PEMBUATAN VIDEO FEATURES TENTANG ENGKLEK DAN CONGKLAK DENGAN TEKNIK CUT AWAY SEBAGAI UPAYA
PELESTARIAN PERMAINAN TRADISIONAL DI KOTA SURABAYA
TUGAS AKHIR
Program Studi
DIV Komputer Multimedia
Oleh:
Fahrida Hilda Fariskha
12.51016.0058
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah membuat sebuah
video features yang mengenalkan atau melestarikan permainan tradisional warisan
budaya lokal di Kota Surabaya. Tugas Akhir ini dibuat sebagai karya audio visual
berupa video features yang dilatarbelakangi oleh adanya fenomena perubahan
aktivitas bermain anak saat ini, yang sering bermain gadget. Permainan modern
juga cenderung bersifat individualis sehingga menghambat anak mengembangkan
keterampilan sosialnya. Selama ini ada yang mengukur perkembangan hanya dari
sudut kecerdasan dan pencapaian prestasi akademik sekolah, namun di kemudian
hari terbukti bahwa di lapangan pekerjaan tingkat kepandaian bukanlah tolak ukur
keberhasilan satu-satunya, ada kematangan perkembangan lain yang berpengaruh
yaitu kecerdasan emosional (Muslimah, 2004). Dikhawatirkan permainan
tradisional lambat tahun akan menghilang (dilupakan), padahal permainan
tradisional merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan.
Peneliti mengambil objek Permainan tradisional dikarenakan Permainan
tradisional merupakan jenis permainan yang mengandung nilai-nilai budaya dari
warisan leluhur yang harus dilestarikan keberadaannya. Nilai-nilai budaya yang
menarik akan melatih pemain menjadi jiwa-jiwa yang berkarakter. Pada
hakikatnya, permainan tradisional dapat melatih seseorang mempunyai kecakapan
yang sangat penting untuk kehidupan bermasyarakat misalnya melatih kejujuran,
bersosialisasi, melatih berbagi, melatih keteraturan serta melatih
bertanggungjawab (Andang Ismail, 2009:101).
Permainan Tradisional yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah
congklak dan engklek. Karena kedua permainan tradisional itu merupakan
warisan budaya yang harus dilestarikan keberadaanya.
Permainan tradisional congklak di Indonesia sendiri mempunyai banyak
nama yang berbeda dari setiap daerah. Di beberapa tempat tetap menyebutnya
dengan Congklak. Namun ada pula beberapa tempat yang menyebut dengan
Congkak, seperti halnya di daerah Sumatera (www.scribd.com).
Permainan tradisional congklak merupakan permainan yang menitik
beratkan pada penguasaan berhitung. Permainan congklak ini memiliki beberapa
peranan, diantaranya adalah untuk melatih keterampilan berhitung anak dan
motorik halus. Dengan permainan tradisional congklak, anak dapat sambil belajar
berhitung dengan menghitung biji-biji congklak, selain itu juga ketika anak
meletakkan biji-biji congklak satu persatu di papan congklak hal ini dapat melatih
motorik halus anak. Melatih kemampuan manipulasi motorik halus sehingga anak
siap menulis. Selain itu juga peranan dari permainan tradisional congklak adalah
anak dituntut untuk bersabar ketika menunggu giliran temannya bermain (Kurniati
2006: 123).
Permainan tradisional engklek merupakan permainan tradisional yang
paling dikenal oleh anak dan mempunyai prosedur yang paling bervariasi dan
paling kompleks dan diduga mempunyai nilai terpiutik yang tinggi. Nilai
manfaat dalam membantu mengatasi permasalahan anak (Hughes, 1999; Griffiths,
2005).
Yang dimaksudkan permasalahan anak adalah problem solving,
Menurut Gulo (2002: 111), problem solving adalah metode yang mengajarkan
penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu
masalah secara menalar.
Beberapa permasalahan yang harus dihadapi anak dalam bermain engklek
mencakup bagaimana anak harus mengambil keputusan untuk menentukan pilihan
tempat untuk dilempar, membuat strategi untuk memenangkan permainan,
mencoba menyelesaikan masalah ketika ada konflik dengan teman.
Dalam KTSP 2007 disebutkan, bahwa anak-anak Usia Sekolah dasar
Tingkat Rendah (klas I, II, III) masih memerlukan kegiatan bermain dalam
pembelajarannya Menurut Sutton & Smith dalam Hughes (1999) bermain
mempunyai fungsi problem solving (pemecahan masalah) yang dapat ditransfer
dalam mengatasi permasalahan dalam kedupan nyata.
Menurut Kolhberg dalam Ahira (2012), anak yang berusia 10-12 tahun
sudah bisa berfikir bijaksana. Hal ini ditandai dengan anak berprilaku sesuai
dengan aturan moral agar disukai oleh orang dewasa, bukan karena takut
dihukum. Sehingga berbuat kebaikan bagi anak usia seperti ini lebih dinilai dari
tujuannya. Anak pun menjadi anak yang tahu akan aturan.
Menurut Piaget dalam Ahira (2012), anak berusia 11-12 tahun sudah mulai
mempertimbangkan tujuan-tujuan perilaku moral. Anak juga sudah bisa menilai
bahwa aturan-aturan moral yang ada hanyalah kesepakatan tradisi dan hal ini
Pulau Jawa memiliki penduduk paling padat dibandingkan pulau lainnya di
Indonesia, dengan posisi seperti itu, pulau Jawa kaya sekali akan budayanya di
setiap daerah. Salah satu hasil budaya yang dimiliki oleh masyarakat Jawa adalah
permainan tradisional. Dalam hal ini kata tradisional mengacu pada pengertian
bahwa permainan ini bersifat turun temurun.
Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk
folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara
anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta
banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri
dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya,
siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke
mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun
dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain
adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan
pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan
tujuan mendapat kegembiraan (Danandjaja, 1987).
Sehubungan dengan bahasan di atas, maka terpilihlah video features sebagai
media penyampaian pesan karena saat ini video tidak hanya sebagai media
penyaluran kreatifitas dan seni saja, tetapi sebagai salah satu teknologi media
yang turut membangun budaya baru dan berperan serta dalam perubahan perilaku
dan cara berpikir masyarakat (Hafiz, dkk, 2009: 12). Sedangkan features menjadi
kemasan dalam pembahasan sesuatu yang bersifat informatif dan menghibur
Dalam pembuatan video features penulis menggunakan teknik cut away
karena menunjukan atau menggambarkan reaksi terhadap shot utama atau shot
lain yang bisa dimasukan sebagai selingan (Setyawan, 2004).
Pemilihan video features sebagai media audio visual dalam penyampaian
pesan diharapkan dapat memberi pandangan baru kepada masyarakat untuk
melestarikan permainan tradisional di kota Surabaya sehingga, dibuatlah karya
Tugas Akhir yang berjudul Pembuatan Video Features Tentang Engklek dan Congklak Dengan Teknik Cut Away Sebagai Upaya Pelestarian Permainan Tradisional di Kota Surabaya.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, maka rumusan masalah yang
akan dikaji, yaitu: bagaimana membuat video features dengan teknik cut away
tentang pemainan tradisional?
1.3 Batasan Masalah
Tugas Akhir ini hanya membuat video features permainan tradisional yang
berisikan mengenai:
1. Membuat video features tentang melestarikan permainan tradisional congklak
dan engklek di Surabaya untuk anak umur 5-12 tahun.
2. Membuat video features dengan teknik cut away tentang permainan
1.4 Tujuan
Tujuan pembuatan Tugas Akhir video features permainan tradsional ini
sebagai berikut:
1. Menghasilkan video feature permainan tradisional di kota Surabaya dengan
teknik cut away.
2. Melestarikan kembali permainan tradisional melalui video feature.
3. Membuat video features yang menjadi media edukasi dalam membuat
features dengan variasi visual.
1.5 Manfaat
Manfaat dari pembuatan Tugas Akhir video features permainan tradisional
ini adalah:
1. Teoritis:
a. Teknik cut away yang digunakan dalam video features ini dapat dijadikan
referensi untuk memperindah visualisasi permainan tradisional, sebagai
salah satu trik penguatan arah untuk memberi informasi yang lebih banyak
kepada penonton ketika melihat video features.
b. Diharapkan mampu menjadi video yang bukan hanya memberikan
informasi tetapi juga mengedukasi, melalui pesan-pesan yang disampaikan
secara verbal maupun non verbal.
2. Praktis:
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi landasan dalam
teori pembuatan Tugas Akhir ini.
2.1Video
Video menjadi kata populer di saat ini, hingga kalangan masyarakat awam
pun sangat familiar dengan kata “video”, namun belum tentu masyarakat mengerti
benar apa definisi dari video. Menurut Hafiz, dkk (2009) dalam bukunya yang
berjudul Videobase, kata video secara harfiah berasal dari kata videre yang
memiliki arti “aku melihat”. Sedangkan video secara teknis merupakan suatu
teknologi untuk menangkap pergerakan gambar dengan gelombang cahaya dan
suara melalui sensor kamera dan mikrofon yang diubah menjadi sinyal
elektromagnetik, kemudian diteruskan pada proses perekaman gambar bergerak
menjadi suatu data yang dalam satu kesatuan gambar yang dapat dilihat secara
berurutan dan kecepatan yang bervariasi. Gambar-gambar yang tergabung tersebut
biasa dinamakan frame dengan kecepatan pembacaan yang dinamakan frame rate
(fps).
Video terlahir dari perkembangan teknologi media massa, yaitu televisi.
Sehingga dasar dari video saat ini tidak terlepas dari media massa dari media
massa dan turut berperan dalam perubahan perilaku dan cara berpikir masyarakat
2.2 Features
Features merupakan hasil liputan atau reportase dengan gaya bertutur yang
ringan kemudian dikemas secara mendalam dan luas yang bertujuan memberi
penjelasan akan latar belakang suatu peristiwa, menghibur, serta mendidik yang
diberi sedikit sentuhan human interest agar terkesan dramatis. Features
membahas pada satu pokok bahasan atau tema yang diungkap melalui berbagai
pandangan yang saling melengkapi, mengurai, dan menyoroti secara kritis dengan
berbagai kreasi. Kreasi tersebut dapat berupa narasi, wawancara, vox pop
(kumpulan opini dari satu hal tertentu), musik, sisipan puisi, atau bahkan
sandiwara pendek yang juga merupakan gabungan antara unsur opini,
dokumenter, dan ekspresi (Fachruddin, 2012: 225).
Unsur opini merupakan uraian pendapat seorang tokoh, vox pop (kumpulan
opini dari satu hal tertentu), dan wawancara yang memperkaya pandangan dan
pokok bahasan yang disajikan. Kejadian maupun fakta-fakta yang ada adalah
bentuk unsur dokumenter yang memberi bukti dan memperkuat argumen
mengenai pokok bahasannya. Ungkapan ekpresi digunakan untuk menciptakan
suasana rileks dan fun dari pokok bahasannya disalurkan melalui musik, puisi, dan
nyanyian dalam konteks informasi yang tidak aktual (Fachruddin, 2012: 225).
Struktur features tidak terikat dengan bentuk piramida terbalik, yang berarti
pokok pikiran dapat disajikan di tengah maupun di akhir, karena kesimpulan
cerita bisa jadi tercapai sebelum cerita berakhir. Features memiliki pengaruh
yang terekam dalam kamera yang memberikan gambaran sesungguhnya
(Fachruddin, 2012: 225).
2.2.1 Karakteristik Features
Menurut Andi Fachruddin (2012: 226), features terkadang syarat dengan
kadar keilmuan, dengan pengolahan secara populer, sehingga nyaman disimak
dan menghibur. Dengan cerita features seperti deskripsi di atas, sehingga features
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kreativitas
Features memungkinkan untuk menciptakan sebuah cerita dan dicitrakan
sebagai cermin karya kreatif individual dari seorang jurnalis, namun terikat
etika bahwa harus akurat dan non fiktif.
2. Informatif
Features sebagai pembawa pesan moral yang dingin disampaikan kepada
audience dan dapat mengelitik hati manusia untuk menciptakan perubahan
yang konstruktif.
3. Menghibur
Features biasanya eksklusif, tujuan utamanya adalah meghibur dan
memberikan hal-hal baru yang segar.
4. Awet (timeless)
Features dapat ditayangkan kapan saja, bahkan berkali-kalipun masih tetap
5. Subjektivitas
Features memungkinkan jurnalis untuk memasukkan emosi dan pikiranya
dalam cerita features.
2.2.2 Jenis-jenis Features
Menurut Andi Fachruddin (2012: 226), dalam pembuatan features ide bisa di
dapat dari berbagai hal seperti, kelanjutan berita aktual, hari-hari tertentu, profil
tokoh yang banyak diperbincangkan, kejadian tertentu, dan banyak hal lain,
karena bukan merupakan fiksi namun fakta yang yang ditulis dalam gaya seperti
fiksi. Ide juga dapat digali dari jenis-jenis features berikut:
1. Features Kepribadian (Profil)
2. Features Sejarah
3. Features Petualangan
4. Features Musiman
5. Features Interpretatif
6. Features Kiat (Petunjuk Praktis)
7. Features Ilmiah (Science)
8. Features Perjalanan
9. Features Kuliner
10. Features Minat Insani
2.2.3 Features Interpretatif
Features interpretatif merupakan jenis features yang memberikan deskripsi
diangkat dapat berupa organisasi, aktivitas, tren atau gagasan tertentu yang
menjadi buah bibir di masyarakat.
Dalam buku Developing Story Ideas (Michael Rabiger, 2000: 157) dijelaskan
bahwa dalam menyusun ide cerita meliputi 2 metode, yaitu:
Ulasan pada features disusun dalam metode bercerita secara pararel, seperti:
1. Digression merupakan situasi, karakter, serta masalah dapat dikembangkan
diluar cerita utama.
2. Tension merupakan cerita yang ada di dalmnya selalu berhubungan dengan
cerita utama.
3. Narative Compresions merupakan isinya diceritakan bersamaan secara naratif.
4. Imagination merupakan intrepretasi yang ada disesuaikan dengan pengetahuan
dari penontonnya.
5. Active Partisipation merupakan bercerita selayaknya ikut serta di dalamnya,
sehingga tidak hanya sekedar memberi informasi.
6. Multiple Point of View merupakan plot cerita di dalamnya menyesuaikan dari
keberagaman sudut pandang yang ada.
Setelah metode bercerita feaure secara pararel, kemudian features
dikembangkang pada cerita yang akan diulas setelah proses produksi selesai.
Pengembangan cerita pada ulasan penulisan:
1. Jangan memperbaiki konsep awal yang ada karena konsep awal digunakan
sebagai acuan.
2. Fokus pada masalah yang ada hingga benar-benar tepat.
3. Permasalahan baru akan muncul dari masalah utama.
5. Mengoreksi keterkaitan detil masalah utama yang diulas.
6. Kembali pada konsep awal supaya tidak banyak merusak ide cerita utama.
2.2.4 Langkah-Langkah Membuat Features
Menurut Andi Fachruddin (2012: 226), langkah-langkah dalam pembuatan
video features merupakan hal penting sebagai acuan pembuatannya agar dapat
melanjutkan dalam langkah pembuatan selanjutnya. Langkah-langkah pembuatan
feature dijelaskan pada gambar 2.1 berikut.
2.3 Kota Surabaya
Kota Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya
merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya secara
geografis terletak antara 0721' Lintang Selatan dan 11236' - 11254' Bujur Timur.
Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang hampir 3 juta jiwa. Wilayah Kota
Surabaya di sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Madura, sedangkan
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah Kota Surabaya 274,06 Km2 yang
terbagi menjadi 31 kecamatan dan 163 desa/kelurahan. Wilayah surabaya dapat di
lihat pada gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Peta Surabaya (Sumber: www.google.com)
Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di
daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam
bidang jasa, industri, dan perdagangan sehingga jarang ditemukan lahan
persawahan. Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti
PT Sampoerna Tbk, Maspion, Wing's Group, Unilever, dan PT PAL. Kawasan
industri di Surabaya diantaranya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan
Margomulyo. Sektor industri pengolahan dan perdagangan yang mencakup juga
hotel dan restoran, merupakan kontributor utama kegiatan ekonomi surabaya yang
pariwisata, Surabaya memiliki objek wisata alam Kebun Binatang Wonokromo
dan Pantai Kenjeran. Kota ini juga mempunyai banyak wisata sejarah dari
kenangan Soerabaja Tempo Doeloe, gedung-gedung tua peninggalan zaman
Belanda dan Jepang salah satunya adalah Hotel Oranje atau Yamato.
Disamping dianugerahi wisata sejarah, Surabaya juga kaya akan wisata
belanja. Sebagai kota perdagangan, Surabaya memiliki cukup banyak pusat
perbelanjaan dan mal.
Kesenian tradisional di Kota Surabaya turnbuh dan berusaha untuk tetap
dilestarikan. Bentuk kesenian tradisional kota ini banyak ragamnya. Ada seni tari,
seni musik dan seni panggung. Tak lupa juga dengan permainan tradisional seperti
lompat tali, gundu, engklek, congklak, patil lele dan lain-lain.
2.4 Bermain
Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi
anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan (Mayesty dalam Sujiono
2010 : 44).
Patern dalam Dockett dan Fleer (2000: 41-44)memandang kegiatan bermain
sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat member kesempatan
anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan
belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak
mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa dia hidup serta lingkungan tempat
dimana ia hidup.
Bermain adalah cara bagi anak untuk belajar mengenai tubuh mereka dan
dimilikinya. “Bagaimana rasanya jika benda ini disentuh? Bagaimana bunyinya
jika benda ini dijatuhkan? Apa yang terjadi jika benda ini dilempar?” Dengan
mengeksplorasi hal-hal yang ada di sekitarnya inilah otak anak akan berkembang.
Dengan bermain mereka mengembangkan imajinasi, skill, kemandirian,
kreativitas, dan kemampuan bersosialisasi. Disini mereka akan belajar berbagi
mainan dengan teman dan saudaranya, belajar mengucapkan kata ‘maaf’ dan
‘terima kasih’. Dalam kehidupan masyarakat banyak dijumpai para orang tua
yang kurang atau tidak menyadari betapa pentingnya masalah bermain ini bagi
tumbuh kembang anak, sehingga para orang tua tidak pernah memberikan
perhatian, apalagi secara terencana.
2.5 Permainan Tradisional
Permainan Tradisional merupakan permainan yang dimainkan oleh anak-anak
pada suatu daerah secara tradisi. Yang dimaksudkan secara tradisi disini, ialah
permainan ini telah diwariskan dari yang satu ke generasi berikutnya. Jadi
permainan tersebut telah dimainkan oleh anak-anak dari suatu jaman ke jaman
berikutnya (Sukintaka, 1992: 91).
Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore
yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota
kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak
mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari
permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa
penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan
Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan
yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari
generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat
kegembiraan (Danandjaja, 1987).
2.6 Macam-Macam Permainan Tradisional
Indonesia adalah negeri yang besar dan kaya akan beragam warisan, salah
satunya adalah bermacam permainan anak. Ya, dolanan anak, demikian orang
Jawa biasa menyebutnya. Masing-masing daerah mempunyai jenis permainan
anak-anak, ada yang memang berbada, ada pula yang permainannya sama tetapi
dalam menyebut atau menamainya berbeda. Berikut adalah jenis dolanan anak
berasarkan katalog dolanan anak:
1. Dam-daman
2. Dakon
3. Nekeran
4. Gobak sodor
5. Gatheng
6. Gaprik
7. Gangsing bambu
8. Engklek
9. Egrang Jateng
10. Benthik
Kenangan masa kanak-kanak memang tak akan pernah bisa dilupakan begitu
pengalaman-pengalaman konyol yang kalian lakukan semasa kecil tak akan mudah terhapus
dari memori. Bahkan mungkin ada beberapa dari kalian yang rindu akan
permainan masa kecil yang sekarang sudah semakin banyak ditinggalkan dan
makin susah buat dicari.
2.7 Congklak
Menurut beberapa ahli yang mengatakan bahwa asal permainan tradisional
congklak dari negara Arab. Di daerah Timur Tengah memang permainan
tradisional congklak ini telah lama dikenal dengan nama “Mancala”. Mancala
sendiri berasal dari bahasa Arab “Naqala” yang artinya ”bergerak”
(www.scribd.com).
Sedangkan di daerah Afrika, permainan tradisional congklak sering disebut
dengan “Wari”. Nama ini mengacu pada bagian yang cekung pada papan
congklak yang disebut juga sebagai “Awari” yang berarti “rumah”. Permainan
Tradisional Congklak Bukan Berasal Dari Indonesia (www.scribd.com).
Dengan masuknya para pedagang dari negara lain di dunia ke Indonesia,
maka tidak bisa dipungkiri telah terjadinya pertukaran budaya antara para
pedagang asing dengan penduduk pribumi Indonesia pada masa lampau.
Pertukaran tidak hanya terjadi di bidang perdagangan saja, namun juga terjadi
dalam bidang kebudayaan, bahasa, ilmu pengetahuan, dan banyak bidang lainnya.
Di sinilah permainan tradisional congklak mulai masuk ke Indonesia melalui
pertukaran budaya dengan bangsa lain (www.scribd.com).
Pada sebuah penggalian arkeolog dari National Geographic, di wilayah
bentuk memanjang dengan beberapa cekungan berderet paralel. Para ahli
menyimpulkan bahwa benda itu adalah sebuah papan permainan
tradisional congklak yang berasal dari sekitar tahun 7.000 – 5.000 sebelum masehi
(www.scribd.com).
Diyakini permainan tradisional congklak ini berasal dari kebudayaan yang
sangat kuno dan kemungkinan merupakan salah satu permainan tertua yang
dikenal manusia modern. Catatan tertulis pertama mengenai permainan tradisional
congklak adalah pada tulisan-tulisan keagamaan tradisional di Arab. Beberapa
ahli berpendapat permainan tradisional congklak dibawa oleh dari Timur Tengah
ke dataran Afrika. Dari Afrika kemudian permainan tradisional congklak
menyebar ke Asia melalui perdagangan budak yang dilakukan oleh pedagang
Afrika di kepulauan Karibia pada sekitar abad ke-17 (www.scribd.com).
Di daerah Jawa permainan tradisional congklak lebih dikenal dengan nama
Dakon. Beberapa tempat menyebutnya dengan Dhakon, dan ada pula yang
menyebut dengan istilah Dhakonan. Sedangkan istilah lain yang populer di
kawasan Sulawesi adalah Maggaleceng. Ada pula yang menyebut dengan istilah
Nogarata, atau Makaotan, dan ada pula yang mennyebut dengan Aggalacang.
Permainan ini di Malaysia juga dikenal dengan nama congkak, sedangkan dalam
bahasa Inggris permainan ini disebut Mancala (www.scribd.com).
Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka
menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji
yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak
terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang,
buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2
lobang besar di kedua sisinya. Setiap lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar
di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain (www.scribd.com).
Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua
orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih
lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan
seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat
mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lobang besar
miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. Bila
habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di
sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia
berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa (www.scribd.com).
Permainan Tradisional Congklak dianggap selesai bila sudah tidak ada biji
lagi yang dapat dimabil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain).
Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak (www.scribd.com).
2.8 Engklek
Permainan engklek atau juga disebut sunda manda adalah permainan
anak tradisional yang populer di Indonesia, khususnya dimasyarakat pedesaan.
Permainan ini dapat ditemukan diberbagai wilayah di Indonesia baik di Sumatera,
Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Disetiap wilayahnya dikenaldengan nama
yang berbeda. Di Jawa permainan ini disebut Engklek dan biasanya dimainkan
oleh anak-anak perempuan (www.scribd.com).
Terdapat dugaan bahwa permainan ini berasal dari “Zondag–Maandag” yang
berasal dari Belanda dan menyebar ke nusantara pada zaman kolonial. Walaupun
dugaan tersebut adalah pendapat sementara (www.scribd.com).
Permainan engklek biasanya dimainkan oleh anak-anak dengan dua sampai
lima orang peserta. Peserta permainan ini melompat menggunakan satu kaki
disetiap petak-petak yang telah digambar sebelumnya ditanah. Untuk dapat
bermain setiap anak harus berbekal “gacuk” yang biasanya berupa pecahan
genting, yang juga disebut “kreweng” yang dalam permainan (www.scribd.com).
Kreweng ini ditempatkan disalah satu petak yang tergambar ditanahdengan
cara dilempar. Petak yang ada gacuknya tidak boleh diinjak/ditempatioleh setiap
pemain, jadi para pemain harus melompat kepetak berikutnyadengan satu kaki
mengelilingi petak-petak yang ada (www.scribd.com).
Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu
berhak memilih sebuah petak dijadikan sawah mereka, yang artinya dipetak
tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu dengan dua kaki,
yang memiliki kotak yang paling banyak adalah yang akan memenangkan
permainan ini (www.scribd.com).
Permainan tradisional engklek merupakan permainan tradisional yang paling
dikenal oleh anak dan mempunyai prosedur yang paling bervariasi dan paling
kompleks dan diduga mempunyai nilai terpiutik yang tinggi. Nilai terapiutik
merupakan nilai yang terkandung dalam permainan yang mempunyai manfaat
dalam membantu mengatasi permasalahan anak (Hughes, 1999; Griffiths, 2005).
Permainan ini mengandalkan kekuatan kaki dan keseimbangan si pemain.
Sebab si pemain harus kuat menapakkan satu kakinya di atas tanah seraya
mengangkat kaki lainnya. Pemain tak boleh asal menapakkan kaki. Sebab pemain
harus benar-benar menapakkan kakinya pada gambar kotak yang telah dibuat di
atas tanah.
2.9 Nilai-Nilai Permainan Tradisional Engklek
Hasil penelitian Iswinarti (2007) menunjukkan bahwa nilai-nilai terapiutik
yang terkandung dalam permainan tradisional Engklek meliputi: (1) Nilai deteksi
dini untuk mengetahui anak yang mempunyai masalah. (2) Nilai untuk
perkembangan fisik yang baik. (3) Nilai untuk kesehatan mental yang baik, (4)
Nilai problem solving, (5) Nilai sosial.
Nilai deteksi dini untuk mengetahui anak yang mempunyai masalah
mempunyai arti bahwa dengan mengobservasi anak yang sedang bermain engklek
bisa diketahui beberapa anak yang diduga mempunyai masalah.. Nilai ini
diperoleh dari data yang menunjukkan bahwa ada beberapa anak yang terlihat
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan peneliti untuk
bermain engklek. Ada anak yang ragu-ragu untuk memulai permainan, ada yang
ragu-ragu ketika akan melempar gaco ke kotak engklek. Di dalam penelitian juga
dijumpai beberapa anak yang mudah tersinggung dan tidak percaya diri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hurlock (1991) bahwa bermain bisa mencerminkan
bagaimana penyesuaian diri anak.
Nilai untuk perkembangan fisik yang baik tercermin dari permainan engklek
yang membutuhkan gerakan-gerakan seluruh tubuh yaitu mengangkat satu kaki,
menggerakkan tubuh dan tangan. Dengan melakukan kegiatan tersebut berarti
bahwa anak telah melakukan kegiatan untuk berolah raga, meningkatkan
koordinasi dan keseimbangan tubuh, dan mengembangkan ketrampilan dalam
pertumbuhan anak.
Nilai untuk kesehatan mental yang baik, yaitu: membantu anak untuk
mengurangi kecemasan, pengendalian diri, pelatihan konsentrasi. Prosedur
permainan engklek memberi kesempatan pada anak untuk bergerak yang
memungkinkan anak belajar menjadi relaks sehingga kecemasan berkurang.
Dalam permainan engklek juga ada beberapa gerakan yang membutuhkan
konsentrasi sehingga anak belajar menjadi lebih tenang dan dituntut untuk berlatih
konsentrasi. Pengendalian diri terlihat pada gerakan-gerakan bermain ngklek yang
menuntut ketenangan terutama pada engklek gunung
Nilai problem solving, yaitu anak belajar memecahkan masalah. Beberapa
permasalahan yang harus dihadapi anak dalam bermain engklek mencakup
bagaimana anak harus mengambil keputusan untuk menentukan pilihan tempat
untuk dilempar, membuat strategi untuk memenangkan permainan, mencoba
menyelesaikan masalah ketika ada konflik dengan teman. Menurut Menurut
Sutton & Smith dalam Hughes (1999) bermain mempunyai fungsi problem
solving yang dapat ditransfer dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupan
nyata
Nilai sosial dalam permainan engklek diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara yang menunjukkan bahwa terjadi proses sosial dalam kegiatan
bermain anak. Permainan engklek sendiri merupakan permainan yang berbentuk
games yaitu permainan yang mempunyai aturan. Menurut Santrock (2000) syarat
permainan games pesertanya lebih dari satu orang. Dalam permainan ini mau
tidak mau anak akan berkomunikasi dengan anak lain. Ada beberapa ketrampilan
sosial yang dipelajari anak ketika anak bermain engklek, yaitu kompetisi,
2.10 Nilai-Nilai Permainan Tradisional Congklak
Nilai budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian,
kecerdasan dan kejujuran. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan buah
congkak tidak salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke lubang induk
pemain lawan, atau kesalahan-kesalahan lain. Kecerdasan dibutuhkan agar
seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut. Dan nilai kejujuran
diharapkan agar masing-masing pemain bersikap sportif, dan tidak menipu
lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan lengah
(www.melayuonline.com/ind)
2.11 Nilai-Nilai Terapiutik Dalam Bermain
Hughes (1999) mengemukakan beberapa nilai terapiutik yang terkandung
dalam permainan secara umum, yaitu:
1. Bermain memperbolehkan anak mengkomunikasikan perasaannya secara
efektif dengan cara yang alami.
2. Bermain mengijinkan orang dewasa untuk masuk dalam dunia anak dan
menunjukkan pada anak bahwa mereka diterima. Di sini anak dan orang tua
mempunyai kekuatan yang sama.
3. Dengan mengobservasi anak akan dapat membantu orang dewasa memahami
anak lebih baik.
4. Karena bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak maka anak akan
5. Bermain memberi kesempatan anak untuk melepaskan perasaannya (misalnya
perasaan marah, takut), dan memperbolehkan anak untuk melepaskan
kekecewaan terhadap alat permainan tanpa takut terhadap orang dewasa.
6. Bermain mendorong anak mengembangkan ketrampilan sosial. Ketrampilan ini
akan bisa digunakan untuk situasi yang lain.
7. Bermain memberi kesempatan pada anak untuk mencoba peran baru dan
mencoba pendekatan pemecahan masalah yang aman.
2.12 Faktor-faktor Penyebab Hilangnya Permainan Tradisional
Tidak ada yang bisa membendung kuat dan derasnya arus globalisasi dan
modernisasi. Kehadirannya tanpa pandang bulu bisa melibas semua hal. Siapa
bisa bertahan, dia akan tetap hidup dalam globalisasi dan modernisasi. Permainan
tradisional pun berada di titik liminal antara ada dan tiada. Di era ini, banyak
bermunculan permainan alat-alat elektronik yang menggunakan teknologi
canggih, sehingga membuat para generasi muda tertarik untuk memainkannya dan
lupa akan permainan tradisional yang ada di daerah tempat tinggal mereka.
Ada beberapa faktor penyebab hilangnya permainan anak tradisional.
Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Arus globalisasi dan perkembangan teknologi melahirkan dan menyuguhkan
berbagai permainan elektronik yang dianggap lebih menarik dan variatif
seperti: Play Station, Nintendo, robot-robotan, mobil remote, dan lain-lain.
2. Tidak adanya pengenalan dan pengetahuan dari orang tua terhadap anak
mereka tentang permainan tradisional karena kesibukan orang tua di dalam
dengan layar dan barang elektronik yang berbasis IT, alasannya agar anak
lebih betah dirumah. Padahal suatu permainan akan terus bertahan jika kita
menurunkan secara estafet ke anak kita, lalu dari anak kita diturunkan ke cucu
kita, dan begitu seterusnya.
3. Terputusnya pewarisan budaya yang dilakukan oleh generasi sebelumnya
dimana mereka tidak sempat mencatat, mendata, dan mensosialisasikan
sebagai produk budaya masyarakatnya kepada generasi di bawahnya. Budaya
instan yang sudah merasuk pada setiap anggota masyarakat sekarang juga
memberikan sumbangan hilangnya permainan tradisional. Kita selalu terlena
oleh budaya cepat saji, yang penting sudah tersedia dan siap “dimakan “ tanpa
harus melalui proses.
4. Semakin kompleksnya tuntutan zaman terhadap anak yang semakin
membebani menyebabkan mereka sibuk dengan tuntutan disekolahnya.
Dengan banyaknya tugas-tugas sekolah dan tuntutan kurikulum yang semakin
tinggi mengakibatkan waktu mereka tersita. Sehingga mereka lebih memilih
permainan instan yang tidak mengeluarkan banyak tenaga dan bisa dilakukan
di rumah. Sekarang ini banyak anak yang memiliki PS di rumah
2.13 Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun
Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan diluar sekolah. Anak
belajar di sekolah, tetapi membuat latihan di rumah yang mendukung hasil belajar
di sekolah. Banyak aspek perilaku di bentuk melalui penguatan verbal,
keteladanan, dan identifikasi. Anak-anak pada masa ini juga mempunyai
tugas-tugas perkembangan menurut (Robert J. Hagvighurst, 1961) , yakni:
1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan; bermain
sepak bola, loncat tali, berenang.
2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai
makhluk biologis
3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya
4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya
5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung
6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari
7. Membentuk hati nurani, nilai moral, dan nilai social
8. Memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi
9. Membentuk sikap terhadap kelompok social dan lembaga-lemabaga
Menurut teori Piaget, pemikiran anak masa sekolah dasar disebut juga
pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought), artinya aktivitas
mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai
kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan
Menurut Teori Kolhberg dalam menganalisis perkembangan anak usia 6-12
tahun juga membaginya menjadi dua tahapan :
1. Tahapan pertama: usia 6-10 tahun.
Dalam usia ini, ia menilai anak sudah bisa menilai hukuman atau akibat
yang diterimanya berdasarkan tingkat hukuman dari kesalahan yang
dilakukannnya. Sehingga ia sudah bisa mengetahui bahwa berperilaku baik
akan mampu membuatnya jauh atau tak mendapatkan hukuman.
2. Tahapan kedua: usia 10-12 tahun.
Dalam usia ini, menurut Kolhberg, ia sudah bisa berpikir bijaksana. Hal
ini ditandai dengan ia berperilaku sesuai dengan aturan moral agar disukai
oleh orang dewasa, bukan karena takut dihukum. Sehingga berbuat kebaikan
bagi anak usia seperti ini lebih dinilai dari tujuannya. Ia pun menjadi anak
yang tahu akan aturan.
2.14 Komposisi Gambar
Dalam Buku Lengkap Tuntunan Menjadi Kameraman Profesional
(Al-Firdaus 2010) dijelaskan bahwa komposisi gambar adalah susunan obyek visual
secara keseluruhan pada bidang gambar, agar gambar dapat berbicara dengan
sendirinya melalui gambar yang diambil. Ada beberapa cara yang perlu
diperhatikan untuk menghasilkan komposisi yang baik, diantaranya Walking
Space dan Looking Space, Head Room, In dan Out of, potongan gambar, Rule of
Thirds, Aturan Sepertiga.
Walking Space dan Looking Space adalah saat pengambilan benda atau orang
menghadap. Head Room adalah komposisi di atas kepala dari obyek, hal ini perlu
diperhatikan agar gambar enak dilihat. In dan Out of adalah komposisi yang
menunjukkan jika obyek tersebut bergerak mendekat atau menjauh. Potongan
gambar juga harus diperhatikan sehingga tidak memotong gambar pada
persendian, agar gambar tidak seakan dipenggal. Rule of Thirds merupakan acuan
dalam membuat komposisi, komposisinya dibagi menjadi 3 bagian. Sepertiga
bagian adalah teknik dalam penempatan objek menjadi fokus, berada diantara
salah satu dari 3 bagian yang ada.
Salah satu unsur yang digunakan untuk membangun sebuah komposisi adalah
sudut pengambilan gambar yang ditentukan juga oleh motivasi pengambilan
gambar. Jika ingin mendapatkan moment dan gambar yang terbaik, maka diambil
dari berbagai sudut pandang dan terdapat makna tersendiri untuk memperkuat
2.15 Teknik Pergerakan Kamera
Dalam pengambilan gambar, Al Firdaus (2010) mengungkapkan bahwa
pergerakan dari kamera juga dianggap penting sebagi penunjang pengambilan
gambarnya. Beberapa pergerakan kamera yang banyak dikenal antara lain:
1. Panning
Merupakan pergerakan kamera secara horizontal ke arah samping kiri
ataupun kanan objek. Pergerakan secara horizontal ke arah kanan biasa
disebut pan right, sedangkan pergerakan secara horizontal ke arah kiri biasa
disebut dengan pan left seperti yang ditunjukkan oleh ilustrasi pergerakan
kamera pada gambar 2.5 berikut.
2. Tilting
Merupakan pergerakan kamera secara vertikal ke arah atas ataupun arah
bawah dari objek yang dituju. Pergerakan secara vertikal ke atas biasa
disebut dengan tilt up yang dapat memicu emosi, perasaan, dan perhatian
akan rasa ingin tahu tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, namun
terkadang juga untukkan mengagungkan objeknya, sedangkan pergerakan
vertikal ke bawah disebut dengan tilt down yang umumnya memicu
kesedihan dan kekcewaan. Seperti pada gambar 2.6 berikut.
3. Zooming
Merupakan pengambilan gambar dengan memperbesar atau memperkecil
ukuran gambar dengan mengubah dari sudut pandang sempit ke sudut
pandang lebar yang biasa disebut dengan zoom out untuk menunjukkan apa
yang berada di sekitar objek yang dituju, ataupun dari sudut pandang lebar ke
sudut pandang kecil yang disebut dengan zoom in untuk menunjukkan objek
penting dalam satu frame tersebut. Seperti pada gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Ilustrasi Zoom in dan Zoom Out (Sumber: static.videomaker.com)
4. Tracking
Merupakan pengmbilan gambar dengan pergerakan maju dan mundur yang
diikuti oleh seluruh badan kamera yang mengikuti gerak dari objeknya seperti
pada gambar 2.8 berikut.
5. Timelapse
Merupakan teknik fotografi dengan menggabungkan beberapa foto tanpa
memindahkan posisi kamera dan angle di lain posisi yang memiliki selang
waktu dalam hitungan detik yang difokuskan pada point of interest obyeknya.
Seperti pada gambar 2.9 berikut.
Gambar 2.9 Timelapse (Sumber: google.com)
6. Cutaway
Metode penyambungan dimana dalam shot kedua atau selanjutnya masih ada
elemen-elemen visual shot yang pertama atau sebelumnya yang bertujuan
untuk memberi informasi yang lebih banyak kepada penonton. Seperti pada
gambar 2.10 berikut.
34
Pada bab III ini akan dijelaskan dengan metode yang digunakan dalam
pembuatan dan pengolahan data serta perancangan dalam pembuatan Video
features ini. Penjelasan konsep dan pokok pikiran dalam Video features ini akan
menjadi dasar rancangan karya yang dibuat. Metode penilitian dalam proses
pembuatan Video features ini dilakukan berdasarkan penilitian dengan
tahapan-tahapan yang digunakan diantaranya adalah planning atau perencanaan, analisa,
desain, implementasi.
3.1 Metodologi
Metodologi penelitian adalah ilmu yang mempelajari tentang cara atau
metode untuk melakukan penelitian (Soewadji, 2012: 10). Metodologi yang
dipilih sesuai dengan masalah yang sedang diteliti agar mendapatkan data yang
tepat dan akurat untuk menunjang hasil karya yang dihasilkan. Pada Tugas Akhir
ini metodologi yang dipilih adalah metodologi kualitatif. Menurut Idiantoro dan
Supomo (1999: 12-13) metodologi kualitatif adalah penelitian kualitatif dengan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis/lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
Metodologi yang dirasa sesuai untuk menunjang pembuatan video features
ini adalah menggunakan metode kualitatif karena membutuhkan pengujian secara
kualitas sehingga tahap pengumpulan data lebih detail terhadap karya Tugas
Akhir guna menghasilkan karya berkualitas yang lebih baik.
3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam kegiatan pembuatan video features ini dilakukan
agar dalam proses analisis data tidak terjadi penyimpangan materi serta tujuan
yang dicapai. Menurut buku yang berjudul “Metode Penelitian” karya W. Gulo
(2010: 115), teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu
observasi, wawancara dan literatur. Dari pernyataan tersebut kegiatan
pengumpulan data dilakukan dari beberapa bidang, yaitu:
1. Video Features
Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada video features.
Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan
sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi
Dari situs youtube dilakukan pencarian dengan keyword Lentera
Indonesia. Dari sini diketahui bahwa video features itu mengajak atau
mempngaruhi audience yang melihatnya. karena dapat dilihat secara fisik
dengan gambar dan amosfer yang terekam dalam kamera yang
memberikan gambaran hidup atau gambaran sesungguhnya. Video
Gambar 3.1 video features ‘lentera indonesia’ (Sumber: www.youtube.com/netmediatama)
Keyword: mengajak, mempengaruhi audience, gambaran sesungguhnya,
gambar yang terekam, gambar hidup.
b. Literatur
(Fachruddin, 2012: 225) menyatakan bahwa Features membahas pada satu
pokok bahasan atau tema yang diungkap melalui berbagai pandangan yang
saling melengkapi, mengurai, dan menyoroti secara kritis dengan berbagai
kreasi.
Videobase oleh Hafiz, dkk (2009) yang berisi bahwa video memiliki
pengaruh dalam membangun budaya baru dalam perubahan perilaku dan
cara berpikir masyarakat saat ini.
Azhar Arsyad (2011 : 49) menyatakan bahwa video merupakan
gambar-gambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui
lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup.
Keyword: gambar hidup, membahas satu bahan pokok, mengurai,
2. Permainan Tradisional Engklek
Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada permainan
tradisional engklek dan congklak. Pengumpulan data dilakukan untuk
menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas
Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi
Dari situs youtube dilakukan pencarian dengan keyword permainan
tradisional engklek. Dari sini diketahui bahwa permainan tradisional
engklek itu dapat membatu anak berkompetisi, negosiasi, komunikasi, dan
empati. Permainan ini mengandalkan kekuatan kaki karena pemain harus
benar-benar menapakkan kakinya pada gambar kotak yang telah dibuat di
atas tanah. Seperti pada gambar 3.2 berikut.
Gambar 3.2 Permainan Tradisional Engklek (Sumber : https://www.youtube.com/Do dolanan UIN)
Biasanya permainan engklek dimainkan oleh anak-anak dengan dua
sampai lima orang peserta.
Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu
berhak memilih sebuah petak dijadikan sawah mereka, yang artinya
dipetak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu
selama permainan. Peserta yang memiliki kotak yang paling banyak adalah
yang memenangkan permainan ini.
Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap permainan tradisional
engklek dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:
Keyword : mulai terlupakan, permainan tradisional, mengandalkan
kekuatan kaki, gambar kotak di atas tanah, melatih berkomunikasi,
melatih kompetisi.
b. Literatur
Menurut Santrock (2000) syarat permainan tradisional engklek pesertanya
lebih dari satu orang. Dalam permainan ini mau tidak mau anak akan
berkomunikasi dengan anak lain. Ada beberapa ketrampilan sosial yang
dipelajari anak ketika anak bermain engklek, yaitu kompetisi, negosiasi,
komunikasi, dan empati.
Menurut Bycans dari (https://www.scribd.com) Permainan ini
mengandalkan kekuatan kaki dan keseimbangan si pemain. Sebab si
pemain harus kuat menapakkan satu kakinya di atas tanah seraya
mengangkat kaki lainnya. Pemain tak boleh asal menapakkan kaki. Sebab
pemain harus benar-benar menapakkan kakinya pada gambar kotak yang
telah dibuat di atas tanah.
Dari hasil literatur yang dilakukan terhadap permainan tradisional engklek
dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:
Keyword: permainan tradisional, mengandalkan kekuatan kaki, melatih
3. Permainan Tradisional Congklak
Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada permainan
tradisional engklek dan congklak. Pengumpulan data dilakukan untuk
menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas
Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi
Dari situs youtube dilakukan pencarian dengan keyword permainan
tradisional congklak. Dari sini diketahui bahwa permainan tradisional
congklak merupakan permainan yang menitik beratkan berhitung.
Permainan congklak melatih kita untuk terampil, cermat, jujur, sportif, dan
menimbulkan rasa akrab antara sesama.
Permainan ini sudah jarang dimainkan karena kemajuan teknologi yang
begitu pesat. Seperti pada gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3 Permainan Tradisional Congklak (Sumber : https://www.youtube.com/Indonesia baru)
Di daerah Jawa permainan tradisional congklak lebih dikenal dengan nama
Dakon. Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan,
mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan buah
biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Pada awal
pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih
lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah
kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji
lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi,
bila habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan
memilih lobang kecil di sisinya. Bila habis di lubang kecil di sisinya maka
ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila
berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak
mendapatkan apa-apa.
Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap permainan tradisional
congklak dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:
Keyword: menggunakan papan, menggunakan biji, dimainkan dua orang,
menitik beratkan pada berhitung, melatih kejujuran, terampil, cermat,
menjalin keakraban.
b. Literatur
Dari (http://www.dakontasik.com/) Permainan ini memerlukan dua orang
pemain, sebuah papan congklak, dan biji untuk pengisi masing- masing
lubang. Setiap pemain mengambil semua biji yang terdapat pada lubang
kecil yang di inginkan, untuk disebar satu biji per lubang berurutan searah
jarum jam. Langkah tersebut dilakukan berulang.
Dari (www.melayuonline.com/ind) Nilai budaya yang dapat diambil dari
permainan congkak yaitu ketelitian, kecerdasan dan kejujuran. Kecerdasan
dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut.
sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan
lengah.
Dari (http://www.dakontasik.com/) nilai pendidikan dari permainan
congklak yaitu melatih untuk terampil dan cermat, melatih jiwa sportif,
jujur, adil, tepa selira dan akrab dengan orang lain dan menjalin kearaban.
Keyword: permainan tradisional, mengunakan papan, melatih ketelitian,
melatih kejujuran, melatih jiwa sportif, menjalin keakraban.
4. Kota Surabaya
Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada kota surabaya
Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan
sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Literatur
Dari (http://www.surabaya.eastjava.com) yang berisi tentang kota
Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan, hal ini terjadi sejak adanya
pertempuran rakyat Surabaya melawan tentara Belanda dalam revolusi
kemerdekaan Indonesia.Sebagai ibukota provinsi, Surabaya juga
merupakan rumah bagi banyak kantor dan pusat bisnis. Perekonomian
Surabaya juga dipengaruhi oleh pertumbuhan baru dalam industri asing
dan beberapa segmen industri yang akan terus berkembang, terutama
dalam hal properti, dimana gedung pencakar langit, mall, plaza, apartemen
Meskipun Surabaya banyak dipengaruhi oleh beragam budaya, tetapi
keaslian kesenian dan budayanya masih tetap hidup dan berkembang
sampai saat ini.
Keyword: kota pahlawan, sebagai ibukota provinsi, pusat bisnis, pusat
industri, macet
b. Wawancara
Wawancara dilakukan pada masyarakat Surabaya bahwa kota Surabaya itu
kota yang hampir setiap hari macet karena merupakan kota terbesar kedua
setelah Jakarta, selain itu kota surabaya itu bersuhu panas, dan terkenal
dengan kepahlawanannya.
Keyword: kota yang rame, kota yang macet, bersuhu panas, kota
pahlawan.
3.3 Analisa Data
Menurut (Moleong, 2002: 103) analisa data adalah proses mengatur urutan
data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Dalam table ini, data yang telah didapat dari berbagai sumber dikualifikasikan
menurut darimana data itu didapat. Lalu diolah dengan mencari mana yang paling
identik atau yang selalu ada saat proses pengumpulan data. Analisa data dapat di
Tabel 3.1 Analisa data materi video features
Subjek Observasi Literatur Wawancara Kesimpulan Keyword
Video
Tabel 3.2 Analisa data materi Permainan Tradisional Engklek
Tabel 3.3 Analisa data materi Permainan Tradisional Congklak Subjek Observasi Literatur Wawanca
ra
Tabel 3.4 Analisa data materi Kota Surabaya
Subjek Literatur Observasi Wawancara Kesimpulan Keyword
3.4Studi Eksisting
Studi eksisting merupakan acuan yang mempengaruhi secara dominan
dalam pembuatan sebuah karya. Beberapa karya yang menjadi referensi
dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah:
1. Si Bolang Trans TV
Konsep features yaitu dengan gaya menghadirkan tokoh didalam ceritanya
dan dia menceritakan suatu tempat yang berpinda-pindah setiap harinya. Dan
di video saya mengambil dari si bolang yaitu shot pengambilan gambar yang
bagus dengan moment dan menghadirkan tokohnya.
Gambar 3.4 SI BOLANG (Sumber: www.youtube.com)
2. Discover Indonesia
Konsep yang beragam dalam shot pengambilan gambarnya yang bagus akan
menjadi acuan dalam pembuatan konsep dan shot-shot pengambilan
gambarnya. Saya mengambil dari Discover Indonesia yaitu shot-shot yang
unik, warna yang ada di dalamnya dan musicnya.
3. Cut away
Film yang menggunakan teknik cut away karena ingin memberikan interaksi
keada penonton antara orang dengan permainannya. Dan saya mengambil
dari Cut away itu Point of Interest dalam pengemasannya dengan
memperlihatkan shot-shot ini nantinya akan menjadi salah satu teknik dalam
karya Tugas Akhir ini sebagai variasi visual yang menampilkan satu peristiwa
sebagai penyangga antar shot.
Gambar 3.6 bukan kesempatan yang terlewat (Sumber: www.youtube.com)
Dari hasil studi eksisting yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kata kunci
sebagai berikut:
3.5 STP
Kegunaan dari STP ini adalah untuk membatasi segmentasi, target serta
positioning agar lebih jelas dan tidak terlalu melebar. Tabel 3.5 menunjukan
analisa STP :
Tabel 3.5 Analisa STP Segmentasi
&
Targeting
Geografis Masyarakat Kota
Demografi Usia : 6-12 tahun,
Gender : Laki-laki , perempuan
Jenjang pendidikan : Sekolah Dasar
Psikologi Kelas sosial : Menengah
Gaya hidup : Mengah Keatas
Positioning Video ini diperuntukan bagi semua umur tapi
diutamakan bagi anak-anak agar permainan tradisional
engklek dan congklak tidak terlupakan dengan adanya
kemajuan teknologi.
(Sumber: Olahan Penulis)
Segmenting, Targeting, dan Positioning merupakan pemetaan segmentasi
pemasaran produk secara modern (Kotler, 1995: 315). Pemetaan ini dilakukan
untuk memfokuskan penentuan komponen strategi suatu produk agar dapat
bersaing dengan produk yang sebelumnya ada di pasar. Pemetaan dalam Tugas
Akhir ini dilakukan untuk menentukan pasar dengan hasil pembuatan produk
berupa video features permainan tradisional engklek dan congklak di kota
Surabaya.
Segmenting merupakan pengelompokan karakteristik konsumen (Kotler,
Indonesia. Dilanjutkan dengan pengerucutan dari segmenting dengan target
berdasarkan psikografi yang mengacu pada masyarakat yang tertarik pada budaya.
Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pembuatannya akan nilai-nilai budaya
yang terkandung didalam permainan tradisional engklek dan congklak.
Positioning merupakan cara mengkomunikasikan sebuah pencitraan dari
suatu produk. Pencitraan yang ingin dibangun dalam hal ini adalah tentang
permainan tradisional engklek dan congklak di kota Surabaya yang
dikomunikasikan melalui media video features.
Dari hasil studi eksisting yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kata kunci
sebagai berikut:
3.6 Keyword
Kata kunci yang dapat ditarik dari beberapa kesimpulan analisa data di atas
sebagai acuan perancangan karya adalah kompetitif yang dapat diterjemahkan
sebagai persaingan. Keyword tersebut memiliki banyak kata yang berhubungan
erat dengan kompetitif atau persaingan, diantaranya seperti ambisius, masuk akal,
bijaksana, (www.oxforddictionaries.com).
3.7 Analisa Warna
Dari keyword yang didapat di atas dimunculkan warna kompetitif sebagai
acuan dalam pewarnaan atau color grading untuk menyetarakan warna video dan
poster agar mendukung suasana sesuai dengan keyword. Pewarnaan akan
didominasi oleh warna yang mewakili warna kompetitif untuk menciptakan
nuansa persaingan dengan mengutamakan warna-warna merah. Menurut
www.anneahira.com warna-warna warna merah ini menggambarkan keadaan
psikis yang berhubungan dengan semangat dan memiliki pengaruh pada
produktivitas, kompetitif dan keberanian Warna-warna tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
Gambar 3.7 Skema Warna kompetitif
3.8Perancangan Karya
Agar dapat mengahasilkan sebuah karya video features, maka dibutuhkan
sebuah perancangan. Perancangan karya ini dimulai dari perumusan ide yang
terdiri dari ide yang mentah disertai dengan penelitian pada studi literatur,
observasi, studi eksisting, dan wawancara kemudian dikembangkan menjadi
sinopsis awal, dilanjutkan pada tahap analisa data untuk menemukan keyword
yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan karya. Tahap pra produksi
dirancang untuk menyusun konsep, sinopsis, treatment, naskah, penyusunan tim,
penjadwalan, budgeting, dan penentuan alat untuk proses prosuksi. Dilanjutkan
pada proses produksi dan pasca produksi yaitu editing, dubbing, scoring music,
dan pameran. Alur perancangan karya penelitian video features ini digambarkan
Gambar 3.8 Bagan Perancangan Karya (Sumber: Dasar-dasar Produksi Televisi)
3.8.1 Pra Produksi
Dari skema tahapan perancangan karya pembuatan video feature di atas,
penulis melalui serangkaian persiapan sebelum syuting dilakukan. Berlandaskan
tahapan pembuatan video features menurut Andi Fachrudin (2012: 226) penulis
1. Ide
Ide didapat saat melihat anak-anak jaman sekarang yang berada diperkotaan
maupun dikota pinggiran banyak sekali yang tidak lepas dengan nmanya
gadget. Padahal bermain gadget itu bisa menjadikan anak bersifat
individualisme, maka dari itu anak-anak perlu adanya bersosialisasi kepada
teman sebayanya. Contohnya bermain permainan tradisional yang cara
bermainnya berkelompok atau rame-rame, sehingga anak-anak tidak
cenderung individual tapi bisa bersosialisasi dengan orang disekitarnya.
2. Konsep
Memperkenalkan permainan tradisional dikalangan anak-anak dengan
menunjukkan manfaat, cara bermain yang ada di permainan engklek dan
congklak dalam kemasan video features. Dengan memberi sentuhan timelase
dan cut away sebagai variasi visualnya, kemudian disempurnakan dengan
tatanan audio dan voice over.
3. Sinopsis
Surabaya adalah kota metropolitan, tidak banyak anak-anak jaman sekarang
ini bermain permainan tradisional, karena adanya perubahan aktivitas anak
saat ini yang sering bermain gadget. Tidak hanya itu lahan pun sudah mulai
jarang ditemukan dikota-kota besar, maka dari itu video features ini berusaha
mengenalkan kembali permainan tradisional kepada masyarakat khusunya
4. Treatment
Dalam perumusan ide Andi Fachruddin (2012: 226) menjelaskan bahwa
treatment merupakan hal penting sebelum memulai observasi yang
merupakan acuan dalam urutan dalam penulisan naskah.
Penulisan treatment untuk video features dilakukan seperti halnya penulisan
naskah yang dituliskah berdasarkan poin-poin yang ingin ditampilkan, namun
dalam penulisannya dianjurkan menggunakan font Sans Serif yang mudah
dan cepat untuk dibaca seperti Arial ataupun Century Gothic.
Treatment pebmuatan video features ini tererlampir dalam lampiran 5.
5. Naskah
Naskah dalam pembuatan video features memiliki format berbeda dengan
film dalam penulisannya. Naskah dengan format dua kolom yang hanya
menuliskan poin visual dengan audio terbagi dalam dua sisi. Namun
standarnya dituliskan pada kertas A4 dengan margin normal dengan fontSans
Serif yang mudah dan cepat untuk dibaca seperti Arial ataupun Century
Gothic berukuran 11 yang mudah terbaca (Andi FAchruddin, 2012: 228).
6. Persiapan Teknis
Persiapan teknis meliputi persiapan peralatan produksi dan pemilihan tim
produksi dalam pembuatan video features.
a. Alat yang digunakan, yaitu:
1. 2 Kamera Canon 60D
2. 1 Tripod Kamera
3. 4 Baterai cadangan kamera 60D dan 1 lighting
4. Lensa Canon 18-55mm
5. 1 Lensa Canon fix 40mm
6. 1 Lensa Canon 18-200mm
b. Tim Produksi:
1. Eksekutif Produser : Bu nanik
2. Produser : Annas Subekhi ES
3. Sutradara : Fahrida Hilda F
4. Ass. Sutradara 1 : Else Rahmawati
Elok Sofiyah
5. Naskah : Fahrida Hilda F
6. DOP : John Cristian
7. Cameraman : John Cristian
Almaviva Sakina R
Toriditya Yudha Pravira
8. Editor : Fahrida Hilda F
9. Animator : Ade Okta
7. Publikasi
Publikasi untuk video features ini menggunakan penyebaran melalui DVD
dan pemutaran pada acara-acara screening, sehingga diperlukan beberapa
properti promosi diantaranya:
1. Poster
a. Konsep
Poster pada karya video features yang berjudul “Remember Me”
menggunakan gambar siluet anak-anak yang bercanda kemudian
didalam foto dikasih permainan congklak dan engklek dan anak yang
sedang memainkan permainan itu.
2. Sampul DVD
Desain yang diadaptasi dari gambar latar desain poster yang menjadi
identitas dari video features ini menggunakan konsep desain yang sama.
3. Label DVD
Label pada DVD menggunakan gambar latar desain yang menjadi
perpaduan dari sampul DVDnya.
8. Anggaran Produksi
Dalam proses pembuatan video features dibutuhkan anggaran dalam proses
produksinya. Berikut merupakan tabel anggaran dana Produksi.
Tabel 3.9 Anggaran Produksi
Kegiatan/ Uraian Dana
Pra Produksi
Transportasi BBM Rp. 100.000,-