• Tidak ada hasil yang ditemukan

Critical Review Jurnal Efektifitas Tata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Critical Review Jurnal Efektifitas Tata"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

A.Review

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjen Perkebunan) Kementerian Pertanian luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 8,1 juta hektar, kebun kelapa sawit milik petani adalah 30%-40%. Lebih lanjut, Ditjen Perkebunan menyebutkan bahwa 59% dari 1.000 perusahaan kelapa sawit di seluruh Indonesia terlibat konflik lahan dengan masyarakat. Total ada 591 konflik, yaitu Kalimantan Tengah 250 kasus, Sumatera Utara 101 kasus, Kalimantan Timur 78 kasus, Kalimantan Barat 77 kasus, dan Kalimantan Selatan 34 kasus. Pada penulisan ini pembahasan akan difokuskan pada Provinsi Kalimantan Barat. Peningkatan luas konsesi lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat berbanding lurus dengan jumlah konflik sosial. WALHI menginformasikan bahwa pada 2014 konsesi perkebunan kelapa sawit telah dimiliki oleh 326 perusahaan dengan luas 4,8 juta hektar, setara dengan luas total daratan Provinsi Jambi. Sementara itu, berdasarkan data Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang yang Adil dan Berkelanjutan tercatat bahwa ada 529 perusahaan yang telah memiliki konsesi lahan seluas 10 juta hektar atau hampir 70% dari luas wilayah Kalimantan Barat. Pada 2012-2013 terdapat 94 konflik yang berhubungan dengan kelapa sawit terjadi di Kalimantan Barat.

(4)

peraturan daerah RTRW (2013) pada publik hearing rencana peraturan daerah RTRW Provinsi Kalimantan Barat pada 18 Juni 2012, terungkap bahwa lampiran peta yang diterima DPRD dari Pemerintah Provinsi tidak dilengkapi dengan rincian peruntukan usulan perubahan alih fungsi.

(5)

permasalahan yang telah disebutkan dengan analisis efektivitas tata kelola (governance) pada tata guna lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat dari sisi pemerintah (state) dan sisi perusahaan (private).

Andersson dan Ostrom (2008) dalam “Analyzing Decentralized Resource Regimes from a Polycentric Perspective” menjelaskan bahwa pendekatan polisentris dengan mempertimbangkan interaksi antara aktor-aktor di berbagai tingkat pemerintahan dapat berkontribusi untuk pemahaman terhadap faktor yang mendorong variasi dalam hasil desentralisasi pemerintahan. Pada studi tersebut Andersson dan Ostrom menggunakan pendekatan polisentris. Perbedaan utama antara pendekatan sentris konvensional dan polisentris dalam mempelajari sumber daya desentralisasi adalah lingkup analisis (Andersson dan Ostrom, 2008). Lebih lanjut, Andersson dan Ostrom (2008) mengemukakan bahwa untuk menjelaskan hasil tata kelola (governance) desentralisasi, pendekatan polisentris dapat menganalisis kinerja suatu unit pemerintah daerah untuk mempertimbangkan hubungan antara aktor-aktor pemerintahan, masalah, dan pengaturan kelembagaan pada berbagai tingkat pemerintahan. Andersson dan Ostrom (2008) mengatakan bahwa ketika pembuat kebijakan menciptakan sistem aturan umum yang mungkin tidak sesuai dengan konteks lokal, insentif pengguna untuk mengelola sumber daya secara bertanggung jawab akan melemah. Pendekatan polisentris mempelajari kondisi interaktif antara kelompok-kelompok pengguna lokal dan di antara kelompok-kelompok-kelompok-kelompok dan pemerintah. Hasil studi Andersson dan Ostrom terhadap tata kelola (governance) sumber daya common-pool (CPR), seperti pemanfaatan hutan, dalam sistem pemerintahan desentralisasi akan digunakan sebagai kerangka teori dalam pembahasan tata kelola (governance) pada tata guna lahan sawit di Kalimantan Barat. Kerangka teori tata kelola (governance) sumber daya common-pool (CPR) Andersson dan Ostrom digunakan untuk memperoleh identifikasi efektivitas tata kelola pemerintah pusat (state) dan perusahaan (private) dalam mengatasi permasalahan degradasi dan deforestasi serta konflik sosial yang terjadi sebagai implementasi kebijakan yang membawa implikasi peningkatan konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit.

(6)

Jurnal ini membahas tentang penggunaan lahan di wilayah Kaliamtan Barat yang diperuntukkan untuk perkebunan kelapa sawit. Dijelaskan bahwa pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit akan menyebabkan degradasi dan deforestasi. Hal – hal ini disebabkan karena implementasi dari peraturan yang telah diatur oleh pemerintah dan RTRW Kalimantan Barat yang masih belum menerapkan sustainable development bagi Kalimantan Barat sendiri. Seharusnya, pemerintah harus ketat dalam peninjauan ulang RTRW serta pengawasan ketat dalam pengimplementasian kebijakan yang telah mereka buat, sehingga kesalahan presepsi bisa diminimalisir. Pemerintah bisa memulai untuk mengkaji kembali RTRW Kalimantan Barat berpedoman pada prinsip penanganan dalam penataan ruang. Pertama penyusunan tata ruang yang dapat mengakomodasi pasar dan kepentingan publik. Dikarenakan masyarakat yang ada di Kalimantan Barat masih menjunjung tinggi hokum adat, maka penyusunan tata ruang dapat dilakukan model musyawarah perencanaan. Pemerintah dan perencana serta perusahaan kelapa sawit melakukan kajian tentang dampak dari proyek pergantiang fungsi lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit itu sendiri, apakah proyek itu sudah mengusung prinsip sustainable development atau belum. Selanjutnya baru dilakukan musyawarah serta pencedasan kepada warga tentang rencana yang telah dikajinya. Setelah itu baru dilakukan perencanaan tata guna lahan dan penyetujuan dari rencana tata ruang yang telah dicanangkan tersebut.

Langkah selanjutnya pada pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah Kalimantan Barat dilakukan cara insentif dan disintesif. Cara insentif diberlakukan untuk masyarakat yang wilayah permukimannya dijadikan objek bagi pengembang untuk mengembangkan proyek perkebunannya. Cara ini bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang sesuai dengan RTR. Di sisi lain, cara disintesif diterapkan untuk para pengembang yang membangun perkebunan disana. Cara ini bertujuan untuk membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai dengan RTR.

(7)

peruntukan lahan sudah sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah ada, dan terakhir penertiban adalah sanksi bagi siapapun yang melanggar rencana tata ruang yang berlaku. Cara diatas dapat merubah secara administratif untuk konversi lahan baik hutan ataupun sawah ke perkebunan kelapa sawit. Peninjauan rencana tata ruang yang tidak berpihak pada lingkungan pun nantinya akan mengurangi dampak kepada lingkungan akibat hasil perkebunan kelapa sawit.

Peninjauan kembali kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang konversi lahan juga harus dilakukan, karena banyak pihak – pihak tertentu yang menyalahgunakan kebijakan tersebut untuk memperkaya dirinya pribadi tanpa melihat ke keadaan lingkungan dan social sekitar.

C.

Kesimpulan

Dari jurnal yang telah direview dapat disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

 Permasalahan konversi lahan yang terjadi di Kalimantan barat terjadi dikarenakan dua hal yaitu tidak dikontrol dengan ketat oleh pemerintah pusat tentang pengimplementasian dari kebijakan sehingga menyebabkan degradasi, deforestasi hutan serta konflik social.

 Permasalahan konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat terjadi dikarenakan RTRW Kalimantan Barat masih belum mendukung prinsip sustainable development karena belum memikirkan dampak kepada lingkungan di masa depan.

 Analisa yang digunakan oleh penulis jurnal adalah analisis efektivitas tata kelola (governance) pada tata guna lahan kelapa sawit di Kalimantan Barat dari sisi pemerintah (state) dan sisi perusahaan (private) yang berpedoman pada “Andersson dan Ostrom (2008) dalam “Analyzing Decentralized Resource Regimes from a Polycentric Perspective”” sebagai studi literature.  Masalah konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit di

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan finger painting dapat meningkatkan kemampuan mengenal

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perlawanan Bersenjata, melalui perlawanan di berbagai daerah yaitu peristiwa pertempuran antara pasukan Sekutu dan Belanda antara

he irst hypothesis is “there is positive and signiicant inluence of school policy, curriculum implementation, school culture and school infrastructure management collectively

Saya pernah menggunakan jasa doorsmeer ditempat lain.,menurut saya perbedaannya dengan doorsmeer lain terletak diruang tunggu Sabena yang luas dan juga

• Guru memulai pelajaran dengan mengajak siswa mengamati gambar pada buku tema 6 Subtema 4 Pembelajaran 2, atau kalau guru, mempunyai tayangan video tentang sikap pemborosan

Proses pengelompokkan data dilakukan untuk mengelompokkan data dan menggunakan fungsi and dan or dari fuzzy, dimana bertujuan untuk memilih nilai yang nantinya

Jika kita membaca sebuah riwayat dari salah seorang imam, maka kita tidak tahu apakah sang imam mengucapkan sabdanya dalam keadaan taqiyah atau tidak hal ini penting

Berdasarkan atas fenomena yang terjadi di Indonesia mengenai produk produk pakaian Nike ini maka peneliti akan mengangkat judul penelitian mengenai dampak country