• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. Lisa Ariani Bukit¹, Sri Eka Wahyuni²

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. Lisa Ariani Bukit¹, Sri Eka Wahyuni²"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

Lisa Ariani Bukit¹, Sri Eka Wahyuni²

Abstrak

Skizofrenia merupakan ganngguan otak kronis yang membutuhkan waktu yang lama untuk upaya pengobatan sehingga menjadi beban keluarga dalam merawat pasien. Beban keluarga terdiri dari beban objektif, subjektif dan iatrogenic. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi beban yang dialami keluarga pasien skizofrenia di Poliklinik RSJ Provsu Medan. Disain penelitian deskriptif, jumlah sample 100 orang yang diambil secara accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner pada bulan Oktober 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban keluarga mayoritas sedang (90%). Rata-rata beban subjektif yang dialami dalam kategori sedang 70%, beban subjektif dengan kategori sedang 60% dan beban iatrogenic dengan kategori sedang 98%. Diharapkan perawat mampu menurunkan beban keluarga dengan cara memberikan konseling, pendidikan kesehatan, home visite kepada keluarga pasien skizofrenia.

Kata Kunci. Subjektif, Objektif, Iatrogenik

Abstract

Schizophrenia is a chronic brain disorder. People with skizofrenian taken a lot of time in their treatment process. Effect long time for treatment made a burden for their family. This research aimed to identify the general burdens for skizofrenia families. This is a descriptive research, with 100 samples taken with accidental sampling. Data collected using questionnaires in Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara on October 2014. The result showed that the most of families light burden (90%), includes average objective burdens (70%), average subjective burdens (60%), and average iatrogenic burdens (98%). With this result, it is expected to the mental institutions to reduce the burdens of the family members who nurse their schizophrenic family, such as counseling, health education and home visitation.

Key Word. Subjektive, Objektive, Iatrogenic

(2)
(3)

Latar Belakang

Gambaran gangguan jiwa skizofrenia beraneka ragam dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar.

Gambaran yang mencolok misalnya penderita bicaranya kacau dengan isi pikiran yang tidak dapat diikuti dan tidak rasional, perasaannya tidak menentu sebentar marah dan mengamuk (agresif), sebentar tertawa gembira atau sebaliknya sedih, perilakunya sering aneh misalnya lari-lari tanpa busana dan lain sebagainya.

Gejala yang mencolok tersebut mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan masyarakat. Sedangkan gejala yang tersamar dan tidak mengganggu keluarga ataupun masyarakat, misalnya menarik diri (mengurung) diri dalam kamar, tidak mau bicara, bicara dan tertawa sendiri dan lain sebagainya. Dalam masyarakat penyakit skizofrenia masih mendapatkan pandangan yang negatif (stigma) bahwa penyakit ini bukanlah suatu penyakit yang diobati atau disembuhkan, hal tersebut menyebabkan penderita skizofrenia mengalami perlakuan yang diskriminatif sehingga bila salah satu seorang anggota keluarganya menderita skizofrenia hal ini merupakan aib bagi keluarga, oleh karenanya seringkali penderita skizofrenia disembunyikan bahkan dikucilkan, tidak dibawa berobat karena rasa malu melainkan dipasung (Hawari, 2006).

Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia didaerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Bila dilihat menurut provinsi, prevalensi gangguan jiwa paling berat paling tinggi ternyata terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, sekitar 3 dari setiap 1000 orang penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat (Kompas, 2011). Hasil riskesdas tahun 2013, prevalensi orang dengan skizofrenia (ODS) di Indonesia mencapai 1,27 per mil. Kemudian diantara

ODS tersebut terdapat 14,3 persen yang dipasung oleh keluarganya sendiri.

Pemasungan biasanya dilakukan karena keluarga masih menganggap perubahan perilaku karena skizofrenia bukanlah masalah medis, tetapi spiritual. Kemudian mereka juga kesulitan mencari pengobatan, terutama yang berada didaerah-daerah (Kompas, 2011).

Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan. Ada beberapa cara yang berbeda untuk menegakkan diagnosis yang mewakili populasi pasien yang berbeda. Karena tidak ada temuan yang patognomonik,

“Skizofrenia” merupakan suatu diagnosis klinis yang menunjukkan suatu sindrom yang tidak spesifik dengan etiologi yang heterogen. Meskipun demikian, dari informasi biologik, genetik, fenomenologik memberi kesan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan yang valid (Tomb, 2004).

Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal.

Skizofrenia jarang pada masa kanak-kanak, insiden puncak pada umur 15-25 pada laki- laki dan umur 25-35 pada wanita.

Prevalensi skizofrenia pada laki-laki dan wanita adalah sama tetapi pada tahap pemulihan pada pasien skizofrenia pada wanita lebih baik daripada pasien skizofrenia pada laki-laki dikarenakan pada laki-laki memiliki sikap sering menentang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tidak disiplin (Sasanto, 2011).

Pasien skizofrenia membutuhkan dukungan keluarga yang mampu memberikan perawatan secara optimal. Tetapi keluarga sebagai sistem pendukung utama sering mengalami beban yang tidak ringan dalam memberikan perawatan selama pasien dirawat dirumah sakit maupun setelah kembali kerumah. Beban tersebut yaitu beban finansial, dalam biaya perawatan, faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam penilaian

(4)

beban keluarga karena perawatan klien skizofrenia membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhkan biaya yang banyak, beban mental dalam menghadapi perilaku pasien, dan beban sosial terutama menghadapi stigma dari masyarakat tentang anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Dampak dari beban yang dirasakan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat pasien (Jurnal Medika Kesehatan, 2010).

Dalam hal ini beban dapat dibedakan 2 yaitu beban objektif dan beban subjektif.

Dimana beban objektif adalah stressor eksternal yang nyata seperti menyediakan keperluan setiap hari, menghadapi perselisihan sehari-hari, stressor finansial, pekerjaan dan kesibukan yang berlebihan.

Beban subjektif biasanya tidak begitu jelas, bersifat individual, dan berhubungan dengan perasaan, seperti malu, cemas, serta bersalah. Beban ini terutama dirasakan oleh caregiver yang mempunyai anggota keluarga yang dirawat dirumah. Caregiver yang menghadapi beban yang tidak sedikit ini, mungkin akan mengalami depresi yang kadang-kadang tidak disadarinya. Menurut penelitian sebelumnya angka gejala depresi pada caregiver sebesar 38%-60% dan biasanya tidak diterapi (Jurnal Medika Kesehatan, 2010).

Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Desi (2013) bahwa keluarga yang anggota keluarganya menderita skizofrenia seluruh keluarganya akan terkena dampaknya. Beban keluarganya yang paling sering muncul: beban ketidakmampuan merawat diri, ketidakmampuan menangani uang, ketakutan akan keselamatan, baik pasien maupun anggota keluarga. Malu ketika teman-teman atau kerabat yang berkunjung dan anggota keluarga yang menderita skizofrenia berperilaku tak menentu atau tidak normal.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rudnick (2004) dan Mohamed (2011) bahwa tingkat beban yang dialami oleh caregiver pasien skizofrenia tinggi. Beban tertinggi dalam merawat pasien skizofrenia adalah keuangan, kondisi keuangan yang tidak mendukung membuat khawatir dan cemas caregiver, dimana cemas yang akan mengakibatkan stress dan menambah penyakit fisik bagi caregiver.

Terlepas dari berbagai berbagai etiologi, skizofrenia terjadi pada seseorang yang memiliki sifat individual, keluarga, serta sosial psikologis yang unik. Maka pendekatan setelah pengobatan disusun berdasarkan bagaimana penderita akan terobati oleh pengobatan yang dilakukan (terapi farmakologi). Faktor lingkungan dan psikologi turut berperan dalam perkembangan skizofrenia, maka harus dilakukan juga terapi non farmakologi.

Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan (Jurnal Medika Kesehatan, 2010).

Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketergantungan karena memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Situasi penuh stres ini memperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota yang mengalami penyakit kronis tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam perawatannya, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan perilaku maladaftif dan masa depannya.

Situasi-situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga kedalam krisis psikologis (Fontaine, 2009).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 28 sampai dengan tanggal 29 April 2014 di RSJ Daerah Sumatera Utara bahwa jumlah pasien dengan gangguan

(5)

jiwa 15.205 orang. Dari jumlah pasien rawat inap terdapat 2.130 orang pasien skizofrenia atau berkisar 93,3% sedangkan pada pasien rawat jalan terdapat 12.184 orang pasien skizofrenia atau berkisar 80,1%. Dari 3 orang sampel keluarga yang sedang mendampingi anggota keluarga yang berobat ke Poliklinik RSJ diperoleh data bahwa beban yang dialami oleh beberapa sampel keluarga adalah: keluarga merasa malu dan mendapat pandangan negatif dari lingkungan masyarakat tempat mereka tinggal karena ada anggota keluarga yang menderita skizofrenia dan keluarga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit selama pengobatan, dan membutuhkan transportasi untuk membawa anggota keluarga berobat. Dari uraian diatas peneliti tertarik meneliti mengenai beban keluarga, sehingga judul penelitian ini adalah Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Skizofrenia.

Tinjauan Pustaka

Beban keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarga, yang dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari keluarga, sebagaimana respon keluarga terhadap komplikasi.

Disabilitas satu anggota keluarga secara signifikan mempengaruhi keluarga dan fungsinya, sebagaimana perilaku keluarga dan anggota keluarga secara stimulan mempengaruhi perjalanan dan karakteristik disabilitas. Berdasarkan asumsi timbal balik, jelas bahwa disabilitas sangat mempengaruhi perkembangan keluarga dan juga anggota keluarga, terutama anggota keluarga yang tidak mampu.

Seringkali ketika suatu keluarga terlambat dalam memenuhi tugas perkembangan keluarganya, terdapat interaksi antara tuntutan atau stressor perkembangan dan tuntunan atau stressor situasional dalam keluarga secara berlebih. Keluarga menghadapi situasi krisis dan ketegangan karena memiliki anggota keluarga yang

menderita skizofrenia, situasi krisis diperberat dengan tuntutan ekonomi dan perawatan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia (Fontaine, 2009).

Menurut Rudnick dan Mohamed (2011) bahwa tingkat beban yang dialami oleh caregiver pasien skizofrenia tinggi. Beban tertinggi dalam merawat pasien skizofrenia adalah keuangan, kondisi keuangan yang tidak mendukung membuat khawatir dan cemas caregiver dimana cemas yang akan mengakibatkan stress dan menambah penyakit fisik bagi caregiver. Beban lain yang dialami oleh caregiver dalam merawat pasien skizofrenia seperti: malu, cemas, khawatir, merasa putus asa, sedih, merasa dikucilkan.

Jenis beban keluarga ada tiga menurut Fontaine (2009):

1. Beban Obyektif

Beban Obyektif merupakan beban dan hambatan yang dijumpai dalam kehidupan suatu keluarga yang berhubungan dengan pelaksanaan merawat salah satu anggota keluarga yang menderita. Yang termasuk dalam beban obyektif adalah beban biaya finansial untuk merawat dan pengobatan, tempat tinggal, makan, dan transportasi.

Mengingat prevalensi kesehatan dan bahan ketergantungan masalah mental pada orang dewasa dan anak-anak tidak mengherankan bahwa ada emosi serta beban keuangan yang sangat besar pada individu, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Dampak ekonomi dari penyakit mental mempengaruhi pribadi, kemampuan orang sakit dan sering pengasuh mereka untuk bekerja, produktivitas ditempat kerja dan kontribusi terhadap perekonomian nasional, serta pemanfaatan pengobatan dan layanan dukungan. Biaya pengobatan gangguan mental ditanggung oleh keluarga. Anggota keluarga perlu mengatur menyisihkan

(6)

sejumlah besar waktu mereka untuk merawat seseorang dengan gangguan mental. Hal ini membuat sulit bagi anggota keluarga untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk berpegang pada pekerjaan yang ada, atau mereka mungkin kehilangan pendapatan karena mengambil waktu dari pekerjaan.

Penderita skizofrenia harus mengandalkan jaminan sosial, atau bantuan keuangan lainnya karena tidak dapat bekerja. Sakit membuat penderita ketergantungan keuangan. Karena skizofrenia memerlukan perawatan medis yang memadai. Selain ketergantungan keuangan, penderita skizofrenia bergantung pada berbagai tingkatan kegiatan untuk hari-hari kehidupan, termasuk menyiapkan makanan, obat-obatan, pembayaran tagihan mengingat perawatan skizofrenia membutuhkan waktu yang lama karena penyakit ini merupakan penyakit kambuhan, dan membutuhkan biaya selama pengobatan (Tina, 2000).

2. Beban Subyektif

Beban subyektif merupakan beban yang berupa distres emosional yang dialami anggota keluarga yang berkaitan dengan tugas merawat anggota keluarga yang menderita. Yang termasuk kedalam beban subjektif adalah ansietas akan masa depan, sedih, frustasi, merasa bersalah, kesal, dan bosan.

Memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia dapat membawa beban berat rasa malu, sebagian besar perilaku mengganggu dapat membuat anggota keluarga merasa terintimidasi dan kadang-kadang takut untuk hidup mereka yang mendapat stigma negatif dari masyarakat. Diagnosa skizofrenia sering terkait dengan kegilaan hal ini membawa rasa malu untuk keluarga, perilaku pasien yang tidak dapat diterima secara sosial. Keluarga sering mengalami perasaan campur aduk,

mereka merasa sedih, frustasi muncul ketika mereka menangani situasi yang mengganggu terkait dengan perilaku sakit anggota keluarga. Terburuk dari semua, keluarga bukannya menerima dukungan dari masyarakat, melainkan keluarga dituding sebagai salah satu penyebab penyakit. Situasi ini menyebabkan stress yang sangat besar dalam keluarga tersebut (Tina, 2009).

Skizofrenia biasanya di diagnosis antara usia 18 sampai 30 tahun oleh karena itu orang tua menjadi pengasuh sebagian besar pasien. Orang tua sebagai pengasuh untuk anak-anak dewasa, memiliki kelebihan dan kekurangan yang paling penting cinta tanpa syarat dari orang tua kepada anak.

Tetapi dalam perjalanan merawat pasien penderita skizofrenia orang tua sering kali bertanya-tanya siapa yang akan merawat keluarga yang menderita skizofrenia ketika orang tua sakit atau ketika mereka meninggal dunia.

Kondisi yang membuat keluarga sedih adalah karena penderita skizofrenia memiliki hidup dengan kambuhnya penyakit yang pada akhirnya akan

menimbulkan perasaan

ketidakberdayaan dan keputusasaan (Tina, 2009).

3. Beban Iatrogenik

Beban iatrogenik merupakan beban yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang dapat mengakibatkan intervensi dan rehabilitasi tidak berjalan sesuai fungsinya, termasuk dalam beban ini, bagaimana sistem rujukan dan program pendidikan kesehatan. Penyedia layanan perlu memahami keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia, bagaimana kualitas hidup mereka dan faktor yang mempengaruhi persepsi hidup mereka. Pengetahuan ini memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk lebih efektif membantu

(7)

memberikan perawatan dan kemudian meningkatkan kualitas pelayanan yang disampaikan. Di beberapa negara orang-orang dengan gangguan mental memiliki akses terbatas pada perawatan kesehatan mental dan perawatan yang mereka butuhkan. Survey Atlas WHO menunjukkan bahwa 65% kondisi yang sangat tidak memuaskan pada tempat tidur yang ada dirumah sakit jiwa.

Metodelogi

Penelitian ini berjenis deskriptif bertujuan untuk mengidentifikasi beban keluarga pasien skizofrenia. Jumlah sample sebanyak 100 orang yang diambil secara accidental sampling. Penelitian dilakukan di Poliklinik RSJ Provsu Medan bulan Oktober 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan mengggunakan kuisioner.

Hasil

Hasil penelitian pada anggota keluarga yang dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa menggambarkan bahwa mayoritas anggota keluarga yang berusia 56-65 tahun sebanyak 37 orang (37%), mayoritas anggota keluarga yang berpendidikan SMA sebanyak 59 orang (59%), mayoritas anggota keluarga yang beragama islam sebanyak 55 orang (55%), berdasarkan pekerjaan mayoritas anggota keluarga yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 32 orang (32 %), berdasarkan penghasilan mayoritas anggota keluarga yang berpenghasilan <1.800.000 sebanyak 57 orang (57 %), mayoritas anggota keluarga yang tinggal diluar kota Medan sebanyak 67 orang (67 %).

Hasil penelitian beban keluarga terdiri dari ringan, sedang dan berat dari hasil penelitian dengan 100 orang anggota keluarga diperoleh data bahwa anggota keluarga yang berada pada kategori beban ringan sebanyak 4 orang (4%), anggota

keluarga yang berada pada kategori beban sedang sebanyak 90 orang (90%), anggota keluarga yang berada pada kategori berat sebanyak 6 orang (6 %).

Hasil penelitian anggota keluarga yang mengalami beban objektif selama merawat pasien skizofrenia terdiri dari ringan, sedang dan berat, hasil penelitian pada 100 orang anggota keluarga diperoleh data bahwa anggota keluarga yang berada pada beban ringan sebanyak 22 orang (22%) dan anggota keluarga yang berada pada beban sedang sebanyak 70 orang (70%), anggota keluarga yang berada pada beban berat sebanyak 8 orang.

Hasil penelitian beban iatrogenik pada keluarga yang merawat pasien skizofrenia terdiri dari ringan, sedang dan berat, dari hasil penelitian pada 100 orang anggota keluarga diperoleh data bahwa anggota keluarga yang berada pada kategori beban ringan sebanyak 2 orang (2 %) dan anggota keluarga yang berada pada kategori beban sedang sebanyak 98 orang (98 %), anggota keluarga yang berada pada kategori beban berat tidak ada.

Pembahasan

Hasil penelitian mengenai beban keluarga dalam merawat pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah dilakukan terhadap 100 anggota keluarga diperoleh data bahwa anggota keluarga yang berada pada kategori sedang yakni sebanyak 90 orang (90%). Beban keluarga yang paling sering muncul adalah beban finansial, membutuhkan waktu khusus dalam merawat anggota keluarga dengan skizofrenia, merasa malu dan merasa sedih dengan kondisi anggota keluarga yang sakit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Desi (2013) yang mengatakan bahwa keluarga yang anggota keluarganya menderita

(8)

skizofrenia seluruh keluarganya akan terkena dampaknya. Beban keluarga yang paling sering muncul adalah beban ketidakmampuan merawat diri, ketidakmampuan menangani uang, ketakutan akan keselamatan, baik pasien maupun anggota keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Klein (1996) yang menyatakan penderita skizofrenia akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain, ini dikarenakan dalam keluarga ada sebuah sistem yang saling mempengaruhi, sehingga setiap anggota keluarga terhubung satu dengan yang lain. Apabila terjadi perubahan pada seorang anggota keluarga, maka anggota keluarga yang lain juga terkena dampaknya.

Beban keluarga menjadi semakin bertambah karena mayoritas keluarga berpenghasilan <Rp.1.800.000, perbulan sebanyak 57 orang (57%). Keluarga dengan tingkat ekonomi rendah akan memiliki beban berat karena dengan pendapatan yang rendah keluarga harus memenuhi kebutuhan keluarganya yang menderita skizofrenia dengan demikian kebutuhan keluarga akan semakin meningkat.

Keluarga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit setiap bulannya untuk membawa pasien skizofrenia kontrol ke rumah sakit jiwa. Kondisi ini membuat beban keluarga menjadi lebih berat mengingat mayoritas reponden memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta yang penghasilannya tidak menetap setiap bulan.

Penghasilan yang tidak pasti setiap bulan membuat beban keluarga menjadi berat karena tidak jarang keluarga harus mengeluarkan biaya Rp.600.000 untuk biaya transportasi khususnya keluarga yang tinggal diluar kota medan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Putri (2012) yang mengatakan beban yang dialami keluarga semakin bertambah bisa dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah faktor sosial ekonomi, banyak keluarga yang memiliki penghasilan rendah

yaitu : Rp. 1.178.640, jumlah tersebut merupakan nominal yang sangat jauh dibawah standar UMR Bogor tahun 2012 yaitu: Rp. 2.002.000. Sesuai dengan penelitian Gururaj (2008) menemukan bahwa dari enam dimensi beban keluarga dengan skizofrenia, skor finansial memiliki rata-rata yang paling tinggi. Oleh karena itu apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang cukup atau jaminan kesehatan, maka akan beban yang semakin bertambah bagi keluarga.

Sejalan dengan Rudnick (2011), mengatakan bahwa beban yang tertinggi dalam merawat pasien skizofrenia adalah kondisi keuangan yang tidak mendukung membuat khawatir dan cemas, dimana cemas akan mengakibatkan stres dan menambah penyakit fisik bagi caregiver.

Beban Objektif

Hasil penelitian mengenai beban objektif keluarga dalam merawat pasien skizofrenia dipoliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah dilakukan terhadap 100 responden diperoleh data bahwa responden yang berada pada kategori sedang yakni sebanyak 70 orang (70%). Hal ini disebabkan karena keluarga harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan setiap bulannya dan biaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarga dengan skizofrenia. Kondisi ini dirasakan semakin sulit karena mayoritas keluarga memiliki pekerjaan wiraswasta dengan pendapatan yang tidak pasti.

Keluarga tidak bisa melakukan pekerjaan ketika harus membawa anggota keluarga kontrol karena membutuhkan waktu seharian, waktu tersebut seharusnya dapat digunakan keluarga untuk bekerja, hal ini membuat pendapatan keluarga semakin berkurang sedangkan ketika kontrol keluarga harus membayar biaya transportasi dan biaya makan pasien dan keluarga selama dalam perjalanan ke Rumah Sakit Jiwa dan kondisi ini membuat

(9)

beban keluarga dalam finansial semakin bertambah. Sesuai hasil penelitian 53 orang (53%) mengatakan membutuhkan waktu khusus dalam merawat anggota keluarga yang sakit dimana waktu tersebut habis digunakan untuk memberi makan, memberi minum obat, memandikan pasien, menjaga pasien dan memenuhi kebutuhan sehari- hari pasien mengingat penyakit skizofrenia ini merupakan penyakit kronis, butuh waktu lama keluarga untuk mendampingi.

Sejalan dengan hasil penelitian Nadya (2009) menjelaskan beban objektif adalah berbagai beban dan hambatan yang dijumpai dalam kehidupan keluarga yang berkaitan dengan perawatan penderita gangguan jiwa, diantaranya adalah beban finansial yang dikeluarkan untuk merawat penderita yang membuat beban keluarga semakin bertambah.

Sejalan dengan Mohr (2006) mengatakan beban objektif adalah masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan perawatan klien, yang meliputi: tempat tinggal, makanan, transportasi, pengobatan, keuangan, intervensi krisis. Keluarga memerlukan biaya untuk klien, mengantarkanya berobat. Hal ini akan semakin meningkat jika berlangsung lama.

Beban objektif merupakan beban dan hambatan yang dijumpai dalam kehidupan suatu keluarga yang berhubungan dengan pelaksanaan merawat salah satu anggota keluarga yang menderita. Yang termasuk dalam beban objektif adalah beban finansial untuk merawat dan pengobatan, tempat tinggal, makan dan transportasi.

Mengingat prevalensi kesehatan dan bahan ketergantungan masalah mental pada orang dewasa dan anak-anak tidak mengherankan bahwa ada emosi serta beban keuangan yang sangat besar pada keluarga (Fontaine, 2009).

Hasil penelitian sebelumnya Fitrikasari (2012) menyatakan bahwa 89 orang responden (89%) dari 100 responden yang

di teliti merasa terbebani dengan kondisi ekonomi yang timbul karena merawat keluarga yang menderita skizofrenia.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Tobing (2007) skizofrenia adalah penyakit yang sangat merusak, tidak hanya bagi yang terkena tetapi pada keluarganya juga.

Atmosfir dalam keluarga adalah seperti menunggu terus-menerus akan meledaknya sebuah bom, keluarga hidup dengan ketakutan yang menetap bahwa gejala- gejala akan muncul lagi. Beberapa studi tentang masalah yang paling sering timbul muncul adalah ketidakmampuan untuk merawat diri, ketidakmampuan manangani uang.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Rudnick (2011), bahwa selain membawa pasien kontrol rutin setiap bulan keluarga juga harus menyediakan waktu khusus dalam merawat pasien dirumah karena tak jarang bila pasien kambuh, pasien kabur dari rumah, menari-nari di depan rumah tetangga, marah-marah terhadap orang sekitar rumah dan tak jarang pasien membuat keributan dan mengganggu orang lain.

Pendapat lain menyatakan penghasilan keluarga merupakan salah satu wujud dari dukungan instrumental yang akan digunakan dalam mencari pelayanan kesehatan jiwa dalam merawat anggota keluarga dengan skizofrenia. Dukungan instrumental sangat berpengaruh dalam merespon beban keluarga terutama yang bersifat beban objektif, seperti beban finansial, pengobatan, bagaimana mencari pelayanan kesehatan jiwa dan cara merawat anggota keluarga dengan skizofrenia (Friedman, 2010).

Beban Subjektif

Hasil penelitian mengenai beban subjektif keluarga dalam merawat spasien skizofrenia dipoliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah dilakukan terhadap 100 responden

(10)

diperoleh data bahwa responden yang berada pada kategori sedang yakni sebanyak 63 orang (63%). Hal ini disebabkan karena perilaku anggota keluarga kadang-kadang suka menari-nari didepan rumah tetangga, tak jarang anggota keluarga dengan skizofrenia kabur dari rumah, marah-marah di depan umum dan melukai orang lain. Kondisi ini membuat beban keluarga semakin berat dalam merawat pasien dengan skizofrenia karena tak jarang keluarga mendapat teguran dari tetangga supaya lebih menjaga anggota keluarga dengan skizofrenia dan mendapat stigma negatif dari masyarakat setempat.

Hasil penelitian sebanyak 59 orang (59%) keluarga mengatakan merasa malu dengan tetangga karena kondisi anggota keluarga yang sakit, hasil analisis peneliti kondisi ini menjadi semakin sulit karena keluarga mendapat stigma yang negatif dari tetangga, dimana stigma ini muncul karena adanya perilaku aneh dari anggota keluarga yang menderita skizofrenia seperti: menari- nari didepan umum, berbicara sendiri, tertawa sendiri dan tak jarang penderita marah –marah dan melukai tetangga.

Keluarga malu karena adanya stigma dari masyarakat bahwa memiliki keluarga yang mengalami gangguan jiwa merupakan aib, atau kutukan dari Tuhan.

Hasil penelitian Ngadiran (2010) mengatakan kondisi dalam merawat pasien skizofrenia dapat terjadi berulang selama bertahun-tahun, kondisi ini membuat keluarga merasa malu, sedih dan bosan selama merawat anggota keluarga sehingga tak jarang ada keluarga yang mengganggap bahwa kondisi ini merupakan kutukan atau hukuman dari Tuhan buat keluarga mereka.

Beban psikologis yang dirasakan oleh keluarga merupakan akumulasi dari rasa putus asa atau frustasi yang dialami keluarga karena pengobatan lama yang belum membuahkan hasil yang diharapkan, perasaan negatif karena perilaku yang dilakukan klien dengan skizofrenia membuat keluarga merasa marah, bingung,

takut dan perasaan keluarga yang lebih emosional, hal ini dikarenakan keluarga merawat klien dengan waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan rasa capek dan kesal terhadap klien.

Pernyataan diatas juga diperkuat oleh pendapat Mohr (2006) bahwa beban subjektif yang dirasakan oleh keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah rasa kehilangan, rasa takut, merasa bersalah, rasa marah terhadap diri sendiri, marah terhadap keluarga, bahkan terhadap Tuhan.

Sesuai dengan Fontaine (2009), menyatakan bahwa memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia dapat membawa beban secara berlebih rasa malu, sedih, frustasi, merasa bersalah, kesal dan bosan, sebagian besar perilaku mengganggu dapat membuat anggota keluarga merasa terintimidasi dan kadang- kadang takut untuk hidup mereka yang mendapat stigma negatif dari masyarakat.

Menurut Rudnick (2011) beban lain yang dialami oleh caregiver dalam merawat pasien skizofrenia seperti: malu, cemas, khawatir, merasa putus asa, sedih, merasa dikucilkan. Menurut WHO (2003), secara umum tampak yang dirasakan oleh keluarga dengan anggota keluarga dengan skizofrenia adalah meningginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan melakukan aktivitas sosial. Selain itu juga muncul beban keluarga karena stigma sosial terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul bisa berupa psikologis.

Beban Iatrogenik

Hasil penelitian mengenai beban Iatrogenik keluarga dalam merawat pasien skizofrenia dipoliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah dilakukan terhadap 100 responden diperoleh data bahwa responden yang berada pada kategori sedang yakni sebanyak 98 orang (98%).

(11)

Untuk menjaga kondisi pasien agar tetap stabil dan tidak kambuh keluarga harus rutin membawa pasien kontrol ke Rumah Sakit Jiwa untuk mendapat pelayanan kesehatan jiwa, dalam hal ini petugas kesehatan sangat berperan penting dalam proses kesembuhan pasien, tak jarang sikap petugas kesehatan dalam memberi pelayanan menambah beban bagi keluarga.

Hasil penelitian sebanyak 73% keluarga menyatakan kadang-kadang petugas kesehatan memahami kondisi pasien dan keluarga, Kondisi ini membuat beban keluarga dalam merawat pasien skizofrenia semakin bertambah karena keluarga masih harus menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 85%

keluarga mengatakan kadang-kadang terlalu lama menunggu ketika berobat dipelayanan kesehatan. Kondisi ini semakin bertambah sulit mengingat mayoritas responden (37%) berusia 54-65 tahun, merupakan usia yang semakin lanjut, dengan menunggu ditempat pelayanan kesehatan yang lama membuat keletihan pada fisik responden terutama responden yang berasal dari luar kota yang mana membutuhkan 4-6 jam perjalanan untuk memperoleh pelayanan kesehatan, keletihan fisik ini tak jarang membuat responden menjadi sakit. Hasil penelitian sebanyak 67 orang (67%) keluarga tinggal di luar kota medan, kondisi ini membuat beban keluarga menjadi semakin bertambah mengingat perjalanan yang ditempuh ke pelayanan kesehatan cukup jauh dan membutuhkan waktu yang lama dan sesampainya di poliklinik keluarga masih harus menunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Menurut keluarga mereka sudah tiba di poliklinik pukul 08.00 wib, tetapi mereka baru bisa bertemu dokter jam 9.30 wib dan sebelum bertemu dokter mereka masih harus bertemu mahasiswa ko. Ass yang melakukan anamnesa, prosedur ini dirasakan membutuhkan waktu yang lama.

Berbeda dengan hasil penelitian Ngadiran (2010) mengatakan bahwa dari beberapa responden mengungkapkan bahwa dokter kurang memberikan penjelasan tentang penyakit dan kondisi yang diderita anggota keluarga, hal ini membuat keluarga semakin bingung dengan kondisi anggota keluarga yang sakit. Pengalaman keluarga dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dinyatakan oleh beberapa partisipan sebagai masalah, hal ini terjadi karena kurang terapeutiknya komunikasi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga.

Hal ini didukung pendapat Mohr (2006) beban Iatrogenik yaitu beban yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang salah satu penyebabnya adalah faktor tenaga kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan.

Hal ini sesuai dengan Fontaine (2009), beban iatrogenik merupakan beban yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang dapat mengakibatkan intervensi dan rehabilitasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Penyedia layanan perlu memahami keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia, bagaimana kualitas hidup mereka dan faktor yang mempengaruhi persepsi hidup mereka.

Pengetahuan ini memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk lebih efektif membantu memberikan perawatan dan kemudian meningkatkan kualitas pelayanan yang disampaikan.

Menurut undang-undang kesehatan tahun 2009 bahwa tentang tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dibidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Peneliti berasumsi bahwa beban iatrogenik tidak dapat di elakkan karena masih ada karyawan yang bekerja tidak optimal dalam

(12)

memberikan pelayanan kesehatan sehingga menambah beban keluarga dalam merawat pasien skizofrenia.

Simpulan dan Saran

Hasil penelitian, beban keluarga berada pada kategori ringan yakni 4 orang (4%), pada kategori beban sedang sebesar 90 orang (90%) dan pada kategori berat sebesar 6 orang (6%). Sedangkan untuk masing-masing subvariabel beban keluarga: beban keluarga objektif pada kategori ringan yakni sebesar 22 orang (22%), pada kategori sedang sebesar 70 orang (70%) dan pada kategori berat sebesar 8 orang( 8%), beban keluarga subjektif pada kategori ringan yakni sebesar 22 orang (22%), pada kategori sedang sebesar 63 orang (63%) dan pada kategori berat sebesar 15 orang (15%), beban keluarga iatrogenik pada kategori ringan yakni sebesar 2 orang (2%), pada kategori sedang sebesar 98 orang (98%) dan pada kategori berat 0%

Perawat diharapkan mampu mengurangi beban dan kejenuhan anggota keluarga yang merawat pasien skizofrenia dengan menyediakan konseling bagi pasien dan keluarga, penyuluhan kesehatan tentang skizofrenia dan mengaktifkan home visit.

Daftar Pustaka

Angiananda, F (2006). Pengkajian beban kebutuhan dan sumber daya keluarga dalam merawat penderita skizofrenia: studi kasus.

Jakarta: Universitas Indonesia Arif, (2006). SKIZOFRENIA Memahami

Dinamika Keluarga Pasien, Jakarta: Refika ADITAMA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Dharma, (2011). Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: Tran Info Media

Fitrikasari, (2012). Stigma Gangguan Jiwa Harus di Ubah ppid.

Rskariadi.co.id/ diakses tanggal 25 desember 2014

Fontaine, K.L. (2009). Mental health nursing. New Jersey: Pearson Education Inc

Friedman, M.M, Bowden, O & Jones, M (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. ( edisi 5). Jakarta : EGC

Greene, B & Nevid, J. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: EGC

Gururaj, G.P. (2008). Family burden, quality of life an diasbilityn obsesive compulsive disorder, in indian perspective. J post gradmed. 91-97

Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Hawari, D. (2006). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.

Jakarta: FK-UI

Health, H. (2010). Konfrensi Nasional Skizofrenia 2010. www.klik dokter.com diperoleh tanggal 28 Mei 2014

Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 2, no.1, Mei 2014: 41-50

Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 1, no.2, November 2013: 148-155

Kaplan,& Sadock. (2010). Kaplan &

Sadock’s Sinopsis Psikiatry, edition. Jakarta: Bina Rupa Aksara

(13)

Kwan,T. (2009). Quality Of Life Infamily Care Givers Of Person With Schizophrenia. Arizona: UMI Klein, D.M. & James M.W. 1996. Family

Theories An Introduction Thousand Oaks: sage Publication, Inc., h 155

Mohr, W.K. (2006). Psychiatric mental health nursing (6 th ed.).

Philadelphia: Lipincott williams wilkins

Nadya. R. (2009). Gambaran kebahagiaan dan karakteristik positif wanita dewasa madya yang menjadi caregiver informal penderita skizofrenia. Depok: Fakultas Psikologi UI

Ngadiran, (2010). Tesis: Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Tentang Beban dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan Halusinasi http: // lib.ui.ac.id/

diakses tanggal 18 Desember 2014 Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rika Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Surabaya: Salemba Medika

Polit, (2005). Essensial Of Nursing Resach:

Methode Appraisal and Utilization. 60th ed. Philadelphia:

Lippincott, William & Wilkins Pusat penelitian dan Perkembangan Depkes

RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta

Putri.Y.S.E (2012). Hubungan dukungan keluarga dan beban keluarga dalam merawat perilaku kekerasan di RS.Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Depok.

FIK. UI. Tesis

Lumbantobing, (2007). SKIZOFRENIA GILA. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia Rudnick A. (2004): Burden of caregivers of

mentally ill individualis in israel:

A family participatipatory study.

International Journal of psychosocial Rehabilitation. 9(1), 147-152

Sasanto, (2011). Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa.

http://www. Balipost.co.id/

balipost cetak/2005/8/3/k3.

Htm.diunduh tanggal 5 April 2014 Saryono. (2011). Metode Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC WHO. (2008). Investing In Mental health.

www.Who. Int// Mental health diperoleh tanggal 8 maret 2013.

WHO. (2009). Improving Health System and Service For mental health:

Who Library Cataloguing-in.

Publication Data.

Referensi

Dokumen terkait

· Pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat dimulai dengan menyusun data mentah ke dalam urutan yang sistematis ( dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar atau

PHP memberikan kemudahan bagi perancang situs web untuk dapat mengembangkan dan membuat tampilan halaman informasi yang baik

Instrumen keuangan yang diterbitkan atau komponen dari instrumen keuangan tersebut, yang tidak diklasifikasikan sebagai liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui

Dalam memodifikasi alternator mobil menjadi generator sinkron 3 fasa 220V/ 380V, 50Hz yang dilakukan adalah meng- ubah jumlah kutub alternator yang semu- la berjumlah

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2014/2015 PROGRAM STUDI : KOMPUTERISASI AKUNTANSI.

Dihasilkan sebuah rancangan dan cetak biru ( blue print ) sistem pengukuran kinerja (SPK) Jurusan Teknik Mesin yang dapat memberikan informasi kepada stakeholder dan pengambil

Pendekatan analisa teknikal belum tentu cocok bagi semua investor, pembaca disarankan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri mengenai analisa investasi yang cocok dengan

[r]