ABSTRAK
KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GADINGREJO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh
HERDA SILVIANA
Permasalahan dalam penelitian ini adalah adalah bagaimana tingkat kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan siswa dalam: (1) mengembangkan tema cerpen, (2) mengembangkan tokoh cerpen, (3) mengembangkan alur cerpen, (4) mengembangkan latar, dan (5) menggunakan gaya bahasa cerpen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes.
KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GADINGREJO
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh
HERDA SILVIANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Herda Silviana dan dilahirkan di
Wonokarto pada 16 Oktober 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan
Bapak Heri Risyanto dan Ibu Rosidah.
Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 8 Wonokarto Kecamatan Gadingrejo dan
selesai pada tahun 2005. Kemudian masuk SMP Muhammadiyah 1 Gadingrejo pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Kemudian masuk Sekolah Menengah
Atas, SMA Negeri 1 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu pada tahun 2008 dan selesai pada tahun 2011.
Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa S-1 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Universitas Lampung. Tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Sukaraja Kecamatan Semaka Kabupaten
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur penulis ucapakan ke pada Allah SWT atas semua anugerah yang telah diberikan kepadaku, skripsi ini ku persembahkan
kepada:
Ibu Rosidah yang tak pernah usainya menguntai doa untukku; untuk Bapak Heri Risyanto yang peluhnya tak pernah berhenti mengalir demi keberhasilanku; dan
untuk Adikku Bagas Habibulloh yang selalu mengukir tawa semringah di wajahku.
Serta seluruh keluarga, sahabat dan teman-temanku angkatan 2011 yang telah membantu & mendoakan,
Riyan Mustafa yang selalu memberikan semangat dan mengharapkan hal yang terbaik ”untukku”.
v
MOTTO
“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
“Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi”
(Ernest Newman)
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar”
(QS. Al-Baqarah: 153)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dan satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat
vii
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subbhanahu Wataala
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Kemampuan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015” dapat diselesaikan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung. Dalam proses penulisan skripsi ini terjadi banyak hambatan baik yang datang dari
luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini pun tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Dr. Munaris, S.Pd.,M.Pd., pembimbing I yang dengan penuh sabar telah
membimbing, membantu, memberikan solusi, menjelaskan, dan mengarahkan penulis selama proses penyusunan skripsi ini;
3. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., pembimbing II sekaligus ketua Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas
viii
4. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., penguji sekaligus ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan saran kepada penulis;
5. Dr. Iqbal Hilal, M.Pd., pembimbing akademik yang senantiasa memberikan pengarahan, nasihat, dan saran-saran;
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Universitas Lampung yang telah memberikan penulis dengan begitu banyak ilmu pengetahuan;
7. Bapak dan Ibu staf administrasi FKIP Universitas Lampung;
8. Drs. Jumani Darjo, M.Pd., kepala sekolah SMA Negeri 1 Gadingrejo yang
telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;
9. Bapak Marikun, S.Pd., M.Pd., guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Gadingrejo yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;
10.Orang tuaku, Bapak Heri Risyanto, dan Ibu Rosidah dengan segala limpahan cinta dan kasih sayang, memberikan nasihat, dukungan, motivasi, serta untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;
11. Keluarga besarku yang telah memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis;
12. Adikku tersayang, Bagas Habibulloh yang selalu memudarkan penat penulis melalui candanya;
13. Riyan Mustafa laki-laki spesial, tak henti-hentinya memberikan semangat,
doa dan motivasi agar aku cepat menyelesaikan skripsiku;
14. Sahabat seperjuangan Devi Novitasari, Dewi Ayu Purnamasari, Elisa
ix
sengaja menyebut nama kalian secara alfabetis karena sungguh tiada maksud
ingin membeda-bedakan posisi kalian di hati penulis. Kalian sangat berarti dalam pendewasaan penulis, terima kasih atas persahabatan, doa, serta
dukungan, motivasi, dan kebersamaan yang telah kalian berikan selama ini; 15.Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang penulis sayangi serta kakak
dan adik tingkat Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
16. Sahabat KKN/PPL terkasih Intania Riska Putrie, Nurhesti Santika, Rima
Permatasari, Rizky Mirantika, Rita S, Riyan Mustafa, Chairul Ichwan, I Kadek Agustiawan, Muhammad Yusuf, yang telah sempat bersama-sama
menggali pengalaman baru di SMP Negeri 1 Semaka Kabupaten Tanggamus dan senantiasa memberikan semangat, dukungan, dan keceriaan dalam menyelesaikan skripsi ini;
17. Almamater tercinta;
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga Allah SWT memberi sebaik-baik balasan kepada bapak, ibu dan rekan-
rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan. Kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat diharapkan demi
kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat membuka wawasan serta bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandarlampung, Desember 2015 Penulis
DAFTAR ISI
2.3 Unsur Pembangun Cerita Pendek... 12
2.3.1 Tema ... 13
2.3.2 Tokoh dan Penokohan ... 15
2.3.3 Latar ... 17
2.3.4 Alur ... 20
3.3 Sampel ... 27 Tahun Pelajaran 2014/2015 Ditinjau dari Masing- Masing Indikator ... 41
DAFTAR TABEL 4.1.2.1 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita Pendek
Berdasarkan Indikator Tema (Keterkaitan Tema
dengan Isi Cerita) ... 41 4.1.2.2 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita Pendek
pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan
Kelogisan Tindakan Tokoh ... 44 4.1.2.2 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita Pendek
pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan
Penyajian Watak Tokoh ... 46 4.1.2.3 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita
Pendek pada Indikator Latar ... 48 4.1.2.4 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita
Pendek pada Indikator Alur Ditinjau
Berdasarkan Rangkaian Peristiwa ... 50 4.1.2.4 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita
Pendek pada Indikator Alur Ditinjau Berdasarkan
Permainan Alur ... 52 4.1.2.5 Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Cerita
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
4.1.1 Grafik Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek ... 40 4.1.2.1 Grafik Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek
Ditinjau Berdasarkan Indikator Tema ... 42 4.1.2.2 Grafik Frekuensi Kemampuan Menulis Cerita Pendek
pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan
Kelogisan Tindakan Tokoh ... 45 4.1.2.2 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis
Cerita Pendek pada Indikator Tokoh Ditinjau Berdasarkan
Penyajian Watak Tokoh ... 47 4.1.2.3 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis
Cerita Pendek pada Indikator Latar ... 49 4.1.2.4 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis
Cerita Pendek pada Indikator Alur Ditinjau dari
Rangkaian Peristiwa ... 51 4.1.2.4 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis
Cerita Pendek pada Indikator Alur Ditinjau dari
Rangkaian Permainan Alur ... 53 4.1.2.5 Grafik Frekuensi Skor Kemampuan Siswa dalam Menulis
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keterampilan berbahasa berhubungan erat dan saling melengkapi dengan
pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berkaitan dengan kesusastraan adalah agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian,
memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Berdasarkan tujuan tersebut, aspek bersastra akan menunjang pelajaran
bahasa Indonesia dan memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang realitas kebahasaan. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen penting, yaitu (1) keterampilan menyimak (listening skill), (2) keterampilan berbicara (speaking skill), (3) keterampilan membaca (reading skill), (4) keterampilan menulis (writing skill) (Tarigan, 1992: 1).
khususnya para siswa. Akan tetapi, kenyataannya menulis merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang sering dikatakan sebagai kemapuan paling sulit dikuasai oleh siswa, misalnya dalam penulisan karya sastra khususnya cerpen. Keterampilan
menulis tidak mungkin dapat dikuasai melalui teori saja tetapi diperlukan latihan dan praktik yang teratur.
Kesulitan menulis disebabkan oleh kompleksnya permasalahn yang adda dalam
pembelajaran menulis. Seorang penulis tidak hanya dituntut untuk menguasai permasalahan yang akan ditulisnya, tetapi harus menguasai tata cara penulisa,
kaidah-kaidah penggunaan bahasa tulis, dan gaya penulisan tertentu agar tulisannya menarik.
Dalam ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA/MA program bahasa kelas XI, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan
yang ditekankan pembinaannya. Aspek menulis difokuskan agar siswa mampu mengapresiasikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat dan perasaan dalam menyusun
karangan. Pada kemampuan bersastra, misalnya kemampuan menulis cerpen penting bagi siswa karena cerpen dapat dijadikan sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Dengan adanya keterampilan menulis cerpen ini, diharapkan siswa
memperoleh pengetahuan, pengalaman, membentuk watak disiplin dan kepribadian.
Pembelajaran cerpen berada di dalam standar kompetensi menulis, yaitu
3
dengan memperhatikan unsur-unsur cerpen (tema, tokoh, alur, latar, dan gaya
bahasa).
Cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu peristiwa
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 263). Cerita dapat diartikan kejadian yang melukiskan atau mengisahkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, dan kejadian. Cerita pendek yang baik harus berisi satu kesatuan cerita yang lengkap,
bulat, dan singkat, semua bagian dalam sebuah cerita pendek harus menyenangkan dan menggembirakan pembacanya (Nadeak, 1989: 45).
Menulis cerpen merupakan pengungkapan ide atau gagasan dari segi tema, alur, latar, tokoh, maupun gaya bahasa. Inti kemampuan menulis cerpen terletak pada kemampuan bercerita. Untuk itu, siswa harus mampu menciptakan sesuatu yang baru
berdasarkan pikiran dan daya imajinasi siswa dalam hal mengarang atau menulis. Hal yang harus diperhatikan dalam menulis cerpen yaitu, siswa dituntut untuk terampil
berbahasa dan mengetahui tata cara penulisan, kaidah-kaidah penggunaan bahasa tulis, dan gaya penulisan tertentu agar tulisan menarik.
Kemampuan menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Bagi sebagian siswa,
mengarang atau menulis adalah hal yang sulit dan menjenuhkan. Ada sebagian siswa yang apabila ditugaskan untuk mengarang mereka mengerjakan semaunya, kadang
masih lemah dalam menentukan suatu gagasan yang akan mereka tuangkan ke dalam
sebuah tulisan.
Masalah yang sering dilontarkan dalam pengajaran karang-mengarang adalah kurang
mampunya siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini terlihat dari pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena kesulitan memilih kata atau membuat kalimat,
bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis. Di samping itu, kesalahan dalam penulisan EYD pun sering kita jumpai. Kenyataan ini tidak
hanya dialami oleh siswa menengah atas (SMA), tetapi terkadang sampai mahasiswa di perguruan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti: kemauan berlatih kurang, kurang menguasai dalam penyusunan kalimat, paragraf, kemampuan
bernalar yang minim, kurang menguasai ejaan yang disempurnakan (EYD), dan rendahnya penguasaan kosa kata.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang ingin diteliti
pada penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 khususnya
5
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015. Tujuan penulis ini
difokuskan pada kemampuan siswa dalam pengungkapan tema, penyajian tokoh, penyajian latar, penyajian alur dan penggunaan gaya bahasa.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat, manfaat tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep ilmu
pendidikan khususnya ilmu mata pelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberi informasi bagi guru bidang studi bahasa Indonesia khususnya di SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun
pelajaran 2014/2015, tentang tingkat kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek.
1.5Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran
2014/2015.
2. Objek penelitian ini adalah kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.
Adapun materi yang diteliti terdiri atas: a. tema;
b. tokoh; c. latar; d. alur; dan
e. gaya bahasa.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kemampuan
Kemampuan merupakan kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam satu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa
yang dapat dilakukan seseorang Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 869). Dari pengertian tersebut kemampuan juga dapat diartikan sebagai kesanggupan atau
kecakapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan.
2.2 Pengertian Menulis
Menulis merupakan suatu aktivitas yang kompleks yang meliputi aktivitas jasmani
dan rohani. Menulis juga dapat diartikan sebagai komunikasi dengan menggunakan pikiran, perasaan dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Menurut (Rosidi, 2009: 12) menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan
perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tertulis. Menulis dipergunakan, melaporkan/memberitahukan, dan memengaruhi maksud serta tujuan seperti itu
hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas, kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi,
(Dalman, 2014: 3) menyatakan bahwa menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan
komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Menulis adalah
mengungkapkan ide atau gagasannya dalam bentuk karangan secara leluasa Marwoto (dalam Dalman, 2014: 4). Menulis adalah (1) membuat huruf dengan pena atau pensil, (2) melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan, (3) mengarang cerita
(Depdiknas, 2003: 12).
Menulis merupakan suatu proses perkembangan, menulis menuntut pengalaman,
waktu, kesempatan, pelatihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran menjadi seorang penulis. Menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan dengan jelas, dan ditata secara menarik Logan (dalam Tarigan, 2008:
9). Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang garis yang menghasilkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat
membaca lambang-lambang grafis tersebut dan dapat memahami bahasa dan grafis itu (Tarigan, 2008: 22).
2.2.1 Pengertian Cerita Pendek
Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek. Menurut Edgar Allan Poe (dalam Suyanto, 2012: 46) cerpen adalah
cerita pendek yang habis dibaca sekali duduk, yang kira-kira kurang dari satu jam. Yang dimaksud dengan dibaca sekali duduk adalah tidak memerlukan waktu yang
kira-9
kira tujuh belas halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya
sendiri memiliki sifat pokok, yaitu singkat dan lengkap.
Rosidi (dalam Tarigan, 1985: 176) mengemukakan cerpen adalah cerita yang pendek
dan merupakan suatu kebulatan ide. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi.
(Esten, 1987: 12) mengemukakan bahwa cerita pendek merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia.
Cerpen (cerita pendek sebagai genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur (Kurniawan, 2012: 59). Cerpen merupakan genre fiksi yang bentuknya ada dua, yaitu (1) cerita fiksi yang rangkaian peristiwanya panjang dan menghadirkan banyak konflik dan persoalan yang disebut dengan novel atau
roman, sedangkan (2) yang rangkaian peristiwanya pendek dan menghadirkan satu konflik dalam satu persoalan yang disebut cerita pendek (cerpen).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah suatu
jenis prosa fiksi yang bentuknya pendek yang menggambarkan sebuah pengalaman, habis dibaca sekali duduk, dan memiliki jalan cerita yang lebih padat dibandingkan
2.2.2 Pengertian Kemampuan Menulis Cerita Pendek
Kemampuan menulis cerita pendek adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang menggunakan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman-pengalaman hidupnya
dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca, dan bisa dipahami orang lain (Marwoto: 1987: 12). Dalam menulis cerita pendek, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerita pendek,
kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerita pendek.
Dari kemampuan menulis cerita pendek diharapkan siswa memiliki kompetensi untuk
menyusun karangan dan menulis prosa sederhana. Setelah mengikuti pembelajaran tersebut siswa diharapkan mampu menyebutkan beberapa pengalaman yang menarik
(menyenangkan, tidak menyenangkan, mengharukan, dan sebagainya), memilih salah satu, dan merinci segi-segi yang hendak diuraikan tentang satu pengalaman itu, menyusun kerangka cerita, dan mengembangkan kerangka cerita pengalaman menjadi
cerita yang utuh dan padu. Dengan prosa sederhana inilah yang bisa dikembangkan menjadi bentuk cerita lainnya, salah satunya cerita pendek.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis cerita pendek
adalah kesanggupan atau kemampuan untuk melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan berbetuk fiksi (cerpen), yang di dalamnya terdapat unsur-unsur tema, tokoh,
11
2.2.3 Ciri-Ciri Cerita Pendek
Ciri-ciri cerita pendek dikemukakan (Tarigan, 2008: 46) sebagai berikut.
1. Singkat, padu, intensif.
2. Unsur utama cerita pendek adalah adegan, tokoh, dan gerak.
3. Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
4. Cerita pendek mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya
mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Sebuah cerita pendek menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca.
6. Cerita pendek menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang
pertama-tama menarik perasaan dan baru kemudian menarik pikiran.
7. Cerita pendek mengandung detail-detail insiden-insiden yang dipilih dengan
sengaja dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran
pembaca.
8. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan
cerita.
9. Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau satu kesan yang menarik.
10. Cerita pendek bergantung pada satu situasi.
Sedangkan menurut Lubis (dalam Tarigan, 2008: 177) (a) cerita Pendek mengandung
interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara
langsung maupun tidak langsung; (b) dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden
menjadi pelaku atau tokoh utama; (d) cerita pendek satu efek atau kesan yang
menarik.
Panjang pendeknya cerita pendek ini bervariasi. Ada cerpen yang pendek (Short Story), bahkan pendek sekali, berkisar 500-an kata, ada cerpen yang panjangnya cukup (Middle Short Story), serta ada cerpen yang panjang (Long Short Story) terdiri
dari puluhan atau bahkan puluhan ribu kata. Cerita pendek yang panjangnya terdiri atas puluhan ribu kata tersebut dapat juga disebut novelet. Sebagai contoh misalnya,
Sri Sumarah dan juga Bawuk serta Kimono Birubuat Istri karya Umar Kayam walaupun untuk yang kedua terakhir itu lebih banyak disebut sebagai cerpen panjang.
Ciri-ciri yang diungkapkan di atas, penulis sependapat dengan teori tersebut karena menulis cerita pendek harus memenuhi kriteria atau ciri-ciri seperti yang diungkapkan di atas. Berkaitan dengan kemampuan menulis cerita pendek yang akan
penulis teliti di SMA Negeri 1 Gadingrejo, penulis tidak membatasi ciri-ciri seperti yang diungkapkan di atas.
2.3 Unsur-unsur Pembangun Cerpen
Unsur-unsur pembangun cerita pendek adalah tema, tokoh (dan penokohan), alur, latar, gaya bahasa, dan sudut pandang (Suyanto, 2012: 46). Karakter utama dalam
13
keadaan hubungan tokoh dengan tokoh dalam suatu keadaan tempat dan waktu
tertentu. Baik peristiwa dialogis maupun monologis selalu ada dalam sebuah cerpen. Pada hakikatnya peristiwa monologis dan dialogis adalah sebagai pembangun cerita
yang menunjukkan karakter yang sama, yaitu peristiwa sebagai pembangun cerpen selalu terbentuk atas: tokoh, setting, dan alur (Kurniawan, 2012: 59). Dengan demikian, hakikat ketiganya adalah pembangun cerita yang konkret (fact), yaitu suatu
fakta-fakta konkret yang secara ekplisit membangun cerpen ataupun fiksi sehingga ketiga unsur ini (tokoh, latar dan alur) disebut dengan fakta cerita. Melalui fakta
cerita inilah maka tema, pesan, amanat, tujuan, suasana, dan sudut pandang diaktualisasikan.
Belajar menulis cerpen harus diawali dengan pemahaman fakta cerita secara komprehensif, karena menulis cerpen berarti menulis unsur tersebut untuk dijalin menjadi satu kesatuan peristiwa yang indah, menghibur, dan memiliki konflik yang
menarik. Ketiga aspek tersebut merupakan karakteristik cerpen yang perlu kita pahami sebelum berlatih serius menulis cerpen.
2.3.1 Tema
Tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara
bersama-sama membentuk sebuah cerita utuh. Tema yang notabene “hanya” berupa makna atau gagasan dasar umum cerita, tidak mungkin hadir tanpa unsur-unsur
Dalam cerita pendek yang berhasil, tema tersamar dalam seluruh elemen. Pengarang
menggunakan dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan pikirannya, perasaannya, kejadian-kejadian, setting cerita untuk mempertegas isi tema. Seluruh cerita mempunyai satu arti, satu tujuan saja yang mempersatukan segalanya adalah tema. Tema sesuatu cerita timbul dari/pada akhir, atau lebih khusus lagi, dari cera penyelesaian klimaks (Tarigan, 2008: 169).
Tema suatu cerita umumnya mempersoalkan kehidupan manusia yang dijabarkan secara konkret oleh pengarang dalam topik-topik cerita. Tema adalah pandangan
hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun gagasan utama dari suatu karya sastra
Brooks, (dalam Tarigan, 1985: 125). Dalam buku prilaku tokoh cerpen Indonesia, (Suyanto, 2012: 54) berpendapat tema adalah ide/gagasan yang ingin disampaikan pengarang dalam ceritanya.
Pada fiksi modern termasuk cerpen, umumnya tema diungkapkan secara implisit. Secara implisit maksudnya jika tema tersirat dalam tingkah laku tokoh menjelang berakhirnya cerita, sedangkan eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita
menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, atau larangan. Kedudukan tema dalam cerpen sangat penting, untuk menangkap cerpen, pembaca harus terlebih
dahulu menentukan unsur-unsur intrinsik dalam cerpen.
15
kemampuan siswa dalam menulis cerpen dapat terlihat secara efektif, maka penulis
memberikan tema pilihan untuk disajikan dalam cerpen yang akan mereka buat.
2.3.2 Tokoh dan Penokohan
Pada sebuah cerpen unsur tokoh tidak bisa disampingkan sebab tanpa adanya tokoh di dalam sebuah cerpen, maka cerpen tersebut tidak bisa dikatakan sebuah karya. Tokoh
dalam cerita merujuk pada orang atau individu yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang akan mengaktualisasikan ide-ide penulis. Di dalam sebuah cerpen harus ada sebagai pelaku utama dalam cerita dan
ditambah beberapa tokoh lain dalam memainkan cerita.
Tokoh atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seseorang pengarang
untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada pada satu masa dan tempat tertentu dan haruslah diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya, tugas pengarang ialah membuat
tokoh sebaik mungkin Laverty (dalam Tarigan 2008: 147).
Tokoh adalah pelaku cerita dan penokohan adalah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak para tokoh dalam cerita rekaan
(Suyanto, 2012: 46). Penokohan atau perwatakan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu dalam suatu cerita. Tokoh dan
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan
tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan
norna-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966: 59). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang dibenci
pembaca. Menurut definisi Sudjiman (dalam Budianta, 2002: 86), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa
dalam cerita. Di samping tokoh utama (protagonis), ada jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik diantara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. tokoh yang fungsinya hanya melengkapi disebut tokoh
bawahan.
Selain iu, dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga merasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relative pendek. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan
17
dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya
jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.
2.3.3 Latar
Latar yakni segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Setting adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam
suatu cerita atau The physical background, the element of place, in a story Warren (dalam Tarigan, 1979: 82). Latar selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan dari seluruh isi yang
dipaparkan pengarang. Latar juga memiliki hubungan dengan penokohan, suasana cerita, alur, maupun dalam rangka mewujudkan suatu cerita dengan penahapan
peristiwa berdasarkan alur cerita itu sendiri.
Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskripsi perasaan. Latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora,
atau ekspresi tokohnya Warren (dalam Budianta, 2002: 86). Menurut Stanton (dalam Kurniawan, 2000: 18) latar cerita adalah lingkungan, dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa.
Menurut Abrams, (dalam Suyanto 2012: 50) latar adalah tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar
peristiwa cerita, berupa penanggalan, penyebutan peristiwa sejarah, penggambaran
situasi malam, pagi, siang, sore. 3) latar sosial, yaitu keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai/norma yang ada di tempat peristiwa cerita.
Nurgiyantoro (dalam Kurniawan, 2012: 68) juga berpendapat bahwa latar dalam cerita biasanya menyangkut tiga hal.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat– tempat
dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat–tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata.
Penggunaan latar tempat dengan nama–nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Untuk dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan
pengarang perlu menguasai medan. Pengarang haruslah menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan lengkap dengan karakteristik dan sifat khasnya. Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur local color, akan menyebabkan latar tempat menjadi unsur yang dominan dalam karya yang bersangkutan.
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa–peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya
19
dengan peristiwa sejarah. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan
menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tidak dapat diganti dengan waktu yang lain tanpa
mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu menjadi amat koheren dengan unsur cerita yang lain. Ketipikalan unsur waktu dapat menyebabkan unsur tempat
menjadi kurang penting, khususnya waktu sejarah yang berskala nasional.
3. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal–hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap, dan lain–lain yang tergolong latar spiritual.seperti dikemukakan sebelumnya.
Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. Di samping berupa hal–hal yang telah dikemukakan, ia dapat pula berupa dan diperkuat
dengan penggunaan bahasa daerah atau dialek–dialek tertentu.
Pada dasarnya pengertian latar dari beberapa pendapat di atas memiliki inti yang
sama. Latar yang dimaksud dalam cerita fiksi (cerpen) adalah tempat terjadinya cerita, kapan di mana cerita itu terjadi. Berkaitan dengan kemampuan menulis cerita
dua unsur cerita, yaitu tema dan watak atau karakter tokoh, supaya latar atau setting
yang digunakan memiliki hubungan kausal antar tema, dan watak tokoh.
2.3.4 Alur
Dalam arti luas, alur adalah keseluruhan sekuen (bagian) peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita, yaitu rangkaian peristiwa yang terbentuk karena proses sebab
akibat (klausal) dari peristiwa-peristiwa lainnya Stanton, (dalam Kurniawan, 2012: 69). Alur adalah rangkaian peristiwa yang saling berkaitan karena hubungan sebab dan akibat (Suyanto, 2012: 49). (Wiyatmi, 2006: 36) menyatakan alur merupakan
rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hubungan sebab akibat. Sementara itu menurut (Sumardjo, 2007: 136), plot tersembunyi dalam jalan cerita, kita dapat
mengetahui plot jika kita mengikuti jalan cerita. Plot atau alur merupakan bagian yang menarik dalam sebuah cerita.
Menurut (Sayuti, 2000: 32), alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal,
bagian tengah (klimaks), dan bagian akhir (penyelesaian). Alur memiliki beberapa kaidah, yaitu plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense, dan unity (keutuhan) (Sayuti, 2000: 47-53). Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan
saksama membentuk alur yang menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian Sudjiman (dalam Budianta, 2002: 86) .
21
utama) dan bentuk kerangka cerita. Tidak selamanya suatu kisah dijalin dengan
peristiwa-peristiwa yang berlangsung dari A – Z, menurut alur kronologis.
Berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan tentang kemampuan menulis
cerita pendek, diharapkan siswa dapat menyusun alur cerita pendek berdasarkan peristiwa yang terjadi, dan menyusun peristiwa atau kejadian secara logis dan
memiliki hubungan kausal.
Lubis (dalam Tarigan, 2008: 156) membagi unsur-unsur alur menjadi lima bagian, yaitu.
1. Situation (pengarang mulai melukiskan sesuatu keadaan atau situasi latar, dan tokoh).
2. Generating circumstances (peristiwa yang bersangkut-paut, yang berkait-kaitan mulai bergerak), tahap pemunculan konflik. Peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal pemunculan
konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
3. Rising action (keadaan mulai memuncak), tahap peningkatan konflik, konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa semakin mencengkam, dan tokoh mencapai ke klimaks yang
tak dapat dihindari.
5. Denouement (pengarang memberikan pemecahan sosial dari semua peristiwa) tahap penyelesaian, konfik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan.
Sementara itu menurut (Tarigan, 1979: 82) mengemukakan bahwa unsur terpenting yang terdapat di dalam suatu alur cerita adalah konflik. Konflik adalah permasalahan
yang dialami oleh karakter dalam cerita dan konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk plot. Konflik tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya sebagai berikut.
a. Manusia dan manusia; b. manusia dan masyarakat;
c. manusia dan alam sekitar; d. suatu ide dan ide lain; e. seseorang dan kata hatinya.
Jenis konflik (a), (b), dan (c) di atas dapat disebut physical conflict, external conflict,
atau konflik jasmaniah sedangkan konflik (d) dan (e) disebut psyhological conflict, internal conflict atau konflik batiniah. Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, cerpen merupakan sebuah karya sastra yang bersifat imajinatif dan kreatif serta adanya unsur kebaruan dan keaslian. Masalah kreativitas, kebaruan, dan keaslian
dapat juga menyangkut masalah pengembangan plot.
Sementara itu, (Nurgiyantoro, 2010: 153) membedakan plot menjadi tiga kriteria
23
1. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Urutan waktu adalah waktunya terjadi peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Secara teoritis kita dapat membedakan plot ke dalam dua
kategori.
a. Plot Lurus, progresif. Dikatakan jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis yang diikuti penyebab terjadinya peristiwa-peristiwa yang ada dalam
suatu cerita.
b. Plot sorot balik, flas-back. Urutan kejadian yang dikisahkan ke dalam karya fiksi
yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah bahkan tahap akhir kemudian tahap
awal cerita yang dikisahkan.
2. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah
Dengan kriteria jumlah dimaksudkan sebagai banyaknya cerita yang terdapat dalam
sebuah karya fiksi. Di dalam karya fiksi ada dua kriteria.
a. Plot Tunggal, mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonist sebagai hero.
b. Plot Sub-subpot, sebuah cerita memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan dalam perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya.
3. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan
Dengan criteria pemadatan dimaksudkan tidak ada pengembangan dalam cerita pada sebuah karya fiksi. Plot disini dibedakan menjadi dua yaitu plot padat dan plot
a. Plot Padat, cerita disampaikan secara cepat, peristiwa fungsional terjadi secara
susul-menyusul dengan cepat, hubungannya terjalin secara erat, dan pembaca seolah-olah dipaksa untuk selalu mengikutinya.
b. Plot longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa berlangsung lambat disamping hubungannya antar peristiwa tersebut tidaklah erat benar.
2.3.5 Gaya Bahasa
Gaya bahasa berarti cara membentuk atau menciptakan bahasa sastra dengan memilih diksi, sintaksis, ungkapan-ungkapan, majas, dan imajinasi-imajinasi yang tepat untuk
memperoleh estetik (Zulfanhur, 1997: 38). Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap
(Suyanto, 2012: 51). Gaya bahasa menurut Nugiantoro (dalam Suyanto, 2012: 52) adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan permajasan dan gaya retoris.
Unsur-unsur style menurut Nurgiantoro (dalam Suyanto, 2012: 51) yaitu dengan diksi (pemilihan kata), pencitraan (penggambaran sesuatu yang seolah-olah dapat diindra
pembaca), majas dan gaya retoris.
1. Diksi. Dalam penggunaan unsur diksi, pengarang melakukan pemilihan kata
(diksi). Kata-kata betul-betul pilihan agar sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan dan ekspresi yang ingin dihasilkan. Kata-kata yang dipilih bisa dari kosa kata sehari-hari atau formal, dari bahasa Indonesia atau bahasa lain (bahasa
25
yakni arti yang ditimbulkan oleh asosiasi-asosiasi gambaran, ingatan, dari
perasaan) dari kata tersebut.
2. Citra/imaji adalah kata atau susunan kata yang dapat memperjelas atau
memperkonkret apa yang dinyatakan pengarang sehingga apa yang digambarkan itu dapat ditangkap oleh panca indra kita. Melalui pencitraan/pengimajian apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (citraan penglihatan) didengar
(citraan pendengaran), dicium (citraan penciuman), dirasa (citraan taktil), diraba (citraan perabaan), dikecap (citraan pencecap), dan lain-lain.
3. Permajasan adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias (maknanya tidak merujuk pada makna harfiah). Permajasan terbagi menjadi 3,
yaitu perbandinga/perumpamaan, pertentangan, dan pertautan.
4. Gaya retoris adalah teknik pengungkapan yang menggunakan bahasa yang maknanya langsung (harfiah), tetapi diurutkan sedemikian rupa dengan
menggunakan struktur, baik struktur kata maupun kalimat, untuk menimbulkan efek tertentu, misalnya dengan pengulangan, pembalikan susunan, dan lain-lain.
Berdasarkan unsur-unsur gaya bahasa menurut Nurgiantoro seperti yang dijelaskan di
atas, dalam penelitian ini unsur-unsur gaya bahasa yang diteliti hanya dibatasi pada unsur diksi atau pemilihan kata yang digunakan siswa dalam menulis cerpen.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang terkumpul berbentuk kata-kata. Bogdan, Tylor, dan Moleong dalam Margono (2007: 36)
mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan yaitu
mengkaji penelitian secara alamiah kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015.
3.2 Populasi
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan (Margono, 2010: 118). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di SMA Negeri 1 Gadingrejo. Sumber data pada penelitian ini terdiri atas 8 kelas, masing-masing kelas berjumlah 32 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat
27
Tabel 1. Jumlah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015
No Kelas Jumlah Siswa
1 XI IPA 1 32
2 XI IPA 2 32
3 XI IPA 3 32
4 XI IPA 4 32
5 XI IPS 1 32
6 XI IPS 2 32
7 XI IPS 3 32
8 XI IPS 4 32
Jumlah 256
3.3 Sampel
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan
menggunakan cara tertentu (Margono, 2010: 121). Mengingat populasi yang akan diteliti yaitu 256 siswa, oleh sebab itu peneliti mengambil sampel dari populasi tersebut. Pengambilan sampel mengacu pada pendapat (Arikunto, 2010) yang
menyatakan bahwa, apabila subjeknya lebih dari 100, sampel dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25%. Berdasarkan ketentuan tersebut penulis mengambil
Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015 yang Menjadi Sampel
No Kelas Jumlah Siswa 10% dari Jumlah
Siswa
Sampel yang Ditetapkan
1 XI IPA 1 32 3,2% 4
2 XI IPA 2 32 3,2% 4
3 XI IPA 3 32 3,2% 4
4 XI IPA 4 32 3,2% 4
5 XI IPS 1 32 3,2% 4
6 XI IPS 2 32 3,2% 4
7 XI IPS 3 32 3,2% 4
8 XI IPS 4 32 3,2% 4
Jumlah 32
Dalam penentuan sampel, penulis menggunakan Random Sampling (pengambilan sampel secara acak) dengan cara diundi, dengan masing-masing kelas sebanyak 10% dari setiap kelas yang diundi melalui gulungan kertas yang dikeluarkan pada tiap-tiap kelas. Dengan demikian setiap siswa yang menjadi anggota populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel. Mengingat banyaknya populasi, maka untuk memudahkan pengambilan anggota sampel penelitian,
undian dilakukan di setiap kelas. Hal ini dimaksudkan agar anggota sampel untuk masing-masing kelas seimbang jumlahnya dan menyebar di semua kelas, sehingga
29
Langkah-langkah pengambilan sampel tersebut adalah sebagai berikut.
1. mempersiapkan kertas kosong yang dipotong-potong sesuai keperluan;
2. menuliskan nama-nama anggota populasi (perkelas) kedalam masing-masing
kertas yang sudah dipotong-potong, dan kemudian digulung;
3. gulungan kertas tadi dimasukan kedalam wadah (masing-masing kelas) lalu
dikocok supaya acak;
4. gulungan kertas tadi dikeluarkan satu persatu sesuai dengan keperluan, dan nama yang terdapat pada gulungan tersebut dicatat;
5. nama-nama yang terpilih dari gulungan kertas yang keluar, kemudian dicatat dan selanjutnya dijadikan sampel penelitian. Hal ini dilakukan pada setiap
kelas.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik
tes. Jenis tes yang digunakan yaitu tes tertulis dalam bentuk pemberian tugas, yaitu siswa diberi tugas menulis cerpen. Waktu yang disediakan untuk menulis
cerpen tersebut sebanyak 90 menit.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis untuk mengumpulkan data adalah
sebagai berikut.
b. Agar kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek dapat terlihat secara
keseluruhan, maka penulis memberi kebebasan siswa untuk memilih sendiri tema yang akan disajikan dalam cerita pendek berdasarkan waktu yang
ditentukan (2x45) 90 menit.
c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya jika ada yang kurang jelas sebelum
menulis cerita pendek.
d. Siswa menulis cerita pendek meliputi beberapa indikator, yakni 1) penyajian tokoh; 2) pengungkapan tema; 3) penyajian latar; 4) penyajian alur; dan 5)
penggunaan gaya bahasa.
e. Mengakhiri dengan mengumpulkan hasil karangan siswa.
f. Membaca secara keseluruhan hasil kerja siswa dan memberikan skor per aspek.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data bertujuan untuk mengetahui data tingkat kemampuan menulis
cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015. Penulis menganalisisnya menggunakan teknik analisis kualitatif, maksudnya data yang telah dipresentasikan akan ditafsirkan dengan kata-kata
yang bersifat kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah sebagai
berikut.
1. Mengoreksi hasil tes menulis cerita pendek pada seluruh sampel terpilih.
2. Memberi skor per siswa sesuai dengan indikator penilaian dan bobot penilaian kemampuan menulis cerita pendek. Skor diberikan setelah tahap
31
Tabel 3. Aspek Penilaian Kemampuan Menulis Cerita Pendek
No Indikator Subindikator Deskriptor Skor
33
Permainan alur Permainan alur/plot menarik, ada ketegangan dan kejutan serta pembayangan peristiwa yang akan terjadi
35
3. Menghitung skor kemampuan menulis cerita pendek dengan menggunakan
rumus sebagai berikut. Untuk menghitung skor yang diperoleh Herda berdasarkan rumus penghitungan
kemampuan menulis cerita pendek adalah:
NS: 16 x 100% = 76,19 dibulatkan 76% 21
Dengan demikian, jika disandingkan dengan tolok ukur penilaian, kemampuan
menulis cerita pendek Herda termasuk kategori baik.
4. Menjumlah skor hasil tes kemampuan menulis cerita pendek dari penskor I dan
penskor II, kemudian hasilnya dibagi dua.
5. Menghitung rata-rata kemampuan menulis cerita pendek dengan rumus seperti
di bawah ini.
X = X N
Keterangan :
X = Skor rata-rata
X = Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa dalam menulis cerita pendek
N = Jumlah sampel (jumlah siswa)
6. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan pada tolok ukur yang digunakan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Menulis Cerita Pendek Interval Presentase Tingkat Kemampuan Keterangan
85% - 100% Baik sekali
75% - 84% Baik
60% - 74% Cukup
40% - 59% Kurang
0% - 39% Kurang sekali
(Nurgiantoro, 2001: 399)
91
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada bab empat, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 tergolong kategori cukup dengan skor
rata-rata 67,75. Adapun rincian dari hasil penelitian sebagai berikut.
1) Jumlah skor rata-rata keseluruhan hasil tes kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015
yaitu, 67,75. Jika disandingkan dengan tolok ukur penilaian, tingkat kemampuan menulis cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 termasuk dalam kategori cukup.
2) Skor rata-rata kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2014/2015 per indikatornya adalah sebagai berikut.
a. Indikator tema, tingkat kemampuan baik. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan siswa dalam penyajian tema, yaitu 79,25.
b. Skor rata-rata kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek untuk
Kelogisan tindakan tokoh dengan skor rata-rata 76,15, tergolong berkategori baik.
Penyajian watak tokoh dengan skor rat-rata 61,65, tergolong berkategori cukup.
c. Indikator latar, tingkat kemampuan cukup dengan skor rata-rata, yaitu 65,25.
d. Skor rata-rata kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek untuk
indikator alur, yaitu 60,35 dengan tingkat kemampuan cukup, ditinjau dari.
Rangkaian peristiwa, tergolong berkategori cukup dengan skor rata-rata 63,68.
Permainan alur, tergolong berkategori kurang dengan skor rata-rata 56,95.
e. Indikator gaya bahasa, tingkat kemampuan cukup dengan skor rata-rata 67,37.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyampaikan beberapa saran sebagai
berikut.
1. Dalam proses pembelajaran, guru sebaiknya memberikan arahan, bimbingan,
dan menyampaikan evaluasi terhadap pekerjaan siswa, khususnya pembelajaran menulis cerita pendek agar dapat mengevaluasi hasil tulisan yang telah dibuatnya, sehingga akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaiknya guru
93
2. Siswa SMA Negeri 1 Gadingrejo hendaknya lebih sering berlatih menulis
cerita pendek karena hasil skor yang diperoleh secara keseluruhan masih tergolong cukup.
3. Siswa disarankan untuk lebih intensif dalam membaca cerpen karya para penulis cerpen yang ternama dan berkualitas. Hal tersebut penting sekali karena sebagai bahan acuan dalam menulis cerita pendek.
4. Pada aspek pengembangan tokoh dan alur supaya lebih ditingkatkan agar cerpen yang dihasilkan lebih menarik dibaca, bukan hanya daftar peristiwa.
Peningkatan pengembangan karakter tokoh hendaknya dilakukan berdasarkan fungsinya sebagai tokoh protagonis dan antagonis sehingga cerpen yang
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Budianta, Melani dkk. 2002. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Depok.
Dalman. 2014. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saitifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.
Esten, Mursal. 1987. Kesustraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa
Margono. S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mujid, Abdul. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Kajian Teoritis dan Praktis. Bandung: Interes Media.
Nadeak, Wilson. 1989. Bagaimana Munulis Cerpen. Bandung: Yayasan Kalam Gadjah Mada University Press.
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: FPBS IKIP.
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2010. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa.