• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Potensi Sumber Daya Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Potensi Sumber Daya Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

STUDY THE POTENTIAL OF WATER RESOURCES FOR MICROHYDRO POWER PLANT IN TUGU RATU VILLAGE

SUBDISTRICT SUOH WESTERN LAMPUNG REGENCY PROVINCE OF LAMPUNG

by HUMAIDI

Water resources in Western Lampung Regency particularly the sub-District Suoh has a lot of potential hydropower, which have not been able to optimally utilized as electrical energy. So that one of the optimal effort that can be done is by using microhydro energy.

Location of the research is in the Way Sekanda river tributary of the Way Semaka river. Process analysis using primary data in the form of a cross section of the river cross-section of data and flow velocity of Way Sekanda, than secondary data from hourly discharge data from the watershed outlet Way Besai for 11 (eleven) years, the real-time of rainfall in Tugu Ratu village from September 2012 to September 2014 and watershed area derived from Geographic Information System. Analysis starts from the formation of spatial data maps of Way Semaka watershed, Way Besai watershed and Way Sekanda watershed using ArcGIS program. Research method includes regionalization Way Semaka watershed and Way Besai watershed, estimation the dependable discharge (Q80%) using FDC method, measured discharge calculation of Way Sekanda river, correlation between discharge FDC method and measured discharge and calculate the electric power which can be generated.

(2)

while the electric power with an efficiency of 90 % is 4,1219 kW. Therefore Way Sekanda River is potential for micro hydro power plants (MHP).

(3)

ABSTRAK

STUDI POTENSI SUMBER DAYA AIR UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI PEKON TUGU RATU KECAMATAN SUOH

KABUPATEN LAMPUNG BARAT PROPINSI LAMPUNG

Oleh

HUMAIDI

Sumber daya air di Kabupaten Lampung Barat khususnya di Kecamatan Suoh yang melimpah mempunyai banyak potensi tenaga air, yang belum mampu dimanfaatkan secara optimal sebagai energi listrik. Sehingga salah satu usaha optimal yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan energi listrik mikrohidro.

Lokasi penelitian dilakukan di sungai Way Sekanda anak sungai Way Semaka. Proses analisis menggunakan data primer berupa data penampang potongan melintang sungai dan kecepatan aliran sungai way sekanda serta data sekunder yang terdiri dari data debit jam-jam dari outlet DAS sungai Way Besai selama 11 tahun, curah hujan real time di Pekon Tugu Ratu dari september 2012 sampao september 2014 dan data luasan DAS berasal dari Sistem Informasi Geografis. Analisis dimulai dari pembentukan data spasial peta DAS Way Semaka, Way Besai, Way Sekanda dengan menggunakan program ArcGIS. Melakukan regionalisasi DAS Way Semaka dan Way Besai, memperkirakan debit andalan (Q80%) dengan menggunakan metode FDC ( Flow Duration Curve), menghitung debit terukur sungai Way Sekanda, melihat hubungan antara debit metode FDC dan Debit terukur dan menghitung daya listrik yang dapat tebangkitkan.

(4)

menggunakan debit rencana 50% (Q50%) sebesar 0,0592 m3/s, didapatkan daya listrik dengan efisiensi 60% sebesar 2,7479 kW, sedangkan daya listrik dengan efisiensi 90% sebesar 4,1219 kW. Oleh karena itu Sungai Way Sekanda berpotensi untuk dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

(5)
(6)

STUDI POTENSI SUMBER DAYA AIR

UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO

DI PEKON TUGU RATU KECAMATAN SUOH KABUPATEN

LAMPUNG BARAT PROPINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

HUMAIDI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema Siklus Hidrologi ... 12

Gambar 2. Perencanaan Tenaga Air ... .. 29

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian ... .. 41

Gambar 4. Currentmeter dan pengukuran kedalaman dan kecepatan aliran ... .. 44

Gambar 10. Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 54

Gambar 11. Grafik Hubungan Debit sungai Way Besai dan curah hujan di Suoh per jam tanggal 2 Desember 2012 ... .. 54

Gambar 12. Grafik Hubungan Debit sungai Way Besai dan curah hujan di Suoh per jam tanggal 17 Desember 2012 ... .. 55

Gambar 13. Grafik Hubungan Debit sungai Way Besai dan curah hujan di Suoh per jam tanggal 30 Januari 2013 ... .. 55

Gambar 14. Grafik Hubungan Debit sungai Way Besai dan curah hujan di Suoh per jam tanggal 13 November 2013 ... .. 56

Gambar 15. Grafik Hubungan Debit sungai Way Besai dan curah hujan di Suoh per jam tanggal 5 Januari 2014 ... .. 56

Gambar 16. Grafik Hubungan Debit sungai Way Besai dan curah hujan di Suoh per jam tanggal 6 Januari 2014 ... .. 57

Gambar 17. Flow Duration Curve DAS Way Besai ... .. 58

Gambar 18. Flow Duration Curve DAS Way Semaka ... .. 60

Gambar 19. Flow Duration Curve DAS Way Sekanda ... .. 61

(8)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi PLTA ... . 28

Tabel 2. Perhitungan Flow Duration Curve DAS Way Besai masing-masing tahun ... 58

Tabel 3. Flow Duration Curve DAS Way Besai ... 59

Tabel 4. Nilai debit untuk Way Semaka dan Way Sekanda ... 60

Tabel 5. Perhitungan Debit Terukur ... .. 62

Tabel 6. Perbandingan debit FDC dan Terukur ... .. 63

(9)
(10)
(11)

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

(QS. Al Insyirah : 6)

Mengapa lelah? sementara Allah SWT selalu menyemangati dengan Hayya ‘alal Falah bahwa jarak

kemenangan hanya berkisar antara kening dan sajadah.

Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran (yang kau jalani) yang akan membuatmu

terpana hingga kau lupa pedihnya rasa sakit.

(Imam Ali bin Abu Thalib AS)

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup

tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka

Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap

berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu.

(12)
(13)

Kupersembahkan Skripsi Karyaku Ini Untuk

Allah SWT penguasa alam, yang selalu memberikan ridho dan barokahnya

kepada penulis. Nabi Muhammad SAW, uswatun hasanah kaum

muslimin, yang membawa peradapan kearah yang lebih baik melalui suri

teladannya.

Bapak Kamsari dan Ibu Endah Faridah tercinta,terbaik dan terikhlas

yang dengan sabar membimbing dan menyayangi dengan penuh pengorbanan

dan selalu mendoakan yang terbaik untuk penulis.

Abang, Kakak dan adik yang selalu menjadi motivator, semangat dan selalu

menjadi kebanggaanku, Muhyidin, Fadillah Sari, Yulis Sari, Meilinda

Sari, Ratna Sari, Serta kakak iparku Marsal dan Mahdi.

Semua Keluarga Teknik Sipil Unila Khususnya Angkatan 2010.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 28 Mei 1992. Penulis merupakan putra dari pasangan Bapak Kamsari dan Ibu Endah Faridah, anak keempat dari enam bersaudara.

Dengan rahmat Allah SWT penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 4 Sawah Lama pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan Sekolah Menegah Atas Arjuna Bandar Lampung 2010. Terakhir Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Sipil Universitas Lampung melalui SNMPTN pada tahun 2010.

Pada tahun 2013, penulis melakukan Kerja Praktek pada Proyek Pembangunan Gedung Kantor Terpadu PT. Bukit Asam Persero Tbk Unit Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung di perusahaan PT. PP Dirganeka di Tarahan, Bandar Lampung. Pada tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Banjarmasin, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan selama 40 hari dengan tema “Pemberdayaan Masyarakat”, pada tahun yang sama penulis

mengambil skripsi dengan judul

Studi Potensi Sumber Daya Air Untuk

(15)
(16)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan berjudul “Studi Potensi Sumber Daya Air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Suharno, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung, terima kasih atas segala bantuan dan saran-saran yang diberikan.

3. Ibu Dr. Dyah Indriana K, S.T., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I, Bapak Dwi Joko Winarno, S.T., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing II dan Ibu Siti Nurul Khotimah, S.T., M.T., selaku Dosen Penguji atas kesediaan memberi bimbingan, pengarahan, saran dan ilmu yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(17)

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen, Staf Administrasi dan semua pegawai Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung.

7. Teman-teman terbaikku : M. Najmul Falah, Robiyanto, Sapto Nugroho, Riko Berli A, Dian Setiawan, Fransiskus A Saputra, Rindri Mutohir, Maulana Rendri Yuda, M. Abi Berkah Nadi, Yodi Priambodo, Muh Aldani, Herman Sahdi, Aria Febriantama, Galang Abdul Gandi, Alhadi Pratama B, Lidya T. M. Sinaga, Pompina Manullang, Rizki Arissa, Elvira Indryana, Devianti Muziansyah, Armulina Patihawa B dan Diana Nur’afni.

8. Seluruh rekan-rekan Teknik Sipil Angkatan 2010 serta kiyai-kiyai, atuk-atuk dan adik-adik Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung, terimakasih atas kebersamaan yang telah diberikan selama ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar lampung, Februari 2015 Penulis,

(18)
(19)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ... 40

3.2 Pengumpulan Data ... 42

3.3 Alat ... 43

3.4 Metode Penelitian ... 43

3.5 Bagan Alir Penelitian ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data Spasial ... 50

4.1.1 Daerah Aliran Sungai Way Semaka ... 50

4.1.2 Daerah Aliran Sungai Way Besai ... 51

4.1.3 Daerah Aliran Sungai Way Sekanda ... 52

4.2 Regionalisasi DAS ... 53

4.3 Perhitungan Debit Rancangan dengan Menggunakan Metode FDC (Flow Duration Curve) ... 57

4.4 Perhitungan Debit Sungai Way Sekanda ... 61

4.5 Perbandingan Debit Metode FDC dengan Debit Terukur . ... 62

4.6 Perhitungan Daya Listrik ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

(20)

BAB I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki kehidupan (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Air juga dapat diartikan sebagai potensi sumber energi yang besar, karena pada air tersimpan energi potensial (pada air jatuh) dan energi kinetik (pada air mengalir). Tenaga air (hydropower) adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir. Energi yang dihasilkan dari air yang mengalir (energi kinetik) dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin atau kincir air (energi mekanis), untuk selanjutnya diubah menjadi energi listrik. Pemanfaatan energi air banyak dilakukan dengan menggunakan kincir air atau turbin air yang memanfaatkan adanya suatu air terjun atau aliran air di sungai.

(21)

ternyata tidak dapat mengimbangi pertumbuhan industri maupun tingkat sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan infrastruktur ini merupakan salah satu prasyarat utama investasi yang sekarang ini tengah digalakkan oleh pemerintah. Di sisi lain pemenuhan pembangunan tenaga listrik untuk masyarakat umum terutama di perdesaan masih cukup rendah. Upaya pemecahan dari permasalahan tersebut adalah pembangunan listrik perdesaan untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat di perdesaan yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun sumber lainnya. Pembangunan ketenagalistrikan tersebut bertujuan untuk pemerataan pembangunan ketenagalistrikan agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi di perdesaan.

(22)

3

Indonesia memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi, sehingga memiliki banyak sumber air yang salah satunya adalah sungai. Di Indonesia terdapat ratusan sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi terutama di daerah-daerah perdesaan yang masih belum dilalui jaringan listrik, yaitu dengan memanfaatkan tenaga air untuk menjadi tenaga listrik.Untuk membantu memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut, dapat dilakukan upaya pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Kecamatan Suoh di Kabupaten Lampung Barat merupakan lokasi yang sulit dijangkau karena kondisi jalan yang buruk dan daerah perbukitan sehingga hanya dapat dilalui oleh motor trail maupun oleh kendaraan roda empat (4 wheel drive) untuk sampai di Kecamatan Suoh. Kondisi ini diperburuk karena pada saat ini sebagian wilayah Kecamatan Suoh tidak menikmati fasilitas listrik. Hal ini mengganggu kegiatan maupun produktivitas penduduk. Masyarakat tidak dapat menyalurkan hasil bumi dengan baik. Begitu juga bagi para siswa sekolah tidak dapat belajar dengan maksimal di malam hari. Namun, Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi sumber daya air yang cukup untuk menggerakkan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik.

(23)

pemerintah setempat pun tengah mengusahakan izin dari pusat untuk mengelola potensi sungai. Izin disampaikan kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai pembangunan pembangkit listrik tenaga air. Beberapa sungai yang dapat dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik tenaga air yakni Sungai Batang Ireng di Pekon Sumber Agung Kecamatan Suoh. Jika menunggu realisasi dari rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik tersebut, bisa memerlukan waktu yang sangat lama. Padahal kebutuhan penduduk akan energi listrik sudah mendesak untuk dipenuhi. Sehingga salah satu usaha optimal yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan energi listrik mikrohidro.

(24)

5

hidrometri dengan data debit sungai dalam waktu yang panjang dan letak geografisnya pun berdekatan dengan DAS Way Semaka. Sehingga perlu dilakukan Regionalisasi antara DAS Way Semaka dengan DAS Way Besai untuk mendapatkan nilai debit dari DAS Way Sekanda di Kecamatan Suoh.

Besarnya listrik yang dihasilkan oleh PLTA tergantung dua faktor yaitu, semakin tinggi suatu bendungan, semakin tinggi air jatuh maka semakin besar tenaga yang dihasilkan, sehingga semakin banyak air yang jatuh maka turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih besar. Jumlah air yang tersedia tergantung pada jumlah air yang mengalir di sungai. Untuk itu perlu dilakukan analisis hidrologi dan hidrolika yang mencakup pengukuran debit dan analisis aliran rendah (low flow).

1.2 Rumusan Masalah

(25)

khususnya Kecamatan Suoh, untuk mengatasi krisis energi listrik di daerah tersebut dengan keadaan data debit yang dibutuhkan tidak tersedia di DAS lokasi penelitian ?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji potensi dan pengembangan sumber daya air sebagai pembangkit listrik tenaga air, dengan meninjau ketersediaan air di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung, khususnya di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menyelidiki keakuratan metode regionalisasi dalam perhitungan debit Sungai Way Sekanda di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh.

2. Menghitung debit andalan dengan menggunakan metode FDC (Flow Duration Curve) di Sungai Way Besai, Way Semaka dan Way Sekanda.

3. Mengkalibrasi hasil perhitungan debit andalan di DAS Way Sekanda dengan hasil pengukuran debit di lapangan.

(26)

7

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini meliputi :

1. Pengukuran debit yang terdiri dari pengukuran potongan melintang dan pengukuran kecepatan aliran sungai Way Sekanda.

2. Analisis aliran rendah (low flow) yang mempunyai sasaran pokok untuk mendapatkan debit andalan di sungai Way Sekanda.

3. Analisis daya listrik yang dapat dibangkitkan dengan debit probabilitas 50% dari sungai Way Sekanda.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik inflow jangka panjang serta menetapkan ketersediaan air yang dapat digunakan utuk keperluan PLTMH di Way Sekanda.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro yang ada pada Sungai Way Sekanda di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat.

(27)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi (Chow, 1998). Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuhan dan selebihnya sampai ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (suface runoff). Air yang meresap ke dalam tanah sebagian mengalir di dalam tanah (perkolasi) yang kemudian keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut, siklus ini berlangsung terus menerus.

Sedangkan siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan (presipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan (runoff), dan aliran bawah tanah.

(28)

9

aliran ini selain dipengaruhi oleh karakteristik DAS, juga sangat tergantung pada karakteristik hujan yang jatuh. Karakteristik hujan meliputi tebal hujan, intensitas hujan dan durasi hujan, sedangkan karakteristik DAS meliputi topografi, geologi, geomorfologi, tanah, penutup lahan/vegetasi, dan pengolahan lahan serta morfometri DAS (Hadi, 2006).

Air berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan proses penguapan atau evaporasi. Uap ini bergerak di atmosfir (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfir dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan. Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil timbul akibat kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butiran-butiran air. Apabila jumlah butir air sudah cukup banyak akibat gravitasi butir-butir itu akan turun ke bumi dan proses tersebut disebut dengan istilah hujan.

(29)

Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah lagi, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuaran ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah (surface runoff) karena bergerak di atas permukaan tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai, sistem danau ataupun waduk. Dalam sistem sungai air mengalir mulai dari sistem sungai yang kecil menuju ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuari yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut.

Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan tanah meresap ke dalam tanah dalam bentuk-bentuk infiltrasi, perkolasi, kapiler. Aliran tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah dalam, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada waktu musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada satu sistem sungai tertentu masih ada aliran secara tetap dan kontinyu.

(30)

11

pengambilan air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman tersebut disebut sebagai evapotranspirasi.

Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Air laut merupakan tempat dengan sumber air yang sangat besar dan dikenal dengan nama air asin (salt water)

(31)

Sumber : Soemarto (1987)

Gambar 1. Skema Siklus Hidrologi

Berdasarkan pembahasan tentang kajian siklus hidrologi maka proses-proses yang tejadi dalam siklus hidrologi adalah:

1. Presipitasi 2. Evapotranspirasi 3. Infiltrasi dan perkolasi

4. Limpasan permukaan (surface run off) dan aliran air tanah (groundwater flow)

(32)

13

2.2 Siklus Limpasan

Siklus limpasan (runoff cycle) sebenarnya hanya merupakan penjelasan lebih rinci sebagian siklus hidrologi, khususnya yang terkait dengan aliran air di permukaan lahan yang juga memberikan gambaran sederhana tentang neraca air. Semula penjelasan ini diberikan oleh Hoyt (Harto, 2000) dalam lima fase akan tetapi untuk praktisnya, di bagian ini akan diringkas dalam 4 fase saja, yaitu fase akhir musim kemarau, fase permulaan musim hujan, fase pertengahan musim hujan dan fase awal musim kemarau. Pada dasarnya antara siklus limpasan, siklus hidrologi dan neraca air tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian terdapat dua pengertian yang diperlukan untuk menjelaskan siklus limpasan ini.

a. Kapasitas Lapangan (field capacity) yang mempunyai arti jumlah maksimum yang dapat ditahan oleh massa tanah terhadap gaya berat. b. Soil Moisture Deficiency (SMD) yaitu perbedaan jumlah kandungan

air dalam massa tanah suatu saat dengan kapasitas lapangannya.

Siklus limpasan Hoyt (Harto, 2000) dijelaskan sebagai berikut. 1. Fase I (Akhir musim kemarau)

(33)

satu lapisan telah kering maka penguapan terus terjadi dengan penguapan lapisan di bawahnya. Dengan demikian maka lapisan tanah di atas akuifer menjadi semakin kering, atau nilai SMD semakin besar. Dalam fase ini, limpasan sama sekali tidak ada, sehingga aliran di sungai sepenuhnya bersumber dari pengatusan (drain) dari akuifer, khususnya sebagai aliran dasar (baseflow). Karena tidak ada hujan, berarti tidak ada infiltrasi dan perkolasi, maka tidak ada penambahan air ke dalam akuifer. Akibatnya muka air (tampungan air) dalam akuifer menyusut terus, yang menyebabkan penurunan debit aliran dasar. Keadaan ini dapat nampak pada sumur-sumur dangkal (unconfined aquifer), yang menunjukkan penurunan muka air. Hal ini akan terjadi terus selama belum terjadi hujan.

2. Fase II (Awal musim hujan)

(34)

tampungan-15

tampungan cekungan (depression storage) yang selanjutnya akan diuapkan kembali atau sebagian terinfiltrasi. Oleh sebab itu sumbangan limpasan permukaan (surface runoff) masih sangat kecil (belum ada), sehingga belum nampak pada perubahan cepat muka air di sungai. Selain itu air yang terinfiltrasi pun juga tidak banyak, yang

mungkin baru cukup untuk „membasahi’ lapisan atas tanah. Dengan

pengertian lain, air yang terinfiltrasi masih digunakan oleh tanah untuk mengurangi SMD-nya, sehingga belum banyak air yang diteruskan ke bawah (perkolasi). Dengan demikian maka potensi akuifer belum berubah, maka aliran yang dapat dihasilkan sebagai aliran dasar juga belum berubah.

3. Fase III (Pertengahan musim hujan)

Dalam periode ini diandaikan hujan sudah cukup banyak, sehingga kehilangan air akibat intersepsi sudah tidak ada lagi (karena sudah terimbangi oleh stemflow dst). Demikan pula tampungan cekungan (depression storage) telah terpenuhi, sehingga air hujan yang jatuh di atas lahan dan mengalir sebagai overlandflow, kemudian mengisi tampungan cekungan diteruskan menjadi limpasan (runoff) yang selanjutnya ke sungai.

(35)

diteruskan baik sebagai aliran antara (interflow) maupun komponen aliran vertikal (percolation), yang akan menambah tampungan air tanah (ground water storage/aquifer). Akibat penambahan potensi air tanah ini maka muka air tanah akan naik (terutama yang nampak di akuifer bebas) dan aliran air tanah juga akan bertambah. Sehingga terjadi penambahan debit aliran dasar di sungai. Keadaan semacam ini berlanjut terus sampai akhir musim hujan.

4. Fase IV (Awal musim kemarau)

Periode ini mengandaikan keadaan di musim kemarau, sehingga hujan sudah tidak ada lagi. Dalam keadaan ini dalam sistem DAS tidak ada lagi masukan (hujan), yang ada adalah keluaran, baik sebagai penguapan maupun keluaran air pengatusan dari akuifer. Keadaan ini adalah awal dari keadaan fase I dan akan berlanjut terus sampai dengan fase I.

2.3 Debit

(36)

17

Debit sungai di suatu lokasi dapat diperkirakan dengan cara berikut : 1. Pengukuran di lapangan (di lokasi yang ditetapkan),

2. Berdasarkan data debit dari stasiun di dekatnya, 3. Berdasarkan data hujan,

4. Berdasarkan pembangkitan data debit.

Pengukuran debit di lapangan dapat dilakukan dengan membuat stasiun pengamatan atau dengan mengukur debit di bangunan air seperti bendung dan peluap. Dalam hal yang pertama, parameter yang diukur adalah tampang lintang sungai, elevasi muka air, dan kecepatan aliran. Selanjutnya, debit aliran dihitung dengan mengalikan luas tampang dan kecepatan aliran.

Menurut Soewarno (1991), pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung (direct) atau tidak langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan langsung apabila kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran. Berbagai alat ukur kecepatan aliran adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (floating method);

b. Pengukuran menggunakan alat ukur arus (current meter);

c. Pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan zat warna (dillution method).

(37)

Sering di suatu lokasi yang akan dibangun bangunan air tidak terdapat pencatatan debit sungai dalam waktu panjang. Dalam keadaan tersebut terpaksa debit diperkirakan berdasarkan:

1. Debit di lokasi lain pada sungai yang sama 2. Debit di lokasi lain pada sungai di sekitarnya

3. Debit pada sungai lain yang berjauhan tetapi mempunyai karakteristik yang sama.

Debit di lokasi sungai yang ditinjau, dihitung berdasarkan perbandingan luas DAS yang ditinjau dan DAS stasiun referensi.

2.4 Hidrometri

Hidrometri secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran air dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Berdasarkan pengertian tersebut berarti hidrometri mencakup kegiatan pengukuran air permukaan dan air bawah permukaan. Pengukuran hidrometri dilakukan dengan langkah-langkah yang mencakup:

1. Penetapan lokasi stasiun hidrometri :

 Tersedia kontrol yang memadai

 Dapat didatangi setiap saat

 Dibagian sungai yang lurus dan arus sejajar

 Penampang sungai teratur dan stabil

 Tidak ada aliran di bantaran

(38)

19

 Tidak terdapat pengaruh “backwater

2. Pengukuran tinggi muka air 3. Pengukuran debit

4. Pembuatan lengkung debit 5. Pengukuran angkutan sedimen

6. Perhitungan dan analisis debit air, debit sedimen dan kesalahan

Stasiun hidrometri merupakan tempat di sungai yang dijadikan tempat pengukuran debit sungai, maupun unsur-unsur aliran lainnya (Harto, 2000). Dalam satu sistem DAS stasiun hidrometri ini dijadikan titik kontrol (control point) yang membatasi sistem DAS. Pada dasarnya stasiun hidrometri ini dapat ditempatkan di sembarang tempat sepanjang sungai dengan mempertimbangkan kebutuhan data aliran baik sekarang maupun di masa yang akan datang sesuai dengan rencana pengembangan daerah. Dalam penempatan atau pemilihan stasiun hidrometri terdapat dua pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Jaringan hidrologi di seluruh DAS,

2. Kondisi lokasi yang harus memenuhi syarat tertentu.

Dalam pemilihan lokasi stasiun hidrometri perlu diperhatikan beberapa syarat (Harto, 2000) yaitu :

a) Stasiun hidrometri harus dapat dicapai (accessible) dengan mudah setiap saat, dan dalam segala macam kondisi baik musim hujan maupun musim kemarau.

(39)

yang tersedia. Dianjurkan agar bagian yang lurus paling tidak tiga kali lebar sungai.

c) Di bagian sungai dengan penampang stabil, dengan pengertian bahwa hubungan antara tinggi muka air dan debit tidak berubah, atau perubahan yang mungkin terjadi kecil. Untuk sungai-sungai kecil atau saluran, apabila tidak dijumpai penampang yang stabil dan sangat diperlukan, penampang sungai/saluran dapat diperkuat dengan pasangan batu/beton.

d) Di bagian sungai yang peka (sensitive)

e) Tidak terjadi aliran di bantaran sungai pada saat debit besar f) Tidak diganggu oleh pertumbuhan tanaman air, agar tidak

menganggu kerja current meter, dan tidak mengubah liku kalibrasi (rating curve)

g) Tidak terganggu oleh pembendungan di sebelah hilir (backwater).

2.5 Analisis Hidrologi

(40)

21

menentukan besarnya debit andalan untuk memperkirakan besar daya listrik yang dapat terbangkitkan. Data untuk penentuan debit andalan pada tugas akhir ini adalah data debit jam-jaman di Way Besai, dimana data debit tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai probabilitas 80% untuk dijadikan debit andalan. Sebelum menghitung debit andalan tersebut, sebelumnya melakukan pengecekan kesesuaian metode Regionalisasi antara DAS Way Semaka dan Way Besai. Hal ini dilakukan karena data debit di sungai Way Sekanda dan Way Semaka tidak ada namun memiliki data curah hujan real time di Suoh.

Adapun langkah-langkah dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut: 1. Metode Regionalisasi

(41)

outlet bendungan Way Besai dan luasan DAS dari Way Semaka, Way Sekanda dan Way Besai.

2. Perhitungan Debit Andalan (Low Flow Analysis)

Analisis ketersediaan air adalah dengan membandingkan kebutuhan air total termasuk kebutuhan air untuk PLTMH dengan ketersedian air. Dalam makalah ini untuk mendapat debit andalan digunakan metode FDC. Setelah dibandingkan akan didapat kelebihan atau defisit air pada setiap bulannya, baik pada saat ini ataupun waktu yang akan datang. Secara umum debit andalan dinyatakan sebagai data aliran sungai/curah hujan dengan debit andalan 80% dan 90% agar PLTMH dapat berfungsi dengan baik termasuk pada musim kemarau seperti bulan Juni, Agustus dan September yang terjadi defisit air. Analisis debit andalan bertujuan untuk mendapatkan potensi sumber air yang berkaitan dengan rencana pembangunan PLTMH.

2.6 Aliran Pada Saluran Terbuka

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun aliran pipa. Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam satu hal yang penting. Aliran saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas.

(42)

23

Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka aliran disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu maka alirannya disebut aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow).

b. Aliran seragam dan berubah

Jika kecepatan aliran pada suatu waktu tertentu tidak berubah sepanjang aliran yang ditinjau, maka alirannya disebut aliran seragam

(uniform flow). Namun, jika kecepatan aliran pada saat tertentu berubah terhadap jarak, maka aliran disebut aliran tidak seragam/berubah (nonuniform flow or varied flow). Berdasarkan laju perubahan kecepatan terhadap jarak, maka aliran dapat diklasifikasikan menjadi aliran berubah lambat laun (gradually varied flow) atau aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied flow).

c. Aliran laminer dan turbulen

Jika pertikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis yang parallel, maka alirannya disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur yang tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya disebut aliran turbulen.

(43)

dominan, maka alirannya turbulen. Nisbah antara gaya kekentalan dan inersia dinyatakan dalam bilangan reynold (rey), yang didefinisikan seperti rumus berikut :

Rey = ………..

(2) Dimana :

Rey = bilangan Reynold V = kecepatan aliran (m/det)

L = panjang karakteristik (m) pada saluran muka air bebas, L=R

R = jari-jari hidrolik saluran v = kekentalan kinematic (m2/det)

Batas peralihan antara aliran laminer dan turbulen pada aliran bebas terjadi pada bilangan reynold, Rey ± 600, yang dihitung berdasarkan jari-jari hidrolik sebagai panjang karakteristik. Dalam kehidupan sehari-hari, aliran laminar pada saluran terbuka sangat jarang ditemui. Aliran jenis ini mungkin dapat terjadi pada aliran yang kedalamannya sangat tipis diatas permukaan gelas sangat halus dengan kecepatan yang sangat kecil.

d. Aliran subkritis, kritis, dan superkritis

(44)

25

disebut subkritis (Fr < 1), sedangkan jika kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan ktitis, maka alirannya disebut superkritis (Fr> 1).

Parameter yang menentukan ketiga jenis aliran tersebut adalah nisbah antara gaya gravitasi dan gaya unersia, yang dinyatakan dengan bilangan Froude (Fr). Bilangan Froude untuk saluran berbentuk persegi didefinisikan sebagai:

Fr = ………. (3)

Dimana :

Fr = bilangan Froude

V = kecepatan aliran (m/det) h = kedalaman aliran (m)

g = percepatan gravitasi (m2/det)

2.7 Bangunan Tenaga Air

(45)

Tenaga air (Dandekar, 1991) merupakan sumberdaya terpenting setelah tenaga uap/panas. Hampir 30% dari seluruh kebutuhan tenaga di dunia dipenuhi oleh pusat-pusat listrik tenaga air.

Tenaga air mempunyai beberapa keuntungan seperti berikut :

1. Bahan bakar (air) untuk PLTA tidak habis terpakai ataupun berubah menjadi sesuatu yang lain.

2. Biaya pengoperasian dan pemeliharaan PLTA sangat rendah jika dibandingkan dengan PLTU dan PLTN.

3. Turbin-turbin pada PLTA bisa dioperasikan atau dihentikan pengoperasiaannya setiap saat.

4. PLTA cukup sederhana untuk dimengerti dan cukup mudah untuk dioperasikan.

5. PLTA dengan memanfaatkan arus sungai dapat bermanfaat menjadi sarana pariwisata dan perikanan, sedangkan jika diperlukan waduk untuk keperluan tersebut dapat dimanfaatkan pula sebagai irigasi dan pengendali banjir.

Adapun kelemahan PLTA diantaranya :

1. Rendahnya laju pengembalian modal proyek PLTA.

2. Masa persiapan suatu proyek PLTA pada umumnya memakan waktu yang cukup lama.

3. PLTA sangat tergantung pada aliran sungai secara alamiah.

(46)

27

a. Bendungan (dam) lengkap dengan pintu pelimpah air (spillway) serta bendung yang terbentuk di hulu sungai.

b. Bagian penyalur air (waterway) 1. Bagian penyadapan air (intake)

2. Pipa atau terowongan tekan (headrace pipe/tunnel) 3. Tangki pendatar atau sumur peredam (surgetank) 4. Pipa pesat (penstock)

5. Bagian pusat tenaga (power house) yang mencakup turbin dan generator pembangkit listrik

6. Bagian yang menampung air keluar dari turbin untuk dikembalikan ke aliran sungai (tail race)

c. Bagian elektromekanik, yaitu peralatan yang terdapat pada pusat tenaga (power station) meliputi turbin, generator, crane dan lain-lain.

Besarnya daya yang dihasilkan merupakan fungsi dari besarnya debit sungai dan tinggi terjun air. Besarnya debit yang dipakai sebagai debit rencana, bisa merupakan debit minimum dari sungai tersebut sepanjang tahunnya atau diambil antara debit minimum dan maksimum, tergantung fungsi yang direncanakan PLTA tersebut.

(47)

juga tergantung dari efisiensi keseluruhan (overall efficiency) PLTA tersebut yang terdiri dari efisiensi hidrolik, yaitu perbandingan antara energi efektif dan energi kotor (bruto), efisiensi turbin dan efisiensi generator.

Berdasarkan kapasitas keluarannya, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi PLTA

No. Jenis PLTA Kapasitas

1. PLTA besar > 100 MW

2. PLTA menengah 15 - 100 MW

3. PLTA kecil 1 - 15 MW

4. PLTM (mini hidro) 100 kW - 1 MW 5. PLTMH (mikro hidro) 5 kW - 100 kW

6. Pico hidro < 5 kW

Sumber : Prayogo (2003)

Dengan demikian besarnya daya yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

P = ρ . 9,8 . Q .h .η (KW) ……… (4)

Dimana :

Q = debit air (m3/detik)

h = tinggi terjun air efektif (m)

ρ = massa jenis fluida (kg/m3)

η = efisiensi keseluruhan PLTA

Efisiensi keseluruhan PLTA didapatkan dari :

η total = η konstruksi sipil x η penstock x η turbin x η generator x η sistem

(48)

29

dimana :

η konstruksi sipil : 1.0- (panjang saluran × 0.002 0.005)/ Hgross η penstock : 0.90 - 0.95 (tergantung pada panjangnya)

Kehilangan energi pada terowongan tekan disebabkan oleh dua hal, yaitu kehilangan energi akibat gesekan (primer) dan kehilangan energi akibat turbulensi (sekunder) pada pemasukan, pengeluaran dan belokan-belokan dan katub atau pintu serta perubahan penampang saluran.

a. Kehilangan energi akibat gesekan (primer)

Besar kehilangan energi akibat gesekan (hf) dapat dihitung dengan persamaan Darcy – Weisbach, yaitu :

(49)

dimana :

λ = koefisien gesekan

L = panjang saluran (meter) v = kecepatan air di saluran (m/s) D = diameter saluran (m)

g =gaya gravitasi bumi (m2/detik)

b. Kehilangan energi sekunder

Kehilangan energi sekunder ini terdiri dari : 1. Kehilangan energi pada pemasukan (he)

g

Ke adalah koefisien kehilangan energi pada pemasukan 2. Kehilangan energi pada belokan (hb)

g

Kb adalah koefisien kehilangan energi karena belokan 3. Kehilangan energi pada katup atau pintu (hg)

g

Kg adalah koefisien kehilangan energi pada katub pintu

Dengan demikian total kehilangan tinggi energi (ht) yang terjadi pada terowongan tekan adalah :

(50)

31

Besarnya kehilangan tinggi energi ini dihitung sebagai kehilangan produksi listrik per tahun dengan memasukkan harga listrik perKWH, maka dapat dihitung besarnya kehilangan produksi yaitu sebesar : 9,8 x Q x ht x T x harga listrik per Kwh ……... (11) Dimana :

Q = debit (m3/detik)

T = lama pengoperasian per tahun (jam)

Untuk menekan besarnya kehilangan energi, maka dilakukan upaya untuk memperkecil yaitu dengan cara :

a. Pelapisan dan penghalusan (lining) permukaan saluran, b. Memperbesar profil saluran,

c. Menghindari kemungkinan belokan-belokan dan perubahan profil.

2.8 Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS)

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989).

Secara umum pengertian SIG sebagai berikut:

” Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data

(51)

memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis ”.

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu,sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

Telah dijelaskan diawal bahwa SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa persoalan yang menentukan keberhasilan SIG.

1. Data Spasial

(52)

33

a. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.

b. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya : jenis vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya.

2. Peta, Proyeksi Peta, Sistem Koordinat, Survey dan GPS

Data spatial yang dibutuhkan pada SIG dapat diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya melalui survei dan pemetaan yaitu penentuan posisi/koordinat di lapangan.

2.9 Sungai

(53)

Sungai sebagai drainase alam mempunyai jaringan sungai dengan penampangnya, mempunyai areal tangkapan hujan atau disebut Daerah Aliran Sungai (DAS). Bentuk jaringan sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi, kondisi muka bumi DAS, dan waktu (sedimentasi, erosi/gerusan, pelapukan permukaan DAS, pergerakan berupa tektonik, vulkanik, dan longsor lokal). Berkaitan dengan perilaku sungai secara umum dapat dipahami bahwa sungai akan mengalirkan debit air yang sering terjadi (frequent discharge) pada saluran utamanya, sedangkan pada kondisi air banjir, pada saat saluran utamanya sudah penuh, maka sebagian airnya akan mengalir ke daerah bantarannya.

Sungai-sungai (Triatmodjo, 2008) dapat dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu :

1. Sungai Perennial 2. Sungai Ephemeral 3. Sungai Intermitten

(54)

35

suatu periode waktu tertentu mempunyai sifat sebagai sungai perennial, sedang pada periode yang lain bersifat sebagai sungai ephemeral. Elevasi muka air tanah berubah dengan musim. Pada saat musim penghujan muka air tanah naik sampai diatas dasar sungai sehingga pada saat tidah ada hujan masih terdapat aliran yang berasal dari aliran dasar. Pada musim kemarau muka air tanah turun sampai di bawah dasar sungai sehingga di sungai tidak ada aliran.

2.10 FDC (Flow Duration Curve)

Data rata-rata debit sungai harian dapat diringkas dalam bentuk flow duration curve (FDC) yang menghubungkan aliran dengan persentase dari waktu yang dilampaui dalam pengukuran. FDC diplotkan dengan menggunakan data aliran atau debit pada skala logaritmik sebagai sumbu y dan persentase waktu debit terlampaui pada skala peluang sebagai sumbu x (Sandro, 2009). Ini juga menjelaskan bahwa bentuk grafik dari FDC adalah logaritmik yang memenuhi persamaan berikut:

yln

a/x

1

/b Dimana:

y : Log normalised streamflow x : Peluang terlampaui

a : Intersep aliran

(55)

bagi antara volum air yang terlewati pada suatu penampang per satuan waktu. Debit (discharge, Q) atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan volum per satuan waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada alur sungai yang akan diukur. Besar debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil pengukuran kecepatan aliran yang melalui suatu luasan penampang basah. Metode pengukuran debit ini dikenal dengan istilah metode kecepatan-luas (velocity-area method). Data debit sungai dengan menggunakan hasil pengukuran luas penampang basah dan kecepatan aliran umumnya telah direkap dan diformulasikan dalam suatu persamaan dan kurva tinggi muka air-debit aliran sungai atau lebih dikenal dengan istilah stage-discharge rating cuve yang senantiasa dikoreksi untuk setiap kurun waktu atau peristiwa tertentu.

2.11

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

(56)

37

hidro bangkit kembali sekitar empat puluh tahun yang lalu. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi listrik, pemerintah di banyak negara membuka kesempatan kepada swasta untuk terlibat dalam pengembangan mini hidro dan mikro hidro.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), biasa disebut mikrohidro, adalah suatu pembangkit listrik kecil yang menggunakan tenaga air dengan kapasitas tidak lebih dari 100 kW yang dapat berasal dari saluran irigasi, sungai, atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan debit air (Prayogo, 2003).

Umumnya PLTMH merupakan pembangkit listrik tenaga air jenis run-off river dimana head diperoleh tidak dengan cara membangun bendungan besar, tetapi dengan mengalihkan sebagian aliran air sungai ke salah satu sisi sungai dan menjatuhkannya lagi ke sungai yang sama pada suatu tempat dimana head yang diperlukan sudah diperoleh. Dengan melalui pipa pesat air diterjunkan untuk memutar turbin yang berada di dalam rumah pembangkit. Energi mekanik dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah generator.

2.11.1 Aspek Teknologi

(57)

1. Konstruksinya relatif sederhana

2. Mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang 3. Dapat dioperasikan dan dirawat oleh masyarakat perdesaan 4. Biaya operasi dan perawatan rendah

2.11.2 Aspek Sosial Ekonomi

Selain dapat menyediakan listrik untuk kebutuhan rumah tangga, kehadiran PLTHM juga dapat menyediakan energi yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan – kegiatan produktif terutama pada siang hari ketika beban listrik rendah. Berdasarkan sudut pandang ini maka kelebihan PLTMH :

1. Meningkatkan produktivitas dan aktivitas ekonomi masyarakat melalui munculnya atau meningkatnya produktivitas industri kecil rumah tangga.

2. Menciptakan lapangan lapangan kerja baru di perdesaan.

2.11.3 Aspek Pengembangan Kelembagaan Masyarakat

(58)

39

2.11.4 Aspek Lingkungan

(59)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Kabupaten Lampung Barat adalah salah satu kabupaten di propinsi Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Liwa. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1991 tanggal 16 Agustus 1991 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. Kabupaten ini dominan dengan perbukitan dengan pantai di sepanjang pesisir barat Lampung. Daerah pegunungan yang merupakan punggung Bukit Barisan, ditempati oleh vulkanik quarter dari beberapa formasi. Daerah ini berada pada ketinggian 50 - >1000 m dpl. Daerah ini dilalui oleh sesar

Semangka, dengan lebar zona sebesar ± 20 km2. Pada beberapa tempat

dijumpai beberapa aktifitas vulkanik dan pemunculan panas bumi. Dengan luas wilayah lebih kurang 3.368,14 km² Setelah pemekaran Kabupaten Pesisir Barat atau 10,6 % dari luas wilayah Provinsi Lampung dan mempunyai garis pantai sepanjang 260 km. Lampung Barat terletak pada koordinat 4o,47',16" - 5o,56',42" lintang selatan dan 103o,35',08" - 104o,33',51" Bujur Timur.

Wilayah Lampung Barat berbatasan dengan:

(60)

41

c. Sebelah Barat : Pesisir Barat,

d. Sebelah Timur : Kab.Lampung Utara, Kab.Lampung Tengah, dan. Kab. Tanggamus.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sungai Way Sekanda anak Sungai Way Semaka Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

(61)

3.2 Pengumpulan Data

Setiap penelitian akan membutuhkan data-data pendukung, baik data primer maupun sekunder.

a. Data Primer

Data primer yang dipakai pada penelitian ini adalah :

 Data luas penampang di Sungai Way Sekanda pada koordinat 5o

18’ 14,21” LS dan 104o 17’ 21,18” BT.

 Data kecepatan aliran di Sungai Way Sekanda pada Pekon Tugu

Ratu Kecamatan Suoh.

 Data beda tinggi dari bendung ke rumah kincir.

b. Data Sekunder

Data sekunder antara lain adalah :

 Peta sungai yang berasal dari hasil generate dari SRTM dengan

menggunakan program Global Mapper.

 Data hujan real time di Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh dari bulan September 2012 sampai September 2014.

 Data debit jam-jaman pada outlet Bendungan Way Besai yang

terletak pada koordinat 04o 54’ 59.5” LS dan 104° 30’ 48.9” BT selama 11 tahun dari tahun 2004 – 2014.

 Data luasan DAS berasal dari Sistem Informasi Geografis

(62)

43

3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Patok

2. Tali 3. Meteran

4. Current meter

5. Alat ukur hujan tipe tipping bucket

6. Waterpass

3.4 Metode Penelitian

Metode penelitian dilakukan dengan membagi kegiatan ke dalam tahapan- tahapan kegiatan, diantaranya :

1. Pengumpulan Data

Diawali dengan pengumpulan data yang diperlukan selengkap mungkin baik data primer maupun sekunder, kemudian data-data tersebut dianalisa sehingga didapat daya yang dihasilkan dari debit sungai.

(63)

2. Perhitungan Debit Terukur

Untuk mendapatkan data debit, dilakukan pengukuran langsung di lokasi rencana PLTMH tersebut akan dibangun di Sungai Way Sekanda Pekon Tugu Ratu Kecamatan Suoh. Metode yang digunakan untuk mengukur debit yaitu dengan membuat patok di kedua sisi tepi sungai. Kemudian mengikatkan tali di ke dua sisi patok tersebut sehingga tali membentang dari tepi sungai yang satu ke tepi sungai yang lain, dengan demikian bisa diukur lebar sungai tersebut. Setelah didapat lebar sungainya kemudian tali tersebut dibuat tanda per 25 centimeter. Di setiap tanda 25 centimeter, diukur kedalamannya dan kecepatan arusnya dengan menggunakan alat Currentmeter. Di setiap titik kecepatan arusnya diukur menjadi tiga bagian, yaitu di bagian dasar sungai, pada setengah kedalaman sungai, dan pada permukaan sungai.

(64)

45

Hitungan debit aliran untuk seluruh luas tampang aliran adalah merupakan penjumlahan dari debit setiap pias tampang aliran. Dalam hitungan ini dilakukan dengan anggapan kecepatan rata-rata satu vertikal mewakili kecepatan rata-rata satu pias yang dibatasi oleh garis pertengahan antara dua garis vertikal yang diukur. Cara hitungan ini disebut dengan metode mean area method.

Gambar 5. Cara hitungan debit aliran dengan mean area method

(65)

3. Penyelidikan Keakuratan Metode Regionalisasi

Analisis hidrologi dilakukan dengan menggunakan metode regionalisasi antara DAS Way Besai dan Das Way Semaka untuk mengecek kesamaaan karakteristik hidrologi dan topografi di kedua DAS tersebut. Metode Regionalisasi dilakukan dalam penelitian tugas akhir ini karena data debit DAS Way Sekanda yang digunakan untuk menghitung daya listrik tidak lengkap. Sehingga, perlu dilakukan regionalisasi antara DAS Way Besai dan Das Way Semaka. Untuk menyelidiki keakuratan dengan menggunakan metode Regionalisasi, dapat dilakukan dengan langkah - langkah berikut:

a. Melihat hubungan antara debit jam-jaman di Way Besai dengan curah hujan real time dalam waktu jam-jaman yang ada di Suoh. Jika terjadi hujan besar (dengan asumsi hujan merata) di Suoh apakah terjadi kenaikan debit sungai di Way Besai.

b. Membandingkan topografi atau kontur dari kedua DAS tersebut. Misalkan kedua DAS tersebut merupakan daerah perbukitan terdapat banyak hutan atau pohon yang menyelimuti daerah tersebut.

c. Jarak kedua DAS yang digunakan berdekatan.

4. Perhitungan Debit dengan FDC di DAS Way Besai

(66)

47

tahunan kumulatif selama 11 tahun selanjutnya diplotkan ke dalam bentuk grafik perbandingan antara besaran debit terhadap probabilitas kejadian/ketersediaan yang selanjutnya disebut dengan grafik durasi aliran (Flow Duration Curve/FDC). Metode FDC dilakukan untuk masing-masing tahun data, Selanjutnya Metode FDC dilakukan untuk keseluruhan tahun data. Probabilitas dilakukan untuk 0%; 10%; 20% hingga 100%. Selanjutnya, debit andalan digunakan dengan probabilitas 80%.

5. Kalibrasi Debit Metode FDC dan Pengecekan Debit Terukur

Dari perhitungan debit Metode FDC yang didapat dari DAS Way Besai. Debit DAS Way Besai dikalibrasi ke debit Way Semaka dan Way Sekanda. Untuk mendapatkan debit di DAS Way Semaka dan DAS Way Sekanda untuk probabilitas 10%; 20%; 30% hingga 100%. Dengan cara membandingkan luas DAS Way Besai dengan Luas DAS Way Semaka dan Way Sekanda kemudian dikalikan debit dari Metode FDC yang didapat dari DAS Way Besai. Setelah melakukan perhitungan debit maka hasil debit Metode FDC Way Sekanda dan debit terukur di lapangan dibandingkan. Debit yang digunakan untuk perencanaan PLTMH yaitu debit probabilitas 50%.

6. Perhitungan Daya listrik

(67)

terjun air efektif serta efisiensi keseluruhan PLTMH. Dengan demikian besarnya daya listrik yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

P = ρ . 9,8 . Q .h .η (KW) ……… (4)

Dimana :

Q = debit air (m3/detik)

h = tinggi terjun air efektif (m)

ρ = massa jenis fluida (kg/m3)

η = efisiensi keseluruhan PLTMH

Efisiensi keseluruhan PLTMH didapatkan dari :

η total = η konstruksi sipil x η penstock x η turbin x η generator x η

sistem kontrol x η jaringan x η trafo ……… (5) dimana :

η konstruksi sipil : 1.0- (panjang saluran × 0.002 0.005)/ Hgross η penstock : 0.90 - 0.95 (tergantung pada panjangnya) η turbin : 0.70 - 0.85 (tergantung pada tipe turbin)

η generator : 0.80 - 0.95 (tergantung pada kapasistas generator) η sistem kontrol : 0.97

η jaringan : 0.90- 0.98 (tergantung pada panjang jaringan)

(68)

49

3.5 Bagan Alir Penelitian

Tahapan-tahapan dalam metode penelitian dapat digambarkan dengan diagram alir dibawah ini :

mulai

Pengumpulan Data

Data Primer :

 Data luas penampang di Sungai Way Sekanda

 Data kecepatan aliran di Sungai Way Sekanda

 Data beda tinggi dari bendung ke rumah kincir

Data Sekunder :

(69)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis perhitungan dan pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1) Metode Regionalisasi dapat digunakan untuk melakukan perkiraan debit Way Semaka dan Way Sekanda, karena karakteristik hidrologi DAS tersebut hampir sama dengan DAS Way Besai. Hal ini dapat dibuktikan dengan grafik hubungan antara curah hujan real time di Suoh dengan debit jam-jaman di DAS Way Besai yang telah dibuat menunjukkan jika terjadi hujan di Suoh maka akan ada kenaikan debit di DAS Way Besai. Selain itu juga, dari hasil pembentukan DAS Way Semaka dan Way Besai terlihat bahwa DAS Way Semaka letaknya berdekatan dengan DAS Way Besai.

2) Perhitungan debit andalan dengan menggunakan metode FDC di DAS Way Besai dengan menggunakan probabilitas 80% sebesar 8,7458 m3/s dan debit andalan (Q80%) untuk Way Semaka 15,4055 m3/s dan Way Sekanda 0,0312 m3/s.

(70)

66

penelitian ini dan hasil perhitungannya pun hampir akurat antara Q80% metode FDC dengan hasil 0,0312 m3/s sedangkan debit terukur di lapangan di sungai Way Sekanda dengan hasil 0,0314 m3/s.

4) Hasil perhitungan dari daya listrik pada sungai Way Sekanda Kecamatan Suoh, dengan Q50% dan efisiensi 60% didapat daya listrik 2,7479 kW. Namun, dengan menggunakan efisiensi 90% didapat daya listrik 4,1219 kW. Sehingga dapat diperkirakan bahwa daya listrik yang dapat terbangkitkan di sungai Way Sekanda berkisar antara 2,7479 kW sampai dengan 4,1219 kW. Oleh karena itu, sungai Way Sekanda mempunyai potensi untuk dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

5.2 Saran

1) Perlu peningkatan kualitas dan penambahan jaringan dan bangunan hidrometri di sungai Way Semaka, serta sungai lainnya juga untuk dapat melakukan analisis debit sungai sehingga akan didapat nilai debit yang akurat.

2) Perlu diadakannya survei hidrometri dalam skala ruang dan waktu tertentu, untuk memperkecil kemungkinan kesalahan (eror) dalam melakukan analisis data.

(71)

Daftar Pustaka

Aronoff, Stan. 1989. Geographic Information System a Management Prespective. WDL Publication. Ottawa-Canada.

Chow, V.T. 1992. Applied Hydrology. Mc Graw Hill. London.

Fauziyah, Dar Ely. 2012. Kajian Potensi sumber Daya Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Sungai Batang Ireng Pekon Sumber Agung Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat. Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hadi, M.P. 2006. Pemahaman Karakteristik Hujan Sebagai Dasar Pemilihan Model Hidrologi (Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu). Forum Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Harto, Sri (1993). Konsep Siklus Hidrologi, Buku Analisa Hidrologi Edisi Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Harto, Sri (2000). Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Penerbit Andi

Offset. Yogyakarta.

(72)

Prayogo, Endardjo. 2003. Teknologi Mikrohidro dalam Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Menunjang Pembangunan Pedesaan. Semiloka Produk-produk Penelitian Departemen Kimpraswil. Makasar. Sandro, Wellyanto. 2009. Analisis Data Debit dan Penentuan Koefisien

Limpasan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya.

Soewarno, 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Nova. Bandung.

Gambar

Gambar 1.  Skema Siklus Hidrologi
Tabel 1.   Klasifikasi PLTA
Gambar 2. Perencanaan Tenaga Air
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jika konstruksi media mampu menggiring audien (khalayak, penonton) untuk antusias menyaksikan reality show bertema mistik dan misteri serta fenomena hantu, maka

Dapatan kajian menunjukkan guru penolong kanan di Sekolah Jenis Kebangsaan Cina daerah Kulai mencapai tahap stres yang sederhana dari aspek suasana kerja dengan min 2.40.. Ini

DFD di atas menjelaskan alur proses perpindahan data yang terjadi pada sistem informasi pelayanan target operasi pelanggan Automatic Meter Reading (AMR) yang

Hasil analisa dari pengukuran tersebut membuktikan bahwa virtualisasi server menggunakan Proxmox Virtual Environment nilai overhead dan linearitas lebih rendah jika dibandingkan

1) Planning/perencanaan seperti menyiap kan instrumen untuk mencatat kegiatan pembinaan komite sekolah, menentukan masalah yang akan diteliti, menentukan cara kerja dan

Dalam Pasal 9 UUPA, secara jelas menyebutkan bahwa hanya Warga Negara Indonesia saja yang boleh mempunyai hubungan yang sepenuhnya.. dengan bumi, air dan ruang

membantu dalam meningkatkan aktivitas belajar dari murid tersebut (Yanti &amp; Rivaie, 2013, hal. 25–27), bentuk kerja sama madrasah dan orang tua dapat dilakukan dalam beberapa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan secara parsial dan simultan variabel tunjangan kinerja dan quality of work life terhadap