• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASKULINITAS KELAS BAWAH DALAM SINETRON (Analisis Semiotika Pada Sinetron Preman Pensiun 3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MASKULINITAS KELAS BAWAH DALAM SINETRON (Analisis Semiotika Pada Sinetron Preman Pensiun 3)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

MASKULINITAS KELAS BAWAH DALAM SINETRON

(Analisis Semiotika Pada Sinetron Preman Pensiun 3)

THE LOWER CLASS OF MASCULINITY IN SOAP OPERA

(Semiotics Analysis in Preman Pensiun 3)

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

FATIKHATUR RIZQI

20120530163

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

MASKULINITAS KELAS BAWAH DALAM SINETRON

(Analisis Semiotika Pada Sinetron Preman Pensiun 3) THE LOWER CLASS OF MASCULINITY IN SOAP OPERA

(Semiotics Analysis in Preman Pensiun 3)

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

FATIKHATUR RIZQI

20120530163

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipertahankan dan disahkan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 23 November 2016

Tempat : Ruang Rapat IK UMY

Nilai :

SUSUNAN TIM PENGUJI

Ketua

Dr. Muria Endah Sokowati, S.IP., M.Si

Penguji I Penguji II

Filosa Gita Sukmono, S.I.Kom., MA Ayu Amalia, S. Sos., Msi.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1)

Tanggal 29 Agustus 2016

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

(4)

iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Fatikhatur Rizqi

NIM : 20120530163

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari sumber lain telah disebutkan dalam teks menggunakan aturan yang berlaku.Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi atau karya tulis ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 23 November 2016

Penulis

(5)

iv

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Mamah, Bapak, Fiqih, Alka,

Opung Ali (yang di syurga), Opung Mirlan,

(6)

v HALAMAN PERSEMBAHAN

Terimakasih banyak saya haturkan kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Atas segala nikmat dan yang telah dilimpahkan-Nya. Alhamdulillah.

2. Nabi Muhammad SAW, shalawat serta salam senantiasa tercurah padanya.

3. Ibu Mubarozah dan Bapak Muhammad Aswan Pulungan, terimakasih atas segalanya yang udah Mama dan Bapak kasih untuk Kakak. Terimakasih juga untuk segala doa, motivasi dan dukungan yang tak pernah putus hingga sampai saat ini. Semoga kita semua senantiasa dalam perlindungan Allah SWT.

4. Muhammad Fiqih Pulungan dan Muhammad Hafidz Al Kautsar Pulungan, adik-adik

yang tampan dan pintar. Terimakasih untuk selalu menjadi alarm untuk Kakak supaya

cepet pulang ke rumah (“buruan lulus!”).

5. Opung Mirlan Siregar dan Opung Ali Pulungan (alm). Terimakasih banyak Pung untuk doanya. Sayang banget Opung gak bisa liat kelulusan cucu pertamanya. Semoga Opung bahagia di surga sana. Terimakasih juga untuk Opung-opung ku yang lainnya.

6. Mbah Faro‟i dan Mbah Mukrom. Terimakasih Mbah untuk doa dan dukungannya. 7. Om-Tante, Bulek-Paklek, Budhe-Pakdhe, Uda-Nanguda, Tulang-Nantulang,

Bou-Amang Boru dimana pun kalian berada. Terimakasih untuk semua dukungan dan doanya.

8. Keluarga besar Bani Sarijaniyah. Terlebih kepada Om Birin dan keluarga, terimakasih untuk tumpangannya waktu pertama kalinya mendarat di Jogja dan Mbak Mudah yang selalu nganterin kemanapun mau pergi. Juga buat yang masih menempuh pendidikan di Kota Pelajar ini, Om Komar, Mba Arum, Mba Ummi, Mba Baidah, Ummu dan lain-lain yang tidak disebut satu per satu semangat dan sukses yaaa. 9. Ibu Muria, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing saya

dalam pembuatan skripsi hingga akhirnya terselesaikan. Terimakasih banyak ya, Bu. 10.Pak Filosa dan Mba Ami, selaku dosen penguji. Terimakasih untuk segala masukan

dan saran yang membangun untuk skripsi ini.

(7)

vi

12.Kelas D Ilmu Komunikasi UMY 2012, teman-teman yang asik dan ciamik. Terimakasih udah ngasih kesan yang baik begitu jadi mahasiswa baru.

13.Konsentrasi Public Relations IK UMY 2012, sukses untuk kalian semuanya.

14.KOMAKOM UMY, yang selalu bikin hidup jadi gak gabut, adaaaa aja yang selalu dikerjain. Makasih untuk semua pelajaran dan pengalaman berharga, tempat berproses dll. Terlebih untuk angkatan 2012, Deri Hazwara Lubis, Annisa Amalia Hapsari, Puspita Septi Mahardani,Siti Ropiah Nurrahmat, Ameilia Arista Putri,Nisa Akmala, Annisa Ihtiarina Yustinsani, Leonardo Putra Adamy, Lailatul Sahara,M. Abdul Qadar, Zulfin Hariani, Lathifah Khoirunnisa, Nasya Meilika dan M. Unggul Anggoro yang udah jadi teman berproses. Untuk 7 orang yang namanya disebutkan di awal, makasih

untuk semua hal, gak bisa disebutin satu-satu karena terlalu nyebelin untuk diingat. Semoga KOMAKOM tetap KOMAKOM!

15.CIKO UMY. Makasih banyak untuk ilmunya tentang pembuatan film dan bikin event untuk launching filmnya. Maju terus dan bisa menghasilkan karya yang super duper keren.

16.Teman-teman seperjuangan, se-per-dosen-pembimbing-an yang saling menguatkan dan menyemangati. Nisa Akmala, Annisa Amalia Hapsari, M. Aulia Rahman, Nashwan Ihsan Fazil, Angga Dini Akbar, Atana Misyka dan Anisati Sauma Ningrum. Buat yang belum segera diselesaikan, jangan pernah bosen buat melewati ini semua. 17.LZ Girls, Siti Ropiah Nurrahmat, Galuh Ratnatika, Atana Misyka dan Inggrid

Selviana. Makasih udah mau jadi temen aku. Buat Opi dan Galuh, sukses ya untuk karirnya. Untuk Misyka dan Inggrid, semoga lancar skripsiannya.

18.Temen sepermainan dan sepernongkrongan a.k.a Lokal Ha**** (hahaha), Abu Hurairah, Adityo Surya Halim, Affan Pratama, Almaz Amalin Shabrina, Guswan Nurholik, M. Abdul Qadar, M. Alief Maulana, M. Aulia Rahman, Siti Ropiah Nurrahmat, Syarifah Khamsiawi. Akhirnya kita udah lulus semua. Semoga kita bisa merealisasikan rencana yang udah bertahun-tahun lalu dikemas, LIBURAN!!!!! 19.Almater tercinta jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas ISIPOL, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

(8)

vii

Life's too short to have regrets

So I'm learning now to leave it in the past and try to forget Only have one life to live

So you better make the best of it

(9)

viii KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Maskulinitas Kelas

Bawah Dalam Sinetron (Analisis Semiotika Pada Sinetron Preman Pensiun)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan anugerah-Nya 2. Nabi Muhammad SAW, panutan terbaik umat manusia.

3. Bapak. Prof. Bambang Cipto, M.A., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

4. Bapak. Dr. Ali Muhammad, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMY

8. Bapak. Filosa Gita Sukmono, S.I.Kom., MA., selaku dosen penguji skripsi 9. Ibu. Ayu Amalia, S.Sos., M.Si., selaku dosen penguji skripsi

10.Seluruh dosen jurusan Ilmu Komunikasi UMY atas ilmu yang telah diberikan selama menempuh pendidikan, semoga ilmunya bermanfaat. Aamin.

11.Staff Tata Usaha Jurusan Ilmu Komunikasi UMY, Mbak Siti, Pak Jono dan Pak Mur yang telah membantu proses administrasi selama kuliah.

(10)

ix

penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Penulis

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv

2. Maskulinitas Anak Muda dan Maskulinitas Subordinat 11 3. Maskulinitas dalam Media ... 16

F. Metode Penelitian ... 21

1. Analisis Semiotika Roland Barthes ... 21

2. Objek Penelitian ... 23

3. Teknik Pengumpulan Data ... 24

4. Teknik Analisis Data... 25

(12)

xi

A. Dominasi Laki-Laki Terhadap Perekonomian ... 27

B. Figur Laki-Laki dalam Preman Pensiun 3... 30

BAB III. ANALISIS MASKULINITAS DALAM PREMAN PENSIUN 3 ... 39

A. Praktik Patriarki dalam Preman Pensiun 3 ... 40

B. Bentuk Dominasi Identitas Laki-Laki ... 55

C. Aksi Heroik pada Konstruksi Maskulinitas ... 64

BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(13)

xii DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Elemen-elemen Maskulinitas ... 24

Tabel 3.1 Dialog antara Komar dan Bebep ... 46

Tabel 3.2 Dialog antara Jamal dan Resti ... 50

Tabel 3.3 Dialog antara Jamal dan Kemod ... 52

Tabel 3.4 Dialog antara Murad dan Saep ... 67

Tabel 3.5 Dialog antara Polisi dan Pencopet ... 68

(14)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Tanda Roland Barthes ... 22

Gambar 2.1 Sinetron Anak Jalanan ... 32

Gambar 2.2 Kinanthi dan temannya di Kafe ... 34

Gambar 2.3 Diskusi keluarga Muslihat ... 35

Gambar 2.4 Keseriusan Jamal ... 37

Gambar 2.5 Penampilan Preman ... 38

Gambar 2.6 Saep selaku bos copet ... 38

Gambar 3.1 Komar dan istrinya ... 42

Gambar 3.2 Iklan Royco dan chef Billy Kalangi ... 48

Gambar 3.3 Jamal dan Resti ... 49

Gambar 3.4 Penampilan Jamal ... 51

Gambar 3.5 Film Gravity ... 55

Gambar 3.6 Gobang di terminal... 56

Gambar 3.7 Kinanthi berada di kantor ... 58

Gambar 3.8 Iklan Kuku Bima Energi ... 59

Gambar 3.9 Dikdik Membelai Imas... 60

Gambar 3.10 Iklan U Mild versi Pinter Bagi Waktu ... 62

Gambar 3.11 Murad dan Saep ... 65

Gambar 3.12 Polisi dan Pencopet ... 68

(15)

xiv

(16)
(17)

xv ABSTRAK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

KONSENTRASI PUBLIC RELATIONS Fatikhatur Rizqi

201020530163

Maskulinitas Kelas Bawah dalam Sinetron (Analisis Semiotika pada Sinetron Preman Pensiun 3)

Tahun Skripsi : 2016 + .... Halaman + 7 Tabel +11 Gambar Daftar Pustaka : 11 Buku + 9 Jurnal + 2 Skripsi + 3 Internet

Maskulinitas merupakan konsep mengenai laki-laki yang berasal dari konstruksi sosial. Konsep ini pun mengalami perkembangan dari masa ke masa. Objek penelitian ini adalah sinetron Preman Pensiun 3 yang diproduksi oleh MNC Pictures dan disutradarai oleh Aris Nugraha. Sinetron ini menceritakan tentang dari cerita kehidupan sehari-hari seorang preman yang kebanyakan berasal dari masyarakat kelas bawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana maskulinitas ditampilkan melalui sinetron Preman Pensiun 3. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika Roland Barthes. Pada analisis semoitika roland Barthes terdapat dua tahap pemaknaan yaitu denotasi dan konotasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa maskulinitas yang ditampilkan dalam sinetron ini adalah maskulinitas yang hegemonik, melanggengkan praktik budaya patriarki dan menampilkan karakter baru pada laki-laki yang disebut dengan istilah new man as nurturer.

(18)

xvi ABSTRACT

UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF COMMUNICATION SCIENCE CONCENTRATION OF PUBLIC RELATIONS Fatikhatur Rizqi

201020530163

The Lower Class of Masculinity in Soap Opera (Semiotics Analysis in Preman Pensiun 3)

Thesis : 2016 + .... Pages + 7 Table +22 Pictures

Bibliography : 11 Books + 9 Jurnal + 2 Thesis +3 Internet Source

Masculinity is a concept about a man who comes from social construction. From time to time this concept has been through such development. The object of the research is Preman Pensiun 3 soap opera that produced by MNC Pictures and directed by Aris Nugraha. This soap opera tells about preman‟s live most are from lower class society. This research is purposed to find out the lower class of masculinity that presented by Preman Pensiun 3. This research use semiotic analysis of Roland Barthes that have two order significations, there are denotation and connotation. The result of this research shows the hegemonic masculinity, set the patriarchy culture and shows character of man which is a new man as nurturer.

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maskulinitas merupakan sebuah konsep yang hadir karena adanya

kontruksi sosial terhadap laki-laki. Dalam konsep ini, laki-laki merupakan

sosok yang identik dengan kekerasan, aktif, agresif, logis, ambisius dan

kuat. Konstruksi ini pula yang menyebabkan ketika seorang anak laki-laki

lahir sudah dibebankan beberapa hal. Seperti norma, kewajiban dan

harapan dari keluarga. Hal ini diturunkan dari generasi ke generasi

sehingga seorang laki-laki harus melakukan hal yang telah berlaku bila

ingin menjadi lelaki sejati.

Konsep maskulinitas memiliki perkembangan dari masa ke masa.

Media pun kerap mencitrakan maskulinitas sesuai dengan

perkembangannya. Contohnya pada artikel yang berjudul Konsep

Maskulinitas Dari Jaman Ke Jaman Dan Citranya Dalam Media yang

ditulis oleh Argyo Demartoto pada tahun 2010. Artikel ini menjelaskan

bahwa maskulinitas merupakan sebuah konstruksi yang dibuat oleh

kebudayaan untuk mengarahkan masyarakat untuk menjadi sesuatu yang

dimiliki masyarakat, dapat diperlakukan sesuai kemauan masyarakat itu

(20)

2

Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa pada sebelum tahun

1980an, media mencitrakan maskulinitas sebagai sosok yang pekerja,

terlihat sangat bapak dan mampu menjadi penguasa dalam rumah. Konsep

maskulintas yang seperti ini dianggap sebagai maskulinitas tradisional

dalam pandangan barat. Kemudian pada tahun 1980an, konsep ini

berkembang lagi. Laki-laki diperkenankan untuk menjalankan sifat

alamiahnya, seperti perhatian dan lemah lembut. Konsep yang demikian

masuk dalam kategori kelas menengah dan kaum intelek. Pada tahun

1990an, konsep laki-laki berkembang menjadi sosok yang konsumeris dan

suka bersenang-senang. Pada tahun 2000an, konsep laki-laki menjadi lebih

modern. Terdapat istilah metroseksual yang merupakan kaum sosialita

atau yang disebut juga dengan kelas menengah atas.

Televisi swasta selalu membangun imaji perihal kehidupan kelas

menengah, urban dan moderen yang tinggal di Jakarta melalui

tayangannya berupa program televisi. Sinetron menjadi medium yang

tepat untuk menggambarkan itu semua. Hal ini disebabkan karena sinetron

merupakan program televisi yang digemari oleh masyarakat. Saat ini

tayangan sinetron beraneka ragam. Keanekaragaman sinetron membuat

adanya persaingan antar televisi swasta untuk mendapatkan penonton yang

banyak. Setiap stasiun televisi swasta harus berinisiatif untuk membuat

tayangan yang menarik dan berbeda dengan tayangan lainnya. Secara

sajian ingin menampilkan sesuatu sungguhan yang berbeda, namun

(21)

3

bercerita tentang masyarakat moderen dengan latar tempat di Kota Jakarta.

Dalam cerita tersebut biasanya menggambarkan lika-liku dari kehidupan

kota. Sementara hal tersebut berbeda dengan sinetron yang berjudul

Preman Pensiun yang ditayangkan oleh RCTI.

Sinetron ini menampilkan masyarakat kelas menengah bawah dan

juga memperlihatkan unsur modernitasnya. Latar tempat yang diambil

pada sinetron ini adalah kota Bandung yang merupakan salah satu kota

besar di Indonesia menunjukan modernitas. Preman yang ditampilkan

dalam sinetron tersebut memperlihatkan bahwa preman yang hadir di

tengah masyarakat karena faktor ekonomi, pendidikan dan kultur

masyarakat. Selain itu, sinetron ini tidak memperlihatkan sisi kriminalitas

yang dilakukan oleh preman tersebut.

Sinetron Preman Pensiun merupakan sinetron garapan MNC

Pictures yang ditulis dan disutradarai oleh Aris Nugraha. Sinetron yang

ber-genre komedi ini tayang perdana pada tanggal 12 Januari 2015.

Sinetron ini menceritakan tentang kehidupan preman dengan latar

belakang yang berbeda dengan dibintangi oleh Didi Petet, Epy Kusnandar,

Ikang Sulung, Mat Drajat dan sebagainya. Terdapat 3 musim dalam

sinetron ini. Pada musim pertama tayang sebanyak 36 episode, musim

kedua sebanyak 46 episode dan musim ketiga sebanyak 38 episode.

Sinetron Preman Pensiun 3 merupakan sinetron akhir yang

(22)

4

penelitian karena preman yang diceritakan dalam sinetron ini merupakan

preman-preman yang menguasai beberapa titik wilayah akan pensiun.

Pensiunnya preman-preman tersebut dikarenakan adanya kekacauan yang

dilakukan oleh pihak lain yang ingin menguasai kota Bandung. Tidak

hanya itu, premanisme yang mereka anggap bisnis tersebut bukan suatu

pekerjaan yang dapat menjamin kehidupan di masa depan dan hanya

membuat hidup diliputi rasa gelisah. Mereka lebih memilih untuk

membuka usaha sendiri meskipun harus dimulai dari awal. Contoh,

Muslihat yang telah pensiun dari pimpinan para preman yang mulai

membuka usaha panganan khas Bandung yaitu kecimpring (keripik

singkong). Selain itu, Komar juga mulai berjualan kue balok di pinggir

jalan. Dari hal itu dapat tergambar bagaimana kelas sosial preman yang

berperan dalam sinetron tersebut.

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa preman identik dengan

kekerasan. Sinetron ini pun bercerita tentang perebutan kekuasaan yang

menyebabkan terjadinya kekacauan. Tokoh antagonis, Jamal,

menginginkan kekuasaan itu menjadi miliknya semenjak Kang Mus sudah

pensiun dari jabatannya. Jamal yang tidak menyukai Kang Mus menyusun

strategi untuk mendapatkan kekuasaan tersebut. Strategi yang dilakukan

Jamal berupa membuat kacau situasi pasar, terminal dan jalanan. Selain

itu, kekacauan dilakukan dengan cara kekerasan demi mendapatkan

(23)

5

Kekerasan yang dilakukan oleh Jamal, tidak dilakukan secara

langsung. Melalui perantara orang suruhannya kekacauan itu terjadi. Hal

tersebut dilakukan karena ia tidak ingin menampakkan diri jika ia ingin

menguasai kota Bandung. Untuk mengacaukan situasi pasar, ia

mengirimkan Unang yang merupakan anak buah Dikdik selaku pimpinan

pasar. Cara yang dilakukan berupa menagih uang iuran kepada penjual di

pasar dengan tidak sopan serta mengirimkan pencopet agar beroperasi di

pasar. Situasi yang carut marut tersebut, membuat Taslim, anak buah

Dikdik, merasa ada yang tidak beres dengan situasi demikian. Taslim

mengetahui bahwa hal tersebut karena ulah Unang, Unang pun merasa

khawatir. Akhirnya Unang kabur tanpa kabar dan membawa uang setoran

dari pasar. Uang tersebut ia gunakan untuk membayar penjahat untuk

menghajar Taslim. Hal yang sama dilakukan Kemod, anak buah Gobang

yang telah berkhianat karena ia memiliki visi yang sama dengan Jamal.

Kemod membuat situasi terminal menjadi kacau dengan cara yang sama

dengan Unang.

Dalam hal ini, dapat terlihat bahwa laki-laki identik dengan

kekerasan. Masyarakat mempercayai bahwa laki-laki adalah sosok yang

tangguh, kuat dan siap mengambil setiap resiko. Untuk itu, aktor preman

dari sinetron ini adalah laki-laki. Perempuan dianggap tidak lazim untuk

menjadi preman karena karakternya yang lemah lembut dan mudah

(24)

6

Pada sinetron ini peneliti akan meneliti bagaimana maskulinitas

tersebut ditampilkan dengan dipengaruhi oleh kelas sosial. Maskulinitas

yang ditampilkan akan menuju pada maskulinitas hegemonik atau

maskulinitas subordinat. Untuk itu peneliti menggunakan analisis

semiotika untuk mengetahui makna dari simbol-simbol ataupun

tanda-tanda yang ada di dalam sinetron tersebut. Analisis semiotika yang

digunakan adalah model semiotika Roland Barthes dengan dua tahap

pemaknaan (two significations order), yaitu denotasi dan konotasi. Di

dalam konotasi, yang merupakan tahap pemaknaan kedua diperkuat

dengan mitos. Mitos merupakan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan

masalahnya adalah :

Bagaimana maskulinitas kelas bawah ditampilkan pada sinetron Preman

Pensiun 3?

C. Tujuan Penelitian

Pada sinetron tersebut terdapat tanda-tanda atau simbol-simbol

yang menunjukan tentang maskulinitas kelas bawah. Untuk itu, penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana maskulinitas ditampilkan

dalam sinetron Preman Pensiun 3 berdasarkan kelas sosial. Selain itu

(25)

7

dalam sinetron tersebut merupakan maskulinitas hegemonik atau

maskulinitas subordinat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis untuk

memberikan pengetahuan mengenai konsep maskulinitas berdasarkan

kelas sosial. Selain itu dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti

selanjutnya dalam meneliti tentang gender khususnya tentang

maskulinitas.

E. Kerangka Teori

1. Maskulinitas Hegemonik

Konsep maskulinitas hegemonik dipopulerkan oleh RW Connel,

sosiolog dari Australia untuk memperkenalkan posisi sosial dominan

laki-laki dan posisi sosial subordinat perempuan. Hegemoni pada

maskulinitas hegemonik secara sosiologi diperkenalkan melalui teori

Gramsci yang fokus terhadap dinamika perubahan yang melibatkan

mobilisasi dan demobilisasi setiap kelas. Sumber yang paling dasar

terletak pada teori feminis patriarki dan juga debat mengenai peran

laki-laki dalam mengubah sistem patriarki.

Maskulinitas hegemonik diketahui sebagai pola praktik yang

memperbolehkan laki-laki memiliki dominasi lebih daripada perempuan.

(26)

8

patriarki sendiri diketahui bahwa laki-laki memiliki otoritas lebih daripada

perempuan. Laki-laki yang mendapatkan manfaat dari sistem patriarki

tanpa melakukan versi kuat dari dominasi maskulin dianggap melibatkan

maskulinitas. Hegemoni bukan berarti kekerasan walaupun didukung

dengan kekuatan. Kekuatan yang didapat berdasarkan pada budaya,

lembaga dan kepercayaan. Maskulinitas hegemonik hadir untuk

memperlihatkan keadaan yang spesifik dan membuka sejarah baru,

sehingga bentuk-bentuk maskulinitas akan tergantikan oleh sesuatu yang

baru (Connel dan Messerchmidt, 2015 h. 832).

Maskulinitas hegemonik bukan berupa entitas diskursif yang

tunggal. Akan tetapi konsep ini merupakan konfigurasi dari praktik gender

pada waktu tertentu hingga legitimasi maskulinitas. Maskulinitas

hegemonik juga muncul dalam keadaan dinamis pada salah satu bentuk

dominan identitas laki-laki yaitu kesatuan dan terbuka untuk tantangan.

Dalam konfigurasi gender dinamis dari kemunculan hegemoni

maskulinitas dan evolusi maskulinitas, seringkali digambarkan pada

teks-teks kontemporer (Nilan, 2009, h. 332).

Kebijakan pemerintah pada Orde Baru telah mempertegas isu

tentang gender. Isu mengenai gender dipertegas karena berkaitan dengan

pembangunan nasional dan proses nasionalisasi. Sejak berakhirnya Orde

Baru di tahun 1998, isu-isu mengenai gender menjadi semakin rumit.

(27)

9

pertumbuhan penduduk, usia menikah, pengawasan terhadap fertilitas, dan

pertumbuhan partisipasi pekerja pada wanita (Nilan, 2009, h. 330).

Pada pemerintahan ini pun, laki-laki sangat ditekankan untuk

menjadi sosok yang kuat, karena dengan begitu dapat mencerminkan

karakter bangsa. Hal demikian menyebabkan peran laki-laki lebih

menguasai sektor publik. Sementara peran perempuan cukup di rumah

saja. Laki-laki diposisikan sebagai elemen penting dari negara sedangkan

perempuan cukup fokus pada keluarga di rumah yang mendukung

program dan kebijakan pemerintah secara total. Pada masa itu pemerintah

membuatkan program untuk perempuan seperti PKK, Dharma Wanita dan

KB (Kusumajati, 2014, h. 6).

Selain memiliki program untuk wanita, Orde Baru juga

memfokuskan diri pada anak muda. Pada masa pemerintahan ini,

pemerintah menginginkan agar anak muda di Indonesia patuh terhadap

orang tua. Anak muda Indonesia, terutama laki-laki diwacanakan oleh

orang tua, untuk dibimbing dan dikontrol agar menjadi pribadi yang baik

ketika sudah menjadi orang tua. Mereka diajarkan juga agar dapat menjaga

situasi yang harmonis baik dalam keluarga maupun lingkungan. Setiap

kritik tidak baik jika dilakukan secara terbuka, sebab dikhawatirkan akan

menimbulkan konflik.

Patriarki merupakan variasi dari ideologi hegemoni. Dalam

patriarki, laki-laki tua memiliki hak istimewa daripada laki-laki muda. Hak

(28)

10

daripada laki-laki muda. Pada masa Orde Baru terdapat istilah Bapakism

yang merupakan perpaduan antara tradisi feodal dengan paradigma

pertumbuhan moderen. Contohnya, Soeharto memperkenalkan diri bahwa

beliau adalah bapak Pembangunan Nasional. Pada prinsipnya “Bapak”

merupakan sosok yang dominan dalam keluarga dan memiliki

aturan-aturan. Meskipun demikian, sosok “Bapak” tetap bisa berperan dalam

suatu bisnis, kota maupun negara. Pada tulisan yang ditulis oleh

Moghadam (1993) mengenai relasi gender tradisional menyatakan bahwa

laki-laki yang lebih tua dari sebuah keluarga mempunyai otoritas lebih

daripada anggota keluarga yang lain termasuk laki-laki muda dan wanita

(Nilan, 2009, h. 333).

Tidak hanya itu, Soeharto dianggap juga sebagai laki-laki jawa

yang ideal. Beliau bagaikan raja yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Dalam kultur Jawa, laki-laki ideal adalah laki-laki yang memiliki uang dan

kejantanan seksual. Penguasaan laki-laki terhadap perempuan merupakan

tanda dari kejantanan. Posisi wanita tersebut disejajarkan dengan harta

yang dimiliki oleh laki-laki itu sendiri namun wanita tidak mandiri

(Darwin, 1999, h. 1). Selain kaya dan jantan, laki ideal adalah

laki-laki yang mampu mengontrol emosi, rasional dan karismatik.

Pada zaman Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto,

sosok laki-laki yang menjadi penguasa negara. Pada saat itu pula

perpolitikan di Indonesia kental dengan patriarki, di mana urusan politik

(29)

11

dan Soeharto turun jabatannya dari presiden, wacana tentang feminis

mulai bersuara. Ditambah Indonesia pernah dipimpin oleh presiden

perempuan, yaitu Megawati. Terpilihnya Megawati sebagai presiden

Indonesia disambut oleh para pejuang feminis. Hal tersebut menandakan

bahwa sosok kuat dan mampu memimpin tidak hanya melekat pada sosok

laki-laki, namun dapat melekat pula pada sosok perempuan sebagai bentuk

dari perubahan sosial dan budaya.

2. Maskulinitas Anak Muda dan Maskulinitas Subordinat

Dalam setiap kebudayaan, tentu saja memiliki perbedaan dalam

cara pandang melihat sifat kelelakian. Ketika seorang anak laki-laki lahir,

maka ia akan dibebankan beragam norma, kewajiban, serta harapan dari

keluarga terhadapnya (Dermatoto, 2010, h. 1). Citra diri seorang laki-laki

dalam kehidupan sehari-hari bersumber pada norma budaya. Hal tersebut

berupa cara berbicara, cara berpakaian, cara bergaul dan sebagainya.

Laki-laki harus mendapat pendidikan yang baik agar mendapatkan pekerjaan

tetap. Seorang laki-laki juga harus bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

Dalam budaya tradisional Indonesia, laki-laki muda mencari

perlindungan pada laki-laki yang lebih tua saat dihadapi kesulitan. Selain

itu, laki-laki muda tidak individual melainkan berkelompok namun

subordinat pada bapak, paman atau bos. Jika laki-laki yang lebih tua

melakukan perbuatan buruk, maka laki-laki muda akan mengikuti

(30)

12

Dalam beberapa media, khususnya tayangan televisi pada waktu

prime time, ada tiga jenis anak muda Indonesia. Ketiga jenis anak muda itu

adalah anak muda soleh, anak muda sekuler dan anak muda pelaku

kriminal (Nilan, 2009, h.328). Pertama adalah jenis anak muda yang soleh.

Anak muda yang soleh berpenampilan dengan menggunakan peci, baju

putih dan berjenggot. Selain itu, anak muda ini menjalani kehidupannya

sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Anak muda yang seperti ini,

menghabiskan waktunya untuk beribadah di masjid dan melakukan diskusi

kelompok mengenai isu sosial dan anti barat. Secara kehidupan bersosial

dengan masyarakat, mereka sangat menghindari kontak langsung dengan

perempuan yang bukan mahram-nya. Selain itu, mereka menghindari

untuk berkomunikasi lebih dengan non muslim.

Mereka menginginkan negara Indonesia menerapkan sistem hukum

syariah, karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya

menganut agama Islam. Mereka menganggap bahwa jika Indonesia

menerapkan sistem hukum syariah maka akan mengurangi kriminalitas

dan menumpas kejahatan yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, anak

muda Islam Indonesia tetap patuh orang yang lebih tua.

Sepandai-pandainya mereka dalam urusan agama dan dianggap sebagai orang yang

soleh, mereka tetap memiliki pendamping dalam kehidupannya. Sebagai

anak muda, mereka kerap meminta nasihat dari orang yang lebih tua dari

(31)

13

Anak muda Islam di Indonesia tidak beda jauh dengan anak muda

Islam yang ada di tempat lainnya. Di Tehran, anak muda Islamnya

mengorganisir kehidupannya di masjid, pesantren dan kesatuan militer.

Mereka berasal dari kelas bawah dan kelas menengah tradisional. Tujuan

mereka adalah untuk membuat orang-orang mentaati peraturan. Sementara

stereotip yang ada di Indonesia, anak muda Islam datang dari keluarga

miskin dan jarang dari keluarga berpendidikan.

Tipe anak muda kedua adalah anak muda sekuler. Anak muda tipe

ini sangat bertolak belakang dengan tipe anak muda yang pertama, yaitu

anak muda soleh. Jika anak muda soleh menjadikan agama sebagai

pedoman hidupnya, maka anak muda sekuler berlaku sebaliknya. Hal lain

yang membedakan keduanya adalah dari segi konsumsi rokok. Anak muda

soleh tidak mengkonsumsi rokok, sementara anak muda sekuler

mengkonsumsi rokok. Anak muda yang seperti ini biasanya masuk ke

dalam golongan kelas menengah.

Hal-hal yang dilakukan oleh anak muda jenis ini adalah bermain

musik, olahraga dan berkumpul dengan teman-temannya. Selain itu,

mereka juga amat peduli dengan penampilannya. Biasanya uang yang

mereka miliki dihabiskan untuk perawatan motor, membeli rokok dan

membeli pakaian. Meskipun demikian, anak muda sekuler ini berada

dalam dua kondisi. Kondisi dalam status anak, di mana mereka harus

(32)

14

kondisi sebagai orang dewasa. Kondisi seperti ini merupakan masa transisi

seorang anak muda untuk menjadi dewasa.

Tipe anak muda yang ketiga adalah anak muda yang suka hidup

berkelompok dan kerap melakukan perbuatan kriminal. Mereka seperti

preman, pengguna dan pengedar narkoba, berjudi dan suka mabuk.

Kelompok laki-laki yang suka melakukan kekerasan disebut juga dengan

preman.

Kasus tawuran yang seringkali didominasi oleh remaja laki-laki

merupakan salah satu aksi dari pemahaman negatif doktrin laki-laki yang

dipahami oleh remaja laki-laki. Bagi mereka, jika remaja laki-laki tidak

bisa berdaptasi dengan norma yang berlaku mengenai maskulinitas, maka

akan dilecehkan oleh teman sebayanya. Maskulinitas dianggap sebagai

acuan untuk menjadi pria sejati dan kepantasan dalam pergaulan. Jika

mematuhi maskulinitas maka akan meraih superioritas dan menjadi

laki-laki sejati. Akhirnya, mereka berusaha untuk melakukan berbagai cara

untuk mendapatkan label „laki-laki sejati‟. Akan tetapi maskulinitas

diterjemahkan sebagai cara yang harus ditempuh dengan melakukan

perkelahian dan penindasan.

Saat laki-laki tidak mampu menjalankan peran gender, mereka

akan merasa malu dan terhina. Saat itu pula laki-laki merasa harga dirinya

jatuh. Ketika mereka merasa harga dirinya jatuh, mereka akan merasa

takut. Sebisa mungkin menjaga dan mempertahankan harga dirinya. Efek

(33)

15

negatif yang dilakukan. Seperti mabuk, mengkonsumsi narkoba dan

menjadi anggota kelompok kriminal. Tindakan tersebut dipilih karena

berlabel „jantan‟ dan dapat menutupi harga diri kelelakiannya yang jatuh.

Masyarakat pun menganggap hal tersebut wajar dilakukan oleh laki-laki,

karena erat dengan label jantan. Masyarakat cenderung permisif dengan

nilai kejantanan yang sifatnya negatif ketika kita membicarakan tentang

laki-laki dan alkohol. Jika laki-laki menjadi peminum dan pecandu alkohol

itu adalah hal yang biasa. Kelonggaran kontrol sosial tersebut,

menyebabkan laki-laki meminum-minuman beralkohol dengan berbagai

alasan.

Ketika laki-laki merasa harga dirinya jatuh, mereka bisa juga

melakukan hal positif untuk menjaga dan mempertahankan kelelakiannya.

Hal positif yang dapat dilakukan adalah berkaitan dengan kemampuan diri

dalam menerima diri dan pengelolaan emosi negatif, namun tidak banyak

laki-laki yang mampu mengelola emosi dalam dirinya. Kondisi ini yang

menyebabkan mereka tidak dapat mengontrol dinamika perasaan

negatifnya.

Di Indonesia kontemporer saat ini muncul istilah „a new masculine

cast‟. Gejala ini ditandai dengan adanya kekerasan yang terjadi terhadap

kelompok homoseksual di Indonesia. Hal tersebut menandakan adanya

politik homophobia. Homophobia merupakan ketakutan diri pada seorang

laki-laki jika mereka tidak dapat melakukan apa yang harus dilakukan oleh

(34)

16

seorang gay. Mereka pun takut jika mereka dikatakan sebagai seorang

banci karena sikapnya yang begitu kemayu. Banci dianggap sebagai label

yang paling merendahkan seorang laki-laki karena kemayu, tidak gagah

dan tidak keren (Mahendra, 2016).

Tahun 2005-2006 diramaikan dengan perdebatan mengenai

Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi. Di saat itu pula FPI

melakukan penggrebekan kantor majalah Playboy. FPI dalam hal ini

menunjukan kuasanya. Selain melakukan penggrebekan, FPI pun

menyerang kelompok gay dengan aksi kekerasan yang sangat terbuka.

Kehadiran sekelompok gay tersebut dinilai tidak lazim oleh FPI karena

hegemoni pada masa Orde Baru. Orde Baru sangat menjunjung tinggi nilai

keluarga bahagia yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. FPI pun melihat

bahwa gay tidak mencerminkan karakter Indonesia.

3. Maskulinitas dalam Media

Media menjadi salah satu sarana untuk menggambarkan citra

maskulinitas. Selain itu, media juga memberikan gambaran dari konsep

maskulinitas yang memiliki perkembangan. Konsep maskulinitas dapat

dimediakan melalui film, novel, pertunjukan teater, iklan dan lain

sebagainya.

Maskulinitas pada media pun tak luput dari konstruksi. Isi dari

media merupakan hasil dari konstruksi realitas dengan menggunakan

(35)

17

dapat dijadikan sebagai alat realitas tetapi bisa juga menentukan relief

yang diciptakan bahasa pada realitas tersebut (Sobur, 2001, h. 88).

Hanke berpendapat bahwa hubungan antara maskulinitas dan

media pada tahun 1970-an dan dikenal secara meluas pada tahun 1980-an.

Konsep yang dikenal pada saat itu adalah “masculinity as fact” (Kurnia,

2014, h. 23). Dalam media, maskulinitas dipahami sebagai produk dan

proses dari representasi. Maskulinitas dianggap sebagai salah satu

subyektifitas yang memperbaiki identitas sosial dengan pendekatan

konstruksionis. Sementara Foucalt mempengaruhi konsep “exhibiting

masculinity”. Gagasannya mengenai maskulinitas di media ke dua arah

yaitu, maskulinitas sebagai konstruksi sosial dan maskulinitas terbuka

pada teori pos-strukturalis (Kurnia, 2004, h. 24).

Dalam media massa, terdapat pertarungan simbolik pada

konstruksi gender. Pertarungan simbolik tersebut ditunjukan pada diksi

yang digunakan oleh media massa. Diksi atau pemilihan kata-kata

digunakan karena mampu menutupi realitas kekerasan reproduksi sosial.

Diksi eufimisasi mengkontruksikan kesopanan diri pelaku konstruksi

gender di media massa. Laki-laki dianggap sebagai male modesty, maka

mereka tidak harus berpenampilan sopan. Sedangkan perempuan dengan

label female modesty yang harus menjaga kesopanan. Dalam diksi

eufimisasi yang erat kaitannya dengan patriarki, laki-laki distereotipkan

sebagai pemberi dan perempuan sebagai penerima (Dinurriyah, 2013, h.

(36)

18

Maskulinitas dalam iklan pun seringkali menggambarkan sosok

laki-laki yang berotot, berkeringat, mampu mengangkat beban berat dan

mempesona. Biasanya image tersebut tergambar pada iklan rokok,

minuman berenergi, dan sebagainya. Contoh pada iklan L’Men, yang

memiliki tagline “Kerempeng Mana Keren” menunjukan bahwa sosok

laki-laki yang bertubuh kurus itu tidak keren. Iklan tersebut memiliki

konsep ideal pada laki-laki yaitu memiliki badan yang tidak kurus dan

atletis sehingga menjadi dambaan para wanita (Prasetyo, 2011, h. 206).

Situasi politik dapat mempengaruhi citra maskulinitas dalam iklan

itu sendiri. Pada skripsi yang dituliskan oleh Toni Nur Fakhri Kusumajati

(2014) yang berjudul Dinamika Maskulinitas Pada TVC Di Era Orde Baru

Dan Pasca Orde Baru menjelaskan tentang citra maskulinitas yang

direpresentasikan pada beberapa TVC atau iklan televisi. Pada era orde

baru, iklan mengkonstruksikan bahwa laki-laki adalah jantan, gagah dan

macho. Selain konstruksi tersebut, laki-laki berperan dalam lingkup

publik. Hal ini sesuai dengan pemerintahan di bawah pimpinan Presiden

Soeharto yang mewajibkan laki-laki menjadi sosok yang kuat dan jantan

sebagai bagian dari karakter bangsa. Iklan pada era orde baru sering kali

memunculkan beberapa simbol yang menunjukan sifat kelelakian yang

jantan dan tangguh, seperti otot, wajah macho, cara berpakaian yang

simple dan bekerja di lapangan. Maskulinitas yang ditunjukan melalui

iklan pada era orde baru adalah maskulinitas tradisional. Laki-laki

(37)

19

Runtuhnya orde baru, berpengaruh pada penggambaran laki-laki

melalui media iklan. Pada era tersebut laki-laki ditampilkan lebih modern

atau yang dikenal dengan istilah metroseksual. Laki-laki metroseksual

sangat memperhatikan penampilan. Dengan penampilan tersebut mereka

merasa lebih berani dan percaya diri. Hal tersebut digambarkan melalui

iklan Nivea For Men. Selain merasa lebih berani dan percaya diri, laki-laki

yang menjaga penampilannya akan mampu menarik perhatian lawan jenis.

Iklan pada era pasca orde baru pun mulai menggambarkan peran

domestik yang diperankan oleh seorang laki-laki. Pada iklan Pepsodent

versi Ayah Adi dan Dika menunjukan bahwa Ayah berperan pula dalam

mengasuh dan memberikan perhatian lebih pada anaknya. Selain itu, pada

iklan Duhhill Mild Versi Go Wherever Fine Taste Takes You,

menggambarkan bahwa tidak hanya seorang perempuan saja yang bisa

memasak dirumah, laki-laki pun dapat melakukannya. Pada penelitian

dengan objek iklan tersebut menunjukan bahwa hegemoni yang dilakukan

oleh media tidak terlepas oleh rezim.

Pada film action kerap kali memunculkan maskulinitas.

Maskulinitas yang digambarkan pada film tersebut biasanya cenderung

melakukan kekerasan, berani, dan aksi heroik. Selain itu, aktor yang

dimainkan pada film tersebut berpenampilan gagah, macho, kuat dan

pemberani. Contoh pada film action Indonesia, The Raid, terdapat aksi

perkelahian di dalamnya. Salah satu pemain dalam film ini, adalah Iko

(38)

20

representasi maskulinitas dalam film yang ber-genre action di Indonesia.

Sebelum bermain di film The Raid, Iko juga pernah berperan dalam film

Merantau. Iko berperan sebagai laki-laki yang cukup gagah dengan seni

bela diri yang dilakukannya.

Di majalah banyak artikel yang membincangkan perihal laki-laki

secara terbuka. Selain itu, terdapat pula artikel yang membicarakan soal

perempuan dari sudut pandang laki-laki. Beberapa film yang menunjukan

adanya karakter baru pada maskulinitas adalah film Kuldesak, Tato,

Gerbang 13 dan 9 Naga. Film tersebut menceritakan tentang laki-laki yang

semula bersikap baik namun dapat melakukan kekerasan atau mengamuk

dikarenakan faktor kemiskinan.

Film Kuldesak merupakan film omnibus yang menjadi film

independen Indonesia pertama dengan sutradara sebanyak empat orang

yaitu, Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana dan Rizal Mantovani. Film

ini menceritakan tentang kehidupan pemuda Jakrta tahun 1990an.

Mengisahkan tentang hal-hal yang memaksa para tokoh utama untuk

melakukan hal-hal yang radikal. Contohnya pada tokoh Aksan yang

diperankan oleh Wong Aksan. Aksan ingin membuat sebuah film dan

membutuhkan uang, namun Ayahnya tidak mendukung keinginan Aksan.

Terpaksa Aksan mencuri uangnya untuk dapat mewujudkan keinginannya

yaitu membuat film. Film tersebut menunjukan bahwa hal-hal radikal

(39)

21

F. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis

semiotika. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena

sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Penelitian kualitatif merupakan

penelitian yang menggunakan cara berpikir yang berangkat dari hal-hal yang

khusus menuju hal-hal yang umum (Kriyantono, 2006, h. 196).

1. Analisis Semiotik Roland Barthes

Semiotik merupakan kajian mengenai tanda dan cara-cara tanda

tersebut bekerja. Dari tanda dan cara tanda tersebut bekerja, memiliki

berbagai informasi. Analisis semiotik berupaya menemukan makna dan

tanda termasuk hal-hal yang bersembunyi dibalik sebuah tanda

(Kriyantono, 2006, h. 266). Model analisis yang digunakan pada penelitian

ini adalah model semiotik Roland Barthes. Model tersebut digunakan

untuk memperlihatkan hal-hal yang belum tersampaikan secara eksplisit

pada sinetron. Melalui model tersebut maka dapat diketahui hegemoni atau

subordinat pada sinetron tersebut.

Semiotik menjadi pendekatan penting dalam teori media pada

akhir tahun 1960-an sebagai hasil karya Roland Barthes. Barthes

menyatakan bahwa semua objek kultural dapat diolah secara tekstual. Teks

yang dimaksud adalah teks dalam arti luas. Semiotik dapat meneliti teks

dimana tanda-tanda dapat terkodifikasi sistem. Maka dari itu teks yang

(40)

22

(Sobur, 2001, h. 123). Fokus gagasan Barthes tertuju pada signifikasi dua

tahap seperti pada gambar.

Sumber : Alex Sobur (2001: 127)

Dari gambar di atas menjelaskan tentang signifikasi pada tahap

pertama yaitu hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah

tanda terhadap realitas. Signifier dan signified merupakan terminologi dari

Saussure. Barthes menyebutnya dengan denotasi, yaitu apa yang diyakini

akal sehat/orang banyak (common-sense), makna yang teramati dari

sebuah tanda (Fiske, 2012, h.120). Sementara konotasi merupakan istilah

yang digunakan untuk menunjukan hubungan tahap kedua. Siginifikasi

kedua berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (Sobur, 2001:

128).

First Order Second Order

Reality Signs Culture

denotation

Signifier

Signified

Connotation

Myth

Gambar 1.1

(41)

23

Menurut Barthes, denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan

makna. Di sisi lain, denotasi menunjukan arti yang eksplisit dari kata-kata

dan fenomena lain. Sementara konotasi identik dengan ideologi yang

disebut sebagai mitos yang bertujuan untuk memberikan pembenaran bagi

nila-nilai dominan yang berlaku. Konotasi juga menjelaskan interaksi yang

terjadi pada tanda yang bertemu dengan perasaan atau emosi dari

pengguna tanda tersebut.

Mitos merupakan cerita tentang kebudayaan yang menjelaskan

aspek-aspek dari realitas atau alam. Mitos, bagi, Barthes, sebuah budaya

cara berpikir, tentang sesuatu, cara mengonseptualisasi atau memahami hal

tersebut (Fiske, 2012, h. 144). Di dalam mitos terdapat pola tiga dimensi

yaitu, penanda, penanda dan tanda. Mitos dibangun oleh suatu rantai

pemaknaan yang ada sebelumnya, atau dengan kata lain, mitos adalah

suatu pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat

memiliki beberapa penanda (Sobur, 2006, h. 71).

2. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah sinetron Preman Pensiun 3.

Sinetron tersebut terdiri dari 38 episode. Dalam penelitian ini hanya

diambil beberapa episode yang sesuai dengan penelitian ini. Episode yang

dipilih adalah episode 1, 13, 15, 23, 36 dan 38. Episode-epsiode tersebut

dipilih karena sesuai dengan elemen-elemen maskulinitas. Elemen-elemen

(42)

24

Tabel 1.1

Elemen-elemen maskulinitas

No. Elemen-Elemen

1. Laki-laki menjadi kepala keluarga 2. Laki-laki pencari nafkah untuk keluarga

3. Laki-laki adalah seorang pemimpin

4. Laki-laki sangat ambisius

5. Laki-laki lebih rasional

6. Laki-laki melindungi perempuan dari berbagai ancaman

7. Laki-laki superior, sementara perempuan inferior 8. Laki-laki bertubuh tinggi, gagah, kuat dan berotot

9. Laki-laki memakai pakaian yang simple dan konservatif

Sumber : Peneliti

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data utama dari penelitian ini, sementara

data sekunder merupakan data pendukungnya.

a. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah Sinetron Preman Pensiun 3

dengan beberapa episode yang telah dipilih karena dianggap relevan.

b. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian diperoleh dari literatur, jurnal ilmiah,

buku, serta tulisan dari media cetak maupun media internet yang

(43)

25

4. Teknik Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk mengorganisasikan data-data yang

telah terkumpul. Data yang terkumpul tersebut dapat berupa catatan

lapangan, gambar, foto, dokumen, artikel dan sebagainya. Data yang telah

didapat kemudian diurutkan, dikategorisasikan dan dikelompokkan

(Moleong, 2001, h. 103). Data yang dimaksud pada penelitian ini adalah

makna dari tanda-tanda yang menggambarkan tentang maskulinitas kelas

bawah pada sinetron Preman Pensiun III. Langkah-langkah yang

dilakukan untuk menganalisis data adalah:

1. Mengamati sinetron Preman Pensiun III yang terdiri dari 38

episode dari dokumentasi youtube.

2. Memahami alur cerita dan skenario yang ada pada sinetron

tersebut, kemudian memilih beberapa episode yang dianggap

relevan dengan penelitian.

3. Dari setiap episode, dilihat beberapa adegan yang mengandung

unsur maskulinitas kelas bawah. Kemudian dari setiap adegan

akan dipilih dan dianalisis. Sajian data yang ditampilkan dalam

bentuk tabel dan cuplikan adegan yag telah dipilih.

4. Adegan yang telah dipilih kemudian dianalisis dengan

mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

5. Dari adegan yang dipilih kemudian dijelaskan makna

(44)

26

dan masuk kedalam signifikasi tahapan satu pada peta Roland

Barthes.

6. Dari makna denotasi yang telah diketahui, tahapan selanjutnya

adalah menjelaskan makna konotasinya. Konotasi merupakan

tahap signifikasi kedua di mana lambang denotasi yang telah

(45)

27

BAB II

PERAN LAKI-LAKI DAN KELAS SOSIAL

A. Dominasi Laki-Laki Terhadap Perekonomian

Kekayaan merupakan kunci keberlangsungan hidup. Akses dan

kontrol terhadapnya sangat berkaitan dengan pola kekeluargaan dan

perkawinan. Laki-laki lebih mudah untuk mendapatkan kekayaan daripada

perempuan. Begitupun dengan praktik pewarisan yang diatur oleh

kesukuan, agama, kebiasaan dan undang-undang setempat (Mosse, 2002:

72). Kebanyakan kekayaan diwariskan oleh laki-laki. Hukum Islam pun

menyatakan bahwa waris yang diterima oleh perempuan adalah setengah

dari waris yang diterima laki-laki. Hal tersebut dikarenakan laki-laki

nantinya akan menjadi kepala keluarga. Sementara perempuan akan

menjadi seorang istri yang mengikuti keputusan semua. Oleh sebab itu,

agar laki-laki dapat menafkahi keluarganya, hak waris yang didapatkan

lebih banyak daripada perempuan.

Di Indonesia, poin-poin mengenai maskulinitas berbeda-beda.

Dalam tradisi Makassar, laki-laki diharapkan untuk berani agar mampu

melindungi keluarganya, pintar agar menjadi panutan, kaya agar mampu

mempertahankan keluarganya dan pemimpin agama agar dapat

membimbing keluarganya (Nilan et al, 2013, h. 4). Begitupun dengan

tradisi Jawa kuno, laki-laki akan berkualitas dan mendapat kehormatan

bila memiliki istri, pekerjaan, rumah, kendaraan, dan hewan peliharaan.

(46)

28

menjadi penanda utama mengenai maskulinitas. Keluarga menjadi poin

penting dalam hal ini.

Dari beberapa poin-poin yang telah diuraikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa status sosial dapat mempengaruhi sifat maskulinitas

laki. Contoh pada tradisi Makassar, kaya menjadi penting agar

laki-laki mampu mempertahankan keluarganya. Dengan kata lain, laki-laki-laki-laki

harus mampu menghidupi keluarganya. Jika laki-laki tidak mampu

menghidupi keluarganya, laki-laki akan merasa malu dan merasa

kehilangan harga diri. Pada akhirnya, laki-laki yang merasa malu dan

kehilangan harga dirinya karena disebut tidak mampu menghidupi

keluarganya, banyak tindakan yang mereka lakukan sebagai

pelampiasannya. Tindak kekerasan misalnya.

Kebanyakan kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki di Indonesia

disebabkan oleh status ekonomi sosial. Hal tersebut mereka lakukan

karena mereka tidak memiliki pekerjaan. Untuk menegaskan bahwa

dirinya kuat meskipun tidak memiliki pekerjaan maka banyak perilaku

agresif yang mereka lakukan. Perilaku agresif tersebut seperti mabuk dan

berkelahi. Di Indonesia, jika laki-laki yang memiliki sedikit sumber daya

ekonomi maka mereka mendapat toleransi untuk melakukan perilaku

agresif. Hal ini disebabkan oleh adanya normalisasi dari dogma

maskulinitas tradisional yang membenarkan kekerasan oleh laki-laki

(47)

29

Pada pertengahan tahun 1990, laki-laki muda yang menganggur

terlibat dalam konsumsi alkohol dan melakukan kekerasan yang cukup

ekstrim. Mabuk pun memuncak sampai pada perkelahian. Mereka

menganggap bahwa jika mereka mabuk, setidaknya mereka akan diakui

oleh teman-temannya bahwa dirinya kuat. Situasi tersebut menjadi

fenomena yang kerapkali muncul. Hal ini bisa saja berubah menjadi lebih

baik jika mereka mendapatkan pekerjaan.

Kemiskinan, tekanan keuangan, dan tidak memiliki pekerjaan

merupakan cikal bakal dari kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki.

Kekerasan ini hadir karena frustasi terhadap ketidakmampuan dalam

mendapatkan penghasilan. Masalah ekonomi membuat laki-laki menjadi

lebih emosional sehingga rentan melakukan kekerasan. Tekanan-tekanan

tersebut muncul sebagai akibat dari faktor ekonomi dan melakukan

kekerasan.

Beberapa orang menyatakan bahwa laki-laki akan berubah

sikapnya bila mereka berada dalam tekanan perekonomian. Mereka

menjadi lebih kasar dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa

yang mereka inginkan. Hal lain yang dilakukan jika mereka tidak memiliki

pekerjaan mereka mabuk. Mabuk mereka lakukan sebagai upaya untuk

menghilangkan stress yang ada pada dirinya dikarekan tidak memiliki

(48)

30

B. Figur Laki-Laki dalam Preman Pensiun 3

Preman Pensiun 3 merupakan sinetron musim ketiga setelah

Preman Pensiun 1 dan Preman Pensiun 2. Sinetron ini diproduksi

sebanyak 120 episode, di mana musim pertama sebanyak 36 episode,

musim kedua sebanyak 46 episode dan musim ketiga sebanyak 38 episode.

Sinetron ini ditulis dan disutradai oleh Aris Nugraha dan tayang perdana

pada tanggal 12 Januari 2015. Sebelumnya, Aris Nugraha memang sudah

pernah menyutradarai sinetron dengan jenis yang sama dengan sinetron

Preman Pensiun, yaitu Bajaj Bajuri yang dimainkan oleh Mat Solar, Rieke

Diah Pitaloka, dan Nani Wijaya.

Sinetron Preman Pensiun 3 merupakan jenis drama komedi dengan

dibintangi oleh beberapa aktor terkenal seperti Dedy Petet, Epi Kusnandar,

Ikang Sulung, Ridwan Ghani dan lain-lain. Selebihnya beberapa aktor

yang berperan dalam sinetron ini bukan dari kalangan artis. Sinetron ini

tidak banyak memainkan artis-artis tenar Indonesia, karena sinetron ini

ingin memunculkan kesan sederhana.

Sinetron ini dianggap sebagai sinetron yang sederhana dan menjadi

alternatif di tengah maraknya sinetron fantasi laga misteri. Sinetron yang

sangat lekat dengan logat sunda dan hiruk pikuk Kota Bandung telah

mendapat penghargaan dari Festival Film Bandung 2015 yang

diselenggarakan pada 12 September 2015 sebagai Sinetron Terpilih. Selain

itu, sinetron ini tidak menampilkan kemewahan kehidupan kota seperti

(49)

31

Meskipun judul sinetron ini Preman Pensiun, dengan citra preman

yang sangar dan kasar, akan tetapi sinetron ini tidak menampilkan tindak

kriminal yang dilakukan oleh preman kebanyakan. Sinetron ini bercerita

tentang kehidupan seorang preman dan pilihan jalan hidup yang membuat

mereka menjadi preman. Pada akhirnya mereka tetap mempensiunkan diri

mereka sebagai preman. Hal tersebut dikarenakan mereka menganggap

bahwa profesi sebagai preman tidak dapat menjamin masa depan meski

sangat mudah dalam mendapatkan uang dan mereka ingin hidup yang

bahagia dan sejahtera tanpa dihantui kegelisahan dan berbagai ancaman.

Hal lain yang diceritakan dalam sinetron lain adalah kisah asmara,

polemik rumah tangga, dan perebutan kekuasaan. Kisah cinta ditunjukan

dengan adanya jalinan asmara antara Dikdik, pimpinan preman dibagian

pasar dengan Imas, pembantu rumah tangga Kang Bahar. Keduanya ingin

segera menikah namun Imas menginginkan Dikdik untuk tidak bekerja

sebagai preman lagi, karena Imas ingin rumah tangganya aman tanpa ada

kegelisahan. Selain mereka, intrik percintaan diwarnai juga oleh kisah

asmara Diza dan Ubed, mantan copet yang kini berjualan cilok. Namun

Dewi, teman Ubed tidak menyukai kedekatan Ubed dengan Diza. Dewi

sangat khawatir jika Diza tidak memiliki perasaan apapun sementara Ubed

merasa Diza menyukainya.

Dalam sinetron ini, tidak terlepas dari cerita mengenai keinginan

Jamal untuk menguasai Kota Bandung. Dari musim pertama hingga

(50)

32

terjadi sehingga berdampak pada keamanan dan kenyamanan kota

Bandung. Pada musim ketiga pun Jamal belum menyerah. Ia tetap pada

keinginannya, yaitu kekuasaan ada di tangannya. Beragam cara ia lakukan

untuk membuat situasi menjadi berantakan.

Sinetron ini menggambarkan kehidupan masyarakat dengan kelas

sosial menengah ke bawah. Kelas sosial merupakan lapisan-lapisan

masyarakat yang didasarkan pada perekonomian. Dalam sinetron ini tidak

banyak menampilkan kemewahan seperti pada sinetron kebanyakan.

Contoh pada sinetron Anak Jalanan yang ditayangkan di RCTI juga. Kelas

sosial menengah atas pun ditunjukan dengan rumah mewah, mobil sport,

motor besar serta penampilan dari pada tokohnya dari setiap adegan yang

ada.

Gambar 1.1

Sinetron Anak Jalanan

http://sinemart.com/tv.php?id=249

Berbeda dengan Preman Pensiun 3, kesederhanaan dalam sinetron

ini sangat mendominasi meskipun terdapat orang-orang yang masuk dalam

kategori kelas menengah atas. Contohnya keluarga almarhum Kang Bahar.

(51)

33

memiliki kendaraan roda 4, rumah besar dan memiliki pembantu rumah

tangga. Hal tersebut menunjukan bahwa Kang Bahar merupakan laki-laki

ideal dalam kategori kelas menengah atas. Pencari nafkah yang ideal

dalam kategori kelas menengah perkotaan adalah memiliki satu istri,

pendidikan anak yang baik, terdapat pembantu rumah tangga, kedaraan

roda empat, televisi dengan layar lebar dan sebuah rumah di komplek

suatu kota (Nilan, 2009, h. 331).

Meskipun tokoh Kang Bahar tidak ditampilkan karena dalam cerita

ini Kang Bahar telah meninggal dunia namun banyak disebutkan melalui

dialog. Berikut merupakan dialog antar Muslihat dan Kang Bagja pada

episode 1.

Muslihat :“Saya merasa berkhianat sama Kang Bahar.”

Kang Bagja :“Bekhianat? Kenapa?”

Muslihat :“Sebelum pergi, Kang Bahar bukan cuma

nitipin anak- anaknya tapi nyuruh saya nerusin bisnisnya. Bisnis yang dibangun dan dijaga Kang Bahar selama 30 tahun lebih. Bisnis itu sekarang

saya tinggal.”

Hal lain yang menunjukan kelas sosial menengah atas dari keluarga Kang

Bahar adalah Kinanthi, yang merupakan anak bungsu Kang Bahar yang

(52)

34

Gambar 2.2

Kinanthi sedang bersama temannya di sebuah kafe

Begitupun dengan tokoh Muslihat yang sudah memiliki usaha

pribadi dan memiliki tenaga kerja. Muslihat masuk kedalam kategori kelas

menengah. Ia memiliki usaha pembuatan kecimpring (keripik singkong)

yang dijadikan sebagai sumber penghasilan untuk menafkahi keluarganya.

Di awal usahanya ia belum memiliki tenaga kerja, hanya dibantu oleh istri,

ibu mertua dan pembantu rumahnya. Seiring dengan perkembangan

usahanya, ia membutuhkan tenaga kerja. Sebagai kepala keluarga,

Muslihat pun bertindak dalam pembuat keputusan keluarga. Meskipun

demikian, Muslihat tetap menghormati pendapat serta saran dan pendapat

dari ibu mertuanya. Hal tersebut diperlihatkan ketika Muslihat sedang

berdiskusi dengan istri dan ibu mertuanya untuk membuat merek

(53)

35

Gambar 2.3

Diskusi sederhana keluaraga Muslihat

Sebagai mantan pimpinan preman di Kota Bandung, Muslihat

selalu menengok mantan anak buahnya untuk sekedar mengetahui

keadaannya. Salah satu mantan anak buahnya adalah Komar yang telah

pensiun dari preman dan kini menjadi penjual kue balok. Muslihat

menasihati Komar agar tidak putus asa untuk merintis usaha barunya

tersebut.

Gobang yang merupakan pimpinan dari kawasan terminal, selalu

mendapat tekanan dari istrinya, Nining. Meskipun Gobang memiliki

penampilan yang sangar, berbadan kekar, dan menggunakan atribut

preman tetap merasa pusing ketika mengahadapi istrinya yang begitu

banyak permintaan. Gobang pun selalu memberi pengertian kepada

istrinya dengan baik mengenai penghasilan yang ia dapat. Bahwa uang

yang diterima Gobang tidak menjadi hak miliknya secara keseluruhan,

(54)

36

juga memahaminya. Hal tersebut menunjukan bahwa laki-laki lebih

rasional.

Sinetron ini didominasi oleh aktor laki-laki. Laki-laki yg

ditunjukan dalam sinetron ini memiliki peran dalam keluarga dan

lingkungan sekitarnya. Contohnya Muslihat yang berperan sebagai kepala

keluarga dan pemilik usaha kecimpring. Usaha kecimpring yang dimiliki

oleh Muslihat memperkerjakan tetangga sekitar rumahnya. Selain itu,

laki-laki juga menjadi pimpinan pada sebuah kelompok. Seperti Dikdik

menjadi pimpinan pasar, Gobang pimpinan terminal, Murad dan Pipit

pimpinan jalanan, Saep yang menjadi bos copet serta Jamal yang menjadi

pimpinan dalam mengeksekusi aksinya untuk merebut kekuasaan.

Sinetron ini juga menampilkan beberapa adegan yang menunjukan

bahwa laki-laki bekerja di luar rumah, sementara perempuan cukup di

rumah saja. Selain ditunjukan melalui adegan, hal tersebut juga ditunjukan

melalui dialog antar tokoh. Peran perempuan dalam sinetron ini sebatas

menjadi ibu rumah tangga. Selain menjadi ibu rumah tangga, ada adegan

yang menunjukan perempuan yang bekerja namun pekerjaan mereka di

dalam ruangan bukan di luar ruangan.

Laki-laki pun di tampilkan sebagai sosok yang berjiwa kompetitif.

Hal tersebut ditunjukan dengan aksi-aksi yang dilakukan Jamal. Jamal

menginginkan kekuasaan sehingga ia tak ingin kekuasaan itu tidak jatuh

(55)

37

Ambisius merupakan salah satu dari sifat-sifat maskulinitas pada laki-laki.

Hal ini ditunjukan dengan Jamal yang melakukan beragam cara untuk

mendapatkan sesuatu yang ia inginkan yaitu kekuasaan. Ia menghalalkan

berbagai cara untuk mendapatkannya. Kerusuhan yang ia buat tidak ia

lakukan sendiri, tapi ia dibantu oleh suruhannya. Meskipun beberapa kali

ia dijebloskan ke penjara namun tetap saja ia melakukannya.

Gambar 2.4

Keseriusan Jamal

Dari sisi status sosial, preman-preman yang diceritakan oleh

sinetron ini memang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Alasan

mereka menjadi preman adalah karena sulitnya mendapatkan pekerjaan

terlebih pekerjaan di kota. Akibat dari merasa kesulitan itu, mereka mau

melakukan pekerjaan apa saja agar dapat menghidupi dirinya dan

keluarga. Pekerjaan yang mereka lakukan tidak berat akan tetapi mereka

dapat dengan mendapatkan uang. Meskipun demikian mereka harus

pasang badan dengan mengenakan atribut-atribut preman seperti, jaket

(56)

38

Selain itu, tokoh Saep yang merupakan pencopet kebingungan

bagaimana caranya untuk mendapatkan uang untuk menafkahi

keluarganya di kampung. Saat itu di Kota Bandung sudah tersebar

poster-poster mengenai waspada terhadap copet. Melihat keadaan yang seperti

itu, Saep merasa bahwa mencopet bukan lagi hal tepat untuk memperoleh

sejumlah uang yang ia inginkan. Ditambah lagi, anak buahnya sudah tidak

mau bekerja sama melihat situasi yang berubah menjadi ancaman bagi

pencopet.

Gambar 2.6

Saep, bos copet

Akhirnya Saep meminta bantuan kepada mantan anak buahnya,

Ubed yang kini berjualan cilok. Namun Ubed tidak dapat membantu

Gambar 2.5

(57)

39

karena ia tidak memiliki cukup banyak uang. Ubed pun memberikan saran

kepada Saep agar mencari pekerjaan yang halal. Saep belum merasa siap

untuk mencari pekerjaan. Ditambah lagi mantan bosnya, Junaedi sudah

lama mencari pekerjaan namun masih belum dapat juga. Hal ini

menunjukan bahwa laki-laki dapat melakukan hal apapun jika mereka

merasa tertekan dalam keadaan ekonomi. Apalagi laki-laki merupakan

pemberi nafkah keluarga sehingga anggota keluarga mengandalkan

Gambar

Gambar 1.1 Peta Tanda Barthes
Tabel 1.1
Gambar 1.1
Gambar 2.3  Diskusi sederhana keluaraga Muslihat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas utama pada ruang utama kereta wisata Jawa adalah kursi, karena tujuan utama yang diinginkan konsumen adalah berkumpul dan berbincang, maka dibutuhkan posisi kursi

Penyusunan Tugas Akhir merupakan syarat wajib untuk menyelesaikan studi dalam program Ahli Madya. Tugas Akhir harus disusun oleh mahasiswa jika sudah memenuhi

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan: (1) struktur teks novel Pasung Jiwa, (2) Fenomenologi feminisme para tokoh, (3) dimensi feminisme

Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan perangkingan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Pringsewu

Dampak lain dari pencemaran Pabrik Gula Jatiroto bagi masyarakat Desa Sidorejo, masyarakat mengalami kesulitan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari karena

Dalam membangun sebuah wirausaha jangan takut salah, karna sebuah wirausaha itu tanpa kesalahan tidak mungkin sukses, dan selalu mencoba untuk melihat masalah dari perspektif

1) Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, ridho, dan hidayah pada hambaNya. Dian Agustia, SE.,M.Si.,Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah,