• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENGGUNAAN HASIL, MANFAAT, DAN FAKTOR PENYEBAB PENJUALAN KOPI PETANI KEPADA TENGKULAK DAN EKSPORTIR DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA PENGGUNAAN HASIL, MANFAAT, DAN FAKTOR PENYEBAB PENJUALAN KOPI PETANI KEPADA TENGKULAK DAN EKSPORTIR DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENGGUNAAN HASIL, MANFAAT, DAN FAKTOR PENYEBAB PENJUALAN KOPI PETANI KEPADA TENGKULAK DAN EKSPORTIR

DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh

WIDA AYU WINARNI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

POLA PENGGUNAAN HASIL, MANFAAT, DAN FAKTOR PENYEBAB PENJUALAN KOPI PETANI KEPADA TENGKULAK DAN EKSPORTIR

DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

WIDA AYU WINARNI

Penelitian ini bertujuan menilai: (1) keragaan usaha tengkulak dan eksportir kopi, (2) alokasi dan pola penggunaan hasil penjualan kopi, (3) manfaat ekonomi yang diperoleh petani saat melakukan penjualan kepada tengkulak dan eksportir, dan (4) faktor penyebab yang mempengaruhi keputusan petani menjual kopi kepada tengkulak dan eksportir. Penelitian ini dilakukan di dua desa, yaitu Desa Gunung Megang dan Tekad, Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan alat analisis uji instrumen (validitas dan reliabilitas), persepsi (deskriptif kualitatif), Willingness to Pay (WTP), dan regresi multinomial logit. Sampel penelitian berjumlah 65 petani didapatkan melalui teknik simplerandom sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Dari 65responden petani kopi, sebesar 87,7% menilai baik eksportir dan 75,4% menilai baik tengkulak, artinya petani lebih menilai baik eksportir sebagai alur penjualan kopinya. (2) Alokasi kopi petani dari 65 sampel menunjukkan bahwa 31 petani (47,69%) menjual sebagian besar kopi kepada tengkulak, 22 petani (33,85%) kepada eksportir dan 12 petani (18,46%) menjual kepada tengkulak dan eksportir, dengan jumlah rata-rata kopi untuk tengkulak 565,98 kg dan 509,83 kg untuk eksportir. Total rata-rata produksi kopi sebesar 1.108 kg per petani. (3) Manfaat ekonomi yang diperoleh ketika petani menjual kepada tengkulak sebesar Rp212.779,65 per petani dan eksportir sebesar

Rp158.367,49 per petani. (4) Faktor penyebab yang mempengaruhi keputusan petani menentukan porsi penjualan ditunjukkan pada model logit 1 variabel yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, dan pada model logit 2 variabel yang berpengaruh nyata adalah pendidikan dan pengalaman.

(3)

ABSTRACT

THE PATTERNS OF USE, BENEFIT, AND INFLUENCING FACTORS TO THE SALE OF FARMER’S COFFEE TO MIDDLEMAN AND

EXPORTERS IN THE DISTRICT OF PULAU PANGGUNG OF

TANGGAMUS REGENCY

By

WIDA AYU WINARNI

This study aims to assess: (1) business performance of coffee middlemen and exporters, (2) coffee allocation and usage patterns of coffee farmer’s sales, (3) the economic benefit obtained by farmers when selling coffee to middlemen and exporters, and (4) influencing factors of farmer’s decisions on determining coffee sales to middlemen and exporters. This research was conducted in two villages, Gunung Megang and Tekad, in Pulau Panggung Sub district of Tanggamus Regency. The research used survey method with instrument test (validity and reliability), perception (qualitative description), Willingness to Pay method (WTP), and multinomial logit regression. The research samples were 65 coffee farmers obtained by a simple random sampling. The results showed that: (1) Of the 65 samples, 87.7 percent evaluated the exporters were good and 75.4 percent evaluated the middlemen as good, too; it meant that the exporters were evaluated better than middlemen for the coffee market chain. (2) The farmers sold most of his coffee to middlemen (47.69%), to the exporters (33.85%), and to both equally (18.46%); in which average amount of coffee sold to middlemen was 565.98 kg and to exporters was 509.83 kg. The total average of coffee production was 1.108 kg per farmer. (3) The economic benefits obtained by farmers when selling their coffee to middlemen was Rp212,779.65, whereas to exporter was Rp158,367.49 per farmer. (4) The influencing factors of farmers decision on determining the portion of sales could be seen by model logit 1, in which significant variable was education, whereas the significant variables in logit 2 were education and experience.

(4)

POLA PENGGUNAAN HASIL, MANFAAT, DAN FAKTOR PENYEBAB PENJUALAN KOPI PETANI KEPADA TENGKULAK DAN EKSPORTIR DI

KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

WIDA AYU WINARNI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar tanggal 26 Juni 1992 dari pasangan Bapak Wiwit Budiono dan Ibu Rida Haryanti. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Xaverius Tulang Bawang pada tahun 2004, tingkat SMP di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2007, tingkat SMA di SMA Al-kautsar Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung,

Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Mandiri (UM).

Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, Ekonomi Mikro, Ekonometrika, dan Ekonomi Sumber Daya Alam. Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT Laju Perdana Indah (PT LPI) pada Divisi 2 Planting Unit. Penulis juga memiliki

pengalaman organisasi di Himaseperta pada tahun 2010/2011 dan 2012/2013 sebagai Anggota Bidang I, yaitu Akademik dan Pengembangan Profesi, Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian pada tahun 2011/2012, Duta

(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil‘alamin, rasa syukur terucap hanya kepada Allah SWT atas nikmat luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Limpahan sholawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Allah, Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap lika-liku kehidupan.

Banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini, yang berjudul “Pola Penggunaan Hasil, Manfaat, dan Faktor Penyebab Penjualan Kopi Petani

kepada Tengkulak dan Eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus”. Dalam kesempatan ini, dengan segala hormat dan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. selaku Pembimbing Pertama yang senantiasa memberikan arahan, nasihat, dan motivasi selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini, merupakan proses yang sangat berharga.

(9)

4. Dr. Ir. Fembrianti Erry Prasmatiwi, M.S, selaku Ketua Jurusan Agribisnis atas dukungan, bantuan dan nasehat yang telah diberikan.

5. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bantuan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas inspirasi pengalaman hidup.

7. Orang tuaku tercinta, Abi Wiwit Budiono, A.Md dan Umi Rida Haryanti, kedua adikku terkasih, atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian, sungguh hal terindah yang pernah penulis miliki.

8. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu dan bimbingan yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung. 9. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Aie, Mba Iin, Mas Boim,

Mas Sukardi, dan Mas Bukhari atas semua bantuan dan pengertian yang telah diberikan.

10. Pak Toto, Pak Sarijan dan Bapak Anggota ICS sebagai fasilitator yang telah memberikan tempat berteduh, serta memberikan bimbingan, arahan,

informasi, ilmu dan kemudahan akses selama penulis mengambil data penelitian.

(10)

Imam, Tebe, Dimash, Sinta, Seta, Reza, Adel, Rahmat, Eli, Tunjung, Ova, Wayan, Jale, Edo, Khafindra yang senantiasa memberikan sejarah, cerita, semangat, doa, dan kebersamaan. Semoga kelak kita bertemu kembali dalam kesuksesan.

13. Atu Kiyai Agribisnis 2008 dan 2009, adik-adikku Agribisnis 2011, 2012, dan 2013 atas informasi, media diskusi dan peran berbagi.

14. Almamater tercinta dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan ilmu yang lebih baik kepada kita semua. Penulis meminta maaf atas ketidaksempurnaan dalam skripsi ini dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Aamiin.

Bandar Lampung, Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 10

7.Teori Pengambilan Keputusan ... 18

a. Pengertian Pengambilan Keputusan ... 18

b. Proses Pengambilan Keputusan ... 19

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan 20 8.Analisis Multinomial Logit ... 22

a. Distribusi Multinomial ... 22

b. Regresi Multinomial Logit ... 22

c. Uji Signifikansi Model ... 23

(12)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep dasar dan batasan operasional ... 32

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 37

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 40

D. Metode Analisis Data ... 41

1. Metode Analisis Data Tujuan Pertama dan Kedua ... 41

a. Persepsi Petani ... 41

b. Uji Instrumen ... 44

2. Metode Analisis Data Tujuan Ketiga Dan Keempat ... 46

a. Metode Willingnes To Pay (WTP) ... 46

b. Analisis Multinomial Logit ... 49

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 56

1. Kabupaten Tanggamus ... 56

2. Kecamatan Pulau Panggung ... 57

3. Pekon Tekad dan Gunung Megang ... 58

B. Gambaran Umum Tengkulak dan Eksportir ... 58

C. Budidaya Kopi di Daerah Penelitian ... 60

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 66

B. Penjualan kepada Tengkulak dan Eksportir ... 70

C. Persepsi Petani terhadap Tengkulak dan Eksportir ... 71

1. Uji Validitas ... 71

2. Uji Reliabilitas ... 73

3. Persepsi Petani ... 75

4. Alokasi Kopi Petani (Jumlah Rata-Rata) dan Pola Penggunaan Hasil Penjualan Kopi... 76

a.Alokasi Kopi Petani (Jumlah Rata-Rata) ... 76

b.Pola Penggunaan Hasil Penjualan Kopi ... 80

D. Manfaat dan Willingness To Pay (WTP) Penjualan Kopi kepada Tengkulak dan Eksportir ... 83

(13)

2. Uji Kesesuaian Model (Uji Pearson and Deviance) ... 89 3. Penilaian pengaruh semua variabel independen secara parsial

terhadap variabel dependen (Uji Wald) ... 91 4. Penilaian pengaruh semua variabel independen secara simultan

terhadap variabel dependen (Uji Likelihood ratio)... 97 F. Pembahasan ... 98

1. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Keputusan Petani

Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 101 2. Pengaruh Pengalaman Usahatani terhadap Keputusan Petani

Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 101 3. Pengaruh Luas Lahan terhadap Keputusan Petani Menentukan

Porsi Penjualan Kopi ... 102 4. Pengaruh Harga terhadap Keputusan Petani Menentukan Porsi

Penjualan Kopi ... 102 5. Pengaruh Produksi terhadap Keputusan Petani Menentukan Porsi

Penjualan Kopi ... 103 6. Pengaruh Jarak Tempat Tinggal terhadap Keputusan Petani

Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 103 7. Pengaruh Cara Pembayaran (kategori Dummy 1) terhadap

Keputusan Petani Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 104 8. Pengaruh Cara Pembayaran (kategori Dummy 2) terhadap

Keputusan Petani Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 105 9. Pengaruh Hubungan Keluarga terhadap Keputusan Petani

Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 105 10.Pengaruh Keragaan Usaha terhadap Keputusan Petani

Menentukan Porsi Penjualan Kopi ... 106

VI. PENUTUP

A.Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Urutan komoditas perkebunan Provinsi Lampung berdasarkan luas

areal tanam tahun 2011-2013... 1

2. Kontribusi rata-rata sentra produksi kopi terhadap total produksi kopi nasional beserta produktivitas tahun 2010 ... 2

3. Luas Areal, Produksi, dan Tingkat Produktivitas Kopi Kabupaten Tanggamus Tahun 2012 ... 3

4. Perkembangan harga jual rata-rata kopi Provinsi Lampung periode Januari-Mei 2013 ... 5

5. Perbedaan Harga di tingkat tengkulakdan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung ... 6

6. Indikator berdasarkan persepsi petani terhadap pilihan alur penjualan kopi ... 42

7. Sebaran petani menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman berusahatani kopi ... 67

8. Sebaran petani menurut status kepemilikan lahan, luas lahan, dan kepemilikan pekerjaan sampingan ... 69

9. Rekapitulasi hasil uji Validitas ... 73

10.Rekapitulasi hasil uji Reliabilitas ... 74

11.Skor persepsi petani terhadap tengkulak dan eksportir ... 76

(15)

14.Penerimaan rata-rata petani kopi berdasarkan jumlah produksi rata-rata penjualan kopi kepada Tengkulak dan Eksportir di Kecamatan Pulau

Panggung 2014 ... 81 15.Willingnes To Pay (WTP) petani kopi terhadap penjualan kepada

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses terjadinya persepsi ... 14

2. Klasifikasi Valuasi Non-Market ... 17

3. Kerangka pikir faktor penyebab, manfaat, dan pola penggunaan hasil penjualan kopi kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 31

4. Alur Penjualan Petani Kopi ... 70

5. Proporsi jumlah petani berdasarkan alur penjualan ... 77

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Halaman 21. Sebaran kelompok tani pada masing-masing desa di Kecamatan

Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus 2013 ... 110 22. Identitas petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus pada tahun 2014 ... 113 23. Rekapitulasi jumlah produksi kopi dan penerimaan rata-rata

petani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus

pada tahun 2014 ... 115 24. Rekapitulasi alokasi jumlah produksi dan penerimaan kopi petani

berdasarkan alur penjualan di Kecamatan Pulau Panggung

Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014 ... 116 25. Rekapitulasi persepsi petani terhadap penjualan yang dilakukan

kepada tengkulak di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus pada tahun 2014 ... 117 26. Rekapitulasi persepsi petani terhadap penjualan yang dilakukan

Kepada eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus pada tahun 2014 ... 119 27. Hasil uji validitas kuesioner ... 121 28. Hasil uji validitas responden berdasarkan persepsi petani kopi

Terhadap keragaan tengkulak di Kecamatan Pulau Panggung

Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014 ... 122 29. Hasil uji validitas responden berdasarkan persepsi petani kopi

Terhadap keragaan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung

(18)

32. Hasil uji reliabilitas setelah dilakukan uji validitas persepsi petani

terhadap keragaan eksportir ... 128 33. Keragaan usaha tengkulak dan eksportir kopi berdasarkan persepsi

petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014 ... 129 34. Rekapitulasi penerimaan dan biaya-biaya secara umum untuk 1ha

kebun kopi ... 130 35. Rekapitulasi Harga Pokok Produksi (HPP) kopi per 1ha secara

umum ... 130 36. WTP rata-rata petani saat melakukan penjualan kopi kepada

tengkulak maupun eksportir di Kecamatan Pulau Panggung

Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014 ... 130 37. Rekapitulasi manfaat penjualan petani kopi kepada tengkulak

maupun eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus pada tahun 2014 ... 131 38. Rekapitulasi variabel yang mempengaruhi pengambilan keputusan

petani dalam memilih dan menentukan alur penjualan (porsi) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus pada

tahun 2014 ... 133 39. Hasilanalisis multinomial logitdata 1 faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan petani kopi menentukan porsi penjualan ... 137 40. Rekapitulasi setelah penguranganvariabel yang mempengaruhi

pengambilan keputusanpetani dalam memilih dan menentukan alur penjualan (porsi) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus pada tahun 2014 ... 140 41. Hasil analisis multinomial logit data 2 faktor-faktor yang

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu produk pertanian unggulan Provinsi Lampung dengan jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi juga merupakan tanaman tahunan yang menjadi sumber pendapatan perkebunan sebagian besar masyarakat petani Lampung. Keberadaan kopi di Lampung menambah daftar kekhasan Lampung sebagai daerah penghasil produk pertanian selain kelapa sawit, tebu, kelapa, kakao dan karet. Berdasarkan luas tanam pada Tabel 1, luas lahan kopi di Lampung pada tahun 2014 menduduki lahan

perkebunan terluas kedua setelah kelapa sawit dengan luas 172.174 hektar selanjutnya diduduki oleh karet (133.168 ha), kelapa (130.331 ha), dan tebu (117.344ha) (Disbun Lampung, 2014).

Tabel 1. Urutan komoditas perkebunan Provinsi Lampung berdasarkan luas areal tanam tahun 2011-2013

No Komoditas Luas Lahan (ha)

2011

2 Kelapa 128.076 130.153 130.331

3 Karet 112.183 123.624 133.168

4 Tebu 113.779 107.903 117.344

5 Kelapa sawit 157.723 194.616 196.553

6 Kakao 45.114 50.401 53.832

7 Lada 63.679 73.753 76.509

(20)

Produksi kopi di Lampung yang mencapai 134.700 ton pada 2013dan terus meningkat hingga tahun 2014 memberikan kontribusi tertinggi terhadap total produksi kopi nasional dibandingkan produksi kopi di provinsi lainnya.

Peningkatan produksi kopi di Lampung yang cukup tinggi tersebut mempengaruhi peningkatan persentase terhadap produksi kopi nasional yang sebelumnya hanya berkontribusi sebesar 22,06 % pada tahun 2012 dan kini mencapai angka 26,00 % pada tahun 2014 yang di sajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kontribusi rata-rata sentra produksi kopi terhadap total produksi kopi nasional beserta produktivitas tahun 2014

No Provinsi Produksi (%) Produktivas (kg/ha/th)

1 Lampung 26,00 1.001

2 Sumatera Selatan 21,03 652

3 Bengkulu 8,49 746

4 Sumatera Utara 8,38 1.022

5 NAD 7,26 1.156

6 Sulawesi Selatan 5,40 734

Sumber: Ditjen Perkebunan 2014

(21)

Tabel 3. Luas areal, produksi, dan tingkat produktivitas kopi Kabupaten Tanggamus Tahun 2013

No Kecamatan Luas Areal Produksi Produktivitas

(Hektar) (Ton) (Kg/Ha)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus, 2013

Keunggulan kopi Lampung yang sudah menjadi ciri melekat ialah rasa dan aroma yang menonjol, karena dua hal tersebut kopi Lampung memiliki tempat tersendiri dihati pecinta kopi. Pecinta kopi tidak hanya berasal dari dalam wilayah

(22)

Perdagangan Luar Negeri, 2011)yang mengkonsumsi kopi lebih banyak dibandingkan masyarakat Indonesia sendiri.

Jumlah ekspor kopi setiap tahunnya terus meningkat seiring perkembangan permintaan dunia terhadap kopi. Hal tersebut seharusnya menjadi bekal petani untuk dapat memanfaatkan peluang dalam memperbanyak penjualan kopi sekaligus memacu petani untuk meningkatkan produksi kopi (intensifikasi) yang akan memberikan dampak kepada peningkatan pendapatan petani. Berdasarkan data statistik, lebih dari 50% kopi di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

Penjualan kopi baik untuk kebutuhan lokal maupun ekspor dihantarkan melalui perantara-perantara dalam saluran pemasaran. Perantara tersebut dapat berupa lembaga maupun individu yang berperan dalam pemasaran kopi. Kecamatan Pulau Panggung yang merupakan wilayah dengan populasi petani kopi tertinggi mengundang banyak para pelaku pemasaran untuk datang dan melakukan transaksi kopi.

(23)

Alur penjualan yang berbeda akan berpengaruh kepada harga jual kopi karena pada masing-masing penerima kopi (tengkulak dan eksportir) memiliki standar harga yang berbeda. Harga jual kopi mempengaruhi besarnya pendapatan petani kopi yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perkembangan harga jual rata-rata kopi Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan harga jual rata-rata kopi Provinsi Lampung periode Januari-Mei 2013

Periode Tengkulak Eksportir

Harga (Rp) Harga (Rp)

Januari 15.845 19.366

Februari 16.612 20.000

Maret 17.063 19.800

April 16.383 19.500

Mei 16.000 19.500

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2014

Tabel 4 memperlihatkan perkembangan harga jual rata-rata kopi ditingkat tengkulak dan eksportir. Harga jual rata-rata kopi tertinggi pada tengkulak yaitu sebesar Rp 17.063,00 dicapai pada bulan Maret sedangkan harga jual rata-rata kopi tertinggi eksportir yaitu sebesar Rp 20.000,00 dicapai pada bulan Februari dan seterusnya harga jual kopi mengalami penurunan.

(24)

saja lebih besar yaitu antara Rp 18.000,00- Rp 22.000,00 dan disertai bonus sebesar Rp. 275,00 per kg yang dibayarkan setiap akhir tahun (akumulasi) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan harga di tingkat tengkulakdan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung

Pelaku Tengkulak Eksportir

Harga (Rp) 16.000-20.000 18.000-22.000

Fee Tidak ada Ada

Sumber: Data Survei Februari-Juni 2014

Walaupun harga jual kopi yang diberikan tengkulak kepada petani sebagian besar dibawah harga jual kopi yang diberikan kepada eksportir, namun masih banyak petani yang cenderung menjual hasil kopinya kepada tengkulak. Kecenderungan tersebut bisa dikarenakan banyak faktor dimana penjualan kepada tengkulak lebih memberikan manfaat yang berarti kepada petani kopi dibandingkan jika petani kopi menjual hasil kopinya kepada eksportir. Manfaat tersebut tentunya dianggap menguntungkan dan mempermudah petani kopi, sehingga petani rela menjual kopinya kepada tengkulak meskipun harga jual yang diterima rendah.

(25)

B. Rumusan Masalah

Provinsi Lampung saat ini memiliki banyak peluang pemasaran karena semakin banyak tengkulak dan eksportir yang melirik kopi di Provinsi Lampung

khususnya di Kecamatan Pulau Panggung. Keberadaan kopi kini selain untuk memenuhi kebutuhan lokal (masyarakat Lampung) juga dipasarkan untuk kebutuhan ekspor dalam rangka pemenuhan kebutuhan dunia terhadap kopi. Ketertarikan tengkulak dan eksportir pada kopi di Kecamatan Pulau Panggung akan menjadi peluang bagi petani untuk menentukan alur penjualan hasil kopinya.

Perbedaan alur pemasaran akan membedakan harga jual dan cara pembayaran yang akan diterima petani. Umumnya, harga jual yang ditawarkan oleh ekportir kopi lebih tinggi dibandingkan harga jual yang ditawarkan oleh tengkulak, namun walaupun harga jual yang ditawarkan oleh eksportirtersebut lebih tinggi

dibandingkan harga jual tengkulak, justru petani cenderung lebih memilih menjual hasil kopinya kepada tengkulak dibandingkan menjual kepada eksportir, baik keseluruhan hasil kopinya maupun sebagian kepada tengkulakdan sebagian lagi kepada eksportir.

(26)

oleh petani kepada tengkulak ataupun eksportir akan menjadi pertimbangan, karena besaran alokasi tersebut akan mempengaruhi besarnya penerimaan petani.

Petani kopi akan memilih alur pemasaran yang memberikan keuntungan atau manfaat baginya. Manfaat tersebut merupakan manfaat ekonomis akan dikaji melalui metode Willingness To Pay (WTP). Penambahan manfaat untuk petani kopi akan memberikan sedikit sumbangan bagi penerimaan petani kopi.

Penerimaan petani kopi berasal dari penjualan hasil kopi baik kepada tengkulak maupun kepada eksportir. Hasil tersebut akan dialokasikan kepada bermacam-macam kegiatan sehari-hari petani. Dalam hal ini pelaku pemasaran memiliki peranan dalam menentukan pendapatan petani, bila performa pelaku pemasaran baik maka pemasaran akan berjalan dengan lancar. Berdasarkan uraian di atas diharapkan penelitian ini dapat mengkaji:

1. Bagaimana keragaan usaha pelaku pemasaran kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ?

2. Alokasi kopi yang disalurkan dan pola penggunaan hasil penjualan oleh petani kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ?

3. Berapa jumlah manfaat ekonomi yang diperoleh petani saat melakukan penjualan kopi kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ?

(27)

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keragaan usaha pelaku pemasaran kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

2. Mengetahui alokasi kopi yang disalurkan dan pola penggunaan hasil penjualan oleh petani kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

3. Mengkaji manfaat ekonomi yang diperoleh petani kopi saat melakukan penjualan hasil kopinya kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

4. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan petani kopi menjual hasil kopinya kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah Kabupaten Tanggamus sebagai pemikiran dalam

pengawasan terhadap pemasaran hasil produksi kopi agar mampu

meningkatkan harga jual kopi yang berdampak pada kenaikan pendapatan petani kopi.

2. Petani sebagai sumber masukan agar seterusnya dapat menetapkan alur penjualan kopi yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Gambaran Umum Perkebunan Kopi

Perkebunan kopi di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Bila penerapan teknologi budidaya di perkebunan kopi rakyat tersebut diperbaiki dan produksinya bisa ditingkatkan. Teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan adalah teknologi budidaya kopi poliklonal. Ada empat faktor yang menentukan keberhasilan budidaya kopi, yaitu:

1) Teknik penyediaan sarana produksi, 2) Proses produksi/budidaya,

3) Teknik penanganan pasca panen dan pengolahan (agroindustri), dan 4) Sistem pemasarannya.

(29)

dapat berhasil baik, produksi kopinya tinggi dan pendapatan petani juga tinggi (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008).

2. Pasar Kopi

Bagi negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun 90-an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton (AEKI, 2013).

Negara eksportir biji kopi di dunia sangat banyak dengan beragam jenisnya yang diperkirakan ada 38 negara eksportir kopi, begitu pula dengan negara

pengimpornya sehingga dapat dianggap pasar kopi internasional bersifat

persaingan sempurna. Tahun 2010 negara pengespor kopi terbesar ditempati oleh Brazil dengan pangsa pasar ekpor 27,22%, diikuti Vietnam 18,51%, sedangkan Indonesia menempati urutan ketiga dengan pangsa 6,58%, dan Columbia 6,23 %. Usaha peningkatan ekspor kopi Indonesia di pasar internasional perlu dilakukan tidak hanya memperhatikan aspek produksi, namun juga perlu memperhatikan tingkat persaingan ekspor dengan negara pesaing utamanya (Nuhfil, 2012).

(30)

lokal dan kebutuhan konsumen dalam negeri. AEKI, 2013 menyebutkan struktur industri kopi dalam negeri terdiri dari:

a. Industri Kopi Olahan Kelas Kecil (Home Industry)

Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat rumah tangga (home industry) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di warung atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brandname. Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar di Dinas

Perindustrian maupun Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar diseluruh daerah penghasil kopi.

b. Industri Kopi Olahan Kelas Menengah

Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan sederhana yang pada umumnya telah memperoleh izin dari Dinas Perindustrian maupun Dinas POM. Industri kopi olahan kelas menengah banyak dijumpai disentra produksi kopi seperti di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Timur.

c. Industri Kopi Olahan Kelas Besar

Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang

(31)

kemasan yang pada umumnya telah memperoleh nomor Merek Dagang dan atau label lainnya. Beberapa nama industri kopi yang ada di Lampung ini adalah PT Ulue Belu Capcocindo, PT. Nestle Indonesia, PT AHP, PT Asia Makmur, dan PT Nedcoffe dan Armajaro.

3. Pemasaran Kopi

a. Definisi Pemasaran

Berdasarkan definisi sosial, pemasaran adalah suatu proses sosial yang

didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan pemasaran dalam definisi manajerial, pemasaran sering di gambarkan sebagai “seni menjual produk” (Kotler, 2002). Pemasaran secara luas merupakan penyampaian barang dan jasa dari tangan produsen hingga sampai ke tangan konsumen baik melalui maupun tanpa melalui perantara.

b. Pelaku Pemasaran

Menurut Syafi’i dalam Sutrisno (2009) pelaku atau lembaga perantara yang ikut

terlibat dalam proses distribusi komoditas pertanian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) tengkulak adalah pembelian hasil pertanian pada waktu panen

(32)

pengumpul atau langsung dari petani. Modalnya relatif besar sehingga mampu memproses hasil pertanian yang dibeli, dan (4) pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dari petani atau tengkulak dan pedagang pengumpul kemudian dijual kepada konsumen akhir (rumah tangga). Pengecer biasanya berupa toko atau pedagang kecil di pasar.

4. Konsep Persepsi

Menurut Moskowitz dan Orgel dalam Walgito ( 2003) persepsi merupakan proses yang intergrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi juga merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu.

Gambar 1. Proses terjadinya persepsi

Aktivitas tersebut mencakup dari dalam diri individu seperti perasaan,

pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut. Gibson,

Ivancevich, dan Donnely (1993), memperjelas pengertian persepsi dengan

Kenyataan Objek Proses Persepsi Hasil peristiwa

(33)

menggunakan gambar proses persepsi dari stimulus hingga hasil proses persepsi. Proses persepsi ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dua Faktor yang mempengaruhi individu mengadakan persepsi adalah faktor faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri sendiri sedangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi dalam proses persepsi yaitu faktor stimulus dan faktor lingkungan dimana pesepsi itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi (Walgito, 2003).

5. Konsep Investasi dan Konsumsi

Jones (2004) mendefinisikan investasi sebagai komitmen menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih asset selama beberapa periode pada masa mendatang. Berdasar jangka waktu, investasi dapat dikelompokan kepada :

1. Investasi Jangka Panjang, yaitu menanamkan suatu modal dengan harapan dapat memperoleh keuntungan pada waktu yang akan datang melalui

penguasaan suatu asset bergerak dan asset tidak bergerak dalam kurun waktu yang lebih dari satu tahun.

2. Investasi Jangka Pendek, yaitu menanamkan suatu modal dalam suatu asset tertentu yang bersifat likuid dan berjangka waktu yang pendek biasanya kurang dari satu tahun.

Investasi salah satu tindakan konsumsi seseorang terhadap dana yang dimilikinya. Konsumsi berarti memakai kegunaan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sehingga kegunaan barang atau jasa itu secara berangsur-angsur habis atau

(34)

kebutuhan secara langsung; menggunakan, memakai, atau menghabiskan guna barang dan jasa; serta secara tidak langsung menggiatkan produksi dan

mempercepat distribusi. Besar kecilnya konsumsi seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Faktor intern yaitu, pendapatan, gaya hidup, kepribadian, dan motivasi harapan memperoleh pendapatan tinggi untuk masa yang akan datang. b. Faktor ekstern yaitu, lingkungan, adat istiadat, dan kebudayaan.

6. Metode Willingness To Pay (WTP)

Analisis Willingness To Pay (WTP) adalah analisis yang digunakan untuk menilai dan menghitung kemampuan membayar seseorang terhadap suatu hal yang dirasa dapat menambah pendapatannya jika ada hal lain yang dikorbankan. Korbanan tersebut akan dihitung secara kuantitatif sehingga muncul nilai yang dapat diuraikan sebagai hasil dari analisis ini (Reksohadiprodjo, 1997). Penilaian manfaat dan dampak secara moneter harus berdasarkan pada penilaian yang tepat akan manfaat dan dampak fisik dan keterkaitannya, karena dampak yang

ditimbulkan mengakibatkan perubahan penerimaan maupun perubahan kualitas lingkungan dan metode Willingness To Pay(WTP) adalah salah satu metode untuk menilai manfaat secara moneter.

a. Teknik Contingent Valuation Method (CVM)

Secara umum metode valuasi ekonomi (menilai manfaat) digolongkan kedalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang menghandalkan harga implisit dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang

(35)

WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup popular (sering digunakan) ini adalah yang disebut Contingent Valuation Method (CVM) Method.

Secara skematis, teknik valuasi non-market tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Klasifikasi valuasi non-market

Secara umum keseluruhan teknik tersebut menuju pada satu kesimpulan yang sama, namun banyak kasus yang terkadang butuh kesesuaian dalam

penggunaannya. Metode Travel Cost yang dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1931, yang kemudian secara formal diperkenalkan oleh Wood dan Trice (1958) serta Clawson dan Knetsch (1996) dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya. Teknik lainnya adalah Hedonic Pricing yang memiliki prinsip mengestimasi nilai implisit karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk (variabel) dan mengkaji hubungannya.

Kelompok teknik secara langsung diawali dengan melakukan pendekatan melalui survey dan mengajukan pertanyaan kepada masyarakat. Metode CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan), sedangkan

Valuasi Non-Market

Tidak Langsung (Revealed WTP)

Langsung

(Survei) - (Expressed WTP) -Contingent Valuation -Randam Utility Model -Contingent Choice -Travel Cost

(36)

Randam Utility Model, dan Contingent Choice dilakukan sama seperti CVM dengan beberapa perbedaan. CVM yang menghasilkan nilai non-pemanfaatan akan dianggap sebagai manfaat yang terungkap dengan mengacu pada teknik tanya jawab secara langsung kepada responden untuk mengungkapkan nilai sebenarnya (Fauzi, 2010).

7. Teori Pengambilan Keputusan

a. Pengertian Pengambilan Keputusan

Kamus Webster mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai tindakan menentukan sesuatu pendapat atau langkah-langkah tindakan. Secara formal, pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih salah satu cara atau arah tindakan dari berbagai alternatif yang ada demi tercapainya hasil yang diinginkan. Mengambil atau membuat keputusan berarti melakukan pemilihan dari berbagai kemungkinan atau alternatif. Definisi di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Proses. Proses menunjukan adanya kegiatan atau pelaksanaan sesuatu. 2. Pemilihan. Pemilihan menunjukkan adanya pilihan, yaitu ada beberapa

alternatif untuk dipilih. Apabila tidak ada alternatif maka tidak ada keputusan yang akan diambil. Alternatif yang hendak dipilih dan diputuskan tersebut harus layak, realistis, dan dapat dijangkau.

(37)

b. Proses Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan hanyalah merupakan prosedur yang logis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menghasilkan pemecahan masalah. Dalam keadaan apa pun, pengambilan keputusan yang profesional merupakan proses sistematis yang melibatkan beberapa langkah yang khusus. Proses pengambilan keputusan melibatkan tiga unsur penting, yaitu sebagai berikut:

1. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang ada. Makin sedikit fakta yang relevan dan tersedia, makin sulit proses pengambilan keputusan. 2. Pengambilan keputusan melibatkan analisis informasi faktual. Analisis dapat

menggunakan uji statistik, komputer, atau hanya merupakan pemikiran yang logis dan sederhana.

3. Proses pengambilan keputusan membutuhkan unsur pertimbangan dan penilaian yang subjektif dari manajemen terhadap situasi, berdasarkan pengalaman dan pandangan umum.

Berkenaan dengan hal diatas, pengambilan keputusan juga melibatkan: 1. Intuisi

(38)

2. Fakta

Fakta dianggap sebagai dasar yang baik dalam pembuatan keputusan. Jika fakta digunakan maka keputusan yang dibuat memiliki dasar dan hal ini berarti keputusan tersebut dapat dipercaya dan dapat diterapkan.

3. Pengalaman

Pengalaman memberikan petunjuk untuk pembuatan keputusan karena membantu memberikan jawaban atas pertanyaan apa yang harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu.

4. Opini.

Opini merupakan pengambilan keputusan berdasarkan logika (Firdaus, 2009).

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Menurut George R.Terry (1989) terdapat enam faktor yang ikut mempengaruhi pengambilan keputusan, antara lain:

1. Fisik, didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang

menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.

2. Emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjektif.

3. Rasional, didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.

4. Praktikal, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan

(39)

5. Interpersonal, didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual. 6. Struktural, didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan

mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

Menurut Noorderhaven (1995), faktor-faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah pendidikan formal dan pengalaman karir. Selanjutnya dalam penelitian terdahulu Pristiwi (2008) membuktikan bahwa motif/motivasi, harga, dan lokasi mempengaruhi seorang siswa dalam mengambil keputusan terhadap memilih Lembaga Bimbel. Motif dianggap berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam mengambil keputusan karena motif mempengaruhi keinginan seseorang dalam mengambil sikap, selanjutnya harga dalam penelitian dinilai mempengaruhi keputusan seseorang karena harga perlu dipertimbangkan sebagai tanda kesesuaian feedback yang akan didapatkan seseorang dan semakin mudah akses dalam menjangkau lokasi maka seseorang semakin tertarik untuk memilih lokasi tersebut.

(40)

yang dimilikinya, dan seterusnya untuk faktor lainnya. Hal tersebut

menggambarkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal.

8. Analisis Multinomial Logit

a. Distribusi Multinomial

Lia, Eri, dan Solimun (2013) menjelaskan distribusi multinomial merupakan suatu distribusi yang sering digunakan dalam analisis data kategori. Misalnya terdapat j kategori pada peubah respon, maka peluangnya dinotasikan {π1, π2, π3, …, πj} dengan Σjπj = 1. Untuk n sampel, peluang multinomial bahwa n1 termasuk

kategori 1, n2termasuk kategori 2, …, hingga nj menjelaskan pada kategori j dengan Σj nj = n adalah (Agresti, 1990) :

P n1, n2, …, nj = π1n1, π2 n2, …, πj nj

b. Regresi Multinomial Logit

Multinomial logit merupakan model logistik dengan lebih dari dua peubah terikat, sehingga menungkinkan untuk digunakan dalam menentukan pilihan di antara lebih dari dua alternatif. Model multinomial logit menurut Siregar et al.,(2006) adalah model logistik yang peubah terikatnya bukan merupakan pilihan yang dikotomi (ya atau tidak), melainkan pilihan berganda yang lebih dari dua. Perbedaan dalam model regresi logistik adalah peubah terikat bersifat dikotomi yang dinyatakan berdasarkan kemungkinan peluang keadaan ya dan tidak dengan fungsi Y = 0 (tidak) dan 1 (ya). Sedangkan untuk fungsi logit dengan model

n!

(41)

multinomial logit peubah terikat bersifat polychotomus atau multinomial dengan variabel respon berskala nominal dengan tiga kategori.

Data berskala nominal merupakan data dengan angka yang diberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label dan tidak menunjukkan tingkatan apapun. Apabila terdapat j yang berarti banyaknya kategori pada peubah respon maka model logistik yang akan terbentuk sebanyak j - 1. Menurut Agresti (1990), model umum regresi logistik multinomial untuk p banyaknya peubah prediktor yang dinyatakan dalam vektor xi serta probabilitas kategori respon ke-j sebagai berikut :

πj (xi) = P (y = j|xi)=

c. Uji Signifikansi Model

1. Pengujian signifikansi secara serentak (overall)

Pengujian secara serentak atau bersama-sama digunakan Likelihood Ratio (LR) yang setara denagn F hitung. Nilai statistika atau himpunan hipotesis uji serentak adalah sebagai berikut :

Ho : β1 = β2 = β3 = …. = βj0

Hi : minimal ada satu yang bernilai tidak sama dengan nol βi ≠ 0 (i=1,2,…,n)

Statistik uji yang digunakan adalah :

G = -2 (ln (L0) –ln (L1))

Jika G-hitung > Xj(p;α)maka tolak Ho dimana p adalah jumlah peubah prediktor dalam model atau p-value kurang dari α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel x di dalam model secara serentak berpengaruh terhadap variabel y.

(42)

2. Pengujian signifikan secara parsial

Uji G atau uji –Wald digunakan untuk uji signifikansi secara berguna untuk melihat pengaruh semua variabel independen (x) secara individual terhadap terhadap variabel dependen (y) berdasarkan hipotesis :

Ho : βj= 0 (tidak ada pengaruh antara variabel x ke-i dengan variabel y)

Hi : βj≠ 0 (ada pengaruh antara variabel x ke-i dengan variabel y) Nilai statistik uji –Wald adalah sebagai berikut :

|W| =

Nilai statistik W mengikuti sebaran x2 dengan derajat bebas satu. Ho ditolak apabila W > Xj(p;α) atau p-value < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel x secara parsial (individual).

9. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang kopi robusta dilakukan oleh Chandra (2013). Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data deret waktu dari tahun 1975 hingga tahun 2010 yang bertujuan untuk melihat peluang ekspor kopi di Indonesia. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa Lampung adalah salah satu penghasil produksi kopi robusta terbesar bersama dengan Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu sekitar 80% dari total produksi nasional. Hasil analisis melalui peramalan atau forecasting menunjukkan bahwa prospek ekspor kopi robusta di Indonesia sampai pada tahun 2021 memiliki prospek yang baik dan meningkat disetiap tahunnya. Berdasarkan peramalan tersebut diduga jumlah eksportir kopi akan semakin banyak karena permintaan kopi dunia semakin meningkat.

(43)

Berdasarkan hasil penelitian Yohanes (2012) pada Tabel 2 mengenai luas areal dan produksi kopi robusta per Kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2009 (BPS, 2009), Kabupaten Tanggamus menempati posisi kedua sebagai sentra penghasil kopi robusta dengan luas areal 54.145 ha dan jumlah produksi 45.230 ton setelah Kabupaten Lampung Barat. Hasil pengamatan terhadap industri kopi yang berkembang di Kabupaten Lampung Barat menunjukkan nilai yang layak sehingga menguntungkan untuk diusahakan. Artinya, kopi sebagai komoditi pertanian memiliki daya saing untuk diperdagangkan. Industri kopi dalam penelitian ini berupa industi olahan kopi yang disalurkan melalui tengkulak ataupun eksportir.

Menurut Tirta (2010), usahatani kopi dengan skema kemitraan yang dijalankan oleh petani kopi di Desa Way Ilahan mencerminkan kelayakan untuk dijalankan dan dikembangkan terbukti dari hasil pendapatan yang diperoleh petani kopi. Nilai R/C ratio atas biaya total pada Desa Way llahan sebesar 2,26 sedangkan pada Desa Tekad sebesar 1,78 yang menunjukan pendapatan kopi dengan umur produktif hingga 25 tahun menguntungkan. Hasil penelitian tersebut juga

menunjukkan adanya perbedaan pendapatan kopi petani mitra (eksportir) dengan kopi petani nonmitra.

Selanjutnya, Abdul dan Maryati (2010) meneliti beberapa faktor yang

menyebabkan petani karet yang sudah bergabung menjadi anggota KUD tetapi tidak mau menjual hasil pertaniannya ke KUD dan sebaliknya petani lebih

(44)

kepada KUD atau kepada tengkulak. Salah satu faktornya adalah penerimaan yang didapat dari tengkulak lebih tinggi dibandingkan penerimaan yang didapat jika menjual hasil karet kepada KUD. Di samping itu juga adanya hubungan keluarga dengan para tengkulak.

Hubungan antara tengkulak dan petani juga dibahas dalam penelitian thesis (anonim, 2010) mengenai mengapa tengkulak lebih berkuasa terhadap kelompok petani dibandingkan pabrik. Penelitian ini membahas lebih tentang hegemoni tengkulak terhadap petani. Dengan demikian konsep hegemoni yang dimaksud adalah kemampuan tengkulak untuk menguasai petani melalui serangkaian negosiasi dan tindakan tanpa menggunakan kekerasan, hingga akhirnya terjadi kesepakatan. Hegemoni tengkulak dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki oleh tengkulak untuk mempertahankan kekuasaan ekonomi khususnya dalam transaksi cengkeh terhadap petani cengkeh.

Popoko (2013) dalam penelitiannya, menjelaskan permasalahan petani kopra di Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara mencakup tiga aspek yang salah satunya adalah hubungan antara petani dengan pedagang (tengkulak) dalam bentuk ikatan harga menjadikan pola hubungan lebih menyerupai hubungan patron-client dimana petani sangat tergantung pada pedagang tertentu dalam hal permodalan usahatani, pembiayaan usahatani, penjualan hasil panennya dan bahkan biaya hidup sehari-hari.

(45)

menunjukkan bahwa hubungan petani dengan tengkulak berawal dari hubungan dagang antara penjual dengan pembeli. Kemudian hubungan tersebut berlanjut menjadi hubungan yang lebih intens dan mengarah kepada hubungan yang saling terkait satu sama lain dan sulit dipisahkan karena didasari oleh hubungan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Tindakan tersebut terdiri dari tindakan rasional dan tindakan non-rasional.

Tindakan rasional yang dilakukan petani adalah karena pertanian merupakan jalan hidup mereka maka mereka harus berusaha untuk mencapai tujuan bertani yang berhasil dengan beragam cara dan cara-cara ataupun akses yang lebih mudah yang akan mereka pilih salah satunya akses yang mudah dalam mendapatkan modal pinjaman melalui tengkulak. Adapun tindakan non-rasional yang dilakukan petani adalah dalam melakukan pinjaman modal kepada tengkulak, petani tidak terlalu memperhitungkan kerugian yang mereka alami diantaranya bunga yang lebih tinggi dan keharusan menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak meskipun dengan harga yang jauh dibawah harga standar di pasaran.

(46)

keputusan petani adalah sangat signifikan, dan hubungan antara lingkungan ekonomi dengan keputusan petani adalah signifikan.

Keputusan sebagai variabel dependen dalam multinomial logit juga dipakai pada tesis Zeffry, Ujang, Hartoyo, dan eva mengenai keputusan seseorang dalam memilih jenis minuman pada situasi konsumsi Hang-Out dan Celebration. Dimana terdapat 5 kategori variabel Y dan 26 variabel peubah respon X dengan diantaranya 9 peubah respon nominal (berdasarkan pengaruh faktor internal dan eksternal seseorang) dan 17 peubah respon rangking. Hasilnya menyebutkan bahwa faktor internal seperti usia dan pendidikan berpengaruh nyata terhadap keputusan seseorang dalam memilih jenis minuman.

B. Kerangka Pemikiran

Kopi bagi petani di Kabupaten Tanggamus, Lampung merupakan sumber penghidupan utama sebagai tumpuan keberlangsungan hidup. Keunggulan dan kekhasan kopi Lampung memberi kesan tersendiri bagi penikmat kopi dan

menghantarkan kopi Lampung ke kancah Internasional. Petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus telah diakui sebagai penghasil kopi terbesar setelah Kabupaten Lampung Barat. Hasil dari kopi tersebut selanjutnya akan dipasarkan oleh petani melalui beberapa saluran pemasaran, seperti

penjualan kepada tengkulak dan eksportir.

(47)

petani dalam menentukan arah penjualan, apakah menentukan keputusan menjual kepada tengkulak dan eksportir. metode yang digunakan adalah analisis secara deskriptif yang mampu menguraikan faktor-faktor penyebab petani menjual kopi kepada tengkulak dan eksportir. selanjutnya untuk melihat pengaruh faktor penyebab tersebut menggunakan analisis regresi multinomial logit dengan variabel Y atau dependent bersifat kualitatif lebih dari 2 kategori.

Performa keduanya, yaitu tengkulak dan eksportir juga akan dikaji dalam bentuk uraian untuk menggambarkan keragaan usahatani petani kopi hingga menuju kearah penjualan. Performa atau yang lebih sering disebut dengan keragaan tersebut menjelaskan skala usaha tengkulak dan eksportir mulai dari ketersediaan sarana prasarana, modal, jaminan yang diberikan untuk petani, sistim pembayaran yang terjadi, dan hal lainnya yang berkaitan dengan jalannya usaha yang

dilakukan tengkulak dan eksportir. Selanjutnya, manfaat ekonomis yang diperoleh petani dari pilihan menjual kopi kepada tengkulak maupun eksportir akan dianalisis melalui pandangan atau persepsi petani kopi.

(48)

C. Hipotesis

Untuk menjawab tujuan dari penelitian ini, maka telah disusun beberapa hipotesis, antara lain:

(49)

Gambar 3. Alur kerangka berfikir pola penggunaan hasil, manfaat, dan faktor penyebab penjualan kopi kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.

Valuasi Ekonomi: - Willingness To Pay (Contingent Valuation

Manfaat yang didapat dari menjual kopi kepada

Faktor penyebab yang paling berpengaruh:

-Analisis multinomial logit, dengan 3 kemungkinan petani menjual

(variabel terikat) :

1;sebagian besar ke tengkulak, 2;50:50, dan 3;sebagian besar ke eksportir

(50)

III.METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencangkup pengertian yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data dan melakukan analisis yang

berhubungan dengan tujuan penelitian.

Kopi adalah komoditi pertanian yang di budidayakan melalui penanaman dan memiliki panjang hidup tahunan dengan umur mencapai 25 tahun. Kopi dalam penelitian ini adalah biji kopi hasil panen petani yang hendak dijual kepada tengkulak dan eksportir.

Petani kopi adalah semua petani yang melakukan budidaya dari tanaman kopi dan mendapatkan output berupa hasil kopi sebagai sumber penerimaan.

Luas kebun kopi adalah luas lahan yang ditanami dan digarap oleh petani kopi untuk budidaya kopi dan diukur dengan satuan luas (ha). Luas kebun kopi dalam penelitian ini dijadikan variabel X4.

(51)

Produktivitas lahan kopi adalah total produksi seluruh tanaman kopi yang ditanam pada sebidang lahan dan disetarakan dengan produksi kopi diukur dalam kg per ha pada satu tahun.

Penerimaan total kopi adalah nilai hasil yang diterima oleh petani kopi yang dihitung dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga jual kopi, diukur dalam satuan rupiah (Rp). Penerimaan total kopi dalam penelitian ini adalah hasil total penjualan kopi petani (Rp).

Pola penggunaan hasil adalah susunan teratur dari suatu kejadian atau urutan kejadian penggunaan penerimaan kopi (Rp) oleh petani setelah menerima hasil penjualan baik dari tengkulak maupun eksportir. pola penggunaan hasil dalam penelitian ini menunjukkan runtutan dari kejadian satu hingga kejadian

selanjutnya.

Tengkulak adalah seluruh pengumpul yang membeli kopi dari petani kopi atau pedagang besar maupun pengecer di bawahnya untuk dijual kembali. Tengkulak dalam penelitian ini adalah semua pengumpul dan pedagang yang berada di lokasi penelitian.

Eksportir adalah seseorang atau perusahaan yang membeli kopi dari petani kopi dengan tujuan akan mengekspor biji kopi kering dan atau mengolah kopi yang telah dibeli. Eksportir dalam penelitian ini adalah semua eksportir yang berada di lokasi penelitian.

(52)

untuk petani kopi, dan dalam penelitian ini manfaat adalah manfaat ekonomi. Manfaat ekonomi adalah manfaat yang diukur dalam bentuk uang dapat berupa insentif/bonus, dan atau penghasilan lainnya berupa uang (Rp).

Modal adalah sejumlah sumber biaya yang digunakan untuk menjalankan usaha guna mendukung kelancaran usaha tersebut, modal dapat berupa uang dan bukan uang. Modal uang diukur dengan rupiah (Rp) sedangkan modal bukan uang berupa segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam usaha tersebut seperti kendaraan, gudang, peralatan, dan lainnya yang diukur dengan satuan unit.

Gudang kopi adalah tempat atau ruangan yang digunakan untuk menyimpan hasil produksi maupun hasil pembelian kopi dalam jumlah yang besar, tempat

perlindungan kopi dari pengaruh luar seperti binatang dan cuaca, serta gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi usaha kopi sebelum kopi didistribusikan. Gudang dalam penelitian ini adalah tempat (unit) yang memiliki kapasitas diukur dengan luasan (m2).

Faktor internal adalah faktor dari dalam diri petani yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan alur penjualan kopi. Faktor internal yang dipakai dalam penelitian ini adalah usia (X1), tingkat pendidikan (X2), pengalaman usahatani

(X3), dan motif petani (D5) yang dimiliki petani dijadikan variabel karena diduga

mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan alur penjualan kopi.

(53)

Tingkat pendidikan responden adalah lama sekolah yang ditempuh oleh responden yang diukur dalam jenjang sekolah yang terakhir ditempuh. Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini merupakan X2 yang diukur dengan tahun, jika SD

= 6 tahun; SMP = 9 tahun; SMA = 12 tahun; Sarjana (S1) = 16 tahun, dan seterusnya.

Pengalaman usahatani responden adalah lama waktu petani berhubungan atau secara langsung membudidayakan dan berusahatani kopi. Pengalaman usahatani kopi dalam penelitian ini dijadikan X3 yang diukur dengan tahun, semakin lama

pengalaman yang dimiliki petani artinya makin banyak ilmu usahatani kopi berdasarkan keadaan sesungguhnya yang dimiliki petani.

Motif petani (D5) adalah dorongan dalam diri petani kopi yang timbul dikarenakan

adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi terhadap penerimaan hasil penjualan kopi. Dalam penelitian ini motif petani dijadikan variabel Dummy (D5)

dengan kriteria jika petani tidak menginginkan hasil penjualan dengan cepat maka D=0 dan jika menginginkan hasil penjualan dengan cepat (berupa uang) maka D=1.

Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi keputusan petani kopi yang berasal selain dari dalam diri petani yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan alur penjualan kopi. Kata lainnya adalah faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri petani dan yang dipakai dalam penelitian ini adalah luas kebun (X4), harga (X5), produksi (X6), jarak tempat tinggal (X7), cara pembayaran

(54)

dijadikan variabel karena diduga mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan alur penjualan kopi.

Harga (X5) di tingkat tengkulak/eksportir adalah harga kopi yang diterima petani

pada waktu transaksi jual beli oleh tengkulak/eksportir, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Produksi (X6) adalah jumlah output atau hasil panen kopi petani yang diukur

dalam satuan kilogram (kg). Produksi kopi dalam penelitian ini adalah satuan output kilogram (kg) yang didapatkan petani dalam satu tahun masa tanam (3-4 kali petik kopi).

Jarak tempat tinggal responden (X7) adalah panjang lintasan yang dihitung dari

lokasi petani kopi tinggal dan atau melakukan aktifitas persiapan kopi jual hingga tempat penjualan kopi. Jarak tempat tinggal dalam penelitian ini diukur

berdasarkan satuan jarak kilometer (km), perhitungannya diukur dari tempat tinggal hingga lokasi penjualan kepada tengkulak dan eksportir.

Cara pembayaran (D1 dan D2) adalah suatu cara yang dilakukan pada saat petani

hendak menjual kopi kepada tengkulak dan atau eksportir. Cara pembayaran dalam penelitian ini digolongkan atas tiga kategori yaitu cara pembayaran secara tempo dengan pengertian petani tidak menerima hasil pembayaran pada saat itu juga dan secara tunai (cash) dengan pengertian petani menerima hasil penjualan saat itu juga serta pembayaran secara keduanya. Dalam penelitian ini cara

(55)

menggunakan Dummy (D1&2) yang terdiri dari D2 dengan cash (1) dan lainnya (0)

serta D3 dengan cash & tempo (1) dan lainnya (0).

Hubungan keluarga (D3) adalah keterkaitan petani kopi dengan tengkulak dan

eksportir secara psikologis yang dinyatakan dalam sebuah ikatan persaudaraan. Dalam penelitian ini hubungan kekeluargaan dikategorikan dalam bentuk kualitatif dan dijadikan variabel Dummy (D3) dengan kriteria jika tidak ada

hubungan maka D=0 dan jika ada hubungan maka D=1.

Keragaan pelaku pemasaran (D4) adalah tingkat kesiapan dan kematangan seorang

pelaku pemasaran yang dalam penelitian ini adalah tengkulak dan eksportir dalam menjalankan kegiatan usaha sehari-hari yang didukung oleh sarana prasarana serta hal lainnya sehingga segala sesuatunya dapat berjalan lancar. Keragaan dalam penelitian ini dinilai melalui persepsi petani dengan pembagian dua kategori yaitu persepsi petani baik dan kurang baik terhadap keragaan usaha tengkulak dan eksportir. Dalam penelitian ini keragaan dijadikan variabel Dummy (D4) dengan

kriteria jika keragaan tengkulak/eksportir kurang baik maka D=0 dan jika keragaan tengkulak/eksportir baik maka D=1.

B. Lokasi Penelitian, Responden, Dan Waktu Penelitian

(56)

tani. Desa Gunung Megang dan Tekad merupakan 2 (dua) desa dengan jumlah populasi petani kopi terbanyak di Kecamatan Pulau Panggung, sehingga dipilih dua desa tersebut sebagai lokasi penelitian (BP3K Kecamatan Pulau Panggung, 2013).

Sifat petani kopi sebagai populasi dalam penelitian ini bersifat homogen dalam hal : (1) semua petani menggunakan teknik budidaya yang sama, (2) semua petani bermaksud menjual produknya, (3) semua petani sama-sama menjual produknya kepada tengkulak dan eksportir, dan (4) semua petani mencari keuntungan dalam menjual produknya. Responden dalam penelitian ini adalah semua petani yang mengusahakan usahatani kopi berdasarkan hasil sampling. Responden terpilih dihitung berdasarkan keikutsertaannya dalam kelompok tani (secara purposive) dengan anggapan petani yang tergabung dalam kelompok tani adalah kelompok tani yang dibina oleh eksportir dan memiliki tujuan penjualan kepada eksportir dan tengkulak.

Pada Tabel 21 (terlampir) dapat terlihat bahwa jumlah populasi petani kopi di Desa Gunung Megang sebanyak 228 petani dan di Desa Tekad berjumlah 183 petani. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simplerandom sampling (Sugiarto, 2003) yaitu :

n = NZ2S2

Nδ2 + Z2S2

Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi

(57)

δ = Derajat penyimpangan (5% = 0,05)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, maka jumlah sampel adalah :

n = (411)(1,96)2(0,05) (411)(0,05)2 + (1,96)2(0,05)

= 78,94 1,22

= 64,70 = 65 responden

Setelah perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 65 responden petani kopi, kemudian ditentukan alokasi proporsi sampel menggunakan Jumlah masing-masing sampel kelompok tani pada tiap desa ditentukan dengan menggunakan rumus Propotional Random Sampling (Sugiarto, 2003) sebagai berikut :

Keterangan: ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel seluruhnya Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi seluruhnya sehingga diperoleh sampel di Desa Gunung Megang :

naGunungMegang = 228 x 65

411

= 36,05≈ 36 responden dan di Desa Way Ilahan :

naTekad = 183 x 65

411

= 28,94 ≈ 29 responden

(58)

sampel yang diambil pada Desa Tekad berjumlah 29 responden petani kopi (nb).

Selanjutnya, untuk Desa Gunung Megang dipilih kelompok tani Kurnia jaya dan Langgeng Jaya dengan jumlah masing-masing sampel 20 petani dan 16 petani (n1

dan n2). Sedangkan, untuk Desa Tekad dipilih kelompok tani Alam Lestari dan

Karya Bakti dengan jumlah masing-masing sampel 16 petani dan 13 petani (n3 dan

n4). Penentuan jumah responden ditentukan dengan rumus alokasi proporsional.

Sampel tengkulak dan eksportir tidak diambil berdasarkan rumus, karena

jumlahnya yang sedikit serta keragaan usaha kopi yang dijalankan dapat diketahui melalui observasi lapangan dengan mengajukan pertanyaan kuesioner kepada tengkulak dan eksportir yang paling dominan.

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode dalam penilitian ini adalah metode survei dan data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis, antara lain:

1. Data primer, merupakan data yang didapat secara langsung atau diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani kopi, dan

2. Data sekunder, merupakan data yang didapat secara tidak langsung atau di peroleh melalui pihak perantara baik lembaga maupun pustaka, seperti data yang diperoleh dari instansi terkait (BPS Tanggamus, BP3K Kecamatan Pulau Panggung, kantor Kecamatan Pulau Panggung), Laporan Sensus Pertanian Tanggamus, serta literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

(59)

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif. Analisis tersebut digunakan untuk menjawab ke empat tujuan yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Metode deskriptif (kualitatif) digunakan untuk mengkaji tujuan pertama mengenai keragaan usaha menurut persepsi petani dan tujuan kedua mengenai alokasi dan pola menggunakan analisis deskripstif berupa uraian. Sedangkan metode

kuantitatif digunakan untuk menghitung tujuan ke tiga dan ke empat.

1. Metode Analisis Data Tujuan Pertama dan Ke-dua

Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua yaitu keragaan usaha tengkulak dan eksportir serta alokasi dan pola yang terjadi oleh petani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, digunakan persepsi petani terhadap tengkulak dan eksportir yang akan mencerminkan sikap petani terhadap keduanya diukur menggunakan skor. Persepsi tersebut akan berpengaruh pada kesediaan petani dalam mengalokasikan kopinya serta gambaran mengenai pola penggunaan diuraikan secara deskripstif. Dalam hal ini penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau

menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasinya (Suryabrata, 2004).

a. Persepsi Petani

Alokasi kopi yang diberikan petani kepada tengkulak dan eksportir dapat

(60)

skala likert dengan penggunaan skor antara 1 sampai 5 dengan penilaian sebagai berikut: (1) untuk jawaban sangat rendah dengan skor 1; (2) untuk jawaban rendah dengan skor 2; (3) untuk jawaban cukup dengan skor 3; (4) untuk jawaban tinggi dengan skor 4; (5) untuk jawaban sangat tinggi dengan skor 5. Menurut Sugiyono (2006) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yang secara rinci dapat dilihat dari seperangkat indikator yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Indikator berdasarkan persepsi petani terhadap pilihan alur penjualan kopi (tengkulak atau eksportir)

No Indikator Persepsi Petani Minimum Maximum

1 Kemudahan dalam proses pembayaran 2 10

2 Waktu Pembayaran lebih cepat atau dana cepat cair (tidak tempo)

2 10

3 Penyaluran produksi kopi lebih mudah (tidak perlu memisahkan berdasarkan grade)

1 5

4 Penjualan kopi dapat dilakukan dalam jumlah kecil apabila petani mengalami penurunan produksi

1 5

5 Kemudahan dalam mendapatkan pinjaman modal 1 5

6 Kemudahan dalam menghantarkan hasil kopi

tanpa mengeluarkan biaya tambahan transportasi

1 5

7 Mendapatkan pembinaan khususnya yang

berkaitan dengan kopi

1 5

8 Kesesuaian harga jual kopi (yang diharapkan petani)

1 5

9 Kelancaran akses pemasaran (dalam jangka panjang)

1 5

TOTAL 11 55

*Keterangan: Minimum = jumlah pertanyaan dikalikan skor terendah Maximum = jumlah pertanyaan dikalikan skor tertinggi

(61)

minimum adalah 11. Jumlah kategori yang digunakan pada penelitian ini sebanyak dua kategori, yaitu kurang baik dan baik yang dibagi berdasarkan pertimbangan untuk memudahkan pengklasifikasian. Merujuk dari teori

Suparman (1990) dalam Lesmana (2011), interval kelas dapat ditentukan sebagai berikut:

Interval (I) =

Keterangan: Range (R) = skor tertinggi - skor terendah Kategori (K) = dua adalah jumlah kelas

Hasil perhitungan tersebut akan digunakan untuk melihat penilaian petani terhadap keragaan usaha (X10) pada tengkulak maupun eksportir dan dari hasil

tersebut mencerminkan tingkat kepercayaan petani menjual kopi berdasarkan persepsi keragaan usaha dengan dua kategori sebagai berikut:

1) Interval nilai 11-33, persepsi petani kurang baik 2) Interval nilai 34-55, persepsi petani baik

(62)

b. Uji Instrumen

1. Uji Validitas

Instrument yang valid adalah instrument yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,2004). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Menurut Sugiyono dalam Maskyur (2007), uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan jumlah skor tiap butir dengan skor total. Bila r hitung lebih besar dari r tabel maka butir tersebut dinyatakan valid, artinya instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk mengukur validitas data, digunakan uji korelasi Pearson Product Moment (Widiyanto (2010:34-37) dengan rumus sebagai berikut :

rxy =

N

Σ

XY -

Σ

X

Σ

Y

N

Σ

X2 (

Σ

Y)2. √ N

Σ

(X 2) (

Σ

Y2)

Keterangan : rxy : Koefisien korelasi x : Skor item

y : Skor total

n : Banyaknya subjek

Dasar pengambilan keputusan dalam uji validitas adalah:

a. Jika nilai r hitung > r tabel, maka item pertanyaan dalam kuesioner berkorelasi signifikan terhadap skor total (artinya item kuesioner dinyatakan valid).

Gambar

Gambar 3. Alur kerangka berfikir pola penggunaan hasil, manfaat, dan faktor penyebab penjualan kopi kepada tengkulak dan eksportir di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus
Tabel 6. Indikator berdasarkan persepsi petani terhadap pilihan alur penjualan kopi (tengkulak atau eksportir)
Tabel 21. Sebaran kelompok tani pada masing-masing desa di Kecamatan  Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus 2013
Tabel 22. Identitas petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini dilakukan pembuatan mortar dengan dimensi 5x5x5 cm. Variasi abu kulit kerang yang digunakan adalah 4% sebagai filler. Pencampuran mortar menggunakan

5.Untuk Daerah Tingkat I Timor Timur dengan Peraturan Pemerintah Nomo 19 Tahun 1976 (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 39) kepada Daerah Tingkat I Timor Timur urusan kesehatan

Bursa Efek Indonesia mulai awal tahun 2007 telah memberikan kesempatan untuk memperdagangkan ETF (Exchange Traded Fund) di Pasar Modal Indonesia. Instrumen ini merupakan

Bimbingan klasikal merupakan layanan dalam bimbingan dan konseling sebagai salah satu cara untuk membentuk karakter anak melui lagu dolanan anak yang nantinya akan

harus dimiliki oleh segenap elemen yang ada adalah pola pikir yang seragam akan Poros Maritime Indonesia. Mewujudkan poros maritime tidaklah menjadi tugas yang

Akan tetapi setelah dilakukan pengujian untuk model struktural tahap awal, untuk hubungan variabel PBCH dan ABH memengaruhi secara negatif, namun masih dapat

Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi peserta, dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK yang relevan, mencakup tetapi tidak terbatas pada: (a)

Penelitian yang telah dilakukan ini didapatkan hasil bahwa pemberian daun katuk dosis 2 ml/100 gBB/hari, 2,5 ml/100 gBB/hari, dan 3 ml/100 gBB/hari setelah dianalisis dengan