HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MINUM OBAT DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN
SKRIPSI Oleh
Muhammad Isa Syahputra Yoga 071101121
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan
dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Medan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan,
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Jenny Marlindawani Purba, S.Kp., MNS sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan
ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kp., M.Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Sri Eka
Wahyuni, S,Kp., M.Kep selaku dosen penguji II yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan masukan kritik dan saran yang bermanfaat bagi
5. Bapak Ismayadi, S.Kep., Ns., sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan selama saya menyelesaikan akademik di Fakultas
Keperawatan.
6. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Keperawatan USU yang telah
memberi bimbingan selama perkuliahan.
7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang selalu
memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi.
8. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,
khususnya stambuk 2007, abang/kakak senior, dan adik stambuk yang telah
memberi dorongan dan semangat bagi penulis demi terselesainya skripsi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat
bermanfaat nantinya demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi
keperawatan.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Halaman Lembar Pengesahan
Abstrak ... i
Prakata ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Skema ... vii
Daftar Tabel ... viii
BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Perumusan Masalah ... 3
3. Pertanyaan Penelitian ... 3
4. Hipotesis ... 3
5. Tujuan Penelitian ... 3
6. Manfaat Penetian ... 4
6.1. Praktek Keperawatan ... 4
6.2. Pendidikan Keperawatan ... 4
6.3. Penelitian Keperawatan ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga ... 5
1.1. Defenisi Keluarga ... 5
1.2. Struktur Keluarga ... 6
1.3. Fungsi Keluarga ... 8
1.4. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan ... 10
2. Konsep Dukungan Keluarga ... 12
2.2. Komponen-Komponen Dukungan Keluarga ... 13
3. Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat ... 15
4. Gangguan Jiwa ... 18
4.1. Defenisi Ganggan Jiwa ... 18
4.2. Penyebab Gangguan Jiwa ... 20
4.3. Gejala-Gejala Gangguan Jiwa ... 21
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24
2. Defenisi Operasional ... 25
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 29
2. Populasi dan Sampel ... 29
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
4. Pertimbangan Etik ... 30
5. Instrumen Penelitian ... 31
6. Uji Validitas dan Reabilitas ... 33
7. Pengumpulan Data ... 34
8. Analisa Data ... 35
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 38
1.1. Deskriptif Karakteristik Responden... 38
1.2. Dukungan Keluarga ... 40
1.3. Kepatuhan Pasien Minum Obat ... 40
1.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien minum Obat ... 41
2. Pembahasan ... 42
2.1. Dukungan Keluarga ... 42
2.3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Pasien minum Obat ... 45
BAB 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 47
2. Rekomendasi ... 47
2.1. Pendidikan Keperawatan ... 47
2.2. Praktek Keperawatan ... 48
2.3. Penelitian Keperawatan... 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN:
1. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan
2. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data Dari Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan
3. Formulir Persetujuan Menjadi Responden
4. Kuesioner Penelitian
5. Analisa Reliabilitas Instrumen
6. Analisa Data
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria penafsiran korelasi menurut Burns & Grove (1993) ... 37
2. Distribusi frekuensi karakteristik responden ... 39
3. Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pasien
gangguan jiwa ... 40
4. Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan pasien minum obat ... 40
5. Hasil analisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
Nama : Muhammad Isa Syahputra Yoga Fakultas : Keperawatan
Nim : 071101121 Tahun : 2010/2011
Abstrak
Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan. Hal yang dapat memicu kekambuhan dan memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa antara lain penderita tidak minum obat secara teratur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik accidental sampling sebanyak 32 orang responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian terdiri dari (1) kuesioner karakteristik responden, (2) kuesioner dukungan keluarga, dan (3) kuesioner kepatuhan minum obat. Uji reliabilitas cronbach alpa pada kuesioner dukungan keluarga r = 0,755 dan kuesioner kepatuhan minum obat r = 0, 767. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65,6% responden memberikan dukungan keluarga berada pada tingkatan yang baik 65,6%, 12,5% cukup dan 21,9% kurang. Sementara itu 62,5% pasien gangguan jiwa patuh meminum obat dan 37,5% tidak patuh meminum obat. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa dukungan keluarga berhubungan secara positif dengan kepatuhan pasien minum obat (r = 0,566; p = 0,01). Hal ini bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dan keluarga untuk memberikan informasi yang benar dan mendukung perawatan pasien dengan gangguan jiwa.
Judul : Relationship of Family Support with Patient Compliance in Drinking Drugs at on going clinic of a Psychiatric Hospital Medan, North Sumatra Province.
Name : Muhammad Isa Syahputra Yoga Faculty : Nursing
Nim : 071101121 Year : 2010/2011
Abstract
Family support is needed by people with mental disorders in motivating them for care and treatment. Things that can trigger a recurrence and prolong the treatment of other psychiatric disorders among patients not taking medication regularly. This study aims to determine the relationship of family support patient compliance with taking medication at the Polyclinic Hospital of North Sumatra Provincial Life. The design study is a descriptive correlation. Using accidental sampling technique as many as 32 respondents participated in this study. The research instrument consists of (1) questionnaire respondent characteristics, (2) family support questionnaire, and (3) medication adherence questionnaire. Cronbach negligent reliability test on the family support questionnaire r = 0.755 and medication adherence questionnaire r = 0, 767. The results showed that 65.6% of respondents provide family support is at a good level of 65.6%, 12.5% and 21.9% lacking enough. Meanwhile 62.5% of patients taking medication adherence mental disorders and 37.5% were not taking medication adherence. The results of statistical analysis showed that family support is positively related to patient medication adherence (r = 0.566, p = 0.01). This means that there is a significant relationship between family support patient compliance with taking medication. It can be concluded the higher the support the family in the supervision of medication compliance in patients taking the drug also higher. The study is expected to help caregivers and families to provide true and supportive care of patients with psychiatric disorders.
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
Nama : Muhammad Isa Syahputra Yoga Fakultas : Keperawatan
Nim : 071101121 Tahun : 2010/2011
Abstrak
Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi mereka selama perawatan dan pengobatan. Hal yang dapat memicu kekambuhan dan memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa antara lain penderita tidak minum obat secara teratur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik accidental sampling sebanyak 32 orang responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian terdiri dari (1) kuesioner karakteristik responden, (2) kuesioner dukungan keluarga, dan (3) kuesioner kepatuhan minum obat. Uji reliabilitas cronbach alpa pada kuesioner dukungan keluarga r = 0,755 dan kuesioner kepatuhan minum obat r = 0, 767. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65,6% responden memberikan dukungan keluarga berada pada tingkatan yang baik 65,6%, 12,5% cukup dan 21,9% kurang. Sementara itu 62,5% pasien gangguan jiwa patuh meminum obat dan 37,5% tidak patuh meminum obat. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa dukungan keluarga berhubungan secara positif dengan kepatuhan pasien minum obat (r = 0,566; p = 0,01). Hal ini bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dan keluarga untuk memberikan informasi yang benar dan mendukung perawatan pasien dengan gangguan jiwa.
Judul : Relationship of Family Support with Patient Compliance in Drinking Drugs at on going clinic of a Psychiatric Hospital Medan, North Sumatra Province.
Name : Muhammad Isa Syahputra Yoga Faculty : Nursing
Nim : 071101121 Year : 2010/2011
Abstract
Family support is needed by people with mental disorders in motivating them for care and treatment. Things that can trigger a recurrence and prolong the treatment of other psychiatric disorders among patients not taking medication regularly. This study aims to determine the relationship of family support patient compliance with taking medication at the Polyclinic Hospital of North Sumatra Provincial Life. The design study is a descriptive correlation. Using accidental sampling technique as many as 32 respondents participated in this study. The research instrument consists of (1) questionnaire respondent characteristics, (2) family support questionnaire, and (3) medication adherence questionnaire. Cronbach negligent reliability test on the family support questionnaire r = 0.755 and medication adherence questionnaire r = 0, 767. The results showed that 65.6% of respondents provide family support is at a good level of 65.6%, 12.5% and 21.9% lacking enough. Meanwhile 62.5% of patients taking medication adherence mental disorders and 37.5% were not taking medication adherence. The results of statistical analysis showed that family support is positively related to patient medication adherence (r = 0.566, p = 0.01). This means that there is a significant relationship between family support patient compliance with taking medication. It can be concluded the higher the support the family in the supervision of medication compliance in patients taking the drug also higher. The study is expected to help caregivers and families to provide true and supportive care of patients with psychiatric disorders.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma yang terjadi pada seseorang dan
dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu
kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan
risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan (American Psychiatric Association, 1994). Gangguan jiwa
menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak
dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi,dkk, 2005).
Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus
berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya
bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari
kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak
langsung atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri
terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun, 2001).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Jumlah penderita
gangguan jiwa meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan dari sekitar 220 juta
penduduk Indonesia, sekitar 50 juta atau 22 persennya, menderita gangguan
terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat 100 persen dibanding dengan
tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ Sumut menerima sekitar 50
penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 penderita untuk
rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita
per hari (Sitompul, 2008).
Proses penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga
merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien jiwa (Lauriello,
2005 dikutip oleh Purwanto, 2010). Ketika penderita gangguan jiwa melakukan
rawat jalan atau inap di rumah sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan
perhatian dan dukungan sesuai dengan petunjuk tim medis rumah sakit. Dukungan
keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi
mereka selama perawatan dan pengobatan.
Hal lain yang bisa memperpanjang proses perawatan gangguan jiwa yang
dialami oleh pasien, antara lain penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke
dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter.
Selain itu, pasien sering mengatakan sudah minum obat, padahal obatnya
disimpan disaku baju, terkadang dibuang, dan beberapa pasien sering meletakkan
obat dibawah lidahnya (Purwanto, 2010).
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam peneltian ini adalah untuk mengidentifikasi
hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik
rumah sakit jiwa daerah Provsu Medan.
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, rumusan pertanyaan penelitian adalah:
3.1 Bagaimana dukungan keluarga yang diberikan keluarga pada pasien gangguan
Jiwa di Poliklinik RS Jiwa Daerah Provsu Medan?
3.2 Bagaimana kepatuhan pasien gangguan jiwa dalam minum obat di RS Jiwa
Daerah Provsu Medan?
3.3 Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
pasien gangguan jiwa di Poliklinik RS Jiwa Daerah Provsu Medan?
4. Hipotesis
Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah hipotesis alternatif
(Ha) yaitu: ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien
minum obat di Poliklinik rumah sakit jiwa daerah Provsu Medan.
5. Tujuan Penelitian
5.1. Untuk mengetahui dukungan keluarga pada penderita gangguan jiwa di RS
5.2. Untuk mengetahui kepatuhan pasien gangguan jiwa dalam minum obat di
Poliklinik RS Jiwa Daerah Provsu Medan.
5.3 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien
minum obat di RS Jiwa Daerah Provsu Medan.
6. Manfaat Penelitian
6.1 Bagi praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi perawat untuk
membuat rencana keperawatan dengan melibatkan keluarga pasien tentang
pentingnya dukungan keluarga untuk memberikan perhatian dan dukungan bagi
pasien, mengingatkan keluarga untuk memperhatikan jadwal minum obat pasien
gangguan jiwa sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
6.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi calon perawat dalam
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang pentingnya dukungan
keluarga bagi pasien gangguan jiwa.
6.3 Bagi penelitian keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan dan
sebagai bahan referensi untuk penelitian keperawatan yang akan datang dalam
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Konsep Keluarga 1.1 Defenisi Keluarga
Keluarga didefenisikan dalam berbagai cara. Defenisi keluarga
berbeda-beda, tergantung kepada orientasi teoritis “pembuat defenisi” yaitu dengan
menggunakan penjelasan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga
(Friedman, 1998).
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan
hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan kesatuan
sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan
dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar
dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga
merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau
interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, walaupun
diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga berdasarkan hubungan
sosial ini dinamakan keluarga psikologis dan keluarga pedagogis (Shochib, 1998).
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup
bersama dalam satu rumah dan masing – masing anggota keluarga merasakan
adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan dalam pengertian
antara pasangan yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk
saling menyempurnakan diri (Soelaeman, 1994 dalam Shochib, 1994).
Duval (1972 dalam Setiadi, 2008) membuat defenisi keluarga yaitu
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran
yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota
keluarga. Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang
saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.
1.2 Struktur Keluarga
Menurut Friedman (1998 dalam Setyowati dan Murwani, 2008) struktur
keluarga terdiri atas:
1.2.1. Pola dan proses komunikasi
Pola interaksi keluarga berfungsi untuk, membuat anggota keluarga bersifat
terbuka dan jujur, selalu menyelesaikan konflik keluarga, berfikiran positif dan
tidak mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri.
Komunikasi dalam keluarga berfungsi agar anggota keluarga yakin dalam
mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan
berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik sehingga anggota keluarga
lain yang menerima pendapat tersebut dapat mendengarkan dengan baik,
1.2.2. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Yang dimaksudkan dengan posisi atau status adalah posisi
individu dalam masyarakat sebagai suami, istri, anak, orang tua, dan sebagainya.
Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing – masing individu
dengan baik. Misalnya sebagai oarng tua ketika salah seorang anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa maka sebaiknya orang tua harus
memberikan dukungan dan perhatiannya bukan mengucilkannya.
1.2.3. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan atau
mempengaruhi sehingga mengubah perilaku anggota keluarga yang lain ke arah
positif. Misalnya ketika salah seorang anggota keluarga mengalami gangguan jiwa
maka orang tua mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku dan sikap
anggota keluarga yang lain ke arah yang positif. Ada beberapa macam tipe
struktur kekuatan yaitu, legitimat power (hak untuk mengontrol), referent power
(seseorang yang ditiru atau sebagai role model), reward power (kekuasaan
penghargaan), coercive power (kekuasaan paksaan atau dominasi), dan affective
power (kekuasaan afektif).
1.2.4. Nilai – nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau
tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga
adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai
dalam keluarga.
1.3 Fungsi Pokok Keluarga
1.3.1 Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk memenuhi
kebutuhan psikososial terutama bagi pasien gangguan jiwa. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari
seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim
yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil
melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan
konsep diri positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif adalah:
a. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antara keluarga dengan anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa, sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling
mendukung.
b. Saling menghargai, keluarga harus menghargai, mengakui keberadaan dan
hak anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa serta selalu
c. Ikatan kekeluargaan yang kuat dikembangkan melalui proses identifikasi
dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga
terutama pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang
sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarganya. Keluarga
harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anggota
keluarga dapat meniru tingkah laku yang positif tersebut.
1.3.2 Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui setiap
anggota keluarga, yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga merupakan
tempat setiap anggota keluarga untuk belajar bersosialisasi. Pada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa keluarga berperan untuk membimbing anggota
keluarga tersebut untuk mau bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain dan
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan perkembangan yang dicapai anggota
keluarga melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi.
1.3.3 Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga terutama anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa seperti memberikan dana untuk pengobatan dan perawatan selama dirawat di
rumah sakit jiwa, menyediakan semua perlengkapan yang dibutuhkan seperti
pakaian, pasta gigi, sikat gigi, sabun, dan shampoo selama pasien dirawat di
1.3.4 Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa atau merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga
yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksankan tugas kesehatan berarti
sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Friedman, 1998 dalam Setyowati &
Murwani, 2008).
1.4. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas
dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freeman (1981 dalam
Setiadi, 2008) membagi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus
dilakukan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian
dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan
perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan
seberapa besar perubahannya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan
tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi, terutama dalam mengatasi gangguan jiwa keluarga harus
mengambil tindakan dengan segera agar tidak memperburuk keadaan
klien. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan
orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
3. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit terutama
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau pergi ke
pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah
yang lebih parah tidak terjadi.
4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan keperibadian anggota keluarga. Dengan cara keluarga tidak
mengucilkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, keluarga
mau mengikutsertakan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam keluarga tersebut.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan lembaga kesehatan yang ada). Dalam hal ini
keluarga harus mampu merawat klien baik dirumah maupun membawa
sanggup lagi merawat klien maka sebaiknya keluarga memasukkan klien
ke rumah sakit jiwa untuk dirawat inap tapi selama klien dirawat inap
sebaiknya keluarga mengunjungi klien dan memberikan dukungan
semangat.
2. Konsep Dukungan Keluarga 2.1 Definisi dukungan keluarga
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang
oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga
dimana dukungan tersebut bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa
dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, dukungan dari
saudara kandung, dukungan dari anak dan dukungan keluarga eksternal, seperti
dukungan dari sahabat, tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi
kesehatan (Friedman,1998).
Kane (1988 dalam Friedman, 1998) mendefenisikan dukungan keluarga
sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya.
Dukungan keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik
(kuantitas dan kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalaman
intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.
Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan
(Friedman,1998).
2.2 Komponen-Komponen Dukungan Keluarga
Menurut Caplan (1976, dalam Friedman,1998) dan House (1984, dalam
Setiadi, 2008) komponen – komponen dukungan keluarga terdiri dari:
a. Dukungan Pengharapan
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk
memahami kejadian gangguan jiwa dengan baik, sumber gangguan jiwa dan
strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan
pengharapan yang diberikan berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.
Sehingga dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan strategi
koping individu dengan strategi – strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang
berfokus pada aspek – aspek yang positif.
Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi
persepsi individu akan ancaman dengan mengikutsertakan individu untuk
membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain yang mengalami hal yang
lebih buruk. Dukungan keluarga membantu individu dalam melawan keadaan
gangguan jiwa yang dialami individu dengan membantu mendefenisikan kembali
situasi tersebut sebagai ancaman kecil. Pada dukungan pengharapan keluarga
bertindak sebagai pembimbing seperti membimbing pasien untuk minum obat dan
umpan balik yaitu pertolongan yang diberikan oleh keluarga yang memahami
permasalahan yang dihadapi oleh anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan
masalah. Jenis dukungan ini membuat individu mampu membangun harga
dirinya, kompetensi dan bernilai.
b. Dukungan Nyata
Dukungan nyata meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan financial, material berupa bantuan nyata, dimana benda atau
jasa yang diberikan akan membantu memecahkan masalah, seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang, menyediakan transportasi, menjaga dan
merawat saat sakit, menyediakan peralatan yang dibutuhkan oleh penderita
gangguan jiwa dan menyediakan obat – obatan yang dibutuhkan. Dukungan nyata
paling efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pada dukungan nyata
keluarga merupakan sumber untuk mencapai tujuan praktis dan konkrit.
c. Dukungan Informasi
Dukungan informasi meliputi pemberian solusi dari masalah, pemberian
nasehat, pengarahan, saran, ide-ide, dan umpan balik tentang apa yang dilakukan
oleh pasien gangguan jiwa. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan
menyarankan tentang terapi yang baik dan tindakan yang spesifik bagi pasien
gangguan jiwa untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi ini keluarga
d. Dukungan Emosional
Selama individu mengalami gangguan jiwa, individu sering menderita
secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Dukungan emosional
yang diberikan oleh keluarga atau orang lain dapat membuat individu merasa
tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada keluarga atau orang lain yang
memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, dan empati terhadap
persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang
dihadapinya. Dukungan emosional dapat berupa dukungan simpati, empati, cinta,
kepercayaan, dan penghargaan. Pada dukungan emosional keluarga sebagai
sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
memberikan semangat dan membantu penguasaan terhadap emosi.
3. Kepatuhan pasien dalam minum obat
Hal yang dapat memicu kekambuhan penyakit jiwa dan memperpanjang
proses perawatan gangguan jiwa yang dialami oleh pasien, antara lain penderita
tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri
obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan
masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stress
sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit. Ditemukan beberapa
informasi bahwa klien yang kambuh dirawat dan tidak patuh minum obat dapat
diketahui melalui adanya obat yang ditemukan disekitar rumah , dan ditemukan
Beberapa peneliti memasukkan faktor-faktor farmakologik sebagai bagian
dari ketidakpatuhan terhadap pengobatan yang meliputi efek samping obat yang
mengganggu dan dosis yang tidak efektif. Atas dasar tersebut, faktor-faktor
farmakologik tersebut yang diduga berperan dalam menimbulkan relaps akan
dianggap sebagai bagian ketidakpatuhan terhadap medikasi (Simanjuntak,2008).
Menurut Yustina (2009) terdapat prinsip 6 tepat yang harus dipatuhi dalam
pemberian obat, yaitu:
1. Tepat obat, yaitu a) Menegecek program terapi pengobatan dari dokter, b)
Menanyakan ada tidaknya alergi obat, c) Menanyakan keluhan pasien sebelum
dan setelah memberikan obat, d) Mengecek label obat 3 kali ( saat melihat
kemasan, sebelum menuangkan, dan setelah menuangkan obat) sebelum
memberikan obat, e) Mengetahui interaksi obat, f) Mengetahui efek samping
obat, g) Hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri
2. Tepat dosis, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, b)
Mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain (double check), c)
Mencampur / mengoplos obat sesuai petunjuk panda label / kemasan obat
3. Tepat waktu, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1 berarti obat
diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat diberikan setiap 12
jam sekali, b) Mengecek tanggal kadaluarsa obat, c) Memberikan obat dalam
4. Tepat pasien, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter, b)
Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, c) Mengecek identitas
pasien pada papan / kardeks di tempat tidur pasien yang akan diberikan obat
5. Tepat cara pemberian, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, b) Mengecek cara pemberian pada label / kemasan obat, c) Pemberian
per oral : mengecek kemampuan menelan, menunggui pasien sampai meminum
obatnya, d) Pemberian melalui intramuskular : tidak memberikan obat > 5 cc
pada satu lokasi suntikan
6. Tepat dokumentasi, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
b) Mencatat nama pasien , nama obat, dosis, cara dan waktu pemberian obat,
c) Mencantumkan nama/ inisial dan paraf, d) Mencatat keluhan pasien, e)
Mencatat penolakan pasien, e) Mencatat jumlah cairan yang digunakan untuk
melarutkan obat (pada pasien yang memerlukan pembatasan cairan), f)
Mencatat segera setelah memberikan obat
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta
pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan
setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi
itu dengan benar tanpa pengawasan. Beberapa kondisi yang menyebabkan pasien
tidak patuh dalam minum obat yaitu 1) Kurang pahamnya pasien terhadap tujuan
pengobatan itu, 2) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya, 3) Sukarnya
Kurangnya kepedulian dan perhatian keluarga yang mungkin bertanggungjawab
atas pemberian obat itu kepada pasien (Yustina, 2009).
Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien dan
keluarga mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya. Maka perawat
perlu memberikan KIE yaitu pedoman Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada
pasien maupun keluarga tentang : 1) Nama obatnya, 2) Kegunaan obat itu, 3)
Jumlah obat untuk dosis tunggal, 4) Jumlah total kali minum obat, 5) Waktu obat
itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum
bersama susu), 6) Untuk berapa hari obat itu harus diminum, 7) Apakah harus
sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang, 8) Rute pemberian obat,
7) Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya, 8) Jangan
mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada
terapi obat tertentu misalnya sedatif, antihistamin, 9) Cara penyimpanan obat,
perlu lemari es atau tidak, 10) Setelah obat habis apakah perlu kontrol ulang atau
tidak (Yustina, 2009).
4. Gangguan Jiwa
4.1 Defenisi gangguan jiwa
Menurut Kaplan dan Sadock (1994 dalam Baihaqi, dkk, 2005) gangguan
jiwa merupakan penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental
yang merupakan indikasi adanya gangguan jiwa. Dimana penyimpangan ini
mencakup atas penyimpangan pada pikiran, perasaan dan tindakan. Penderita
menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau menyakiti
dirinya sendiri. Misalnya, takut yang tidak beralasan, waham dan halusinasi pada
penderita skizofrenia, tingkah laku antisosial pada orang-orang yang menderita
kepribadian sosiopatis.
Menurut Dokter Danusukarto dalam bukunya yang berjudul ‘Tanya Jawab
Kesehatan Keluarga’ membagi gangguan jiwa menjadi empat golongan besar
yaitu:
a. Psikosa yaitu gangguan jiwa yang meliputi gangguan otak organik (demensia.
psikosa alkoholik, psikosa karena infeksi intrakranial, psikosa karena kondisi
otak yang lain).
b. Neurosa, gangguan kepribadian dan gangguan jiwa lainnya, merupakan suatu
ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun penderita
umumnya tidak menyadari bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang ia
rasakan dengan konflik emosinya.
c. Neurosa meliputi deviasi seksual, alkoholisme, ketergantungan obat,
psikomatik, histeria, psikopat, gangguan tidur, ganguan kemampuan belajar
khusus.
d. Retardasi mental yaitu suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti dan
tidak lengkap yang terutama ditandai oleh rendahnya keterampilan yang
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif (daya
e. Keadaan tanpa gangguan psikiatris yang nyata dan kondisi nonspesifik yang
meliputi kegagalan penyesuaian sosial dalam perkawinan, pekerjaan (Litbang,
2005).
4.2 Penyebab Gangguan Jiwa
Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik),
dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psike (psikogenik). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai
unsur yang saling mempengaruhi atau terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan
badan ataupun gangguan jiwa. Misalnya, seseorang yang mengalami penyakit
kronik yang tidak sembuh-sembuh maka daya tahan psikologinya pun menurun
sehingga ia mungkin mengalami depresi (Maramis, 1994).
Menurut Coleman, Butcher, dan Carson (1980 dalam Baihaqi, dkk, 2008),
beberapa penyebab gangguan jiwa, yaitu:
a. Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau
kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan muncul.
Misalnya, infeksi sifilis yang menyerang sistem syaraf, yaitu psikosis yang
disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang
secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total.
b. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)
Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa.
Misalnya, anak yang ditolak oleh orang tuanya menjadi lebih rentan terhadap
tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan orang-orang yang memiliki dasar
rasa aman yang lebih baik.
c. Penyebab Pencetus (precipitating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung dapat
menyebabkan gangguan jiwa tau mencetuskan gejala gangguan jiwa. Misalnya,
kehilangan harta benda yang berharga, menghadapi kematian anggota keluarga,
menghadapi masalah sekolah, mengalami kecelakaan hingga cacat, kehilangan
pekerjaan, perceraian, atau menderita penyakit berat.
d. Penyebab yang menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku
maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya, perhatian yang berlebihan pada
seorang wanita yang sedang dirawat dapat menyebabkan yang bersangkutan
kurang bertanggung jawab atas dirinya dan menunda kesembuhan.
e. Sirkulasi faktor-faktor penyebab (multiple cause)
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling mempengaruhi.
Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu
penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling
4.3 Gejala-gejala gangguan jiwa
Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara
unsur somatic, psikologik dan sosiobudaya. Gejala-gejala inilah yang sebenarnya
menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terutama terdapat pada pemikiran,
perasaan dan perilaku (Maramis,1994).
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1989), gejala-gejala gangguan jiwa dapat
digolongkan dalam 4 golongan yaitu mental, emosional, tingkah laku, dan fisik.
Gejala mental:
a. Mudah terganggu konsentrasinya, pikiran yang meloncat-loncat, asosiasi
mental yang terhambat/terlambat, proses berpikir terhalang.
b. Kehilangan pengertian atau pemakaian bahasa (aphasia).
c. Kehilangan kemampuan persepsi hubungan-hubungan yang ada didunia sekitar
(agnosia).
d. Kehilangan ingatan seluruhnya (amnesia).
e. Ketakutan yang kuat dan tidak rasional (phobia).
f. Kompulsi yakni keinginan untuk melakukan bentuk tingkah laku secara
berulang-ulang.
g. Ide yang menetap yang mungkin meliputi dirinya dan sikap orang lain terhadap
dirinya atau sikapnya terhadap orang lain.
h. Gangguan persepsi.
i. Waham (penyimpangan penilaian)
a. Keadaan pengingkaran emosi disertai ekspresi kesedihan, keluhan, tangisan,
dan menolak makan dan bicara, sipenderita diam saja, depresif, sedih dan putus
asa.
b. Keadaan gembira yang berlebihan kelihatan dari nyayian, tarian, cara
bicaranya dan cara tertawanya. Sipenderita tidak kenal rasa susah atau sedih,
tidak menyadari adanya hal-hal yang menyenangkan.
Gejala tingkah laku:
a. Aktifitas psikomotorik bertambah, penderita terus-menerus bergerak, menagis,
ketawa, dan berteriak atau berbisik.
b. Aktifitas psikomotorik berkurang, terlihat dari berkurangnya gerakan,
kekakuan dan berbicara tersendat-sendat atau menolak bicara.
c. Pengulangan suatu tingkah laku yang sama terus – menerus.
d. Kelakukan yang impulsif atau terlalu terhadap kesan/sugesti luar yang terlihat
dari pengulangan kata-kata atau gerakan terus-menerus, sikap menolak sikap
memberi respon atau berbuat sesuatu yang berlawanan dengan apa yang
diharapkan daripadanya.
e. Berbicara dengan bahasa yang kasar, kotor, dan memperlihatkan tingkah laku
yang aneh.
Gejala fisik
a. Mual, muntah, sakit kepala dan pusing.
c. Perubahan berat badan yang ekstrim.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan
dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dari kerangka konsep
ini dapat dilihat bahwa variabel yang akan diteliti adalah dukungan keluarga yang
terdiri dari dukungan pengharapan, dukungan nyata, dukungan informasi, dan
dukungan emosional dalam mempengaruhi kepatuhan pasien minum obat.
Keluarga sebagai sumber dukungan dapat menjadi faktor kunci dalam
penyembuhan klien penderita gangguan jiwa. Keluarga harus tetap mendukung
klien seperti pemberian dukungan pengharapan,dukungan nyata, dukungan
informasi dan dukungan emosional. Sehingga klien merasa tidak sendiri dalam
menghadapi permasalahannya (Videbeck, 2008).
Adapun kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:
2.
3.
4.
5.
Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Pasien Minum Obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu
Medan.
Komponen Dukungan Keluarga:
a. Dukungan pengharapan
b. Dukungan nyata
c. Dukungan informasi
d. Dukungan emosional
Kepatuhan pasien
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
[image:39.595.115.580.252.752.2]2. Definisi Operasional
Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Variabel
independen:
Dukungan
keluarga
Bantuan yang diberikan
keluarga melalui
interaksi (kontak sosial)
seperti komunikasi yang
baik diantara anggota
keluarga, membantu
anggota keluarga yang
mengalami gangguan
jiwa selama dirawat di
rumah seperti bantuan
dana, informasi,
dukungan emosional, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan. Komponen dukungan keluarga mencakup: a. Dukungan pengharapan yaitu bantuan yang Kuesioner dukungan keluarga
dengan 12
pernyataan
• 0-12 =
diberikan keluarga
kepada anggota
keluarga yang
menderita gangguan
jiwa dalam bentuk
membimbing pasien
dalam kegiatan sehari
– hari seperti
menganjurkan pasien
secara teratur minum
obat, membina
hubungan yang baik
dengan pasien-pasien
lain dan meyakinkan
pasien bahwa
penyakitnya dapat
disembuhkan.
b. Dukungan nyata yaitu
bantuan yang
diberikan kepada
anggota keluarga yang
menderita gangguan
jiwa dalam bentuk
penyediaan dana
untuk biaya
pengobatan dan
perawatan.
c. Dukungan informasi
yaitu bantuan yang
dalam bentuk
memberikan solusi
atas masalah yang
dihadapi pasien,
memberikan nasehat,
penjelasan tentang
penyakitnya, saran
dan ide-ide yang
dibutuhkan oleh
anggota keluarganya.
d. Dukungan emosional
yaitu bantuan yang
diberikan keluarga
kepada pasien seperti
memberikan semangat
bahwa penyakitnya
dapat disembuhkan,
perhatian yang lebih
kepada pasien, tidak
membedakan pasien
dengan anggota
2 Variabel dependen:
Kepatuhan
Pasien dalam
Minum Obat
Kepatuhan pasien dalam
minum obat yang
dimaksud dalam
penelitian ini yaitu suatu
kondisi dimana pasien
menjalankan atau tidak
menjalankan segala
aturan yang berhubungan
dengan kegiatan minum
obat yang berlaku
terhadap perawatan
penyakit jiwa yang
pasien alami, kepatuhan
terjadi bila aturan pakai
obat yang diresepkan
serta pemberiannya di
rumah sakit diikuti
dengan benar. Kuisioner kepatuhan pasien dalam minum obat dengan 12 pernyataan
• 0-6 = Tidak
patuh
• 7-12=Patuh
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. Rancangan
dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik rumah sakit jiwa daeraah Provsu
Medan.
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien gangguan jiwa
di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan.
2.2 Sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan accidental sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel yang
dilakukan dengan menggambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau
tersedia (Notoatmodjo, 2005).
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan cara mengambil dari table
power analysis, dengan menggunakan derajat ketepatan (α) yang besarnya 0,05
Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah kriteria inklusi, yaitu
karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
dan akan diteliti, antara lain subjek tidak sedang dalam perawatan kesehatan
mental dan merupakan keluarga pasien gangguan jiwa ( orang tua, suami, istri,
anak, saudara kandung, lain-lain yang memiliki hubungan kekerabatan).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu
Medan dari bulan Februari 2011 sampai Maret 2011. Pemilihan Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut
merupakan rumah sakit yang banyak merawat penderita gangguan jiwa.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari
Fakultas Keperawatan, dan mendapat surat izin dari Direktur Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan. Setelah mendapat izin dari Direktur Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur
penelitian. Responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang
dilakukan, kemudian peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden dengan
menandatangani lembar persetujuan (Informed consent). Jika responden menolak
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti tidak memaksa dan tetap
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode
pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi responden dijamin
oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai
hasil penelitian.
5. Instumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, bagian
pertama berupa kuesioner data demografi responden meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, hubungan keluarga dengan pasien gangguan jiwa dan lama
pasien menderita penyakit.
Bagian kedua berisi pernyataan yang mengambarkan dukungan keluarga
pada pasien gangguan jiwa. Konsepnya dari Caplan dan dimodifikasi sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Penelitian dengan menggunakan skala likert yaitu
untuk penilaian dukungan keluarga yang berisi pernyataan-pernyataan yang
meliputi 4 komponen dukungan keluarga yang diterima oleh pasien gangguan
jiwa, berupa dukungan pengharapan (1-3), dukungan nyata (4-6), dukungan
informasi (7-10), dukungan emosional (11-12). Kuesioner ini disusun dalam
bentuk pernyataan positif dan negatif dengan 4 pilihan alternatif jawaban yang
terdiri dari selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), tidak pernah (TP).
Pernyataan-pernyataan positif terdapat pada nomor 1-4, 6 & 7, dan 10-20
nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan positif dari 0 sampai 3, dimana
jawaban selalu (SL) nilai 3, sering (SR) nilai 2, kadang-kadang (KD) nilai 1, tidak
pernah (TP) nilai 0. Sedangkan skor nilai untuk setiap pernyataan negatif dari 1
sampai 4, dimana jawaban tidak pernah (TP) nilai 3, kadang-kadang nilai 2, sering
(SR) nilai 1, selalu (SL) nilai 0. Dengan total skor 0-36. Semakin tinggi jumlah
skor maka dukungan keluarga semakin baik.
Berdasarakan rumus statistika menurut Sudjana (2002), p = rentang/
banyak kelas, dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah) sebesar 36 dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori kelas
untuk dukungan keluarga, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 12. Dengan
p = 12 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka
dukungan keluarga dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:
0-12 = Dukungan keluarga kurang
13-25 = Dukungan keluarga cukup
26-36 = Dukungan keluarga baik
Sedangkan bagian ketiga berisi pernyataan tentang kepatuhan pasien minum
obat. Kuisioner ini terdiri dari 12 pernyataan kepatuhan pasien dalam minum obat.
Pada penilaian kuesioner tentang kepatuhan pasien minum obat menggunakan
skala Guttman, tiap pernyataan diberi nilai 1 bila ”ya” dan diberi nilai 0 bila
”tidak”.
Berdasarakan rumus statistika menurut Sudjana (2002), p = rentang / banyak
dikurangi nilai terendah) sebesar 12 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas
untuk dukungan keluarga, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 6. Dengan p
= 6 dan nilai terendah 0 (nol) sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka
kepatuhan pasien minum obat dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:
0-6 = Tidak patuh
7-12 = Patuh
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan
benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmojdo, 2005). Uji validasi
instrumen penelitian telah dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya. Uji
reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama (Notoatmojdo, 2005). Dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas internal
karena pemberian kuesioner hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen pada
subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reliabilitas dilakukan pada 10
orang responden diluar responden yang sebenarnya.
Menurut Dempsey & Dempsey (2002) dijelaskan bahwa uji reliabilitas
internal untuk jenis kuesioner yang skornya merupakan rentangan antara beberapa
nilai adalah dengan menggunakan Cronbach Alpa. Hasil uji reliabilitas untuk
kuesioner dukungan keluarga terhadap 10 orang responden dengan menggunakan
Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data kepada responden
yang memenuhi kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 10 orang.
Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini akan menggunakan rumus K-R 21. Rumus
K-R 21 merupakan salah satu uji reliabilitas untuk instrumen dalam bentuk
dikotomi. Untuh hasil uji reliabilitas kepatuhan pasien minum obat terhadap 10
orang responden dengan menggunakan K-R 21 adalah 0,767.
Menurut Polit & Hungler (1997) suatu instrumen dikatakan reliabel bila
koefisiennya 0,70 atau lebih. Jadi dapat disimpulkan bahwa kuesioner dukungan
keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah reliabel.
7. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara).
2. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian
(Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan).
3. Setelah mendapatkan izin dari RSJ Daerah Provsu Medan, peneliti
melaksanakan pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon
responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, calon
responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent
4. Proses pengambilan data diambil di Poliklinik RSJ Provsu Medan, dari
responden (keluarga) yang membawa anggota keluarganya, yang
mengalami gangguan jiwa.
5. Kemudian responden (keluarga) diminta mengisi kuesioner selama ± 20
menit dan responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila
ada pernyataan yang tidak di mengerti atau tidak dipahami.
6. Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk dianalisa.
8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahap, dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas
dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian
data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam
melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya memasukkan (entry) data
kedalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik
komputerisasi.
Pengolahan data demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, hubungan keluarga dengan pasien, dan lama menderita penyakit
dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase dalam
bentuk tabel.
Penilaian terhadap dukungan keluarga dilakukan berdasarkan rentang total
, dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai
tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 36 dan banyak kelas dibagi 3 kategori
(kurang, cukup, baik), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 12.
Dengan p=12 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval sebagai
berikut:
0-12 = dukungan keluarga kurang
13-25 = dukungan keluarga sedang
26-36 = dukungan keluarga baik
Penilaian terhadap kepatuhan pasien minum obat dengan menggunakan
rumus statistika menurut sudjana (2005), yang sama seperti pada kuesioner
dukungan keluarga dengan total skor 0-12, panjang kelas 12 dibagi 2 kategori
(patuh, tidak patuh), maka diperoleh panjang kelas sebesar 6.
Dengan p=6 dan nilai terendah nol sebagai batas bawah kelas pertama, maka
kepatuhan pasien minum obat disajikan berdasarkan kelas interval sebagai
berikut:
0-6 = Patuh
6-12 = Tidak patuh
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien minum obat dilakukan dengan menggunakan uji statistik
korelasi Pearson Product Moment. Nilai r berkisar antara -1 sampai dengan +1
untuk menunjukkan derajat hubungan antara kedua variabel tersebut, dan untuk
maka dilakukan pengamatan terhadap nilai signifikansi (p) pada hasil analisa p <
0,05.
Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut digunakan
[image:51.595.108.522.277.596.2]penafsiran korelasi Pearson Product Moment.
Tabel 1.Kriteria Penafsiran Korelasi Menurut Burns & Grove (1993)
Nilai r Penafsiran
Dibawah -0,5 Korelasi negatif tinggi
Hubungan negatif, interpretasi kuat.
-0,3 sampai -0,5 Korelasi negatif sedang
Hubungan negatif, interpretasi sedang.
-0,1 sampai -0,3 Korelasi negatif rendah
Hubungan negatif, interpretasi lemah.
0 Tidak ada korelasi
0,1 sampai 0,3 Korelasi positif rendah.
Hubungan positif, interpretasi lemah.
0,3 sampai 0,5 Korelasi positif sedang.
Hubungan positif, interpretasi sedang
Diatas 0,5 Korelasi positif tinggi.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan
dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan yang diperoleh melalui proses
pengumpulan data yang dilakukan sejak bulan Februari 2011 sampai Maret 2011
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Penyajian data hasil
penelitian meliputi deskriptif karakteristik responden, dukungan keluarga dan
kepatuhan pasien minum obat. Selanjutnya dipaparkan hubungan dukungan
keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat.
1. Hasil Penelitian
1.1. Deskriptif Karakteristik Responden
Deskriptif karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, hubungan keluarga dengan pasien dan lama pasien dirawat.
Dari 32 responden yang terkumpul usia rata-rata keluarga pasien terbanyak
pada rentang 20-40 tahun (62,5%). Mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki (71,9%), dengan tingkat pendidikan terakhir terbanyak lulusan SMA (53,1%).
Sebagian besar responden memiliki hubungan keluarga saudara kandung (81,2%),
dengan lama pasien dirawat sebagian besar > 2 tahun (46,9%). Distribusi
Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan (n=32)
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
Umur
20 - 40 Tahun 20 62,5
41 – 60 Tahun 6 18,8
> 60 Tahun 6 18,8
Jenis Kelamin
Laki-Laki 23 71,9
Perempuan 9 28,1
Tingkat Pendidikan
SD 6 18,8
SMP 9 28,1
SMA 17 53,1
Hubungan Kekeluargaan Dengan Pasien
Suami 3 9,4
Saudara Kandung 26 81,2
Lain-Lain 3 9,4
Lama Menderita Penyakit
< 1 Tahun 4 12,5
1 – 2 Tahun 13 40,6
[image:53.595.112.511.168.726.2]1.2. Dukungan Keluarga
Tabel 3 menunjukan bahwa mayoritas responden memberikan dukungan
keluarga yang baik (65,6%).
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pasien gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan (n=32)
Dukungan Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang 7 21,9
Cukup 4 12,5
Baik 21 65,6
Total 32 100
1.3. Kepatuhan Pasien Minum Obat
Tabel 4 menunjukan bahwa mayoritas pasien gangguan jiwa patuh
meminum obat (62,5%).
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan (n=32)
Kepatuhan Pasien Minum Obat Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak Patuh 12 37,5
Patuh 20 62,5
[image:54.595.110.517.274.425.2] [image:54.595.102.517.605.718.2]1.4. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini, didapatkan nilai
koefisien korelasi Pearson Product Moment atau r sebesar 0,566. Berdasarkan
tabel kriteria penafsiran korelasi menurut Burns & Grovoe (2001) bahwa variabel
dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat memiliki hubungan
positif dengan interpretasi kuat (r diatas 0,5). Dengan nilai p < 0,05 yang
menunjukan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan.
Tabel 5. Hasil analisa hubungan dukungan keluarga dengan dengan kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan (n=32)
Variabel 1 Variabel 2 R p-Value Keterangan
Dukungan
keluarga
Kepatuhan
pasien minum
obat
0,566 0,001
Hubungan
positif dengan
interpretasi
[image:55.595.103.518.452.591.2]2. Pembahasan
Dari data hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien minum obat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan.
2.1. Dukungan Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukan bahwa mayoritas
responden memberikan dukungan keluarga yang baik (65,6%) kepada anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa yang berobat ke Poliklinik Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan hal ini berarti keluarga memberikan dukungan
yang adekuat dan terus-menerus selama pasien di rawat baik hal ini tampak pada
keluarga yang mau membawakan anggota keluarganya yang mengalami gangguan
jiwa berobat secara berkala dan terus-menerus ke Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provsu Medan.
Hal ini sesuai dengan hasil observasi peneliti selama melakukan penelitian
di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, dimana keluarga yang
memberikan dukungan keluarga yang baik mempunyai jadwal yang teratur untuk
membawakan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa berobat ke
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Keluarga juga selalu
konsultasi kepada dokter dan perawat tentang masalah kesehatan jiwa yang
dialami oleh anggota keluarganya yang sakit. Selain itu keluarga juga
Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Emnina
(2010) yang menyebutkan bahwa keluarga memberikan dukungan yang adekuat
dan terus-menerus selama pasien di rawat baik dukungan pengharapan, nyata,
informasi dan dukungan emosional.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh teori yang yang dikemukakan oleh Rock
& Dooley (1985 dalam Kuntjoro, 2002) bahwa keluarga memainkan suatu
peranan bersifat mendukung selama penyembuhan dan pemulihan anggota
keluarga sehingga mereka dapat mencapai tingkat kesejahteraan optimal.
Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya dalam hal
ini anggota keluarganya.
Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga
(suami, istri, anak, saudara kandung dan orang tua dari pasien) sehingga individu
yang diberikan dukungan merasakan bahwa dirinya diperhatikan, dihargai,
mendapatkan bantuan dari orang-orang yang berarti serta memiliki ikatan
keluarga yang kuat dengan anggota keluarga yang lain (Lubis, Namora &
Hasnida, 2009). Individu yang memperoleh dukungan keluarga yang tinggi akan
menjadi individu yang lebih optimis dalam menghadapi masalah kesehatan dan
kehidupan dan lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi Suhita (2005
dalam Setiadi, 2008).
Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Menurut Friedman (1998), Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan
keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi
disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih
demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah,
hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas
sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih
tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.
2.2. Kepatuhan Pasien Minum Obat
Hasil penelitian menunjukan bahwa 62,5% pasien gangguan jiwa patuh
meminum obat dan 37,5% diantaranya tidak patuh minum obat.
Menurut Husar (1995) penyebab ketidakpatuhan terhadap terapi obat adalah
sifat penyakit yang kronis sehingga pasien merasa bosan minum obat,
berkurangnya gejala, tidak pasti tentang tujuan terapi, harga obat yang mahal,
tidak mengerti tentang instruksi penggunaan obat, dosis yang tidak akurat dalam
mengkonsumsi obat dan efek samping yang tidak menyenangkan.
Baker & Kastermans (1994 dalam Kyngas, dkk, 2000) mengatakan bahwa
kepatuhan merupakan bagian dari perilaku self care dan ketidak patuhan termasuk
Menurut POM RI (2006) Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam
meningkatkan tingkat kepatuhan pasien minum obat antara lain: 1) Pasien
memerlukan dukungan bukan disalahkan, 2) Konsekuensi dari ketidak patuhan
terhadap terapi jangka panjang adalah tidak tercapainya tujuan terapi dan
meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, 3) Peningkatan kepatuhan pasien dapat
meningkatkan keamanan penggunaan obat, 4) Kepatuhan merupakan faktor
penentu yang cukup penting dalam mencapai efektifitas suatu sistem kesehatan, 5)
Memperbaiki ke