• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PUPUK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH

DAN POPULASI MIKROB RIZOSFER

TANAMAN KILEMO (

Litsea cubeba

Pers)

DINI NOVITA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilema (Litsea cubeba Pers) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

DINI NOVITA. Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers). Dibimbing oleh FAHRIZAL HAZRA dan ENNY WIDYATI.

Pemupukan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan tanah yang dapat mempengaruhi aktivitas dan populasi mikroorganisme rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap sifat kimia tanah dan populasi mikrob di rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers). Peningkatan C organik berkorelasi positif terhadap populasi mikroorganisme, sedangkan perlakuan NPK dapat menurunkan populasi mikrob rizosfer.. Jumlah populasi mikrob tertinggi didapat pada perlakuan pupuk organik, yaitu 1.9 x 108 SPK/g BKM. Secara umum pemupukan mengakibatkan penurununan nilai pH, N total, P tersedia, K dan KB. Sedangkan nilai C-organik, P total, Ca, Mg dan KTK cenderung mengalami peningkatan.

Katakunci: Pemupukan, Populasi Mikroorganisme Rizosfer, Tanaman Kilemo.

ABSTRACT

DINI NOVITA. The Effect of Fertilizer to the Chemical Properties of Soil and Microorganism Rhizosphere Population of Kilemo Plant (Litsea cubeba Pers). Supervised by FAHRIZAL HAZRA and ENNY WIDYATI.

Fertilization have to change of soil environment that can influence microorganism rhizosphere activity and population of Kilemo plant (Litsea cubeba Pers). The experiment was aimed to study the effect of fertilization to the chemical properties of soil and microorganism rhizosphere population of Kilemo Plant (Litsea cubeba Pers). Enhancement of organic C positively correlated to microorganism population, while NPK treatment may decrease the rhizosphere microorganism population. The highest number of microorganism population be found on organics fertilizer treatment, namely 1.9 x 108 UPC/g ADW. Generally, fertilization makes decrease the value of pH, total N, P-available, K and BS. However, fertilization led increase the value of organic C, total P, Ca, Mg and CEC.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGARUH PUPUK

TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH

DAN POPULASI MIKROB RIZOSFER

TANAMAN KILEMO (

Litsea cubeba

Pers)

DINI NOVITA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilemo (Litseacubeba Pers)

Nama : Dini Novita NIM : A14080044

Disetujui oleh,

Ir Fahrizal Hazra, MSc. Dr Enny Widyati

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc. Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Populasi Mikrob Rizosfer Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir Fahrizal Hazra, M.Sc selaku pembimbing pertama dan Dr Enny Widyati selaku pembimbing kedua, atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi dan ilmu yang diajarkan selama penulis menempuh pendidikan.

2. Dr Rahayu Widyastuti, sebagai Penguji atas kritik dan sarannya.

3. Bapak dan Mamah atas perhatian, kasih sayang, kesabaran, motivasi, pengorbanan dan doa yang tidak pernah putus.

4. Kakak-kakak tersayang atas segala dukungannya.

5. Rekan-rekan MSL’45, Ghera, Artika, Hasty, Eva, Imam dan teman-teman seperjuangan lainnya untuk kebersamaan dan dukungannya.

6. Staf laboratorium yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

7. Pak Yadi, Pak Asep, Pak Dadi dan Pak Bandi selaku teknisi Litbang Kehutanan yang telah memberikan bantuan selama melakukan penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, Februari 2013

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 1

1.3 Hipotesis 2

II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Rizosfer 2

2.2 Mikroorganisme Tanah 3

2.2.1 Bakteri 3

2.2.2 Fungi 4

2.2.3 Aktinomycetes 4

2.2.4 Protozoa 4

2.2.5 Alga 5

2.3 Bahan Organik Tanah 5

2.4 Unsur Hara 6

2.4.1 Nitrogen (N) 6

2.4.2 Fospor (P) 7

2.4.3 Kalium (K) 7

2.4.4 Magnesium (Mg) 7

2.4.5 Natrium (Na) 8

2.4.6 Kalsium (Ca) 8

2.5 Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) 8

III BAHAN DAN METODE 9

3.1 Waktu dan Tempat 9

3.2 Alat dan Bahan 9

3.3 Metode Penelitian 10

3.3.1 Analisis Pendahuluan 11

(8)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13

4.1 Hasil 13

4.1.1 Karakteristik Tanah Awal 13

4.1.2 Perubahan Sifat Kimia Tanah Setelah Diberikan Perlakuan 15 4.1.3 Perubahan Sifat Biologi Tanah Setelah Diberikan Perlakuan 20

4.1.4 Mikroorganisme Dominan Pada Tanah 22

4.2 Pembahasan 23

V SIMPULAN DAN SARAN 29

5.1 Simpulan 29

5.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(9)

DAFTAR TABEL

1 Kode perlakuan pada masing-masing jalur 10

2 Sifat kimia awal tanah pada rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) 13 3 Sifat biologi awal tanah pada rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) 14 4 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai P-total (ppm)

tanah pada awal hingga perlakuan ketiga 17

5 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai KB (%) tanah

pada awal hingga perlakuan ketiga 20

6 Hasil Identifikasi Mikroorganisme Dominan Pada Isolat 22

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) berumur 2 tahun 9 2 Bagan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilakukan dengan 3

ulangan 11

3 Contoh pemupukan pada perlakuan dengan menggunakan NPK 11 4 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai pH tanah pada awal

hingga pemupukan ketiga 15

5 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai N-total (%) tanah pada

awal hingga perlakuan ketiga 16

6 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai P-tersedia (ppm) tanah

pada awal hingga perlakuan ketiga 16

7 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai C-organik (%) tanah

pada awal hingga pemupukan ketiga 17

8 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai KTK (me/100g) tanah

pada awal hingga perlakuan ketiga 18

9 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Ca (me/100g) tanah

pada awal hingga perlakuan ketiga 18

10 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Mg (me/100g) tanah

(10)

11 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai K (me/100g) tanah

pada awal hingga perlakuan ketiga 19

12 Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Na (me/100g) tanah

pada awal hingga perlakuan ketiga 19

13 Pengaruh pemberian pupuk terhadap Total Mikroorganisme (x 106 SPK/g

BKM) 21

14 Pengaruh pemberian pupuk terhadap Total Fungi (x 104 SPK/g BKM) 21 15 Pengaruh pemberian pupuk terhadap Mikroorganisme Pelarut Fosfat

(MoPP) (x 104 SPK/g BKM) 21

16 Contoh isolat mikrob pada bulan ke 3 pada masing-masing perlakuan

pemupukan 22

17 Foto mikroskopis identifikasi mikroorganisme Streptococus sp. (Perbesaran

400x) 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31

2 Metodologi Analisis Kimia N, P, pH, C-organik, KTK dan basa-basa (Ca,

Mg, K, dan Na) 31

3 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah 32

4 Sifat Kimia Tanah 33

5 Sifat Biologi Tanah 34

6 Tekstur Tanah ke-8 Sampel Tanah 35

(11)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan di Indonesia kaya dengan jenis tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mempunyai prospek sangat baik sebagai komoditi ekspor Indonesia. Salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri ini adalah tumbuhan kilemo (Litsea cubeba Pers). Di dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan unsur hara. Unsur hara banyak tersedia di alam, sehingga tumbuhan bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan metabolismenya. Tetapi ketersediaan unsur hara di beberapa tempat tidak sama, ada yang berkecukupan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi baik. Namun ada juga unsur hara yang kekurangan ketersediaannya, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Purwadi 2011).

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terbagi menjadi dua yaitu unsur hara esensial dan unsur hara non-esensial atau beneficial. Unsur hara esensial merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh unsur lain. Tidak terpenuhinya salah satu unsur hara akan mengakibatkan tanaman tersebut tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Unsur hara esensial terdiri atas unsur hara makro dan mikro (Purwadi 2011).

Pengetahuan tentang kebutuhan akan unsur hara tertentu pada tanaman tertentu diharapkan bisa menghasilkan produksi tanaman yang baik secara kualitas dan kuantitas. Selain itu dengan mengetahui kebutuhan tersebut diharapkan pemberian pupuk akan lebih efesien sehingga pengeluaran atau operasional dapat dikontrol. Penambahan unsur hara terhadap tanah dapat mempengaruhi sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Pemberian unsur hara terhadap tanah dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan tanah yang merupakan habitat hidup berbagai macam organisme tanah. Dalam tanah terdapat berbagai macam organisme yang berperan di dalam ekosistem seperti siklus unsur hara, termasuk mikroorganisme yang terdapat pada rizosfer.

Rizosfer adalah zona dalam tanah dimana mikroorganisme dan akar tanaman hidup secara efektif berinteraksi. Sistem perakaran umumnya berasosiasi dengan tanah disekitarnya (rizosfer) yang kondisinya sangat berbeda dengan kondisi tanah tanpa sistem perakaran. Asosiasi antara sistem perakaran dengan mikroba tanah dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung (Handayanto 2007).

1.2 Tujuan

Pemberian pupuk terhadap suatu tanaman tentu saja akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan tanah di rizosfer. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan :

1. Untuk menguji pengaruh pemupukan terhadap dinamika populasi mikroorganisme di rizosfer.

2. Untuk mengetahui jenis mikroorganisme dominan pada rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers).

(12)

2

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme rizosfer.

2. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kimia dapat menurunkan populasi mikroorganisme rizosfer.

2. Pemupukan dapat mempengaruhi perubahan pH, kadar N, P, KTK, C-organik dan basa-basa.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rizosfer

Istilah rizosfer menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi perakaran tanaman (Rao 1994). Rizosfer merupakan daerah sekitar perakaran yang sifat-sifatnya baik kimia, fisik dan biologi dipengaruhi oleh aktivitas perakaran (Handayanto 2007).

Menurut Handayanto (2007) rizosfer dibagi menjadi dua, yaitu rizosfer bagian dalam (inner rhizosphere) yaitu daerah di permukaan perakaran tanaman, dan rizosfer bagian luar (outer rhizosphere) merupakan daerah di sekitar perakaran. Daerah rizosfer tersebut sering disebut sebagai Rhizoplanne. Rhizoplanne merupakan daerah permukaan akar pada rizosfer. Jumlah mikroorganisme pada rizosfer bagian dalam biasanya lebih besar dari pada rizosfer bagian luar, karena lebih banyak interaksi biokimia antara akar dan mikroba.

Rizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya aktivitas mikrobiologis dibandingkan di dalam tanah yang jauh dari perakaran tanaman. Intensitas aktivitas semacam ini tergantung dari panjangnya jarak tempuh yang dicapai oleh eksudasi sistem perakaran. Pengaruh keseluruhan perakaran tanaman terhadap mikroorganisme tanah disebut sebagai efek rizosfer. Beberapa faktor seperti tipe tanah, kelembaban tanah, pH, temperatur, umur dan kondisi tanaman mempengaruhi efek rizosfer. Efek rizosfer tampak dalam bentuk melimpahnya jumlah mikroorganisme pada daerah tersebut (Richards 1974).

Laju kegiatan metabolik mikroorganisme rizosfer berbeda dengan laju kegiatan metabolik mikroorganisme dalam tanah non-rizosfer. Jumlah jasad mikro di sekitar akar yang dikenal sebagai daerah peralihan, menurut Clark (1949) berjumlah lebih dari seratus kali bila dibandingkan dengan di daerah bukan dekat akar.

Menurut Richards (1974), rasio rizosfer terhadap tanah (R : S) dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan dalam populasi mikroba yang disebabkan pertumbuhan tanaman. Rasio R : S dihitung dengan membagi jumlah mikroorganisme dalam rizosfer tanah dengan jumlah mikroorganisme dalam tanah yang bebas dari pertumbuhan tanaman. Urutan rasio R : S mikroorganisme dari yang terbesar hingga terkecil pada umumnya adalah bakteri, aktinomycetes, fungi, protozoa dan alga.

(13)

3 Beberapa genus bakteri ini adalah Pseudomonas, Arthrobacter dan Agrobacteriumditemukan dalam jumlah yang banyak (Richards 1974).

Bakteri yang membutuhkan asam amino lebih banyak terdapat di daerah rizosfer dibandingkan tanah di luar rizosfer. Aktinomycetes penghasil antibiotik lebih banyak terdapat dalam rizosfer dibandingkan tanah tanpa rizosfer. Rizosfer dapat mengalami perubahan, di antaranya diakibatkan oleh: (1) penambahan tanah; (2) pemberian nutrisi melalui daun; dan (3) inokulasi artifisial biji atau tanah yang mengandung sediaan mikroorganisme hidup, terutama bakteri (Richards 1974).

2.2 Mikroorganisme Tanah

Di dalam tanah, masing-masing organisme memerankan peranan penting dalam ekosistem. Peranan tersebut terutama terkait dengan aliran energi dan siklus unsur hara sebagai akibat utama dari aktivitas organisme hidup, yaitu tumbuh dan berkembang (Alexander 1991). Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokan menjadi bakteri, aktinomycetes, fungi, alga dan protozoa.

2.2.1 Bakteri

Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme dalam tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomasa mikroorganisme dalam tanah. Bakteri terdapat pada berbagai tipe macam tanah tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Pada kondisi anaerob, bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan kegiatan mikrobiologi dalam tanah. Hal tersebut terjadi karena jamur dan aktinomycetes tidak dapat tumbuh baik pada keadaan tanpa adanya oksigen. Populasi bakteri di dalam tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain, yaitu kandungan air, tekstur tanah, ketersediaan substrat organik dalam tanah, pH, praktek pertanian, pemupukan, pemakaian pestisida dan penambahan bahan organik. Dalam tanah terdapat bakteri autotrof maupun heterotrof (Rao 1994). Bakteri autotrof merupakan bakteri tanah yang memperoleh energi dari oksidasi mineral seperti ammonium, belerang atau besi. Bakteri heterotrof merupakan bakteri yang memperoleh energi dari bahan organik (Supardi 1983).

(14)

4

2.2.2 Fungi

Fungi mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri di dalam tanah. Fungi dominan pada tanah yang asam karena lingkungan asam tidak baik untuk bakteri atau aktinomycetes sehingga fungi dapat memonopoli pemanfaatan substrat alami dalam tanah (Waksman 1963).

Pada tanah-tanah beraerasi baik, fungi merupakan biomasa mikroorganisme paling besar jumlahnya, yaitu dapat mencapai 2 x 104 sampai 1 x 106 propagul/gram tanah. Sebaran fungi di dalam tanah sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan organik. Karena fungi memerlukan karbon dan oksigen, maka biasanya fungi dijumpai di bagian atas tanah (Handayanto, 2007). Keadaan optimum bagi perkembangan fungi yaitu antara pH 4,5 – 5,5. Jika kemasaman tanah berkurang jumlah fungi menurun, sedang jumlah bakteri dan aktinomycetes bertambah. Fungi hidup pada tempat yang lembab, air sangat dibutuhkan fungi untuk melarutkan bahan organik dan sebagai alat pengangkut makanan dan membantu difusi oksigen (Sutedjo 1991).

2.2.3 Aktinomycetes

Aktinomycetes merupakan mikroorganisme yang banyak dijumpai dalam tanah setelah bakteri, jumlahnya berkisar antara 15 – 20 juta tiap gram tanah kering. Aktinomycetes banyak dijumpai dalam tanah yang berkadar humus tinggi, seperti padang rumput atau padang penggembalaan yang tua. Penambahan pupuk kandang merangsang perkembangan aktinomycetes, terutama pada kemasaman sedang (Supardi 1983).

Aktinomycetes sangat berperan dalam pelapukan bahan organik dan pembebasan unsur hara. Kapasitas aktinomycetes menyederhanakan humus sangat penting bagi mineralisasi nitrogen. Sejumlah nitrogen akan berada dalam senyawa humik dan tidak tersedia bagi tanaman apabila tidak diuraikan oleh aktinomycetes. Oleh karena kemampuan itu maka aktinomycetes disejajarkan dengan bakteri dan fungi sebagai faktor kesuburan tanah yang penting (Supardi 1983).

Pada umumnya aktinomycetes tidak dapat tumbuh baik pada tanah-tanah basah. Temperatur optimum untuk pertumbuhan aktinomycetes adalah 28 – 37oC, pertumbuhannya terhambat pada temperatur 5oC. Namun demikian, ada juga aktinomycetes termofilik yang dapat tumbuh pada suhu 55 - 65oC pada timbunan kompos. Aktinomycetes dapat tumbuh pada kisaran pH 4-10, tetapi pada pH < 5 populasi aktinomycetes < 1% dari populsi mikrob. Aktinomycetes tidak toleran masam, tetapi toleran terhadap basa. Aktinomycetes mempunyai peranan penting pada pH tinggi, yaitu dapat melapukan berbagai substrat karbon dalam bentuk polimer yang resisten seperti khitin, selulosa dan hemiselulosa. Pada pH netral atau masam, proses pelapukan ini umumnya dilakukan oleh bakteri dan atau fungi (Handayanto 2007).

2.2.4 Protozoa

(15)

5 Berdasarkan bentuknya protozoa dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu ciliate, amoeba dan flagelata (Martinez 1985 dalam Handayanto 2007).

Di dalam tanah, protozoa umumnya hanya ditemui pada lapisan atas tanah (kedalaman 15 - 20 cm), karena katergantungan protozoa pada mikroba yang digunakan sebagai makanannya. Secara umum, tanah dengan kandungan liat tinggi mengandung lebih tinggi jumlah protozoa ukuran kecil (flagelata dan amoeba telanjang) sedangkan tanah bertekstur kasar lebih banyak mengandung flagelata besar, amoeba dua jenis dan ciliate (Madigan et al. 2000).

Kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan protozoa adalah pada kondisi aerob, pH 3,5 - 9, tapi toleransinya bervariasi tergantung spesiesnya. Temperatur tinggi dapat membunuh protozoa karena protozoa merupakan organisme medofilik (memerlukan temperature sedang). Air diperlukan untuk protozoa berbentuk ciliate, sementara flagelata lebih tahan kering. Tidak adanya air atau makanan menyebabkan pembentukan kista sebagai mekanisme bertahan hidup. Protozoa dapat bertahun-tahun sebagai kista (Handayanto 2007).

2.2.5 Alga

Seperti halnya tanaman, alga umumnya menggunakan energi sinar matahari untuk membuat makanannya melalui proses fotosintesis. Alga menangkap energi matahari dan menghasilkan lebih banyak oksigen (produk samping fotosintesis) dibandingkan tanaman. Oleh karena itu alga dianggap sebagai organisme fotosintesis terpenting di bumi. Bersama-sama protozoa dan hewan kecil lainnya dalam air membentuk suatu komunitas yang disebut ‘plankton’ sebagai sumber utama energi dan makanan untuk ikan dan hewan air lainnya. Alga juga menghasilkan sejumlah besar polisakarida ekstraseluler yang dapat berperan sebagai senyawa yang membantu agregasi tanah yang dapat memperbaiki struktur tanah, selain itu alga juga mempunyai kemampuan menambat nitrogen simbiotik maupun non-simbiotik dengan menggunakan enzim nitrogenase. Jumlah alga di dalam tanah umumnya 103 – 104 sel/g tanah. Jumlah alga bisa mencapai 108 sel/g tanah tergantung pada kondisi tanahnya. Alga membentuk simbiosis dengan fungi untuk membentuk lichen (Handayanto 2007).

Alga tanah dibagi menjadi tiga golongan umum, yaitu (1) hijau-biru; (2) hijau; dan (3) diatom. Alga golongan tumbuhan (hijau dan hijau-biru) umumnya berada pada lapisan tanah teratas. Alga diatom umumnya berada pada dasar perairan. Pertumbuhan alga sangat dipengaruhi oleh penambahan pupuk kandang (Supardi 1983).

2.3 Bahan Organik Tanah

(16)

6

Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara, membentuk agregat yang baik dan memantapkan agregat, dan mensuplai energi bagi organisme tanah. Selain dampak positif, penggunaan bahan organik dapat pula memberikan dampak yang merugikan. Salah satu dampak negatif yang dapat muncul akibat penggunaan bahan organik yang berasal dari sampah kota adalah meningkatknya logam berat yang dapat diasimilasi dan diserap tanaman, meningkatkan salinitas kontaminasi dengan senyawa organik (Stevenson 1994).

2.4 Unsur Hara

Hara atau nutrient adalah zat yang diserap tanaman untuk makanannya. Hara yang diserap ini dapat dalam bentuk molekul seperti CO2 dan H2O, dan ion.

Berdasarkan keesensialannya unsur hara yang dibutuhkan tanaman terbagi menjadi dua yakni unsur hara esensial dan unsur hara non-esensial atau beneficial. Unsur hara esensial merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh unsur lain, Sedangkan unsur beneficial adalah unsur tambahan yang tidak dibutuhkan oleh semua tanaman, namun perananya cukup penting pada tanaman tertentu. Misalnya pada tanaman jagung agar hasilnya berkualitas perlu ditambahkan unsur Al yang bisa diberikan pupuk ALPO4 (Alumunium fosfat) dalam jumlah tertentu. Bagi tanaman lain unsur Al

justru dapat menyebabkan keracunan, namun pada tanaman jagung toleran terhadap Al pada jumlah tertentu malah akan membantu meningkatkan produktivitasnya mendekati potensi genetisnya (Supardi 1983).

Unsur hara esensial terdiri atas unsur hara makro dan mikro. Tidak terpenuhinya salah satu unsur hara akan mengakibatkan tanaman tersebut tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S merupakan unusr-unsur yang termasuk ke dalam unsur hara makro. Unsur hara mikro terdiri atas Fe, Mn, Zn, Cu, Cl, Mo dan B (Leiwakabessy 2003).

2.4.1 Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi tanaman. Pada umumnya nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Bentuk N yang

diabsorpsi oleh tanaman berbeda-beda. Tanaman padi mengambil Ndalam bentuk NH4+, sedangkan tanaman-tanaman darat mengabsorpsi dalam bentuk NO3-.

Nitrogen yang diserap ke dalam tanaman kemudian diubah menjadi –N, NH, -NH2 yang kemudian diubah menjadi senyawa yang lebih kompleks dan menjadi

protein (Leiwakabessy 2003).

(17)

7

2.4.2 Fosfor (P)

Fosfor termasuk ke dalam unsur hara makro. Fosfor merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder

(HPO42-). Absorpsi ion-ion tersebut dipengaruhi oleh pH di dalam tanah

(Leiwakabessy 2003).

Masalah yang sering dijumpai pada unsur P adalah jumlahnya yang relatif sedikit di dalam tanah dan adanya fiksasi P. Fiksasi P di dalam tanah menyebabkan ketersediaan P menurun dan menimbulkan gejala kekurangan di dalam tanah. Serapan P yang normal akan berlangsung selama kemasaman tanah tidak terlalu tinggi. Pengikatan P dapat ditekan serendah-rendahnya dengan mempertahankan pH tanah sekitar 6 dan 7 (Supardi 1983).

2.4.3 Kalium (K)

Kalium merupakan unsur hara mineral yang paling banyak dibutuhkan tanaman setelah nitrogen. Jumlah K yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai 200 kg K/ha tergantung jenis tanaman dan besar produksi. Kalium dalam tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti K-feldspar, muskovit, biotit dan flogopit. K juga terdapat pada mineral-mineral liat seperti ilit, khlorit, vermikulit dan mineral-mineral interstratified (vermikulit-kholrit, montmorilonit-khlorit, dan lain-lain). Sedangkan untuk sumber pupuk K diambil dari endapan-endapan garam K seperti mineral sylvite, glaserite, niter dan sebagainya (Leiwakabessy 2003).

Beberapa peranan K yang diketahui antara lain adalah dalam : (1) pembelahan sel; (2) fotosintesis (pembentukan karbohidrat); (3) translokasi gula; (4) reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein dan (5) dalam aktivitas enzim. Kalium juga diketahui merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat pada cairan sel, mungkin dalam fungsi mengatur keseimbangan garam-garam. Dengan kata lain K mengatur tekanan osmotik dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kurang K akan kurang tahan terhadap kekeringan diandingkan dengan tanaman yang cukup K. Tanaman yang kurang K lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya lebih buruk (Leiwakabessy 2004).

2.4.4 Magnesium (Mg)

(18)

8

Kebutuhan akan pupuk Mg semakin hari semakin banyak sejalan dengan pemanfaatan lahan-lahan marjinal untuk pertanian dan sejalan pula dengan penggunaan teknik diagnosis status hara yang semakin popular dalam produksi pertanian Pupuk Mg dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu yang larut air dan yang tidak/sedikit larut air. Pupuk Mg yang larut air diantaranya adalah Magnesium sulfat (MgSO4), Magnesium klorida (MgCl2), dan Magnesium nitrat

(Mg(NO3)2). Sedangkan untuk pupuk Mg yang sukar larut air diantaranya adalah

Magnesium oksida, batu kapur magnesium, dan Thomas phosphate (Leiwakabessy 2004).

2.4.5 Natrium (Na)

Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke- 6 setelah Ca, yaitu 2,75%, yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid- koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen -komponen dominan dari garam- garam larut yang ada. Pada tanah- tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah 2005).

Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat membantu penyerapan natrium ke lapisan tanah di bawah tapak bajak. Tingkat natrium dapat tukar yang tinggi dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh naiknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan (Leiwakabessy 2004).

2.4.6 Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan unsur hara sekunder seperti magnesium dan belerang. Karena dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dari nitrogen, fospor dan kalium. Kadar kalsium dalam tanah sangat bervariasi. Kadar kalsium dalam tanaman umumnya berkisar antara 0.2-4% kalsium. Kadar Ca dalam larutan tanah biasanya 10 kali kadar K tetapi serapannya jauh lebih rendah, karena Ca hanya dapat diserap oleh ujung-ujung akar muda dimana dindind-dindind endodernisnya belum menebal. Ca penting untuk pembentukan lamella tengah dari sel-sel dan juga berperan dalam pemanjangan sel, perkembangan merismatik jaringan dan sintesa protein. Kelebihan Ca dapat mendorong kekurangan boron (Leiwakabessy 2003).

2.5 Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers)

(19)

9 meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 – 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui pada daerah lereng gunung (Heyne 1987).

Hampir semua bagian tanaman Kilemo dapat menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri terbanyak dihasilkan dari bagian daun, kulit batang dan buah. manfaat dari minyak Kilemo sangat banyak terutama untuk industry farmasi, wangi-wangian, bahan tambahan makanan dan minuman, bahan sabun dan bahan pencampur vitamin yang larut dalam lemak, antara lain vitamin A dan D (Heyne 1987)

.

Gambar 1. Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) berumur 2 tahun

III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan antara bulan Mei sampai bulan Oktober 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, dan Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel tanah diambil dari rizosfer tanaman Kilemo yang ditanam di Hutan Penelitian Cikole, Lembang.

3.2 Alat dan Bahan

(20)

10

Kilemo, pupuk daun, NPK, pupuk organik, ammonium acetat, H2SO4 pekat,

larutan Bray-1, asam borat, larutan fisiologis, media untuk isolasi dan seleksi mikrob yaitu media pertumbuhan total mikrob (Nutrient Agar), media pertumbuhan fungi (Martin Agar), media pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat (Picovskaya).

3.3 Metode Penelitian

Pada tanaman Kilemo yang berumur 2 tahun dilakukan pemupukan dengan perlakuan seperti pada Tabel 1. berikut :

Tabel 1. Kode perlakuan pada masing-masing jalur

Kode Perlakuan

Perlakuan

A pupuk organik+pupuk daun

B NPK+pupuk daun

C pupuk organik+NPK+pupuk daun

D pupuk organik

E pupuk organik+NPK

F pupuk daun

G NPK

H Kontrol

(21)

11

Gambar 2. Bagan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilakukan dengan 3 ulangan

Gambar 3. Contoh pemupukan pada perlakuan dengan menggunakan NPK

3.3.1 Analisis Pendahuluan

Sebelum dilakukan perlakuan dilakukan analisis terlebih dahulu sifat kimia dan biologi dari tanah di sekitar rizosfer Kilemo sesuai dengan tanaman sampel yang akan diberi perlakuan. Analisa kimia meliputi pH, N-Total, P-tersedia, P-total, C-organik, KTK, KB dan basa-basa (Ca, Mg, K dan Na) (seperti pada prosedur dalam lampiran), sedangkan analisa biologi meliputi total mikroorganisme, total fungi dan total mikroorganisme pelarut fosfat (MoPP).

3.3.2 Penetapan Total Mikroorganisme, Total Fungi dan Total MoPP

Prosedur penetapan total mikroorganisme, total fungi dan total MoPP terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

a. Persiapan Seri Pengenceran

1. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 90 ml larutan fisiologis (0,85 g NaCl per liter aquades) dan tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis disiapkan.

(22)

12

3. Kemudian diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 120oC, dinginkan sebelum digunakan lebih lanjut. Untuk penetapan jumlah mikroorganisme total, biasanya digunakan pengenceran seper 104 sampai seper 107 (biasanya ditulis 10-4 dan 10-7)

4. 10 g contoh tanah ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam erlenmeyer berisi 90 ml larutan fisiologis, dikocok dengan menggunakan shaker selama 20 menit. Maka diperoleh larutan mikroorganisme dengan pengenceran 10 kali atau 10-1.

5. 1 ml biakan dipipet dan dimasukan ke dalam 9 ml larutan fisiologis yang telah disiapkan hingga diperoleh larutan mikroorganisme dengan pengenceran 100 kali atau 10-2. Kemudian larutan tersebut dikocok hingga diperoleh suspensi mikroorganisme yang homogen.

6. 1 ml biakan 10-2 dipipet dan dimasukan ke dalam 9 ml larutan fisiologis yang telah disiapkan sehingga didapat larutan mikroorganisme dengan pengenceran 1000 kali atau 10-3. Kemudian dikocok hingga diperoleh suspensi mikroorganisme yang homogen. Perlakuan tersebut diulangi sampai diperoleh larutan mikroorganisme dengan pengenceran seper 107 atau biasa ditulis 10-7.

b. Pernyiapan Media

1. Media pertumbuhan total mikrob (Nutrient Agar)

a). Agar Nutrien ditimbang 28 g kemudian dilarutkan di dalam 1,0 liter aquades.

b). Media tersebut diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 120oC. c). Media tersebut siap dipakai.

2. Media pertumbuhan fungi (Martin Agar)

a). 1 g KH2PO4, 0,05 MgSO4.7H2O, 5 g pepton, 10 g dektrose dan 20 g

agar ditimbang.

b). Bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam 1 liter aquades dengan dipanaskan secara perlahan-lahan

c). Kemudian antibiotic (rose bengal) ditambahkan ke dalam media. d). Media tersebut diautoklaf selama 15 menit pada temperatur 120oC. e). Media tersebut dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi 1 ml

suspensi tanah dengan berbagai tingkat pengenceran. 3. Media pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat (MoPP)

a). 10 g glukosa, 5 g Ca3(PO4)2, 0,5 g (NH4)2SO4, 0,2 g KCl, 0,1 g

MgSO4.7H2O, 0,5 g yeast extract, 20 g agar ditimbang, kemudian

berikan sedikit MnSO4 dan FeSO4.

b). Bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam 1 liter aquades.

c). Media tersebut diautoklaf selama 15 menit pada temperatur 120oC. d). Media tersebut siap dipakai.

c. Isolasi dan Pengamatan

1. Dibuat seri pengenceran seperti yang dijelaskan pada tahap 2.

(23)

13 3. Media yang telah disiapkan tersebut kemudian didinginkan sampai temperatur media tersebut sekitar 40-45oC. Jumlah media yang dituang ke cawan petri berkisar antara 10-15 ml.

4. Setelah media benar-benar padat, kemudian diinkubasi pada temperatur 37oC. Cawan petri diletakan terbalik pada inkubator, agar uap air tidak menempel pada penutup cawan petri.

d. Penghitungan Total Mikroorganisme dengan Metode Plete Count

1. Pengamatan dilakukan setelah 3 hari inkubasi untuk bakteri dan fungi yang tumbuhnya cepat.

2. Perhitungan dari hasil. Rata-rata jumlah koloni per cawan petri dikalikan dengan faktor pengenceran untuk mendapatkan jumlah mikroorganisme total per gram contoh (tanah) kering udara. Hasil ini dikonversikan ke jumlah mikroorganisme di dalam 1 gram tanah kering mutlak dengan memperhitungkan kadar air tanah.

e. Identifikasi Mikroorganisme Rizosfer Dominan

Koloni yang sering muncul selanjutnya dianggap sebagai mikroorganiisme yang paling dominan. Koloni tersebut kemudian diidentifikasi secara morfologi dan fisiologi terbatas. Adapun pengamatan yang dilakukan meliputi :

1. Morfologi, yaitu bentuk, warna, tepi koloni (makroskopis) dan bentuk sel, ukuran (mikroskopis).

2. Fisiologis terbatas, yaitu pewarnaan gram.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Karakteristik Tanah Awal

Hasil analisis kimia dan biologi ke-8 sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini.

Tabel 2. Sifat kimia awal tanah pada rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers)

Perlakuan pH C-org

N-total P tersedia

P

Total KTK Ca Mg K Na KB

(%)

(%) (ppm) (me/100g)

A 6.7 6.1 0.5 2.0 503.6 45.0 6.5 9.8 0.5 0.9 39.2

B 6.7 6.1 0.6 1.8 295.4 56.7 3.4 5.1 0.3 0.5 16.5

C 7.0 6.4 0.5 1.7 585.1 41.9 8.7 9.8 0.8 0.8 47.9

D 6.9 5.6 0.6 1.9 416.3 53.6 4.4 4.2 0.4 0.4 17.7

E 6.5 5.7 0.7 1.7 579.0 51.9 4.4 3.7 0.4 0.4 17.3

F 6.6 5.6 0.7 1.7 427.5 63.0 4.3 6.2 0.5 0.8 18.8

G 6.7 4.0 0.7 2.0 529.4 62.6 7.5 7.9 0.6 0.5 26.4

(24)

14

Hasil analisis awal yang didapat apabila merujuk pada kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Pusat Penelitian Tanah (1983), maka tanah pada lokasi penelitian memiliki nilai pH yang bersifat netral, karena berada dalam rentang pH 6.6-7.5. Kandungan C-organik yang ada menurut PPT (1983) pada area tersebut tergolong sangat tinggi yaitu diatas 5%., untuk kandungan N-total pada tanah itu sendiri secara umum termasuk pada kategori tinggi (0.51-0.75%). Secara umum kandungan fosfat tersedia (P2O5-Bray) dapat diketahui bahwa tanah tersebut

memiliki besaran nilai dibawah 10 ppm, nilai tersebut merupakan jumlah yang sangat rendah di dalam tanah.

Nilai KTK yang didapat pada analisa awal ini termasuk pada kategori yang sangat tinggi, dengan besaran nilai KTK diatas 40 me/100g. Kandungan basa-basa seperti Ca dan Mg hasil yang di dapat secara umum adalah Ca berkisar antara 3.4 – 8.5 me/100g, dan Mg berkisar antara 3.7 – 9.8 me/100g. Nilai Ca yang didapat secara umum termasuk pada kategori rendah (2 - 5 me/100g) dan sedang (6 - 10 me/100g), sedangkan untuk Mg nilai yang didapat termasuk tinggi (2.1 – 8.0 me/100g) dan sangat tinggi untuk dua perlakuan (>8 me/100g) di dalam tanah. Kandungan K pada hasil analisa awal ini termasuk ke dalam kategori sedang (0.4 – 0.5 me/100g) dan tinggi (0.6 – 1.0 me/100g), sedangkan nilai Na termasuk pada kategori sedang (0.4 – 0.7 me/100g) dan tinggi (0.8 – 1.0 me/100g). Berdasarkan nilai basa-basa tersebut maka dapat diketahui secara umum nilai kejenuhan basa dari tanah tersebut sangat bervariasi mulai dari sangat rendah (<20 %) hingga sedang (36 - 50%).

SPK : satuan pembentuk koloni, BKM : Berat Kering Mutlak

(25)

15 Jumlah biomasa total mikroorganisme yang didapat pada penelitian ini termasuk jumlah yang baik di dalam tanah dalam menunjang produktivitasnya (1.31 x 108 SPK/g BKM). Tanah produktif umumnya mengandung antara 100 juta sampai 1 milyar (108– 109) bakteri per gram tanah kering. Jumlah total fungi yang didapat pada penelitian ini termasuk rendah (0.2 x 104 SPK/g BKM). Pada tanah yang beraerasi baik jumlah fungi dapat mencapai 1 x 106 SPK/g BKM.

4.1.2 Perubahan Sifat Kimia Tanah Setelah Diberikan Perlakuan

Perlakuan pemberian pupuk menghasilkan pengaruh yang berbeda-beda terhadap sifat kimia tanah, baik pH, ketersediaan unsur-unsur hara makro (N, P, K), basa-basa (Ca, Mg, Na), KTK, KB maupun C-organik.

4.1.2.1 Perubahan Nilai pH

Setelah dilakukan beberapa perlakuan terhadap tanah dapat terlihat adanya beberapa perubahan nilai pH. Perubahan nilai pH yang terjadi terlihat relatif sedikit menurun tetapi nilai pH yang didapat masih berkisar netral, yaitu sekitar 5-7, hal tersebut dapat terlihat dari Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis statistik

(26)

16

Gambar 5. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai N-total (%) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga

Secara umum setelah diberikan perlakuan terhadap tanah terjadi penurunan nilai N-total pada tanah. Penurunan nilai N total tanah juga terjadi pada kontrol.

4.1.2.3 Ketersediaan P tersedia dan P total tanah

Hasil dari diberikannya beberapa perlakuan terhadap tanah dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan nilai P-tersedia. Dimana nilai P tersedia tertinggi didapat pada perlakuan dengan menggunakan pupuk organik. Hasil analisis statistik P-tersedia memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (terlihat di dalam Lampiran 6.).

Gambar 6. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai P-tersedia (ppm) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga

(27)

P-17 total yang didapat setelah diberikannya perlakuan mengalami kenaikan. Nilai P-total tertinggi didapat pada perlakuan dengan menggunakan pupuk daun. Hasil analisis statistik P-total memberikan hasil yang berbeda nyata (terlihat di dalam Lampiran 6.).

Tabel 4. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai P-total (ppm) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga

Perlakuan P total (ppm) bulan ke-

0 1 2 3 dilakukan beberapa perlakuan secara umum relatif stabil. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan unsur hara dan perbaikan sifat tanah. Hasil analisis statistik C-organik memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (terlihat di dalam Lampiran 6.).

Gambar 7. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai C-organik (%) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

(28)

18

4.1.2.5 Perubahan Nilai Kapasitas Tukar Kation

Secara umum nilai KTK yang didapat relatif meningkat (Gambar 8.). Hasil analisis statistik untuk KTK memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (terlihat di dalam Lampiran 6.).

Gambar 8. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai KTK (me/100g) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga

4.1.2.6 Ketersediaan Basa-basa (Ca, Mg, K dan Na)

Ketersediaan basa merupakan hal yang penting di dalam kesuburan tanah. Secara umum nilai ketersediaan basa-basa di dalam tanah setelah dilakukan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 9. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Ca (me/100g) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

(29)

19

Gambar 10. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Mg (me/100g) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

Gambar 9. dan Gambar 10. menunjukan bahwa secara umum nilai Ca dan Mg yang didapat untuk semua perlakuan mengalami kenaikan. Perlakuan yang diberikan secara umum menurunkan nilai ketersediaan K di dalam tanah (Gambar 11.), begitu pula nilai Na (Gambar 12.).

Gambar 11. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai K (me/100g) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

(30)

20

Gambar 12. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai Na (me/100g) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

4.1.2.7 Perubahan Nilai Kejenuhan Basa (KB)

Secara umum pemberian perlakuan memiliki kecenderungan menurunkan KB tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, hal ini bisa dilihat pada Tabel 5. di bawah ini.

Tabel 5. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai KB (%) tanah pada awal hingga perlakuan ketiga.

Perlakuan KB (%) bulan ke-

4.1.3 Perubahan Sifat Biologi Tanah Setelah Pemberian Perlakuan

Secara umum pemberian pupuk dapat meningkatkan jumlah populasi mikrob pada tanah. Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15. berturut-turut menunjukan peningkatan jumlah populasi total mikroorganisme, fungi dan MoPP.

(31)

21

Gambar 13. Pengaruh pemberian pupuk terhadap Total Mikroorganisme (x 106 SPK/g BKM)

Gambar 14. Pengaruh pemberian pupuk terhadap Total Fungi (x 104 SPK/g BKM)

(32)

22

Gambar 16. Contoh isolat mikrob pada bulan ke 3 pada masing-masing perlakuan pemupukan

4.1.4 Mikroorganisme Dominan Pada Tanah

Mikroorganisme dominan ditentukan secara mikroskopis dan diambil jenis mikrob paling dominan. Secara mikroskopis mikroorganisme dominan yang berada pada tanah ini adalah Streptococcus sp.. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 6. Hasil Identifikasi Mikroorganisme Dominan Pada Isolat Kriteria Hasil Identifikasi

Morfologi Koloni :

Elevasi Cembung

Bentuk koloni Tidak beraturan

Warna Putih susu

Tepi Koloni Tidak rata Pewarnaan Gram Positif Morfologi Sel :

(33)

23

Gambar 16. Foto mikroskopis identifikasi mikroorganisme Streptococus sp. (Perbesaran 400x)

4.2 Pembahasan

Hasil analisis beberapa sifat kimia dan biologi di tanah pada rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) menunjukan bahwa pemberian pupuk organik cenderung mengakibatkan peningkatan jumlah populasi mikroorganisme (terlihat pada Gambar 12.). Hal ini dikarenakan bahan organik merupakan sumber energi dan sumber C bagi mikrob (Alexander 1991). Peningkatan jumlah bahan organik menyebabkan peningkatan populasi mikroorganisme karena mikroorganisme pada penelitian ini termasuk mikroorganisme heterotof. Ketersediaan bahan organik berkorelasi positif dengan jumlah populasi mikroorganisme di dalam tanah sehubungan dengan ketersediaan energi bagi mikroorganisme.

Pemberian bahan kimia pada penelitian ini cenderung menurunkan jumah populasi mikroorganisme pada tanah (Gambar 12.). Hal ini diduga karena zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi. Energi untuk mikroorganisme tanah menjadi tidak tersedia sehingga mengurangi dan menekan populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanah yang sangat bermanfaat bagi tanaman (Simalango 2009).

Penambahan pupuk pada tanah menyebabkan penurunan nilai pH tanah, yaitu menjadi sekitar 5.6-6.5 (agak masam). Menurut Supardi (1983), nilai pH tanah berkorelasi dengan nilai Ca dan Mg. Pada reaksi ini sejumlah asam karbonat dan asam lainnya dibentuk bersamaan dengan dilapuknya bahan organik. Ion hidrogen mulai menggantikan basa-basa tersebut yang berada pada kompleks jerapan sehingga pH menurun. Pertukaran itu terjadi sebagai akibat aksi massa dan juga ion hidrogen diikat lebih kuat oleh kompleks jerapan dibandingkan dengan kalsium dan magnesium. Reaksi tersebut dapat dilukiskan melalui reaksi sederhana dibawah ini :

Ca2+ - misel + 2 H+ 2 H+ - misel + Ca2+

K+ - misel + H+ H+ - misel + K+

(34)

24

pengaruh tidak langsung terhadap ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan dan unsur-unsur yang beracun. Keadaan tanah dengan reaksi sedang (pH 6.6 – 7.5) merupakan suasana yang baik untuk tanaman, karena keadaan kimia maupun biologi berada pada keadaan optimum.

Pemberian pupuk pada tanaman kilemo memberikan pengaruh terhadap ketersediaan unsur N di dalam tanah. Jumlah N-total yang didapat setelah diberikannya pupuk pada tanah secara umum mengalami penurunan nilai N-total Pemberian pupuk daun merupakan perlakuan yang mengakibatkan penurunan ketersediaan unsur N terbesar dalam tanah dengan nilai N-total pada awal yaitu 0.68% menjadi 0.39% (Gambar 4.).

Pemberian pupuk daun pada penelitian ini sama sekali tidak memberikan masukan unsur N ke dalam tanah karena dalam pupuk daun sama sekali tidak mengandung unsur N (terlihat pada Lampiran). Penambahan unsur N ke dalam tanah hanya terbatas atas masukan unsur N yang terdapat pada udara (gas N2) dan

bahan organik tanah tersebut, sedangkan tanaman menggunakan N untuk pertumbuhan secara terus-menerus.

Penurunan ketersediaan unsur N dalam tanah juga terjadi pada perlakuan kontrol, tetapi tidak sebesar penurunan nilai ketersediaan unsur N pada perlakuan dengan pemberian pupuk daun. Selain digunakan oleh tanaman, penurunan ini mungkin saja terjadi karena adanya volatilisasi dimana kehilangan itu dibantu dengan adanya drainase yang buruk dan aerasi terbatas. Hasil penelitian yang dilakukan Allison (1955) menunjukan bahwa 20% dari nitrogen yang ditambahkan pada tanah dalam bentuk pupuk buatan, pupuk kandang dan sebagainya, tidak dapat ditemukan pada tanaman dan air drainase (Supardi, 1983). Kadar N-total tanah berbanding lurus dengan kadar bahan organiknya. Dengan demikian maka penurunan kadar organik secara umum ikut mempengaruhi ketersediaan unsur N dalam tanah (Leiwakabessy 2003).

Secara umum fosfat di dalam tanah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bentuk P-organik dan P-anorganik. Jumlah kedua bentuk ini disebut P-total. Bentuk yang tersedia bagi tanaman atau jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil yang ada di dalam tanah (Leiwakabessy 2003). Nilai P-total yang didapat dari hasil analisis merupakan nilai P-potensial yang ada di dalam tanah, tetapi nilainya mendekati kadar P-total tanah. Pengukuran P-total tanah dilakukan dengan menggunakan pengekstrak HCl 25%. Secara umum kadar P-total di dalam tanah setelah diberikan perlakuan meningkat. Peningkatan kadar P-total terbesar dapat terlihat pada perlakuan dengan pemberian pupuk daun, yaitu dari 427.5 ppm pada awal perlakuan menjadi 1241.6 ppm setelah perlakuan ketiga. Selanjutnya pada perlakuan dengan pemberian NPK (529.4 – 974.3 ppm).

(35)

25 pada perlakuan dengan pupuk organik yaitu, 1.60 ppm. Hal ini mungkin terjadi karena nilai P-total didalam tanah pada perlakuan NPK plus pupuk daun memiliki nilai yang terkecil diantara perlakuan yang lain, sehingga MoPP yang ada di dalam tanah jumlahnya meningkat sehubungan dengan aktivitasnya untuk menaikan kadar P-tersedia tanah.

Peningkatan kadar P-total di dalam tanah disebabkan adanya penambahan masukan unsur P ke dalam tanah. Tetapi penambahan unsur P tersebut dalam tanah cenderung diikat oleh kompleks jerapan tanah sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Tanaman menggunakan P secara terus menerus, tetapi P dalam tanah lambat tersedia. Sehingga secara keseluruhan P-total tanah meningkat, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan kadar P-tersedia tanah. Kadar P-tersedia cenderung mengalami penurunan.

Pada tanah Andosol kadar P rendah karena terfiksasi kuat dan sukar mengalami peptisasi (Munir 1995). Pada tanah yang kaya akan mineral amorf seperti alofan dan imogolit (tanah Andosol), P difiksasi selain oleh permukaan luar juga oleh permukaan dalam dari mineral amorf tersebut. Dengan demikian maka fiksasi P tanah Andosol paling tinggi dibandingkan tanah lainnya (Nursyamsi 2005). Dalam analogi dengan potensial air tanah, potensial fosfat (P total) yang tinggi menunjukan ketersediaan P yang lebih rendah bagi tanaman. Oleh karena ketersediaan P bagi tanaman berkaitan dengan kelarutan P, potensial P dapat digunakan untuk membuat prediksi tak langsung ketersediaan P bagi tanaman (Kim H. 1991).

Mineral alofan memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi dan bervariasi dengan pH. Hal ini terlihat dari hasil analisis secara umum nilai kapasitas tukar kation (KTK) bernilai sangat tinggi, yaitu >40 me/100g. Pertukaran kation pada kebanyakan tanah berubah dengan pH. Dengan menaiknya pH, hidrogen yang diikat oleh sisa koloid organik dan inorganik berionosasi dan dapat digantikan. Ion hidroksi alumunium juga akan keluar sehingga kapasitas tukar kation akan naik. Nilai KTK dipengaruhi juga oleh tekstur, dimana makin halus tekstur tanah maka semakin tinggi nilai KTK. Tanah bertekstur halus mengandung lebih banyak liat dan lebih banyak humus (Supardi 1983). Nilai KTK juga dipengaruhi oleh

Kapasitas tukar kation (KTK) tanah dipengaruhi oleh sumber muatan koloid tanah. Mineral liat tipe 2:1 memiliki KTK 30 (illit), 144-207 (vermikulit), dan 70 me/100 g (smektit). Sementara itu mineral lainnya yang didominasi oleh sumber muatan variabel mempunyai KTK 1-10 (kaolinit), 20-50 (alofan) dan 135 me/100g (imogolit) (Tan 1998 dalam Nursyamsi 2005).

(36)

26

plus pupuk daun, yaitu dari 47.9% pada awal perlakuan menjadi 16.1% setelah tiga kali dilakukan perlakuan. Pada daerah dengan curah hujan tinggi (humid) calcium dan garam lainnya mudah tercuci dari tanah. Keadaan ini menyebabkan kehilangan basa-basa dari kompleks jerapan, sehingga tanah bereaksi masam dan kejenuhan basa tanah menurun (Supardi 1983).

Kalium merupakan satu-satunya kation monovalent yang esensial bagi tanaman dan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman setelah nitrogen. Peranan utama dari K dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim. Ketersediaan (K) di dalam tanah berlawanan dengan P. Kadar K-total di dalam tanah tinggi pada sebagian besar tanah mineral tetapi K yang dapat dipertukarkan sedikit sehingga ketersediaannya kecil di dalam tanah (Supardi 1983). Secara umum pemberian beberapa perlakuan pada penelitian ini mengakibatkan penurunan nilai K. Nilai K tertinggi didapat pada perlakuan pupuk daun, yaitu 0.55 me/100g. Kehilangan K di dalam tanah disebabkan karena pencucian dan terangkut tanaman. Tanaman cenderung menyerap K jauh lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya dibutuhkan. Kecenderungan ini disebut pemakaian berlebihan, dimana kenaikan penyerapan K oleh tanaman tidak lagi diikuti oleh bertambahnya produksi (Supardi 1983).

Secara umum nilai Na pada penelitian ini mengalami penurunan setelah diberikannya perlakuan. Nilai penurunan Na tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk daun, yaitu dari 0.9 me/100g menjadi 0.4 me/100g. Nilai Na tertinggi didapat pada perlakuan NPK (0.7 me/100g). Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin. Tingkat natrium dapat tukar yang tinggi dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh naiknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan. Namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur (gipsum) (Hanafiah 2005).

Kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) meupakan unsur esensial sekunder karena dibutuhkan karena dibutuhkan lebih sedikit dari unsur esensial primer. Perlakuan dengan menggunakan pupuk organik menaikan kadar Ca paling tinggi diantara perlakuan lain (4.4 – 11.9 me/100g). Perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk daun menaikan kadar Mg tertinggi (9.8 – 11.1 me/100g). Secara umum terdapat korelasi yang erat antara pH dengan Ca-dd, dimana kenaikan nilai Ca-dd berkorelasi positif dengan menaiknya pH tanah. Ketersediaan Mg dipengaruhi oleh pH. Peningkatan pH karena dikapur dengan menggunakan dolomit menyebabkan pada mula-mula kadar Mg2+ dalam larutan akan bertambah. Apabila pH meningkat mendekati netral kadarnya akan kembali berkurang. Antagonisme Ca - Mg biasanya terjadi apabila salah satu unsur terdapat dalam jumlah relatif jauh lebih kecil daripada yang lain (Leiwakabessy 2003). Kadar K, Na, Ca dan Mg di dalam tanah mempengaruhi nilai persentase KB tanah, dimana penurunan ketersediaan basa-basa tersebut mengakibatkan penurunan persentase KB.

(37)

27 penurunan nilai C-organik, tetapi menurut PPT (1983) nilai C-organik masih termasuk tinggi (3.01 – 5.00%). Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman dan menyediakan bahan energi bagi organisme tanah. Jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman dan populasi organisme tanah juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan karena mempengaruhi jumlah bahan organik. Miller et al. (1985) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat penyediaan hara.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah mampu meningkatkan nilai kapasitas tukar kation, menambah ketersediaan unsur hara, mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan kelarutan P dalam tanah. Bahan organik juga sangat berperan dalam meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tersedianya bahan organik di dalam tanah mempengaruhi populasi dan jenis mikroflora (cendawan, lumut, bakteri, ganggang, aktinomisetes) di dalamnya (Ernawati 2008).

Ketersediaan bahan organik berkorelasi positif dengan jumlah populasi mikroorganisme di dalam tanah. Makin tinggi kadar bahan organik dalam tanah maka jumlah populasi mikroorganisme dalam tanahpun semakin tinggi. Jumlah total mikroorganisme terbesar didapat pada perlakuan pemberian pupuk organik, yaitu 1.88 x 108 SPK/g BKM tanah Sedangkan jumlah total mikroorganisme terkecil didapat pada perlakuan pemberian NPK, yaitu 6.13 x 107 SPK/g BKM tanah. Populasi mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain suhu, kelembaban, aerasi dan sumber energi (Supardi 1983).

Pada perlakuan dengan pemberian pupuk organik, jumlah C-organik yang didapat setelah 3 bulan pemberian perlakuan adalah 5.7%. Nilai C-organik pada perlakuan pupuk organik masih dibawah nilai C-organik pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan NPK (5.8%), tetapi jumlah populasi total mikroorganisme pada perlakuan pupuk organik lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan pupuk organik yang dikombinasikan dengan NPK. Hal ini diakibatkan oleh adanya pengaruh bahan kimia pada NPK yang menyebabkan zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi dan menurunkan ketersediaan suplai energi bagi mikroorganisme. Beberapa bahan kimia seperti logam berat digunakan sebagai antimikroorganisme oleh karena dapat mempresipitasikan enzim – enzim atau protein essensial dalam sel. Logam – logam yang sering dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu. Daya antimikroorganisme dari logam berat, dimana pada konsentrasi yang kecil saja dapat membunuh mikroorganisme dinamakan daya oligodinamik (Schlegel 1994).

(38)

28

daun didapatkan nilai akhir fungi tertinggi, yaitu 9 x 103 SPK/g BKM tanah. Fungi berkembang lebih baik pada suasana masam, dimana persaingan bakteri atau aktinomysetes terbatas. Pada kondisi masam, fungi memiliki peranan penting pada proses pelapukan bahan organik karena hanya sedikit bakteri dan aktinomysetes yang toleran terhadap masam. Sehingga bila tidak karena fungi, maka pelapukan bahan organik pada kondisi masam tidak akan terjadi. Keadaan optimum bagi perkembangan fungi yaitu antara pH 4.5 – 5.5. Nilai pH secara umum pada semua perlakuan adalah 5.6 – 7 sehingga pertumbuhan fungi kurang optimum. Selain itu fungi tumbuh pada kondisi tanah beraerasi baik sehingga tekstur berpengaruh terhadap populasi fungi. Secara umum tanah pada percobaan ini memiliki tekstur yang halus dimana aerasinya buruk sehingga menyebabkan jumlah fungi sedikit.

Pada tanah yang mempunyai nilai kapasitas tukar kation tinggi dapat merangsang kegiatan bakteri. Adanya perangsangan ini diduga karena sifat kimia, dimana dengan meningkatnya kapasitas tukar kation dan dapat mengontrol pH dengan cara menggantikan ion-ion hidrogen yang diproduksi oleh metabolisme mikroba dengan kation-kation basa dari kompleks pertukarannya (Tedja 1988).

Disamping total mikroorganisme dan total fungi, dihitung pula total mikroorganisme pelarut fosfat (MoPP) di dalam tanah. Jumlah populasi total MoPP tertinggi didapat pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun, yaitu 8.8 x 104 SPK/g BKM tanah dimana nilai P-tersedianya adalah 1.34 ppm. Meskipun pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun memiliki jumlah populasi MoPP tertinggi, tetapi nilai ketersediaan P tertinggi didapat pada perlakuan dengan pupuk organik yaitu, 1.60 ppm. Hal ini mungkin terjadi karena nilai P-total didalam tanah pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun memiliki nilai yang terkecil diantara perlakuan yang lain, sehingga MoPP yang ada di dalam tanah jumlahnya meningkat sehubungan dengan aktivitasnya untuk menaikan kadar P-tersedia tanah. Berbeda pada perlakuan dengan pemberian pupuk organik yang mempunyai nilai P-total yang sudah agak tinggi dibandingkan dengan perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun. Sehingga jumlah MoPP pada perlakuan pupuk organik kurang mengalami peningkatan sebesar pada perlakuan NPK yang dikombinasikan dengan pupuk daun.

Pertumbuhan MoPP sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam (pH 5-5,5), aktivitas mikroorganisme didominasi oleh kelompok fungi (Waksman dan Starkey 1981). Sebaliknya pertumbuhan kelompok beakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. Secara umum bakteri pelarut fosfat yang dominan dari rizosfer termasuk ke dalam golongan mikroorganisme aerob pembentuk spora (Taha et al. 1969). Keberadaan MoPP berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya.

(39)

29 identifikasi secara morfologi maka mikroorganisme dominan yang dapat ditemukan di tanah Andosol Lembang pada tanaman Kilemo adalah Streptococcus sp. Pada medium NA modifikasi koloni Streptococcus sp. menyebar dengan pinggiran koloni tidak rata, berwarna putih buram, koloni berbentuk cembung dan berlendir, sel berbentuk kokus dan gram positif.

Populasi dan biodiversitas jasad hayati tanah tergantung pada aktivitas masing-masing golongannya, yang terutama dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu 1) cuaca, terutama curah hujan dan kelembaban; 2) kondisi atau sifat tanah, terutama kemasaman, kelembaban, suhu dan ketersediaan hara; dan 3) tipe vegetasi penutup lahan, misalnya hutan, belukar dan padang rumput (Hanafiah et al. 2003).

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pemberian pupuk organik cenderung meningkatkan jumlah populasi mikroorganisme.

2. Pemberian bahan kimia cenderung menurunkan jumah populasi mikroorganisme tanah.

3. Mikroorganisme dominan yang dapat ditemukan pada penelitian ini adalah Streptococus sp.

4. Secara umum nilai pH, N-total, P tersedia, K dan KB mengalami penurunan. Sedangkan nilai C-organik, P total, Ca, Mg dan KTK secara umum mengalami peningkatan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan memberikan perlakuan menggunakan dosis yang berbeda untuk pupuk yang digunakan, agar diketahui kadar pupuk kimia yang masih ditoleri oleh mikroorganisme tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Anas I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. IPB. Bogor.

Alexander M. 1991. Introduction to Soil Microbiology. Krieger Publishing Company. Malabar, Florida.

Clark FE. 1949. Soil Mikroorganisms and Plant Roots. Adv. Agrom. 1:241-288.

Ernawati R. 2008. Studi Sifat-sifat Kimia Tanah pada Tanah Timbunan Lahan Bekas Penambangan Batubara. Jurnal Teknologi Technoscientia 1(1) : 85-88.

(40)

30

Hanafiah KA. 2005. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

___________. 2003. Biologi Tanah Ekologi dan Makrobiologi Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta.

Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Ilmu Tanah, Faperta, IPB. Bogor.

Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Ilmu Tanah, Faperta, IPB. Bogor.

Munir M. 1995. Tanah-tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Malang.

Nursyamsi D, Suprihati. 2005. Sifat-sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan Kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays ), dan Kedelai (Glycine max). Bul. Agron. 33(3) : 40 – 47. Purwadi E. 2011. Batas Kritis Suatu Unsur Hara (N) dan Pengukuran Kandungan

Klorofil pada Tanaman.

http://www.masbied.com/2011/05/19/batas-kritis-suatu-unsur-hara-dan-pengukuran-kandungan-klorofil/ (diakses tanggal 2 November 2012) Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Per tumbuhan Tanaman.

Terjemahan. UI Press. Jakarta.

Richards BN. 1974. Introduction to the Soil Ecosystem. Longman Group Limited. London.

Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Simalango E. 2009. Dampak Pupuk Kimia.

http://eriantosimalango.wordpress.com/2009/06/03/dampak-pupuk-kimia/ (diakses tanggal 22 Oktober 2012)

Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Ilmu Tanah, Faperta, IPB. Bogor.

Sutandi A. 2011. Penuntun Praktikum Analisis Tanah. Ilmu Tanah, Faperta, IPB. Bogor.

Sutedjo MM, Kartosapoetra AG, Sastroatmodjo ADS. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta ; Rineka Cipta.

Taha SM, et al. 1969. Activity of Phosphate-Dissolving Bacteria in Egyptian Soils. Plant Soil 31(1): 149-160.

Tan KH. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Tedja I, Yadi S. 1988. Mikrobiologi Tanah. IPB. Bogor.

Waksman SA. 1963. Soil Microbiology. (4th Print). New York: John Wiley & Sons, Inc.

(41)

31

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

Jenis Pupuk Kandungan Dosis

Pupuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NPK N (15%), P (15%), K (15%) 200 g/pohon

Pupuk organik 500 g/pohon

Lampiran 2 Metodologi Analisis Kimia N, P, pH, C-organik, KTK dan basa-basa (Ca, Mg, K, dan Na):

a. Penetapan N-total

Contoh tanah ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian masukan ke dalam labu Kjeldahl, tambahkan 1 g selenium, 5 ml H2SO4 pekat dan 5 tetes paraffin cair,

destruksi selama 15 menit. Setelah itu sampel tersebut dipindahkan secara kualitatif ke dalam labu didih 500 ml, tambahkan 100 ml aquades dan 10 ml NaOH 50%, destilasi sampai kira-kira isi destilat 75 ml. Siapkan dalam erlenmeyer 10 ml asam borat dan 5 tetes indicator Conway sebagai penampung destilat. Kemudian destilat tersebut dititrasi dengan menggunakan HCl sampai erjadi perubahan warna dari hijau ke merah. Volume HCl digunakan dalam perhitungan untuk menetapkan N-total.

b. Penetapan P-tersedia dan P-total

Penetapan P-tersedia dilakukan dengan menggunakan metode Bray dan penetapan P-total menggunakan HCl 25%. Penetapan P-tersedia pertama-tama timbang 1,5 g contoh tanah, 15 ml larutan Bray-1 ditambahkan ke dalam botol berisi tanah dan kocok selama 30 menit. Hasil kocokan tersebut kemudian disaring. Pada penetapan P-total pertama 5 g tanah ditimbang dan ditambahkan 12,5 ml HCl 25% dan didiamkan semalam. Setelah itu dikocok selama 30 menit dan disaring ke dalam labu ukur 100 ml yang kemudian ditera dengan menggunakan aquades hingga 100 ml. Kemudian ekstrak baik dari P-tersedia dan P-total dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi. Ekstrak yang dipipet tersebut diberi 5 ml PB dan 5 tetes PC. Pada metode ini juga dibuat larutan deret standar ppm P, yaitu 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm. Semua larutan standar tersebut dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml PB dan 5 tetes PC.

c. Penetapan pH

Dalam penetapan pH tanah ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukan ke dalam botol dan ditambahkan aquades sebanyak 10 ml (1:1). Botol tersebut dikocok selama 30 menit. Setelah didiamkan beberapa saat kocokan tanah tersebut diukur pHnya dengan menggunakan pH meter.

d. Penetapan C-organik

Contoh tanah ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam erlenmeyer yang kemudian diberi 10 ml K2Cr2O7 dan 20 ml H2SO4 pekat,

(42)

32

berwarna merah anggur. Volume FeSO4 digunakan dalam menghitung nilai

C-organik.

e. Penetapan KTK dan basa-basa

Penetapan KTK dan basa-basa (Ca, Mg, K, Na) merupakan satu tahapan yang berurutan dimulai dengan menimbang 5 g contoh tanah ke dalam kuvet dan diberi 20 ml larutan ammonium acetat, diamkan selama satu malam. Setelah didiamkan satu malam kemudian disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm, ekstraknya disaring dan filtratnya ditampung pada labu 100 ml. Sentrifuse dilakukan selama 5 kali. Ekstraknya digunakan dalam penentapan basa-basa (Ca, Mg, K, Na) Setelah itu dilakukan pencucian menggunakan 20 ml alkohol dengan disentrifuse selama 6 kali. Kemudian tanah tersebut dipindahkan secara kualitatif ke dalam labu didih dan diberi 100 ml aquades, 5 tetes parafin cair dan 20 ml NaOH 50%, destilasi sampai kira-kira destilatnya 150 ml. Penampung destilat digunakan 25 ml H2SO4 di dalam erlenmeyer. Destilat

tersebut dititrasi dengan menggunakan NaOH PA 0,1 N. Volume NaOH tersebut digunakan dalam perhitungan nilai KTK.

Lampiran 3 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Gambar

Gambar 1. Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) berumur 2 tahun
Gambar 2. Bagan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilakukan dengan 3
Tabel 2. Sifat kimia awal tanah pada rizosfer tanaman Kilemo (Litsea cubeba
Gambar 4. Pengaruh pemberian pupuk terhadap perubahan nilai pH tanah pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi demikian menunjukkan bahwa perubahan lingkungan perusahaan yang tercermin dari perubahan peraturan, kemajuan teknologi, perubahan permintaan konsumen yang selalu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi Streptomyces dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen penyebab penyakit hawar daun bakteri (HDB)

langkah perapian dan pembuatan verstek seperti dibawah ini. Cara Pembuatan Verstek 45 0.. Posisi tiang ambang diletakkan di atas meja seperti pada gambar. Posisi pahat bevel

Hidup bersama oleh Driyarkara disoroti sebagai sosialitas, yaitu eksistensi manusia dalam hidup bersama orang lain dan dalam hubungannya dengan sesama

dari Abu Hanifah, Ibn Syubrumah, Abu Yusuf dan Muhammad mengenai suami (atau laki-laki) yang tidak boleh diqishash karena kejahatan mencederai isteri (perempuan). Juga

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka simpulannya orang tua menyekolahkan anaknya di pesantren karena (1) keinginan agar anak memiliki ahklak yang

Bukti yang didapat anak usia sekolah yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah orang terdekat tersebut lebih sering memeluk dan mencium mereka setelah pulang dari rumah