• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MINUM OBAT DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA

DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

SKRIPSI Oleh

Muhammad Isa Syahputra Yoga 071101121

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan

dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan,

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Jenny Marlindawani Purba, S.Kp., MNS sebagai dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan

ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kp., M.Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Sri Eka

Wahyuni, S,Kp., M.Kep selaku dosen penguji II yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan masukan kritik dan saran yang bermanfaat bagi

(4)

5. Bapak Ismayadi, S.Kep., Ns., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan selama saya menyelesaikan akademik di Fakultas

Keperawatan.

6. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Keperawatan USU yang telah

memberi bimbingan selama perkuliahan.

7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang selalu

memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi.

8. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,

khususnya stambuk 2007, abang/kakak senior, dan adik stambuk yang telah

memberi dorongan dan semangat bagi penulis demi terselesainya skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat

bermanfaat nantinya demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi

keperawatan.

Medan, Juni 2011

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Halaman Lembar Pengesahan

Abstrak ... i

Prakata ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Skema ... vii

Daftar Tabel ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 3

3. Pertanyaan Penelitian ... 3

4. Hipotesis ... 3

5. Tujuan Penelitian ... 3

6. Manfaat Penetian ... 4

6.1. Praktek Keperawatan ... 4

6.2. Pendidikan Keperawatan ... 4

6.3. Penelitian Keperawatan ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga ... 5

1.1. Defenisi Keluarga ... 5

1.2. Struktur Keluarga ... 6

1.3. Fungsi Keluarga ... 8

1.4. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan ... 10

2. Konsep Dukungan Keluarga ... 12

(6)

2.2. Komponen-Komponen Dukungan Keluarga ... 13

3. Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat ... 15

4. Gangguan Jiwa ... 18

4.1. Defenisi Ganggan Jiwa ... 18

4.2. Penyebab Gangguan Jiwa ... 20

4.3. Gejala-Gejala Gangguan Jiwa ... 21

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24

2. Defenisi Operasional ... 25

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 29

2. Populasi dan Sampel ... 29

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4. Pertimbangan Etik ... 30

5. Instrumen Penelitian ... 31

6. Uji Validitas dan Reabilitas ... 33

7. Pengumpulan Data ... 34

8. Analisa Data ... 35

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 38

1.1. Deskriptif Karakteristik Responden... 38

1.2. Dukungan Keluarga ... 40

1.3. Kepatuhan Pasien Minum Obat ... 40

1.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien minum Obat ... 41

2. Pembahasan ... 42

2.1. Dukungan Keluarga ... 42

(7)

2.3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan

Pasien minum Obat ... 45

BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 47

2. Rekomendasi ... 47

2.1. Pendidikan Keperawatan ... 47

2.2. Praktek Keperawatan ... 48

2.3. Penelitian Keperawatan... 48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN:

1. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan

2. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data Dari Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provsu Medan

3. Formulir Persetujuan Menjadi Responden

4. Kuesioner Penelitian

5. Analisa Reliabilitas Instrumen

6. Analisa Data

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria penafsiran korelasi menurut Burns & Grove (1993) ... 37

2. Distribusi frekuensi karakteristik responden ... 39

3. Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pasien

gangguan jiwa ... 40

4. Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan pasien minum obat ... 40

5. Hasil analisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

(10)

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Nama : Muhammad Isa Syahputra Yoga Fakultas : Keperawatan

Nim : 071101121 Tahun : 2010/2011

Abstrak

Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan. Hal yang dapat memicu kekambuhan dan memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa antara lain penderita tidak minum obat secara teratur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik accidental sampling sebanyak 32 orang responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian terdiri dari (1) kuesioner karakteristik responden, (2) kuesioner dukungan keluarga, dan (3) kuesioner kepatuhan minum obat. Uji reliabilitas cronbach alpa pada kuesioner dukungan keluarga r = 0,755 dan kuesioner kepatuhan minum obat r = 0, 767. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65,6% responden memberikan dukungan keluarga berada pada tingkatan yang baik 65,6%, 12,5% cukup dan 21,9% kurang. Sementara itu 62,5% pasien gangguan jiwa patuh meminum obat dan 37,5% tidak patuh meminum obat. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa dukungan keluarga berhubungan secara positif dengan kepatuhan pasien minum obat (r = 0,566; p = 0,01). Hal ini bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dan keluarga untuk memberikan informasi yang benar dan mendukung perawatan pasien dengan gangguan jiwa.

(11)

Judul : Relationship of Family Support with Patient Compliance in Drinking Drugs at on going clinic of a Psychiatric Hospital Medan, North Sumatra Province.

Name : Muhammad Isa Syahputra Yoga Faculty : Nursing

Nim : 071101121 Year : 2010/2011

Abstract

Family support is needed by people with mental disorders in motivating them for care and treatment. Things that can trigger a recurrence and prolong the treatment of other psychiatric disorders among patients not taking medication regularly. This study aims to determine the relationship of family support patient compliance with taking medication at the Polyclinic Hospital of North Sumatra Provincial Life. The design study is a descriptive correlation. Using accidental sampling technique as many as 32 respondents participated in this study. The research instrument consists of (1) questionnaire respondent characteristics, (2) family support questionnaire, and (3) medication adherence questionnaire. Cronbach negligent reliability test on the family support questionnaire r = 0.755 and medication adherence questionnaire r = 0, 767. The results showed that 65.6% of respondents provide family support is at a good level of 65.6%, 12.5% and 21.9% lacking enough. Meanwhile 62.5% of patients taking medication adherence mental disorders and 37.5% were not taking medication adherence. The results of statistical analysis showed that family support is positively related to patient medication adherence (r = 0.566, p = 0.01). This means that there is a significant relationship between family support patient compliance with taking medication. It can be concluded the higher the support the family in the supervision of medication compliance in patients taking the drug also higher. The study is expected to help caregivers and families to provide true and supportive care of patients with psychiatric disorders.

(12)

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Nama : Muhammad Isa Syahputra Yoga Fakultas : Keperawatan

Nim : 071101121 Tahun : 2010/2011

Abstrak

Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan. Hal yang dapat memicu kekambuhan dan memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa antara lain penderita tidak minum obat secara teratur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik accidental sampling sebanyak 32 orang responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian terdiri dari (1) kuesioner karakteristik responden, (2) kuesioner dukungan keluarga, dan (3) kuesioner kepatuhan minum obat. Uji reliabilitas cronbach alpa pada kuesioner dukungan keluarga r = 0,755 dan kuesioner kepatuhan minum obat r = 0, 767. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65,6% responden memberikan dukungan keluarga berada pada tingkatan yang baik 65,6%, 12,5% cukup dan 21,9% kurang. Sementara itu 62,5% pasien gangguan jiwa patuh meminum obat dan 37,5% tidak patuh meminum obat. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa dukungan keluarga berhubungan secara positif dengan kepatuhan pasien minum obat (r = 0,566; p = 0,01). Hal ini bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dan keluarga untuk memberikan informasi yang benar dan mendukung perawatan pasien dengan gangguan jiwa.

(13)

Judul : Relationship of Family Support with Patient Compliance in Drinking Drugs at on going clinic of a Psychiatric Hospital Medan, North Sumatra Province.

Name : Muhammad Isa Syahputra Yoga Faculty : Nursing

Nim : 071101121 Year : 2010/2011

Abstract

Family support is needed by people with mental disorders in motivating them for care and treatment. Things that can trigger a recurrence and prolong the treatment of other psychiatric disorders among patients not taking medication regularly. This study aims to determine the relationship of family support patient compliance with taking medication at the Polyclinic Hospital of North Sumatra Provincial Life. The design study is a descriptive correlation. Using accidental sampling technique as many as 32 respondents participated in this study. The research instrument consists of (1) questionnaire respondent characteristics, (2) family support questionnaire, and (3) medication adherence questionnaire. Cronbach negligent reliability test on the family support questionnaire r = 0.755 and medication adherence questionnaire r = 0, 767. The results showed that 65.6% of respondents provide family support is at a good level of 65.6%, 12.5% and 21.9% lacking enough. Meanwhile 62.5% of patients taking medication adherence mental disorders and 37.5% were not taking medication adherence. The results of statistical analysis showed that family support is positively related to patient medication adherence (r = 0.566, p = 0.01). This means that there is a significant relationship between family support patient compliance with taking medication. It can be concluded the higher the support the family in the supervision of medication compliance in patients taking the drug also higher. The study is expected to help caregivers and families to provide true and supportive care of patients with psychiatric disorders.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah suatu sindroma yang terjadi pada seseorang dan

dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu

kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan

risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan

kebebasan (American Psychiatric Association, 1994). Gangguan jiwa

menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak

dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau

merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi,dkk, 2005).

Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus

berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya

bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari

kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak

langsung atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri

terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun, 2001).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa jumlah penderita

gangguan jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Jumlah penderita

gangguan jiwa meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan dari sekitar 220 juta

penduduk Indonesia, sekitar 50 juta atau 22 persennya, menderita gangguan

(15)

terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat 100 persen dibanding dengan

tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ Sumut menerima sekitar 50

penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 penderita untuk

rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita

per hari (Sitompul, 2008).

Proses penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga

merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien jiwa (Lauriello,

2005 dikutip oleh Purwanto, 2010). Ketika penderita gangguan jiwa melakukan

rawat jalan atau inap di rumah sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan

perhatian dan dukungan sesuai dengan petunjuk tim medis rumah sakit. Dukungan

keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi

mereka selama perawatan dan pengobatan.

Hal lain yang bisa memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa yang

dialami oleh pasien, antara lain penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke

dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter.

Selain itu, pasien sering mengatakan sudah minum obat, padahal obatnya

disimpan disaku baju, terkadang dibuang, dan beberapa pasien sering meletakkan

obat dibawah lidahnya (Purwanto, 2010).

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik

(16)

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam peneltian ini adalah untuk mengidentifikasi

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik

rumah sakit jiwa daerah Provsu Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, rumusan pertanyaan penelitian adalah:

3.1 Bagaimana dukungan keluarga yang diberikan keluarga pada pasien gangguan

Jiwa di Poliklinik RS Jiwa Daerah Provsu Medan?

3.2 Bagaimana kepatuhan pasien gangguan jiwa dalam minum obat di RS Jiwa

Daerah Provsu Medan?

3.3 Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien gangguan jiwa di Poliklinik RS Jiwa Daerah Provsu Medan?

4. Hipotesis

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah hipotesis alternatif

(Ha) yaitu: ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien

minum obat di Poliklinik rumah sakit jiwa daerah Provsu Medan.

5. Tujuan Penelitian

5.1. Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita gangguan jiwa di RS

(17)

5.2. Untuk mengetahui kepatuhan pasien gangguan jiwa dalam minum obat di

Poliklinik RS Jiwa Daerah Provsu Medan.

5.3 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien

minum obat di RS Jiwa Daerah Provsu Medan.

6. Manfaat Penelitian

6.1 Bagi praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi perawat untuk

membuat rencana keperawatan dengan melibatkan keluarga pasien tentang

pentingnya dukungan keluarga untuk memberikan perhatian dan dukungan bagi

pasien, mengingatkan keluarga untuk memperhatikan jadwal minum obat pasien

gangguan jiwa sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.

6.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi calon perawat dalam

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang pentingnya dukungan

keluarga bagi pasien gangguan jiwa.

6.3 Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan dan

sebagai bahan referensi untuk penelitian keperawatan yang akan datang dalam

(18)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Konsep Keluarga 1.1 Defenisi Keluarga

Keluarga didefenisikan dalam berbagai cara. Defenisi keluarga

berbeda-beda, tergantung kepada orientasi teoritis “pembuat defenisi” yaitu dengan

menggunakan penjelasan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga

(Friedman, 1998).

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan kesatuan

sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan

dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar

dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga

merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau

interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun

diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan hubungan

sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis (Shochib, 1998).

Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup

bersama dalam satu rumah dan masing – masing anggota keluarga merasakan

adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling

memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian

(19)

antara pasangan yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk

saling menyempurnakan diri (Soelaeman, 1994 dalam Shochib, 1994).

Duval (1972 dalam Setiadi, 2008) membuat defenisi keluarga yaitu

sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran

yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota

keluarga. Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang

saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.

1.2 Struktur Keluarga

Menurut Friedman (1998 dalam Setyowati dan Murwani, 2008) struktur

keluarga terdiri atas:

1.2.1. Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga berfungsi untuk, membuat anggota keluarga bersifat

terbuka dan jujur, selalu menyelesaikan konflik keluarga, berfikiran positif dan

tidak mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri.

Komunikasi dalam keluarga berfungsi agar anggota keluarga yakin dalam

mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan

berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik sehingga anggota keluarga

lain yang menerima pendapat tersebut dapat mendengarkan dengan baik,

(20)

1.2.2. Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi

sosial yang diberikan. Yang dimaksudkan dengan posisi atau status adalah posisi

individu dalam masyarakat sebagai suami, istri, anak, orang tua, dan sebagainya.

Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing – masing individu

dengan baik. Misalnya sebagai oarng tua ketika salah seorang anggota

keluarganya mengalami gangguan jiwa maka sebaiknya orang tua harus

memberikan dukungan dan perhatiannya bukan mengucilkannya.

1.2.3. Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan atau

mempengaruhi sehingga mengubah perilaku anggota keluarga yang lain ke arah

positif. Misalnya ketika salah seorang anggota keluarga mengalami gangguan jiwa

maka orang tua mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku dan sikap

anggota keluarga yang lain ke arah yang positif. Ada beberapa macam tipe

struktur kekuatan yaitu, legitimat power (hak untuk mengontrol), referent power

(seseorang yang ditiru atau sebagai role model), reward power (kekuasaan

penghargaan), coercive power (kekuasaan paksaan atau dominasi), dan affective

power (kekuasaan afektif).

1.2.4. Nilai – nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau

tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga

(21)

adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai

dalam keluarga.

1.3 Fungsi Pokok Keluarga

1.3.1 Fungsi Afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang

merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk memenuhi

kebutuhan psikososial terutama bagi pasien gangguan jiwa. Keberhasilan

melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari

seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim

yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan

hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil

melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan

konsep diri positif.

Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi

afektif adalah:

a. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling

mendukung antara keluarga dengan anggota keluarganya yang mengalami

gangguan jiwa, sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling

mendukung.

b. Saling menghargai, keluarga harus menghargai, mengakui keberadaan dan

hak anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa serta selalu

(22)

c. Ikatan kekeluargaan yang kuat dikembangkan melalui proses identifikasi

dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga

terutama pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang

sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarganya. Keluarga

harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anggota

keluarga dapat meniru tingkah laku yang positif tersebut.

1.3.2 Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui setiap

anggota keluarga, yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga merupakan

tempat setiap anggota keluarga untuk belajar bersosialisasi. Pada anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa keluarga berperan untuk membimbing anggota

keluarga tersebut untuk mau bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain dan

lingkungan sekitarnya. Keberhasilan perkembangan yang dicapai anggota

keluarga melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang

diwujudkan dalam sosialisasi.

1.3.3 Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan

seluruh anggota keluarga terutama anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa seperti memberikan dana untuk pengobatan dan perawatan selama dirawat di

rumah sakit jiwa, menyediakan semua perlengkapan yang dibutuhkan seperti

pakaian, pasta gigi, sikat gigi, sabun, dan shampoo selama pasien dirawat di

(23)

1.3.4 Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,

yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa atau merawat anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga

melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga

yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksankan tugas kesehatan berarti

sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Friedman, 1998 dalam Setyowati &

Murwani, 2008).

1.4. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas

dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freeman (1981 dalam

Setiadi, 2008) membagi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus

dilakukan, yaitu:

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian

dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan

perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan

seberapa besar perubahannya.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi

keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari

(24)

pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan

memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan

tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan

teratasi, terutama dalam mengatasi gangguan jiwa keluarga harus

mengambil tindakan dengan segera agar tidak memperburuk keadaan

klien. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan

orang lain dilingkungan sekitar keluarga.

3. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit terutama

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau pergi ke

pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah

yang lebih parah tidak terjadi.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan keperibadian anggota keluarga. Dengan cara keluarga tidak

mengucilkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, keluarga

mau mengikutsertakan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam keluarga tersebut.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan lembaga kesehatan yang ada). Dalam hal ini

keluarga harus mampu merawat klien baik dirumah maupun membawa

(25)

sanggup lagi merawat klien maka sebaiknya keluarga memasukkan klien

ke rumah sakit jiwa untuk dirawat inap tapi selama klien dirawat inap

sebaiknya keluarga mengunjungi klien dan memberikan dukungan

semangat.

2. Konsep Dukungan Keluarga 2.1 Definisi dukungan keluarga

Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang

oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga

dimana dukungan tersebut bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa

dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, dukungan dari

saudara kandung, dukungan dari anak dan dukungan keluarga eksternal, seperti

dukungan dari sahabat, tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi

kesehatan (Friedman,1998).

Kane (1988 dalam Friedman, 1998) mendefenisikan dukungan keluarga

sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya.

Dukungan keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik

(kuantitas dan kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalaman

intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.

Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang

(26)

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan

(Friedman,1998).

2.2 Komponen-Komponen Dukungan Keluarga

Menurut Caplan (1976, dalam Friedman,1998) dan House (1984, dalam

Setiadi, 2008) komponen – komponen dukungan keluarga terdiri dari:

a. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk

memahami kejadian gangguan jiwa dengan baik, sumber gangguan jiwa dan

strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan

pengharapan yang diberikan berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.

Sehingga dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan strategi

koping individu dengan strategi – strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang

berfokus pada aspek – aspek yang positif.

Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi

persepsi individu akan ancaman dengan mengikutsertakan individu untuk

membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain yang mengalami hal yang

lebih buruk. Dukungan keluarga membantu individu dalam melawan keadaan

gangguan jiwa yang dialami individu dengan membantu mendefenisikan kembali

situasi tersebut sebagai ancaman kecil. Pada dukungan pengharapan keluarga

bertindak sebagai pembimbing seperti membimbing pasien untuk minum obat dan

(27)

umpan balik yaitu pertolongan yang diberikan oleh keluarga yang memahami

permasalahan yang dihadapi oleh anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan

masalah. Jenis dukungan ini membuat individu mampu membangun harga

dirinya, kompetensi dan bernilai.

b. Dukungan Nyata

Dukungan nyata meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti

pelayanan, bantuan financial, material berupa bantuan nyata, dimana benda atau

jasa yang diberikan akan membantu memecahkan masalah, seperti saat seseorang

memberi atau meminjamkan uang, menyediakan transportasi, menjaga dan

merawat saat sakit, menyediakan peralatan yang dibutuhkan oleh penderita

gangguan jiwa dan menyediakan obat – obatan yang dibutuhkan. Dukungan nyata

paling efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pada dukungan nyata

keluarga merupakan sumber untuk mencapai tujuan praktis dan konkrit.

c. Dukungan Informasi

Dukungan informasi meliputi pemberian solusi dari masalah, pemberian

nasehat, pengarahan, saran, ide-ide, dan umpan balik tentang apa yang dilakukan

oleh pasien gangguan jiwa. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan

menyarankan tentang terapi yang baik dan tindakan yang spesifik bagi pasien

gangguan jiwa untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi ini keluarga

(28)

d. Dukungan Emosional

Selama individu mengalami gangguan jiwa, individu sering menderita

secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Dukungan emosional

yang diberikan oleh keluarga atau orang lain dapat membuat individu merasa

tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada keluarga atau orang lain yang

memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, dan empati terhadap

persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang

dihadapinya. Dukungan emosional dapat berupa dukungan simpati, empati, cinta,

kepercayaan, dan penghargaan. Pada dukungan emosional keluarga sebagai

sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta

memberikan semangat dan membantu penguasaan terhadap emosi.

3. Kepatuhan pasien dalam minum obat

Hal yang dapat memicu kekambuhan penyakit jiwa dan memperpanjang

proses perawatan gangguan jiwa yang dialami oleh pasien, antara lain penderita

tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri

obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan

masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress

sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit. Ditemukan beberapa

informasi bahwa klien yang kambuh dirawat dan tidak patuh minum obat dapat

diketahui melalui adanya obat yang ditemukan disekitar rumah , dan ditemukan

(29)

Beberapa peneliti memasukkan faktor-faktor farmakologik sebagai bagian

dari ketidakpatuhan terhadap pengobatan yang meliputi efek samping obat yang

mengganggu dan dosis yang tidak efektif. Atas dasar tersebut, faktor-faktor

farmakologik tersebut yang diduga berperan dalam menimbulkan relaps akan

dianggap sebagai bagian ketidakpatuhan terhadap medikasi (Simanjuntak,2008).

Menurut Yustina (2009) terdapat prinsip 6 tepat yang harus dipatuhi dalam

pemberian obat, yaitu:

1. Tepat obat, yaitu a) Menegecek program terapi pengobatan dari dokter, b)

Menanyakan ada tidaknya alergi obat, c) Menanyakan keluhan pasien sebelum

dan setelah memberikan obat, d) Mengecek label obat 3 kali ( saat melihat

kemasan, sebelum menuangkan, dan setelah menuangkan obat) sebelum

memberikan obat, e) Mengetahui interaksi obat, f) Mengetahui efek samping

obat, g) Hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri

2. Tepat dosis, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, b)

Mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain (double check), c)

Mencampur / mengoplos obat sesuai petunjuk panda label / kemasan obat

3. Tepat waktu, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1 berarti obat

diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat diberikan setiap 12

jam sekali, b) Mengecek tanggal kadaluarsa obat, c) Memberikan obat dalam

(30)

4. Tepat pasien, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, b)

Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, c) Mengecek identitas

pasien pada papan / kardeks di tempat tidur pasien yang akan diberikan obat

5. Tepat cara pemberian, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari

dokter, b) Mengecek cara pemberian pada label / kemasan obat, c) Pemberian

per oral : mengecek kemampuan menelan, menunggui pasien sampai meminum

obatnya, d) Pemberian melalui intramuskular : tidak memberikan obat > 5 cc

pada satu lokasi suntikan

6. Tepat dokumentasi, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

b) Mencatat nama pasien , nama obat, dosis, cara dan waktu pemberian obat,

c) Mencantumkan nama/ inisial dan paraf, d) Mencatat keluhan pasien, e)

Mencatat penolakan pasien, e) Mencatat jumlah cairan yang digunakan untuk

melarutkan obat (pada pasien yang memerlukan pembatasan cairan), f)

Mencatat segera setelah memberikan obat

Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta

pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan

setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi

itu dengan benar tanpa pengawasan. Beberapa kondisi yang menyebabkan pasien

tidak patuh dalam minum obat yaitu 1) Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan

pengobatan itu, 2) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan

pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya, 3) Sukarnya

(31)

Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab

atas pemberian obat itu kepada pasien (Yustina, 2009).

Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien dan

keluarga mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Maka perawat

perlu memberikan KIE yaitu pedoman Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada

pasien maupun keluarga tentang : 1) Nama obatnya, 2) Kegunaan obat itu, 3)

Jumlah obat untuk dosis tunggal, 4) Jumlah total kali minum obat, 5) Waktu obat

itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum

bersama susu), 6) Untuk berapa hari obat itu harus diminum, 7) Apakah harus

sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang, 8) Rute pemberian obat,

7) Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya, 8) Jangan

mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada

terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin, 9) Cara penyimpanan obat,

perlu lemari es atau tidak, 10) Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau

tidak (Yustina, 2009).

4. Gangguan Jiwa

4.1 Defenisi gangguan jiwa

Menurut Kaplan dan Sadock (1994 dalam Baihaqi, dkk, 2005) gangguan

jiwa merupakan penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental

yang merupakan indikasi adanya gangguan jiwa. Dimana penyimpangan ini

mencakup atas penyimpangan pada pikiran, perasaan dan tindakan. Penderita

(32)

menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau menyakiti

dirinya sendiri. Misalnya, takut yang tidak beralasan, waham dan halusinasi pada

penderita skizofrenia, tingkah laku antisosial pada orang-orang yang menderita

kepribadian sosiopatis.

Menurut Dokter Danusukarto dalam bukunya yang berjudul ‘Tanya Jawab

Kesehatan Keluarga’ membagi gangguan jiwa menjadi empat golongan besar

yaitu:

a. Psikosa yaitu gangguan jiwa yang meliputi gangguan otak organik (demensia.

psikosa alkoholik, psikosa karena infeksi intrakranial, psikosa karena kondisi

otak yang lain).

b. Neurosa, gangguan kepribadian dan gangguan jiwa lainnya, merupakan suatu

ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun penderita

umumnya tidak menyadari bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang ia

rasakan dengan konflik emosinya.

c. Neurosa meliputi deviasi seksual, alkoholisme, ketergantungan obat,

psikomatik, histeria, psikopat, gangguan tidur, ganguan kemampuan belajar

khusus.

d. Retardasi mental yaitu suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti dan

tidak lengkap yang terutama ditandai oleh rendahnya keterampilan yang

berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif (daya

(33)

e. Keadaan tanpa gangguan psikiatris yang nyata dan kondisi nonspesifik yang

meliputi kegagalan penyesuaian sosial dalam perkawinan, pekerjaan (Litbang,

2005).

4.2 Penyebab Gangguan Jiwa

Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur

kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik),

dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psike (psikogenik). Biasanya tidak

terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai

unsur yang saling mempengaruhi atau terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan

badan ataupun gangguan jiwa. Misalnya, seseorang yang mengalami penyakit

kronik yang tidak sembuh-sembuh maka daya tahan psikologinya pun menurun

sehingga ia mungkin mengalami depresi (Maramis, 1994).

Menurut Coleman, Butcher, dan Carson (1980 dalam Baihaqi, dkk, 2008),

beberapa penyebab gangguan jiwa, yaitu:

a. Penyebab primer (primary cause)

Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau

kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan muncul.

Misalnya, infeksi sifilis yang menyerang sistem syaraf, yaitu psikosis yang

disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang

secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total.

(34)

b. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)

Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa.

Misalnya, anak yang ditolak oleh orang tuanya menjadi lebih rentan terhadap

tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan orang-orang yang memiliki dasar

rasa aman yang lebih baik.

c. Penyebab Pencetus (precipitating cause)

Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung dapat

menyebabkan gangguan jiwa tau mencetuskan gejala gangguan jiwa. Misalnya,

kehilangan harta benda yang berharga, menghadapi kematian anggota keluarga,

menghadapi masalah sekolah, mengalami kecelakaan hingga cacat, kehilangan

pekerjaan, perceraian, atau menderita penyakit berat.

d. Penyebab yang menguatkan (reinforcing cause)

Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku

maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya, perhatian yang berlebihan pada

seorang wanita yang sedang dirawat dapat menyebabkan yang bersangkutan

kurang bertanggung jawab atas dirinya dan menunda kesembuhan.

e. Sirkulasi faktor-faktor penyebab (multiple cause)

Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling mempengaruhi.

Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu

penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling

(35)

4.3 Gejala-gejala gangguan jiwa

Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara

unsur somatic, psikologik dan sosiobudaya. Gejala-gejala inilah yang sebenarnya

menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terutama terdapat pada pemikiran,

perasaan dan perilaku (Maramis,1994).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1989), gejala-gejala gangguan jiwa dapat

digolongkan dalam 4 golongan yaitu mental, emosional, tingkah laku, dan fisik.

Gejala mental:

a. Mudah terganggu konsentrasinya, pikiran yang meloncat-loncat, asosiasi

mental yang terhambat/terlambat, proses berpikir terhalang.

b. Kehilangan pengertian atau pemakaian bahasa (aphasia).

c. Kehilangan kemampuan persepsi hubungan-hubungan yang ada didunia sekitar

(agnosia).

d. Kehilangan ingatan seluruhnya (amnesia).

e. Ketakutan yang kuat dan tidak rasional (phobia).

f. Kompulsi yakni keinginan untuk melakukan bentuk tingkah laku secara

berulang-ulang.

g. Ide yang menetap yang mungkin meliputi dirinya dan sikap orang lain terhadap

dirinya atau sikapnya terhadap orang lain.

h. Gangguan persepsi.

i. Waham (penyimpangan penilaian)

(36)

a. Keadaan pengingkaran emosi disertai ekspresi kesedihan, keluhan, tangisan,

dan menolak makan dan bicara, sipenderita diam saja, depresif, sedih dan putus

asa.

b. Keadaan gembira yang berlebihan kelihatan dari nyayian, tarian, cara

bicaranya dan cara tertawanya. Sipenderita tidak kenal rasa susah atau sedih,

tidak menyadari adanya hal-hal yang menyenangkan.

Gejala tingkah laku:

a. Aktifitas psikomotorik bertambah, penderita terus-menerus bergerak, menagis,

ketawa, dan berteriak atau berbisik.

b. Aktifitas psikomotorik berkurang, terlihat dari berkurangnya gerakan,

kekakuan dan berbicara tersendat-sendat atau menolak bicara.

c. Pengulangan suatu tingkah laku yang sama terus – menerus.

d. Kelakukan yang impulsif atau terlalu terhadap kesan/sugesti luar yang terlihat

dari pengulangan kata-kata atau gerakan terus-menerus, sikap menolak sikap

memberi respon atau berbuat sesuatu yang berlawanan dengan apa yang

diharapkan daripadanya.

e. Berbicara dengan bahasa yang kasar, kotor, dan memperlihatkan tingkah laku

yang aneh.

Gejala fisik

a. Mual, muntah, sakit kepala dan pusing.

(37)

c. Perubahan berat badan yang ekstrim.

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan

dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dari kerangka konsep

ini dapat dilihat bahwa variabel yang akan diteliti adalah dukungan keluarga yang

terdiri dari dukungan pengharapan, dukungan nyata, dukungan informasi, dan

dukungan emosional dalam mempengaruhi kepatuhan pasien minum obat.

Keluarga sebagai sumber dukungan dapat menjadi faktor kunci dalam

penyembuhan klien penderita gangguan jiwa. Keluarga harus tetap mendukung

klien seperti pemberian dukungan pengharapan,dukungan nyata, dukungan

informasi dan dukungan emosional. Sehingga klien merasa tidak sendiri dalam

menghadapi permasalahannya (Videbeck, 2008).

Adapun kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

2.

3.

4.

5.

Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu

Medan.

Komponen Dukungan Keluarga:

a. Dukungan pengharapan

b. Dukungan nyata

c. Dukungan informasi

d. Dukungan emosional

Kepatuhan pasien

(39)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

[image:39.595.115.580.252.752.2]

2. Definisi Operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Variabel

independen:

Dukungan

keluarga

Bantuan yang diberikan

keluarga melalui

interaksi (kontak sosial)

seperti komunikasi yang

baik diantara anggota

keluarga, membantu

anggota keluarga yang

mengalami gangguan

jiwa selama dirawat di

rumah seperti bantuan

dana, informasi,

dukungan emosional, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan. Komponen dukungan keluarga mencakup: a. Dukungan pengharapan yaitu bantuan yang Kuesioner dukungan keluarga

dengan 12

pernyataan

• 0-12 =

(40)

diberikan keluarga

kepada anggota

keluarga yang

menderita gangguan

jiwa dalam bentuk

membimbing pasien

dalam kegiatan sehari

– hari seperti

menganjurkan pasien

secara teratur minum

obat, membina

hubungan yang baik

dengan pasien-pasien

lain dan meyakinkan

pasien bahwa

penyakitnya dapat

disembuhkan.

b. Dukungan nyata yaitu

bantuan yang

diberikan kepada

anggota keluarga yang

menderita gangguan

jiwa dalam bentuk

penyediaan dana

untuk biaya

pengobatan dan

perawatan.

c. Dukungan informasi

yaitu bantuan yang

(41)

dalam bentuk

memberikan solusi

atas masalah yang

dihadapi pasien,

memberikan nasehat,

penjelasan tentang

penyakitnya, saran

dan ide-ide yang

dibutuhkan oleh

anggota keluarganya.

d. Dukungan emosional

yaitu bantuan yang

diberikan keluarga

kepada pasien seperti

memberikan semangat

bahwa penyakitnya

dapat disembuhkan,

perhatian yang lebih

kepada pasien, tidak

membedakan pasien

dengan anggota

(42)

2 Variabel dependen:

Kepatuhan

Pasien dalam

Minum Obat

Kepatuhan pasien dalam

minum obat yang

dimaksud dalam

penelitian ini yaitu suatu

kondisi dimana pasien

menjalankan atau tidak

menjalankan segala

aturan yang berhubungan

dengan kegiatan minum

obat yang berlaku

terhadap perawatan

penyakit jiwa yang

pasien alami, kepatuhan

terjadi bila aturan pakai

obat yang diresepkan

serta pemberiannya di

rumah sakit diikuti

dengan benar. Kuisioner kepatuhan pasien dalam minum obat dengan 12 pernyataan

• 0-6 = Tidak

patuh

• 7-12=Patuh

(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. Rancangan

dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik rumah sakit jiwa daeraah Provsu

Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien gangguan jiwa

di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan.

2.2 Sampel

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan accidental sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel yang

dilakukan dengan menggambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau

tersedia (Notoatmodjo, 2005).

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan cara mengambil dari table

power analysis, dengan menggunakan derajat ketepatan (α) yang besarnya 0,05

(44)

Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah kriteria inklusi, yaitu

karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau

dan akan diteliti, antara lain subjek tidak sedang dalam perawatan kesehatan

mental dan merupakan keluarga pasien gangguan jiwa ( orang tua, suami, istri,

anak, saudara kandung, lain-lain yang memiliki hubungan kekerabatan).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu

Medan dari bulan Februari 2011 sampai Maret 2011. Pemilihan Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provsu Medan sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut

merupakan rumah sakit yang banyak merawat penderita gangguan jiwa.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari

Fakultas Keperawatan, dan mendapat surat izin dari Direktur Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provsu Medan. Setelah mendapat izin dari Direktur Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provsu Medan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur

penelitian. Responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang

dilakukan, kemudian peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden dengan

menandatangani lembar persetujuan (Informed consent). Jika responden menolak

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti tidak memaksa dan tetap

(45)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode

pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi responden dijamin

oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai

hasil penelitian.

5. Instumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, bagian

pertama berupa kuesioner data demografi responden meliputi umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, hubungan keluarga dengan pasien gangguan jiwa dan lama

pasien menderita penyakit.

Bagian kedua berisi pernyataan yang mengambarkan dukungan keluarga

pada pasien gangguan jiwa. Konsepnya dari Caplan dan dimodifikasi sesuai

dengan kebutuhan penelitian. Penelitian dengan menggunakan skala likert yaitu

untuk penilaian dukungan keluarga yang berisi pernyataan-pernyataan yang

meliputi 4 komponen dukungan keluarga yang diterima oleh pasien gangguan

jiwa, berupa dukungan pengharapan (1-3), dukungan nyata (4-6), dukungan

informasi (7-10), dukungan emosional (11-12). Kuesioner ini disusun dalam

bentuk pernyataan positif dan negatif dengan 4 pilihan alternatif jawaban yang

terdiri dari selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), tidak pernah (TP).

Pernyataan-pernyataan positif terdapat pada nomor 1-4, 6 & 7, dan 10-20

(46)

nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan positif dari 0 sampai 3, dimana

jawaban selalu (SL) nilai 3, sering (SR) nilai 2, kadang-kadang (KD) nilai 1, tidak

pernah (TP) nilai 0. Sedangkan skor nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1

sampai 4, dimana jawaban tidak pernah (TP) nilai 3, kadang-kadang nilai 2, sering

(SR) nilai 1, selalu (SL) nilai 0. Dengan total skor 0-36. Semakin tinggi jumlah

skor maka dukungan keluarga semakin baik.

Berdasarakan rumus statistika menurut Sudjana (2002), p = rentang/

banyak kelas, dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah) sebesar 36 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas

untuk dukungan keluarga, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 12. Dengan

p = 12 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka

dukungan keluarga dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:

0-12 = Dukungan keluarga kurang

13-25 = Dukungan keluarga cukup

26-36 = Dukungan keluarga baik

Sedangkan bagian ketiga berisi pernyataan tentang kepatuhan pasien minum

obat. Kuisioner ini terdiri dari 12 pernyataan kepatuhan pasien dalam minum obat.

Pada penilaian kuesioner tentang kepatuhan pasien minum obat menggunakan

skala Guttman, tiap pernyataan diberi nilai 1 bila ”ya” dan diberi nilai 0 bila

”tidak”.

Berdasarakan rumus statistika menurut Sudjana (2002), p = rentang / banyak

(47)

dikurangi nilai terendah) sebesar 12 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas

untuk dukungan keluarga, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 6. Dengan p

= 6 dan nilai terendah 0 (nol) sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka

kepatuhan pasien minum obat dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:

0-6 = Tidak patuh

7-12 = Patuh

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmojdo, 2005). Uji validasi

instrumen penelitian telah dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya. Uji

reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap

konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama (Notoatmojdo, 2005). Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas internal

karena pemberian kuesioner hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen pada

subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reliabilitas dilakukan pada 10

orang responden diluar responden yang sebenarnya.

Menurut Dempsey & Dempsey (2002) dijelaskan bahwa uji reliabilitas

internal untuk jenis kuesioner yang skornya merupakan rentangan antara beberapa

nilai adalah dengan menggunakan Cronbach Alpa. Hasil uji reliabilitas untuk

kuesioner dukungan keluarga terhadap 10 orang responden dengan menggunakan

(48)

Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada responden

yang memenuhi kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 10 orang.

Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini akan menggunakan rumus K-R 21. Rumus

K-R 21 merupakan salah satu uji reliabilitas untuk instrumen dalam bentuk

dikotomi. Untuh hasil uji reliabilitas kepatuhan pasien minum obat terhadap 10

orang responden dengan menggunakan K-R 21 adalah 0,767.

Menurut Polit & Hungler (1997) suatu instrumen dikatakan reliabel bila

koefisiennya 0,70 atau lebih. Jadi dapat disimpulkan bahwa kuesioner dukungan

keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah reliabel.

7. Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

pendidikan (Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara).

2. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian

(Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan).

3. Setelah mendapatkan izin dari RSJ Daerah Provsu Medan, peneliti

melaksanakan pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon

responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, calon

responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent

(49)

4. Proses pengambilan data diambil di Poliklinik RSJ Provsu Medan, dari

responden (keluarga) yang membawa anggota keluarganya, yang

mengalami gangguan jiwa.

5. Kemudian responden (keluarga) diminta mengisi kuesioner selama ± 20

menit dan responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila

ada pernyataan yang tidak di mengerti atau tidak dipahami.

6. Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui

beberapa tahap, dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas

dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian

data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam

melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya memasukkan (entry) data

kedalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik

komputerisasi.

Pengolahan data demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, hubungan keluarga dengan pasien, dan lama menderita penyakit

dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase dalam

bentuk tabel.

Penilaian terhadap dukungan keluarga dilakukan berdasarkan rentang total

(50)

, dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai

tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 36 dan banyak kelas dibagi 3 kategori

(kurang, cukup, baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 12.

Dengan p=12 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval sebagai

berikut:

0-12 = dukungan keluarga kurang

13-25 = dukungan keluarga sedang

26-36 = dukungan keluarga baik

Penilaian terhadap kepatuhan pasien minum obat dengan menggunakan

rumus statistika menurut sudjana (2005), yang sama seperti pada kuesioner

dukungan keluarga dengan total skor 0-12, panjang kelas 12 dibagi 2 kategori

(patuh, tidak patuh), maka diperoleh panjang kelas sebesar 6.

Dengan p=6 dan nilai terendah nol sebagai batas bawah kelas pertama, maka

kepatuhan pasien minum obat disajikan berdasarkan kelas interval sebagai

berikut:

0-6 = Patuh

6-12 = Tidak patuh

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan pasien minum obat dilakukan dengan menggunakan uji statistik

korelasi Pearson Product Moment. Nilai r berkisar antara -1 sampai dengan +1

untuk menunjukkan derajat hubungan antara kedua variabel tersebut, dan untuk

(51)

maka dilakukan pengamatan terhadap nilai signifikansi (p) pada hasil analisa p <

0,05.

Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut digunakan

[image:51.595.108.522.277.596.2]

penafsiran korelasi Pearson Product Moment.

Tabel 1.Kriteria Penafsiran Korelasi Menurut Burns & Grove (1993)

Nilai r Penafsiran

Dibawah -0,5 Korelasi negatif tinggi

Hubungan negatif, interpretasi kuat.

-0,3 sampai -0,5 Korelasi negatif sedang

Hubungan negatif, interpretasi sedang.

-0,1 sampai -0,3 Korelasi negatif rendah

Hubungan negatif, interpretasi lemah.

0 Tidak ada korelasi

0,1 sampai 0,3 Korelasi positif rendah.

Hubungan positif, interpretasi lemah.

0,3 sampai 0,5 Korelasi positif sedang.

Hubungan positif, interpretasi sedang

Diatas 0,5 Korelasi positif tinggi.

(52)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan

dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan yang diperoleh melalui proses

pengumpulan data yang dilakukan sejak bulan Februari 2011 sampai Maret 2011

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Penyajian data hasil

penelitian meliputi deskriptif karakteristik responden, dukungan keluarga dan

kepatuhan pasien minum obat. Selanjutnya dipaparkan hubungan dukungan

keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat.

1. Hasil Penelitian

1.1. Deskriptif Karakteristik Responden

Deskriptif karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, hubungan keluarga dengan pasien dan lama pasien dirawat.

Dari 32 responden yang terkumpul usia rata-rata keluarga pasien terbanyak

pada rentang 20-40 tahun (62,5%). Mayoritas responden berjenis kelamin

laki-laki (71,9%), dengan tingkat pendidikan terakhir terbanyak lulusan SMA (53,1%).

Sebagian besar responden memiliki hubungan keluarga saudara kandung (81,2%),

dengan lama pasien dirawat sebagian besar > 2 tahun (46,9%). Distribusi

(53)

Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan (n=32)

Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)

Umur

20 - 40 Tahun 20 62,5

41 – 60 Tahun 6 18,8

> 60 Tahun 6 18,8

Jenis Kelamin

Laki-Laki 23 71,9

Perempuan 9 28,1

Tingkat Pendidikan

SD 6 18,8

SMP 9 28,1

SMA 17 53,1

Hubungan Kekeluargaan Dengan Pasien

Suami 3 9,4

Saudara Kandung 26 81,2

Lain-Lain 3 9,4

Lama Menderita Penyakit

< 1 Tahun 4 12,5

1 – 2 Tahun 13 40,6

[image:53.595.112.511.168.726.2]
(54)

1.2. Dukungan Keluarga

Tabel 3 menunjukan bahwa mayoritas responden memberikan dukungan

keluarga yang baik (65,6%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pasien gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan (n=32)

Dukungan Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)

Kurang 7 21,9

Cukup 4 12,5

Baik 21 65,6

Total 32 100

1.3. Kepatuhan Pasien Minum Obat

Tabel 4 menunjukan bahwa mayoritas pasien gangguan jiwa patuh

meminum obat (62,5%).

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan (n=32)

Kepatuhan Pasien Minum Obat Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak Patuh 12 37,5

Patuh 20 62,5

[image:54.595.110.517.274.425.2] [image:54.595.102.517.605.718.2]
(55)

1.4. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini, didapatkan nilai

koefisien korelasi Pearson Product Moment atau r sebesar 0,566. Berdasarkan

tabel kriteria penafsiran korelasi menurut Burns & Grovoe (2001) bahwa variabel

dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat memiliki hubungan

positif dengan interpretasi kuat (r diatas 0,5). Dengan nilai p < 0,05 yang

menunjukan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan.

Tabel 5. Hasil analisa hubungan dukungan keluarga dengan dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan (n=32)

Variabel 1 Variabel 2 R p-Value Keterangan

Dukungan

keluarga

Kepatuhan

pasien minum

obat

0,566 0,001

Hubungan

positif dengan

interpretasi

[image:55.595.103.518.452.591.2]
(56)

2. Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara Medan.

2.1. Dukungan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukan bahwa mayoritas

responden memberikan dukungan keluarga yang baik (65,6%) kepada anggota

keluarganya yang mengalami gangguan jiwa yang berobat ke Poliklinik Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan hal ini berarti keluarga memberikan dukungan

yang adekuat dan terus-menerus selama pasien di rawat baik hal ini tampak pada

keluarga yang mau membawakan anggota keluarganya yang mengalami gangguan

jiwa berobat secara berkala dan terus-menerus ke Poliklinik Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provsu Medan.

Hal ini sesuai dengan hasil observasi peneliti selama melakukan penelitian

di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, dimana keluarga yang

memberikan dukungan keluarga yang baik mempunyai jadwal yang teratur untuk

membawakan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa berobat ke

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Keluarga juga selalu

konsultasi kepada dokter dan perawat tentang masalah kesehatan jiwa yang

dialami oleh anggota keluarganya yang sakit. Selain itu keluarga juga

(57)

Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Emnina

(2010) yang menyebutkan bahwa keluarga memberikan dukungan yang adekuat

dan terus-menerus selama pasien di rawat baik dukungan pengharapan, nyata,

informasi dan dukungan emosional.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang yang dikemukakan oleh Rock

& Dooley (1985 dalam Kuntjoro, 2002) bahwa keluarga memainkan suatu

peranan bersifat mendukung selama penyembuhan dan pemulihan anggota

keluarga sehingga mereka dapat mencapai tingkat kesejahteraan optimal.

Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam

kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya dalam hal

ini anggota keluarganya.

Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga

(suami, istri, anak, saudara kandung dan orang tua dari pasien) sehingga individu

yang diberikan dukungan merasakan bahwa dirinya diperhatikan, dihargai,

mendapatkan bantuan dari orang-orang yang berarti serta memiliki ikatan

keluarga yang kuat dengan anggota keluarga yang lain (Lubis, Namora &

Hasnida, 2009). Individu yang memperoleh dukungan keluarga yang tinggi akan

menjadi individu yang lebih optimis dalam menghadapi masalah kesehatan dan

kehidupan dan lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi Suhita (2005

dalam Setiadi, 2008).

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

(58)

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Menurut Friedman (1998), Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi

disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat

pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih

demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah,

hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas

sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih

tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.2. Kepatuhan Pasien Minum Obat

Hasil penelitian menunjukan bahwa 62,5% pasien gangguan jiwa patuh

meminum obat dan 37,5% diantaranya tidak patuh minum obat.

Menurut Husar (1995) penyebab ketidakpatuhan terhadap terapi obat adalah

sifat penyakit yang kronis sehingga pasien merasa bosan minum obat,

berkurangnya gejala, tidak pasti tentang tujuan terapi, harga obat yang mahal,

tidak mengerti tentang instruksi penggunaan obat, dosis yang tidak akurat dalam

mengkonsumsi obat dan efek samping yang tidak menyenangkan.

Baker & Kastermans (1994 dalam Kyngas, dkk, 2000) mengatakan bahwa

kepatuhan merupakan bagian dari perilaku self care dan ketidak patuhan termasuk

(59)

Menurut POM RI (2006) Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam

meningkatkan tingkat kepatuhan pasien minum obat antara lain: 1) Pasien

memerlukan dukungan bukan disalahkan, 2) Konsekuensi dari ketidak patuhan

terhadap terapi jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan

meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, 3) Peningkatan kepatuhan pasien dapat

meningkatkan keamanan penggunaan obat, 4) Kepatuhan merupakan faktor

penentu yang cukup penting dalam mencapai efektifitas suatu sistem kesehatan, 5)

Memperbaiki ke

Gambar

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 1. Kriteria Penafsiran Korelasi Menurut Burns & Grove (1993)
Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden di Poliklinik Rumah
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan pasien minum obat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui

Siswa SMK Sunan Kalijogo Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian telah memiliki pemahaman tentang cara penggunaan dan perawatan mesin penggoreng vakum ( vacuum

PHP memberikan kemudahan bagi perancang situs web untuk dapat mengembangkan dan membuat tampilan halaman informasi yang baik

Dari hasil ujicoba program simulasi dan shorewall asli dengan konfigurasi. jaringan dan data yang sama diperoleh hasil

kepala cabang. i) Kemudian di approve oleh wakil kepala cabang. Gambar III.2 Mengentri Data Sertifikat Surety Bond / Kontra Bank Garansi. Sumber: PT Asuransi Bangun Askrida..

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Jasa dari Panitia Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi Nomor 086/PAN-PL/KONST-DM/2012 tanggal 4 Juli 2012 untuk Pekerjaan Perbaikan

Dihasilkan sebuah rancangan dan cetak biru ( blue print ) sistem pengukuran kinerja (SPK) Jurusan Teknik Mesin yang dapat memberikan informasi kepada stakeholder dan pengambil

Pendekatan analisa teknikal belum tentu cocok bagi semua investor, pembaca disarankan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri mengenai analisa investasi yang cocok dengan