• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabilitas Iklim dan Pariwisata di Pantai Aia Manih Kota Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variabilitas Iklim dan Pariwisata di Pantai Aia Manih Kota Padang"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

VARIABILITAS IKLIM DAN PARIWISATA DI PANTAI

AIA MANIH KOTA PADANG

WENGKI ARIANDO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Variabilitas Iklim dan Pariwisata di Pantai Aia Manih Kota Padang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Wengki Ariando

(4)

ABSTRAK

WENGKI ARIANDO. Variabilitas Iklim dan Pariwisata di Pantai Aia Manih Kota Padang. Dibimbing oleh AKHMAD FAQIH.

Variabilitas iklim dapat diidentifikasi melalui penyimpangan atau anomali unsur-unsur iklim seperti curah hujan, suhu udara atau unsur lainnya sebagai akibat pengaruh dari berbagai faktor pengendali iklim dalam skala global, regional maupun lokal. Salah satu faktor pengendali tersebut adalah Indian Ocean Dipole (IOD) yang memiliki pengaruh langsung terhadap keragaman curah hujan.

Pada pola curah hujan musiman korelasi yang didapat bernilai positif untuk MAM, JJA dan SON sedangkan negatif pada DJF. Pada musim JJA curah hujan dan jumlah pengunjung memiliki korelasi 0.54 dengan selang kepercayaan 95%. Jika jumlah pengunjung dihubungkan dengan hari hujan pada musim JJA, korelasi yang didapat juga besar yaitu berkisar 0.7. Pada pengelompokan hari hujan untuk jumlah pengunjung pariwisata, kategori yang memiliki nilai besar untuk musim JJA adalah >10 mm/hari. Korelasi antara jumlah pengunjung dengan deret hari hujan maksimum yaitu 0.82. Sebaran spasial dari korelasi jumlah pengunjung dan SPL, positif untuk wilayah Samudera Hindia bagian Timur dan Utara yang mencakup wilayah Sumatera, sedangkan pada Samudera Pasifik wilayah NINO 3 dan NINO 4, korelasi yang diperoleh kecil. Analisis variabilitas iklim dengan jumlah pengunjung objek wisata Pantai menunjukan pengaruh nyata terhadap sektor pariwisata dan pemasukan Kota Padang. Hasil studi ini mengindikasikan perlunya penyusunan strategi adaptasi dan antisipasi untuk fenomena iklim dan variabilitasnya.

(5)

ABSTRACT

WENGKI ARIANDO. Climate Variability and Tourism Aia Manih in Padang Beach. Supervised by AKHMAD FAQIH.

Climate variability can be identified from the deviation or anomalous of climate variables, such as rainfall, air temperature or other variables in consequence of various climate controlling factors influence in a global, regional, and local scale. One of the driving factors is the Indian Ocean Dipole (IOD), which has a direct influence on rainfall variability. On the seasonal rainfall patterns, the correlation obtained is positive for MAM, JJA and SON, and negative for DJF. During JJA, rainfall and the number of visitors has a correlation 0.54 with confidence interval 95%. If the number of visitors is connected by the rainy day in JJA, correlation obtained is 0.7. In a grouping of a rainy day to the number of visitors, category that has great value for JJA is >10 mm/day. The correlation between the number of visitors with a series of maximum rainy days is of 0.82. The spatial distribution of the correlation of the number of visitors and sea surface temperature is positive for the East and North Indian Ocean region include Sumatera, while in the Pacific Ocean region of NINO 3 and NINO 4, the correlation is small. The climate variability analysis with the number of beach visitors shows the real influence to the tourism sector and the Padang’s income. This research indicates the importance of adaptation and anticipation strategy preparation for climate and its variability.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

VARIABILITAS IKLIM DAN PARIWISATA DI PANTAI

AIA MANIH KOTA PADANG

WENGKI ARIANDO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr Akhmad Faqih Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul : Variabilitas Iklim dan Pariwisata di Pantai Aia Manih Kota Padang

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Variabilitas Iklim dan Pariwisata di Pantai Aia Manih Kota Padang.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan almarhumah Ibunda tercinta, yang selalu memberi dukungan materi dan moral agar karya tulis ini dapat selesai tepat waktu, terima kasih juga untuk kakak dan adik tersayang almarhum Wiko Arianto, Wiwi Arianti, Wita Ariani, Wilda Andriana dan Wira Mutia Wahyu yang telah memberi penulis semangat dalam penyelesaian karya tulis ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Bapak Akhmad Faqih selaku pembimbing skripsi, dan Ibu Nuva Maresfin selaku dosen ESL yang telah membantu analisis ekonomi pada penelitian ini, 2 Ibu Rini Hidayati selaku ketua departemen GFM dan seluruh dosen yang telah

memberikan ilmu selama perkuliahan,

3 Teman-teman GFM 46: Risa, Tommy, Ronald, Zia, Rini, Hifdy, Ima, Lidel, Ijal, Noya, Edo, Ika Pur, Dimas, Gaseh, Ocha, Eko, Eka Fay, Alin, Dungka, Jame, Sunte, Silvi, Sholah, Enda, Pahmi, Winda, Nowa, Dissa, Umar, Icha, Eka Al, Zae, Kresna, Hanifah, Dodik, Ipin, Iif, Dwi, Depe, Normi, Bambang, Halimah, Abu, Didi, Wayan, Dieni, May, Nita, Muha, Hijjaz, Ervan, Rikson, Ika Far, dan Risna yang telah membantu dan memberi saran pada pengolahan data,

4 Kakak-kakak dan adik-adik angkatan GFM yang juga memberi masukan dalam penulisan ini,

5 Teman-teman di asrama TPB, B16, dan teman-teman ICSF yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian karya tulis ini,

6 Keluraga besar PSM IPB Agriaswara, Forixanria, D’Amora, Methamorphosa, Spectaforia, tim festival luar negeri Finlandia yang telah memberi banyak pengalaman berharga selama penulis di IPB dan memberi semangat yang luar biasa dalam menyelesaikan karya tulis ini,

dan semua pihak yang memberikan bantuan dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun secara langsung maupun melalui media email wengkiariando@yahoo.com. Penulis berharap semoga karya tulis ini berguna bagi semua pembaca.

Bogor, Maret 2013

(11)

DAFTAR

ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pariwisata Pantai Aia Manih Kota Padang 2

Pengaruh Iklim terhadap Pariwisata 4

Variabilitas Iklim 4

Indian Ocean Dipole 5

Data Produk Tropical Rainfall Measuring Mission 7

METODE 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Data dan Peralatan 8

Metode Penelitian 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Data Curah Hujan Observasi dan TRMM 12

Curah Hujan dan Jumlah Pengunjung Objek Wisata Pantai Aia Manih 14

Curah Hujan dan Jumlah Pengunjung Musim Libur 17

Hari Hujan dan Jumlah Pengunjung Objek Wisata Pantai Aia Manih 19 IOD dan Keragaman Hujan terhadap Jumlah Pengunjung Objek Wisata Pantai

Aia Manih 21

SPL dan Jumlah Pengunjung Pariwisata 22

Pariwisata Pantai Aia Manih 24

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah curah hujan musiman dalam fenomena IOD di Padang Sumatera

Barat tahun 1961-2000 6

2 Perbandingan hasil korelasi curah hujan musiman dengan jumlah

pengunjung musiman 16

3 Perbandingan hasil pengujian statistika pendapatan objek wisata Pantai

Aia Manih dengan variabilitas iklim 26

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Kota Padang dan Lokasi Pantai Aia Manih 3

2 Pembagian wilayah Indonesia berdasarkan pembagian pola hujan 5

3 Lokasi IOD 5

4 Time series DMI 6

5 Lokasi dan batasan fenomena IOD 9

6 Time series perbandingan data curah hujan observasi stasiun Tabing dan

data curah hujan TRMM 13

7 Hubungan sebaran data anomali curah hujan bulanan stasiun Tabing dan

TRMM 13

8 Time series perbandingan data curah hujan ekstrim maksimum dengan

data curah hujan aktual TRMM 14

9 Pola curah hujan Kota Padang tahun 1998-2010 15

10Hubungan jumlah pengunjung dengan curah hujan musiman untuk

periode: a) DJF, b) MAM, c) JJA, d) SON 15

11Peta Tinggi gelombang laut bulan Januari tahun 2013 17

12Timeseries curah hujan dan jumlah pengunjung musim MJJ 18

13Hubungan jumlah pengunjung dengan curah hujan pada musim MJJ 18 14Hubungan jumlah pengunjung dengan curah hujan bulan Juli 19 15Hubungan jumlah DHB pada periode musim JJA terhadap jumlah

pengunjung pada berbagai kategori ambang batas penentuan hari hujan: a) curah hujan >0.5 mm/hari, b) curah hujan >2.5 mm/hari, c) curah hujan >10 mm/hari, d) curah hujan >20 mm/hari 20 16Hubungan DHB maksimum dengan jumlah pengunjung pada musim JJA 20

17Time series data anomali curah hujan dan DMI 21

18Hubungan anomali DMI dan anomali curah hujan bulanan 21 19Hubungan anomali DMI dengan anomali jumlah pengunjung bulanan 22 20Sebaran spasial korelasi anomali SPL dengan jumlah pengunjung 23

21Peta sirkulasi arus laut dunia 23

22Hubungan anomali SPL dengan anomali jumlah pengunjung objek

wisata terbesar pada koordinat 10 LU 92 BT 24

23Time series pendapatan Pantai Aia Manih 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil keluaran analisis variabilitas iklim terhadap pariwisata Pantai Aia Manih dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 15 30

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Variabilitas iklim dapat mempengaruhi berbagai aktifitas kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Variabilitas iklim dapat diidentifikasi melalui penyimpangan atau anomali unsur-unsur iklim seperti curah hujan, suhu udara atau unsur lainnya sebagai akibat pengaruh dari berbagai faktor pengendali iklim dalam skala global, regional maupun lokal. Salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh terhadap keragaman curah hujan khususnya di bagian Barat Indonesia yaitu fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) (Saji et al. 1999).

Fenomena IOD merupakan fenomena interaksi antara atmosfer dan lautan yang dapat diidentifikasi melalui perbedaan suhu permukaan laut (SPL) di kawasan barat Samudera Hindia (50°-70°BT, 10°LU-10°LS) dan SPL di kawasan Timur Samudera Hindia (90°-110°BT, 0°-10°LS).

Fenomena IOD dapat dianalisis dengan menggunakan sebaran curah hujan dan interaksi antara SPL di Samudera Hindia bagian Timur dengan Samudera Hindia bagian Barat. IOD memiliki fase berbeda yang dikenal dengan IOD negatif dan IOD positif. IOD ini juga memiliki pengaruh cukup kuat terhadap keragaman hujan di wilayah Barat Indonesia, dimana ketika terjadi IOD negatif maka curah hujan akan meningkat sedangkan saat terjadi IOD positif, curah hujan akan menurun (Saji et al. 1999; Harijono 2008).

Dampak tidak langsung dari pengaruh IOD yaitu terhadap keragaman curah hujan yang juga berdampak kepada aktivitas ekonomi, salah satunya yaitu pariwisata. Dampak tidak langsung yang dirasakan oleh sektor pariwisata dari keragaman hujan yaitu peningkatan dan penurunan jumlah pengunjung objek wisata khususnya pada objek wisata alam seperti pantai dan pegunungan (Arifin 2011). Pada sektor perdagangan jika terjadi keragaman hujan yang cukup tinggi membuat para pedagang kesulitan melakukan transaksi jual beli dan distribusi barang dagangannya. Pada sektor pertanian dampak tidak langsung dari IOD menyebabkan gagal panen dan penentuan musim tanam yang tidak stabil karena awal musim hujan akan menjadi mundur atau menjadi lebih cepat dari normalnya (Boer 2002). Iklim memiliki pengaruh yang relatif kuat terhadap ekonomi di suatu negara dan dalam skala Internasional. Menurut Aliadi et al. (2008), resiko dari iklim dalam skala Internasional akan berdampak terhadap kerugian Product Domestic Bruto (PDB) global dengan kisaran 5-10%. Jika dilihat dalam skala

global kejadian IOD ini berpengaruh terhadap perekonomian dalam arti luas. Kajian mengenai variabilitas iklim dan pariwisata ini belum banyak dikaji pada daerah tropis seperti Indonesia. Pariwisata pada daerah tropis dan subtropis memiliki perbedaan yang nyata, karena memiliki musim yang berbeda. Salah seorang peneliti dari Inggris, Becken et al. (2007) telah melakukan penelitian

(14)

2

permintaan pariwisata di Pantai Anyar Banten. Kajian seperti ini belum pernah dilakukan di wilayah Sumatera, khususnya pantai Barat Sumatera.

Pesisir Barat pantai Sumatera memiliki resiko yang tinggi terhadap variabilitas iklim, karena berbatasan langsung dengan samudera (Tjasyono et al.

2008). Di Sumatera sendiri pesisir pantai yang langsung berbatasan dengan Samudera bagian Barat ini menjadi komoditi utama sebagai objek wisata pantai. Pantai-pantai ini memiliki keindahan dan daya tarik khusus karena pantainya memiliki pasir putih dan ombak yang kondusif untuk berwisata. Salah satu daerah tersebut adalah Kota Padang Sumatera Barat. Kota Padang memiliki sumber pendapatan daerah (PAD) utama dari pariwisata, yaitu objek wisata pantai. Salah satu pantai yang memiliki sumber pendapatan terbesar Kota Padang adalah Pantai Aia Manih yang terkenal sebagai pantai legenda Batu Malin Kundang, dan oleh sebab itu diperlukan analisis dan langkah antisipasi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variablitas iklim terhadap pariwisata Pantai Aia Manih Kota Padang.

Tujuan Penelitian

1 Mempelajari pengaruh IOD terhadap keragaman curah hujan Pantai Aia Manih Kota Padang

2 Mempelajari pengaruh variabilitas iklim terhadap jumlah pengunjung objek wisata Pantai Aia Manih Kota Padang

TINJAUAN PUSTAKA

Pariwisata Pantai Aia Manih Kota Padang

Pariwisata memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kebudayaan, keindahan alam, dan sejarah sehingga memiliki prospek yang baik dalam meningkatkan pendapatan daerah dan nasional. Menurut Zalukhu (2009), pariwisata dapat diartikan sebagai suatu aktifitas perjalanan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk sementara waktu dan tidak permanen dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu, dan menghabiskan waktu kosong dan liburan.

Kondisi alam seperti cuaca dan iklim dapat menjadi faktor pendukung atau penghambat dari perkembangan suatu objek wisata, sehingga diperlukan suatu adaptasi dan perencanaan kegiatan baru untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari kondisi alam tersebut. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan PAD yang secara tidak langsung berkontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat. Sorotan langsung dari sektor pariwisata ini adalah jumlah pengunjung baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk meningkatkan potensi pariwisata diperlukan sinergisitas antara Dinas Pariwisata dan Budaya, masyarakat, dan stake holder yang terlibat di

dalamnya sebagai pelaksana lapang. Masyarakat di sekitar objek wisata merupakan stake holder yang memiliki peranan sangat penting dalam mendukung

(15)

3

Kota Padang terletak 0044’00”-1008’35” LS dan 100005’05”-100034’09” BT. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 1980, luas Kota Padang adalah 694.96 km2 atau setara dengan 1.65% dari luas Provinsi Sumatera Barat. Sebanyak 52.52% Kota Padang terdiri atas hutan yang dilindungi oleh pemerintah, 9.01% sebagai lahan terbangun, 7.52% untuk lahan pertanian. Kota ini berada pada ketinggian 0-1853 m di atas permukaan laut, selain itu Kota Padang juga memiliki 19 pulau kecil yang tersebar di beberapa kecamatan (BPS 2009).

Berdasarkan klasifikasi iklim Scmidht-Ferguson Padang memiliki tipe iklim A dengan pengaruh hujan yang basah, curah hujan rata-rata >2000 mm/tahun, sedangkan pada klasifikasi iklim Koppen Kota Padang memiliki tipe iklim Af dengan curah hujan rata-rata minimum bulanan >60 mm (BPS 2009). Musim hujan mulai November sampai dengan Maret, dan kemarau dari Mei sampai dengan Oktober. Rata-rata curah hujan bulanan 148 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 10 hari dalam tiap bulan, karena letaknya yang sebagian besar berada di pesisir pantai maka tipe presipitasinya tipe konvektif. Menurut Arisandy (2008), daerah pesisir Sumatera bagian Barat yang tercakup di dalamnya Kota Padang, dipengaruhi oleh fenomena Dipole Mode Event (DME) atau dikenal juga dengan

IOD yang mengakibatkan peningkatan dan penurunan curah hujan di wilayah tersebut. Tipe curah hujan di daerah Padang yaitu pola hujan ekuatorial yang bimodal (dua puncak hujan) (Arisandy 2008).

Gambar 1 Peta Kota Padang dan Lokasi Pantai Aia Manih (sumber: www.maps.google.com/)

(16)

4

Pengaruh Iklim terhadap Pariwisata

Indonesia sangat mengandalkan potensi sumber daya alam serta keanekaragaman hayati dan budaya yang kaya dalam mengembangkan kepariwisataan. Variabilitas dan perubahan iklim di Indonesia mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan, baik nusantara maupun mancanegara (Arifin 2011). Salah satu sektor pariwisata yang mempunyai keterkaitan yang cukup signifikan dengan variabilitas iklim adalah wisata alam pantai. Pantai merupakan salah satu wisata alam yang banyak digemari oleh pengunjung. Namun isu mengenai variabilitas dan perubahan iklim baik lokal, regional maupun global yang terjadi beberapa tahun terakhir ini mempengaruhi permintaan wisata alam pantai di Indonesia (Arifin 2011). Hal ini dikarenakan adanya resiko lebih besar yang harus ditanggung oleh pengunjung saat memilih wisata alam pantai. Resiko tersebut dapat berupa hujan, gelombang pantai tinggi, angin kencang, dan lain-lain. Variabilitas iklim lokal yang dinamis dan perubahan pola iklim regional dipengaruhi oleh kejadian global seperti IOD, ENSO, Monsun, dan fenomena iklim lainnya.

Iklim memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi pariwisata. Analisis pertumbuhan pariwisata dapat dilakukan dengan menghitung nilai ekonomi yang dihasilkan dari suatu objek. Nilai pertumbuhan ekonomi dari sebuah objek wisata dapat dihitung dengan menggunakan analisis statistik antara variabel pendapatan dan variabel lain seperti variabilitas iklim. Teori dari pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan sebagai faktor penentu pengambilan kebijakan dan adaptasi untuk prediksi iklim pada masa yang akan datang (Pramudia 2008).

Variabilitas Iklim

(17)

5

Gambar 2 Pembagian wilayah Indonesia berdasarkan pembagian pola hujan (sumber: www.bmkg.go.id/)

Keragaman hujan dapat mempengaruhi deret hari kering (DHK) dan deret hari basah (DHB) (Boer 2002). DHK dan DHB merupakan urutan terjadinya hari hujan dan hari tidak hujan. Menurut Boer (2003), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keragaman hujan adalah fenomena IOD. Keragaman hujan merupakan salah satu unsur variabilitas iklim. Variabilitas iklim dipengaruhi oleh interaksi antara atmosfer, hidrosfer, kriosfer, litosfer dan biosfer (Tjasyono et al.

2000). Menurut Hermawan dan Lestari (2008), variabilitas iklim dan keragaman hujan di Sumatera Barat dipengaruhi oleh IOD.

Suhu udara dan SPL adalah variabel lain yang dapat menyebabkan variabilitas iklim. Suhu udara merupakan ukuran energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul udara (Handoko 1994). Suhu udara memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan curah hujan, ketika suhu udara tinggi maka curah hujan akan rendah, dan begitu juga sebaliknya. Interaksi dari SPL antara dua wilayah yang berbeda dapat menyebabkan fenomena iklim salah satunya adalah IOD, karena SPL di wilayah tropis memiliki variasi yang tinggi baik dalam skala ruang maupun waktu (As-Syakur 2011).

Indian Ocean Dipole

IOD atau dikenal juga dengan DME didefinisikan sebagai perbedaan antara SPL di kawasan Barat Samudera Hindia dengan SPL di kawasan Timur Samudera Hindia (Saji et al. 1999). IOD ini merupakan salah satu faktor pengendali iklim

yang dicirikan oleh adanya perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi komposisi curah hujan di Indonesia (Rao et al. 2006).

(18)

6

IOD positif adalah fase dingin laut pantai Barat Sumatera, sehingga konveksi melemah, sebaliknya IOD negatif adalah fase panas laut pantai Barat Sumatera, sehingga konveksi menguat. Untuk menentukan suatu tahun merupakan IOD negatif atau positif maka diperlukan data DMI yang bisa dihitung dengan melihat selisih antara anomali SPL pantai Timur Afrika dan pantai Barat Sumatera. Nilai DMI >0.35 digolongkan sebagai IOD positif dan ≤0.35 sebagai IOD negatif (Saji et al. 1999). IOD positif diartikan sebagai SPL di pantai Timur

Afrika lebih tinggi dari pada pantai Barat Sumatera, dan sebaliknya untuk IOD negatif. Pada saat IOD positif konveksi di Samudera Hindia bagian Timur lebih lemah dari pada di Samudera Hindia bagian Barat. Sebaliknya ketika IOD negatif, konveksi di Samudera Hindia bagian Timur lebih kuat dari pada di Samudera Hindia bagian Barat.

Gambar 4 Time series DMI (sumber: www.jamstec.go.jp/)

Menurut Gusmira (2005), IOD memberi dampak terhadap curah hujan di Sumatera Barat. Ketika IOD positif wilayah Sumatera Barat pada umumnya memiliki curah hujan di bawah normal yaitu <85% dari rata-rata curah hujan periode normalnya. Pada saat IOD negatif curah hujan di Sumatera Barat mengalami peningkatan dari periode normalnya yang terjadi pada bulan Juni– Juli–Agustus (JJA) dan September–Oktober–November (SON). Pada Tabel 1 dapat dilihat tahun yang mengalami IOD positif dan IOD negatif dengan perubahan komposisi hujan musiman.

Tabel 1 Jumlah curah hujan musiman dalam fenomena IOD di Padang Sumatera Barat tahun 1961-2000 (Tjasyono et al. 2008)

DJF MAM JJA SON DJF MAM JJA SON

1961 647 306 587 321 1964 739 547 339 331

1963 927 447 73 483 1970 744 1058 932 1501 1967 1112 834 560 879 1975 920 799 773 774 1972 1234 1329 676 1187 1978 593 852 1312 1120 1977 983 907 1218 1330 1984 1119 684 659 1634

1982 618 584 401 825 1989 532 664 435 821

1994 933 475 489 454 1992 615 617 715 926

1997 317 558 371 138 1996 910 862 925 957

1998 844 776 1488 1452

Rata-rata 848 691 651 Rata-rata 778 760 756 1008

Tahun Fenomena IOD (+) Tahun Fenomena IOD (+)

(19)

7

Data Produk Tropical Rainfall Measuring Mission

Salah satu citra penginderaan jauh yang digunakan untuk memantau curah hujan khususnya di wilayah tropis seperti Indonesia yaitu citra TRMM dengan sistem pendekatan model yang membaca suhu kecerahan awan (Sasmito 2011). Menurut Huffman et al. (2007), TRMM adalah proyek kerjasama dua badan

antariksa nasional milik Amerika Serikat yang disebut dengan National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan Jepang yang disebut dengan National Space Development Agency of Japan (NASDA), sekarang berubah

menjadi Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). TRMM dirancang untuk

mengukur curah hujan di daerah tropis beserta variasinya dari orbit inklinasi rendah, dikombinasikan dengan seperangkat sensor berteknologi tinggi. Inklinasi adalah sudut antara bidang yang menjadi acuan dengan bidang yang diukur kemiringannya (Gunawan 2010). Data estimasi TRMM digunakan untuk penelitian variabel iklim berupa curah hujan jangka panjang dan bisa juga digunakan untuk studi tentang tanah, laut, udara, es, serta sistem total kehidupan di bumi (Xie et al. 2007). TRMM mampu mengobservasi struktur hujan, jumlah

dan distribusinya di daerah tropis dan subtropis serta berperan penting untuk mengetahui mekanisme perubahan iklim global dan memantau variasi lingkungan (Levina et al. 2012; Gunawan 2010).

Produk dari TRMM dapat berupa Precipitation Radar (PR), TRMM Microwave Imager (TMI), dan Visible and Infrared Scanner (VIRS). Menurut

Levina et al. (2012), untuk mencari dan mengetahui jumlah hujan dalam bentuk

mm/bulan atau mm/hari sebaiknya tidak menggunakan data TRMM karena memiliki tingkat kesalahan atau bias kesalahan yang cukup besar. Dalam penggunakan data TRMM sebaiknya data tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu. Jika data TRMM hanya digunakan untuk mengetahui kualitas hujan, pola hujan, sebaran spasial hujan, persentase anomali hujan, ataupun hubungan curah hujan dengan fenomena iklim seperti ENSO, IOD, Monsun dan lain-lain, maka data TRMM dapat langsung digunakan karena nilai bias kesalahan hujan yang dihasilkan cukup seragam dan konstan untuk setiap waktu, musim dan lokasi. TRMM 3B42 memiliki korelasi yang sangat baik dengan data curah hujan hasil observasi, memiliki korelasi 0.95 untuk negara Bangladesh (Islam dan Uyeda 2007). Menurut Arief et al. (2008) dalam Juaeni (2010), pada penentuan curah

hujan bulanan dengan menggunakan TRMM 3B42 korelasi yang dihasilkan cukup baik yaitu sebesar 0.8 untuk wilayah Sumatera Barat.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

(20)

8

Data dan Peralatan

Data Iklim

Data iklim yang digunakan pada penelitian ini adalah data curah hujan yang terdiri atas data curah hujan observasi stasiun dan data estimasi curah hujan satelit TRMM 3B42. Produk TRMM yang digunakan adalah PR yang diakses dari satelit NOAA. TRMM yang digunakan adalah TRMM 3B42 versi 6. Selang pengamatan yang digunakan pada penelitian ini adalah 13 tahun yaitu dari tahun 1998 sampai dengan 2010. Data iklim observasi stasiun terdiri atas data curah hujan bulanan yang diperoleh dari BMKG Bandara Internasional Minangkabau dengan koordinat 0063' LS 100031'21” BT. Data satelit TRMM 3B42 versi 6 digunakan untuk mendapatkan data curah hujan harian wilayah Kota Padang pada koordinat 0.625 LS 100.375 BT sebagai data substitusi curah hujan observasi stasiun yang dapat diakses dari internet pada http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.NASA/.GES-AAC/.TRMM_L3/.TRMM/ dengan resolusi spasial 0.25 derajat x 0.25 derajat atau

setara dengan 28 km x 28 km sedangkan cakupan wilayah adalah 0.125 BT - 0.125 BB dan 49.875 LU - 49.875 LS. Pada penelitian ini juga digunakan data suhu udara rata-rata bulanan dari BMKG Bandara Internasional Minangkabau sebagai variabel lain yang digunakan untuk sebagai pembanding jumlah pengunjung objek wisata pada analisis variabilitas iklim secara keseluruhan.

Suhu Permukaan Laut

SPL merupakan parameter yang dapat digunakan untuk melihat kejadian iklim lokal, regional, dan global. Data SPL yang digunakan pada penelitian ini ialah data Extended reconstruction of global seas surface temperatures (ERSST)

di daerah tropis dengan koordinat bujur 30-180 BT 70-180 BB dan lintang 20 LU-20 LS. ERSST adalah data SPL bulanan dalam waktu yang panjang dan skala global, yang diproduksi oleh Comprehensive Ocean Atmosphere Data Set

(CODES) pada selang 1854-1997 (Reynold 2002). Data ini memiliki resolusi spasial 2 derajat x 2 derajat atau setara dengan 112 km x 112 km yang diakses pada http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.NOAA/.NCDC/.ERSST/. Data lain

yang diperlukan pada penelitian ini yaitu peta dasar dunia untuk membuat sebaran nilai korelasi suhu permukaan laut dengan jumlah pengunjung.

Dipole Mode Index

DMI merupakan indeks untuk yang digunakan untuk menentukan terjadinya fenomena IOD, yang diperoleh dari selisih SPL pada wilayah Samudera Hindia bagian Barat dengan Samudera Hindia bagian Timur (Saji et al. 1999). Data

bulanan DMI yang digunakan dalam penelitian ini diakses dari

http://jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/saji/dmi.html. Periode data yang dianalisis

(21)

9

Gambar 5 Lokasi dan batasan fenomena IOD (Saji et al. 2001)

Persamaan yang digunakan untuk menghitung DMI berdasarkan Gambar 5 yaitu:

DM - ...Persamaan 1

Data Pariwisata Pantai Aia Manih Kota Padang

Data pariwisata yang digunakan pada penelitian ini adalah data bulanan jumlah pengunjung objek wisata Pantai Aia Manih Padang tahun 1998-2010 yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang Sumatera Barat. Data lain yang digunakan diantaranya yaitu data pendapatan rata-rata penduduk Sumatera Barat tahun 1998-2010 yang diperoleh dari http://sumbarprov.go.id/,

data Costumer Price Index (CPI) bulan Maret tahun 2013, yang diperoleh dari http://bps.go.id/, dan data perubahan harga tiket masuk Pantai Aia Manih Padang

tahun 1998-2010 yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang.

Peralatan

Peralatan yang digunakan antara lain: perangkat lunak MicrosoftExcel ,dan

perangkat lunak statistika Minitab 15 yang digunakan sebagai alat analisis,

pengelompokan data, dan tampilan hasil grafik, sedangkan perangkat lunak Surfer

9 digunakan untuk membuat tampilan spasial berupa peta korelasi SPL dan jumlah pengunjung objek wisata Pantai Aia Manih Kota Padang.

Metode Penelitian

Pengelompokan Data Iklim

(22)

10

parameternya, yaitu berupa data curah hujan, jumlah pengunjung pariwisata, dan SPL untuk mendapatkan grafik fluktuasi data selama selang pengamatan 1998 sampai 2010 serta menghitung anomali dari masing-masing data tersebut.

Anoma i i – rataan ...(Persamaan 2)

dengan Xi merupakan data ke-i dan Xrataan merupakan rata-rata dari semua data.

Tahapan berikunya yaitu dengan menghitung korelasi antara data curah hujan observasi dengan curah hujan TRMM menggunakan rumus:

∑ ( )

√∑ ( ) ... (Persamaan 3)

dimana Ai adalah nilai curah hujan dari TRMM, Yi adalah nilai curah hujan

observasi  dan Ŷ masing-masing mempresentasikan nilai rata-rata curah hujan TRMM dan stasiun. Nilai korelasi memiliki rentang -1 sampai dengan 1. Nilai negatif menunjukan hubungan antar parameter yang dianalisis memiliki hubungan yang berbanding terbalik, sedangkan positif menunjukan hubungan yang sebanding. Korelasi dikategorikan baik dan nyata apabila nilai korelasi yang diperoleh besar (mendekati 1 atau -1) dengan taraf nyata <5% atau selang kepercayaan <95%. Taraf nyata dari korelasi dapat ditentukan dengan melihat nilai P-value pada output analisis statistik. P-value merupakan peluang dihitung

untuk menolak asumsi hipotesis nol dari suatu pernyataan ketika hipotesisnya benar. Hipoteisi nol menyatakan tidak adanya hubungan atau perbedaan nyata antara kedua variabel (Singgih 2009).

Analisis Data Iklim Musiman

Analisis data iklim musiman dapat dilakukan dengan mengelompokan data bulanan menjadi data tiga bulanan untuk periode musim Desember-Januari-Februari (DJF), Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON). Data yang dianalisis dengan pola musiman ini adalah data curah hujan dan jumlah pengunjung objek wisata bulanan. Tahapan berikutnya yaitu menghitung korelasi dari data musiman dengan jumlah pengunjung musiman menggunakan Persamaan 3.

Analisis Data Curah Hujan dan Jumlah Pengunjung pada Musim Libur

(23)

11

hubungan hari hujan dan tidak hujan dengan jumlah pengunjung objek wisata pantai pada musim libur, langkah yang dilakukan adalah:

1 Memberi kode 1 untuk hari hujan dan 0 untuk hari tidak hujan

2 Menjumlahkan kode hari hujan dan hari tidak hujan dalam setiap bulan berdasarkan 4 kategori diatas (0.5 mm/hari, 2.5 mm/hari, 10 mm/hari, 20mm/hari)

3 Membuat grafik regresi linear dan menghitung nilai korelasi hari hujan dan hari tidak hujan dengan dengan menggunakan Persamaan 3

Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu analisis deret hari hujan maksimum atau terpanjang pada musim hujan JJA, kemudian dihitung korelasinya dengan jumlah pengunjung menggunakan Persamaan 3.

Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Jumlah Pengunjung

SPL merupakan faktor penting bagi sirkulasi atmosfer dalam sistem iklim. Anomali SPL dapat dijadikan sebagai indikator untuk memantau terjadinya penyimpangan iklim akibat berbagai faktor pengendali iklim seperti ENSO dan IOD. SPL dapat berpengaruh langsung terhadap sirkulasi iklim diantaranya ialah perubahan arah arus, tinggi gelombang, curah hujan dan variabel lain.

Variabilitas unsur-unsur iklim seperti curah hujan berpotensi mempengaruhi berbagai sektor, salah satunya pariwisata. Pada bagian ini akan dilakukan analisis korelasi antara jumlah pengunjung objek wisata Pantai dengan SPL di kawasan Indo-Pasifik dan daerah tempat terjadinya IOD untuk mempelajari ada tidaknya hubungan tidak langsung antara keduanya. Perhitungan korelasi mengikuti rumus yang terdapat pada Persamaan 2. Setelah dikorelasikan nilai tersebut dipetakan dengan menggunakan perangkat lunak Surfer 9 dan kemudian dianalisis daerah

yang memiliki pengaruh kuat dengan jumlah pengunjung pariwisata dan mengapa pada daerah tersebut hubungannya kuat atau lemah.

Pariwisata Pantai Aia Manih

Analisis pariwisata pada jumlah pengunjung Pantai Aia Manih bertujuan untuk mengetahui pendapatan kotor dari objek wisata pantai tersebut dengan menggunakan variabel jumlah pengunjung, harga tiket, dan CPI. Persamaan yang digunakan yaitu:

……… (Persamaan 4)

(24)

12

merupakan koefisien regresi untuk variabel independen. Langkah yang dilakukan adalah dengan membuat model regresi linear berganda dengan variabel Y pendapatan Pantai Aia Manih dan x1 hingga x6 adalah variabilitas iklim dengan asumsi ketiga uji ekonometrika klasik di bawah ini tidak terpenuhi. Menurut Singgih (2009) uji tersebut adalah:

1 Uji Multikolinearitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi dengan adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi, dengan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2)dan nilai determinasisecara langsung (R2)

2 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi dengan adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi, dengan melihat pola grafik regresi

3 Uji Autokorelasi

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi, korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi

setelah diketahui hubungan dari variabilitas iklim dan pariwisata, langkah selanjutnya adalah dengan memberikan langkah antisipasi dan adaptasi dalam menanggulangi kejadian variabilitas iklim.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Curah Hujan Observasi dan TRMM

Data curah hujan TRMM merupakan data satelit yang dapat menyediakan data estimasi curah hujan wilayah yang tidak terlingkupi oleh Stasiun Klimatologi dan Meteorologi baik itu spasial maupun temporal. Pada penelitian ini, data estimasi curah hujan satelit TRMM dianggap baik untuk menduga data curah hujan observasi stasiun. Data yang digunakan adalah data curah hujan pada Stasiun Meteorologi Tabing (Gambar 6). Pada tipe hujan monsunal, curah hujan TRMM lebih tinggi dari pada curah hujan stasiun (Levina et al.2012). Hal ini

disebabkan karena data curah hujan TRMM merupakan data observasi dengan pemantauan satelit dari atas awan secara periodik. Data curah hujan TRMM merupakan hasil pembacaan dari suhu kecerahan awan, semakin tinggi suhu kecerahan awan maka curah hujan yang diperoleh juga semakin tinggi.

(25)

13

Menurut Tjasyono et al. (2008), salah satu fenomena iklim yang memiliki

pengaruh kuat terhadap keragaman curah hujan di Sumatera Barat adalah fenomena monsun.

Gambar 6 Time series perbandingan data curah hujan observasi stasiun Tabing

dan data curah hujan TRMM

Data estimasi curah hujan satelit TRMM tidak dapat digunakan untuk menduga kejadian ekstrim maksimum. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6, pola yang terbentuk saat curah hujan maksimum pada Stasiun Tabing tidak sepola dengan data TRMM. Hal ini disebabkan karena data TRMM merupakan data estimasi yang menggunakan pembacaan suhu kecerahan awan tanpa pengukuran langsung dalam menentukan estimasi curah hujan. Data curah hujan observasi stasiun memiliki korelasi positif dengan data curah hujan observasi satelit TRMM.

Gambar 7 Hubungan sebaran data anomali curah hujan bulanan stasiun Tabing dan TRMM

Pada Gambar 7 dapat dilihat hubungan antara sebaran data anomali curah hujan bulanan stasiun Tabing dan TRMM. Koefisien determinasi (R2) untuk data curah hujan TRMM dan curah hujan observasi sebesar 0.586. Angka ini menginterpretasikan bahwa 58.6% keragaman dari curah hujan observasi dapat diterangkan oleh keragaman dari curah hujan TRMM, sedangkan korelasi yang didapat adalah 76.55%.

(26)

14

perbandingan parameter curah hujan stasiun dengan curah hujan TRMM seperti curah hujan maksimum, deret hari hujan, dan deret hari kering, berkisar dari 0.19 sampai dengan 0.42. Dalam kategori ukuran data yang cukup banyak, nilai koefisien determinasi di atas dapat dikategorikan sebagai interval baik dan keeratannya cukup kuat.

Gambar 8 Time series perbandingan data curah hujan ekstrim maksimum dengan

data curah hujan aktual TRMM

Curah hujan ekstrim maksimum bulanan yang diperoleh dari data harian curah hujan TRMM menunjukan fluktuasi yang sama dengan curah hujan bulanan (Gambar 8). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada saat curah hujan total bulanan juga tinggi. Intesitas curah hujan ekstrim maksimum dipengaruhi oleh intensitas hujan dan diameter butir hujan yang besar, selain itu curah hujan maksimum juga dapat dipengaruhi oleh faktor musim dan fenomena iklim lain seperti ENSO, IOD dan monsun.

Curah Hujan dan Jumlah Pengunjung Objek Wisata Pantai Aia Manih

Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang memiliki pola yang bervariasi. Keragaman dari curah hujan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi semua sektor kehidupan. Pengaruh tersebut bisa bersifat dominan dan bisa juga kecil pada daerah kajian dan dalam skala temporal yang berbeda. Analisis hubungan antara fluktuasi jumlah pengunjung objek wisata pantai dengan keragaman hujan dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan tidak langsung antar keduanya

(27)

15

Gambar 9 Pola curah hujan Kota Padang tahun 1998-2010

Gambar 9 menunjukan grafik curah hujan Kota Padang dengan pola yang digambarkan bahwa Kota Padang memiliki tipe curah hujan ekuatorial dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober, November, Maret, dan April, sedangkan curah hujan terendah pada bulan Mei. Jika dianalisis lebih detil, analisis hubungan jumlah pengunjung dan curah hujan dapat menggunakan data musiman yang dibagi ke dalam empat musim (DJF, MAM, JJA, SON).

Gambar 10 Hubungan jumlah pengunjung dengan curah hujan musiman untuk periode: a) DJF, b) MAM, c) JJA, d) SON

Hasil analisis musiman antara curah hujan dengan jumlah pengunjung disajikan pada Gambar 10. Pada Gambar 10 korelasi curah hujan dan jumlah pengunjung musiman memiliki nilai korelasi yang bervariasi, yaitu negatif untuk DJF dan positif untuk MAM, JJA, dan SON. Pada musim monsun barat DJF, pola yang terbentuk dari perbandingan curah hujan dan jumlah pengunjung memiliki korelasi negative. Hal ini disebabkan karena pada musim monsun Barat angin berhembus dari Barat menuju Timur yang menyebabkan pergerakan awan dan penurunan curah hujan di bagian Barat Indonesia, sehingga pada saat curah hujan

DJF

MAM

JAA

SON a)

d) b)

(28)

16

turun jumlah pengunjung akan meningkat. Musim MAM, JJA, dan SON memiliki korelasi positif, hal ini disebabkan oleh faktor lokal dan ekonomi. Secara umum hubungan jumlah pengunjung dan curah hujan musiman tidak terlalu signifikan, dan hanya kuat pada musim liburan yaitu JJA (Tabel 2).

Tabel 2 Perbandingan hasil korelasi curah hujan musiman dengan jumlah jumlah pengunjung musiman. Nilai korelasi tertinggi terjadi pada saat musim JJA yaitu sebesar 0.54 dengan taraf nyata 5%. Nilai ini menunjukan pada musim JJA jumlah pengunjung dipengaruhi oleh curah hujan pada objek wisata Pantai aia manih Kota Padang. Musim JJA dalam ekonomi wisata dikategorikan sebagai musim liburan, sedangkan dalam tipe hujan ekuatorial musim ini adalah musim kering. Korelasi yang diperoleh dari perbandingan curah hujan dan jumlah pengunjung secara keseluruhan relatif kecil. Hal ini dikarenakan faktor yang menyebabkan meningkat atau menurunnya jumlah pengunjung suatu objek wisata tidak hanya faktor hujan, melainkan banyak faktor lain juga yang menyebabkan jumlah pengunjung mengalami fluktuasi, salah satunya adalah musim liburan, pendapatan penduduk dan tinggi gelombang laut.

Salah satu faktor eksternal selain iklim yang mempengaruhi fluktuasi jumlah pengunjung adalah tinggi gelombang laut. Kenaikan tinggi gelombang akan mempengaruhi jumlah pengunjung objek wisata pantai, karena pada saat ombak besar dan angin kencang, wisatawan cenderung untuk memilih tinggal di rumah dibanding melakukan kegiatan wisata. Fenomena ini biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan Februari (Hutabarat 1985). Bulan Januari dan Februari tinggi gelombang laut relatif tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, sehingga menjadi salah satu ancaman untuk berekreasi dan berenang.

Tinggi gelombang laut merupakan siklus alam yang ditandai dengan adanya pola yang hampir sama setiap tahunnya. Terjadinya pemanasan SPL menyebabkan tekanan di laut akan mengalami penurunan sehingga terjadi pergerakan massa air berupa arus yang mengakibatkan kenaikan tinggi gelombang dan ombak akan semakin besar yang disertai dengan angin kencang. Gambar 11 menunjukan tinggi gelombang pantai pada bulan Januari. Tinggi gelombang pada bulan Januari berkisar antara 0.5-2 m, untuk sebuah pantai rekreasi seperti Pantai Aia Manih tinggi gelombang ini dapat dikatakan cukup tinggi, sedangkan untuk di tengah lautnya, tinggi gelombang dapat mencapai 3-5 m.

Bulan Desember sampai dengan Februari merupakan bulan aktivitas terbentuknya siklon tropis yang dominan terjadi pada daerah Samudera Hindia bagian Timur dan bagian Barat benua Australia (Tyasyono et al. 2008). Aktivitas

(29)

17

pantai. Pada kondisi meteorologis seperti ini biasanya membuat wisatawan lebih memilih melakukan wisata pada atraksi yang bersifat dalam ruangan dan wisata pada pusat perbelanjaan, atau lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah tanpa melakukan aktivitas wisata.

Gambar 11 Peta Tinggi gelombang laut bulan Januari tahun 2013 (sumber: www.bmkg.go.id/)

Semua pantai di Kota Padang memiliki kerentanan yang cukup tinggi terhadap abrasi. Hal ini disebabkan karena tingginya gelombang dan arus menuju pantai karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Menurut Fajri et al.

(2012) abrasi pantai di Kota Padang disebabkan oleh kecepatan arus sejajar pantai (longshore current), yang menyebabkan sedimen di pantai terkikis oleh

ombak yang biasanya terjadi pada bulan Januari sampai Maret dengan kecepatan abrasi 0.24-0.36 m/tahun. Pada musim DJF matahari berada di belahan bumi Selatan sehingga belahan bumi Selatan menerima lebih banyak penyinaran matahari dari pada belahan bumi Utara. Hal ini menyebabkan pusat tekanan tinggi berada di atas benua Asia sedangkan pusat tekanan rendah berada di atas benua Australia. Pada periode ini di perairan Barat Sumatera Angin Muson bertiup dari Barat laut menuju Tenggara dan diikuti dengan pergerakan arus dari Selatan menuju ekuator (Gambar 11). Fenomena ini menyebabkan terjadi pergerakan arus yang cukup kuat dan mengakibatkan tinggi gelombang menuju pantai di Kota Padang juga semakin besar dan secara tidak langsung berpotensi mengakibatkan penurunan jumlah pengunjung wisata pantai.

Curah Hujan dan Jumlah Pengunjung Musim Libur

(30)

18

sedangkan pada bulan Agustus jumlah pengunjung mengalami penurunan dari bulan sebelumnya. Musim MJJ merupakan musim liburan dalam pariwisata, sedangkan curah hujan pada musim tersebut dikategorikan sebagai musim kering.

Gambar 12 Timeseries curah hujan dan jumlah pengunjung musim MJJ

Gambar 12 menunjukan hasil perbandingan curah hujan dan jumlah pengunjung pada musim liburan MJJ. Gambar ini menginterpretasikan bahwa fluktuasi curah hujan dan jumlah pengunjung memilki hubungan yang tidak signifikan. Korelasi yang didapat dari perbandingan curah hujan dan jumlah pengunjung pada MJJ adalah 0.251 dengan P-value 0.408. Nilai ini dikategorikan

sebagai nilai yang menjelaskan jumlah pengunjung tidak signifikan dipengaruhi oleh curah hujan musiman pada taraf nyata 5%.

(31)

19

Gambar 14 Hubungan jumlah pengunjung dengan curah hujan bulan Juli

Bulan Juli merupakan bulan yang memiliki jumlah pengujung terbesar dan merupakan bulan yang memilki curah hujan rendah untuk daerah Kota Padang. Gambar 14 menunjukan hubungan antara jumlah pengunjung dan curah hujan dengan korelasi sebesar 0.54 dan P-value 0.04. Nilai ini menjelaskan bahwa

jumlah pengunjung dipengaruhi oleh curah hujan dengan taraf nyata 5% dan dapat dikatakan sebagai hubungan yang berkorelasi nyata. Jika dilihat hubungan antara curah hujan dan jumlah pengunjung, korelasi yang diperoleh dari bulan Juli bernilai positif. Hal ini disebabkan karena durasi hujan Kota Padang biasanya terjadi pada sore sampai pagi hari.

Hari Hujan dan Jumlah Pengunjung Objek Wisata Pantai Aia Manih

Jumlah hari hujan dan tidak hujan diperkirakan dapat menentukan fluktuasi jumlah pengunjung. Jika dalam satu atau beberapa hari berturut-turut terjadi hujan maka permintaan untuk berwisata ke pantai akan menurun. Hal ini disebabkan peminat untuk wisata pantai lebih cenderung melakukan wisata pada saat hari tidak hujan. Jumlah DHB dalam satu bulan memiliki nilai yang hampir sama dengan DHK, karena pola curah hujan Kota Padang Sumatera Barat bertipe ekuatorial, dengan curah hujan hampir tinggi sepanjang tahun. Secara rata-rata, Sumatera Barat selalu memiliki hari hujan dan tidak pernah mengalami bulan kering.

(32)

20

Gambar 15 Hubungan jumlah DHB pada periode musim JJA terhadap jumlah pengunjung pada berbagai kategori ambang batas penentuan hari hujan: a) curah hujan >0.5 mm/hari, b) curah hujan >2.5 mm/hari, c) curah hujan >10 mm/hari, d) curah hujan >20 mm/hari

Gambar 16 Hubungan DHB maksimum dengan jumlah pengunjung pada musim JJA

Gambar 16 menunjukan hubungan jumlah pengunjung musiman dengan deret hari hujan maksimum musiman. Selama pengamatan, tahun 2010 merupakan tahun dengan DHB maksimum musiman berturut-turut mencapai 9 hari. Korelasi antara jumlah pengunjung dengan jumlah pengunjung dengan DHB maksimum cukup besar yaitu 0.82 dan P-value 0.04 dengan taraf nyata 5%. Nilai ini

menunjukan jumlah DHB maksimum memiliki pengaruh nyata dan signifikan terhadap peningkatan jumlah pengunjung pada musim libur JJA. Korelasi yang didapat pada pengamatan musim JJA ini memiliki nilai positif. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena curah hujan diurnal di Kota Padang biasanya terjadi

b)

c)

(33)

21

pada sore sampai pagi hari, sehingga jumlah DHB tidak berpengaruh terhadap berkurangnya jumlah pengunjung.

IOD dan Keragaman Hujan terhadap Jumlah Pengunjung Objek Wisata Pantai Aia Manih

Curah hujan di wilayah pantai Sumatera bagian Barat dipengaruhi oleh fenomena IOD (Hermawan 2007). IOD dapat meningkatkan keragaman hujan yang akan berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan. IOD memiliki hubungan yang kuat dengan curah hujan TRMM di Sumatera bagian Barat (As-syakur 2011). Jika dibandingkan dengan penelitian ini, ternyata curah hujan dan DMI pada daerah Kota Padang tidak memiliki hubungan yang signifikan. Pada

Time series curah hujan dan DMI (Gambar 17), fluktuasi curah hujan dan DMI

tidak memiliki pola keterkaitan yang kuat.

Gambar 17 Time series data anomali curah hujan dan DMI

Pada Pengamatan ini, curah hujan dan DMI memiliki korelasi yang kecil yaitu sebesar negatif 0.14 (Gambar 18). Sesuai dengan penelitian Hermawan (2007) hasil korelasi antara curah hujan dan DMI pada selang pengamatan 1980-1999 didapatkan nilai korelasi positif yang kecil, yaitu sebesar 0.3. Hal ini disebabkan karena Sumatera Barat lebih kuat dipengaruhi oleh fenomena Monsun (Hermawan 2007).

(34)

22

Pada saat IOD positif daerah Sumatera Barat, salah satunya Kota Padang memiliki curah hujan di bawah normal yaitu pada musim JJA dan SON, dan secara umum untuk Sumatera Barat fenomena IOD positif memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan IOD negatif (Hermawan 2007). Salah satu dampak nyata dari IOD adalah peningkatan curah hujan pada saat terjadi IOD negatif. Peningkatan curah hujan merupakan salah satu akibat dari variabilitas iklim. Salah satu dari variabilitas iklim tersebut yaitu IOD negatif, berdasarkan penelitian Tjasyono et al. (2008) tahun yang mengalami IOD negatif adalah 1975,

1978, 1984, 1989, 1992 dan 1996.

Gambar 19 Hubungan anomali DMI dengan anomali jumlah pengunjung bulanan IOD memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap jumlah pengunjung objek wisata Pantai Aia Manih Kota Padang yaitu dengan korelasi negatif 0.1 (Gambar 19). IOD negatif terjadi pada saat DMI ≤0.35, dampak yang ditimbulkan curah hujan akan mengalami peningkatan dari rata-rata, dan menyebabkan penurunan jumlah pengunjung objek wisata. Pada saat IOD positif terjadi penurunan curah hujan sehingga secara tidak langsung akan menyebabkan jumlah pengunjung objek wisata pantai meningkat.

SPL dan Jumlah Pengunjung Pariwisata

(35)

23

Gambar 20 Sebaran spasial korelasi anomali SPL dengan jumlah pengunjung

Gambar 21 Peta sirkulasi arus laut dunia (sumber: www.noc.com/)

Pada Gambar 20, korelasi yang cukup tinggi dari selang pengamatan terjadi pada daerah 90-100 BT dan 0-20 LU, daerah ini mencakup wilayah Indonesia bagian Barat pada Samudera Hindia, dan Asia bagian Selatan. Faktor yang menyebabkan pada daerah ini memiliki nilai korelasi besar adalah sirkulasi arus laut dunia yang menyebabkan adanya pergerakan dan perpindahan panas dari SPL berupa arus laut. Pada Gambar 21 dapat dilihat arus laut yang melalui daerah yang memiliki korelasi tinggi adalah North Equatorial Current, arus ini merupakan

arus yang bergerak dari Timur Samudera Hindia menuju Utara dan Barat Samudera Hindia, yang terjadi pada koordinat 10-200 LU (Philander 2001). Jika dihubungkan dengan Gambar 20, perbedaan SPL pada Samudera Hindia bagian Utara dengan Barat Sumatera mengakibatkan terjadinya pergerakan massa air berupa arus. Jika SPL di Samudera Hindia bagian Utara mengalami peningkatan, maka akan terjadi pergerakan arus menuju daerah tersebut. Aktifitas tersebut dapat mengakibatkan tinggi gelombang pantai pesisir Barat Sumatera mengalami penurunan, sehingga untuk objek wisata pantai situasi ini membuat permintaan wisata pantai akan meningkat.

(36)

24

Gambar 22 Hubungan anomali SPL dengan anomali jumlah pengunjung objek wisata terbesar pada koordinat 10 LU 92 BT

Korelasi maksimum terjadi pada daerah Indonesia bagian Barat dan Asia bagian Selatan. Salah satu titik pengamatan yang dipilih secara acak pada koordinat yang memiliki korelasi cukup tinggi adalah pada 10 LU dan 92 BT dengan nilai korelasi sebesar 0.42 (Gambar 22). Pada wilayah Samudera Pasifik daerah Nino 4 (5 LU-5 LS 160-150 BT) korelasi yang diperoleh adalah negatif, sedangkan pada daerah Nino 3 (5 LU-5 LS 150-90 BB) korelasi berkisar 0-0.2. Pada waktu SPL tinggi di daerah Samudera Pasifik, maka akan terjadi perbedaan suhu dan tekanan yang menyebabkan pergerakan arus serta terjadi interaksi antara lautan dengan atmosfer berupa pergerakan awan yang menghasilkan fenomena El-Nino. Dampaknya wilayah Indonesia akan mengalami musim kering yang lebih lama dari pada periode biasanya. Pada saat terjadi El-Nino dengan curah hujan yang rendah, maka jumlah pengunjung akan mengalami peningkatan karena pada saat udara panas dan tidak terjadi hujan biasanya wisatawan lebih cenderung untuk berwisata ke Pantai.

Nilai korelasi yang kecil pada daerah Nino 3 dan Nino 4 menunjukan pengaruh SPL terhadap jumlah pegunjung pada daerah yang berbatasan dengan Samudera Pasifik cukup rendah. Salah satu penyebabnya yaitu topografi daerah Sumatera yang dibatasi oleh deretan bukit barisan yang membentang dari Utara sampai dengan Selatan. Topografi ini menyebabkan adanya hambatan pergerakan awan dari Barat Sumatera menuju Timur Sumatera dan juga sebaliknya. Analisis ini sesuai dengan penelitian Gusmira (2005) yang menyatakan, fenomena El-Nino memiliki korelasi yang kecil untuk daerah Indonesia bagian Barat dibandingkan dengan daerah Indonesia bagian Timur, sedangkan Indonesia bagian Barat lebih dominan dipengaruhi oleh Monsun dan IOD.

Pariwisata Pantai Aia Manih

(37)

25

Antisipasi serta penambahan wahana baru atau atraksi yang bisa menarik perhatian pengunjung pada saat musim penghujan.

Pertumbuhan ekonomi pariwisata disuatu kawasan objek wisata dan pengeluarannya dipengaruhi oleh jumlah pengunjung yang selanjutnya akan mempengaruhi pendapatan masyarakat lokal terutama yang bekerja di sektor wisata. Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara tidak langsung juga akan mempengaruhi sektor wisata. Semakin tinggi pendapatan rata-rata penduduk maka kecenderungan untuk melakukan wisata akan semakin besar. Hal ini menyebabkan jumlah pengunjung suatu objek wisata juga akan meningkat. Gambar 23 menunjukan fluktuasi pendapatan objek wisata Pantai Aia Manih yang mengalami peningkatan nyata pada tahun 2008 sampai dengan 2010. Menurut kajian BPS Kota Padang (2009), kejadian ini disebabkan karena pada tahun-tahun sebelumnya dari 1996 sampai 2006 pendapatan rata-rata penduduk Sumatera Barat relatif konstan yaitu meningkat sebesar 2.8%. Pendapatan Pantai Aia Manih tertingi terjadi pada Desember 2008 yaitu sebesar Rp 1,167,139,800.

Gambar 23 Time series pendapatan Pantai Aia Manih

Pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh indeks harga konsumen (CPI) yang merupakan nilai ukur untuk peningkatan dan inflasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. CPI yang digunakan adalah indeks terbaru yaitu bulan Maret 2013 sebesar 138.78, selain itu harga tiket masuk objek wisata Pantai Aia Manih Padang juga mengalami peningkatan, dari tahun 2002-2007 berdasarkan Peraturan daerah nomor 25 harga tiket masuk Rp 2000, sedangkan tahun 1998-2001 harga tiket masuk kawasan wisata hanya Rp 1000, peningkatan nyata terjadi pada tahun 2008-2010 berdasarkan Peraturan daerah tahun 2008 nomor 12, harga tiket masuk kawasan wisata menjadi Rp 5000.

Curah hujan, SPL, suhu udara maksimum dan DHK memiliki korelasi negatif, sedangkan variabel suhu udara dan DHB memiliki korelasi positif. Model yang dihasilkan dari perbandingan pendapatan Pantai Aia Manih dan variabilitas iklim tidak memenuhi uji ekonometerika klasik. Pada uji asumsi multikolinearitas asumsi untuk model tidak terpenuhi karena semua variabel dalam variabilitas iklim memiliki nilai korelasi yang lebih kecil dari pada korelasi model yaitu sebesar 0.28. Jika dianalisis dengan menggunakan Varian Inflation Fector (VIF)

(38)

26

mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya sehingga model secara keseluruhan sebaiknya tidak digunakan.

Pada uji klasik selanjutnya, jika uji multikolinearitas tidak terpenuhi maka uji heteroskedastisitas dan autokorelasi asumsi juga tidak dapat dipenuhi (Singgih 2009). Hal ini menyebabkan tidak perlu dilakukan analisis statistika lebih lanjut. Korelasi yang diperoleh dari perbandingan variabilitas iklim dan pendapatan Pantai Aia Manih relatif kecil, akan tetapi nilai P-value yang diperoleh memiliki

variasi yang besar, semakin kecil nilai P-value maka hasil korelasi yang diperoleh

akan semakin akurat. Berdasarkan hasil pengujian statistik Tabel 3, diketahui hubungan signifikansi antara korelasi dan P-value yang bervariasi. Pada taraf 5%

dan 10% variabel yang memiliki nilai signifikan adalah suhu udara dan deret hari hujan, sedangkan variabel lain tidak menunjukan signifikansi yang baik.

Tabel 3 Perbandingan hasil pengujian statistika pendapatan objek wisata Pantai Aia Manih dengan variabilitas iklim

Variabilitas Iklim

CH T SST DMI CH Maks DHK DHB Korelasi 0.055 0.193 -0.08 -0.011 -0.069 -0.132 0.165

P-Value 0.497 0.016 0.323 0.895 0.392 0.101 0.04

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan permintaan kunjungan pariwisata yaitu dengan penataan dan revitalisasi di kawasan objek wisata. Proses ini menekankan pada pengembalian fungsi dan peran kawasan sebagai kawasan konservasi dan memanfaatkan kegiatan-kegiatan pariwisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Upaya ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat atau yang berada di kawasan objek wisata. Pada upaya ini juga diperlukan campur tangan pemerintah dalam adaptasi pengaruh variabilitas iklim terhadap permintaan pariwisata. Hasil dari perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan seberapa besarnya pengaruh ekonomi pariwisata dalam ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi Kota Padang memiliki pemasukan yang cukup besar dari sektor pariwisata.

Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan permintaan kunjungan pariwisata salah satunya adalah dengan penataan dan revitalisasi di kawasan objek wisata dengan menekankan pada pengembalian fungsi dan peran kawasan sebagai kawasan konservasi dengan memanfaatkan kegiatan-kegiatan pariwisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat minimal yang berada di kawasan objek wisata. Campur tangan pemerintah yang diperlukan dalam adaptasi pengaruh variabilitas iklim terhadap permintaan pariwisata yaitu:

1 Sosialisasi dari pemerintah mengenai kejadian variabilitas iklim berupa perubahan pola iklim dan kejadian ekstrim serta resiko yang mungkin timbul kepada pihak pengelola pantai, pengelola penginapan, serta para pedagang yang menggantungkan hidupnya pada sektor wisata.

2 Meningkatkan sarana dan prasarana pariwisata dalam jangka panjang.

(39)

27

pengelola pantai maupun hotel serta kegiatan the way of life atau pengunjung

dapat mengunjungi desa-desa di sekitar objek wisata untuk dapat mengetahui tata cara hidup suatu masyarakat, selain itu menambah aksi berupa fasilitas permainan outbond dan wisata air indoor pada saat musim hujan juga dapat

menarik minat pengunjung untuk berwisata ke Pantai Aia Manih.

4 Mengadakan promo harga, yaitu menaikkan harga tiket pada saat peak season

dan menurunkan harga pada saat low season.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Curah hujan observasi TRMM dapat digunakan untuk analisis lanjut variabilitas iklim karena setelah dikoreksi dengan data curah hujan stasiun, diperoleh korelasi yang cukup besar pada daerah Kota Padang. Secara keseluruhan curah hujan musiman memiliki korelasi yang kecil terhadap jumlah pengunjung pantai, akan tetapi pada musim JJA curah hujan memiliki korelasi yang besar yaitu 0.54 dengan selang kepercayaan 95%. Jika jumlah pengunjung dihubungkan dengan hari hujan pada musim JJA, korelasi yang didapat juga besar yaitu berkisar 0.7. Pada pengelompokan hari hujan untuk jumlah pengunjung pariwisata, kategori yang memiliki nilai korelasi besar untuk musim JJA adalah >10 mm/hari. Korelasi antara jumlah pengunjung dengan deret hari hujan maksimum juga cukup besar yaitu 0.82. Ada beberapa Faktor selain iklim yang berpengaruh terhadap jumlah pengunjung objek wisata pantai diantaranya ialah pendapatan penduduk, musim libur, dan tinggi gelombang pantai.

IOD memiliki pengaruh yang kecil terhadap jumlah pengunjung dan komposisi curah hujan di wilayah Kota Padang. Hal ini disebabkan karena fenomena monsun lebih dominan pada daerah ini. Jika jumlah pengunjung objek wisata Pantai Aia Manih dihubungkan dengan SPL wilayah tropis bagian timur, korelasi yang besar terdapat pada Samudera Hindia bagian Utara dan Asia bagian Selatan yang disebabkan oleh adanya pengaruh sirkulasi arus global, yaitu North Equatorial Current. Pada wilayah Nino 3 dan Nino 4 di Samudera Pasifik,

korelasi yang diperoleh kecil mendekati nol yang menunjukan pariwisata tidak terlalu nyata dipengaruhi oleh SPL wilayah Pasifik dan kaitannya dengan fenomena ENSO.

Saran

(40)

28

DAFTAR PUSTAKA

Aliadi A, Afianto A, Hanif F, Sudarsono D, Dewi SU, Hidayat R, Syaf R, Taher M, Aziz MA, Rustanto, et al. 2008. Perubahan iklim hutan dan REDD: peluang atau tantangan?. Jakarta (ID): CSO network on forestry

governance and climate change.

Arifin RR. 2011. Analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap permintaan pariwisata kawasan Pantai Anyer, Banten (kasus Pantai Bandulu Anyer) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arisandy A. 2008. Korelasi suhu permukaan laut dan curah hujan di Samudera Hindia Timur [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

As-syakur AR. 2011. Pola spasial hubungan curah hujan dengan ENSO dan IOD di Indonesia - Observasi menggunakan data TRMM 3B43. Jurnal Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia. Center for Remote Sensing and

Ocean Science (CReSOS). Bali (ID): Universitas Udayana.

Becken S, John E, Hay. 2007. Tourism and Climate Change : Risks and Opportunities. Climate Change, Economies, and Society. United Kingdom

(GB): ISO.

Boer R. 2002. Analisis risiko iklim untuk produktivitas pertanian [makalah]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

______. 2003. Fenomena ENSO dan hubungannya dengan keragaman hujan di Indonesia [makalah]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Curah hujan dan potensi gerakan tanah 2008. (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Padang, Padang Dalam Angka 2009. (ID).

Fajri F, Rifardi, Tanjung A. 2012. Studi abrasi Pantai Kota Padang Sumatera Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 17 No 2 36 – 42. Riau (ID):

Universitas Negeri Riau.

Gunawan D. 2010. Pemanfaatan Data Curah Hujan Satelit TRMM untuk Database Zona Prakiraan Musim. Jakarta (ID): Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika.

Gusmira E, 2005. Pengaruh dipole mode terhadap angin zonal dan curah hujan di Sumatera Barat [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): Pustaka Jaya.

Harijono SWB. 2008. Analisis dinamika atmosfer di bagian utara ekuator Sumatera pada saat peristiwa El-Nino dan Dipole Mode positif terjadi bersamaan. Jurnal Sains Dirgantara Vol.5 No.2 130-148. Jakarta (ID):

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Hermawan E. 2007. Penggunaan Fast Fourier Transform dalam analisis kenormalan curah hujan di Sumatera Barat dan selatan khususnya saat kejadian Dipole Mode. Jurnal Sains Dirgantara Vol.8 No.2 77-83. Jakarta

(ID): Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

, Lestari S. 2008. Analisis variabilitas curah hujan di Sumatera Barat dan Selatan dikaitakan dengan kejadian Dipole Mode. Jurnal Sains Dirgantara Vol.4 No.2 91-106. Jakarta (ID): Lembaga Penerbangan dan

(41)

29

Huffman GJ, Adler RF, Bolvin DT, Nelkin EJ. 2007. The TRMM multi-satellite precipitation analysis: Quasi-global, multi-year, combined-sensor precipitation estimates at fine scale. Journal Hydrometeor. Vol 8(1) 38-55.

Columbia (US): NASA/GSFC Laboratory for Atmospheres.

Hutabarat S, Evans SM. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta (ID): UI Press.

Islam MN, Uyeda H. 2007. Use of TRMM in determining the climatic characteristics of rainfall over Bangladesh. Journal Remote Sensing of Environment Vol108. 264–276. Bangladesh (BD).

Juaeni I. 2010. Pengembangan pemanfaatan data TRMM untuk ketahanan pangan [laporan]. Bul Pusat Pemanfaatan sains Atmosfer dan Iklim, Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Levina, Fauzi M, Diniyah R, Windatiningsih D. 2012. Korelasi data hujan dari pos hujan dengan citra TRMM [laporan]. Bul Pusat Litbang Sumber Daya

Air.

Pemerintah Republik Indonesia. 1980. Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 1980 tentang batasan wilayah Kota Padang. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Philander SG. 2001. Atlantic ocean equatorial current. Journal of Physical

Oceanography. DOI: 10.1006/rwos.2001.0361 188-191. USA (US):

Princeton University Academic Press.

Pramudia E. 2008. Evaluasi potensi objek wisata aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat untuk perencanaan program pengembangan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rao AS, Sebastien M, Jing-Jia L, Swadhin K. Behera, Yamagata T. 2006. Termination of indian ocean dipole events in a coupled general circulation model. Journal of Climate. Japan (JP): Frontier Research Center for Global

Change/JAMSTEC.

Reynolds RW, Smith TM. 2002. An improved in situ and satellite SST analysis.

Journal Climate.Vol 15 1609-1625. Columbia (US): National Climate Data

Center.

Saji NH, Goswani BN, Vinayachandran PN, Yamagata T. 1999. A dipole mode in the tropical Indian ocean. Nature Vol. 401, 360 – 363. Japan (JP):

Institute for Gobal Change Research.

, Yamagata T. 2001. The tropical indian ocean climate system from the vantage point of dipole mode events. Journal Climate Vol. 25, 151 – 159.

Japan (JP): Institute for Gobal Change Research.

Sasmito SD. 2011. Pendugaan curah hujan dengan data satelit Geostasioner (MTSAT-1R) dan gelombang mikro imager (TRMM): studi kasus DAS Citarum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Singgih S. 2009. Panduan Lengkap Penguasaan Statistik dengan SPSS 17. Jakarta

(ID): PT Elex Media Komputindo.

Tjasyono HKB, Lubis A, Ina J, Harijono SWB. 2008. Dampak variasi temperatur Samudera Pasifik dan Hindia ekuatorial terhadap curah hujan di Indonesia.

Jurnal Sains Dirgantara Vol.5 No.2 83-95. Jakarta (ID): Lembaga

Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

, Mustafa AM. 2000. Seasonal rainfall variation over munsoonal areas.

JTM Vol III No 4. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

(42)

30

Hydrometeorology, 8. 607–626. Japan (JP): Institute for Gobal Change

Research.

Zalukhu S. 2009. Panduan dasar pelaksanaan ekowisata. Unesdoc [Internet]

[diunduh 2013 Maret 19]. Tersedia pada: http//unesdoc.unesco.org.

Lampiran 1 Hasil keluaran analisis variabilitas iklim terhadap pariwisata Pantai Aia Manih dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 15 Regression Analysis: P versus CH, Max, DHK, DHB, DMI, Suhu

The regression equation is

P = 2.75E+08 + 129941 CH - 570326 Max + 24838675 DHK + 29450370 DHB + 25128461 DMI + 96146951 Suhu

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 274597951 18908108 14.52 0.000

CH 129941 138676 0.94 0.350 1.764 Residual Error 149 8.30731E+18 5.57538E+16

Gambar

Gambar 2  Pembagian wilayah Indonesia berdasarkan pembagian pola hujan
Tabel 1  Jumlah curah hujan musiman dalam fenomena IOD di Padang Sumatera
Gambar 5  Lokasi dan batasan fenomena IOD (Saji et al.  2001)
Gambar 7 Hubungan sebaran data anomali curah hujan bulanan stasiun Tabing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari rata-rata penurunan ini maka dapat dihitung kumulatif nilai organoleptik ikan yang disimulasikan seperti pada tabel 3 dibawah berikut dengan menggunakan waktu

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi serta masukan masyarakat tersebut, terdapat beberapa masukan umum, antara lain adanya pemahaman yang kurang tepat oleh masyarakat

Skripsi ini disusun untuk melengkapi sebagian dari syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S-1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan

Practices XP dapat diterapkan untuk menangani situasi proses pengembangan perangkat lunak dengan pemrogram tunggal, yang kemudian dinamakan dengan metodologi

Penelitian dilatarbelakangi oleh kurangnya disiplin belajar pada pembelajaran mata kuliah praktik Program Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Keahlian Tata Busana

Tujuan dari terwujudnya aplikasi ini adalah pengguna dapat mengevaluasi kegiatan olahraga bersepeda mereka dengan mengetahui hasil aktivitasnya selama bersepeda,

2). Memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat bayi baru lahir. Meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab kepada ibu untuk merawat bayinya... Memberikan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colpin, DeMunter, Nys dan Vandemeulebroecke (1999) menemukan bahwa ibu dengan anak kembar yang merupakan kelahiran pertama,