuhan pewarna dan aromatik. Dalam pengelompokannya, satu jenis tumbuhan dapat memiliki beberapa kelompok kegunaan, misal ilalang (Imperata cylindrica) merupakan bahan bangunan, obat, pakan ternak, dan bahan kerajinan.

Tumbuhan bahan pangan

(22)

pangan tersebut sebagian besar merupakan jenis yang telah sengaja ditanam di kebun atau pekarangan. Tabel 14 menunjukkan beberapa tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan pangan.

Tabel 14 Tumbuhan yang sering di gunakan sebagai bahan pangan

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Makanan pokok

Padi Oriza sativa Poaceae Jagung Zea mays Poaceae

Singkong Manihot

esculenta Euphorbiaceae

Buah dan Sayur

Kangkung Ipomea aquatic Convolvulaceae Pepaya Carica papaya Caricaceae

Nangka Artocarpus

heterophyllus Moraceae

Kemang Mangifera

kemanga Anarcadiaceae

Kawung Arenga pinnata Arecaceae

Bumbu

Bahan makanan pokok masyarakat sekitar adalah padi (Oryza sativa). Makanan yang berasal dari jagung dan ubi kayu hanya dijadikan sebagai makanan selingan saja. Tumbuhan Bahan Bangunan

Rumah atau papan merupakan kebutuhan sekunder manusia selain pangan dan pakaian. Kayu dan bagian lain dari tumbuhan banyak yang berguna untuk dijadikan sebagai bahan bangunan. Biasanya kayu di gunakan sebagai bahan untuk tiang, rangka atap, rangka lantai, dan daun pintu. Namun, bagian lain tumbuhan seperti daun juga dapat di gunakan sebagai atap. Tabel 15 menunjukkan beberapa tumbuhan yang biasa di gunakan sebagai

cylindrica Poaceae Atap

Bambu Bambusa sp. Poaceae Dinding, lantai dapur

falcataria Fabaceae Tiang

Kelapa Cocos nucifera Arecaceae

Tambahan penyangga lantai

Kemang Mangifera

kenanga Anarcadiaceae Tiang

Ki bolong Macaranga sp. Euphorbiaceae Tiang

Limus Mangifera

odoratissimus Anarcadiaceae Tiang

Mahoni Swietenia

Kayu yang paling disukai untuk dijadikan sebagai bahan bangunan yaitu jati (Tectona grandis) karena kuat dan awet. Spesies lainnya yang merupakan kayu kelas dua, biasanya digunakan sebagai bahan bangunan rumah kebun, tempat beristirahat dan lain- lain. Terdapat pula beberapa rumah yang dindingnya masih menggunakan jelajah yang merupakan anyaman dari bambu.

Tumbuhan Bahan kayu Bakar

(23)

tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan kayu bakar.

Tabel 16 Tumbuhan yang di gunakan sebagai bahan kayu bakar

Nama Ilmiah Famili

Bagian yang digunakan

Bambusa sp. Poaceae Batang,

ranting

Tectona

grandis Verbenaceae Batang

Paraserianthes

falcataria Fabaceae Batang

Cocos nucifera Arecaceae Batang,

ranting

Mangifera

kenanga Anarcadiaceae Batang

Macaranga sp. Euphorbiaceae Batang

Mangifera

odoratissimus Anarcadiaceae Batang

Swietenia

macrophylla Meliaceae Batang

Artocarpus

heterophyllus Moraceae Batang

Nephelium

lappaceum Sapindaceae Batang

Tumbuhan Pakan Ternak

Tumbuhan pakan ternak merupakan tumbuhan yang mempunyai knsentrasi nutrisi rendah dan mudah dicerna oleh stwa herbivore. Tumbuhan pakan dapat dibudidayakan atau diolah, meskipun seringkali tumbuh sebagai tumbuhan liar. Bagian tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai pakn ternak biasanya adalah bagian daunnya. Tumbuhna yang paling banyak digunakan sebagai pakn ternak adalah rumput. Tabel 17 menunjukkan tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarkat sekitar sebagai pakan ternak.

spontaneum Poaceae

3 Ki Bolong Macaranga sp. Euphorbiaceae

4 Rumput Axonopus

compressus Poaceae

5 Seuseurehan Piper aduncum Piperaceae

6 Sulanjana Pennisetum

purpureum Poaceae

7 Ubi Ipomea batatas Convolvulaceae

8 Sintrong Crassocephalum

crepidioides Asteraceae

9 Waru Hibiscus tiliaceus Malvaceae

Tumbuhan Bahan Pewarna

Pewarna yang berasal dari tumbuhan disebut sebagai pewarna nabati. Ditemukan enam spesies tumbuhan yang ditemukan sebagai bahan pewarna. Sebagian besar tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan pewarna makanan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 18.

Kunyit Curcuma domestica Rimpang Kuning Lombok

besar Capsicum annum Buah Merah Mahoni Swietenia

macrophylla Buah Merah

Pandan Pandanus tectorius Daun Hijau Surawung Ocimum basilicum Daun Hijau Suji Dracaena

(24)

Tumbuhan Bahan Tali, Kerajinan dan Anyaman

Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan ini pada umumnya merupakan tumbuhan yang belum dibudidayakan, yang berasal dari hutan dan tumbuhan liar di pinggir-pinggir jalan.

Kerajinan merupakan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan, biasanya mengandung unsur seni yang berangkat dari bentuk-bentuk seni tradisi yang merupakan kekayaan budaya sebagai landasan pertumbuhan seni daerah yang tumbuh dengan subur sejak zaman dahulu kala dan menjadi kekuatan lokal (Ika 2002).

Jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan oleh masyarakat ditampilkan pada tabel 19 berikut.

Tabel 19 Tumbuhan yang di gunakan sebagai bahan tali, anyaman dan kerajinan

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang digunakan

Ilalang Imperata

cylindrica. Poaceae Daun

Bambu Bambusa sp. Poaceae Batang

Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Daun, batok

Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae Daun

Rotan Callamus sp. Arecaceae Batang

Waru Hibiscus

tiliaceus Malvaceae Kulit

Jeunjing Paraserianthes falcataria Fabaceae Batang

Tumbuhan Hias

Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang di gunakan oleh masyarakat sebagai penghias rumah atau pekarangan. Dikatakan sebagai tumbuhan hias karena memiliki keindahan baik dari bunga, daun, batang dan buahnya. Saat ini kecenderungan yang ada di pasar yaitu berburu tanaman unik dan langka. Hal ini tentunya mempengaruhi minat masyarakat dalam membudidayakan tumbuhan hias. Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias ditampilkan pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20 Tumbuhan yang biasa di gunakan sebagai tanaman hias

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Kananga Cananga odorata Annonaceae Kumis

kucing Orthosiphon aristatus Lamiaceae Rambutan Nephelium lappaceum Sapindaceae Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae Asoka Ixora paludosa Rubiaceae

Kembang

sepatu Hibiscus rosa-sinensis Asteraceae Anggrek

tanah Spathoglottis plicata Orchidaceae Lidah

buaya Aloe vera Xanthorrhoaceae Lidah

mertua Sansevieria trifasciata Agavaceae

Tumbuhan Upacara Adat

Kepercayaan masyarakat adat yang merupakan tradisi dan budaya biasanya tidak dapat dipisahkan dari tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan dianggap sebagai salah satu dari upacara adat. Kepercayaan masyarakat tersebut karena didasari oleh penghormatan terhadap Sang Pencipta, leluhur nenek moyang yang melakukan hal yang sama. Upacara adat yang terkenal dalam masyarakat Sunda adalah upacara Seren Taun. Adapun beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan dalam upacara adat adalah sebagai berikut (Tabel 21).

Tabel 21 Tumbuhan untuk keperluan upacara adat

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang digunakan

Bambu Bambusa sp. Poaceae Batang

Kananga

Cananga

odorata Annonaceae Bunga

Kawung Arenga

pinnata Arecaceae Buah

Padi Oriza sativa Poaceae Bulir

Pinang Areca catechu Arecaceae Buah

Sirih Piper betle Piperaceae Daun, buah

Kelapa Cocos

(25)

Tumbuhan Bahan Aromatik

Tumbuhan berguna aromatik biasanya digunakan untuk mengharumkan masakan, serta wewangian pada upacara adat. Berikut

spesies yang sering digunakan sebagai tumbuhan aromatik.

Tumbuhan aromatik yang dimanfaatkan oleh masyarakat ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22 Tumbuhan yang di gunakan sebagai bahan aromatik

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang di

gunakan Kegunaan

1 Jeruk Nipis Citrus aurontifolia Rutaceae Buah, daun Mengharumkan masakan 2 Kelapa Cucus nucifera Arecaceae Buah Dibuat minyak

harum

3 Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae Daun Mengharumkan masakan 4 Surawung Ocimum sp. Lamiaceae Daun Mengharumkan

masakan 5 Kayu manis Cinnamommum

burmanii Lauraceae Kulit

Mengharumkan masakan 6 Salam Syzigium plyanthum Myrtaceae Daun Mengharumkan

masakan 7 Jeruk Purut Citrus hystrix Rutaceae Daun,buah Mengharumkan

masakan 8 Hades Foeniculum vulgare Apiaceae Buah Mengharumkan

masakan 9 Kulilawa Cinnamommum

cullilawa Lauraceae Batang Upacara adat

Tumbuhan Bahan Minuman

Setiap daerah memiliki minuman khas daerahnya masing-masing, begitupun dengan suku Sunda memiliki minuman khas tersendiri. Minuman khas suku Sunda beberapa antara lain bandrek, bajigur, cendol, sekoteng, dan es goyobod. Minuman khas ini biasanya bahan-bahannya menggunakan tumbuhan. Bagian tumbuhan yang biasa dimanfaatkan adalah bagian buahnya. Diantara spesies yang paling sering digunakan sebagai bahan minuman adalah kelapa (Cococs nucifera). Beberapa tumbuhan sebagai bahan minum disajikan pada Tabel 23 berikut.

Tabel 23 Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan minuman

Nama

Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang digunakan

Alpukat Persea

gratissima Lauraceae Buah

Hades Foeniculum

vulgare Apiaceae Biji

Jahe Zingiber

officinale Zingiberaceae Rimpang

Kayu manis

Cinnamommum

burmanii Lauraceae Kulit

Kawung Arenga pinnata Arecaceae Buah

Kelapa Cucus nucifera Arecaceae Buah

Kunyit Curcuma longa Zingiberaceae Rimpang

Pacar

cina Aglaia odorata Meliaceae Daun

Pandan Pandanus

(26)

Tumbuhan Obat

Tumbuhan yang ditemukan yang bermanfaat sebagai tumbuhan obat bukan hanya berasal dari hutan, ada juga yang merupakan hasil budidaya di pekarangan rumah. Spesies-spesies tersebut memiliki banyak manfaat bagi kesehatan masyarakat. Umumnya setiap spesies mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari satu penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk di gunakan sebagai obat yaitu bagian

tumbuhan, cara pengolahan dan aturan pemakaian (dosis). Bagian dari tiap tumbuhan mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan, ada juga yang hanya bagian tertentu yang berpengaruh menyembuhkan./ \

Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarkat sebagai tumbuhan obat ditampilkan pada Tabel 24.

Tabel 24 Tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat

Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang

digunakan Kegunanan

Ilalang Imperata cylindrica Poaceae Akar, daun Campak, hepatitis Andeuleum Graptophylum pictum Acanthaceae Daun, kulit

batang Korengan Antanan Centella asiatica Mackinlayaceae Daun Ginjal Bambu Bambusa sp. Poaceae Batang Batuk Bawang merah Allium cepa Amaryllidaceae Umbi Demam Cecenet Physalis minima Solanaceae Buah Demam Harendong Melastoma malabathricum Melastomaceae Daun Bisul Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae Daun Diare

Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae Daun, buah

Batuk, menurunkan kolesterol Jukut bau Ageratum conyzoides Asteraceae Herba, akar Magh Kaso Saccharum spontaneum Poaceae Tunas Obat mata Kalingsir Gynura procumbens Compositae Daun Panas dalam Katuk Sauropus androgynus Phyllantaceae Daun Menambah

(27)

Tabel 25 Jumlah jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sekitar kawasan Gunung Karst Cibodas, Ciampea

Kategori pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan Jumlah jenis

1. Makanan pokok 1

2. Makanan tambahan

2.1. Sayuran 9

2.2. Bahan minuman 9

3. Makanan ternak 17

4. Obat 45

5. Kayu bakar 12

6. Tanaman hias 9

7. Tanaman aromatik 9

8. Pewarna 6

9. Bahan adat dan ritual 7

10.Bahan kerajinan dan anyaman 7

11.Bahan bangunan rumah dan pondok

11.1. Lantai 4

11.2. Tiang 7

11.3. Atap 1

11.4. Dinding 4

Hubungan Nilai Indeks Cultural of Significance (ICS) dengan Indeks Nilai Penting (INP)

Suatu jenis tumbuhan yang memiliki nilai ICS tinggi dan nilai INP tinggi ini menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut memiliki kelimpahan yang cukup tinggi di alam dan pemanfaataannya oleh masyarakat juga tinggi. Tumbuhan yang memiliki nilai ICS dan INP tinggi adalah kaliandra. Tumbuhan ini memiliki kelimpahan yang cukup di alam untuk memenuhi pemanfaatannya oleh masyarakat yang juga

(28)

Tabel 26 Tumbuhan dari plot

No. Nama Spesies Nama Lokal Kegunaan Bagian yang Digunakan q i e ICS per Kegunaan ICS

1 Chromolaena odorata Kirinyuh pakan ternak Daun 3 3 1 9 24

kayu bakar Batang 3 5 1 15

2 Ficus ampelas Ki Hampelas Menghaluskan barang Daun 3 4 2 24 24

3 Ficus montana Amis Mata Makanan ternak Biji 3 3 1 9 9

4 Stachytarpheta mutabilis Jarong Obat luka Daun 3 3 1 9 9

5 Macarang sp. Ki Bolong makanan ternak Daun 3 2 1 6 12

kayu bakar Batang 3 2 1 6

6 Appendicula alba Anggrek tanaman hias Daun 2 4 1 8 8

7 Glochidion zeylanicum Mareme Obat Daun 3 5 2 30 30

.

8 Nephrolepis biserrata pakis tanaman hias Daun 2 3 1 6 18

bahan pangan bagian yang masih muda 4 3 1 12

9 Calliandra calothyrsus kaliandra bahan bangunan Batang 3 4 2 24 36

kayu bakar Batang 3 4 1 12

10 Piper Sarmentosum karuk Obat Daun 3 4 2 24 24

11 Rubus moluccanus Hareueus Obat buah/biji 3 3 1 9 9

11 Selaginella wildenowii paku rane Obat daun 3 2 1 6 6

12 Dicranopteris dichotoma paku andam tanaman hias daun 2 3 1 6 18

bahan pangan bagian yang masih muda 4 3 1 12

13 Lantana camara Telekan Obat akar 3 3 2 18 18

14 Gluta renghas Renghas - - - -

15 Salvia riparia Pulus - - - -

(29)

SIMPULAN

Diketahui bahwa tumbuhan bawah memiliki tingkat keanekaragaman sedang, dan nilai indeks Shannon (H’) berada antara 2-3. Keanekaragaman jenis pancang, tiang, dan pohon tergolong rendah karena nilai indeks Shanon lebih rendah dari dua. Perubahan tata kehidupan masyarakat mempengaruhi tingkat pemanfaatantumbuhan oleh masyarakat. Masyarakat sudah tidak terlalu banyak memanfaatkan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Indeks nilai penting (INP) suatu jenis tumbuhan yang tinggi menunjukkan bahwa jenis tumbuhan tersebut memiliki peranan yang penting dalam komposisi vegetasi di lingkungannya. Nilai Index Cultural of Significance (ICS) jenis tumbuhan berguna semakin tinggi nilainya maka pemanfaatan tumbuhan tersebut oleh masyarakat juga semakin tinggi. Nilai INP tinggi dan nilai ICS tinggi menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut sangat tinggi nilai dan pemanfaatannya bagi masyarakat. Nilai INP tinggi dan nilai ICS rendah maka nilai tumbuhan tersebut bagi vegetasi tinggi namun kurang dimanfaatkan oleh masyarakat.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kerusakan vegetasi pada kaawasan karst Gunung Cibodas serta pengaruhnya terhadap keanekaragaman jenis flora di kawasan ini. Kegiatan pengelolaan yang dilakukan harus diarahkan pada upaya pelestarian atau menjaga keberadaan dan keanekaragaman jenis flora dengan mengurangi tekanan fisik dari manusia terhadap kawasan sehingga proses ekologis tetap berjalan baik tanpa campur tangan manusia secara langsung. Perlunya kegiatan konservasi dalam upaya pelestarian sumberdaya hayati Gunung Karst Cibodas, Ciampea yang banyak berkurang karena adanya kegiatan penambangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ashar H. 1994. Etnobotani Rempah Dalam Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola dan Mandailing [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi

Survey dan Pemetaan Nasional.1990. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 25.000, lembar 1209-134: Leuwilang. Bogor: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. [BAPEDA] Badan Pembangunan Daerah.

2009. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Sejahtera Tingkat Kecamatan.

Copriadi J, Miharti H. 2002. Gallokatekin: Senyawa Flavonoid Lainnya dari Kulit Batang Renghas (Gluta renghas L.) Natur Indonesia 4 (1): 1-6.

Daubenmire RF. 1974. Plant and Environment (Third Ed). United States of America: Willey International Edition.

Ford DC. Dan William PW. 1995. Karst Geomorphology and Hydrology. Chapmand Hall. London.

Gunawan R. Thamrin, J. Suhendar, E. 1998. Industrialisasi Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Adat (Kasus Kalimantan Timur). Yayasan Akatiga. Bandung.

Hajar I. 2009. Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Haq AS. 2009. Pengaruh Ekstrak Herba Putri

Malu (Mimosa pudica Linn.) Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit BALB/C [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

(30)

Ika I. 2002. Seni Hias Damar Kurung dan Lukisan Kaca Jawa Timur

.

Studio 6: Surabaya.

Ko RKT. 2003. Keanekaragaman Hayati Kawasan Karst. Pemerhati Lingkungan Karst dan Gua.

Magguran AE. 1988. Ecological Diversity and Measurement. London: Croom Helm Limited.

Martin GI. 1998. Etnobotani. M. Mohamed, penerjemah. Gland Switzerland : Kerjasama Natural History Publication (Borneo), Kota Kinibalu dan World Life Fund For Nature. Nasution U. 1986. Gulma dan

Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatra Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Moraawa. 255 hal.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. Philadelphia: W.B. Sounders Co.

Polunin, N. 1960. Introduction to Plant Geography and Some Related Sciences. Longman Inc,. New York.

Purwanto YEB, Waluyo. 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem Irian Jaya: Suatu Telaah tentang Pengetahuan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tumbuhan. Prosiding, Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional Ri. Hal: 132-140

Purwanto Y. 1999. Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia. Di dalam: Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan Keanekaragaman Hayati. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat Pusat Antar Universitas IPB; Bogor, 16 Sept 1999. Bogor: Laboratorium Etnobotani, Balitbang Botani-Puslitbang Biologi-LIPI. Hlm 1-16.

Rahman F. 2006. Ancaman Hilangnya Nilai Strategis dan Poin-Poin Ketertarikan (Interest Points) Kawasan Karst Gunung Kapur Ciampea, Bogor. Seminar Nasional I Biospeleologi dan Ekosistem Karst. Yogyakarta, 05-06 Desember.

Samodra H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia : Pengelolaan dan Perlindungan [Publikasi Khusus]. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Geologi. Bandung.

Setiadi D, Muhadiono, dan Yusron A. 1989. Penuntun Praktikum : Ekologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Ilmu Hayat. IPB.

Soemarno S, Riswan S, dan Rachman I. 2006. Studi Vegetasi Hutan Karst Gunung Cibodas Ciampea, Bogor. Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor. Soerianegara I dan A. Indrawan. 1998.

Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Steenis CGGJ van. 2010. Flora Pegunungan Jawa. Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.

Surono, Sukamto dan H Samodra. 1999. Batuan Karbonat Pembentuk Morfologi Karst di Indonesia. Kumpulan Makalah Lokakarya Kawasan Karst. Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta 29-30 September 1999. Vermeulen J and Whitten T. 1999.

Biodiversity and Cultural Property in The Management of Limestone Resources. Washington DC: The World Bank.

(31)

Whitten T, RE Soeriaatmadja dan SA Afif. 1996. The Ecology of Indonesia Series Volume II: The Ecology of Java and Bali. Singapore: Periplus Edition.

(32)
(33)

Lampiran 1 Daftar tumbuhan bermanfaat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan Gunung Karst Cibodas, Ciampea

Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Kegunaan q i e Jumlah ICS

Andeuleum Graptophylum pictum Acanthaceae Obat Korengan 3 3 1 9 9

Antanan Centella asiatica Mackinlayaceae Obat ginjal 3 3 1 9 9

Alpukat Persea gratissima Lauraceae Bahan minuman 4 3 1 12 24

Obat darah tinggi 3 4 1 12

Bayam Amaranthus tricolor Amaranthaceae Pakan ternak 3 2 1 6 14

Bahan pangan sekunder 4 2 1 8

Bambu Bambusa sp. Poaceae Bahan bangunan 4 4 1 16 65

obat batuk 3 1 1 3

Bahan kerajinan 4 3 2 24

Upacara adat 2 3 1 6

Kayu bakar 4 4 1 16

Bawang merah Allium cepa Amaryllidaceae Obat demam 3 1 0.5 1.5 16.5

Bumbu masak 3 5 1 15

Cabe Capsicum sp. Solanaceae Bumbu masak 3 5 2 30 48

Obat 3 3 2 18

Cecenet Physallis minima. Solanaceae Obat demam 3 3 1 9 9

Cikur Curcuma zedoaria Zingiberaceae Obat 3 4 2 24 24

Harendong Melastoma malabathricum Melastomaceae Obat luka bakar, keputihan 3 3 1 9 41

Bahan pangan sekunder 4 4 2 32

Hades Foeniculum vulgare Apiaceae Aromatik 3 3 1 9 9

Jati Tectona grandis Verbenaceae Bahan bangunan 4 4 2 32 40

Bahan kayu bakar 4 2 1 8

Jagung Zea mays Poaceae Makanan pokok 5 4 1 20 29

Pakan ternak 3 3 1 9

Jawer kotok Coleus blumei Lamiaceae Obat ambeien 3 3 2 18 18

Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Bahan minuman 4 3 1 12 21

Bumbu masak 3 3 1 9

Jahe merah Zingiber sp. Zingiberaceae Obat pilek 3 4 1 12 12

Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae Obat pencernaan 3 2 1 6 22

Bahan pangan sekunder 4 4 1 16

Jeruk nipis Citrus aurontifolia Rutaceae Aromatik 3 3 1 9 12

Gambar

Gambar 1 Bentuk petak contoh pengukuran vegetasi
Tabel 2 Kategorisasi yang menggambarkan
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Gambar 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil elektroforesis daging tikus setelah di PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer ND1 terlihat pita yang muncul pada bakso sapi yang tidak berlogo MUI yaitu sampel

I hereby grant Dian Nuswantoro University the right to display or copy any part of the thesis, in all forms of media for reference purposes and legitimate educational

Herowati Pusoko, Parate executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Komplik Norma dan.. Ketiga bentuk opsi yang ditawarkan UUHT dalam pelaksanaan eksekusi obyek hak

Hal ini dapat terjadi karena apabila PDN meningkat berarti peningkatan aktiva valas yang diberikan dengan persentase yang lebih besar dari peningkatan pasiva valas,

Hasil kajian menunjukkan bahwa dengan data hidrograf banjir dengan tinggi hujan 44,75 mm memiliki debit puncak sebesar 4,95 m 3 /det, efektifitas bangunan sabo dalam

[r]

Bagian dari Kontribusi yang besarnya dapat berubah-ubah dan dapat dibayarkan setiap saat sesuai keinginan Anda sepanjang jumlahnya atau jumlah keseluruhannya

(i) Pada tanggal 31 Desember 2003, aktiva tetap milik Perusahaan dan CPJF dengan nilai buku Rp399,48 miliar digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman bank yang diperoleh Perusahaan