• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF (STUDI EVALUATIF METODE CIPP DI SMA NEGERI 2 METRO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF (STUDI EVALUATIF METODE CIPP DI SMA NEGERI 2 METRO)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ii ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION PROGRAM (EVALUATIF STUDY BY USING CIPP METHOD IN PUBLIC SHS 2 METRO)

By

NOFITA SARI ASTANU

This study purposed to analyze, describe and evaluate of Inclusive Education Program Implementation in Public Senior High School 2 metro. This study used qualitative approach by using phenomenology theory. The type of study was evaluative by using CIPP Model. Techniques of collecting data wereinterviewing, observations and documentations. Analysis data techniques used data interactive type of Miles and Hubberman’s theories. The results of study were (1). Contact; implementation of Inclusive Education Program referred Metro Mayor’s rules and rules related to Implementation of Inclusive Education Program. (2). Input; a. Students were able to do behavior modification, b. mastered of concept and learning activity process for blind, deaf, intellectual disorder, parts of body and movement disorder, behavior and social disorder. (3). Process; Implementation of Inclusive Education Program could not be separated by modification curriculum as a support for this program. (4). Product; Implementation of this program has main purposed to keep cooperation among public and private departments, society, parents, entrepreneurs, society’s culture leader, stake holders and a whole people who involved in education environment. It can be concluded that process of supplying infrastructures were run well. The school has cooperated with SLB (School for Special Needs Students), Regional Governmentsand Central Governments. Meanwhile the process of this implementation did not run well yet, it was a lack of society’s involvement of this program and some parents were still careless for their children in the school.

(2)

iii ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF (STUDI EVALUATIF METODE CIPP DI SMA NEGERI 2 METRO)

Oleh

NOFITA SARI ASTANU

Penelitianinibertujuanmenganalisis,

mendeskripsikandanmengevaluasipengimplementasian program pendidikaninklusif di

SekolahMenengahAtasNegeri 2

Metro.Penelitianinimenggunakanpendekatanpenelitiankualitatifdenganteorifenomenologi. Jenispenelitiannyaevaluatifdenganmenggunakan Model CIPP.Teknikmengumpulkan data dilakukandenganwawancara, observasidandokumentasi.Teknisanalisis data menggunakanpolainteraktif data Miles danHubberman.Hasilpenelitiandiperolehadalah (1).Contact: Pelaksanaanpendidikaninklusi di SMAN 2 Metro mengacupadaperaturanWalikota Metro dantentangpenyelenggaraanpendidikaninklusi. Penyelenggaraanpendidikaninklusibelumberjalandenganmaksimaldanmasihkurangnyakes adaranmasyarakatuntukmembantumengembangkanpendidikaninklusi. (2). Input: a.

Anakmampumelakukanmodifikasiperilaku, b.

menguasaikonsepdankenterampilanpembelajaranbagianak yang mengalamigangguanpenglihatan, pendengaran, intelektual, anggotatubuhdangerak, perilakudansosial. (3) Process: Proses penyelenggaraan program pendidikaninklusi di

SMAN 2 Metro tidakterlepasdarikurikulum yang

dikembangkannyasebagaipendukungterlaksananyapendidikaninklusi. (4) Product: Menyelenggarakanpendidikaninklusi di SMAN 2 Metro yaitumenjalinkerjasamakemitraanlintasdepartemen,

sekolahjugaharusmampumenjalinkerjasamakemitraandenganmasyarakat, orang tua, parapengusaha, tokohmasyarakatdanstake holders sertaberbagaipihak yang memilikikepentingandenganpendidikan. Bisadisimpulkanbahwa proses pengadaansaranadanprasaranaberjalandenganlancar,

ketersediaansaranadanprasaranabisadikatakansudahmemadai,

SekolahbekerjasamadenganSekolahLuarBiasa yang beradadekatdengansekolahtersebut, bekerjasamadenganPemerintah Daerah danPemerintahPusat. Akan tetapi proses penyelenggaraanbelumberjalandenganmaksimal,

masihterlihatkurangnyaperanmasyarakatterhadappenyelenggaraanpendidikaninklusifinida nada yang terlihatacuhtakacuhterhadapperkembangananaknya di sekolah.

(3)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF (STUDI EVALUATIF METODE CIPP DI SMA NEGERI 2 METRO)

Oleh

NOFITA SARI ASTANU

(Tesis)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF (STUDI EVALUATIF METODE CIPP DI SMA NEGERI 2 METRO)

(Tesis)

Oleh

NOFITA SARI ASTANU

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Dimensi Model CIPP berdasarkan Olivia ……… 31

2.2 KerangkaPikirPenelitian ……… 60

3.1 Langkah – langkah data penelitianoleh Miles danHuberman ……… 80

4.1 GambarEvaluasiKonteks ……… 110

4.2 GambarEvaluasi Input ……… 111

4.3 GambarEvaluasi Proses ……… 113

(6)

x

2.1.1 Pengertian Manajemen Pendidikan ... 16

2.1.2 Fungsi Manajemen Pendidikan ... 18

(7)

2.2.4 Evaluasi Program Model CIPP ... 23

2.2.5 Model CIPP ... 25

2.2.5.1 Menurut Stufflebeam ... 27

2.2.5.2 Menurut Oliva ... 31

2.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 31

2.3.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ... 32

2.3.2 Prinsip Dasar Layanan Pendidikan ABK ... 36

2.4 Program Pendidikan Inklusif... 37

2.4.1 Pengertian Pendidikan Inklusif ... 37

2.4.2 Kebijakan Nasional Pendidikan Inklusif ... 39

2.4.3 Tujuan Pendidikan Inklusif ... 46

2.5 Manajemen Pendidikan Inklusif ... 47

2.5.1 Kesiswaan ... 48

2.5.2 Kurikulum ... 49

2.5.3 Proses Pembelajaran ... 51

2.5.4 Manajemen Proses Penilaian ... 51

2.5.5 Pendidikan dan Tenaga Kependidikan ... 53

2.5.6 Sarana dan Prasarana ... 55

2.5.7 Pembiayaan ... 56

2.5.8 Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat) ... 58

2.5.9 Kerangka Pikir Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Latar Penelitian ... 61

3.2 Pendekatan dan Rancangan Penelitian... 61

3.3 Kehadiran Peneliti ... 64

3.4 Sumber Data Penelitian ... 69

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.5.1 Interview (wawancara) ... 72

3.5.2 Observasi (pengamatan) ... 74

3.5.3 Dokumentasi ... 77

3.6 Analisis Data ... 79

3.7 Pengecekan dan Keabsahan Data ... 81

3.8 Tahapan Penelitian ... 83

(8)

4.1.2 Komponen Konteks ... 90

4.1.2.1 Kebutuhan Proses Penyelenggaraan Pend. Inklusif ... 90

4.1.2.2 Tujuan Penyelenggaraan Program Pend. Inklusif ... 92

4.1.2.3 Hambatan – Hambatan Program Pend. Inklusif ... 94

4.1.3 Komponen Input ... 96

4.1.3.1Kesesuaian Siswa Program Pendidikan Inklusif ……96

4.1.3.2 Kesesuaian Pendidik & Tenaga Kependidikan ... 98

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 115

4.3.1 Komponen Konteks ... 115

4.3.2 Komponen Input ... 119

4.3.3 Komponen Proses ... 121

4.3.4 Komponen Produk ... 124

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI 5.1 Simpulan ... 127

5.2 Implikasi ... 130

5.3 Saran ... 131

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 InformanDalamPenelitian ……… 69

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia, taufiq dan hidayah-Nya, thesis ini dapat penulis selesaikan. Tak lupa sholawat dan salam juga penulis curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarga serta para sahabatnya. Penelitian thesis berjudul : Implementasi Program Pendidikan Inklusif ( Studi Evaluatif Metode CIPP di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Metro), ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pads Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa penelitian thesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan, arahan, bantuan, dan perhatian dari berbagai pihak, oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terhormat disebutkan di bawah ini.

Rektor Universitas Lampung Prof. Dr. Sugeng P Harianto, M,S. ; Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung, Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. ; Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, Prof. H. Dr. Bujang Rahman, M.Si. beserta segenap jajarannya yang telah berupaya meningkatkan situasi kondusif pada Program Pascasarjana Universitas Lampung.

Ketua Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, Dr. Irawan Suntoro, M.S. dan Sekretaris Program Studi Magister Manajemen Pendidikan. Secara khusus pula, Kepada Dr. Sowiyah, M.Pd. selaku pembimbing I yang selalu memberikan motivasi, bimbingan dan pengarahan serta memberikan wawasan melalui pemberian peminjaman buku – buku dan tulisan – tulisan yang berhubungan dengan Model Evaluasi CIPP, Pendidikan Inklusif serta buku – buku tentang metode penelitian kualitatif.

Dr. Irawan Suntoro, M.S. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan motivasi dengan penuh ketulusan, keikhlasan dan kesabaran dalam membimbing penulis sehingga memberikan inspirasi selama penyusunan thesis ini dari awal hingga akhir hingga thesis ini dapat terselesaikan.

(11)

ix

Orang tua ku tersayang Hi. Akp. Alizon Mahmud dan Hj. Setiawaty serta adik – adik ku Dwi Apriliansyah Astanu, S.P. dan Tri Romadhon Astanu yang selalu memberikan motivasi, semangat, dukungan dan kasih sayangnya hari demi hari sejak mulainya kuliah hingga akhir perjuangan penulis dalam menyelesaikan thesis ini.

Para sahabat – sahabatku dan Saudara – saudaraku yang turut serta mendukungku untuk menyelesaikan thesis ini dengan segera mungkin.

Rekan – rekan sejawat MP 3 dan MP 5 Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, FKIP Universitas Lampung yang selalu memberikan motivasi, menjalin persahabatan dan kebersamaan kepada penulis dari awal perkuliahan hingga akhir, sehingga dapat menyelesaikannya thesis ini. Serta semua pihak yang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas sumbang sarannya.

thesis ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan dari semua pihak, dengan harapan mudah – mudahan hasil penelitian evaluatif ini dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan manajemen pendidikan, khususnya dalam pengevaluasian Pengimplementasian Program Pendidikan Inklusif. Akhirnya atas segala perhatiannya, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis

(12)
(13)
(14)
(15)

vi

MOTTO

I am only One, but I am One.

I can not do everything, but I can do something.

What I can do, I should do

And, with the help of GOD,

I will do!

(Everett Hale)

Aku hanya Satu, tapi Aku tetap Satu

Aku tidak bisa melakukan segalanya, tapi Aku

bisa melakukan sesuatu.

Apa yang bisa Aku lakukan, harus Aku lakukan

Dan, dengan pertolongan TUHAN

Aku akan lakukan!

(16)

vii

PERSEMBAHAN

Saya mengucapkan rasa syukur kepada ALLAH SWT, atas terselesaikannya Tesis ini. Saya persembahkan karya sederhana ini pada Kedua Orangtuaku yaitu Bapak Hi Kompol Alizon Mahmud dan Ibu Hj Setiawaty, Adik – adikku Tercinta yaitu Dwi Apriliyansah Astanu, S.P. dan Tri Romadhon Astanu, Para Sahabat – sahabat Manajemen Pendidikan, terutama angkatan MP 3 & MP 5 yang memotivasi tiada henti, Para Saudara, Sepupu dan Sahabat Tercinta, Para Dosen dan Staf Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pendidikan dan Almamater yang tercinta Universitas Lampung

(17)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Nofita Sari Astanu, yang lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 21 November 1987. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Hi. Kompol Alizon Mahmud dan Ibu Hj. Setiawaty. Saat ini penulis tinggal di Prum Korpri Blok B 2 no. 23 Sukarame Bandar Lampung

Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu : (1) Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Sukarame pada tahun 1999, (2) Sekolah Meengah Pertama di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2002, (3) Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2005. (4) Sarjana Sastra di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Perguruan Tinggi Teknokrat pada tahun 2009. Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswi S2 pada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

(18)

ix

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul Implementasi Program Pendidikan Inklusif (Studi Evaluatif Metode CIPP di SMAN 2 Metro) ditulis sebagai syarat menyelesaikan pendidikan di Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih pemikiran dan inovasi guna membangun Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung, juga selaku dosen pengajar Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 3. Prof. H. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

(19)

ix

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini. 5. Dr. Sowiyah, M.Pd, selaku pembimbing kedua atas kesediaannya untuk

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini. 6. Dr Riswanti Rini, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Manajemen

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan motivasi dan saran yang sangat berarti

7. Seluruh Dosen pada Program Pascasarjana Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan pengetahuan yang sangat berarti

8. Kepala Sekolah SMAN 2 Metro, Bapak Haryanto, S.Pd. dan seluruh Guru yang telah memberikan informasi, saran dan bantuan sehingga diperoleh data saya butuhkan demi lancarnya penulisan tesis ini

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pendidikan, angkatan 2011, 2013 dan 2014 yang telah banyak memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan berkontribusi bagi perkembangan Ilmu Manajemen Pendidikan.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis,

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

pasal 31, yang menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan”. Hal ini menegaskan bahwa setiap orang atau individu berhak untuk

mendapatkan pendidikan, tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus sekalipun. Anak berkebutuhan khusus menurut Howard (2003) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

(21)

dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan tunaganda. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak berkelainan, dengan kurikulum,guru,sarana pengajaran dan kegiatan pembelajaran yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak berkelainan.

Pada umumnya, lokasi SLB, SDLB dan Sekolah Terpadu berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal anak-anak berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB, SDLB dan Sekolah Terpadu tersebut jauh dari rumah dan biaya nya pun relatif mahal. Sedangkan kalau akan disekolahkan di sekolah terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian sekolah yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Untuk mengantisipasi hal diatas, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkelainan.

Seperti diatur oleh pasal 5 ayat (2) dan (4) pasal 32 Undang – Undang nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, bahwa “warga negara yang

(22)

memperoleh pendidikan khusus”. Menurut penjelasan undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pendidikan khusus adalah penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut selanjutnya dielaborasi oleh pasal 41 ayat (1) peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, yaitu

bahwa “setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus

memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus”. Sejauh ini tidak semua satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki pendidik yang memiliki kompetensi pendidikan khusus yang sesuai dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus.

(23)

anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat (85, 6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak.2

Menurut Direktorat PSLB (2007), hal ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu (1) kondisi ekonomi orang tua yang kurang menunjang, (2) jarak antara rumah dan Sekolah Luar Biasa (SLB) cukup jauh, dan (3) sekolah umum (SD, SMP, SMA) tidak mau menerima anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak-anak normal. Oleh karena itu perlu diupayakan model layanan pendidikan yang memungkinkan anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak normal di sekolah umum.

(24)

pendidikan inklusif ini sampai sekarang belum berkembang baik. Padahal menurut Foreman (2002) sekolah inklusif harus menyediakkan semua kebutuhan siswa, apapun tingkat kebutuhan dan keadaan siswa tersebut.

Sebagian besar masyarakat merasa malu mempunyai anak cacat, sehingga mereka berupaya menyembunyikan anaknya. Dengan demikian anak tersebut tidak dapat menerima pendidikan sebagaimana mestinya. Akibatnya, anak-anak tersebut tidak mendapatkan layanan pendidikan seperti anak-anak lainnya. Padahal mereka memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya. Di lain pihak banyak orang tua yang tidak sadar bahwa anaknya yang mempunyai kekhususan yang juga memiliki hak yang sama dengan anak lainnya. Karena itu, Pemerintah meminta kesadaran orang tua untuk memberi akses kepada mereka. Hambatan lainnya berasal dari masyarakat atau anak-anak di sekolah umum yang belum dapat menerima kehadiran anak-anak cacat di tengah mereka. Hal – hal seperti inilah yang mengakibatkan pendidikan inklusif di Indonesia kurang berkembang. Oleh karena itu dipandang perlu untuk meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak berkelainan yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di sekolah umum terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.

(25)

banyak dilakukan, tingkat penerimaan sekolah reguler untuk menerima ABK masih sangat rendah.

Sejauh ini penetapan sekolah inklusif dilakukan melalui dua cara, yaitu pertama: sekolah yang akan menerima anak berkebutuhan khusus mengajukan proposal penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Dan kedua: sekolah yang telah memiliki peserta didik berkebutuhan khusus melaporkan penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas pendidikan Kabupaten/kota. Selanjutnya, berdasarkan pertimbangan hasil monitoring dan evaluasi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai penyelenggara pendidikan inklusif dengan menerbitkan surat penetapannya.

Pendidik atau guru yang bertugas di sekolah inklusif juga mestinya berbeda dengan guru yang bertugas di sekolah regular. Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat pembinaan SLB, pendidik di sekolah inklusif terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran tertentu (pendidikan Agama, Pendidikan jasmani dan Kesehatan. Serta pendidikan Kesenian) dan Guru Pendidikan Khusus (GPK). GPK bertugas sebagai pendamping guru kelas dan guru mata pelajaran dalam melayani anak berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki berkembang secara optimal.

(26)

permasalahan lain muncul di sekolah-sekolah inklusif, mulai dari penyiapan pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, proses pembelajaran di kelas, serta pembiayaannya.

Terkait program penyelenggaraan pendidikan inklusif ini, Penulis memilih Kota Metro sebagai salah satu kota di Provinsi Lampung sebagai kota pendidikan yang istimewa untuk pengimplementasian pendidikan inklusi dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah (Pertama dan Atas). Sehubungan dengan objek penelitian yang dipilih peneliti yaitu tingkat Sekolah Menengah Atas, maka peneliti memilih SMAN 2 Metro sebagai objek penelitiannya. Pemerintah Kota Metro menunjuk SMAN 2 Metro menjadi salah satu SMAN yang menyelenggarakan pendidikan inklusi sejak tahun 2010. Di sekolah tersebut pada saat ini terdapat 26 siswa/siswi berkebutuhan khusus yang tersebar dari kelas satu (1) sampai kelas tiga (3) pada tahun ajaran 2012-2013. Anak Berkebutuhan Khusus yang ada di SMAN 2 Metro ini tergolong anak yang kesulitan belajar, tunadaksa, tuna wicara dan lamban belajar (slow learner).

Di dalam Alfani’ma (2011), Kepala Bapedda Haidarmansyah, Metro menyiapkan 18 sekolah untuk menampung anak berkebutuhan khusus. Karena itu, ia meminta para orang tua segera memasukkan anaknya. Data Bapedda menyebutkan dari 317 anak berkebutuhan khusus di Metro, baru 236 anak yang bersekolah.

(27)

Metro ini. Sejauh ini apakah sudah berjalan sebagaimana program yang telah digulirkan oleh pemerintah. Berdasarkan pedoman khusus penyelenggaraan pendidikan inklusif. Perlu diketahui bahwa sekolah ini belum pernah melakukan evaluasi sebelumnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 1 butir 21; menyatakan bahwa Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.

Untuk itu, salah satu bentuk penelitian untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan pengimplementasian program pendidikan inklusif adalah penelitian evaluatif. Model yang akan digunakan adalah model evaluasi CIPP (CIPP Evaluation Models) yang meliputi evaluasi terhadap Context (C), Input(I), Process (P) dan Product (P), dimana penyelenggaraan suatu program dikaji dari berbagai aspek mulai dari konteks, input, proses, hingga kepada produknya.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus penelitian ini adalah “ Bagaimana

Implementasi Manajemen Pendidikan Inklusi di SMAN 2 Metro”. Dari fokus

penelitian tersebut dikembangkan menjadi sub fokus penelitian sebagai berikut: 1.2.1 Letak Geografis SMAN 2 Metro

1.2.2 Context :

(28)

1.2.2.2 Merumuskan Tujuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.2.2.3 Menganalisis hambatan – hambatan yang muncul dalam Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.2.3 Input :

1.2.2.1 Penyelenggaraan Kesiswaan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.2.2.2 Penyelenggaraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.2.4 Process :

1.2.3.1 Penyelenggaraan Kurikulum pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.2.3.2 Penyelenggaraan Proses Pembelajaran pada Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.2.5 Product :

1.2.4.1 Penyelenggaraan Pelayanan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

(29)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian merupakan pengembangan dari fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan merupakan panduan awal yaitu sebagai berikut;

1.3.1 Bagaimanakah letak geografis SMAN 2 Metro? 1.3.2 Context :

1.3.2.1 Bagaimanakah Kebutuhan Proses Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.3.2.2 Bagaimanakah Tujuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.3.2.3 Apakah hambatan – hambatan yang muncul dalam Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.3.3 Input :

1.3.3.1 Bagaimanakah Penyelenggaraan Kesiswaan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.3.3.2 Bagaimanakah Penyelenggaraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.3.4 Process :

1.3.4.1 Bagaimanakah Penyelenggaraan Kurikulum pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

(30)

1.3.5 Product :

1.3.5.1 Bagaimanakah Penyelenggaraan Pelayanan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.3.5.2 Bagaimanakah Peran Masyarakat dan Orang Tua terhadap Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan:

1.4.1 Mengetahui Letak geografis SMAN 2 Metro.

1.4.2 Evaluasi Context Manajemen pada Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro; 1.4.2.1 Mengetahui Kebutuhan Proses Penyelenggaraan pada Program

Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.4.2.2 Mengetahui Tujuan Penyelenggaraan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.4.2.3 Mengetahui hambatan – hambatan yang muncul dalam Penyelenggaraan Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.4.3 Evaluasi Input Manajemen Pendidikan Inklusi di SMAN 2 Metro;

1.4.3.1 Mengetahui Penyelenggaraan Kesiswaan pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

(31)

1.4.4 Evaluasi Process Manajemen Pendidikan Inklusi di SMAN 2 Metro; 1.4.4.1 Mengetahui Penyelenggaraan Kurikulum pada Program

Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.4.4.2 Mengetahui Penyelenggaraan Proses Pembelajaran pada Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.4.5 Evaluasi Product Manajemen Pendidikan Inklusi di SMAN 2 Metro; 1.4.5.1 Mengetahui Kesesuaian Pelayanan pada Program Pendidikan

Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.4.5.2 Mengetahui Peran Masyarakat dan Orang Tua terhadap Program Pendidikan Inklusif di SMAN 2 Metro.

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dapat dirinci secara teoritis dan secara praktis . 1.5.1 Kegunaan secara teoritis

1.5.1.1 Sebagai referensi ilmiah untuk memperoleh manfaat dan pengembangan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan dan menerapkan untuk kasus yang terjadi secara nyata dilapangan.

1.5.1.2 Menambah wacana keilmuan, ilmu pendidikan pada umumnya dan manajemen pendidikan khususnya.

1.5.2 Kegunaan Secara Praktis

(32)

dalam mengembangkan sistem pendidikan inklusi disekolah-sekolah menengah atas, skhususnya di kota Metro.

1.5.2.2 Memberi informasi bagi guru mengenai penanganan anak berkebutuhan khusus dalam manajemen pendidikan inklusi sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, khususnya di SMAN 2 Metro.

1.5.2.3 Memberi informasi bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, sebagai salah satu alternatif dalam memberikan kesempatan pendidikannya setara dengan anak-anak normal pada umumnya.

1.5.2.4 Memberi informasi bagi dinas pendidikan mengenai perlunya penyelenggaraan pendidikan inklusif, sebagai masukan dalam meningkatkan dan mengembangkan penyelenggaraan pendidikan inklusi di kota Metro khususnya dan di propinsi Lampung Umumnya.

1.6 Definisi Istilah

Untuk memberikan kejelasan pengertian yang digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan beberapa pengertian istilah yang terkandung dalam kalimat judul. Adapun istilah tersebut adalah sebagai berikut :

(33)

dilakukan bersama oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

1.6.2 Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktifitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas.

1.6.3 Pendidikan inklusi merupakan sistem penempatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler yang ada di lingkungan mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.

1.6.4 Anak berkebutuhan khusus (ABK) menurut Howard adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

1.6.5 Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Metro. SMA Negeri 2 Metro yang berlokasi di 16 polos kecamatan Bantul Kabupaten Metro.

(34)
(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Pendidikan

Pada dasarnya manajemen pendidikan adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Akan tetapi juga manajemen pendidikan adalah suatu seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.

2.1.1 Pengertian Manajemen Pendidikan

Definisi manajemen yang diuraikan oleh Terry dalam Hasibuan (2009:2-3)

management is distinct process consisting of planning, organizing, actuating and

controlling performed to determine and accomplish standard objectives by the use

(36)

Koontz dan O’donnel dalam hasibuan (2009:3) mengartikan manajemen sebagai

berikut: management is getting things done through people. In bringing about this coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organizes,staffs,

direct, and control the activities other people (manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas jumlah aktifitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian).

Definisi manajemen dari para ahli, menurut Hasibuan (2009:2) definisi manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

(37)

2.1.2 Fungsi Manajemen Pendidikan

Menurut Siagian dalam Hasibuan (2009:38) adalah Perencanaan, Pengorganisasian, Pemotivasian, Pengawasan dan Pengevaluasian. Sedangkan menurut Terry dalam Hasibuan (2009:38), fungsi-fungsi manajemen dikenal dengan akronim POAC yaitu planning (perencanaan), Organizing

(Pengorganisasian), Actuating (Pengarahan) dan Controlling (Pengawasan). Proses merencanakan berarti menuangkan sesuatu ide – ide pendidikan, setelah ditemukan ide – ide atau gagasan baru tentang pendidikan, maka dilakukanlah proses pengelompokkan ide – ide atau gagasan tersebut untuk dilihat analisis kebutuhan – kebutuhan dan apa yang akan didapatkan oleh ide – ide atau gagasan tersebut. Setelah didapatkan analisis kebutuhan dan apa yang akan didapatkan atau diraih oleh ide tersebut, maka dilakukan proses pengarahan atau penindakan akan ide – ide atau gagasan tersebut dan proses akhirnya dilakukan pengawasan terkait dengan penindakan ide – ide atau gagasan tersebut.

2.2 Evaluasi Program

2.2.1 Pengertian Evaluasi Program

(38)

evaluasi sebagai proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.

Arikunto (2006) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2006), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.

Sedangkan Pedoman Evaluasi yang diterbitkan Direktorat PSLB (2007) memberikan pengertian evaluasi program adalah proses pengumpulan dan penelaahan data secara berencana, sistematis dan dengan menggunakan metode dan alat tertentu untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan program dengan menggunakan tolak ukur yang telah ditentukan. Ralp Tyler (dalam Arikunto,2006) mendefinisikan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi.

(39)

2.2.2 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program

Setelah kita menentukan obyek evaluasi, selanjutnya harus menentukan aspek-aspek dari obyek yang akan dievaluasi. Menurut Stake dkk (dalam Arikunto, 2006) telah mengemukakan bahwa evaluasi berfokus pada empat aspek yaitu: 1) konteks, 2) Input, 3) Proses Implementasi, 4) Produk.

Bridgman dan Davis (dalam Arikunto, 2006) yaitu evaluasi program yang secara umum mengacu pada 4 (empat) dimensi yaitu : 1) Indikator Input, 2) Indikator

Process, 3)Indikator Outputs, 4) Indikator Outcomes.

Dimensi utama evaluasi diarahkan kepada hasil, manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya yang perlu dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat dimensi yaitu : 1) Indikator masukan (input), 2) Proses (process), 3) Keluaran (output), 4) Indikator dampak atau (outcome).

Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan untuk menunjukan tahapan siklus pengelolaan program yang mencakup :

1. Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE). Pada tahap perencanaan, evaluasi sering digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan, evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

(40)

keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu program.

Hubungan ketiga tahapan tersebut sangat erat, selanjutnya terdapat perbedaan metodelogi antara evaluasi program yang berfokus kerangka anggaran dengan yang berfokus pada kerangka regulasi. Evaluasi program yang berfokus pada anggarana dilakukan dengan dua cara yaitu : Penilaian indikator kinerja program berdasarkan keluaran, hasil dan studi evaluasi program. Berdasarkan dampak yang timbul, cara pertama dilakukan melalui perbandingan indikator kinerja sasaran yang direncanakan dengan realisasi, informasi yang relevan dan cukup harus tersedia dengan mudah sebelum suatu indikator kinerja program dianggap layak. Cara yang kedua dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat lebih mendalam (in depth evaluation) terhadap hasil, manfaat dan dampak dari program yang telah selesai dilaksanakan. Hal yang paling penting adalah mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana memperoleh informasi, dianalisis dan dilaporkan. Informasi harus bersifat independen, obyektif, relevan dan dapat diandalkan.

2.2.3 Tujuan Evaluasi Program

Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48), tujuan khusus Evaluasi Program terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk :

1. Memberikan masukan bagi perencanaan program

2. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program

3. Memberikan masukan bagi pengambilan keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program

(41)

5. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola dan pelaksana program dan,

6. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah.

Tujuan evaluasi program menurut Beni Setiawan (1999:20) adalah agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan datang.

Sudjana, tujuan evaluasi adalah untuk melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut :

1. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu program harus dilanjutkan

2. Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang digunaka

3. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai

4. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan setiap program.

(42)

2.2.4 Evaluasi Program Model CIPP

Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh para ahli/pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya. Model ini dianggap model standar. Disamping itu para ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakannya serta kepentingan atau penekannya, atau dapat juga disebut sesuai dengan paham yang dianut yang disebut pendekatan atau

approach. Ada banyak model evaluasi antara lain Model Evaluasi CIPP.

Model ini menurut Stufflebem C.F. Madam and T. Kellaghan (2000) pendekatan yang berorientasi pada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk menolong administrator dalam membuat keputusan. Ia merumuskan evaluasi sebagai suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Dia membuat pedoman kerja untuk melayani para manajer dan administrator menghadapi empat macam keputusan pendidikan, membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu :

1. Context evaluation assesses needs, problems, assets and opportunities within a defined environment. Needs include those things that are necessary or useful

for fulfilling a defensible purpose. Contect evaluation to serve planning

decision. konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.

2. An input evaluation’s main orientation is to help prescribe a program,

project, or other intervention by which to improve services to intended

(43)

mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, baagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

3. In essence, a process evaluaation is an ongoing check on a plan’s

implementation plus documentation of the process, including changes in the

plan as well as key omissions and / or poor execution of certain procedures.

Process evaluation to serve implementing decision, evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan sampai sejauh mana rencana telah dapat diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki.

4. The purpose of a product evaluation is to measure, interpret, and judge an

enterprise’s achievements. Product evaluation to serve recycling decision,

evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya, apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan.

Keempat hal tersebut di atas merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Dengan demikian apabila evaluator sudah menentukan model CIPP akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponennya. Model ini sekarang telah disempurnakan dengan satu komponen O singkatan dari

(44)

Menurut Sugiyono (2010), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umunya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif /statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Masih menurut Sugiyono (2010), bahwa setiap metode penelitian memiliki keunggulan dan kekurangan. Oleh karena itu metode kualitatif dan kuantitatif keberadaannya tidak perlu dipertentangkan karena keduanya justru saling melengkapi (complement each other) . Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk penelitian yang masalahnya sudah jelas, dan umumnya dilakukan pada populasi yang luas sehingga hasil penelitian kurang mendalam. Sementara itu metode penelitian kualitatif cocok digunakan untuk meneliti di mana masalahnya belum jelas, dilakukan pada situasi sosial yang tidak luas,sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. Metode kuantitatif cocok untuk menguji hipotesis/teori, sedangkan metode kualitatif cocok untuk menemukan hipotesis / teori.

2.2.5 Model CIPP

(45)

program tertentu yang pada gilirannya akan menghasilkan rekomendasi dan digunakan oleh pelaksana program tersebut untuk menentukan keputusan, apakah program tersebut dihentikan, dilanjutkan, atau ditingkatkan lebih baik lagi. Dan saat ini, evaluasi telah berkembang menjadi tren baru sebagai disiplin ilmu baru dan sering digunakan oleh hampir semua bidang dalam suatu program tertentu seperti,evaluasi program training pada sebuah perusahaan, evaluasi program pembelajaran dalam pendidikan, maupun evalausi kinerja para pegawai negeri sipil pada sebuah instansi tertentu.

Evaluasi program pembelajaran tidak akan sama dengan evaluasi kinerja pegawai. Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu sediri. Sedangkan evaluasi kinerja pegawai dilakukan dengan tujuan untuk melihat kualitas, loyalitas, atau motivasi kerja pegawai, sehingga akan menentukan hasil produksi. Dengan adanya perbedaan tersebut lahirlah beberapa model evaluasi yang dapat menjadi pertimbangan evaluator dalam melakukan evaluasi. Dari beberapa model evaluasi yang ada, penulis akan membahas model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan Oliva.

(46)

Education Act). CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi. Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Tujuannya adalah untuk membantu administrator (kepala sekolah dan guru) didalam membuat keputusan.

2.2.5.1 Menurut Stufflebeam dkk (2000) mengungkapkan bahwa, “the

CIPP approach is based on the view that the most important purpose of

evaluation is not to prove but improve.” Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.

1. Context Evaluation (Evaluasi Konteks)

Stufflebeam dkk (2000) menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekutan dan kelemahan yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.

2. InputEvaluation (Evaluasi Masukan)

(47)

sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Menurut Stufflebeam sebagaimana yang dikutip Suharsimi Arikunto, mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan.

3. ProcessEvaluation (Evaluasi Proses)

Stufflebeam dkk (2000) menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan : “1) do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, 2) to provide information for

programmed decision, and 3) to maintain a record of the procedure as it

occurs “. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Arikunto (2006), evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada

(48)

kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana

4. ProductEvaluation (Evaluasi Produk/Hasil)

Stufflebeam dkk (2000) memberikan pengertian evaluasi produk/hasil adalah

to allow to project director (or techer) to make decision of program“. Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program.

(49)

2.2.5.2 Berikut ini di lampirkan komponen atau dimensi model CIPP yang meliputi context, input, process, product berdasarkan Oliva, yang dikutip dari buku yang berjudul “Supervition for today’s Schools”, yang diterbitkan pada tahun 1984.

Gambar 2.1

(50)

2.3 Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

2.3.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Peraturan Walikota Metro, nomor 03 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Metro: Nomor: 213/KPPS/D.3/2011 Tentang Penetapan SD/SMP/SMA Pelaksana Sekolah Inklusif. SMA Negeri 2 Metro menjadi salah satu SMA yang terpilih untuk mengimplementasikan pendidikan inklusif ini.

Sesuai dengan Keputusan Walikota Metro, nomor: 416/D3/KPTS/2012 tentang Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) penyelenggaraan pendidikn inklusif dan akselerasi kota Metro masa bhakti 2012 – 2016.

The National Information Center for Children and Youth with Disabilities

(NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special needs or special needs

children refer to children who have disabilities or who are at risk of developing

disabilities” (Sunaryo, 2009).

Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicaped.

(51)

prematur, anak yang lahir dari keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar, anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak berpenyakit kronis, dan sebagainya.

Karakteristik dan hambatan yang dimilki para anak berkebutuhan khusus merupakan latar belakang ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

(52)

Behr dan Gallagher (Fallen dan Umansky, 1985:13) berpendapat perlunya definisi yang lebih fleksibel dalam mendefinisikan anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya, tidak hanya meliputi anak-anak berkelainan (handicapped children), tetapi juga mereka yang termasuk anak-anak memiliki faktor resiko. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan definisi yang lebih fleksibel, akan memberikan keuntungan bahwa hambatan yang lebih serius dapat dicegah melalui pelayanan anak pada usia dini. Sekalipun demikian, dalam pembahasan ini lebih memfokuskan kepada anak-anak yang termasuk dalam kategori anak cacat atau berkelainan.

Amy James di dalam bukunya “School Success for Children with Special Needs

(53)

Tahapan selanjutnya bagi orang tua yang memiliki ABK sebaiknya harus mengerti dengan kondisi yang mereka rasakan (jangan pernah menganggap bahwa mereka aneh), kemampuan dan kelemahan yang anak kuasai maupun tidak kuasai dan mencoba menghubungkan antara proses pembelajaran dan hasil akademiknya dengan terus memantau perkembangan kepada Guru mereka di sekolah.

Hal – hal tersebut akan memberikan anak pengetahuan agar mampu mengevaluasi diri mereka sendiri dan orang tua juga diharapkan untuk selalu memotivasi anak mereka bahwa mereka mampu dan bisa mendapatkan pendidikan seperti anak lainnya.

(54)

atau lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.

2.3.2 Prinsip Dasar Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan mereka dari anak anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan. Keragaman yang terjadi memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun, apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.

Beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Prinsip dasar tersebut menurut Musjafak Assjari (1995) di dalam (Suparno, 2007) adalah sebagai berikut : a) Keseluruhan anak (all the children), b) Kenyataan (reality), c) Program yang dinamis (a dynamic program), d) Kesempatan yang sama (equality of opportunity), e) Kerjasama (cooperative).

Selain kelima prinsip tersebut, ada prinsip lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsisp-prinsip tersebut adalah:

a. Prinsip kasih sayang b. Prinsip keperagaan

(55)

f. Model g. Pembiasaan h. Latihan i. Pengulangan

j. Penguatan (Suparno, 2007)

2.4 Program Pendidikan Inklusif 2.4.1 Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang

menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal

pada umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah,

2007;82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi

semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional,

linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang

cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari

populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi

etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau

kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi.

Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi

adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara

penuh di kelas. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan tempat

belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis

kelainanya.

(56)

1990) mengemukakan bahwa Pendidikan Inklusi adalah Penempatan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tingkat ringan, sedang dan berat, secara penuh di kelas reguler.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Inklusi terkandung unsur adanya:

1. Layanan Pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di kelas regular/ biasa terdekat dengan tempat tinggalnya;

2. Pemberian akses seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;

3. Pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan semua anak.

Definisi Pendidikan Inklusif yang dirumuskan dalam Seminar Agra disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara (terutama dari Selatan) pada tahun 1998. Definisi ini kemudian diadopsi dalam South African White Paper on Inclusive Education

dengan hampir tidak mengalami perubahan: (Sunaryo, 2009) Definisi Seminar Agra dan Kebijakan Afrika Selatan Pendidikan Inklusif:

1. Lebih luas daripada pendidikan formal: mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal.

2. Mengakui bahwa semua anak dapat belajar.

3. Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak.

(57)

5. Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya.

6. Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang inklusif.

Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah pendidikan di sekolah biasa yang mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai IQ normal diperuntukan bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan istimewa atau yang memerlukan pendidikan layanan khusus.

Oleh karena itu, Pendidikan Inklusif tidak hanya menyangkut inklusi penyandang cacat. Sebagaimana ditekankan dalam Dokumen Jomtien, terdapat banyak kelompok yang rentan akan eksklusif dari pendidikan, dan inklusi pada esensinya adalah menciptakan sistem yang dapat mengakomodasi semua orang. Namun, demi alasan historis dan alasan lainnya, inklusi penyandang cacat telah memberikan tantangan tertentu dan kesempatan untuk kebijakan dan praktek sistem pendidikan umum. Dokumen-dokumen selanjutnya yang spesifik mengenai penyandang cacat setelah Dokumen Jomtien lebih jauh mengklarifikasi apa yang dimaksud dengan hak penyandang cacat atas pendidikan dalam prakteknya.

2.4.2 Kebijakan Nasional Pendidikan Inklusif

(58)

dimana anak-anak diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara penuh di lingkungan sekolah dan masyarakat. Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak yang berkelainan. Landasan yuridis mengenai pendidikan inklusi yakni sebagai berikut.

2.4.2.1 UUD 1945 (amandemen) Pasal 31

Ayat (1) “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Ayat

(2) “setiap warga Negara wajib mengikuti pendiddikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya”.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa ada diskriminasi baik secara fisik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya dan hal tersebut dapat terwujud melalui sistem pendidikan wajib 9 tahun. Penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan secara maksimal apabila mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintah.

2.4.2.2 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 3; menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(59)

kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat (3): Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Ayat (4): Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Dalam pasal diatas dijelaskan bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara. Pendidikan diselenggarakan tanpa ada diskriminatif baik bagi anak yang berkelainan maupun bagi anak normal. Pendidikan tersebut diselenggarakan melalui pendidikan khusus. 2.4.2.4 Pasal 32; Ayat (1): Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta

didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan. Ayat (2): Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik didaerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

2.4.2.5 Bab X – Kurikulum Pasal 36 Ayat (3); Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.

(60)

harus terbebani dengan berbagai kebijakan yang mengikat.

2.4.2.6 BAB XII – Sarana-Prasarana Pendidikan Pasal 45 Ayat (1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiawaan peserta didik.

Pasal 45 ayat 1 tersebut dijelaskan bahwa lembaga pendidikan baik formal maupun non formal seyogyanya dapat menyediakan sarana prasarana yang mendukung pembelajaran. Sarana prasarana tersebut hendaknya dapat memenuhi kebutuhan mereka, disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

Pasal 53; a) Pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dan keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. b) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.

2.4.2.7 UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat;

(61)

terdiri dari: SD, SMP, SMA dan SMK.

Dari pasal tersebut diatas dijelaskan bahwa pendidikan inklusi merupakan suatu layanan pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi anak yang memiliki kelainan untuk bisa belajar bersama dengan siswa normal di kelas reguler. Pendidikan inklusi ini seyogyanya diselenggarakan disetiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 sekolah. 2.4.2.8 Deklarasi Bandung (Nasional)”Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif”

8-14 Agustus 2004 (Sunaryo, 2009).

1. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi yang handal.

2. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merupakan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural.

(62)

lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal.

4. Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun pro aktif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan manapun dengan meminimalkan hambatan.

5. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan.

6. Menyusun Rencana Aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan berkebutuhan khusus lainnya.

2.4.2.9 Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005 (Sunaryo, 2009). 1. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara

menyeluruh yang menjamin bahwa strategi nasional untuk

“Pendidikan untuk semua” adalah benar-benar untuk semua.

(63)

3. Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga Negara. Secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan

bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif

adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang

mungkin ada pada mereka”.

4. Pendidikan inklusif memiliki visi dan misi. Visi pendidikan inklusif adalah terwujudnya pelayanan pendidikan yang optimal untuk mencapai kemandirian bagi anak-anak berkelainan dan berkebutuhan khusus lainnya serta anak-anak yang mempunyai potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Misi dari pendidikan inklusif itu sendiri adalah memperluas kesempatan dan pemerataan pendidikan bagi anak yang berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, meningkatkan kepedulian dan memperluas jaringan tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, dan mewujudkan pendidikan inklusif secara baik dan benar di lingkungan masyarakat.

Gambar

Gambar 2.130
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 3.1 Informan dalam penelitian
Tabel 3.2 Pengkodean Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data

Referensi

Dokumen terkait

[r]

a) Pembesian pada rib dan pelat cukup dengan pembesian minimum. b) Ketahanan terhadap differential settlement yang tinggi karena bekerjanya tegangan akibat beban sudah merata

10 Alm.Sarmatiah (Istri Tergugat) adalah tidak sah, sebab Alm.Sarmatiah tidak memiliki hak atas objek sengketa tanah tersebut, karena objek sengketa tanah tersebut

Perjanjian Internasional antara Pemerintah Indonesia dan Jepang tentang Joint Crediting Mechanism untuk Kemitraan Pertumbuhan Rendah Karbon merupakan

Ibu Eka Desnia,SE sebagai Kasie keuangan dan sumber daya manusia (KSDM) yang bertugas memonitoring pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan, dan perpajakan proyek. Data

Perubahan jumlah alur pada kumparan stator generator sinkron tiga phasa dengan bentuk rotor kutub dalam dapat berdampak pada peningkatan kapasitas daya keluaran

penyelenggaraan pemilu itu, sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis dan aspirasi rakyat, berjalan dalam kondisi hukum dan etika politik, dan artinya selanjutnya muncul sejumlah

2010.Efektifitas Penghambatan Nitrifikasi Melalui Penambahan Seresah Paitan ( Tithonia Diversifolia ) Dan Kencur( Kaempferia Galanga ) Di Tanaman Uji Jagung ( Zea Mays L. )Di