ABSTRACT
THE DIFFERENCES OF HIGH SENSITIVITY C-REACTIVEPROTEIN (hsCRP) AMONG OBESE AND NON OBESE STUDENTS OF LAMPUNG
UNIVERSITY 2013 measurement of hsCRP is the best predictor to find out the risk of cardiovaskular disease because it can predict the tromboembolic incident that is effected by atherosclerosis. The objective of this research is to find out the differences of hsCRP level in obese and non obese students of Lampung University 2013. The research design used descriptive-analitic method with cross sectional approaching. The setting of this research was done in October until November 2013. The sample of this research consisted 112 people using consecutive sampling technique which it was appropriated with inclusion and exclusion criterion.
The result of this research showed that the average of hsCRP level in obese students is 2,20 mg/l, meanwhile the average of hsCRP level in non obese students is 0,71 mg/l. There was a significant correlation between the obesity which has level of hsCRP (p=0,000) with the strength of correlation power which included in strong category (0,624).
The conclusion of this research showed that there was a significant difference which has the level of hsCRP between obese students and non obese students with value p=0,000.
ABSTRAK
PERBEDAAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (HSCRP) PADA MAHASISWA OBESITAS DAN NON OBESITAS
UNIVERSITASLAMPUNGTAHU2013
Oleh
DIAN REVITA SARI
Obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT). Penanda inflamasi yang dianggap terbaik saat ini adalah high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP). Pengukuran hsCRP merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui risiko penyakit kardiovaskuler karena dapat memprediksi kejadian tromboembolik akibat aterosklerosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sampel penelitian berjumlah 112 orang dengan teknik consecutive sampling kemudian disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Dari hasil penelitian diperoleh rerata kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas sebesar 2,20 mg/l, sedangkan pada mahasiswa non obesitas memiliki rerata kadar hsCRP sebesar 0,71 mg/l. Terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar hsCRP (p=0,000) dengan besarnya kekuatan hubungan yang termasuk dalam kategori kuat (0,624).
Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang bermakna kadar hsCRP antara mahasiswa obesitas dan mahasiswa tidak obesitas dengan nilai p=0,000.
Kata kunci : hsCRP, obesitas, mahasiswa
ix DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Kerangka Pemikiran ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obesitas ... 5
2.1.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Obesitas ... 6
2.1.2 Pengukuran Obesitas ... 9
2.1.2.1 Kategori Indeks Masa Tubuh ... ………….. 9
2.1.2.2 Kekurangan dan Kelebihan Indeks Masa Tubuh ... 10
2.2 High Sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) ... . 12
2.2.1 Pengukuran Kadar hsCRP .. ……… 14
2.2.1.1 ELISA ... 14
2.2.1.2 Particle Enhanced Turbidimetric Assay ... 17
x
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 20
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 22
xi
4.2.2.4 Analisis Hubungan Obesitas dengan Kadar hsCRP ... 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 44
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kategori Indeks Massa Tubuh ... 10
2. Nilai Rujukan hsCRP ... 14
3. Definisi Operasinal ... 24
4. Kekuatan Koefisien Relasi . ... 30
5. Rerata Usia Responden ... 33
6. Rerata IMT Responden ... 34
7. Rerata Kadar hsCRP Responden ... 34
8. Rerata IMT Berdasarkan Status Gizi ... 35
9. Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 35
10.Analisis Perbedaan Rerata Kadar hsCRP Berdasarkan Status Gizi ... 36
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Rimbawan & Siagian 2004). Obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT). Hal ini dibuktikan dengan adanya akumulasi makrofag pada jaringan WAT dan fungsi biologi adiposit (Wellen dkk, 2003). Ketidak seimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi menyebabkan terjadinya obesitas karena kelebihan energi tersebut disimpan dalam bentuk jaringan lemak (Wagesetiawan, 2007).
Penanda inflamasi yang dianggap terbaik saat ini adalah high sensitivity C-Reactive Protein (hsCRP) karena disintesis di hati dibawah kontrol Inter Leukin-6
Secara umum dampak yang ditimbulkan obesitas adalah gangguan psikososial, pertumbuhan fisik, gangguan pernapasan, gangguan endokrin. Obesitas yang menetap berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan lain sebagainya (Imam, 2005).
Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang menentukan pada periode perkembangan berikutnya. Dalam kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1% (Sargowo & Andarini, 2011).
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kadar hsCRP berkaitan erat dengan obesitas, hasil penelitian yang dilakukan oleh Vereendra Kumar menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara hsCRP dan BMI (Vareendra, 2011). Penelitian terhadap 55 wanita obesitas dan 55 kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan pada lingkar pinggang dan hsCRP pada wanita obesitas dibanding kelompok kontrol (Nirmita. et al 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh dan obesitas merupakan suatu kondisi inflamasi kronik tingkat rendah terutama pada white adipose tissue (WAT). Dampak yang ditimbulkan akibat obesitas adalah
gangguan psikososial, pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan, gangguan endokrin. Obesitas yang menetap berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah rerata kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013 ?
2. Adakah perbedaan kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2103 ?
3. Adakah hubungan antara obesitas dengan kadar hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui rerata kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.
2. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan kadar hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Selain mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, penelitian ini juga memiliki kegunaan akademis yaitu :
1. Bagi Peneliti
Untuk ilmu pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan.
2. Bagi Mahasiswa Universitas Lampung
Tempat penelitian ini dilaksanakan. Diharapkan sebagai tambahan pengetahuan kepada mahasiswa agar lebih memahami apa itu obesitas.
3. Bagi Institusi Pendidikan dan Masyarakat
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
Obesitas merupakan kondisi ketidak normalan atau kelebihan akumulasi lemak
pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah
simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh.
Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai
macam penyakit degeneratif. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan
menjadi dua jenis, yakni obesitas sentral dan obesitas umum (WHO 2002).
Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah
perut (intra-abdominal fat). Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa
peningkatan risiko kesehatan lebih berhubungan dengan obesitas sentral
dibandingkan dengan obesitas umum (Sugianti, 2009). Obesitas bisa juga
diartikan sebagai keadaan tubuh akibat ketidak seimbangan jumlah makanan yang
masuk di banding dengan pengeluaran energi oleh tubuh (Faisal, 2010).
Secara klinis seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila terdapat kelebihan
berat sebesar 15% atau lebih berat dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran
yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap
adalah 12% sedangkan pada wanita muda 26%. Pria yang memiliki lemak tubuh
lebih dari 20% dari berat tubuh totalnya dinyatakan obesitas. Sementara itu wanita
baru dinyatakan obesitas bila lemak tubuhnya melebihi 30% dari berat totalnya
(Misnadiarkily, 2007).
2.1.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Obesitas
1. Genetik
Seringkali kita menjumpai anak-anak yang gemuk dari keluarga yang salah satu
atau kedua orang tuanya gemuk juga. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik
telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Pada
saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran
normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
kandungan, dengan demikian tidak heran apabila bayi yang dilahirkan pun
memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar (Isnaini, 2012)
2. Kerusakan Pada Salah Satu Bagian Otak
Perilaku makan seseorang dikendalikan oleh sistem pengontrol yang terletak pada
suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua bagian dari hipotalamus yang
mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang
menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan), hipotalamus ventromedial
(HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat
kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka
diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada
bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan (Isnaini, 2012).
3. Pola Makan Berlebihan
Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh orang yang kegemukan. Orang
yang kegemukan biasanya lebih responsif dibanding dengan orang yang memiliki
berat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan,
atau saatnya waktu makan (Boerhan hidajat, dkk. 2010).
4. Kurang Gerak/Olah raga
Berat badan berkaitan erat dengan tingkat pengeluaran energi tubuh. Pengeluaran
energi ditentukan oleh dua faktor yaitu : a) tingkat aktivitas dan olah raga secara
umum, b) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi minimal tubuh. Ketika berolah raga kalori terbakar,
makin sering berolah raga maka makin banyak kalori yang hilang. Kalori secara
tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang bekerja
dengan duduk seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya.
Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat
membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya
metabolisme normal (Boerhan hidajat, dkk. 2010).
5. Pengaruh Emosional
Beberapa kasus obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi.
untuk melampiaskan masalah yang dihadapinya. Makanan juga sering dijadikan
sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam
kehidupannya, dengan menjadikan makanan sebagai pelampiasan penyelesaian
masalah maka apabila tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup akan
menyebabkan terjadinya kegemukan (Rimbawan, 2004).
6. Lingkungan/Sosial Budaya
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk.
Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah
simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk
menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor
eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah
psikologis sehubungan dengan kegemukan (Isnaini, 2012)
7. Sosial Ekonomi
Perubahan budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup, pala makan, serta peningkatan
pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
(Boerhan hidajat, dkk. 2010).
8. Pengaruh Obat-obatan
Seseorang yang dalam keadaan sakit maka bermacam-macam obat dapat
diberikan dengan maksud untuk menyembuhkan, beberapa obat dapat merangsang
cepat lapar sehingga pasien akan meningkatkan nafsu makannya. Penggunaan
2.1.2 Pengukuran Obesitas
Salah satu pengukuran obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh
(IMT). IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB)
dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau
menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur
lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT
berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater
weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al.,
2002).
IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah
serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat badan (Kg)
IMT = ---
[Tinggi badan (m)]2
2.1.2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh
Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi
menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur
bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, interpretasi IMT adalah
spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas
membawa arti pada obesitas, IMT di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau
underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan
diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I
(25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009).
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada
akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh
IMT KATEGORI
<18,5 Berat badan kurang
18,5-22,9 Berat badan normal
<23,0 Kelebihan berat badan
23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas
25,0-29,9 Obesitas I
>30 Obesitas II
(Sumber: Centre for Obesity Research and Education, 2007)
2.1.2.2 Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai
untuk mengukur lemak tubuh. Walau bagaimanapun, terdapat beberapa
kekurangan dan kelebihan dalam menggunakan IMT sebagai indikator
pengukuran lemak tubuh.
Kekurangan indeks massa tubuh adalah:
1. Pada olahragawan: tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina) yang
mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemak tubuh mereka
dalam kadar yang rendah. Sedangkan dalam pengukuran berdasarkan berat badan
dan tinggi badan, kenaikan nilai IMT adalah disebabkan oleh lemak tubuh.
2. Pada anak-anak: tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah
seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah
lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh
itu, pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai
persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.
3. Pada kelompok bangsa: tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena
harus dimodifikasi mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang
melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang
melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina,
India, dan Melayu.
Kelebihan indeks massa tubuh adalah:
1. Biaya yang diperlukan tidak mahal.
2. Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan
tinggi badan seseorang.
3. Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah
2.2 High Sensitivity C-Reactive Protein ( hsCRP )
hsCRP adalah suatu protein yang diproduksi oleh hati yang akan meningkat pada
kondisi inflamasi dan juga meningkat pada keadaan infeksi atau injury, seperti
arthritis rematoid dan penyakit pembuluh darah. Peningkatan hsCRP dalam
jangka waktu lama mengindikasikan terjadinya suatu proses peradangan kronik
(Koenig W, 2003).
Beberapa penelitian epidemiologi yang menggunakan kadar hsCRP sebagai risiko
penyakit jantung, menyimpulkan risiko ringan jika kadar hsCRP kurang dari 1
mg/L, risiko sedang jika kadar antara 1-3 mg/L dan risiko berat jika kadar lebih
dari 3 mg/L (Koenig W, 2003).
hsCRP bersama dengan LDL merupakan prediktor yang kuat terhadap risiko
penyakit kardiovaskuler. Peningkatan kadar hsCRP dan kadar kolesterol LDL
akan meningkatkan risiko terjadinya stroke dikemudian hari, terutama apabila
kedua-duanya meningkat. hsCRP akan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis
bersama dengan peningkatan kolesterol LDL, hipertensi, diabetes, dan merokok
(Koenig W, 2003).
Peradangan pada arteria memegang peranan penting terhadap pembentukan plak
aterosklerosis, CRP akan merangsang degradasi permukaan plak sehingga tidak
stabil dan dapat pecah yang kemudian menyebabkan serangan jantung dan stroke.
Peran CRP terhadap proses aterotrombogenesis bersifat langsung. CRP yang
terdapat dalam dinding arteria akan menginduksi ekspresi molekul adhesi
menginduksi MCP-1 untuk mediasi monosit. CRP akan merangsang LDL untuk
masuk kedalam makrofag. CRP membentuk ikatan dengan membran plasma sel
dan akan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik; teraktivasinya sistem
komplemen merupakan pertanda semakin matangnya proses lesi aterosklerosis.
CRP diketahui berhubungan dengan disfungsi sel endotel dan progresi dari
aterosklerosis, kemungkinan dengan jalan menurunkan sintesis nitric oxide;
menyebabkan meningkatnya reaktivitas pembuluh darah, hal ini terutama
ditemukan pada penderita dengan unstable angina. Disamping itu CRP dapat
merangsang sel T CD4 untuk merusak sel endotel. Peran CRP dalam
trombogenesis adalah dengan stimulasi biosintesis tissue factor oleh makrofag,
tingginya kadar CRP plasma berhubungan dengan ketidakstabilan plak dan akan
menyebabkan acute thrombotic events ( Nyandak. et al, 2007)
Aktivasi dari sistem imun pada plak menimbulkan diproduksinya sitokin
inflamasi seperti, interferon gamma, interleukin-1 dan tumor necrosis factor, yang
selanjutnya akan menyebabkan produksi interleukin-6. Sitokin tersebut juga dapat
diproduksi di berbagai jaringan sebagai respon terhadap infeksi dan pada jaringan
lemak penderita yang mengalami sindrom metabolik. Interleukin-6 yang terbentuk
akan menstimulasi reaktan fase akut, termasuk CRP, serum amyloid A, dan
fibrinogen, terutama di hati ( Hansson Gk, 2005).
Keseimbangan antara aktivitas inflamasi dan anti inflamasi merupakan pengendali
terhadap perkembangan aterosklerosis. Faktor metabolik dapat mempengaruhi
proses tersebut melalui beberapa jalur, terutama terhadap deposisi lipid pada
penderita dengan sindrom metabolik dan obesitas memproduksi sitokin inflamasi,
seperti tumor necrosis factor dan interleukin-6 ( Hansson Gk, 2005).
Pengukuran hsCRP merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui risiko
penyakit kardiovaskuler karena dapat memprediksi kejadian thromboembolic
akibat aterosklerosis, dan akan meningkatkan nilai prediktor jika dikombinasikan
dengan pemeriksaan profil lipid termasuk kolesterol total, LDL dan HDL (
Nyandak. et al, 2007).
2.2.1 Pengukuran Kadar hsCRP
Pengukuran Kadar hsCRP dapat diukur menggunakan metode ELISA
(Enzyme-linked Immunosorbent Assay) (Marfianti, 2011). Particle Enhanced Turbidimetric
assay atau Immunonephelometry assay ( Roche,2011)
Tabel 2. Nilai Rujukan hsCRP
Kadar hsCRP (mg/l) Tingkat Resiko Penyakit Jantung
< 1.0 mg/l Rendah
1.0 – 3.0 mg/l Sedang
>3.0 mg/l Tinggi
(Sumber : Koenig W, 2003)
2.2.1.1 ELISA
Pemeriksaan ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) dipakai untuk
pengujian semua antigen atau antibodi. Paling banyak dipakai di laboratorium
Tes ELISA ini memiliki 2 teknik dan 4 tipe yaitu:
a) Teknik Kualitatif adalah Berdasarkan bahwa tiap antibodi berikatan pada
antigen yang spesifik.
b) Teknik kuantitatif berdasarkan jumlah ikatan antigen-antibodi yang ditentukan
dengan nilai absorbansi. Teknik ini menggabungkan spesifitas antibodi dengan
kepekaan uji enzimatis dengan spektrofotometer biasa (Marfianti, 2009).
Tipe ELISA, sebagai berikut :
1. Direct ELISA, biasanya digunakan dengan kompetisi dan Inhibisi ELISA.
Digunakan untuk deteksi antigen.
2. Indirect ELISA, antigen terikat pada plate. Digunakan untuk deteksi
antibodi.
3. Sandwich ELISA, antibodi terikat pada plate. Digunakan untuk deteksi
antigen.
4. Capture ELISA, antihuman antibodi terikat pada plate. Digunakan untuk
deteksi antibodi (Marfianti, 2009).
Pemeriksaan ELISA dapat dipakai untuk pengujian antigen lewat cara persaingan
atau cara antibody ganda (double antibody). Cara Persaingan. Campuran dari
antigen yang dilekatkan pada enzim yang diketahui jumlahnya dengan antigen
tanpa enzim yang belum diketahui jumlahnya, direaksikan dengan antibodi yang
dilekatkan pada permukaan padat. Setelah reaksi selesai membentuk kompleks
lalu dicuci, kemudian ditambahkan substrat yang cocok untuk enzim dan aktivitas
dengan antibodi tertentu yang dilekatkan pada permukaan padat, dicuci dan
direaksikan dengan antibodi berenzim. Setelah dicuci lagi, ditambahkan substrat
enzim khusus. Aktivitas enzim yang diuji dengan cara biasa menunjukkan jumlah
antigen yang ada. Antiserum yang dicurigai, direaksikan dengan antigen khusus
yang dilekatkan pada bahan padat,kemudian dicuci. Selanjutnya direaksikan
dengan antibodi yang bersifat anti immunoglobulin berenzim yang akan melekat
pada antibodi yang tadi terserap dari anti serum mula-mula. Kompleks yang
terjadi dicuci, ditambahkan substrat, aktivitas enzim sesuai jumlah antibodi pada
serum mula-mula (Marfianti, 2009)
(Marfianti, 2009)
2.2.1.2 Particle Enhanced Turbidimetric Assay • Merupakan cara penentuan hsCRP secara kuantitatif
• Prinsip: antibodi anti hsCRP bereaksi dengan antigen pada sampel membentuk
komplek Ag-Ab. Setelah terjadi aglutinasi (kekeruhan/turbidity) sampel
diukur secara turbidimetrik (Nyoman, 2011).
2.2.1.3 Immunonephelometry Assay
• Partikel polystyrene yang dilapisi antibodi monoklonal terhadap hsCRP.
• sampel diencerkan 20 kali lipat secara otomatis.
• Dicampur dengan sampel yang mengandung hsCRP teraglutinasi.
• Intensitas cahaya diukur dengan nefelometer.
• Distandarisasi dengan CRM 470 (Nyoman, 2011)
Pada penelitian kali ini, metode yang digunakan adalah metode Particle Enhanced
Turbidimetric Assay dan berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kadar
hsCRP berkaitan erat dengan obesitas, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Vereendra Kumar pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ada korelasi positif
antara hsCRP dan IMT (Vareendra, 2011). Penelitian terhadap 55 wanita obesitas
dan 55 kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan pada
lingkar pinggang dan hsCRP pada wanita obesitas dibanding kelompok kontrol
Realease TNF-a , IL-6 dan IL-1 2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Kerangka Teori
(Sumber: Johannes, 2012)
Gambar 2. Bagan alur faktor yang terkait antara obesitas dengan kadar hsCRP.
2.3.2 Kerangka Konsep
Gambar 3. Bagan alur hubungan antara status gizi dengan kadar hsCRP Obesitas
Inflamasi
IMT
Peningkatan Jaringan fatty streaks
Hepar
hsCRP
Kadar hsCRP
Berdasarkan bagan kerangka konsep diatas yang menjadi variabel bebas saya
adalah obesitas dan non obesitas mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013,
sedangkan yang menjadi variabel terikat saya adalah kadar hsCRP mahasiswa
Universitas Lampung Tahun 2013.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil suatu hipotesis
bahwa:
Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar hsCRP pada
mahasiswa obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.
Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar hsCRP pada mahasiswa
obesitas dan non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar
hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.
Ha : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar
hsCRP pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan
pendekatan cross sectional, dengan data yang menyangkut variabel bebas dan
variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2005).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lab Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung dan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Provinsi Lampung.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan
3.3 Populasi Penelitian
Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan
memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Ridwan,
2008). Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Universitas Lampung
Tahun 2013.
3.4 Sampel Penelitian
Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling.
Consecutive sampling merupakan teknik pengumpulan sampel dimana sampel
memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi :
1) Bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan mengumpulkan atau
menandatangani informed consent.
Kriteria eksklusi :
1) Sampel sedang sakit atau mengalami inflamasi, baik infeksi akut maupun
infeksi kronik.
Infeksi Akut : ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), OMA (Otitis Media
Akut), Gastroenteritis, Keratokonjungtivitis, Febris.
Infeksi Kronik : OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik), TBC, Penyakit
Keganasan.
2) Merokok atau alkoholik
Besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi dalam suatu populasi:
n : Za2PQ
d2
Keterangan :
n = jumlah sampel yang dibutuhkan
Zα = tingkat kemaknaan 1,96
P = perkiraan prevalensi ( jika tidak diketahui maka nilai P : 0,5 )
Q = 1-p
d = ketelitian sekitar ± 10% (d=0,1)
Hasil perhitungan :
n : (1,96)2 x 0,5 x (1-0,5) = 96
(0,1)2
DO = 10% , sehingga n = 96 + (96X0,1) = 106
Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 106 orang.
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah obesitas dan non
3.5.2 Variabel Terikat
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kadar hsCRP
3.6 Definisi Operasional
Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar tidak terlalu luasnya penelitian ini
maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :
3.7 Alat dan Cara Penelitian
3.7.1 Alat Penelitian
Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut :
1) Timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.
2) Microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.
3) Alat tulis.
4) Kalkulator.
5) Spuit.
6) Tube.
7) Automatic Chemistry analyzer– COBAS INTEGRA 400.
8) Alkohol.
9) kapas.
10) Plester.
11) Sentrifuge.
12) Lembar Informed consent.
13) Reagen hsCRP Roche.
14) Tourniquet.
3.7.2 Cara pengambilan data
Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data
primer), yang meliputi :
1. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian
3. Pengukuran IMT
4. Pengambilan sampel darah
5. Proses pengolahan sampel awal, memisahkan plasma darah di
laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Proses pengolahan sample darah dengan metode Particle Enhanced
Turbidimetric assay menggunakan Reagen Roche) dengan menggunakan
alat Automatic Chemistry analyzer– COBAS INTEGRA 400 di
laboratorium PK RSAM
3.7.3 Alur Penelitian
Gambar 4. Bagan alur penelitian
3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam
bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program Software
Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri
beberapa langkah :
a). Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan
selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.
b). Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
c). Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukkan kedalam komputer.
d). Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.
3.8.2 Analisis Data
Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan
program Software Statistik pada komputer dimana akan dilakukan 2 macam
analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
• Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan
variabel terkait, yaitu untuk mengetahui rerata kadar hsCRP darah pada sampel.
• Analisa Bivariat
analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik :
1). Uji normalitas data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah
apabila besar sampel > 50 sedangkan uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar
sampel≤ 50 .
• Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam
bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,5 maka distribusi data
dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,5 maka
diinterpretasikan sebagai tidak normal ( Dahlan, 2008).
2). Uji Komparatif
Perbandingan Kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas dan non obesitas
Uji T Tidak Berpasangan
Uji T tidak berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang
digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi
yang sama. Dalam hal ini uji tersebut digunakan untuk mengetahui Perbandingan
kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas dan non obesitas. Namun, bila distribusi
data tidak normal dapat digunakan uji U Mann – Whitney sebagai alternatif (
Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji T tidak berpasangan adalah :
a. Data harus berdistribusi normal (wajib)
b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.
3). Uji Korelasi
Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan
untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih, namun bila distribusi data tidak
normal dapat digunakan uji statistik non parametrik Uji spearman (Dahlan, 2008).
a. Data harus berdistribusi normal (wajib)
b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.
Pengujian analisis dilakukan menggunakan program Software Statistik pada
komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,5, maka
Ho ditolak dan Ha diterima.
Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukur tingkat
korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang
ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah
ini (Dahlan, 2008).
Tabel 4. Kekuatan Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Kekuatan Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
3.9 Ethical Clearance
Proposal penelitian ini sudah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor ethical clearance :
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 112 mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013, dapat disimpulkan bahwa :
1. Rerata kadar hsCRP pada mahasiswa obesitas sebesar 2,20 mg/l, sedangkan mahasiswa non obesitas memiliki rerata kadar hsCRP sebesar 0,71 mg/l. 2. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar hsCRP mahasiswa obesitas dan
non obesitas Universitas Lampung tahun 2013.
5.2Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai prediktor inflamasi yang lain selain hsCRP seperti Apo A, Apo B, Adiponektin terkait dengan obesitas. 2. Pada mahasiswa yang mengalami obesitas diharapkan dapat mengurangi
berat badan agar terhindar dari meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan obesitas dengan menggunakan cara penilaian dan skala parameter interpretasi yang berbeda seperti menurut lingkar perut dan persentase lemak tubuh terhadap kadar hsCRP.
4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan obesitas dengan kadar hsCRP menggunakan usia sampel yang lebih tua.
Bhatt DL. 2002. Need to Test the Arterial Inflammation Hypothesis Circulation.
(106) : 136-40
CDC. 2009. Overweight and Obesity.
Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI
Calculator.
Choi KM, Kim SM, Kim YE, et al. 2007. Prevalence and cardiovascular disease
risk of the metabolic syndrome using National Cholesterol Education
Program and International Diabetes Federation definitions in the Korean
population. Metabolism ; 56: 552-8.
Dahlan, M Sopiyudin. 2008. Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan. Salemba
Medika. Jakarta.
Djanggan Sargowo, Sri Andarini. 2011. Pengaruh Komposisi Asupan Makanan
terhadap Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja. Jurnal Kardiologi
Indonesia vol.32 . Malang.
Grummer – Strawn LM, et al. 2002. American Journal of Clinical Nutrition,
Dalam : Centers of Disease Control and Prevention. Assessing your
Hansson GK. 2005. Inflammation, atherosclerosis, and coronary artery disease.
N English J Med 352:1685-95.
Harun dkk. 2012. Obesitas dan hsCRP pada Remaja Mahasiswa Baru di
Universitas Hasanuddin. [Jurnal]. Makassar :Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
He Y, Jiang B, Wang J, et al. 2006.Prevalence of the metabolic syndrome and its
relation to cardiovascular disease in an elderly Chinese population. J Am
Coll Cardiol 2006; 47: 1588-94
Hidajat Boerhan, dkk. 2010. Obesitas. UNIMUS. Semarang.
Imam S. 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
I Nyoman W. 2011. High Sensitivity C-Reactive Protein. Aspek Laboratoris dan
Klinis. Tinjauan Pustaka Imunologi.
Isnaini. 2012. Hubungan Pengetahuan Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang,
Panggul pada ibu Rumah Tangga di Desa Pepe Krajan, Kecamatan
Tegowanu Kabupaten Grobogan. [Skripsi]. UNIMUS. Semarang.
Johannes Bernad RDP. 2012. Hubungan Kadar High Sensitivity C-Reactive
Protein dengan Derajat Stenosis Arteri Koroner pada Pasien Angina
Pektoris Stabil. [Tesis]. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Koenig W. 2003. C-reactive protein and cardiovascular risk: an update on what
is going on in cardiology. Nephrol Dial Transplant;18:1039–41
Marfianti E.2009. Perbedaan Kadar Resistin Obesitas dengan Resistensi Insuln
dan Obesitas tanpa Resistensi Insulin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia.
Misdiakirly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit Edisi 1.
Pustaka Obor Populer. Jakarta.
M Mexitalia et al., 2009. Sindroma Metabolik Pada Remaja Obesitas. Universitas
Diponegoro. Jawa Tengah.
Nirmitha Dev and Sara Rani Marcus. 2012. High sensitive C-Reactive Protein, an
Independent and Early Novel Inflammatory Marker in Healthy Obese
Women. Department of Biochemistry, MS Ramaiah Medical College,
Bangalore, India. Biomedical Research 2012; 23 (1): 73-7.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelelitian Kesehatan. Rineka Cipta
Jakarta.
Nyandak T, Gogna A, Bansal S, Deb M. 2007 . High Sensitive C-Reactive Protein
(hsCRP) and its Correlation with Angiographic Severity of Coronary
Artery Disease (CAD). JIACM 2007;8(3):217-21.
Ridker PM, 2001. High-Sensitivity C-Reactive Protein Potential Adjunct for
Global Risk Assessment in the Primary Preventionof Cariovascular
Ridwan. 2008. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. CV Alfabeta. Bandung.
Rimbawan dan Siagian A. 2001. Indeks Glikemik Pangan. Penebar Swadaya.
Jakarta, Hal : 53.
Roche. 2011. Cardiac C-Reactive Protein (Latex) High Sensitive. Roche
Diagnostic GmbH, Sandnofer strasse 116,D- 68305 Mannheim.
Sastroasmoro, Sudigdo. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 3.
Jakarta : Sagung Seto.
Sugianti E. 2009. Faktor Resiko Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa di
Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta. [Skripsi]. Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Universitas Lampung. 2013. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas
Lampung. Lampung.
Vareendra Kumar Arumalla, Routhu Kathyaini. 2011. Serum High Sensitivity
C-reactive Protein in Different Grades of Obesity. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences October – December
2011RJPBCS Vol 2(4);PP. 1041
Wagesetiawan C. 2007. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian
Mikroalbuminuria Pada Anak Usia 12-14 Tahun. [Tesis]. Program
Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik dan PPDS1. Universitas
Wellen K, Hostamisligil GS. 2003. Inflammation-induced inflammatory changes
in adiposa tissue. J Clin Invest 112:1785-88.
WHO. 2002. Obesity and Overweight. Geneva: WHO Technical Report Series.
WJS Poerwadarminto. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta.
Yatim Faisal. 2010. Kendalikan Obesitas dan Diabetes. Indocamp. Jakarta.
Yong Hao Pua, Peck Hoon. 2005. Anthropometric indices as screening tools for
cardiovascular risk factors in Singaporean women. Asia Pac J Clin Nutr