PERANCANGAN BUKU MONUMEN BERSEJARAH
SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
DI KOTA SURABAYA
TUGAS AKHIR
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA
2012
Nama : Sri Puguh Santoso
NIM : 08.42010.0024
Program Studi : S1 Desain Komunikasi Visual
STIKOM
ix
ABSTRAK
PERANCANGAN BUKU MONUMEN BERSEJARAH SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KOTA SURABAYA
Sri Puguh Santoso ( 2008 )
Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual, STIKOM
Dosen Pembimbing :
Muhammad Bahruddin, S.Sos., M.Med.Kom Abdul Aziz, S.Sn., M.Med.Kom
Tujuan perancangan ini sebagai upaya pelestarian cagar budaya monumen dan menjadi jembatan untuk keterbatasan informasi tentang keberadaan monumen di kota Surabaya. Selanjutnya pembuatan buku ini dilakukan dengan cara wawancara, observasi, kepustakaan dan studi eksisting yang berguna untuk menentukan konsep perancangan. Melalui analisis tersebut maka diperoleh tema konsep perancangan yaitu Aku Monumen. Konsep terebut menjadi sebuaah tema dalam pembuatan buku, dan pengambilan foto, yang sebagian besar menunjukkan bahwa monumen itu ada disekitar kita. Hasil pembuatan buku ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa betapa pentingnya untuk melestarikan cagar budaya monumen dengan mempedulikan keberadaannya dan mempelajari historinya.
Kata Kunci : Perancangan Buku Monumen, Pelestarian, Cagar Budaya
STIKOM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
Bab I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 4
1.3Batasan Masalah ... 4
1.4Tujuan ... 4
1.5Manfaat Perancangan ... 5
Bab II LANDASAN TEORI ... 6
2.1 Sejarah Surabaya ... 6
2.2 Cagar Budaya ... 8
2.3 Monumen ... 10
2.4 Pelestarian ... 11
2.5 Kajian Buku ... 12
2.5.1 Struktur Buku ... 13
2.6 Layout ... 15
2.6.1 Proporsi ... 19
2.6.2 Keseimbangan ... 19 halaman
xii
STIKOM
2.6.3 Kontras / Fokus ... 19
2.6.4 Irama ... 20
2.6.5 Unity / Kesatuan ... 20
2.7 Unsur-Unsur Desain ... 21
2.7.1 Garis / Line ... 21
2.7.1 Warna ... 22
2.8 Tipografi ... 25
2.9 Teori Analisis SWOT ... 27
2.10 STP ... 28
Bab III METODOLOGI PERANCANGAN KARYA ... 30
3.1 Metodologi Penelitian ... 30
3.1.1 Metode Kualitatif ... 30
3.1.1 Metode Pengumpulan Data ... 30
3.2 Teknik Analisis Data ... 32
3.2.1 Analisis ... 32
3.2.2 Hasil Wawancara ... 32
3.3 Metode Perancangan ... 34
3.4 Studi Eksisting ... 35
3.4.1 Analisis Kompetitor ... 35
3.5 Konsep Perancangan Karya ... 41
3.5.1 Analisis STP ... 41
3.5.2 Analisis Keyword ... 43
xiii
STIKOM
3.5.3 Konsep Kreatif ... 45
3.5.4 Tujuan Kreatif ... 45
3.5.5 Strategi Kreatif ... 46
3.5.6 Perancangan Karya ... 57
Bab IV IMPLEMENTASI KARYA ... 63
4.1 Konsep ... 63
4.2 Implementasi Desain ... 64
4.2.1 Desain Cover ... 64
4.2.2 Back Cover ... 65
4.2.3 Halaman Penerbit ... 66
4.2.4 Halaman Pengantar ... 67
4.2.5 Halaman Persembahan ... 68
4.2.6 Halaman Layout Mondrian ... 69
4.2.7 Halaman Layout Picture Window ... 71
4.2.8 Halaman Layout Quadran ... 72
Bab V PENUTUP ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN ... 75
xiv
STIKOM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Surabaya memiliki banyak monumen bersejarah yang masing-masing terkandung nilai histori tinggi. Menurut undang-undang tentang kriteria cagar budaya, monumen termasuk dalam cagar budaya, sehingga patut dilestarikan. Saat ini, kota Surabaya telah berkembang menjadi kota metropolis, dan gaya hidup masyarakat surabaya mengalami perubahan bertingkah laku High End, Glamour, memiliki mobilitas aktivitas yang tinggi dan cenderung menginginkan sesuatu yang praktis dan instan (Rachmawan, 2011). Di sisi lain, menurut (Fang, 2007) kemajuan yang terjadi di kota Surabaya membuat sebagian masyarakatnya menjadi individualis. Mereka tidak mempedulikan lagi lingkungan di sekitar mereka, termasuk monumen-monumen yang ada.
Dari permasalahan kurangnya kepedulian masyarakat Surabaya dan pernyataan bahwa monumen patut dilestarikan, sebuah Pembuatan Buku Monumen Bersejarah Sebagai Upaya Pelestarian Cagar Budaya Di Kota Surabaya di harapkan dapat menjadi jembatan informasi antara keinginan masyarakat yang cenderung ingin praktis dan instan, untuk mendapatkan sebuah informasi monumen yang keberadaannya sudah diakui namun memiliki keterbatasan informasi tentang sejarah dan tujuan pembangunannya.
Menurut (Sudarya, 2009), pelestarian cagar budaya bisa dilakukan dengan mendokumentasikan dan mempublikasikan benda cagar budaya kepada
STIKOM
masyarakat melalui media cetak atau media elektronik. Upaya dokumentasi salah satunya bisa dilakukan dengan perekaman data berupa pemotretan, pemetaan dan penggambaran yang bertujuan untuk memberikan informasi atau pembuktian tentang keberadaannya. Sedangkan upaya publikasi, salah satunya bisa dilakukan dengan penerbitan sebuah buku yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Berdasarkan pernyataan tersebut, buku bisa dijadikan sebagai upaya pelestarian cagar budaya. Buku merupakan media cetak yang dapat berperan mendidik untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangun watak bangsa (Muktiono, 2003:2). Buku dapat dijadikan pula sebagai sarana informasi untuk memahami sesuatu dengan mudah. Dalam masyarakat, buku untuk anak-anak umumnya adalah buku bergambar, karena anak-anak lebih mudah memahami buku tersebut dengan banyak gambar dari pada tulisan, sedangkan orang dewasa lebih fleksibel untuk memahami apa yang ada pada buku walaupun tanpa gambar sekalipun (Muktiono, 2003:76). Sehingga buku yang memiliki komposisi lebih dominan pada gambar akan dapat dijadikan acuan untuk perancangan buku monumen bersejarah.
Kota Surabaya dijuluki sebagai kota pahlawan karena menurut kilasan sejarah, kota ini mendapat julukan seperti itu karena cerita perjuangan pemuda-pemudi arek suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaannya dari penjajah. Kota Surabaya merupakan kota terbesar di provinsi Jawa Timur, terletak pada 07○ 21’ Lintang Selatan dan 112○ 36’ - 112○ 54’ Bujur Timur yang dibatasi oleh
STIKOM
Selat Madura, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Kota Surabaya pun juga dikenal sebagai kota perindustrian, perdagangan, maritime, pendidikan, dan pariwisata. Di kota Surabaya, banyak sekali monumen bersejarah yang tersebar di seluruh pelosok Surabaya. Monumen-monumen itu dibangun dengan tujuan tertentu. Ide sebuah monumen itu bukan hanya terbatas pada peristiwa, tapi menampilkan refleksi, esensi, dan hikmah di dalamnya. Menurut (Fang, 2007), ditinjau dari segi budaya, identitas Surabaya sebagai kota pahlawan sudah tidak lagi terasa relevan. Predikat itu hanya digunakan tanpa ada kedalaman pemahaman dari penduduk Surabaya sendiri.. Disamping itu, ada satu realita yang tidak dapat dipungkiri, kenyataan bahwa suhu Surabaya, yang panas, tingkat kriminalitas yang cukup tinggi serta fasilitas umum yang tidak menunjang, memuat warga Surabaya semakin enggan mengunjungi monumen-monumen tersebut. Bahkan tidak jarang ketika warga berkunjung, monumen-monumen tersebut dipagari dan masyarakat dilarang memasuki areal tersebut.
Dengan pernyataan tersebut, pembuatan buku monumen bersejarah yang berisi history dan berisi dokumentasi foto-foto menarik dari masing-masing monumen yang ada di kota Surabaya diharapkan dapat mewakili keterbatasan informasi dan menjadi sumber pengetahuan sejarah bagi masyarakat kota Surabaya, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pelestarian cagar budaya monumen bersejarah dan mengajak masyarakat Surabaya untuk mempelajari dan menengok salah satu warisan sejarah yang ada di kotanya.
STIKOM
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana membuat buku monumen bersejarah sebagai upaya pelestarian cagar budaya di kota Surabaya ?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam Perancangan buku monumen bersejarah sebagai upaya pelestarian cagar budaya di kota Surabaya adalah :
1. Buku membahas tentang monumen bersejarah yang ada di kota Surabaya. 2. Pada buku terdapat informasi tentang foto, histori, dan peta lokasi
monumen bersejarah.
3. Buku monumen bersejarah ini dibuat sebagai buku referensi.
4. Bahasa yang terdapat dalam buku adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
1.4 Tujuan Perancangan
Tujuan dalam Perancangan buku monumen bersejarah sebagai upaya pelestarian cagar budaya di kota Surabaya adalah :
1. Sebagai upaya untuk melestarikan cagar budaya monumen di kota surabaya.
STIKOM
2. Memberikan informasi pada masyarakat khususnya di kota Surabaya tentang monumen-monumen bersejarah di kota Surabaya yang memiliki nilai histori yang tinggi, patut dihargai dan dilestarikan.
1.5 Manfaat Perancangan
1.5.1 Manfaat Teoristis
Manfaat teoritis dari perancangan buku ini yang pertama, diharapkan dapat menambah pengetahuan umum akan warisan budaya bangsa khususnya pada monumen-monumen bersejarah di kota surabaya.
Kedua, perancangan buku ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lainnya yang berminat dalam melakukan penelitian terhadap masalah yang sama khususnya perancangan komunikasi visual berupa buku.
1.5.2 Manfaat Pragmatis
Manfaat pragmatis dari perancangan buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di kota Surabaya dalam meningkatkan pengetahuan akan monumen-monumen bersejarah pada masyarakat, sehingga masyarakat lebih mengenal nilai-nilai histori monumen-monumen bersejarah di kota Surabaya.
STIKOM
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Untuk mendukung pembuatan buku ini, maka berbagai teori dan konsep
yang relevan dirancang secara sistematis sehingga pembuatan buku ini lebih
kuat dan ilmiah.
1.1 Sejarah Surabaya
Kota Surabaya dikenal sebagai kota Pahlawan. Surabaya merupakan kota
yang terletak di provinsi Jawa Timur dan merupakan kota yang kaya akan
sejarah perjuangannya atau keheroismenya pada saat-saat arek-arek Suroboyo
memperjuangkan kemerdekaan. Banyak orang mempertanyakan hari jadi kota
Surabaya ini bahkan sampai dibentuk Tim Peneliti Hari Jadi Kota Surabaya
untuk mengetahui dengan pasti hari jadi kota Surabya. Terjadi adanya perbedaan
pendapat antara Tim Peneliti dengan Sejarahwan Muljana mengenai hari jadi
kota Surabaya. Menurut Muljana hari “H” nya adalah tanggal 24 April 1293
yaitu pada saat pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir tentara Tartar dari
Ujung Galuh. Sedangkan Tim Peneliti Hari Jadi Kota Surabaya bersikukuh
menyatakan hari “H” nya adalah tanggal 31 Mei 1293 pada peristiwa yang sama.
Akhirnya DPRD Kotamadya Surabaya memutuskan dalam No.: DPRD KMS
No. 02-DPRD-Kep-75 bahwa hari jadi kota Surabaya jatuh pada tanggal 31 Mei
(Widodo, 2004:393).
STIKOM
Kota yang memiliki lambang Soera dan Baia ini adalah kota metropolitan
yang tidak kalah dari ibukota Indonesia yaitu Jakarta. Pengertian lambing
menurut Widodo adalah suatu tanda, bisa berupa lukisan, lencana atau kata dan
mengandung makna tertentu. Mitos lokal yang beredar di masyarakat mengenai
asal usul nama Surabaya disebutkan ada 2 hewan yang berseteru yang
memperebutkan lahan sandang pangan yang terjadi di sebuah sungai yaitu Kali
Mas, perseteruan tersebut membuat sungai tersebut menjadi merah oleh darah ke
dua binatang tersebut, dan sekarang di tempat itu di bangun sebuah jembatan
untuk mengenang pertempuran sengit kedua binatang tersebut yang bernama
Jembatan Merah, kedua hewan tersebut adalah Soera atau Ikan Hiu dan Baia
atau Buaya. Sehingga di sebut Soerabaia. Sekarang, kedua binatang tersebut
dijadikan lambang kota Surabaya, yang dapat kita temukan perwujudan
perkelahian tersebut di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Lambang kota
Surabaya ini menggambarkan keberanian arek Suroboyo dalam menghadapi
tantangan (Widodo, 2004: 65-66).
Pada abad ke 15 dan 16, Surabaya merupakan sebuah daerah yang bersifat
kesultanan dan memiliki kekuatan politik dan militer yang disegani di daerah
timur pulau jawa, hingga akhirnya jatuh di tangan kesultanan Mataram di bawah
kepimpinan Sultan Agung pada tahun 1625. Masuknya Belanda ke dalam
Indonesia membawa kejatuhan terhadap kesultanan Mataram yang menguasai
daerah Surabaya. Di bawah jajahan kolonia Belanda, Surabaya dijadikan pusat
perdagangan dan pelabuhan terbesar saat itu yang terkenal dengan nama
Tanjung Perak sekarang. Kemudian Surabaya jatuh ke tangan penjajahan Jepang
STIKOM
pada tahun 1942, meletusnya perang dunia kedua yang dimenangkan tentara
sekutu membuat Belanda yang merupakan negara pendukung sekutu berusaha
mengambil kembali Indonesia dari pemerintahan Jepang. Para pejuang Surabaya
tidak tinggal diam dan berusaha untuk mempertahankan Surabaya dari
penjajahan kolonia. Pertempuran yang berlangsung di Surabaya ini merupakan
suatu titik penting dalam sejarah revolusi Indonesia, dimana di mulai dengan
tewasnya Brigadir Jendral Mallaby pada tanggal 30 Oktober 1945 di daerah
Jembatan Merah. Ultimatum diberikan oleh tentara sekutu kepada para pejuang
kemerdekaan Indonesia untuk menyerah, namun di tolak oleh arek-arek
Suroboyo sehingga terjadi pertempuran sengit yang berlangsung pada tanggal 10
November 1945, dan hingga sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
1.2 Pengertian Cagar Budaya
Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar
Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agam, dan kebudayaan. Benda Cagar Budaya adalah benda alam
atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
STIKOM
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan
tidak berdinding, maupun beratap (UUD RI NO 11, 2010: 2).
Cagar Budaya menurut UU no 5 tahun 1992, benda cagar budaya di bagi
dalam 2 jenis, yaitu :
1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang
berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang
khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta di
anggap mempunya nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan.
2. Benda alam yang di anggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan (UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda
Cagar Budaya).
Pengelolaan bangunan cagar budaya berdasarkan Perda kota Surabaya
tahun 2005 di bagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pelestarian atau Konservasi
Pelestarian atau Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya agar makna budaya yang di
kandung terpelihara dengan baik dengan tujuan untuk melindungi,
memelihara dan memanfaatkan, dengan cara preservasi, pemugaran atau
demolisi.
STIKOM
2. Perlindungan
Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi segala gejala
atau akibat yang disebabkan oleh perbuatan manusia atau proses alam,
yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat
dan keutuhan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara
penyelamatan, pengamanan dan penertiban.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah upaya melestarikan bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya dari keerusakan yang diakibatkan oleh factor manusia, alam
dan hayati dengan cara perawatan dan pengawetan.
1.3 Pengertian Monumen
Kata monumen berasal dari bahasa latin “monumental”, yang secara
harfiah berarti meningkatkan. Kata ini berkembang menjadi “mnemon”,
mnemonikos yang dalam bahasa inggris menjadi mnemonic, berarti sesuatu
untuk membantu mengingat. Pengertian monumen dalam arsitektur berarti sifat
perancangan tinggi yang dapat dicapai oleh perancang untuk dapat
membangkitkan kenangan atau kesan yang mudah terlupakan (Mustopo, 2005:
64 ). Pada monumen melekat dua hal. Satu, sebuah kenangan kolektif akan
sebuah waktu atau sebuah peristiwa. Dua, kekekalan. Kata kolektif mengandung
ambiguitas, karena kolektivitas selamanya hegemonik, selalu ada pihak yang
memegang control dan ada yang tersisih. Meninjau pengalaman empiris di
STIKOM
Indonesia, monumen adalah ekpresi atau kehendak dari pemegang hegemoni
untuk menegaskan kekuasaan atau kekuatan dari kekuasaan tersebut.
Karena itu, monumen pertama-tama didirikan untuk menguasai ruang,
bukan hanya ruang, melainkan ruang public dalam batas-batas geometris dan
geografis yang teraplikasi dalam desain tata ruang kota, tetapi juga ruang yang
dialami sehari-hari oleh khalayak, yakni ruang dalam kehidupan sosial mereka.
Jika monumen adalah sebuah upaya untuk melupakan fana, maka di dalam
monumen lalu disiratkan nilai-nilai yang setiap saat mampu mengunggah,
mengetuk dan menggetarkan hati nilai-nilai universal yang diyakini oleh hampir
semua umat manusia di bumi ini, seperti keberaniaan, kekuatan, kepahlawanan,
keramahan, dan kesopanan. Penanaman nilai-nilai universal tersebut selain
untuk mengekalkan kekuasaan, juga sebuah pendekatan persuasif untuk
menghimpun kolektivitas (Armand, 2011; 133-134 ).
1.4 Pengertian Pelestarian
Pelestarian, dalam Kamus Bahasa Indonesia ( Eko, 2006:88 ) berasal dari
kata dasar lestari, yang artinya adalah tetap selama-lamanya tidak berubah.
Kemudian, dalam kaidah penggunaan Bahasa Indonesia, pengunaan awalan ke-
dan akhiran –an artinya digunakan untuk menggambarkan sebuah proses atau
upaya ( kata kerja ). Jadi berdasarkan kata kunci lestari ditambah awalan ke- dan
akhiran –an, maka yang dimaksud pelestarian adalah upaya untuk membuat
sesuatu tetap selama-lamanya tidak berubah dan dapat didefinisikan sebagai
upaya untuk mempertahankan sesuatu agar tetap sebagaimana adanya. Merujuk
STIKOM
pada definisi pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia tersebut, maka dapat
ditemukan kesimpulan bahwa yang dimaksud pelestarian cagar budaya adalah
upaya untuk mempertahankan agar cagar budaya tetap dipertahankan
sebagaimana adanya.
1.5 Kajian Tentang Buku
Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangun watak
bangsa (muktiono, 2003:2). Buku dapat dijadikan pula sebagai sarana informasi
untuk memahami sesuatu dengan mudah. Dalam masyarakat, buku untuk
anak-anak umumnya adalah buku bergambar, karena anak-anak-anak-anak lebih mudah
memahami buku tersebut dengan banyak gambar dari pada tulisan, sedangkan
orang dewasa lebih fleksibel untuk memahami apa yang ada pada buku
walaupun tanpa gambar sekalipun (Muktiono, 2003:76).
Buku merupakan koleksi paling umum yang dihimpun perpustakaan.
Pengertian buku adalah terbitan yang membahas informasi tertentu disajikan
secara tertulis sedikitnya 64 halaman tidak termasuk halaman sampul,
diterbitkan oleh penerbit atau lembaga tertentu, serta ada yang bertanggung
jawab terhadap isi yang dikandungnya (Darmono, 2002: 65).
Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat umum.
Sebagaimana yang dikutip dari eniklopedia bebas (www.wikipedia.org),
jenis-jenis buku antara lain :
1. Buku Fiksi
Jenis buku ini merupakan salah satu jenis buku yang paling banyak
diterbitkan didunia. Adapun kisah dibalik cerita adalah sebuah fiksi / tidak
STIKOM
berdasarkan kehidupan nyata. Contoh dari buku fiksi adalah : Novel, novel
grafis ataupun komik.
2. Buku Non Fiksi
Dalam kepustakaan jenis-jenis buku non fisik banyak digunakan sebagai
buku-buku referensi ataupun juga ensiklopedia. Adapun beberapa jenis
buku non fiksi antara lain adalah : buku sekolah, buku jurnalistik, atlas,
album, laporan tahunan, dan sebagainya.
Sehingga berdasarkan pernyataan diatas, buku ini adalah salah satu buku
non fiksi, karena buku non fiksi digunakan sebagai buku referensi, dimana sifat
dari pembuatan buku ini adalah sebagai buku referensi, yang menyuguhkan
informasi monumen-monumen bersejarah yang ada di kota Surabaya.
1.5.1 Struktur Buku
1. Cover
Merupakan bagian terpenting pada perwajahan buku karena bagian ini
harus dapat mengundang perhatian pembeli untuk tertarik membeli suatu
buku. Bagian ini dibagi menjadi:
a. Front Cover ( Cover Depan )
Berisikan Nama Pengarang, Nama Editor, Nomor Edisi, dan Judul
Buku. Front Cover biasanya memuat fotografi atau ilustrasi yang
mencerminkan buku tersebut.
STIKOM
b. Back Cover ( Cover Belakang )
Biasanya memuat foto pengarang dan juga mandatoris seperti quotes
ataupun barcode dan juga logo penerbit. Berbicara tentang cover,
judul buku akan di letakkan di cover depan, judul merupakan bagian
terpenting dari sebuah buku, karena melalui judul inilah, pembaca
akan memutuskan untuk terus melihat dan membaca semua pesan
ataukah akan mengalihkan perhatiannya.
2. Halaman Pengantar Buku
a. Halaman Judul ( halaman ii )
Halaman ini berisi judul buku, naman pengarang, dan juga penerbit.
b. Halaman Dedikasi ( halaman iii )
Halaman ini berisi judul buku, nama pengarang, dan juga penerbit.
c. Halaman Pra Kata
Berisikan tentang kata pengantar yang dibuat oleh editor, ataupun
orang yang mempunyai hubungan dengan pengarang dalam
pembuatan buku.
d. Daftar Isi
Merupakan halaman penting dalam penulisan buku non fiksi,
dikarenakan akan memuat isi-isi setiap halamannya.
e. Kata Pengantar
Berisikan kata pengantar oleh pengarang yang ditujukkan kepada
pembaca.
STIKOM
f. Halaman Persembahan
Berisikan ucapan syukur ataupun terimakasih pengarang kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian buku ini.
3. Halaman Isi
a. Pendahuluan
Dalam penulisan buku non fiksi pada halaman ini yang dijelaskan
pertama kali adalah pendahuluan yang tertuju ke topik.
b. Kesimpulan
Merupakan kesimpulan dari seluruh isi buku.
c. Tentang Pengarang
Berisikan Biodata Penulis, Riwayat Hidup, serta pas foto penulis.
1.6 Layout
Menurut Tom Lincy dalam buku (Kusrianto, 2007: 277), prinsip layout
yang baik adalah yang selalu memuat 5 prinsip utama dalam desain, yaitu
proporsi, keseimbangan, kontras, irama dan kesatuan. Dalam penerapan
perancangan ini desain layout menjadi landasan untuk dijadikan acuan dasar
dalam memberikan panduan dalam mendesain layout dari perancangan buku
monumen bersejarah di kota Surabaya. Untuk mengatur layout, di perlukan
pengetahuan akan jenis-jenis layout. Berikut adalah jenis-jenis layout pada
media cetak, baik brosur, majalah, iklan maupun pada buku.
STIKOM
1. Mondrian Layout
Mengacu pada konsep seorang pelukis Belanda bernama Piet Mondrian,
yaitu penyajian iklan yang mengacu pada bentuk-bentuk square /
landscape / portait, dimana masing-masing bidangnya sejajar dengan
bidang penyajian dan memuat gambar / copy yang saling berpadu
sehingga membentuk suatu komposisi yang konseptual.
2. Multi Panel Layout
Bentuk iklan dimana dalam satu bidang penyajian dibagi menjadi beberapa
tema visual dalam bentuk yang sama (square/double square semuanya).
3. Picture Window Layout
Tata letak iklan dimana produk yang diiklankan ditampilkan secara close
up. Bisa dalam bentuk produknya itu sendiri atau juga bisa menggunakan
model (public figure).
4. Copy Heavy Layout
Tata letaknya mengutamakan pada bentuk copy writing (naskah iklan) atau
dengan kata lain komposisi lay out nya didominasi oleh penyajian teks
(copy).
5. Frame Layout
Suatu tampilan iklan dimana border/bingkai/frame nya membentuk suatu
naratif (mempunyai cerita).
6. Shilhoutte Layout
Sajian iklan yang berupa gambar ilustrasi atau tehnik fotografi dimana
hanya ditonjolkan bayangannya saja. Penyajian bisa berupa Text-Rap atau
STIKOM
warna spot color yang berbentuk gambar ilustrasi atau pantulan sinar
seadanya dengan tehnik fotografi.
7. Type Specimen Layout
Tata letak iklan yang hanya menekankan pada penampilan jenis huruf
dengan point size yang besar. Pada umumnya hanya berupa Head Line
saja.
8. Sircus Layout
Penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada ketentuan baku.
Komposisi gambar visualnya, bahkan kadang-kadang teks dan susunannya
tidak beraturan.
9. Jumble Layout
Penyajian iklan yang merupakan kebalikan dari sircus lay out, yaitu
komposisi beberapa gambar dan teksnya disusun secara teratur.
10. Grid Layout
Suatu tata letak iklan yang mengacu pada konsep grid, yaitu desain iklan
tersebut seolah-olah bagian per bagian (gambar atau teks) berada di dalam
skala grid.
11. Bleed Layout
Sajian iklan dimana sekeliling bidang menggunakan frame (seolah-olah
belum dipotong pinggirnya). Catatan: Bleed artinya belum dipotong
menurut pas cruis (utuh) kalau Trim sudah dipotong.
STIKOM
12. Vertical Panel Layout
Tata letaknya menghadirkan garis pemisah secara vertical dan membagi
lay out iklan tersebut.
13. Alphabet Inspired Layout
Tata letak iklan yang menekankan pada susunan huruf atau angka yang
berurutan atau membentuk suatu kata dan diimprovisasikan sehingga
menimbulkan kesan narasi (cerita).
14. Angular Layout
Penyajian iklan dengan susunan elemen visualnya membentuk sudut
kemiringan, biasanya membentuk sudut antara 40-70 derajat.
15. Informal Balance Layout
Tata letak iklan yang tampilan elemen visualnya merupakan suatu
perbandingan yang tidak seimbang.
16. Brace Layout
Unsur-unsur dalam tata letak iklan membentuk letter L (L-Shape). Posisi
bentuk L nya bisa tebalik, dan dimuka bentuk L tersebut dibiarkan kosong.
17. Two Mortises Layout
Penyajian bentuk iklan yang penggarapannya menghadirkan dua inset
yang masing-masing memvisualkan secara diskriptif mengenai hasil
penggunaan/detail dari produk yang ditawarkan.
18. Quadran Layout
Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian
dengan volume/isi yang berbeda. Misalnya kotak pertama 45%, kedua 5%,
STIKOM
ketiga 12%, dan keempat 38%. (mempunyai perbedaan yang menyolok
apabila dibagi empat sama besar).
19. Comic Script Layout
Penyajian iklan yang dirancang secara kreatif sehingga merupakan bentuk
media komik, lengkap dengan captions nya.
20. Rebus Layout
Susunan layout iklan yang menampilkan perpaduan gambar dan teks
sehingga membentuk suatu cerita.
1.6.1 Proporsi
Proporsi adalah kesesuaian antara ukuran halaman dengan isinya
(Kusrianto, 2007: 277). Penerapan teori ini dalam perancangan buku papertole
monumen di kota Surabaya, sebagai salah satu media bagi visualisasi sebuah
konsep dalam penerapan perbandingan ukuran yang digunakan untuk
menentukan penataan visual, keseimbangan visual demi membentuk proporsi
yang sesuai.
1.6.2 Keseimbangan
Keseimbangan merupakan suatu pengaturan agar penempatan dalam suatu
halaman memiliki efek seimbang (Kusrianto, 2007: 279). Keseimbangan dalam
perancangan ini membantu membentuk sebuah proporsi visual yang sesuai, yang
bertujuan untuk memberikan elemen-elemen visual yang memiliki kesan
nyaman untuk di terapkan pada perancangan buku monumen bersejarah.
STIKOM
1.6.3 Kontras / Fokus
Saat mengamati suatu visual, terdapat elemen-elemen yang ditekankan
untuk menampilkan kekuatan pada elemen visual. Jika dalam satu
elemen-elemen tersebut sama-sama bersifat menguatkan, maka akhirnya tidak ada
satupun materi di halaman itu yang menguatkan untuk menjadi fokus utama
(Kusrianto, 2007: 280). Kekuatan fokus utama sebagai penekanan pada suatu
visual ini dijadikan sebagai panduan dalam yang berguna untuk menentukan
fokus utama visual yang menjadi kekuatan dari perancangan buku monumen
bersejarah di kota Surabaya.
1.6.4 Irama
Irama adalah pola perulangan, penggunaan pola warna maupun motif yang
diulang dengan irama tertentu merupakan salah satu prinsip penyusunan layout.
Dengan mengulang-ulang pola, akan memperoleh irama yang dapat mengikuti
alur dan mempublikasikan ciri-ciri pada keseluruhan desain layout yang disusun
(Kusrianto, 2007: 281). Menentukan sebuah irama untuk memberikan ciri khas
pada desain layout yang disusun adalah upaya untuk memperoleh keseimbangan
dan proporsi yang sesuai yang dapat dijadikan media pendukung untuk
menentukan fokus utama pada desain layout perancangan buku monumen
bersejarah di kota Surabaya.
STIKOM
1.6.5 Unity / Kesatuan
Prinsip kesatuan adalah hubungan antara elemen-elemen desain yang
semula berdiri sendiri-sendiri serta memiliki ciri sendiri yang disatukan menjadi
sesuatu yang baru dan memiliki fungsi baru yang utuh ( Kusrianto, 2007: 281 ).
Gerald A. Silver dalam bukunya Graphic Layout And Design, menyarankan agar
elemen-elemen yag ditata memperoleh unity dan kontras yang mudah ditangkap
oleh mata pembaca. Kesatuan adalah penghubung dari keseluruhan elemen
desain yang disatukan, dalam perancangan buku monumen bersejarah di kota
Surabaya penerapan kesatuan adalah sebagai ujung pengulasan yang dijadikan
arah tujuan konsep yang akan diterapkan.
1.7 Unsur-Unsur Desain
Dalam perancangan buku monumen di kota Surabaya, pembahasan tentang
desain layout berperan dalam memberikan pengarahan tentang pengaturan
layout halaman sebuah buku. Desain layout mengacu pada unsur-unsur desain
yang terdiri dari Garis, Warna, sehingga unsur-unsur desain juga memiliki peran
dalam memberikan acuan untuk unsur-unsur desain yang akan dijadikan satu
kesatuan dalam penyusunan desain layout perancangan buku monumen di kota
Surabaya.
1.7.1 Garis ( Line )
Garis adalah elemen visual yang dapat dipakai dimanapun dengan tujuan
untuk memperjelas dan mempermudah pembaca (Supriyono, 2010:58). Garis
STIKOM
merupakan salah satu unsur desain untuk terbentuknya sebuah gambar. Garis
memiliki sifat-sifat tang dapat memiliki arti atau kesan.
1. Garis Tegak, memiliki kesan kuat, kokoh, tegas dan hidup.
2. Garis Datar, memiliki kesan lemah, tidur, dan mati.
3. Garis Lengkung memiliki kesan lemah, lembut dan mengarah.
4. Garis Patah, memiliki kesan hati-hati dan cermat.
5. Garis Miring, memiliki kesan menyudutkan.
6. Garis Berombak, memiliki kesan yang berirama.
Sifat-sifat garis tersebut adalah acuan untuk desain layout yang dapat
menjadi acuan untuk mendukung dan menentukan desain layout untuk
perancangan buku monumen bersejarah di kota Surabaya.
1.7.2 Warna ( Color )
Warna merupakan unsur penting dalam obyek desain. Karena warna
memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya.
Masing-masing warna mampu memberikan respon secara psikologis (Supriyono,
2010:58). Warna diyakini mempunyai dampak psikologis terhadap manusia.
Dampak tersebut dapat dipandang dari berbagai macam aspek, baik aspek panca
indera, aspek budaya dan lain-lain.
Rasa terhadap warna
1. Warna netral
Warna netral adalah warna-warna yang tidak lagi memiliki kemurnian
warna atau dengan kata lain bukan merupakan warna primer maupun
STIKOM
sekunder. Warna ini merupakan campuran ketiga komponen warna
sekaligus, tetapi tidak dalam komposisi tepat sama.
2. Warna kontras
Warna kontras adalah warna yng berkesan berlawanan satu dengan yang
lainnya. Warna kontras bisa didapatkan dari warna yang bersebrangan
(memotong titik tengah segitiga) terdiri atas warna primer dan warna
sekunder. Tetapi tidak menutup kemungkinan pula membentuk kontras
warna dengan mengolah nilai ataupun kemurnian warna, contoh warna
kontras adalah merah dengan hijau, kuning dengan ungu, dan biru dengan
jingga.
3. Warna panas
Warna panas adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran di
dalam lingkungan warna mulai dari merah hingga kuning. Warna ini
menjadi symbol, riang, semangat, marah dan sebagainya. Warna
mengesankan jarak yang dekat. Tetapi justru barang yang mempunyai
warna panas ini radiasi panasnya kecil.
4. Warna dingin
Warna dingin adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran di
dalam lingkaran warna mulai dari hijau hingga ungu. Warna ini menjadi
symbol kelembutan, sejuk, nyaman, dan sebagainya. Warna sejuk
mengesankan jarak yang jauh. Tetapi justru barang yang mempunyai
warna dingin ini radiasi panasnya besar.
STIKOM
Menurut E. Holzschlag dalam tulisannya “Creating Color Scheme” warna
memiliki respon psikologis yang mampu ditimbulkan.
1. Merah, memiliki respon psikologi kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu,
cinta, agresifitas dan bahaya.
2. Biru, memiliki respon psikologi kepercayaan, konservatif, keamanan,
teknologi, kebersihan dan perintah.
3. Hijau, memiliki respon psikologi alami, kesehatan, pandangan yang enak,
kecemburuan dan pembaharuan.
4. Kuning, memiliki respon psikologi optimis, harapan, filosofi, ketidak
jujuran, pengecut dan pengkhianatan.
5. Ungu, memiliki respon psikologi spiritual, misteri, keagungan, perubahan
bentuk dan arogan.
6. Orange, memiliki respon psikologi energy, keseimbangan, dan
kehangatan.
7. Coklat memiliki respon psikologi dapat dipercaya, nyaman, dan bertahan.
8. Abu-abu, memiliki respon psikologi intelek, futuristik, modis, kesenduan
dan merusak.
9. Putih, memiliki respon psikologi kemurnian, suci, bersih, steril dan
kematian.
10. Hitam, memiliki respon psikologi seksualitas, kemewahan, misteri,
ketakutan dan keanggunan.
STIKOM
Warna tidak hanya dapat dilihat respon psikologis namun warna juga
dapat dilihat dari tiga dimensi .
1. Hue
Berdasarkan hue, warna digolongkan menjadi tiga golongan, primer,
sekunder, dan tersier.
2. Value
Dalam value, warna dinilai dari terang-gelapnya warna. Semua warna
dapat dikurangi, diperlemah kekuatannya sehingga menjadi muda atau
diperkuat kekuatannya menjadi lebih gelap.
3. Intensitas
Intensitas berarti tingkat kemurnian atau kejernihan warna,. Intensitas
warna memiliki intensitas penuh ketika tidak dipadukan dengan warna
lain, berbanding sebaliknya, intensitas warna yang kurang menjadikan
warna sedikit redup dan netral (Supriyono, 2010:77).
1.8 Tipografi
Teks adalah bagian penting dalam desain, sehingga mempelajari ilmu yang
mempelajari tentang huruf cetak sangatlah diperlukan dalam penyusunan sebuah
desain. Ilmu yang mempelajari tentang teks adalah tipografi, tipografi
didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi
menggunakan huruf cetak dan merangkainya dalam sebuah komposisi yang
tepat untuk memperoleh suatu tampilan yang dikehendaki.
STIKOM
Desain komunikasi visual tidak bisa lepas dari tipografi sebagai unsur
pendukungnya. Karena rangkaian huruf dalam sebuah kata atau kalimat bisa
berarti suatu makna yang mengacu pada sebuah gagasan dan memiliki
kemampuan untuk menyampaikan suatu citra ataupun kesan secara visual (
Kusrianto, 2006:190 ).
Pemilihan jenis font diperlukan sebagai media pendukung, sehingga
penerapan teori tipografi ini dapat menjadi sebuah pemahaman untuk
menentukan jenis font yang akan diperlukan dalam perancangan buku monumen
di kota Surabaya.
Menurut ( Rustan, 2011: 1-10 ) pengelompokan huruf sesuai garis besar
antara lain :
1. Serif
Huruf jenis serif dapat dikenali memiliki kait yang terdapat
diujung-ujungnya. Selain membantu keterbacaan, serif juga memudahkan saat
diukir ke batu.
Gambar 2.1 Jenis Font Serif
Sumber : (www.desanstudio.com)
2. Sans Serif
Huruf jenis sans serif tidak memiliki kait yang terdapat diujung-ujungnya.
Sans serif melambangkan kesederhanaan.
STIKOM
Gambar 2.2 Jenis Font Sans Serif
Sumber : (www.sitepoint.com)
3. Script
Jenis huruf ini juga sering disebut Kursif. Huruf ini menyerupai goresan
tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya
miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkan adalah sifat pribadi, akrab,
keanggunan, dan kepuasan. Seperti halnya huruf jawa adalah salah satu
contohnya.
Gambar 2.3 Jenis Font Script
Sumber : (www.cactusproject.com)
1.9 Teori Analisis SWOT
Menurut Rangkuti dalam Marimin (2004: 58), analisis SWOT adalah suatu
cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka
merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada kekuatan
(Strength), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman
(Threats).
STIKOM
Dalam analisis SWOT sangat mempertimbangkan dan membandingkan
faktor lingkungan internal (Strength dan Weaknesses) serta lingkungan eksternal
(Opportunitie dan Threats) yang dihadapi perusahaan sehingga dari analisis
tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Jadi analisa SWOT dilakukan
untuk mengidentifikasi suatu perusahaan atau suatu karya melalui kondisi
internal dan eksternal untuk perancangan proses sehingga proses yang dirancang
dapat berjalan optimal, efektif, dan efesien.
1. Strength, untuk mengetahui kekuatan atau keunggulan jasa dan produk
dibanding kompetitor. Dalam hal ini, bisa diartikan sebagai kondisi yang
menguntungkan perusahaan tersebut.
2. Weakness, untuk mengetahui kelemahan jasa dan produk dibanding
kompetitor. Dalam hal ini, kelemahan bisa diartikan sebagai suatu
kondirisi yang merugikan perusahaan tersebut.
3. Opportunity, untuk mengetahui peluang pasar. Dalam hal ini diartikan
sebagai suatu hal yang bisa menguntungkan jika dilakukan namun jika
tidak diambil bisa merugikan, atau sebaliknya.
4. Threats, untuk mengetahui apa yang menjadi ancaman terhadap jasa dan
produk yang ditawarkan.
1.10 STP ( Segmentasi, Targeting, Positioning )
Diungkapkan oleh Philip kotler (Marketing 3.0: from Product to
Customers to the Human Spirit. 2011.136) menyatakan “ Perusahaan
menawarkan produk unggulannya kepada masyarakat luas. Akan tetapi, untuk
STIKOM
mendapatkan keuntungan yang maksimal perusahaan harus memilih pasar apa
yang ingin mereka layani.
1. Segmentasi
Segmentasi pasar adalah merupakan konsep yang mendasari strategi
pemasaran perusahaan dan pengalikasian sumber daya yang harus
dilakukan dalam rangka mengimplementasikan program pemasaran dalam
buku Fandy Tjiptono (2008: 211).
2. Targeting
Targetting menurut Fandy Tjiptono (2008: 211), merupakan proses
mengevaluasi dan memilih satu atau beberapa segmen pasar yang dinilai
menarik untuk dilayani dengan program pemasaran spesifik pemasaran.
3. Positioning
Menurut Rhenal Kasali (1998: 49) Positioning adalah suatu strategi untuk
memasuki jendela otak konsumen. Positioning tidak dianggap penting
selama barang-barang yang tersedia dalam suatu masyarakat tidak begitu
banyak serta persaingan belum menjadi sesuatu yang penting dan
positioning akan menjadi penting bilamana persaingan sudah sangat
sengit.
STIKOM
BAB III
METODOLOGI DAN PERANCANGAN
KARYA
3.1 Metodologi Penelitian
Dalam bab ini akan dijabarkan tentang langkah-langkah penelitian yang
diambil untuk mendapatkan data-data dalam menyelesaikan tugas akhir.
Langkah-langkah tersebut antara lain membahas mengenai jenis penelitian,
langkah penelitian dan teknik analisa data.
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi mendalam yang dapat mendukung perancangan buku
monumen bersejarah.
3.1.2 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Metode Pengumpulan Data Primer adalah data yang dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian. (Hasan,
2002). Data primer ini didapatkan melalui metode pengumpulan data
sebagai berikut :
a. Observasi
Pada metode ini dilakukan pengamatan dan pencatatan secara
langsung mengenai lokasi, kondisi dan suasana di
monumen-monumen bersejarah yang ada di kota Surabaya, informasi pelaku
STIKOM
atau informan untuk dilakukan wawancara dan menentukan waktu
yang digunakan untuk setting area pengambilan foto yang sesuai.
b. Wawancara
Pada metode ini tanya jawab di lakukan secara langsung dengan
budayawan yang mengenal seluk beluk kota Surabaya, dan informan
yang mengenal seluk beluk masing-masing monumen bersejarah
yang ada di kota Surabaya untuk memperoleh informasi dan data
yang diperlukan.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder
dari data yang kita butuhkan. Data sekunder ini dapat berupa kepustakaan
dan dokumen-dokumen penting yang dapat memperjelas pentingnya
pelestarian cagar budaya.
a. Kepustakaan
Pada metode ini mahasiswa mempelajari berbagai literatur yang ada
hubungannya dengan proses perancangan buku monumen bersejarah
sebagai upaya pelestarian cagar budaya di kota Surabaya.
b. Dokumentasi
Metode ini dilakukan untuk mendapatkan foto monumen bersejarah,
untuk mengetahui kondisi dan untuk dijadikan bahan berupa foto
untuk merancang isi buku.
STIKOM
3.2 Teknik Analisis Data
3.2.1 Analisis
Menurut Bogdan, Robert C and Biklen, Sari Knopp dalam buku (Emzir,
2010: 85 ). Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah
dikumpulkan untuk pemahaman mengenai materi-materi. Analisis melibatkan
pekerjaan dengan data, penyusunan, dan pemecahannya ke dalam unit-unit yang
dapat ditangani, perangkumannya, pencarian pola-pola dan penemuan apa yang
penting.
Setelah data terkumpul, data akan dikelompokkan sesuai dengan
unsur-unsur desain dan komunikasi visual yaitu data verbal dan data visual.
Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi dan
kepustakaan, data verbal berikutnya akan disusun secara efisien dan menarik
agar dapat menyajikan informasi yang efektif. Sedangkan data visual, akan
dikumpulkan untuk menghimpun jumlah data visual dan kelayakan data visual
tersebut untuk dikombinasikan dengan data verbal.
Selanjutnya, dari hasil analisis data tersebut akan ditentukan beberapa
konsep perancangan yang sesuai untuk perancangan karya.
3.2.2 Hasil Wawancara
STIKOM
Wawancara dilakukan pada tanggal 23 mei 2012 sampai 23 Juli 2012
sesuai dengan surat pengantar dari BAKESBANG kepada pihak Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Badan Arsip
dan kepustakaan, Dinas Sosial, Dinas pertamanan, Pengurus Monumen Kapal
Selam dan Pengurus Monumen Tugu Pahlawan. Wawancara juga dilakukan
dengan budayawan sekaligus pemilik perpustakaan Koloni di jalan Medayu
Selatan dan Komunitas Rodersburg. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang monumen yang ada di kota Surabaya berikut informasi
sejarahnya dan lokasinya. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil wawancara
yaitu :
1. Monumen yang ada di kota Surabaya yang berhasil diketahui sejarahnya
berjumlah 22 monumen, sedangkan yang tidak berhasil didapatkan
informasinya berjumlah 2 monumen.
2. Menurut pemilik perpustakaan koloni, sekaligus mantan kepala Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang, data-data penting tentang monumen yang
tersimpan, sempat hangus terbakar, struktur bangunan hanya beberapa
yang diketahui, sehingga hanya tentang sejarah monumen ini yang masih
ada informasinya.
3. Menurut pihak Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan Dinas Pertamanan,
monumen-monumen di kota Surabaya sudah mulai diperhatikan, hal
tersebut dikarenakan kota Surabaya berusaha meningkatkan Green Area,
sehingga lokasi monumen-monumen yang memiliki area cukup luas,
STIKOM
dijadikan sebagai taman-taman kota, seperti contohnya monumen
Ronggolawe dan monumen Persahabatan Indonesia dan Korea.
3.3 Metode Perancangan
Gamabr 3.1 Skema Metode Perancangan
STIKOM
3.4 Studi Eksisting
3.4.1 Analisis Kompetitor
Analisa studi eksisting dalam perancangan ini dilakukan untuk mengacu
pada observasi yang dilakukan terhadap objek yang diteliti dan kompetitornya.
1. Buku Bertualang ke Museum Jakarta
Gambar 3.2 Cover dan halaman pertama
Buku ini membahas tentang museum-museum yang ada di kota Jakarta.
Dalam buku ini disajikan untuk mengetahui dimana letak museum dan
mengenai sejarah maupun cerita apa yang ada dalam tiap-tiap museum di
kota Jakarta. Buku ini menyajikan visual yang ditujukan untuk anak-anak,
dengan mengusung tema berpetualang. Dalam buku ini terdapat sebuah
STIKOM
peta yang mendukung tema tersebut untuk mengetahui letak tiap-tiap
museum yang ada di kota Jakarta.
Gambar 3.3 Karakter Buku
Dalam gambar diatas, terdapat tiga karakter anak-anak yang mengisi dan
mendampingi pembaca. Anak-anak ini, berperan sebagai pemandu
pembaca. Ilustrasi yang digambarkan pada karakter anak-anak tersebut,
berbeda tujuannya.
Pada karakter Arif Dan Mika, peran dalam buku ini adalah membantu
percakapan dan menuntun informasi yang ada pada museum, dengan
gambar ilustrasi percakapan dengan melakukan kegiatan.
Sedangkan pada karakter Kemal, karakter ini berperan dalam
menunjukkan foto-foto dan informasinya.
STIKOM
a. SWOT Kompetitor
i. Kekuatan
1) Judul buku membuat ketertarikan anak-anak untuk ajakn
bermain sambil belajar
2) Layout buku terdapat gambar karakter lucu.
3) Terdapat peta petualangan yang mendukung judul buku,
sehingga sesuai dnegan tema petualangan.
ii. Kelemahan
1) Hanya memberikan informasi tentang museum.
2) Faktor demografis hanya ditujukan untuk anak-anak, dilihat
dari layout buku dan judul buku.
iii. Peluang
1) Tingkat keaktifan anak-anak menjadi sebuah pendukung
buku ini, karena buku ini bertemakan petualangan.
2) Belum adanya buku tentang museum di pasaran, menjadikan
buku ini buku yang paling dicari, terlebih untuk anak-anak.
iv. Ancaman
1) Penjualan buku ini di lokasi surabaya terlalu luas, sehingga
hanya untuk tujuan yang akan ke kota Jakarta.
b. Hasil Analisis Studi Eksisting Kompetitor
Dari data hasil survey dan studi eksisting maka dapat ditarik
kesimpulan atau asumsi bahwa dengan adanya informasi tentang
STIKOM
museum ini akan menarik pengunjung dari luar kota Jakarta untuk
berkunjung ke museum-museum tersebut.
2. Jalan-Jalan Surabaya ( Enaknya Ke Mana )?
Gambar 3.4 Cover buku
jalan-jalan surabaya ( enaknya kemana ) ?
Dalam buku ini, membahas tentang pariwisata yang ada di kota Surabaya..
Tujuan pembuatan buku ini menurut penulis adalah sebagai “penebus
dosa” karena sebelumnya, penulis jika mendapat pertanyaan tentang
dimana obyek wisata di kota Surabaya, selalu menjawab di kota Surabaya
tidak ada obyek wisatanya.
STIKOM
Gambar 3.5 Halaman buku
jalan-jalan surabaya ( enaknya kemana ) ?
Buku ini memberikan gambaran tentang berbagai potensi wisata di
Surabaya. Mulai dari obyek Wisata Kota, Heritage Building,
Museum-museum, monumen, pusat pertokoan, tempat-tempat perkulakan, tempat
hiburan malam baik untuk keluarga maupun untuk insan dewasa, hingga
wisata bertema seperti water park, wisata ekologi hutan Mangrove,
mengunjungi sanggar batik khas Surabaya hingga ke kuliner Surabaya
(http://adikusrianto.wordpress.com/)
a. SWOT Kompetitor
i. Kekuatan
1) Buku sangat cocok untuk para pelancong karena dalam buku
menyajikan informasi yang ada di kota Surabaya.
STIKOM
2) Bentuk buku sesuai bentuk buku saku pada umumnya.
3) Layout cover buku menampilkan beberapa isi buku, sehingga
membuat ketertarikan dari kejelasan isi buku.
ii. Kelemahan
1) Layout buku cenderung berwarna hitam dan putih, sehingga
kurang menarik, padahal warna dapat mempengaruhi citra
orang yang melihatnya (Supriyono, 2010: 58).
iii. Peluang
1) Buku ini dapat menjadi buku panduan wisata untuk kota
Surabaya
2) Belum adanya buku tentang wisata kota Surabaya secara
keseluruhan.
iv. Ancaman
1) Karena teknologi sudah berkembang, terlebih minat wisata
masih digandrungi, menjadikan buku ini masih harus
bersaing kuat dengan internet, karena diinternet orang lebih
mudah mendapatkan informasi tentang tempat wisata.
c. Hasil Analisis Studi Eksisting Kompetitor
Dari data hasil survey dan studi eksisting maka dapat ditarik
kesimpulan atau asumsi bahwa dengan adanya informasi tentang
wisata secara keseluruhan, buku ini akan menjadi prioritas utama
dalam buku wisata kota Surabaya, karena buku ini termasuk jenis
buku saku yang mudah dibawa kemana-kemana.
STIKOM
3.5 Konsep Perancangan Karya
3.5.1 Analisis STP
Untuk mencapai sasaran yang tepat, diperlukan perhitungan terhadap
audience melalui aspek geografis, demografis dan psikografis.
1. Geografis
Secara geografis target audience yang ditentukan adalah masyarakat yang
tinggal di kota surabaya maupun sedang mengunjungi kota surabaya yang
memerlukan informasi tentang tata letak dan sejarah monumen-monumen
di kota surabaya.
2. Demografis
Secara demografis target audience dapat dijabarkan sebagai berikut :
Jenis kelamin : Laki-laki dan Wanita
Usia : 15 tahun tahun keatas
Pendidikan : Sekolah menengah umum, perguruan tinggi
Kelas : Menengah - Menengah keatas
Pekerjaan : Pelajar, mahasiswa, pegawai negeri, pegawai
swasta, pengusaha
Target audience yang dipilih ini berdasarkan pernyataan bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah bagi mereka untuk
menerima informasi. Dan dengan bertambahnya umur, seseorang akan
mengalami perubahan fisik dan psikologis dimana taraf berpikir seseorang
STIKOM
akan semakin matang dan dewasa (Harahap, 2010; 27-29 ). Ketentuan ini
ditinjau secara langsung berdasarkan ketetapan wajib belajar 9 tahun yang
diterapkan pemerintah, sehingga pada umur 17 tahun, untuk orang yang
sedang maupun sudah menjalani proses pendidikan, dinilai sudah
mengenal tentang sejarah dan budaya, karena mereka sudah
menyelesaikan wajib belajar 9 tahun yang sudah ditentukan pemerintah.
3. Psikografis
Secara psikografis, dapat ditentukan khususnya kepada orang yang
memiliki ketertarikan akan sejarah dan budaya, baik pria maupun wanita,
berkeluarga maupun masih belum berkeluarga, serta komunitas yang
menggemari sejarah dan budaya.
STIKOM
3.5.2 Konsep Tema Perancangan
1. Analisis Keyword
Gambar 3.6 Keyword
2. Ulasan Keyword
Pada tema perancangan konsep, keyword sudah diperoleh berdasarkan
STP adalah “Classic, Elegant, Heroic” . Keyword tersebut nantinya akan
digunakan dalam konsep perancangan buku ini.
“Classic” berdasarkan kamus Bahasa Indonesia mempunyai arti memiliki
STIKOM
mutu yang tinggi dan diakui kesempurnaannya. Disebutkan juga bahwa
klasik mengandung kata sifat bersejarah. Sehingga, klasik terbentuk
berdasarkan pertimbangan bahwa dalam perancangan ini ditujukan untuk
mengenal tentang sejarah, membahas tentang sejarah, dan diperuntukkan
bagi audience yang memiliki ketertarikan dengan sejarah.
Terbentuknya “Elegant” berdasarkan tujuan audience, yaitu masyarakat
Surabaya pada kelas sosial menengah dan menengah keatas, dimana kelas
sosial tersebut dapat diketahui mengutamakan kualitas didalam
menentukan apa yang dikehendaki (Wahyuni, 1998). Dengan
mengutamakan kualitas, tentunya hal yang diinginkan adalah yang
berkualitas, dengan demikian berkualitas berarti hal tersebut harus
memiliki kualitas yang bagus. Dalam hal ini, kata bagus disebutkan dalam
kamus Bahasa Indonesia, adalah kata sifat dari anggun, sedangkan anggun
merupakan kata sifat dari “Elegant”.
Jika disimpulkan berdasarkan pemahaman kalimat “Kalau mengenakan
gaun seperti itu, akan tampak elegan sekali” dan “Penampilannya tampak
elegan sekali” maka elegan itu adalah ungkapan terhadap sesuatu yang
pantas dan sesuai dengan persepsi satu sama lain baik antara individu
dengan obyek, maupun individu satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut
“Elegant” bisa digunakan sebagai panduan menempatkan kesesuaian
komposisi yang ada pada perancangan buku agar mendapatkan persepsi
bagus dan sesuai dengan target audience.
Keyword “Heroic”, terbentuk meliputi latar belakang yang terdapat pada
STIKOM
kota Surabaya, yaitu “Kota Pahlawan”. Adanya unsur kepahlawanan ini
ditujukan untuk mencapai kesesuaian pada perancangan buku terhadap
obyek yang ingin ditampilkan, yaitu monumen.
Sedangkan untuk memberikan hal baru dan beda dengan buku yang
membahas tentang sejarah pada umumnya menampilkan foto-foto bertema
vintage, yaitu dengan menampilkan foto monumen dengan visual asli
warna monumen. Tehnik foto yang digunakan adalah tehnik foto
jurnalistik yaitu essay foto dan Tehnik Foto dokumentasi.
3.5.3 Konsep Kreatif
Konsep pembuatan buku ini adalah “Aku Monumen” , aku monumen
didapatkan berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat kota Surabaya kurang
mempedulikan lagi lingkungan di sekitar mereka, termasuk monumen-monumen
yang ada (Fang, 2007). Kata “aku” berarti diri sendiri ( Tanjung, 2008 ),
sedangkan menurut ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ), kata “aku” memiliki
definisi “yang berbicara” dan “yang menulis”. Sedangkan “Monumen” diambil
dari tujuan dan bahasan buku ini, sehingga penentuan konsep ini bertujuan untuk Kurangnya
Kepedulian Terhadap Monumen
Kurangnya Kepedulian Terhadap
Monumen
( Monumen ) Yang Berbicara
Adanya Kata “AKU”
Aku Monumen
STIKOM
menunjukkan keberadaan monumen bahwa monumen memiliki nilai dan sejarah
yang patut dilestarikan dan dipedulikan di sekitar mereka.
3.5.4 Tujuan Kreatif
Tujuan kreatif dalam perancangan ini adalah untuk memberikan kontribusi
terhadap keterbatasan informasi tentang monumen-monumen bersejarah di kota
surabaya kepada masyarakat luas. Perancangan buku ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan memperluas wawasan masyarakat akan monumen
bersejarah di kota Surabaya yang sudah mulai terlupakan.
3.5.5 Strategi Kreatif
Strategi kreatif dalam buku ini adalah berusaha menyajikan informasi
sebuah monumen dan lokasinya untuk mengetahui keberadaanya melalui
komposisi foto, warna dan layout yang informatif dan ditekankan pada unsur
legibility dan readability.
1. Ukuran dan Halaman Buku
Dalam perancangan buku ini, dipilih ukuran medium book dengan ukuran
23cm x 28cm. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan ukuran tersebut
memudahkan penyusunan informasi yang disajikan dalam buku karena
adanya perbandingan penempatan yang berbanding 70 untuk foto dan 30
untuk text. Pertimbangan lainnya dengan menggunakan ukuran dan
perbandingan ini karena legibility dalam buku ini diutamakan, sehingga
untuk menghindari kebosanan disaat membaca buku ini. Pertimbangan
STIKOM
tersebut didukung menurut ( Rustan, 2008 ) yang mengatakan bahwa lebar
suatu paragraf merupakan faktor yang menentukan tingkat kenyamanan
dalam membaca naskah. Baris yang terlalu panjang akan melelahkan mata
dan menyulitkan pembaca menemukan baris berikutnya. Sehingga
dianjurkan dalam tiap baris memiliki jumlah karakter antara 8 sampai 45
karakter per baris.
Sedangkan untuk halaman buku, dalam perancangan buku ini, tiap –tiap
monumen baik pada halaman buku berbahasa indonesia dan berbahasa
inggris akan di tentukan memiliki minimal halaman sebanyak 3 halaman.
Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk memberikan
keleluasaan dalam memberikan informasi mengenai monumen.
2. Jenis Layout
Jenis layout yang digunakan untuk buku ini adalah jenis layout untuk
layout halaman cetak, jenis-jenis layout untuk buku ini lebih dominan pada
Mondrian layout dan Picture Window layout, dan dalam beberapa halaman
untuk menyajikan foto secara acak akan digunakan tipe layout Quadran
Layout .
a. Mondrian Layout
Mondrian layout yaitu Penyajian layout yang mengacu pada
bentuk-bentuk square/landscape/portait, dimana masing-masing bidangnya
sejajar dengan bidang penyajian dan memuat gambar/copy yang
STIKOM
saling berpadu sehingga membentuk suatu komposisi yang
konseptual. Jenis layout ini membantu dalam mengatur komposisi
foto yang memiliki informasi tidak hanya pada monumen melainkan
prasasti monumen dan informasi area sekitarnya.
Gambar 3.7 Sample Layout Mondrian
b. Quadran Layout
Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian
dengan volume/isi yang berbeda. Misalnya kotak pertama 45%,
kedua5%, ketiga 12%, dan keempat 38%. Layout ini akan digunakan
untuk halaman buku yang memiliki teks panjang dan tidak bisa
dipisahkan dalam halaman lain buku, sehingga memerlukan
bebarapa bagian foto yang berbeda ukuran.
STIKOM
Gambar 3.8 Sample Layout Quadran
c. Picture Window
Tata letak iklan dimana produk yang diiklankan ditampilkan secara
close up. Bisa dalam bentuk produknya itu sendiri atau juga bisa
menggunakan model (public figure). Penggunaan layout ini dalam
buku monumen, digunakan pada saat halaman yang berisi teks yang
pendek dan ukuran foto landscape yang melebihi satu halaman buku.
STIKOM
Gambar 3.9 Sample Layout Picture Window
Ketiga jenis layout ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa
perbandingan antara foto dan teks pada buku ini, lebih kepada foto yang
akan ditampilkan. Sehingga diperlukan jenis-jenis layout yang juga lebih
dominan pada illustrasi gambar.
3. Headline
Headline yang dipilih untuk buku ini adalah “Serpihan Sejarah
Monumen”. Pemilihan headline tersebut berdasarkan pertimbangan yang
dimaksudkan untuk menyampaikan bahwa tiap-tiap monumen di kota
Surabaya mempunyai sebuah sejarah walaupun hanya berupa serpihan.
Kata serpihan ini untuk memaknai bahwa sejarah monumen itu tidaklah
banyak, namun terdiri dari kesatuan yang utuh, yaitu banyak nilai-nilai
yang terkandung dalam monumen.
STIKOM
4. Tagline
Tagline yang dipilih untuk buku ini adalah “Historical monuments in
Surabaya”. Tagline ini akan diposisikan dibawah headline untuk menjadi
pendukung kejelasan dari headline. Pemilihan tagline ini disesuaikan
untuk membantu penekanan terhadap pembahasan monumen di kota apa
yang disajikan dalam buku ini.
5. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam buku ini adalah bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, bahasa Inggris dipilih karena merupakan bahasa
Internasional. Pemilihan dua bahasa ini dikarenakan agar tidak hanya
dapat dinikmati oleh masyarakat surabaya, melainkan bisa dinikmati
pula oleh wisatawan mancanegara. Dengan perancangan menggunakan
dua bahasa ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai souvenir
untuk tamu Negara maupun wisatawan yang berkunjung ke kota
Surabaya
6. Warna
Warna adalah satu hal yang sangat penting dalam menentukan respon
orang, karena warna adalah hal pertama yang dilihat oleh seseorang.
Setiap warna memiliki kesan, makna dan psikologi yang berbeda-beda
(Nugroho, 2008: 1). Berdasarkan pemahaman makna terhadap warna,
terdapat alternatif warna yang sudah dipilih berdasarkan keyword
STIKOM
“Classic, Elegant, Heroic” . Alternatif warna yang sudah dipilih
berdasarkan keyword sebagai berikut :
a. Merah, warna ini dipilih untuk memberikan makna keberanian dan
perjuangan. Pemilihan warna ini berdasarkan tujuan untuk
menekankan nilai-nilai perjuangan maupun kepahlawanan yang
menjadi citra kota Surabaya sebagai kota pahlawan.
b. Hitam, warna ini dipilih untuk memberikan makna anggun.
Pemilihan warna ini, disesuaikan dengan keyword “elegant” karena
makna warna hitam adalah kata sifat dari elegant.
c. Coklat, warna ini dipilih untuk memberikan makna kenyamanan.
Pemilihan warna ini untuk membantu penekanan legibility pada
tipografi dalam perancangan ini. Karena keterbacaan adalah salah
satu faktor penting dalam perancangan buku, sedangkan
kenyamanan dan adalah salah satu unsur dalam legibility.
d. Kuning, warna ini dipilih untuk memberikan makna pengharapan.
Warna ini untuk menciptakan perasaan optimis dan percaya diri
yang akan digunakan untuk menekankan sebuah harapan untuk
melestarikan monumen.
STIKOM
Warna-warna tersebut akan dikombinasikan untuk mencapai komposisi
pada layout tipografi pada buku monumen ini. Kombinasi alternatif
warna yang diperoleh sebagai berikut :
Gambar 3.10 Alternatif Warna
Pada gambar diatas di peroleh alternatif kombinasi warna yang sesuai
dengan keyword. Warna – warna ini akan menjadi pilihan pada saat
membuat layout dan tipografi yang sesuai dengan keyword yang sudah
diperoleh.
7. Tipografi
Font yang diperoleh dari keyword tersebut dipilih jenis font “Serif”, dan
jenis font “Sans serif” . Pemilihan jenis tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa huruf serif memiliki ketebalan dan ketipisan yang
kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik,
STIKOM
anggun, lemah gemulai dan feminin. Keuntungan jenis font ini memiliki
legibility yang baik dan fleksibel untuk semua media. (Rustan, 2011:48).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, untuk membantu penekanan classic
dan elegant, font jenis ini nantinya akan bisa digunakan pada headline
dan subheadline pada cover buku. Sedangkan untuk jenis sans serif,
dipilih dengan pertimbangan untuk membantu readability, legibility dan
menghindari pemakaian huruf serif dalam bodytext. Hal ini dikarenakan
kait-kait serif dapat memperumit bentuk huruf, sehingga akan perlu
waktu lama untuk membaca jika digunakan pada ukuran font kecil.
Sedangkan dalam penataan layout jenis sans serif sering digunakan
dalam bodytext artikel atau paragraf dengan tujuan untuk dibaca dengan
cermat dan tidak terburu-buru. Sebua