• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol Daun Andong HijaU (Cordyline fruticosa. Goepp) Terhadap Tikus Putih Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol Daun Andong HijaU (Cordyline fruticosa. Goepp) Terhadap Tikus Putih Jantan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN ANDONG HIJAU (Cordyline fruticosa. Goepp) TERHADAP

TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

OLEH: SISMA ARITA NIM 071524066

PROGRAM EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN ANDONG HIJAU (Cordyline fruticosa. Goepp) TERHADAP

TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: SISMA ARITA NIM 071524066

PROGRAM EKSTENSI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Pengesahan Skripsi

UJI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL DAUN ANDONG HIJAU (Cordyline fruticosa. Goepp) TERHADAP

TIKUS PUTIH JANTAN

OLEH: SISMA ARITA NIM 071524066

Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: September 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,Apt.) (

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001 Dr. Karsono, Apt.)

(Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt.)

Pembimbing II, NIP 195504241983031003

(Dr. Dr. Edy Suwarso, SU,.Apt.) (

NIP 195709091985112001 NIP 195109081985031002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt)

(

NIP 195011171980022001 Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt)

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan

karuniaNya yang luar biasa besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi

persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada

Ayahanda Tawar, SE.MM dan Ibunda Siti Rahmah, Kakanda Andriadi, serta

Adinda Apriandiora, Rizki Pira Seni dan Reni Mahara yang senantiasa

mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materil yang tiada

putus-putusnya.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan beserta para

Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan fasilitas serta sarana.

2. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,Apt sebagai penasehat akademik, sebagai

pembimbing, terima kasih atas segala arahan dan nasehat selama melakukan

penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Edy Suwarso, SU,.Apt sebagai pembimbing terima kasih atas

segala arahan dan nasehat selama melakukan penelitian hingga selesainya

penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Panitia Penguji atas segala arahan dan masukan yang sangat

(5)

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik

penulis dalam perkuliahan.

6. Bapak Drs.Panal Sitorus, M.Si,.Apt selaku Kepala Laboratorium

Farmakognosi dan Drs. Syaiful Bahri M.Si.,Apt selaku Kepala Laboratorium

Farmakologi beserta seluruh staf yang telah mengizinkan penulis

menggunakan fasilitas laboratorium selama penelitian.

Penulis paham bahwa tulisan ini masih jauh dari titik kesempurnaan, untuk itu

sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif demi

penyempurnaannya. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat

bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan

khususnya di bidang farmasi.

Medan, September 2010

Penulis,

(6)

ABSTRAK

Serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mula-mula di ekstraksi

dengan etanol 80% secara perkolasi, diuapkan dengan bantuan rotary evaporator

lalu difreez driyer didapat ekstrak kental. Ekstrak etanol diuji pada hewan

percobaan untuk mengetahui efek diuretic dan dibandingkan menggunakan

furosemid (3,6 mg/kg BB). Setelah itu volume urin di ukur dan di hitung kadar

natrium dan kalium dengan alat AAS.

Hasil karakterisasi serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) di

peroleh hasil kadar air 5,99%, kadar abu total 6,81%, kadar abu total tidak larut

dalam asam 1,46%, kadar sari larut air 28,32%, kadar sari larut dalam etanol

14,48%.

Ekstrak etanol 80% daun andong dengan dosis 100 mg/kg BB, dosis 200

mg/kg BB, dan dosis 400 mg/kg BB memberikan efek diuretika dibandingkan

dengan kontrol (CMC 5 mg) yang diberikan secara oral selama 6 jam. Setelah

pemberian ekstrak etanol daun andong (EEDA) dengan dosis yang bervariasi

yaitu untuk control CMC ( 5 mg), dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB,

dosis 400 mg/kg BB dan Furosemid( 3,6 mg/kg BB) sebagai pembanding.

Didapat volume urin total secara berturut-turut yaitu 18,4 ml; 23,2 ml; 27,5 ml;

30,4 ml dan 34,1 ml. Kemudian dihitung kadar natrium dan kalium dengan alat

AAS. Rata-rata kadar natrium didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 15,80

mcg; 19,22 mcg; 19,86 mcg; 32,44 mcg; dan 42,49 mcg. Rata-rata kadar kalium

didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 61,45 mcg; 62,35 mcg; 77,71 mcg;

81,29 mcg; dan 91,80 mcg.

Dapat disimpulkan bahwa pada pemberian ekstrak etanol daun andong

dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB dan dosis 400 mg/kg BB menunjukkan

efek sebagai diuretika. Semakin tinggi dosis EEDA yang digunakan maka akan

bersifat diuretika.

(7)

ABSTRACT

Andong leaf powder (Cordyline fruticosa. Goepp) first in the extraction

with 80% ethanol by percolation, evaporated with the aid of rotary evaporator and

the extract obtained driyer difreez thick. The ethanol extract was tested in animal

experiments to determine the effect of diuretics and compared using furosemide

(3.6 mg / kg BW). After urine volume was measured and calculated levels of

sodium and potassium by means of AAS.

The results of powder characterization andong leaf (Cordyline fruticosa.

Goepp) was obtained the results of water content 5.99%, 6.81% total ash, total ash

insoluble in acid 1.46%, water soluble extract concentration 28.32%, soluble in

ethanol extract concentration 14.48%.

80% ethanol extract of leaves of carriage with a dose of 100 mg / kg, a

dose of 200 mg / kg, and doses of 400 mg / kg BW diuretic effect compared to

controls (CMC 5 mg) given orally for 6 hours. After treatment with ethanol

extract of leaves of carriage (EEDA) with varying doses for the control of CMC

(5 mg), doses of 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg, a dose of 400 mg / kg BW

and furosemide (3.6 mg / kg BW) as a comparison. Obtained a total volume of

urine in a row is 18.4 ml, 23.2 ml, 27.5 ml, 30.4 ml and 34.1 ml. Then the

calculated concentration of sodium and potassium by means of AAS. Average

sodium content of the results obtained in a row is 15.80 mcg; 19.22 mcg; 19.86

mcg; 32.44 mcg; and 42.49 mcg. Average potassium content of the results

obtained in a row is 61.45 mcg; 62.35 mcg; 77.71 mcg; 81.29 mcg; and 91.80

mcg.

It can be concluded that the ethanol extract of leaves andong dose 100 mg

/ kg, a dose of 200 mg / kg bw and the dose of 400 mg / kg BW showed a diuretic

effect.The higher dose used EEDA will be diuretic.

(8)

DAFTAR ISI

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 5

(9)

2.2 Uraian Kimia ... 8

2.2.1 Triterpenoida dan Steroida ... 8

2.3 Metode Ekstraksi ... 9

2.4 Diuretika ... 12

2.4.1 Furosemid ... 13

2.5 Mekanisme Kerja Diuretik ... 13

2.6 Mekanisme Pembentukan Urin... 15

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom ... 16

BAB II METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Alat – alat yang digunakan ... 18

3.2 Bahan – bahan yang digunakan ... 19

3.2.1 Bahan Tumbuhan . ... 19

3.2.2 Bahan Kimia. ... 19

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 19

3.3.1 Asam Klorida 2 N b/v ... 19

3.3.2 Besi (III) Klorida 10 % b/v ... 19

3.3.3 Timbal (II) Asetat 0,4 M b/v ... 19

3.3.4 Pereaksi Molish ... 20

3.3.5 Pereaksi Meyer ... 20

3.3.6 Pereaksi Bouchardat ... 20

3.3.7 Pereaksi Dragendorff ... 20

3.3.8 Natrium Klorida 0,9% b/v ... 20

3.3.9 Natrium Klorida 0,0113 N ... 20

(10)

3.3.11 Kalium Kromat 5% ... 21

3.3.12 Larutan Induk Kalium ... 21

3.3.13 Larutan Induk Natrium... 21

3.4 Penyiapan Bahan ... 21

3.4.1 Determinasi Tumbuhan ... 21

3.4.2 Pengumpulan Sampel ... 21

3.4.3 Pengolahan Sampel ... 22

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol ... 22

3.6 Karakterisasi Simplisia ... 23

3.6.1 Penetapan Kadar Air ... 23

3.6.2 Penetapan Kadar Abu Total ... 24

3.6.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam ... 24

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 24

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 24

3.6.6 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia... 25

3.6.7 Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia ... 25

3.7 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia ... 25

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 25

3.7.2 Pemeriksaan Glikosida... 26

3.7.3 Pemeriksaan Flavonoida ... 27

3.7.4 Pemeriksaan Saponin ... 27

3.7.5 Pemeriksaan Tanin... 28

3.7.6 Pemeriksaan Steroida / Triterpenoida ... 28

(11)

3.9 Pembuatan Suspensi CMC 0,5% ... 28

3.10 Pembuatan Suspensi Furosemid ... 29

3.11 Pembuatan Larutan Induk Suspensi Ekstrak Etanol ... 29

3.12 Persiapan Hewan Percobaan... 29

3.13 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi ... 30

3.14 Penentuan Kadar Na dan K dengan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) ... 30

3.15 Pengolahan Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 32

4.2 Hasil Pengujian Farmakologi ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi / Determinasi Tumbuhan Andong

Hijau (Cordyline fruticosa. Goepp) ... 48

2. Gambar Tumbuhan daun Andong Hijau ... 49

3. Simplisia Daun Andong Hijau dan Serbuk Daun Andong Hijau... 50

4. Gambar Hewan Tikus Putih Jantan ... 51

5. Mikroskopis penampang melintang daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 52

6. Mikroskopis penampang membujur atas daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 53

7. . Mikroskopis penampang membujur bawah daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 54

8. Mikroskopis serbuk daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 55

9. Hasil Skrining Golongan Senyawa Kimia Daun Andong Hijau ... 56

10. Perhitungan Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Andong Hijau ... 57

11. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Daun Andong Hijau ... 58

12. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Air Simplisia Daun Andong Hijau ... 59

13. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total ... 60

14. Seperangkat Alat Modifikasi Penampung Urin Tikus... 62

(13)

16. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Andong Hijau ... 64

17. Perhitungan CMC 0,5% ... 65

18. Perhitungan Dosis Furosemid 40 mg ... 66

19. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol Daun Andong Hijau ... 67

20. Perhitungan Kadar Na dan K ... 68

21. Tabel Hasil Penelitian ... 70

22. Grafik Volume total urin,kadar natrium urin total dan kadar kalium urin total, pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau (EEDAH) dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb dan Furosemid 3,6 mg/kgbb ... 71

23. Prosedur Kerja Perlakuan Terhadap Tikus... 73

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data volume urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis 100 mg/Kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/Kg BB, Furosemid 3,6 mg/Kg BB dan Kontrol (CMC 1 mg/Kg BB) dengan

Pengulangan n=6 ... 34

2 . Perhitungan SPSS dari Volume Total Urin ... 35

3. Data kadar natrium urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis 100 mg/Kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/Kg BB, Furosemid 3,6 mg/Kg BB dan Kontrol (CMC 1 mg/Kg BB) dengan

Pengulangan n=6 ... 38

4. Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Urin Total ... 39

5. Data kadar kalium urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis 100 mg/Kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/Kg BB, Furosemid 3,6 mg/Kg BB dan Kontrol (CMC 1 mg/Kg BB) dengan

Pengulangan n=6 ... 41

6. Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Kalium Urin Total ... 42

7. Hasil Skrining Golongan Senyawa Kimia Daun Andong Hijau

(Cordyline fruticosa. Goepp ... 56

8. Tabel Hasil Penelitian ... 70

(15)

DAFTAR GAMBAR

7. Mikroskopis penampang melintang daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 52

8. Mikroskopis penampang membujur daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 53

9. Mikroskopis serbuk daun Andong Hijau dengan perbesaran 10x40 ... 54

10. Seperangkat Alat Modifikasi Penampung Urin Tikus ... 62

11. Kandang Metabolik (A), Neraca hewan (Presica, Geniweight (GW – 1500) (B), Penangas Air (C) dan Neraca Listrik (D) ... 63

12. Grafik volume total urin pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau (EEDAH) dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan Furosemid 3,6 mg/kg BB ... 71

13. Grafik kadar natrium urin total pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan Furosemid 3,6 mg/kg BB ... 71

14. Grafik kadar kalium urin total pada pemberian Ekstrak Daun Andong Hijau dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan Furosemid 3,6 mg/kg BB ... 72

(16)

ABSTRAK

Serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mula-mula di ekstraksi

dengan etanol 80% secara perkolasi, diuapkan dengan bantuan rotary evaporator

lalu difreez driyer didapat ekstrak kental. Ekstrak etanol diuji pada hewan

percobaan untuk mengetahui efek diuretic dan dibandingkan menggunakan

furosemid (3,6 mg/kg BB). Setelah itu volume urin di ukur dan di hitung kadar

natrium dan kalium dengan alat AAS.

Hasil karakterisasi serbuk daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) di

peroleh hasil kadar air 5,99%, kadar abu total 6,81%, kadar abu total tidak larut

dalam asam 1,46%, kadar sari larut air 28,32%, kadar sari larut dalam etanol

14,48%.

Ekstrak etanol 80% daun andong dengan dosis 100 mg/kg BB, dosis 200

mg/kg BB, dan dosis 400 mg/kg BB memberikan efek diuretika dibandingkan

dengan kontrol (CMC 5 mg) yang diberikan secara oral selama 6 jam. Setelah

pemberian ekstrak etanol daun andong (EEDA) dengan dosis yang bervariasi

yaitu untuk control CMC ( 5 mg), dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB,

dosis 400 mg/kg BB dan Furosemid( 3,6 mg/kg BB) sebagai pembanding.

Didapat volume urin total secara berturut-turut yaitu 18,4 ml; 23,2 ml; 27,5 ml;

30,4 ml dan 34,1 ml. Kemudian dihitung kadar natrium dan kalium dengan alat

AAS. Rata-rata kadar natrium didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 15,80

mcg; 19,22 mcg; 19,86 mcg; 32,44 mcg; dan 42,49 mcg. Rata-rata kadar kalium

didapat hasilnya secara berturut-turut adalah 61,45 mcg; 62,35 mcg; 77,71 mcg;

81,29 mcg; dan 91,80 mcg.

Dapat disimpulkan bahwa pada pemberian ekstrak etanol daun andong

dosis 100 mg/kg BB, dosis 200 mg/kg BB dan dosis 400 mg/kg BB menunjukkan

efek sebagai diuretika. Semakin tinggi dosis EEDA yang digunakan maka akan

bersifat diuretika.

(17)

ABSTRACT

Andong leaf powder (Cordyline fruticosa. Goepp) first in the extraction

with 80% ethanol by percolation, evaporated with the aid of rotary evaporator and

the extract obtained driyer difreez thick. The ethanol extract was tested in animal

experiments to determine the effect of diuretics and compared using furosemide

(3.6 mg / kg BW). After urine volume was measured and calculated levels of

sodium and potassium by means of AAS.

The results of powder characterization andong leaf (Cordyline fruticosa.

Goepp) was obtained the results of water content 5.99%, 6.81% total ash, total ash

insoluble in acid 1.46%, water soluble extract concentration 28.32%, soluble in

ethanol extract concentration 14.48%.

80% ethanol extract of leaves of carriage with a dose of 100 mg / kg, a

dose of 200 mg / kg, and doses of 400 mg / kg BW diuretic effect compared to

controls (CMC 5 mg) given orally for 6 hours. After treatment with ethanol

extract of leaves of carriage (EEDA) with varying doses for the control of CMC

(5 mg), doses of 100 mg / kg, a dose of 200 mg / kg, a dose of 400 mg / kg BW

and furosemide (3.6 mg / kg BW) as a comparison. Obtained a total volume of

urine in a row is 18.4 ml, 23.2 ml, 27.5 ml, 30.4 ml and 34.1 ml. Then the

calculated concentration of sodium and potassium by means of AAS. Average

sodium content of the results obtained in a row is 15.80 mcg; 19.22 mcg; 19.86

mcg; 32.44 mcg; and 42.49 mcg. Average potassium content of the results

obtained in a row is 61.45 mcg; 62.35 mcg; 77.71 mcg; 81.29 mcg; and 91.80

mcg.

It can be concluded that the ethanol extract of leaves andong dose 100 mg

/ kg, a dose of 200 mg / kg bw and the dose of 400 mg / kg BW showed a diuretic

effect.The higher dose used EEDA will be diuretic.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjaga kelancaran pengeluaran air seni adalah tindakan yang benar dan

di anjurkan dalam dunia kesehatan. Air seni merupakan campuran air dengan

senyawa-senyawa polar yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Pengeluaran air seni

yang tidak lancar pada kandung kemih atau ginjal dalam waktu yang lama akan

menimbulkan pengkristalan dari zat-zat yang akan di buang. Zat-zat tersebut

adalah kalsium karbonat, kalsium urat, kalsium oksalat, dan kalsium lemak

(Permadi, 2006).

Dalam dunia medis sudah banyak obat kimia yang diproduksi sebagai

peluruh air seni atau diuretika. Bukan hanya obat kimia saja yang berfungsi

sebagai peluruh air seni atau diuretika. Banyak tanaman yang sudah lama dikenal

oleh nenek moyang kita yang digunakan sebagai peluruh air seni (Permadi, 2006).

Furosemida merupakan kelompok diuretika kuat yang telah teruji secara

ilmiah. Sebagai diureika kuat furosemida merupakan yang paling sering di

gunakan di Indonesia, yaitu sekitar 60% di bandingkan degan diuretika kuat

lainnya. Hal ini terjadi karena mula kerja, waktu paruh dan waktu kerja relatif

singkat, sehingga efek diuretiknya cepat timbul dan sangat cocok digunakan untuk

keadaan akut, namun pemakaian furosemida sangat disayangkan, karena dapat

menimbulkan efek samping gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

(19)

bisa menimbulkan hiponatremia dan hipokalemia (Muttscler E, 1991). Furosemid

yang digunakan dalam penelitian ini adalah furosemid Generik yang di produksi

oleh pabrik Kimia Farma @40 mg.

Dewasa ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat, baik didalam

maupun di luar negeri berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama

pada segi farmakologi maupun fitokimianya berdasarkan indikasi tumbuhan obat

yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara

empiris. Hasil penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan para pengguna

tumbuhan obat akan khasiat maupun penggunaannya (Dalimartha, 2006).

Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional sangat bermamfaat

bagi kesehatan. Penggunaanya lebih mudah dijangkau masyarakat baik harga

maupun ketersediaannya dan tidak terlalu menimbulkan efek samping, karena

masih bisa dicerna oleh tubuh. Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan

bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian

atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Salah satu tanaman yang digunakan masyarakat sebagai obat tradisional

adalah tumbuhan daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) yang berkhasiat

diuretika (peluruh air seni). Dimana kandungan kimia yang terkandung didalam

daunnya adalah tanin, saponin, flavonoid, polifenol, steroida, kalsium oksalat, dan

zat besi (Dalimartha, 2006).

Menurut pengalaman yang di peroleh dari masyarakat desa Munte, Karo

bahwa daun andong hijau dapat di gunakan sebagai obat sakit pinggang dan

(20)

setempat yaitu dengan merebus daun segar 15-30 g lalu diminum airnya

(Dalimartha, 2006).

Berdasarkan literatur dan pemaparan diatas maka menarik untuk diuji efek

farmakologi dari daun andong hijau sebagai obat diuretika dan mengangkatnya

sebagai data klinis.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka dapat dirumuskan

permasaalahan sebagai berikut:

a. bagaimana karakterisasi dari daun andong.

b. golongan apa sajakah yang terdapat dalam daun andong.

c. apakah ekstrak etanol daun andong (EEDA) mempunyai efek diuretika

terhadap tikus putih jantan.

d. apakah ada kesetaraan antara EEDA dengan furosemid sebagai diuretika.

1.3 Hipotesis

a. diduga karakterisasi simplisia daun andong hijau dapat dilakukan.

b. diduga dapat diketahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam daun

andong hijau

c. diduga ekstrak etanol daun andong hijau mempunyai efek diuretika terhadap

tikus putih jantan.

d. diduga terdapat kesetaraan antara EEDAH dengan furosemid sebagai

diuretika.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang diuraikan di atas, dapat dirumuskan tujuan

(21)

a. melakukan karakterisasi simplisia daun andong hijau.

b. menganalisis golongan senyawa kimia yang terdapat didalam daun andong

hijau .

c. membuktikan efek diuretika EEDAH terhadap tikus jantan.

d. mengetahui kesetaraan antara EEDAH dengan furosemid sebagai diuretika.

1.5 Manfaat Penelitian

a. sebagai sumber informasi mengenai karakterisasi simplisia daun andong hijau.

b. sebagai sumber informasi mengenai golongan senyawa kimia daun andong

hijau.

c. sebagai sumber informasi mengenai efek diuretika dari ekstrak etanol daun

andong hijau.

(22)

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan kerangka konsep pada Gambar berikut ini :

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Andong

Tanaman andong termasuk suku bawang-bawangan biasa di tanam sebagai

tanaman hias di pekarangan, taman, atau kuburan. Biasa juga dipakai sebagai

tanaman pagar atau pembatas di perkebunan teh. Andong berasal dari Asia Timur

dan biasa di temukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.900 m dpl

(Dalimartha, 2006).

2.1.1 Sinonim

Sinonim dari tumbuhan Andong (Cordyline fruticosa. Goepp) adalah :

Cordyline fruticosa Backer, Cordyline terminalis Planch., Cordyline terminalis

(L) Kunth., Asparagus terminalis L., Dracaena terminalis Rich., Taetsia fruticosa

Merr., Convallaria fruticosa L (Dalimartha, 2006).

2.1.2. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Agavaceae

Marga : Cordyline

(24)

2.1.3. Nama Daerah

Melayu: andong, juwang. Sumatera: bak juang, lak-lak (Ac), kalinjuhang,

linjuhang, katunggal (Bt), anjiluang, linjuwang (Mk) anderuang (Lp), renjuang,

sabang, sawang (Dy). Jawa: hanjuang ( sunda), andong, ending (Jawa), kayu urip (

Madura),. Nusa Tenggara: andong, ending, handwang (Bali). Kalimantan:

renjuang, sabang (Dayak). Sulawesi: tabongo (Gr), Panili, siri (Ms), panyaureng.

Maluku: ai buru (Sr), weluga, wersingin, werusisi (Ab), pitako (Am). Irian:

katopari, ngasi, jasir (Dalimartha, 2006).

2.1.4 Morfologi Tanaman

Tumbuhan ini termasuk perdu tegak dengan tinggi 2-4 m, jarang

bercabang, batang bulat, keras, bekas daun rontok berbentuk cincin. Daun tunggal

dengan warna hijau ada juga yang berwarna merah kecoklatan. Letak daun

tersebar pada batang, terutama berkumpul di ujung batang. Helaian dan panjang

berbentuk lanset dengan panjang 20-60 cm dan lebar 5-13 cm. Ujung dan

pangkalnya runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, dan tangkai daunnya

berbentuk talang. Bunga majemuk berbentuk malai, keluar dari ketiak daun,

panjang sekitar 30 cm, berwarna dadu, hijau keunguan, atau kuning muda. Buah

buni berbentuk seperti bola dengan warna merah mengilap. Biji hitam mengilap.

Daun muda yang berwarna hijau bias dimakan sebagai sayuran. Bila menanak

nasi dengan bungkusan daun andong yang tua akan memberikan rasa sedap.

(25)

2.1.5 Sifat dan Khasiat

Rasa andong manis, tawar, dan bersifat sejuk. Berkhasiat sebagai penyejuk

darah, menghentikan perdarahan (hemostatis), dan meghancurkan darah beku

pada memar (Dalimartha,2006).

2.1.6 Kandungan kimia

Tanaman andong (Cordyline fruticosa. Goepp) mengandung saponin,

tannin, flavonoid, polifenol, steroida, polisakarida, kalsium oksalat, dan zat besi

(Dalimartha,2006).

2.2 Uraian Kimia

2.2.1 Triterpenoida dan Steroida

Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang agak rumit, kebanyakan

berupa alcohol, aldehisa atau asam karboksilat. Triterpenoida dapat dibagi

menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpen, steroida, saponin dan glikosida

jantung ( Harbone, 1987).

Berbagai macam aktivitas fisiologi dari triterpenoida yang merupakan

komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah du gunakan untuk penyakit

diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria.

Stereoida adalah triterpen yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana

peridropenantrena ditunjukkan pada gambar.

Aktivitas biologis dari dari steroida antara lain sebagai hormone

(26)

pengganti kulit pada serangga (ekdison), menginduksi reproduksi seksual pada

jamur air (antheridiol), kardiotonik (digitoksin), prekusor vitamin D (ergosterol),

oral kontrasepsi, (estrogen dan progestin semisintetik) dan obat antiinflamasi

(kortikosteroida) (Tyler et al., 1976).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat di golongkan kedalam golongan minyak

atsiri, alkaloid, dan flavonoida, dengan diketahuinya senyawa aktif yang

dikandung simplisia maka akan mempermudah pemisahan pelarut dan cara

ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Berdasarkan atas sifatnya ekstrak dikelompokkan sebagai berikut ( Voigt,

1995):

1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi

semacam madu dan dapat dituang.

2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin

dan tidak dapat dituang.

3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi

kering dan mudah digososk.

4. Ekstrak cair ( Extractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak

cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai

(27)

Beberpa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, yaitu:

1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat

adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah

cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan

penyari (Syamsuni, 2006). Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulanagn penambahan

pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat dan seterusnya (Ditjen POM,

2000).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata ”perkolare” yang artinya penetesan (Voigt,

1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia

yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator,

tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari

sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia

yang keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk

simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak

dapat menembus keseluruh sel dengan sempurna (Depkes, 1979; Ditjen POM,

(28)

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik (Ditjen POM, 2000).

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada

temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-500C (Ditjen POM, 2000). Dengan cara ini perolehan bahan

aktif agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar

bahan ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).

6. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur teukur 96-980C)

selama waktu tertentu (15-20 menit)( Ditjen POM, 2000; Syamsuni, 2006).

7. Dekok

Dekok adalah perebusan simplisia halus dicampur dengan air bersuhu

kamar atau dengan air bersuhu > 900C sambil diaduk berulang-ulang dalam

(29)

panas-panas(Voigt, 1995). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit)

dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Diuretika

Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih

(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Fungsi utama ginjal adalah

memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa

pertukaran zat dari dalam darah. Sehingga darah mengalami filtrasi, dimana

semua komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel

darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang satu juta filter kecil ini (glomeruli),

dan setiap 50 menit (ca 5 liter telah dimurnikan dengan melewati saringan

tersebut). Fungsi peting yang lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan

tubuh (Tjay dan Rahardja, 2002).

Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretik bukan ”obat ginjal”, artinya

senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,

demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis, tidak akan

dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuretika pada

awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urin dengan

mengurangi laju filtrasi glomerulus sehingga akan memperburuk insufisiensi

ginjal (Mutschler, 1991).

Dengan demikian obat yang dapat digunakan secara terapetik hanyalah

yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi gerakan air dan elektrolit

dalam organisme. Pengaruh terhadap proses transport hanya seakan-akan saja

khas terhadap ginjal. Karena konsentrasi diuretika pada saat melewati nefron

(30)

efek pada organ lain lebih dominan. Jika pada peningkatan ekskresi air terjadi

juga peningkatan garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau

natriuretika (diuretika dalam arti sempit) (Mutschler,1991).

2.4.1 Furosemida

Furosemida termasuk dalam golongan diuretic erat Henle. Kerja diuretic

golongan ini adalah selektif menghambat reabsorsinya dari NaCl pada cabang

menaik yang tebal dari jerat Henle (Katzung, 2001). Diuretik jerat Henle tipe

furosemida sangat bermanfaat, jika diperlukan kerja yang cepat dan intensif,

seperti misalnya pada udem paru-paru (Mutschler, 1991).

2.5. Mekanisme Kerja Diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reaksopsi natrium,

sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak.

Obat-obat diuretika biasanya bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat

lain, yakni:

1. Tubuli proksimal

Garam reabsorbsi secara aktif (70%), antara lain Na+ dan air, begitu pula

glukosa dan ureum. Reabsorbsi berlangsung secara proporsional sehingga susunan

filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis

(manitol, sorbitol) bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi air dan natrium

(Tjay dan Rahardja, 2002).

2. Lengkungan Henle

Di bagian menaik lengkungan Henle ini 2,5% dari semua Cl- yang telah

difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan

(31)

(furosemid, bumetamida, etakrinat) bekerja dengan merintangi transport Cl- dan

demikian reabsorpsi Na+, pengeluaran K+ dan air diperbanyak (Tjay dan

Rahardja, 2002).

3. Tubuli Distal

Di bagian pertama tubuli ini, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air

hingga difiltrat menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon

bekerja di tempat ini. Dibagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion

K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron.

Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorid dan

triamteren) bekerja disini (Tjay dan Rahardja, 2002).

4. Saluran pengumpul

Hormon antidiuretik ADH (vasopressin) hipofise bertitik kerja di sini

dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagian air dari sel-sel saluran ini (Tjay

dan Rahardja, 2002).

Diuretik selain memperbanyak pengeluaran air juga dapat menambah

pengeluaran elektrolit. Maka diuretik dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan elektrolit dan air. Secara umum diuretik dapat di bagi menjadi dua

golongan besar yaitu diuretik osmotik dan penghambat transport elektrolit di

(32)

Gambar 1. Diagram nefron yang membentuk bagian tubulus renalis

2.6 Mekanisme Pembentukan Urin

Darah yang mengalir ke ginjal di filtrasi di glomeruli.dalam filtrasi ini

lebih kurang 13% cairan saja yang dapat melalui glomeruli dan masuk ke dalam

tubulus proksimal. Sewaktu filtrat glomerulus menuruni tubulus, maka volumenya

berkurang dan komposisinya diubah oleh proses reabsorbsi tubulus (penyingkiran

air dan solut dari cairan tubulus) dfalam bentuk urin yang memasuki pelviss

renalis. Dari pelvis renalis, urin berjalan dalam vesica urinaria dan dikeluarkan ke

(33)

Gambar 2. Oragan-organ yang membentuk saluran urinari.

2.7. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu spektrofotometri serapan yang

digunakan untuk mendeteksi uap atom logam.

Cara kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian

logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut

mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda

(hallow cathode lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya

penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut

(34)

Alat-alat Spektrofotometri Serapan Atom

1. Sumber sinar (Hollow Cathode Lamp)

Fungsi dari hollow cathode lamp adalah sebagai sumber energi radiasi.

Energi radiasi merupakan karakterisasi dari elemen katoda dan neon. Ion-ion neon

yang dipercepat mempengaruhi permukaan katoda yang menyebabkan atom-atom

logam mendidih pada permukaan katoda. Banyak dari atom-atom di hyamburkan

ke fase gas yakni tingkat petama tereksitasi.

2. Burner dan nyala

Nyala, burner dan nebulizer pada alat AAS menyebabkan kation-kation

logam dalam larutan menghasilkan atom-atom logam. Alat AAS membuat

penyerapan pada keadaan dasar.

3. Monokromator

Monokromator menghamburkan radiasi yang berasal dari nyala pada

panjang gelombang tertentu ke detektor.

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas sinar dari sumber sinar.

Intensitas sinar sebanding dengan jumlah atom dalam sampel.

5. Alat penunjuk (Readout Devic)

Alat penunjuk berupa recorder. Hasil diubah dalam absorbansi atau

konsentrasi. Bagan alat spektrofotometri Serapan Atom dapat dilihat pada gambar

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodelogi penelitian ini adalah metodelogi eksperimental (experimental

reseacrch). Metodelogi penelitian ini meliputi determinasi tumbuhan,

pengumpulan sampel, pengolahan sampel, pemeriksaan makroskopik dan

mikrokospik sampel, penetapan kadar air, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak

dengan cara perkolasi, setelah itu diukur volume total urin tikus, menentukan

kadar Natrium dan Kalium urin dengan alat AAS. Pengolahan data dilanjutkan

secara statistik dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution

(SPSS) 16.0 dalam rancangan acak lengkap (RAL). Data numerik lebih dari dua

variable diuji dengan oneway Anava, serta dilanjutkan dengan anlisis Duncan α =

0,5 yaitu uji beda rata-rata perlakuan dengan kontrol (Hanafiah, 2005).

3.1 Alat – alat yang Digunakan

Alat-alat gelas, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Metter takeda), neraca

hewan (Presica, Geniweight GW–1500), alat penetapan kadar air (cara azotropi),

mikroskop, objek glass, deck glass, perkolator, penguap vakum putar (Heidolph

vv 2000), freeze dryer (Medulyo, Edwards), mortir dan stamfer, alat tikus

metabolik (Metabolism Restrainer), seperangkat alat tikus modifikasi, oral sonde

spuit 3 ml dan 10 ml (terumo), AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry),

(36)

3.2 Bahan – bahan yang Digunakan 3.2.1 Bahan Tumbuhan

Daun Andong (Cordyline fruticosa, Goepp).

3.2.2 Bahan Kimia

Etanol 96% (E. Merck), akuades ( lokal, dari laboratorium kimia

kuantitatif), CMC (E.Merck), toluen (E.Merck), kloral hidrat (E.Merck), Pb (II)

asetat (E.Merck), besi (III) (E.Merck), klorida (E.Merck), kalium iodida

(E.Merck), iodium, α- naftol (E.Merck), asam nitrat ( E. Merck), bismuth nitrat

(E.Merck), eter (E.Merck), kloroform (E.Merck), isopropanol (E.Merck), metanol

(E.Merck), natrium sulfat anhidrat (E.Merck), etil asetat (E.Merck), serbuk seng

(E.Merck), asam klorida (E.Merck), asam sulfat P (E.Merck), natrium klorida

(E.Merck), kalium klorida (E.Merck), furosemid (Kimia Farma). Bahan – bahan

yang tidak di sebutkan adalah pro analisis E.Merck.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Asam Klorida 2 N

Sebanyak 72,93 g asam klorida (p) diencerkan dengan air suling sampai

1000 ml (Farmakope Indonesia, 1979).

3.3.2 Besi (III) Klorida 10 %

Sebanyak 10 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml

(Farmakope Indonesia, 1979).

3.3.3 Timbal (II) Asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,7 g dilarutkan dalam aquadest bebas CO2

(37)

3.3.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α- naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya

hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

3.3.5 Pereaksi Meyer

Sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambahkan larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air. Larutan dikocok

dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia, 1978).

3.3.6 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambahkan 2 g Iodium sambil diaduk sambil larut, lalu ditambah air suling

hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia,1978).

3.3.7 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian

dicampur dengan larutan Kalium Iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling.

Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan

diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Materia Medika Indonesia,

1978).

3.3.8 Natrium Klorida 0,9%

Sebanyak 0,9 g natrium klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml

(Farmakope Indonesia, 1979).

3.3.9 Natrium Klorida 0,0113 N

Natrium klorida sebanyak 665,0 mg (setelah dioven pada T 1100 C selama

2 jam) dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur 1000 ml, lalu

(38)

3.3.10 Perak Nitrat 0,0141 N

Perak nitrat sebanyak 2,395 g dilarutkan dalam air suling 100 ml, di dalam

labu ukur 1000 ml, lalu di tambahkan air suling sampai pada garis tanda

(Basset et al., 1994).

3.3.11 Kalium Kromat 5%

Sebanyak 5 g kalium kromat dilarutkan dalam air suling 100 ml (Basset et

al., 1994).

3.3.12 Larutan Induk Kalium

Sebanyak 1,907 g kalium klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml di

dalam labu ukur 1000ml, lalu di tambahkan air suling sampai pada tanda tara

(Basset et al, 1994).

3.3.13 Larutan Induk Natrium

Sebanyak 2,054 g (setelah di oven pada T 1100 C selama 2 jam) natrium

klorida dilarutkan dalam air suling 100 ml di dalam labu ukur 1000 ml, lalu di

tambah kan air suling samapi tanda tara ( Basset et al., 1995).

3.4 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan meliputi determinasi tumbuhan , pengumpulan bahan,

pengolahan sampel, pemeriksaan makroskopik dan mikrokospik sampel.

3.4.1 Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan,

Departemen Biologi, FMIPA Universitas Sumatra Utara.

3.4.2 Pengumpulan Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun andong hijau yang diambil dari

(39)

perfosif yaitu mengambil daun tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang

sama dari daerah lain.

3.4.3 Pengolahan Sampel

Daun andong (Cordyline fruticosa. Goepp) yang baru dipetik, dibersihkan

dari kotoran, dicuci dengan air bersih, ditiriskan lalu ditimbang. Kemudian

daun-daun tersebut dikeringkan di lemari pengering pada suhu kamar atau

diangin-anginkan terhindar dari pengaruh sinar matahari, setelah kering simplisia di

timbang dan di peroleh 1249 g simplisia kering dari 14 kg daun basah. Setelah itu,

simplisia di serbuk menggunakan blender dan di ayak.

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol

Pembuatan ekstrak daun andong dilakukan dengan cara perkolasi

menggunakan pelarut etanol 80%.

Sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup dan

direndam dengan cairan penyari etanol 80%, direndam sekurang-kurangnya

selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit kedalam perkolator, sampel

tiap kali ditekan dengan hati–hati, kemudian cairan penyari dituangkan

secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat

kira-kira 1cm atau lebih cairan penyari, perkolator ditutup dengan aluminium foil

dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan biarkan menetes dengan kecepatan 20-60

tetes/menit, cairan penyari ditambahkan dari atas dengan menggunakan corong

pisah dengan kecepatan aliran sama dengan perkolator, sehingga selalu terdapat

kira-kira 1 cm atau lebih cairan penyari diatas simplisia, perkolasi dilakukan

sampai sempurna, diperoleh ekstrak etanol daun andong hijau 3 Liter, kemudian

(40)

etanol. Ekstrak yang diperoleh dikeringkan pada Freeze dryer. (Ditjen POM

DepKes RI, 1974). Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 33,450 g.

3.6 Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air,

penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam,

penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol,

pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik simplisia.

3.6.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi

toluena). Alat meliput i labu alas 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml

berskala 0,05 ml, pendingin, tabung penyambung, pemanas (WHO, 1992).

Cara Penetapan :

Ke dalam labu alas bulat di masukkan 200 ml Toluen dan 2 ml air suling,

di destilasi selama 2 jam, biarkan mendingin selama 30 menit, di dinginkan dan

volumen air pada tabung penerima di baca. Selanjutnya ke dalam labu di

masukkan 5 g serbuk simplisia yang telah di timbang seksama, lalu di panaskan

hati-hati selama 15 menit. Setelah Toluen mendidih kecepatan tetesan diatur 2

tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan di

naikkan 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling bagian dalam pendinginan

di bilas dengan Toluen. Destilasi di lanjutkan selama 2 menit, kemudian tabung

penerima di biarkan dingin sampai suhu kamar, setelah air dan Toluen memisah

sempurna volumen dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volumen air

yang di baca sesuai kandungan air yang terdapat dalam vahan yang di periksa.

(41)

3.6.2 Penetapan Kadar Abu Total

Zat ditimbang ± 2 g dengan seksama dan dimasukkan ke dalam krus

porselin bertutup yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot yang tetap (Ditjen POM, 2000).

3.6.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas.

Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan samapi diperoleh bobot tetap,

didinginkan dan ditimbang beratnya (Ditjen POM, 2000).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam akuades samapi 1000 ml) dengan

menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6

jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml

filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan

ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh bobot

tetap (Depkes, 1995).

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol

96% dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali

dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring.

(42)

dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai

diperoleh bobot tetap (Depkes, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun andong (Cordyline

fruticosa.Goepp) dengan mengamati morfologi luar.

3.6.7 Pemeriksaan Mikroskopik Simplisia

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia daun andong dilakukan

dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan

dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat di bawah

mikroskop.

3.7 Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia diawali dengan pemeriksaan

organoleptis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan golongan alkaloida,

glikosida, saponin, tannin, dan steroida/triterpenoida.

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sebanyak 500 mg serbuk simplisia ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N

dipanaskan diatas penangas air selama 10 menit, didinginkan dan disaring,

kemudian 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji dan tambahkan 2 tetes

pereaksi Bouchardart terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada

kemungkinan terdapat alkaloid . Pada filtrat yang lain ditambahkan 2 tetes

pereaksi Meyer akan terdapat endapan mengumpul berwarna putih atau kuning

yang larut dalam metanol. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan , maka

serbuk tidak mengandung Alkaloid. Jika hanya terjadi kekeruhan, pemeriksaan

(43)

campuran 3 bagian volume eter dan 1 bagian volume kloroform. Fase organik

diambil dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat P, disaring. Filtrat diuapkan di

atas penangas air, sisanya dilarutkan dalam sedikit asam klorida 2 N. Percobaan

dilakukan dengan pereaksi Meyer , Bouchardart, dan Dragendorf. Serbuk

mengandung Alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan

menggunakan dua pereaksi. (Materia Medika Indonesia,1978).

3.7.2 Pemeriksaan Glikosida

A. Larutan Percobaan

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96 %

dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N lalu di refluks selama 1

jam,dinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml

Timbal (II) asetat 0,4 M. Dikocok dan didiamkan selama 5 menit, disaring. Sari

filtrat 3 kali , tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P, dan

2 bagian volume isopropanol P. Pada kumpulan sari tambahkan Natrium Sulfat

anhidrat P, disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50 ˚C. Larutkan sisa

dengan 2 ml metanol.

B. Percobaan Umum Terhadap Glikosida

Cara percobaan:

a. Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, sisa

dilarutkan dalam 5 ml asam asetat anhidrat dan 10 tetes asam sulfat P akan terjadi

warna biru atau hijau menunjukan adanya glikosida (Reaksi Liberman- Bouchard)

b. Sebanyak 0,1 ml diuapkan diatas penangas air , pada sisa tambahkan 2 ml air

(44)

terbentuk cincin warna ungu pada batas cairan, menunjukan adanya ikatan gula

(reaksi molish) (Materia Medika Indonesia,1978).

3.7.3 Pemeriksaan Flavonoida

Larutan percobaan : Sebanyak 0,5 g serbuk di sari dengan 10 ml metanol

P, lalu di refluks selama 10 menit. Kemudian disaring panas-panas melalui kertas

saring kecil berlipat. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air, setelah dingin

ditambahkan dengan 5 ml eter minyak tanah P, kocok hati-hati dan diamkan.

Ambil lapisan metanol, lalu diuapkan pada suhu 40˚C, sisanya dilarutkan dengan

5 ml etil asetat P, saring. Filtrat digunakan untuk uji Flavonoida dengan cara

berikut :

a. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam

1 sampai 2 ml etanol 95 % P, lalu ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam

klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida P, jika

dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukan adanya

flavonoida (glikosida-3-Flavonol).

b. Sebanyak 1 ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan

dalam 1 ml etanol 95 %, lalu ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes

asam klorida P, jika terjadi warna merah jingga hingga merah ungu menunjukan

adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukan adanya flavon,

klakon, dan auron (Materia Medika Indonesia, 1989).

3.7.4 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk dimasukkan dalam tabung pereaksi ditambahkan 10

ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat–kuat selama 10 detik, (jika yang

(45)

air dan kocok kuat-kuat selama 10 menit), terbentuklah buih yang mantap selama

tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes

Asam Klorida 2 N, buihnya tidak hilang (Materia Medika Indonesia, 1989).

3.7.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 500 mg serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung reaksi.

Ditambahkan 10 ml air, dikocok–kocok dan disaring. Ambil sedikit filtratnya,

kemudian diencerkan dengan air sampai hampir tidak berwarna. Teteskan tetes

demi tetes dengan larutan feri klorida 10 % sampai terbentuk warna biru hitam /

kehijauan (Farnsworth, 1996).

3.7.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sejumlah 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam

kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk reaksi berikut : 5 ml larutan eter

diuapkan dalam cawan penguap kedalam sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat

anhidrat dan 1 tetes asam sulfat P. Reaksi steroida/triterpenoida positif bila terjadi

warna ungu atau biru hijau (Harbone,1987).

3.8 Penyiapan Bahan Uji, Kontrol, dan Obat Pembanding

Ekstrak etanol daun andong hijau dibuat dalam bentuk suspensi (CMC 5

mg), dosis EEDA adalah 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb , 400mg/kgbb . Obat

pembanding furosemid dosis 3,6 mg/kgbb dibuat dalam bentuk suspensi. Kontrol

yang digunakan adalah suspensi CMC 5 mg.

(46)

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi aquadest

yang panas sebanyak 10 ml gerus cepat hingga diperoleh masa yang transparan.

Kemudian setelah kembang digerus lalu diencerkan dengan sedikit air, kemudian

dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, volumenya dicukupkan hingga 100

ml.

3.10 Pembuatan Suspensi Furosemid

Dalam lumpang yang berisi 40 mg furosemid yang telah digerus halus

ditambahkan suspensi CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus,

kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, volumenya dicukupkan

hingga 10 ml. Perhitungan pembuatan suspense furosemid dapat di lihat pada

Lampiran 18, halaman 50.

3.11 Pembuatan Larutan Induk Dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dan dosis 400 mg/kgbb Suspensi Ekstrak Etanol Daun Andong

Dalam lumpang yang berisi ekstrak etanol daun andong hijau 1,0 g

tambahkan suspensi CMC 0,5 % sedikit demi sedikit sambil terus digerus lalu

masukkan kedalam labu tentukur 50 ml, kemudian dicukupkan volumenya

hingga 50 ml. Perhitungan pembuatan suspensi ekstrak etanol pada dosis

100 mg/kgbb dapat di lihat pada Lampiran 19, halaman 51.

3.12 Persiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan didalam percobaan ini adalah tikus

putih jantan yang sehat dengan berat badan antara 180g-220g sebanyak 30 ekor..

Beberapa hari sebelum percobaan dimulai dilakukan pra perlakuan untuk

(47)

sehat ditandai dengan kenaikan berat badan yang teratur dan memperlihatkan

gerakan yang lincah.

3.13 Prosedur Kerja Untuk Pengujian Farmakologi

Untuk pengujian farmakologi digunakan CMC 5 mg sebagai kontrol

negatif, suspensi EEDAH dosis 100 mg/kgbb, dosis 200 mg/kgbb, dosis 400

mg/kgbb, suspensi Furosemid dengan dosis 3,6 mg/kgbb sebagai pembanding.

Tikus dibagi dalam 5 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus

putih jantan.

Kelompok I : kontrol negatif (CMC 5 mg)

Kelompok II : kontrol positif ( Furosemid dosis 3,6 mg/kgbb)

Kelompok III : diberi suspensi bahan uji dengan dosis kecil 100 mg/kgbb

Kelompok IV : diberi suspensi bahan uji dengan dosis sedang 200 mg/kgbb

Kelompok V : diberi suspensi bahan uji dengan dosis sedang 400 mg/kgbb

Selanjutnya sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu hewan

dipuasakan dari makan dan minum selama 18 jam. Kemudian masing-masing

hewan uji bobot tubuhnya ditimbang. Selanjutnya hewan uji diletakkan didalam

kandang metabolisme modifikasi yang terbuat dari silinder plastik yang

dihubungkan dengan corong besar dan botol penampung dibawahnya urin yang

dikeluarkan. Volume urin yang diekskresikan dicatat selama 6 jam. (Wattimena,

1993).

3.14 Penentuan Kadar Natrium dan Kalium dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)

Satu ml urin tikus diencerkan sampai 50 ml dengan aquabidest. Pada

(48)

perlahan-lahan dan uapkan di hot plate pada temperatur 150 ˚C hingga volume

sampai larutan menjadi 20 ml. Dan hingga larutan jernih-berwarna, kemudian di

saring dengan kertas whatman 0,45 µm. Filtrat di pindahkan dalam labu ukur 100

mL bilas beker dengan bantuan 5 mL air suling, hasil cuciannya di masukan ke

dalam labu ukur dan volume larutan ditepatkan menjadi 100 ml maka larutan siap

untuk diukur (SNI, 2004). Dengan alat AAS untuk natrium pada panjang

gelombang 589 nm dan kalium pada panjang gelombang 766,5 nm dan gas yang

dipakai adalah gas asetilen dengan suhu nyala 1900-2200˚C.

3.15 Pengolahan Data

Data hasil pengukuran volume urin total tikus, kadar Natrium dan Kalium

urin yang didapatkan, kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan

Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 dalam rancangan acak

lengkap (RAL). Data numeric lebih dari dua variable diuji dengan oneway Anava,

serta dilanjutkan dengan analisa Duncan α = 0,5 yaitu uji beda rata-rata perlakuan

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan daun andong hijau (Cordyline fruticosa.

Goepp) untuk diuji efek diuretika yang sebelumnya telah dilakukan determinasi

tumbuhan Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi (FMIPA)

Universitas Sumatra Utara. Hasil dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 32,

gambar tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 2 hal 33.

Penyarian terhadap daun andong dilakukan secara perkolasi dengan

pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung

didalamnya dapat tersari. Hasil pengumpulan sampel sebanyak 14 kg

menghasilkan 1,249 kg simplisia kering dan dari 1 kg simplisia kering didapat

300 g serbuk simplisia diperoleh ekstrak etanol kental 33,45 g.

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia

Standarisasi simplisia daun andong belum tercantum dalam monografi

tumbuhan ( Materia Medika Indonesia). Hasil penetapan kadar air simplisia daun

andong adalah 5,99%, jika dilihat dari standarisasi pemeriksaan kadar air diatas

memenuhi persyaratan dalam MMI yaitu < 10%. Hasil karakterisasi simplisia dun

andong yag didapat ini diharapkan sebagai acuan guna pemenuhan terhadap

persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun andong dapat dilihat pada tabel 1

(50)

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Andong

Penetapan kadar air dilakukan untuk memberi batasan atau rentang

besarnya kandungan air didalam simplisia, karena tingginya kandungan air

menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat (cemaran bakteri) dan bahan aktifnya

(penguraian secara kimia). Penetepan kadar sari larut dalam air dan etanol untuk

mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut dalam air etanol. Sedangkan

penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut larut asam untuk mengetahui

kandungan mineral yang ada pada simplisia, kadar abu total yang tinggi

menunjukkan banyaknya kandungan zat anorganik seperti logam-logam yang

dalam jumlah yang tinggi dapat membahayakan kesehatan.

4.2 Hasil Pengujian Farmakologi

Pada penelitian ini digunakan 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok

kontrol, kelompok uji dan kelompok pembanding. Kelompok kontrol dilakukan

untuk mengetahui volume total urin, kadar natrium urin dan kadar kalium urin.

Kelompok uji yang terdiri dari 3 perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol

dengan dosis yang berbeda yaitu dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb dan 400

mg/kgbb dilakukan untuk mengetahui kemampuan bahan uji dalam memberikan

No. Penetapan Kadar (%) Persyaratan MMI

1. Kadar air 5,99 -

2. Kadar abu total 6,81 -

3. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

1,46 -

4. Kadar sari yang larut dalam air 28,32 -

(51)

efek diuretika. Sedangkan kelompok pembanding yang menggunakan furosemid

dengan dosis 3,6 mg/kgbb diperlukan untuk melihat pengaruh obat diuretika oral

yang telah terbukti khasiatnya untuk meningkatan pengeluaran urin, natrium dan

kalium. Penentuan kadar natrium dan kalium dalam urin menggunakan alat

Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbsion Spectrofotometer/AAS).

Data volume urin total dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 : Data volume urin total ± SD pada pemberian EEDA dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, Furosemid 3,6 mg/kgbb dan Kontrol (CMC 5 mg) dengan pengulangan n=6.

Dari Tabel 3.1 didapat bahwa rata-rata jumlah volume urin total pada

kontrol (CMC 5 mg) volume total dan SD adalah 3,06±0,39 ml, dosis 100

mg/kgbb volume total dan SD adalah 3,86±0,34 ml, dosis 200 mg/kgbb volume

total dan SD adalah 4,58±1,33 ml, pada dosis 400 mg/kgbb volume total dan SD

adalah 5,06±0,81 ml dan furosemid volume total dan SD adalah 5,68±0,96 ml.

Berdasarkan data volume urin total yang dihasilkan maka dapat dikatakan bahwa

furosemid memberikan efek diuretika yaitu peningkatan jumlah volume urin yang

dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan terhadap volume urin total dari kelompok

(52)

kontrol (CMC 5 mg). Dari Tabel 3.1 selanjutnya dilakukan uji Anava, rancangan

acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan untuk uji Duncan dapat

disajikan pada table 3.3.

Table 3.2 Hasil Perhitungan SPSS dari Volume Urin

ANAVA

Untuk uji anava masing-masing perlakuan memberikan nilai

signifikansinya adalah 0,00 sehingga dapat dinyatakan bahwa perbedaan antara

perlakuan adalah bermakna, untuk ini maka perlu dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata dari masing-masing perlakuan dengan uji Duncan. Uji Duncan dapat di

sajikan pada Tabel 3.3. Volume Urin

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 25.038 4 6.260 8.553 .000

Within Groups 18.297 25 .732

(53)

3.3 Hasil Perhitungan SPSS dari Volume Urin DUNCAN

Homogeneous Subset

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa EEDA dosis 400 mg/kgbb yang

menunjukkan kesetaraannya dengan furosemid dengan signifikasinya 0.337 yang

lebih besar dari 0.05 (p>0,05). Jadi EEDAH dosis 400 mg/kgbb dapat dikatakan

memberikan efek diuretika.

Volume Urin

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana Kontrol (CMC 5 mg) 6 3.0667

EEDAH 100 mg/kgbb 6 3.8667 3.8667

EEDAH 200 mg/kgbb 6 4.5833 4.5833

EEDAH 400 mg/kgbb 6 5.0667 5.0667

Furosemid 3,6

mg/kgbb 6 5.6833

Sig. .118 .159 .337 .223

(54)

Untuk kelompok kontrol didapatkan nilai yang setara dengan perlakuan

EEDAH dosis 100 mg/kgbb dan untuk EEDAH 200 mg/kgbb setara dengan

EEDAH dosis 400 mg/kgbb, sedangkan nilai EEDAH 400 mg/kgbb setara dengan

furosemid dosis 3,6 mg/kgbb. Maka dapat dikatakan dosis EEDAH 100 mg/kgbb,

EEDAH 200 mg/kgbb menunjukkan nilai yang berbeda dengan suspensi

furosemid sebagai pembanding positif efek diuretika. Dan pada dosis 400

mg/kgbb menunjukkan efeknya sebagai diuretika yang setara efeknya dengan

furosemid sebagai diuretika. Selain volume urin total yang di uji dalam

menentukan diuretika dalam urin dari uji EEDAH, dilakukan pula uji penentuan

kadar natrium dalam urin dengan menggunakan alat AAS datanya dapat di lihat

pada Tabel 3.4.

Untuk dapat memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat lebih lanjut pada gambar

3.1. Nilai Rata-rata Volume Urin Tikus

3.06

(55)

Tabel 3.4 : Data kadar natrium urin total ± SD pada pemberian EEDAH dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, kontrol (CMC mg) dan furosemid 3,6 mg/kgbb dengan pengulangan n=6

Dari Tabel 3.4 didapat bahwa rata-rata jumlah kadar natrium urin total

pada kontrol (CMC 5 mg) adalah 15,80±10,86 mcg, EEDAH dosis 100 mcg

adalah 19.22±11.08 mcg, EEDAH dosis 200 mcg adalah 19,86±6,60 mcg

EEDAH pada dosis 400 mg adalah 32,44±22,48 mcg dan furosemid adalah

42,49±22,84 mcg,. Berdasarkan data kadar natrium urin total yang dihasilkan

maka dapat dikatakan bahwa furosemid memberikan efek diuretika yaitu

peningkatan jumlah volume urin yang dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan

terhadap kadar natrium urin total dari kelompok kontrol (CMC 5 mg). Dari Tabel

3.4 selanjutnya dilakukan uji Anava, rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat

pada table 3.5 untuk uji Duncan dapat disajikan pada table 3.6. Hewan

(56)

3.5 Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Natrium Urin

Untuk uji anava masing-masing perlakuan memberikan nilai

signifikansinya adalah 0,44 sehingga dapat dinyatakan bahwa perbedaan antara

perlakuan adalah bermakna, untuk ini maka perlu dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata dari masing-masing perlakuan dengan uji Duncan.

3.6 Hasil Perhitungan SPSS dari Kadar Natrium Urin DUNCAN

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa EEDAH dosis 400 mg/kgbb yang

menunjujkkan kesamaannya dengan furosemid dengan signifikasinya 0,293 yang

(57)

lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Jadi EEDAH dosis 400 mg/kgbb dapat dikatakan

memberikan efek diuretika. Selain volume urin total yang di uji dalam

menentukan diuretika dalam urin dari uji EEDAH, dilakukan pula uji penentuan

kadar kalium dalam urin dengan menggunakan alat AAS datanya dapat di lihat

pada Tabel 3.7.

Untuk kelompok kontrol didapatkan nilai yang setara dengan perlakuan

EEDAH dosis 100 mg/kgbb dan untuk EEDAH 200 mg/kgbb setara dengan

EEDAH dosis 400 mg/kgbb, sedangkan nilai EEDAH 400 mg/kgbb setara dengan

furosemid dosis 3,6 mg/kgbb. Maka dapat dikatakan dosis EEDAH 100 mg/kgbb,

EEDAH 200 mg/kgbb menunjukkan nilai yang berbeda dengan suspensi

furosemid sebagai pembanding positif efek diuretika. Dan pada dosis 400

mg/kgbb menunjukkan efeknya sebagai diuretika yang setara efeknya dengan

furosemid sebagai diuretika. Untuk memperjelas penjelasan di atas dapat dilihat

lebih lanjut pada gambar 3.2.

0

Nilai Rata-rata Kadar Natrium Urin Total

15.80

(58)

Tabel 3.7 : Data kadar kalium urin total ± SD pada pemberian EEDA dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, kontrol (CMC 5 mg), dan furosemid 3,6 mg/kg bb dengan pengulangan n=6.

Dari tabel 3.7 didapat bahwa rata-rata jumlah kadar kalium urin total pada

kontrol (CMC 5 mg) volume total dan SD adalah 61,45±36,66 ml, dosis 100

mg/kgbb volume total dan SD adalah 62,35±26,10 ml, dosis 200 mg/kgbb volume

total SD adalah 77,71±30,32 ml, pada dosis 400 mg/kgbb volume total dan SD

adalah 81,29±27,92 ml dan furosemid (3,6 mg/kgbb) volume total dan SD adalah

91,80±30,60 ml. Berdasarkan data di atas kadar kalium urin yang dihasilkan maka

dapat dikatakan bahwa furosemid memberikan efek diuresis yaitu peningkatan

jumlah kadar kalium yang dikeluarkan oleh tubuh dibandingkan terhadap kadar

kalium urin total dari kelompok kontrol (CMC 5 mg). Dari tabel 3.7 selanjutnya

dilakukan dengan uji Anava rancangan acak lengkap (RAL) dapat dilihat pada

Tabel 3.8.

Gambar

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Andong
Tabel 3.1 : Data volume urin total ± SD pada pemberian EEDA dosis 100 mg/kgbb, 200 mg/kgbb, 400 mg/kgbb, Furosemid 3,6 mg/kgbb dan Kontrol (CMC 5 mg) dengan pengulangan n=6
Table 3.2 Hasil Perhitungan SPSS dari Volume Urin
Gambar 3.1 Diagram balok nilai rata-rata volume total urin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dari pengertian ini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletak dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan yaitu

Penelitian bertujuan mempelajari waktu pengeringan untuk memperoleh manisan kering buah carica berkualitas baik berdasarkan uji fisik (kekerasan dan rendemen), kimia (serat

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar terhadap matematika siswa yang memiliki IQ

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ukuran rajungan yang tertangkap, menganalisis perbandingan jumlah rajungan jantan dan betina yang tertangkap, dan

Secara keseluruhan, hasil dari analisa laporan keuangan kedua perusahaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa PT Gudang Garam Tbk lebih unggul dalam rasio likuiditas,

Kenaikan dan penurunan harga efek tidak terlepas dari suku bunga dunia atau Federal Funds Rate (FFR), apabila FFR naik maka akan banyak investor domestik yang beralih ke investasi

Ciri-ciri tersebut yang pertama adalah Tuhan Yang Maha Esa yang berarti pengakuan bangsa Indonesia terhadap Tuhan sebagai pencipta dunia dengan segala isinya.Kedua

Hiperbola adalah gaya bahasa berupa pernyataan yang sengaja dibesar- besarkan dan dibuat berlebihan. Contohnya pada kutipan cerpen Rumah Bambu karya Mangun Wijaya