PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambahan penduduk di Indonesia berkorelasi positif dengan kebutuhan
pangan dan kebutuhan protein hewani seperti daging, telur, dan susu. Kesadaran
masyarakat meningkat akan pentingnya pangan bergizi sehingga akan meningkatkan
permintaan produk pangan berkualitas. Hal ini menjadi tantangan bagi dunia
peternakan untuk menyediakan produk hasil ternak berkualitas. Susu memiliki
peluang sangat besar untuk dikembangkan menjadi produk unggulan yang memiliki
nilai gizi tinggi. Susu kambing belum banyak dikembangkan dan memiliki banyak
manfaat terutama untuk kesehatan.
Kambing mempunyai prospek baik bagi peternak rakyat, karena mudah
dipelihara dan dikembangkan, serta lebih cepat berkembang biak dibandingkan
ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau. Peternakan kambing memegang
peranan penting di desa-desa dalam usaha tani tradisional sebagai penghasil susu,
daging atau sebagai usaha sambilan. Kambing perah menghasilkan susu di pedesaan
untuk konsumsi keluarga dalam rangka meningkatkan sumber protein hewani dan
dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan dari hasil penjualan susu. Upaya
meningkatkan kualitas susu kambing diperlukan sehingga mampu meningkatkan
nilai tambah.
Produksi dan kualitas susu yang dihasilkan ternak dipengaruhi oleh faktor
genetik, lingkungan, dan manajemen. Pakan ternak kambing seperti juga ternak
ruminansia lainnya adalah hijauan rumput yang mempunyai kandungan gizi rendah
dan belum memenuhi keseluruhan kebutuhan nutrisi kambing. Pakan penguat atau
konsentrat perlu ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pakan. Salah satu
upaya dapat dilakukan untuk menurunkan biaya konsentrat maupun ransum secara
keseluruhan adalah dengan menggunakan bahan pakan yang relatif murah, mudah
didapat, berkualitas, kontinyu, dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia
ataupun ternak lain.
Kebutuhan Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) sebagai obat
herbal menyisakan limbah berupa daun pohon yang dapat digunakan sebagai pakan
ternak. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak Som Jawa mampu
menurunkan kadar asam lemak kaproat pada susu kambing yang menghasilkan
aroma prengus (goaty flavor) dan meningkatkan kualitas susu kambing. Penggunaan
daun Som Jawa sebagai pakan ternak diharapkan mampu meningkatkan nilai guna
pertanian Som Jawa. Manajemen pemberian pakan tambahan daun Som Jawa secara
sederhana diharapkan dapat diaplikasikan oleh peternak kambing perah sehingga
mampu meningkatkan produksi susu serta menghasilkan susu kambing yang
berkualitas ditinjau dari komposisi susunya.
Tujuan
Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat produksi dan kualitas susu
serta bobot badan kambing perah Sapera (persilangan PE-Seanen) yang diberikan
tambahan pakan daun Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn).
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Perah
Menurut Atabany (2002) kambing perah merupakan jenis kambing yang
dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya.
Kambing perah yang dipelihara biasanya adalah kambing lokal seperti kambing
Peranakan Etawah (PE) yang merupakan bangsa kambing perah yang dapat hidup di
daerah tropis. Kambing Etawah merupakan keturunan dari kambing Jamnapari yang
sangat baik sebagai hewan perah dan penghasil daging (Devendra dan Burns, 1994).
Berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan susu dan potensi
pertumbuhannya, kambing Etawah digunakan secara luas untuk meningkatkan mutu
kambing asli yang lebih kecil di berbagai negara seperti Malaysia dan Indonesia.
Produksi susunya sekitar 235 kg selama masa laktasi 261 hari (Devendra dan Burns,
1994).
Kambing Sapera
Kambing Sapera merupakan hasil persilangan kambing Peranakan Etawah
(tipe dwiguna) betina dengan kambing Seanen jantan (tipe perah) atau sebaliknya.
Kambing ini memiliki bobot lahir dan kinerja pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan induknya (Sutama et al., 2009). Kambing PESA (nama lain Sapera)
memiliki produksi susu harian lebih baik dari pada kambing Peranakan Etawah,
tetapi produksinya lebih rendah dari pada kambing Seanen impor dan kambing
Seanen keturunan (F1) (Ruhimat, 2003).
Pertumbuhan pasca sapih kambing Sapera jantan 77 g/hari sedangkan betina
75 g/hari. Pubertas kambing Sapera dicapai pada umur 7-10 bulan dan berat badan
23,4 kg. Produksi susu kambing Sapera meningkat dari 650 ml pada minggu pertama
laktasi menjadi 900 ml pada minggu ketiga laktasi kemudian konstan hingga minggu
keenam (Sutama et al., 2010). Menurut Macciota et al. (2008), puncak produksi
susu terjadi antara minggu kedua sampai minggu keempat pada periode laktasi.
Menurut Ensminger (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
susu kambing diantaranya: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing;
4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 7) penyakit. Atabany
(2003) menambahkan bahwa produksi susu kambing masih dapat ditingkatkan
Fase Produksi Konsumsi BK
dengan manajemen yang baik, seperti manajemen pemberian pakan tambahan dan
bibit berkualitas.
Konsumsi Pakan
Menurut Ensminger (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya produksi susu adalah dari segi pemberian pakan dan minum. Pakan yang
diberikan pada kambing harus dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup pokok dan
reproduksi. Jumlah pakan diberikan tergantung kondisi fisiologis (pertumbuhan,
bunting, dan laktasi), bangsa, dan kapasitas produksi (Gall, 1981). Kebutuhan nutrien
kambing perah pada berbagai kondisi fisiologis menurut Rashid (2008) tertera pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi
(% bobot badan)
Kebutuhan nutrien harian PK (% BK) TDN (% BK)
Hidup pokok 1,8 – 2,4 7 53
Awal kebuntingan 2,4 – 3,0 9 – 10 53
Akhir kebuntingan 2,4 – 3,0 13 – 14 53
Laktasi 2,8 – 4,6 12 – 17 53 – 56
National Research Council (1981) memberikan rekomendasi kebutuhan
nutrien lebih terperinci untuk kambing perah laktasi tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekomendasi Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Laktasi
Status Rekomendasi Kebutuhan
Bahan Kering (g) Protein Kasar (g) TDN (g)
BB 30 kg, Produksi
susu 1 liter, Kadar 540 - 1210 1230 - 1340 704 - 798 Lemak 4%
Menurut Nursasih (2005), performa produksi ternak sangat dipengaruhi oleh
tingkat konsumsi zat makanan dan tingkat palatabiltas pakan tercermin dari tingkat
konsumsi suatu bahan pakan. Tillman et al. (1998) menambahkan bahwa
palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk, dan
bau dari suatu bahan pakan. Tingkat konsumsi pakan juga dapat dipengaruhi oleh
kondisi ternak (bobot badan, jenis kelamin, umur, dan genetik), pakan yang
diberikan, dan kondisi lingkungan (Parakkasi, 1999).
Komposisi Susu Kambing
Menurut Badan Standardisasi Nasional (1998), susu kambing mengacu pada
SNI 01-3141-1998 tentang susu segar adalah susu yang berasal dari ambing induk
kambing yang sehat dan diperoleh dengan cara benar, yang kandungan alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun. Susu kambing segar adalah susu kambing murni yang disebutkan di atas dan
tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi
kemurniannya. Susu kambing merupakan hasil sekresi dari ambing kambing sebagai
makanan anaknya.
Perbedaan komposisi kimia pada susu kambing disebabkan oleh beberapa
faktor pengontrol produksi susu baik secara kualitas maupun kuantitas seperti: 1)
variasi antar bangsa kambing; 2) variasi inter bangsa kambing; 3) faktor genetik; 4)
musim; 5) umur; 6) lama masa laktasi; 7) faktor perawatan dan perlakuan; 8)
pengaruh masa birahi dan kebuntingan; 9) frekuensi pemerahan dan perlakuan; 10)
jumlah anak dalam sekali beranak; 11) pergantian pemerahan; 12) lama masa kering;
13) faktor hormonal; 14) faktor pakan; dan 15) pengaruh penyakit (Sodiq dan
Abidin, 2002).
Spreer (1998) menyebutkan bahwa komponen kimia alami susu kambing
terdiri atas: air, lemak, protein, laktosa, dan komponen lain seperti garam, asam
sitrat, enzim, vitamin, gas, dan fosfolipid. Menurut Sofyan dan Sigit (1993), susu
kambing dari daerah tropis cenderung tinggi total padatannya terutama lemak dan
protein, namun total susu kambing daerah tropis berkorelasi negatif dengan produksi
susu. Komposisi susu kambing dari berbagai bangsa terdapat pada Tabel 3.
Susu kambing lebih berwarna putih dibanding susu sapi karena tidak
mengandung karoten. Perbedaan utama antara susu kambing dan susu sapi adalah
kandungan butiran lemak (fat globule) susu kambing yang lebih kecil dibandingkan
dengan susu sapi (Ensminger, 2002). Protein susu disintesis dalam sel kelenjar susu
pada bagian mitokondria mengikuti pengkodean genetik (Akers, 2002). Protein susu
terdiri atas dua fraksi utama yaitu kasein (αS1, αS2, β, dan κ) dan whey (α-
laktoalbumin dan β–laktoglobulin). Sebanyak 80% dari total protein susu kambing
adalah kasein. Kasein ini stabil dikarenakan kandungan kalsium dan fosfat (Greppi et
al., 2008). Ditinjau dari sudut pandang kualitas, kasein susu kambing lebih dapat
larut (soluble) dan mengandung proporsi protein terlarut yang lebih tinggi,
diantaranya -laktoglobilin, -laktoalbumin dan serum albumin (Barrionuevo et al.,
2002). Protein susu kambing yang lebih larut tentunya akan lebih mudah diserap dan
mengindikasikan kualitas protein susu kambing lebih baik dibandingkan susu sapi
(Aliaga et al., 2003).
Tabel 3. Komposisi Susu Kambing
Komposisi Bangsa Jumlah Sumber Bahan Kering (%) PESA 11,11 Ruhimat (2003)
Protein (%) PESA 3,07 Ruhimat (2003)
Lemak (%) PESA 4,13 Ruhimat (2003)
BKTL (%) PESA 6,99 Ruhimat (2003)
Berat Jenis (kg/m3) PESA 1,0315 Ruhimat (2003)
pH PE 6,64-6,69 Hertaviani (2009)
Laktoferin (mg/l) PE 42,62-46,10 Hertaviani (2009)
Laktosa (%) PESA 3,48 Ruhimat (2003)
Susu kambing kaya akan MCT (Medium-chain Triglyiseride) meliputi asam
kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), dan asam kaprat (C10:0), yang metabolismenya
tidak membutuhkan cairan empedu untuk mengemulsikannya (Aliaga et al., 2003).
Susu kambing mempunyai lemak yang mudah diserap dan dapat diubah menjadi
energi secara cepat. Walaupun mudah diserap, MCT tidak menimbulkan risiko
atherogenic (Aliaga et al., 2005).
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan kemampuan ternak untuk mengubah
zat-zat nutrisi pakan menjadi daging. Pertambahan Bobot badan per satuan unit
waktu sering digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan diartikan
sebagai pertambahan bobot badan sampai ukuran dewasa tercapai (Taylor dan Field,
2004). Menurut Tillman et al. (1998) selama pertumbuhan seekor ternak mengalami
peningkatan bobot badan sampai dewasa dan perubahan bentuk yang disebut dengan
pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan ternak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
bangsa, jenis kelamin, hormon, pakan, kastrasi, iklim, dan kesehatan ternak (Phillips,
2001). Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa faktor pakan sangat mementukan
pertumbuhan, apabila kualitasnya baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup,
pertumbuhanya akan menjadi cepat. Church dan Pond (1988) menyatakan proses
penggilingan bahan pakan memberikan peningkatan performa ternak karena
partikelnya semakin kecil. Kualitas pakan yang baik akan diikuti pertambahan bobot
badan yang lebih tinggi.
Som Jawa
Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn berasal dari benua Amerika kawasan
tengah dan selatan serta daerah Afrika bagian selatan, kemudian menyebar ke daerah
tropis lainnya. Di pulau Jawa, jenis ini kemudian lebih dikenal dengan Som Jawa
atau Ginseng Jawa. Som Jawa diintroduksi dari Suriname ke pulau Jawa (saat itu
dikoleksi oleh Kebun Raya Bogor) pada tahun 1915 (Hidayat, 2005). Som Jawa
tumbuh pada ketinggian 5-1.250 m dpl (Dalimartha, 2003).
Klasifikasi dari Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn (Som Jawa) dalam
Hidayat (2005) adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dictyledoneae
Ordo : Caryphyllales
Famili : Portulacaceae
Genus : Talinum
Spesies : Talinum Paniculatum (Jacq.)Gaertn
Selain itu ada beberapa nama sinonim untuk jenis Som Jawa ini, yaitu
Talinum crassifolium Willd, Portulaca patens L., Talinum patens (L.) Wild.
Tanaman ini juga memiliki nama daerah yaitu Gelang porslen (Dalimartha, 2003).
Nama lain Som Jawa dikalangan masyarakat, antara lain Som Jawa, Kolesom, dan
Ginseng Jawa (Hidayat, 2005).
Di Indonesia dikenal dua jenis tanaman yang secara morfologi dan
kandungan kimianya sama dengan Ginseng Cina dan Korea yaitu Som Jawa
(Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) dan Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)
Willd) yang keduanya sering dianggap sebagai Ginseng Jawa. Som Jawa merupakan
salah satu tanaman yang dimasukkan ke dalam kelompok ginseng yang diyakini
bermanfaat untuk meningkatkan vitalitas tubuh dan daya seksual (afrodisiak)
(Hidayat, 2005). Hasil penelitian Wahyuni dan Hadipoentyanti (1999), menunjukkan
Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn dapat dibedakan dengan Talinum triangulare
(Jacq.) Willd pada : a) bentuk daun; warna pangkal batang; c) waktu bunga mekar; d)
panjang dan lebar mahkota bunga; e) jumlah benangsari; f) warna kulit rimpang; dan
g) bentuk dan warna buah.
Som Jawa merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak, tinggi 30-60 cm,
batang bercabang di bagian bawah, dan pangkalnya mengeras. Daun Som Jawa
terletak berhadapan, bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sungsang, bagian tepi
rata, ujung dan pangkalnya runcing (Wijayakusuma et al., 1995). Wahyuni dan
Hadipoentyanti (1999) menambahkan bahwa panjang daun Som Jawa 8,623+ 0,693
cm, lebar 4,210 + 0,383 cm dan tebal 0,091 + 0,016 cm. Buahnya kecil, berbentuk
bulat pipih, warna hitam, dan matang 22-23 hari setelah berbunga. Buahnya
berbentuk bola atau agak kotak berwarna merah kecoklatan, diameter 3 mm. Bijinya
kecil berukuran 0,7-1 mm (Hidayat, 2005).
Som Jawa selain dapat dikonsumsi oleh manusia, daunnya juga dapat
dijadikan pakan yang disukai oleh beberapa hewan ternak, seperti kambing dan
kelinci (Hidayat, 2005). Daun Som Jawa mengandung saponin, flavonoid, tanin
(Dalimarta, 2003), steroid dan minyak atsiri obat bisul (Seswita, 2010). Daun Som
Jawa juga berkhasiat meningkatkan nafsu makan (stomakik), melancarkan ASI,
mengobati bisul (Dalimartha, 2003), dan pembengkakan (anti radang) (Seswita,
2010).
Som Jawa merupakan tanaman yang menghasilkan umbi. Untuk
menghasilkan umbi yang optimal, diperlukan tanah yang sifat-sifat fisik dan
kesuburannya baik. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan penggunaan bahan
organik (kasting, kompos daun bamboo, dan pupuk kandang). Som Jawa mudah
ditemukan di kawasan dimana tumbuhan lain sulit tumbuh dan mampu tumbuh
bersama-sama dengan jenis tumbuhan yang bersifat gulma. Som Jawa mampu
tumbuh optimal pada tanah-tanah yang kondisinya gembur, sedikit berpasir, dan
tempat yang drainasenya baik (Hidayat, 2005).
Som Jawa yang ditanam dengan metode stek untuk diambil daunnya
memiliki produksi daun yang lebih tinggi dibandingkan penanaman dengan biji
Produksi daun Som Jawa yang digunakan dalam penelitian diketahui dari hasil
survey dengan petani daun Som Jawa di kawasan Agropolitan, Cipanas. Petak lahan
seluas 1,5 x 6 meter mampu menghasilkan daun segar rata-rata sebanyak 12 kg.
Daun Som Jawa yang dirawat dengan baik mampu dipanen 4 kali dalam setahun.
Apabila dikonversi kedalam produksi/ha/panen maka diperoleh:
Sehingga dalam satu tahun akan menghasilkan daun Som Jawa:
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Juni 2012 di Balai
Penelitian Ternak Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis proksimat pakan
dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Analisis kualitas susu dilakukan di Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Materi Ternak
Ternak kambing dipelihara di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Ternak yang digunakan dalam penelitian berjumlah sembilan
ekor kambing perah Sapera laktasi kedua. Kambing yang digunakan memiliki
produksi susu + 1 liter/hari dengan bobot badan 32,96 + 3,14 kg. Kambing yang
digunakan memasuki minggu kelima laktasi.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan kambing perah yang
terdiri atas rumput Raja, daun Gamal, daun Som Jawa (Talinum paniculatum (Jacq.)
Gaertn), konsentrat komersial (tersusun atas jagung, pollard, dedak padi, bungkil
kedelai, bungkil kelapa, vitamin, dan mineral), dan air. Rumput Raja dan daun
Gamal segar diperoleh dari kebun rumput Balai Penelitian Ternak Ciawi. Daun Som
Jawa segar diperoleh dari kebun Agropolitan, Cipanas.
Alat
Peralatan yang digunakan di kandang meliputi kandang kambing laktasi
individu berukuran 1 m3, termohigrometer, ember plastik, timbangan ternak,
timbangan duduk, timbangan digital, gelas ukur, penyaring susu, milk can, lap bersih,
dan plastik pengemas. Sampel susu dibawa ke Laboratorium Ilmu Ternak Perah
dengan menggunakan cooler box, dan motor sebagai sarana transportasi. Sampel
susu diuji menggunakan milkotester.
Prosedur
Persiapan
Ternak percobaan melalui tahap penyesuaian terhadap perubahan pakan (pre-
eliminary) selama dua minggu sebelum diberikan perlakuan. Tahap ini bertujuan
untuk mengurangi pengaruh pakan yang diberikan sebelum perlakuan terhadap
peubah yang diamati. Persiapan pemeliharaan meliputi pembersihan kandang
individu dan memindahkan kambing yang digunakan untuk penelitian pada kandang
individu.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sembilan ekor kambing Sapera dilakukan selama dua minggu
pada kandang individu berukuran 1 m3. Penimbangan bobot badan kambing
dilakukan sebelum pemeliharaan untuk menghitung jumlah konsumsi bahan kering
kambing perah per hari yakni sebesar 4% dari bobot badan kambing (Esminger,
2002). Pakan diberikan sebanyak 6 kali sehari, sedangkan air minum diberikan
secara adlibitum. Konsumsi pakan dan sisa pakan ditimbang setiap hari. Produksi
susu per hari diukur dengan mencatat hasil pemerahan pada pagi dan sore hari.
Sampel susu diambil pada awal (sebelum perlakuan), tengah (setelah 14 hari pre-
eliminary), dan akhir (setelah 28 hari perlakuan) untuk uji kualitas susu.
Perlakuan
Pakan yang diberikan terdiri atas hijauan dan konsentrat dengan persentase
60:40. Pakan diberikan secara bergantian yaitu daun Som Jawa diberikan pagi (jam
07.30 WIB) dan sore hari (15.30 WIB). Konsentrat diberikan pagi setelah pemberian
daun Som Jawa (08.00 WIB) dan daun Gamal diberikan sore hari (16.00 WIB).
Rumput Raja diberikan siang hari (09.00 WIB) sesuai dengan persentase kebutuhan,
sedangkan sore hari (17.00 WIB) diberikan secara adlibitum. Rumput diberikan
adlibitum karena kambing menunjukkan tanda bahwa pakan yang diberikan masih
kurang yaitu tempat pakan yang kosong dan selalu berteriak. Perlakuan yang
diberikan dalam penelitian ini adalah:
P1 = Kontrol (Rumput Raja adlibitum + daun Gamal 27% + konsentrat 40%)
P2 = Rumput Raja adlibitum + Gamal 27% + daun Som Jawa 3% + konsentrat 40%
P3 = Rumput Raja adlibitum + Gamal 27% + daun Som Jawa 6% + konsentrat 40%
Bahan Pakan Bahan
Kasar Abu Tabel 4. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penelitian (%BK)
Serat Protein Lemak Kering Kasar Kasar
Konsentrat 1 88 8 14 4 10
Rumput Raja 2 45,39 34,67 11,81 2,35 12,9
Daun Gamal 2 86,47 15,33 23,98 3,7 6,8
Daun Som Jawa 1 9,41 9,56 31,24 4,14 16,15
Keterangan: 1. Laboratorium Pusat Antar Universitas, IPB (2012) 2. Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (2010)
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tiga taraf perlakuan (0%, 3%, dan 6%) dan setiap perlakuan
diulang sebanyak tiga kali. Model matematika rancangan penelitian menurut Mattjik
dan Sumertajaya (2006) adalah:
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
Yij = Pengaruh penambahan daun Som Jawa terhadap kualitas susu kambing
pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
µ = Rataan umum.
τi = Pengaruh penambahan daun Som Jawa ke-i.
εij = Pengaruh acak pada penambahan daun Som Jawa ke-i dan ulangan ke-j.
Peubah yang Diamati
Konsumsi Pakan (g/ekor/hari). Konsumsi pakan merupakan selisih antara pakan yang diberikan dengan pakan sisa. Konsumsi pakan per ekor per hari merupakan
konsumsi pakan total dibagi masa pemeliharaan. Perhitungan konsumsi bertujuan
untuk mengetahui konsumsi Bahan Kering (BK) dan nutrien pakan seperti protein,
serat, dan lemak. Perhitungan konsumsi BK dan komposisi nutrien pakan
(McDonald, 2002) adalah:
Konsumsi BK pakan (%)= [pakan yang diberikan (g) – sisa pakan (g)] x %BK bahan
Konsumsi Nutrien (g/ekor/hari)= konsumsi BK pakan x kadar nutrien dalam pakan
Produksi Susu (kg/ekor/hari). Produksi susu diperoleh dengan cara mencatat hasil pemerahan sembilan ekor kambing Sapera masing-masing pada pagi dan sore hari.
Pengukuran dimulai setelah masa persiapan (pre-eliminary) sampai dengan akhir
masa pemeliharaan. Pengukuran produksi susu dilakukan dengan menggunakan gelas
ukur berskala dan timbangan digital.
Komposisi Susu. Pengujian komposisi susu kambing meliputi kadar lemak, bahan kering tanpa lemak, bahan kering, berat jenis, protein, dan laktosa. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan alat milkotester. Sampel susu yang digunakan
masing-masing sebanyak 30 ml.
Efisiensi Pemanfaatan Ransum Terhadap Kualitas Susu. Efisiensi penggunaan nutrien ransum terhadap komposisi susu dapat dihitung dengan perbandingan
kandungan nutrien susu dengan konsumsi nutrien tersebut (Asminaya, 2007).
Efisiensi pemanfaatan protein ransum dihitung dari perbandingan antara kadar
protein dalam susu dengan konsumsi protein ransum (Zamami et al., 2011). Hal ini
berlaku bagi perhitungan efisiensi konsumsi nutrien yang lainnya.
Efisiensi Penggunaan ransum menjadi susu
=
Efisiensi penggunaan protein pakan menjadi protein susu
=
Efisiensi penggunaan lemak pakan menjadi lemak susu
=
Bobot Badan Ternak. Bobot badan ternak diukur dengan menggunakan timbangan ternak. Pengukuran bobot badan dilakukan dengan menimbang ternak pada awal
(sebelum perlakuan), tengah (setelah 14 hari pre-eliminary), dan akhir (setelah 14
hari perlakuan) penelitian. Penimbangan dilakukan pagi hari sebelum ternak diberi
pakan menggunakan timbangan ternak.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam Analysis of Variance
(ANOVA). Metode non parametrik Kruskal Wallis dilakukan untuk menguji data
yang tidak memenuhi uji asumsi ANOVA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan
Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat
kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum.
Peningkatan protein disebabkan kandungan protein yang tinggi pada daun Som Jawa
yaitu 31,24%. Kadar air yang tinggi pada daun Som Jawa diduga sebagai penyebab
penurunan kadar bahan kering ransum. Kandungan lemak daun Som Jawa yang
cukup tinggi yaitu 4,14% diduga menyebabkan peningkatan kandungan lemak
ransum. Penambahan daun Som Jawa juga meningkatkan kadar abu ransum
meskipun tidak signifikan. Peningkatan kadar abu ransum disebabkan kandungan
abu yang tinggi pada daun Som Jawa yatu 16,15%. Kandungan nutrien ransum yang
diberikan pada kambing Sapera penelitian tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrien Ransum (%)
Perlakuan BK Abu Pk Lk Sk
P1 73,53 10,09 15,97 3,37 18,78
P2 72,45 10,19 16,55 3,43 18,03
P3 71,37 10,29 17,14 3,48 17,27
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang
akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
(Tillman et al., 1998). Nutrien yang terserap akan dialirkan melalui darah menjadi
prekursor untuk proses sintesis susu di ambing. Manajemen pemberian pakan dan
minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi
susu pada ternak perah (Ensminger, 2002). Kandungan protein ransum yang
digunakan dalam penelitian telah memenuhi kebutuhan untuk kambing laktasi yaitu
12-17 % (Rashid, 2008).
Tingkat konsumsi pakan mencerminkan palatabilitas suatu jenis pakan.
Konsumsi pakan yang semakin tinggi mengindikasikan tingkat palatabilitas yang
semakin baik. Pakan yang diberikan dalam penelitian berupa rumput raja, daun
gamal, konsentrat komersial, dan daun Som Jawa sebagai perlakuan. Rataan
konsumsi pakan kambing perah Sapera yang ditambahkan daun Som Jawa (Talinum
Paniculatum (Jacq.) Gaertn) tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Konsumsi Pakan Kambing Sapera (g/ekor/hari)
Parameter P1 P2 P3
Rumput Raja Segar 2870,22 + 516,77 3089,78 + 153,71 2572,22 + 259,02
BK 1302,79 + 234,56 1402,45 + 69,77 1167,53 + 117,57
Konsentrat Segar 633,56 + 85,43 636,67 + 48,05 601,67 + 42,52
BK 511,61 + 72,86 547,64 + 43,52 515,55 + 38,95
Daun Gamal Segar 591,67 + 84,26 633,33 + 50,33 596,22 + 45,05
BK 557,53 + 75,18 560,27 + 42,28 529,47 + 37,42
Som Jawa Segar 0 433,33 + 30,55 808,89 + 61,34
BK 0 40,78 + 2,87 76,12 + 5,77
Rataan konsumsi pakan yang dikonsumsi ternak menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata. Penambahan daun Som Jawa sebagai pakan tambahan tidak
mempengaruhi tingkat konsumsi pakan hijauan dan konsentrat. Menurut Parakkasi
(1999), beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan selain dari
pakan itu sendiri adalah kondisi ternak (bobot badan, jenis kelamin, umur, dan
genetik), kondisi lingkungan, dan palatabilitas pakan (Nursasih, 2005). Tingkat
konsumsi yang tidak berbeda pada masing-masing perlakuan mengindikasikan
bahwa penambahan daun Som Jawa sampai taraf 6% tidak mempengaruhi
palatabilitas ransum. Daun Som Jawa yang diberikan pada ternak memiliki tingkat
palatabilitas yang tinggi karena selalu habis dikonsumsi oleh ternak.
Konsumsi Nutrien
Konsumsi bahan kering pakan pada ternak dipengaruhi oleh kondisi fisiologis
ternak dan pakan yang diberikan. Kandungan bahan kering ransum menurun seiring
dengan meningkatnya jumlah penambahan daun Som Jawa (Tabel 5). Penurunan
kadar bahan kering disebabkan tingginya kadar air yang ada pada daun Som Jawa.
Rataan konsumsi bahan kering dan nutrien pakan kambing Sapera dengan
penambahan daun Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) tertera pada
Tabel 7.
Konsumsi bahan kering pakan kambing perah Sapera menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata. Penambahan daun Som Jawa sampai taraf 6% tidak
mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering pakan. Tingkat konsumsi bahan
kering pakan kambing Sapera jauh lebih tinggi dari pada kambing PESA yang
dilaporkan Ruhimat (2003) yaitu sebesar 4,18% dari bobot badan. Tingkat konsumsi
bahan kering kambing Sapera penelitian lebih besar dari rekomendasi National
Research Council (1981) untuk kambing laktasi dengan bobot badan 30 kg, produksi
susu 1 liter, dan kadar lemak 4% yaitu sebesar 0,54-1,22 kg.
Tabel 7. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien Pakan
Jenis Nutrien Konsumsi
P1 P2 P3
BK
Protein
Lemak
g/ekor/hari
% BB
g/ekor/hari
% BK Pakan
g/ekor/hari
2371,94 + 230,89
7,27 + 0,62
354,60 + 28,71
14,97 + 0,53
71,85 + 6,35
2551,14 + 153,38
7,57 + 0,31
388,13 + 24,78
15,21 + 0,08
77,32 + 4,92
2288,67 + 174,76
7,04 + 0,43
359,42 + 26,45
15,70 + 0,17
70,84 + 5,17
% BK Pakan
Serat Kasar g/ekor/hari
% BK Pakan
3,03 + 0,09
574,71 + 75,62
24,20 + 1,39
3,03 + 0,02
618,90 + 33,60
24,27 + 0,24
3,10 + 0,03
533,45 + 46,48
23,30 + 0,50
Tingkat konsumsi bahan kering kambing Sapera sesuai dengan konsumsi
bahan kering kambing yang dinyatakan oleh Blakely dan Blade (1991) yaitu berkisar
antara 5%-7% bobot badan. Besarnya konsumsi bahan kering pakan pada kambing
menunjukkan kapasitas produksi yang lebih besar jika dibandingkan dengan sapi
pada satu satuan yang sama. Sapi hanya mampu mengonsumsi bahan kering pakan
sebesar 2%-3% bobot badan.
Konsumsi protein kasar pakan tidak berbeda nyata. Penambahan daun Som
Jawa sampai taraf 6% tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi
protein. Tingkat konsumsi protein kambing Sapera sesuai dengan kebutuhan
kambing fase laktasi yang dinyatakan oleh Rashid (2008) yaitu berkisar 12%-17%
dari bahan kering pakan. Jumlah ini mengindikasikan bahwa pakan yang diberikan
telah mampu memenuhi kebutuhan protein ternak. Kambing Sapera mengonsumsi
protein lebih rendah dari kambing PESA yang dilaporkan oleh Ruhimat (2003) yaitu
15,91% dari bahan kering pakan.
Protein yang dikonsumsi oleh ternak akan dirombak menjadi asam amino
penting untuk menjaga fungsi organ tubuh agar tetap normal (maintenance),
pertumbuhan, produksi susu, dan perkembangan fetus pada ternak yang bunting.
Protein juga berfungsi untuk pembentukan enzim dan hormon yang mengontrol
reaksi kimia dalam tubuh (Tyler dan Ensminger, 2006).
Lemak merupakan sumber energi kedua setelah karbohidrat bagi ternak
ruminansia. Lemak pakan memiliki peran yang penting karena berkontribusi 25%
pada kandungan lemak susu. Hasil analisis ragam data konsumsi lemak kasar pakan
tidak berbeda nyata. Penambahan daun Som Jawa sampau taraf 6% tidak
memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi lemak. Tingkat konsumsi lemak
pakan dipengaruhi oleh tingkat konsumsi bahan kering dan kandungan lemak dalam
pakan tersebut. Tingkat konsumsi lemak kambing sapera lebih tinggi dari kambing
PESA yang dilaporkan Ruhimat (2003) yaitu sebesar 2,73% dari bahan kering pakan.
Tingginya tingkat konsumsi lemak disebabkan tingkat konsumsi bahan kering
kambing Sapera lebih tinggi dari kambing PESA. Konsumsi lemak berkorelasi
positif dengan komposisi lemak susu yang dihasilkan.
Serat kasar merupakan salah satu sumber karbohidrat ternak ruminansia
selain dari gula sederhana dan pati. Ternak ruminansia dewasa mampu mencerna
serat disebabkan mikroba rumen dapat memecahnya menjadi molekul karbohidrat
sederhana (Tyler dan Ensminger, 2006). Hasil analisis ragam data konsumsi serat
kasar menunjukkan tidak berbeda nyata. Penambahan daun Som Jawa sampai taraf
6% pada pakan kambing perah Sapera tidak mempengaruhi tingkat konsumsi serat
kasar ransum. Konsumsi serat kasar ransum mempengaruhi tingkat konsumsi bahan
kering karena serat kasar merupakan salah satu komponen bahan kering pakan.
Tingkat konsumsi serat kasar kambing Sapera dengan penambahan daun Som
Jawa lebih rendah dari tingkat konsumsi serat kambing PESA yang dilaporkan oleh
Ruhimat (2003) yaitu 29,55% dari bobot badan ternak. Perbedaan konsumsi serat
disebabkan oleh jenis dan kandungan nutrien pakan yang berbeda. Rendahnya
konsumsi serat kasar berbanding terbalik dengan tingkat kandungan lemak susu yang
dihasilkan (Tabel 8). Kandungan lemak susu kambing Sapera yang lebih tinggi
dengan konsumsi serat yang lebih rendah menunjukkan bahwa kambing Sapera lebih
efisien dalam memanfaatkan nutrien ransum yang dikonsumsi. Tingginya lemak susu
kambing Sapera juga disebabkan tingkat konsumsi lemak kasar yang lebih tinggi.
BK g/ekor/hari
Protein g/ekor/hari
Lemak g/ekor/hari
Serat Kasar g/ekor/hari
Produkstivitas ternak salah satunya dipengaruhi oleh kualitas pakan. Kualitas
pakan dinilai dari kandungan nutrien dan kecernaannya. Pakan dengan kualitas dan
tingkat kecernaan yang baik memungkinkan ternak mengonsumsi nutrien yang lebih
tinggi pada jumlah konsumsi bahan kering yang sama. Tingkat kecernaan nutrien
pakan yang diberikan pada kambing perah Sapera tertera pada tabel 8.
Tabel 8. Rataan Kecernaan Nutrien Pakan
Jenis Nutrien Nutrien Tercerna
P1 P2 P3
1890,11 + 207,84 2054,48 + 110,74 1854,98 + 139,79
% konsumsi 79,67 + 3,53 80,56 + 1,50 81,06 + 0,21
308,42 + 21,96 343,84 + 32,30 312,81 + 31,08
% konsumsi 87,03 + 1,12 88,48 + 2,69 86,92 + 2,36
61,10 + 4,68 67,74 + 2,75 59,30 + 3,74
% konsumsi 85,11 + 1,87 87,71 + 2,82 83,76 + 1,34
458,59 +77,46 499,97 + 27,61 431,08 + 35,42
% konsumsi 79,57 + 4,75 80,82 + 3,06 80,83 + 0,49
Tingkat kecernaan bahan kering dan nutrien pakan menunjukkan tidak
berbeda nyata. Penambahan daun Som Jawa pada kambing Sapera sampai taraf 6%
belum memberikan pengaruh terhadap tingkat kecernaan nutrien pakan. Jumlah
nutrien yang dikonsumsi dan tercerna oleh kambing Sapera lebih besar dari
rekomendasi National Research Council (1981) untuk kambing laktasi dengan bobot
badan 30 kg, produksi susu 1 liter, dan kadar lemak 4% yaitu 540-1.210 g bahan
kering dan 123-134 g protein. Jumlah nutrien yang lebih besar mengindikasikan
pakan yang diberikan pada kambing Sapera telah memenuhi kebutuhan dan mampu
memenuhi kecukupan gizi untuk kambing perah laktasi.
Produksi Susu
Produksi susu kambing per ekor per hari dihitung dari penjumlahan hasil
pemerahan pagi dan sore hari. Rataan produksi susu mingguan kambing Sapera yang
diberikan tambahan pakan daun Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn)
pada minggu keenam hingga kesembilan tertera pada Gambar 1.
Prod uksiSus u(g ) 1300 1200 1177,33 1100 1000 900 1089,62 988,29 1114,00 1059,24 1018,43 1088,48 1002,24 967,14 1056,71 989,71 941,43 800 700
6 7 8 9
Minggu Laktasi
Gambar 1. Grafik Rataan Produksi Susu Mingguan Kambing Sapera Penelitian. P1 = Kontrol (Rumput Raja + daun Gamal 27% + konsentrat 40%); P2 = Rumput Raja + Gamal 27% + daun Som Jawa 3% + konsentrat 40%; P3 = Rumput Raja + Gamal 27% + daun Som Jawa 6% + konsentrat 40%. Keterangan: Persistensi P1= 92,44; P2= 94,86; P3= 93,44.
Secara deskriptif, nilai persistensi produksi susu kambing Sapera dengan
penambahan daun Som Jawa lebih besar. Nilai persistensi yang semakin besar
menunjukkan tingkat kestabilan produksi susu pada kambing Sapera semakin baik.
Nilai persistensi produksi susu kambing Sapera terbesar pada perlakuan penambahan
daun Som Jawa 3%. Grafik produksi susu mingguan kambing Sapera mengalami
penurunan disebabkan kambing telah memasuki masa penurunan produksi susu.
Menurut Macciota et al. (2008), puncak produksi susu terjadi antara minggu kedua
sampai minggu keempat pada periode laktasi. Grafik produksi susu P1 meningkat
pada minggu ketujuh kemudian mengalami penurunan. Peningkatan produksi susu
disebabkan beberapa kambing pada P1 melahirkan anak terakhir dibandingkan
kambing lainya sehingga diduga masih mengalami puncak produksi susu.
Rataan Produksi Susu kambing Sapera yang diberi tambahan pakan daun
Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Produksi Susu Kambing Sapera
Taraf Som Jawa (% Kebutuhan BK Pakan) Produksi Susu (gram/ekor/hari)
P1 (0%)
P2 (3%)
P3 (6%)
957,73 + 77,85
1074,33 + 26,09
997,31 + 257,25
Berat Jenis (kg/m ) 1,0286 + 0,0011 1,0275 + 0,0013 1,0279 + 0,0006
Produksi susu kambing Sapera yang diberikan tambahan pakan daun Som
Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) tidak berbeda nyata. Penambahan daun
Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) sampai taraf 6% pada ransum
belum mampu meningkatkan produksi susu kambing perah Sapera.
Rataan produksi susu kambing Sapera pada penelitian lebih rendah apabila
dibandingkan dengan produksi susu kambing PESA (nama lain Sapera) di PT Taurus
Dairy Farm yaitu 1120 gram/ekor/hari (Ruhimat, 2003). Perbedaan produksi susu ini
dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: 1) bobot badan induk; 2) umur
induk; 3) ukuran ambing; 4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan
7) penyakit (Ensminger, 2002).
Komposisi Susu
Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
komposisi susu. Kandungan nutrien tersedia dalam darah dari metabolisme pakan
akan digunakan sebagai prekursor dalam sintesis susu. Pakan dengan nutrien yang
baik dan tingkat kecernaan tinggi akan menghasilkan komposisi susu semakin baik.
Menurut Sodiq dan Abidin (2002), perbedaan komposisi kimia pada susu kambing
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1) variasi antar bangsa kambing; 2)
variasi inter bangsa kambing; 3) faktor genetik; 4) musim; 5) umur; 6) lama masa
laktasi; 7) faktor perawatan dan perlakuan; 8) pengaruh masa birahi dan kebuntingan;
9) frekuensi pemerahan dan perlakuan; 10) jumlah anak dalam sekali beranak; 11)
pergantian pemerahan; 12) lama masa kering; 13) faktor hormonal; 14) faktor pakan;
dan 15) pengaruh penyakit. Rataan komposisi susu kambing Sapera yang diberi
pakan tambahan daun Som Jawa (Talinum Paniculatum (Jacq.) Gaertn) tertera pada
Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Kualitas Susu Kambing Sapera
Komposisi Susu P1 (0%) P2 (3%) P3 (6%)
3
Bahan Kering (%) 15,32 + 0,81 14,59 + 1,56 14,83 + 0,15
Kadar Lemak (%) 6,34 + 0,40 6,01 + 1,07 6,12 + 0,23
Kadar BKTL (%) 8,97 + 0,44 8,59 + 0,51 8,71 + 0,14
Kadar Protein (%) 4,97 + 0,29 4,73 + 0,33 4,79 + 0,06
Kadar Laktosa (%) 3,19 + 012 3,08 + 0,14 3,16 + 0,05
Berat Jenis
Perhitungan analisis ragam data berat jenis susu menunjukkan tidak berbeda
nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan penambahan daun Som Jawa sampai
taraf 6% pada pakan tidak mempengaruhi berat jenis susu. Menurut Walstra dan
Jenness (1984), berat jenis merupakan perbandingan antara massa dari jumlah
tertentu dari suatu benda atau material dengan volumenya. Berat jenis sangat
tergantung pada suhu material tersebut. Berat jenis susu diperlukan dalam
perhitungan jumlah bahan padatan di dalamnya.
Berat jenis susu kambing Sapera lebih rendah dari susu kambing PESA di
yang dilaporkan Ruhimat (2003) yaitu 1,0315 kg/m3. Kadar berat jenis susu
menunjukkan kualitas susu kambing PESA masih lebih baik dari pada kambing
Sapera. Menurut Rahman et al. (1992) berat jenis susu dipengaruhi oleh zat-zat
padatan yang terkandung di dalam susu seperti lemak, protein, laktosa, vitamin dan
mineral.
Bahan Kering
Hasil perhitungan analisis ragam bahan kering susu kambing Sapera yang
diberi pakan daun Som Jawa menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan penambahan daun Som Jawa sampai taraf 6% tidak
mempengaruhi proses sintesis bahan penyusun susu seperti lemak, bahan kering
tanpa lemak, dan air. Nilai bahan kering susu kambing Sapera lebih tinggi dari
kambing PESA yang dilaporkan oleh Ruhimat (2003) yaitu sebesar 11,11%, akan
tetapi lebih rendah dari pada bahan kering susu kambing PE yang dilaporkan oleh
Apdini (2011) yaitu sebesar 16,38%. Hal ini menunjukkan kualitas susu kambing PE
masih lebih baik dibandingkan kambing Sapera karena semakin tinggi bahan kering
maka kualitas susu semakin baik.
Kadar Lemak
Kadar lemak susu kambing Sapera menunjukkan tidak berbeda nyata.
Penambahan daun Som Jawa pada pakan sampai taraf 6% tidak berpengaruh
terhadap sintesis lemak dalam proses sintesis susu. Kadar lemak susu kambing
Sapera lebih tinggi dari pada susu kambing PESA yaitu 4,13% (Ruhimat, 2003).
Kadar lemak susu bervariasi tergantung produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan
kuantitas pakan (Larson, 1981). Kadar lemak susu kambing Sapera yang lebih tinggi
disebabkan konsumsi lemak pakan yang lebih tinggi. Asam lemak pakan merupakan
prekursor dalam pembentukan lemak susu. Kambing perah laktasi yang
mengonsumsi pakan dengan kandungan lemak tinggi cenderung menghasilkan lemak
susu yang lebih tinggi.
Menurut Chilliard et al. (2000), sebagian besar lemak susu terdapat dalam
bentuk trigliserida yang disintesis dari bahan-bahan yang diserap dari darah yakni
glukosa, asetat, asam β–hidroksibutirat, lipoprotein, asam palmitat, serta asam-asam
lemak rantai pendek. Sebagian asam lemak yang lainnya disintesis dari mobilisasi
cadangan lemak tubuh dengan proporsi bervariasi menurut fase laktasi. Menurut
Tyler dan Ensminger (2006), hanya + 25% asam lemak yang ditemukan pada lemak
susu berasal dari lemak pakan. Sebagian besar lemak lainnya berasal dari serat kasar
yang dirubah menjadi asam asetat yang akhirnya akan dirubah menjadi lemak susu.
Proses pencernaan serat dalam tubuh ruminansia mengindikasikan bahwa tingkat
konsumsi dan kecernaan serat pakan menjadi penting dalam menghasilkan lemak
susu.
Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
Bahan kering tanpa lemak tersusun atas protein, laktosa, vitamin, dan
mineral. BKTL susu kambing Sapera yang diberikan tambahan pakan daun Som
Jawa sampai taraf 6% menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hal ini
mengindikasikan tidak adanya peningkatan ataupun penurunan komposisi BKTL
dalam susu kambing penelitian. Kandungan BKTL tidak berbeda disebabkan tingkat
konsumsi BK (% BB) pakan antar kambing perlakuan sama. Nilai nutrisi penyusun
BKTL yang dikonsumsi sama, pada akhirnya digunakan untuk mensintesis BKTL.
Kandungan BKTL susu kambing Sapera lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
kambing PESA yang dilaporkan oleh Ruhimat (2003) yaitu sebesar 6,99 %.
Kadar Protein
Kadar protein susu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Penambahan daun Som Jawa sampai taraf 6% pada pakan kambing perah Sapera
tidak mempengaruhi kadar protein susu. Kadar protein susu kambing Sapera ini lebih
tinggi dibandingkan dengan kambing PESA yang dilaporkan oleh Ruhimat (2003)
yakni sebesar 3,07%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas protein susu kambing
Perbedaan kadar protein susu juga dipengaruhi proses hormonal tubuh yaitu hormon
oksitosin yang berperan dalam milk let down yang membantu keluarnya susu saat
pemerahan (Delaval, 2008). Kadar protein susu juga dipengaruhi oleh ketersediaan
asam amino yang akan digunakan dalam sintesis protein susu. Proses sintesis protein
akan tertunda apabila salah satu asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis protein
susu tidak tersedia (Tyler dan Ensminger, 2006).
Kadar Laktosa
Kadar laktosa susu kambing Sapera menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata. Penambahan daun Som Jawa pada pakan kambing perah Sapera sampai taraf
6% tidak memberikan pengaruh terhadap kadar laktosa susu. Kadar laktosa susu
kambing Sapera lebih rendah apabila dibandingkan dengan kambing PESA yang
dilaporkan oleh Ruhimat (2003) yakni sebesar 3,48%. Perbedaan kadar laktosa dapat
disebabkan tingkat pemberian dan kualitas konsentrat yang berbeda. Kadar laktosa
juga dipengaruhi oleh enzim lactose synthease yang akan menggabungkan glukosa
dan galaktosa (Tyler dan Ensminger, 2006).
Laktosa atau gula susu merupakan bentuk terbanyak dari karbohidrat dalam
susu. Laktosa merupakan disakarida yang tersusun atas satu molekul glukosa dan
satu molekul galaktosa. Laktosa susu berasal dari pemecahan karbohidrat dalam
rumen menjadi asam propionat kemudian dirubah menjadi glukosa dan selanjutnya
digunakan untuk produksi laktosa (Tyler dan Ensminger, 2006).
Laktosa dalam susu sebagian besar bertanggung jawab terhadap tekanan
osmosis yang diberikan oleh susu. Produksi laktosa yang tinggi akan mempengaruhi
pengeluaran cairan ke susu untuk menjaga tekanan osmosis susu tetap stabil (Tyler
dan Ensminger, 2006). Rataan sintesis laktosa mengendalikan sebagian besar volume
susu. Proses ini menjelaskan pentingnya pemberian konsentrat pada ternak perah
sebagai sumber energi. Penambahan konsentrat harus memperhatikan imbangan
pemberian rumput sebagai sumber serat penghasil asam asetat yang digunakan untuk
produksi lemak susu.
Efisiensi Pemanfaatan Ransum terhadap Kualitas Susu Kambing
Pakan dengan kualitas yang baik selain dapat dilihat dari komposisi nutrien
juga tingkat pemanfaatan nutrien untuk menunjang proses produksi ternak yang
tinggi. Rataan tingkat efisiensi pemanfaatan nutrien ransum kambing Sapera untuk
komposisi susu tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Efisiensi Pemanfaatan Nutrien Ransum untuk Kualitas Susu
Jenis Nutrien Efisiensi pada Komposisi Susu (%)
P1 P2 P3
Ransum (BK) (%)
Lemak (%)
Protein (%)
6,18 + 0,06
9,42 + 0,49
13,40 + 0,22
6,19 + 1,03
9,35 + 2,16
13,15 + 1,73
6,43 + 1,37
10,04 + 2,06
13,24 + 2,98
Analisis ragam data efisiensi konsumsi ransum (BK) untuk produksi susu
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa
penambahan daun Som Jawa pada ransum kambing perah sampai taraf 6% tidak
mempengaruhi tingkat efisiensi bahan kering pakan terhadap komposisi susu
kambing Sapera. Tingkat efisiensi ransum untuk produksi susu pada kambing Sapera
lebih rendah dari pada kambing PE yang dilaporkan oleh Apdini (2011) yang
berkisar antara 15,6%-38,4%. Nilai efisiensi ini berbanding lurus dengan tingkat
kualitas susu kambing Sapera yang lebih rendah dari kambing PE.
Tingkat efisiensi ransum menunjukkan jumlah nutrien yang dikonsumsi yang
mampu dikonversi ke dalam komposisi susu. Nilai efisiensi yang semakin tinggi
menunjukkan semakin banyak nutrien dari pakan yang dapat dimanfaatkan oleh
ternak untuk produksi susu. Hasil analisis ragam data efisiensi lemak untuk
komposisi susu menunjukkan tidak berbeda nyata. Rataan nilai efisiensi lemak
kambing Sapera lebih tinggi dibandingkan kambing PE dan Seanen yang dilaporkan
oleh Apdini (2011) yaitu sebesar 5,43%. Produksi lemak susu dipengaruhi oleh
itngkat konsumsi serat kasar dan lemak pakan. Nilai efisiensi lebih tinggi
menunjukkan kambing Sapera lebih efisien dalam memanfaatkan serat kasar dan
lemak pakan untuk produksi lemak susu. Lemak susu kambing Sapera lebih tinggi
dari kambing PESA dengan tingkat konsumsi serat kasar lebih rendah menunjukkan
efisiensi lemak kambing Sapera lebih baik. Tingkat efisiensi lemak kambing Sapera
terhadap PESA juga dipengaruhi konsumsi lemak pakan yang lebih tinggi.
Berdasarkan analisis ragam data efisiensi protein untuk komposisi susu
penambahan daun Som Jawa sampai taraf 6% tidak mempengaruhi efisiensi sintesis
protein untuk komposisi susu. Rataan tingkat efisiensi protein kambing Sapera lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kambing PE dan Seanen yang dilaporkan Apdini
(2011) yaitu 10,42%. Tingkat efisiensi protein pakan kambing Sapera lebih besar
dari kambing PESA terlihat dari kadar protein susu kambing Sapera lebih tinggi
dengan tingkat konsumsi protein pakan lebih rendah. Perbedaan nilai efisiensi
ransum, protein, dan lemak dapat disebabkan oleh kualitas pakan dan kondisi
lingkungan yang berbeda.
Nilai efisiensi protein kambing Sapera yang lebih tinggi menunjukkan bahwa
kambing Sapera lebih efisien dalam mengkonversi protein untuk sintesis protein
susu. Menurut Seswita (2010) daun Som Jawa memiliki kandungan minyak atsiri
yang berfungsi sebagai anti radang. Kandungan zat anti radang ini diduga turut
berperan dalam mencegah peradangan di dalam ambing akibat pemerahan sehingga
protein yang digunakan untuk maintenance lebih rendah dan sisanya digunakan
untuk produksi susu dan pertumbuhan.
Nutrien yang dikonsumsi ternak ditentukan oleh jumlah pakan yang
dikonsumsi ternak (total konsumsi bahan kering) dan kualitas atau komposisi nutrien
dari pakan (Tyler dan Ensminger, 2006). Nutrien yang dikonsumsi oleh ternak perah
digunakan untuk menjaga fungsi organ tubuh (maintenance), pertumbuhan,
reproduksi, dan laktasi. Nutrien ransum yang dikonsumsi oleh kambing perah selain
untuk produksi susu juga digunakan untuk pertumbuhan. Pertambahan bobot badan
per satuan unit waktu sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur tingkat
pertumbuhan. Pemanfaatan nutrien pakan untuk pertumbuhan pada kambing Sapera
yang diberikan tambahan pakan daun Som Jawa dapat dilihat dari pergerakan grafik
rataan bobot badan pada Gambar 2.
Grafik rataan bobot badan menggambarkan perkembangan perubahan bobot
badan dari awal penelitian hingga akhir penelitian. Secara deskriptif rataan bobot
badan kambing perah Sapera yang diberikan tambahan pakan daun Som Jawa
menunjukkan peningkatan bobot badan. Peningkatan bobot badan yang signifikan
terjadi pada kambing dengan perlakuan penambahan 6% daun Som Jawa (P3) dalam
ransum meskipun di tengah penelitian bobot badannya mengalami penurunan yang
tidak signifikan. Peningkatan bobot badan ternak juga ditunjukkan pada ternak yang
Bo
b
o
tB
ad
an
(kg)
diberikan tambahan pakan daun Som Jawa 3% (P2) meskipun tidak terlalu
signifikan. Penurunan bobot badan justru terjadi pada ternak yang tidak diberi
perlakuan penambahan daun Som Jawa (P1).
34,50
34,00
33,60
33,87
33,80 33,50
33,00
32,50
32,00
33,60 33,27
32,87
32,53
31,50 31,67
31,53 31,00
30,50
30,00
0 14 28
Hari Penelitian
Gambar 2. Grafik Rataan Bobot Badan Kambing Sapera Penelitian. P1 = Kontrol (Rumput Raja + daun Gamal 27% + konsentrat 40%); P2 = Rumput Raja + Gamal 27% + daun Som Jawa 3% + konsentrat 40%; P3 = Rumput Raja + Gamal 27% + daun Som Jawa 6% + konsentrat 40%
Perubahan bobot badan kambing Sapera mengindikasikan adanya ditribusi
penggunaan nutrien yang dikonsumsi untuk pertumbuhan. Penurunan bobot badan
pada ternak yang tidak diberikan tambahan pakan daun Som Jawa (P1)
mengindikasikan adanya defisiensi nutrien sehingga harus diambil dari cadangan
dalam tubuh. Ternak yang kekurangan nutrien untuk produksi susu akan
mengambilnya dari cadangan nutrien tubuh (Tyler dan Ensminger, 2006). Penurunan
bobot badan pada ternak yang sedang laktasi merupakan suatu hal yang wajar
disebabkan produksi yang tinggi membutuhkan jumlah nutrien yang lebih besar.
Peningkatan bobot badan pada ternak yang diberikan tambahan pakan daun
Som Jawa (P3) mengindikasikan adanya pengaruh penambahan daun Som Jawa
terhadap distribusi nutrien yang dikonsumsi khususnya protein. Kandungan daun
Som Jawa berupa Saponin dan Tanin (Dalimarta, 2003) yang apabila tersedia dalam
jumlah cukup akan melindungi protein dari degradasi rumen (Smith et al., 2005).
Protein yang selamat dari degradasi rumen meningkatkan ketersediaan asam amino
di usus halus untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi susu pada ternak. Fungsi
kandungan zat aktif dalam daun Som Jawa terlihat dari peningkatan bobot badan
yang berbanding lurus dengan peningkatan taraf pemberian sebagai pakan tambahan.
Peningkatan bobot badan ternak juga dipengaruhi oleh faktor pakan, tingkat
kecernaan pakan dan status fisiologis ternak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan daun Som Jawa pada pakan kambing perah sapera tidak
memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi susu, komposisi susu,
konsumsi pakan, konsumsi bahan kering, dan efisiensi pemanfaatan nutrien ransum
untuk produksi susu. Penambahan daun Som Jawa 3% menunjukkan persistensi yang
baik hingga minggu kesembilan laktasi. Penambahan daun Som Jawa mampu
meningkatkan bobot badan kambing perah Sapera. Pertambahan bobot badan
kambing sapera terbesar pada penambahan daun Som Jawa 6%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penambahan daun
Som Jawa pada kambing perah Sapera dengan taraf pemberian yang lebih tinggi
untuk mengetahui manfaat daun Som Jawa sebagai pakan fungsional bagi kambing
PRODUKSI
DAN
KUALITAS
SUSU
KAMBING
SAPERA
YANG
DIBERIKAN
TAMBAHAN
PAKAN
DAUN
SOM
JAWA
(Talinum
paniculatum
(Jacq.)
Gaertn)
SKRIPSI
HATMOKO HARI PRASETYO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI
DAN
KUALITAS
SUSU
KAMBING
SAPERA
YANG
DIBERIKAN
TAMBAHAN
PAKAN
DAUN
SOM
JAWA
(Talinum
paniculatum
(Jacq.)
Gaertn)
SKRIPSI
HATMOKO HARI PRASETYO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Hatmoko Hari Prasetyo. D14080183. 2012. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Sapera yang Diberikan Tambahan Pakan Daun Som Jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.
Kambing mempunyai prospek yang baik bagi peternak rakyat, karena mudah dipelihara dan dikembangkan, serta lebih cepat berkembang biak dibandingkan ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau. Peternakan kambing memegang peranan penting di desa-desa dalam usaha tani tradisional sebagai penghasil susu, daging atau sebagai usaha sambilan. Kemampuan kambing perah menghasilkan susu di pedesaan untuk konsumsi keluarga dalam rangka meningkatkan sumber protein hewani dan dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan dari hasil penjualan susu. Upaya meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing diperlukan sehingga mampu meningkatkan nilai tambah.
Susu merupakan produk pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Peningkatan produksi dan kualitas susu kambing sangat penting untuk memperoleh pangan yang sehat dan bergizi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui produksi dan kualitas susu kambing Sapera (Persilangan PE-Seanen) yang diberikan tambahan pakan daun Som Jawa (Talinum pniculatum (Jacq.) Gaertn). Penelitian menggunakan sembilan ekor kambing Sapera laktasi kedua yang memiliki produksi susu + 1 L/hari dengan bobot badan + 33 kg. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf perlakuan pemberian Som Jawa (0%, 3%, dan 6%) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Peubah yang diamati meliputi produksi susu, konsumsi pakan, komposisi susu, efisiensi pemanfaatan nutrien pakan untuk produksi susu, dan bobot badan ternak. Data yang diperoleh diolah menggunakan program Minitab 14.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan daun Som Jawa pada berbagai taraf perlakuan (0%, 3%, dan 6%) tidak berpengaruh pada produksi susu, komposisi susu, konsumsi pakan, dan efisiensi pemanfaatan nutrien untuk produksi susu. Penambahan daun Som Jawa 3% menunjukkan persistensi yang baik hingga minggu kesembilan laktasi. Penambahan daun Som Jawa dapat meningkatkan bobot badan kambing Sapera. Peningkatan bobot badan pada kambing berbanding lurus dengan tingkat pemberian daun Som Jawa. Peningkatan bobot badan terbesar pada kambing yang diberikan tambahan pakan daun Som Jawa sebesar 6% dari kebutuhan BK pakan.
Kata-kata Kunci : susu kambing, Som Jawa, Sapera, produksi susu, komposisi Susu
ABSTRACT
The Production and Quality of Sapera (PE-Seanen breed) Goats Milk Given Additional Feed Som Java (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn) Leaves
Prasetyo, H. H., A. Atabany, and B. P. Purwanto
Milk is a food product that has a high nutritional value. The increased of production and quality of goats milk needs to be create a healthy and nutritious products. This research was to observe milk production and its composition of Sapera (PE-Seanen breed) goat given Som Java (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn) leaves as feed additive. Nine heads of Sapera goats used in this research with milk production about 1 liter/day and 33 kg body weight. The research consist of 3 levels Som Java leaves 0%, 3%, and 6% in 3 replications. The result of this research showed that Som Java leaves as feed additive did not influence on milk productiton, composition, feed level intake, and nutrient eficiency convert to milk composition. Som Java leaves as feed additive increase the body weight as high as Som Jawa given level. Som Java leaves as feed additive cause milk production stable up to nine week of lactation.
Keywords : Som Java, goat milk, Sapera, milk production, milk composition.
PRODUKSI
DAN
KUALITAS
SUSU