• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasa takut pasien anak usia 6-11 tahun terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rasa takut pasien anak usia 6-11 tahun terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

RASA TAKUT PASIEN ANAK USIA 6-11 TAHUN TERHADAP PERAWATAN GIGI DI KLINIK PEDODONSIA

RSGMP FKG USU MEDAN

CHILDREN FEAR SURVEY SCHEDULE-DENTAL SUBSCALE (CFSS-DS) No.kartu:

Kuesioner Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS)

No Pertanyaan Tingkat Rasa Takut

Tidak takut 1 Apakah adik takut dengan

(2)

No Pertanyaan Tingkat Rasa Takut 2 Apakah adik takut dengan

dokter gigi?

3 Apakah adik takut dengan jarum suntik?

4 Apakah adik takut seseorang memeriksa mulut adik?

5 Apakah adik takut disuruh membuka mulut?

6 Apakah adik takut

disentuh orang yang tidak adik kenal?

7 Apakah adik takut diperhatikan orang lain? 8 Apakah adik takut dokter

gigi mengebur gigi adik? 9 Apakah adik takut melihat

dokter gigi mengebur? 10 Apakah adik takut

mendengar suara bur dokter gigi?

11 Apakah adik takut ketika seseorang memasukkan 13 Apakah adik takut pergi ke

rumah sakit?

14 Apakah adik takut melihat orang yang menggunakan seragam putih?

15 Apakah adik takut dokter gigi membersihkan gigi adik?

(3)

7. Kategori tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi CFSS-DS: 7. a.Tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi rendah: <19.

(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepamin S, Suarjaya IK, Tyas MP. Peranan musik dalam mengurangi kecemasan anak selama perawatan gigi

2. Supraba BS, Rao A, Choudhany S, Shenoy R. Child dental fear and behaviour: the role of environmental factors in a hospital cohort. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2011; 29(2): 95-101.

3. Beena JP. Dental subscale of children’s fear survey schedule and dental caries prevalence. Eur J Dent 2013;7(2): 181-5.

4. Taani DQ, El-Qaderi SS, Alhaija Abu ESJ. Dental anxiety in children and its relationship to dental caries and ginggival condition. Int J Dent Hygiene 2005; 3(2): 83-7.

5. Diercke K, Ollinger I, Bermejo JL, Stucke K, Lux CJ, Brunner M. Dental fear in children and adolescents: a comparison of forms of anxiety management practised by general and paediatric dentists. Int J Paediatr Dent 2011 : 60-7. 6. Boman UW, Lundgren J, Elfstrom ML, Berggren U. Common use of a fear

survey schedule for assessment dental fear among children and adults. Journal Compilation 2007: 70-6.

7. Oba AA, Dulgergil CT, Sonmez IS. Prevalence of dental anxiety in 7-to 11-year-old children and its relationship to dental caries. Med Princ Pract 2009; 18: 453-57.

8. Chapman HR, Kirby-Turner NC. Dental Fear in Children- a proposed model. British Dent J 1999; 187: 408-12.

9. Armfield JM. How do we measure dental fear and what are we measuring anyway?. Oral Health Prev Dent 2010: 8:107- 15.

10.Amrullah AA. Tingkat kecemasan anak sekolah dasar usia 6,9, dan 12 tahun

(5)

JURNAL-Tingkat-Kecemasan-Anak-Sekolah-Dasar-Usia-6-9-Dan-12-Tahun-Terhadap-Perawatan-Gigi

11.Kent GG, Blinkhorn AS. Pengelolaan tingkah laku pasien pada praktik dokter gigi. Alih Bahasa. Budiman J A. Jakarta: EGC, 2009.

( Desember 2013 ).

12.Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 19.

13.Berge MT. Dental fear in children: prevalence, etiology and risk factors. Disertasi. Amsterdam: University of Amsterdam, 2001: 43-9.

14.Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri. Alih Bahasa. Kusuma W. Tanggerang: Binarupa Aksara, 2010: 17-27.

15.Sundari S. Kesehatan mental dalam kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005: 50-2.

16.Wade C, Tavris C. Psikologi. Alih Bahasa. Mursalin P, Dinastuti. Jakarta: Erlangga, 2007: 330-31.

17.Moola S. Effectiveness of music interventions in reducing dental anxiety in paediatric and adult patients. Tesis. Adelaide: University of Adelaide, 2011:7-15.

18.Gao X, Hamzah, Yiu CKY, Colman, King NM. Dental fear and anxiety in children and adolescents: qualitative study using you tube. J Med Internet Res 2013;15(2).

19.Koch G, Poulsen S. Behaviour management problems in children and adolescent. In: Klinberg G, Raadal M, eds. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st ed. Oxford: Blackwell Munksgaard, 2009: 32-6.

20.Bird DL, Robinson DS. Modern dental assisting.10th ed., Canada: Elsevier Saunders, 2012: 984-987.

21.King LA. Psikologi umum. Alih Bahasa. Marwensdy B. Jakarta: Salemba Humanika, 2010: 301-4.

(6)

23.Wilding C, Milne A. Cognitive behavioural therapy. Alih Bahasa. Fuandy A. Jakarta Barat: Indeks, 2013: 235-253.

24.Hmud R, Walsh LJ. Dental anxiety: causes, complications and management approaches. J Minim Interv Dent 2009; 2(1): 67-78.

25.Hidayat AA. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba Medika, 2005.

26.Majstorovic m, Veerkamp JSJ, Skrinjaric I. Reability and validity of measures used in assessing dental anxiety in 5 to 15 year old Croatian children. Eur J Paedriatr Dent 2003; 4: 197-202.

27.Bajric E, Kobaslija S, Juric H. Reliability and validity of dental subscale of the children’s fear survey schedule (CFSS-DS) in children in Bosnia and Herzegovina. Bosn J Basic Med Sci 2011; 11(4): 214-218.

28.Raj S, Agarwal M, Aradhya K, Konde S, Nagakishore V. Evaluation of dental fear in children during dental visit using children’s fear survey schedule-dental subscale. Int J Clin Pediatr Dent 2013; 6(1): 12-15.

(7)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik Pedodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan. Penelitian dilakukan selama sebelas bulan, dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga bulan September 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah pasien anak di klinik Pedodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan. Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jumlah sampel untuk estimasi proporsi.

n = d2

Zα2 .P.Q

=

(0,05)2

1,962. 0,105 . (1-0,105)

= 144 sampel Dengan ketentuan :

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti adalah 10,5% berdasarkan penelitian Klinberg mengenai kecemasan terhadap perawatan gigi.

(8)

Pada tingkat kepercayaan 95% dan memperhitungkan drop-out sebesar 10%, maka besar sampel optimal yang diperlukan pada penelitian ini adalah 158 orang. kriteria inklusi adalah anak yang kooperatif dan bersedia mengikuti penelitian.

3.4Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Usia adalah usia anak yang telah ditentukan sebagai subjek penelitian yaitu usia 6-11 tahun. Usia dilihat dari ulang tahun terakhir anak.

2. Jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.

3. Kunjungan dibagi atas kunjungan pertama dan kunjungan berulang. Pasien anak kunjungan pertama yaitu pasien anak yang baru pertama kali melakukan kunjungan ke klinik Pedodonsia untuk melakukan perawatan gigi. Pasien anak kunjungan berulang yaitu pasien anak yang sudah lebih dari satu kali melakukan perawatan gigi ke klinik Pedodonsia.

4. Rasa takut yaitu tingkat rasa takut terhadap lingkungan perawatan gigi yang diukur dengan kuesioner Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS) yang telah dimodifikasi. Urutan pertanyaan pada kuesioner ini dimodifikasi dengan dimulai dari hal-hal umum yang dialami pasien anak. Selain itu kategori dan tingkat rasa takut juga dimodifikasi, hal ini karena anak sulit membedakan lima kategori yang ada yaitu antara tidak takut, agak takut, cukup takut, takut dan sangat takut. Oleh karena itu kategori rasa takut dimodifikasi menjadi tiga kategori rasa takut yaitu, tidak takut, takut, dan sangat takut.

Rasa takut pada lingkungan perawatan gigi terdiri atas: 1. Rasa takut terhadap alat dan prosedur yaitu:

a. Takut jarum suntik yaitu rasa takut anak terhadap jarum suntik dan merupakan alat yang digunakan tenaga kesehatan untuk melakukan anastesi.

b. Takut dokter gigi mengebur yaitu rasa takut anak jika dokter gigi mengebur giginya.

(9)

e. Takut melihat dokter gigi mengebur yaitu rasa takut anak melihat dokter gigi sedang mengebur gigi pasien lainnya.

f. Takut mulut diperiksa seseorang yaitu rasa takut anak ketika mulut diperiksa seseorang.

g. Takut suara bur dokter gigi yaitu rasa takut anak mendengar suara bur dokter gigi.

h. Takut dokter gigi membersihkan gigi yaitu rasa takut anak ketika gigi anak dibersihkan dokter gigi.

i. Takut membuka mulut yaitu rasa takut anak ketika disuruh untuk membuka mulut.

2. Rasa takut terhadap orang dan tempat yaitu:

a. Takut disentuh orang yang tidak dikenal yaitu rasa takut yang muncul ketika anak disentuh oleh orang yang dianggap asing baginya.

b. Takut dokter gigi yaitu rasa takut anak terhadap dokter gigi atau tenaga kesehatan yang memeriksa kesehatan gigi.

c. Takut dokter yaitu rasa takut anak terhadap dokter atau tenaga kesehatan yang menangani masalah kesehatan umum.

d. Takut diperhatikan seseorang yaitu rasa takut yang muncul ketika anak diperhatikan seseorang.

e. Takut pergi ke klinik Pedodonsia yaitu rasa takut anak untuk pergi ke klinik Pedodonsia.

f. Takut melihat orang berseragam putih yaitu rasa takut anak melihat orang yang berseragam putih.

Setiap kategori rasa takut memiliki skor tersendiri, pada kuesioner CFSS-DS yang telah dimodifikasi terdapat tiga kategori rasa takut yaitu tidak takut diberi skor 1, takut diberi skor 2 dan sangat takut diberi skor 3. Skor terendah dari kuesioner CFSS-DS yang telah dimodifikasi adalah 15 dan yang tertinggi adalah 45.

(10)

rasa takut pada perawatan gigi pada kuesioner CFSS-DS yang telah dimodifikasi adalah:

a. Rendah : jika skor rasa takut terhadap perawatan gigi <19. b. Sedang : jika skor rasa takut terhadap perawatan gigi 19-23. c. Tinggi : jika skor rasa takut terhadap perawatan gigi >23.

3.5Metode Pengumpulan Data

Pada waktu dilakukan penelitian, peneliti memberikan surat informed concent kepada masing- masing pasien anak dan juga orang tua atau orang yang mendampingi anak melakukan perawatan gigi dan menginformasikan mengenai penelitian. Hal ini dilakukan setelah anak melakukan perawatan gigi. Pasien anak yang setuju dijadikan subjek penelitian atas izin orang tua atau orang yang mendampinginya, maka dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner CFSS-DS yang telah dimodifikasi. Pengisian kuesioner yang pertanyaannya tidak dapat dijawab anak dapat dilengkapi oleh orang tua atau orang yang mendampingi anak. Kuesioner yang telah selesai dikumpul untuk selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak komputer. Untuk rasa takut dan tingkat rasa takut dihitung dengan persentase dan analisis data untuk mengetahui hubungan kunjungan, jenis kelamin dan usia dengan tingkat rasa takut digunakan uji Chi-square dengan Yate’s correction.

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar persetujuan (informed consent)

(11)

2. Ethical Clearance

(12)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

Hasil penelitian dari 158 pasien anak yang melakukan perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan menunjukkan bahwa usia anak yang paling banyak melakukan perawatan gigi adalah usia 8-9 tahun yaitu sebesar 47,5%. Berdasarkan jenis kelamin jumlah pasien anak perempuan lebih banyak yaitu sebesar 62% daripada anak laki-laki yaitu sebesar 38%. Pasien anak yang datang melakukan perawatan gigi umumnya kunjungan berulang yaitu sebesar 51,3%, tidak jauh berbeda jumlahnya dengan pasien anak yang baru pertama kali ke dokter gigi yaitu sebesar 48,7% (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase distribusi karakteristik pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (n=158)

(13)

4.2 Rasa takut pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang terhadap perawatan gigi berdasarkan CFSS-DS

Pada kunjungan pertama, rasa takut anak terhadap alat dan prosedur paling tinggi yaitu takut dengan jarum suntik 93,5% dan diikuti takut dokter gigi mengebur 88,3%, takut dimasukkan alat kedalam mulut 39%, takut tersedak 18,2%, takut melihat dokter gigi mengebur 16,9%, takut mulut diperiksa seseorang dan takut mendengar suara bur dokter gigi 11,7%, takut dokter gigi membersihkan gigi 2,6% (Tabel 2).

Pada kunjungan berulang secara keseluruhan rasa takut mulai berkurang. Rasa takut anak terhadap alat dan prosedur pada kunjungan berulang paling tinggi juga takut dengan jarum suntik yaitu 51,8% dan diikuti takut dokter gigi mengebur 27,1%, takut takut tersedak 11,1%, takut mendengar suara bur dokter gigi 7,4%, takut dimasukkan alat kedalam mulut 6,2%, takut melihat dokter gigi mengebur 2,5% dan takut diperiksa seseorang 1,2% (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase distribusi rasa takut pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan Rasa takut

terhadap alat dan prosedur

(14)

Tabel 2. Persentase distribusi rasa takut terhadap alat dan prosedur pada pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (lanjutan)

Rasa takut terhadap alat dan prosedur

Kunjungan pertama (n=77) Kunjungan berulang (n=81) Tidak

(15)

Tabel 3. Persentase distribusi rasa takut terhadap orang dan tempat pada pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

Rasa takut terhadap orang dan

tempat

Kunjungan pertama (n=77) Kunjungan berulang (n=81) Tidak

1.3 Hubungan kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi

(16)

memiliki tingkat rasa takut yang tinggi pada kunjungan berulang. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (p < 0,05) (Tabel 4).

Tabel 4. Hubungan kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

Kunjungan Tingkat Rasa Takut CFSS-DS Jumlah Hasil uji statistik Rendah Sedang Tinggi

n % n % n %

4.4 Hubungan jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi

(17)

Tabel 5. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

Jenis Kelamin Tingkat Rasa Takut CFSS-DS Jumlah Hasil uji statistik Rendah Sedang Tinggi

n % n % n %

4.5 Hubungan usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi

(18)

Tabel 6. Hubungan usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

Usia (tahun)

Tingkat Rasa Takut CFSS-DS Jumlah Hasil uji statistik Rendah Sedang Tinggi

(19)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kunjungan pertama rasa takut terhadap alat dan prosedur paling tinggi adalah terhadap jarum suntik yaitu 93,5%, diikuti takut dokter gigi mengebur 88,3%. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa jarum suntik dan bur akan menimbulkan rasa sakit. Akibat mendengar pengalaman negatif orang tua atau teman mengenai rasa sakit yang diakibatkan oleh jarum suntik dan bur, akan membuat anak yang belum pernah datang ke dokter gigi merasa takut terhadap jarum suntik dan bur.19 Pada kunjungan pertama anak juga takut dimasukkan alat kedalam mulut 39%, hal ini disebabkan karena anak belum mengetahui pasti tindakan perawatan gigi yang akan diterimanya.19 Rasa takut anak terhadap seseorang pada kunjungan pertama paling tinggi adalah takut disentuh orang yang tidak dikenal 32,5% dan diikuti takut dengan dokter gigi 24,7%. Hal ini mungkin disebabkan karena anak tidak terbiasa dengan orang yang baru dikenalnya dan karena adanya pengaruh orang tua atau teman yang menakuti anak mengenai dokter gigi.19

(20)

anak masih tidak terbiasa dengan orang yang baru dikenalnya.19 Selain itu, anak memiliki perasaan untuk selalu berhati-hati pada setiap orang yang baru dikenal, sehingga anak tetap merasa takut disentuh orang yang tidak dikenal walaupun sering bertemu dengan orang yang baru dikenal.

Pada pasien anak kunjungan pertama, sebanyak 9,1% pasien anak memiliki tingkat rasa takut yang tinggi terhadap perawatan gigi. Pada kunjungan berulang rasa takut berkurang, sehingga tidak ada lagi pasien anak yang memiliki tingkat rasa takut yang tinggi. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (p=0,000) (Tabel 4). Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh Raj et al di India yaitu 2,5% pasien anak kunjungan pertama memiliki tingkat rasa takut yang tinggi terhadap perawatan gigi.28 Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan pelayanan di klinik Pedodonsia dengan di India, seperti tidak adanya penyediaan ruangan untuk bermain anak sebelum perawatan gigi di klinik pedodonsia. Selain itu, rasa takut anak di klinik pedodonsia lebih tinggi mungkin disebabkan kurangnya penjelasan oleh dokter gigi kepada anak mengenai tindakan yang akan dilakukan dalam perawatan gigi. Tingkat rasa takut pada pasien anak kunjungan pertama lebih tinggi daripada kunjungan berulang mungkin disebabkan karena anak belum menyesuaikan diri dengan lingkungan perawatan gigi. Namun setelah kunjungan berulang rasa takut pasien anak terhadap perawatan gigi akan berkurang. Pada kunjungan berulang anak sudah mulai terbiasa dan telah menyesuaikan diri terhadap pengalamannya.11

(21)

lebih tinggi dibanding anak laki-laki yaitu 18% pada anak perempuan dan 11% pada anak laki-laki.29 Menurut Peretz hal ini mungkin disebabkan anak perempuan lebih cenderung mengungkapkan rasa takut dibandingkan laki-laki.10 Selain itu, hal ini mungkin disebabkan karena anak perempuan lebih bersifat hati-hati, dan dibiasakan untuk menceritakan hal yang dianggap menakutkan kepada orang tua. Sedangkan anak laki-laki dituntut untuk bersifat berani, sehingga ada perasaan malu jika orang mengetahui dia merasa takut dan akan menyembunyikan rasa takutnya.

(22)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan rasa takut paling tinggi adalah terhadap jarum suntik yaitu 93,5% dan 51,8%.

2. Ada hubungan antara kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (p<0,05).

3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (p<0,05).

4. Ada hubungan antara usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (p<0,05).

6.2Saran

1. Dokter gigi atau petugas kesehatan yang berada di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan perlu meningkatkan pengelolaan tingkah laku dalam perawatan gigi anak untuk mencegah rasa takut anak terhadap perawatan gigi dan menyediakan ruang bermain anak untuk mengurangi rasa takut anak terhadap perawatan gigi.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas

Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari.Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal yang tiba-tiba dan berbahaya. Gejala rasa takut berupa jantung yang berdebar-debar, berkeringat dan bergetarnya otot tubuh seperti bergetarnya bibir. Selain itu rasa takut juga menunjukkan gejala berupa kulit yang menjadi pucat. Hal ini terjadi jika mengalami ketakutan yang tinggi.14 Pengertian rasa takut dengan cemas secara literatur digunakan secara bergantian dan masih sulit dibedakan. Hampir sama dengan rasa takut, rasa cemas juga merupakan salah satu tipe gangguan emosi yang berhubungan dengan situasi yang tidak terduga atau situasi yang dianggap berbahaya. Gejala kecemasan juga tidak terlalu berbeda dengan rasa takut yaitu terlihat pada penampilan fisik ataupun perubahan yang terjadi pada mental seseorang. Secara fisiologis gejala kecemasan berupa telapak tangan berkeringat, gemetar, pusing ataupun jantung yang berdebar-debar pada saat berhadapan dengan situasi yang menantang. Rasa takut dan cemas terjadi karena individu tidak mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan pada umumnya.15,16 Walaupun sulit membedakan rasa takut dan cemas, keduanya merupakan suatu hal yang berbeda. Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Sedangkan rasa takut adalah respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas atau bukan bersifat konflik.Rasa takut dianggap oleh beberapa peneliti sebagai salah satu emosi dasar manusia.14,16

2.2 Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi

(24)

rasa cemas terhadap perawatan gigi merupakan bagian dari rasa takut akibat perawatan gigi. Hal ini biasanya berhubungan dengan perasaan seseorang terhadap suatu situasi atau objek, dan rasa takut akan berakibat buruk bagi anak karena dapat menyebabkan anak menghindari perawatan gigi. Kata takut dan cemas terhadap perawatan gigi sering digunakan secara bersamaan. Menurut Klinberg, kata takut dan cemas sering digunakan anak dan dewasa untuk menggambarkan perasaan yang negatif terhadap perawatan gigi.5,17 Spielberger menjelaskan kecemasan sebagai keadaan emosi yang terdiri atas perasaan khawatir, ketakutan dan cemas dengan diaktifkannya sistem saraf otonom. Kecemasan terhadap perawatan gigi adalah gabungan antara keadaan cemas terhadap sesuatu yang akan terjadi dengan rasa takut pada sesuatu yang mengerikan mengenai yang akan terjadi selama perawatan gigi.17

Rasa takut untuk mengunjungi dokter gigi menjadi masalah kesehatan umum yang terjadi di beberapa negara, prevalensi rasa takut terhadap perawatan gigi sekitar 5-20% di beberapa negara yang berbeda dan beberapa persennya bahkan berakibat menjadi phobia terhadap perawatan gigi.18 Anak-anak sering merasa bahwa mengunjungi dokter gigi akan membuat mereka menjadi sangat stress. Rasa takut terhadap perawatan gigi ini merupakan rasa takut akibat ketidakmampuan anak dalam beradaptasi dengan situasi perawatan gigi. Rasa takut terhadap perawatan gigi sangat berhubungan erat dengan masalah tingkah laku pada perawatan gigi. Anak yang takut akan memiliki perilaku yang tidak kooperatif dalam perawatan gigi. Penting untuk diketahui oleh dokter gigi agar dapat mengatasi masalah tingkah laku dan membuat anak merasa nyaman.7,18

2.3 Etiologi Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi

(25)

2.3.1 Faktor Personal

Tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada anak dapat bervariasi pada hasil beberapa penelitian. Hal ini disebabkan karena perbedaan kriteria penilaian rasa takut terhadap perawatan gigi, perbedaan ukuran sampel dan teknik seleksi sampel, dan perbedaan usia. Namun faktor yang paling utama yang dapat menjelaskan rasa takut anak terhadap perawatan gigi adalah usia anak. Rasa takut terhadap perawatan gigi umumnya terjadi pada anak yang masih muda, hal ini berhubungan dengan perkembangan psikologis anak dalam kemampuannya menghadapi perawatan gigi.18

Anak memulai perawatan giginya pada saat usia sekolah yaitu pada usia 6-12 tahun. Pada usia sekolah merupakan periode perkembangan sosial anak, dimana anak belajar dari lingkungan sosialnya dan belajar menerima kebutuhan di lingkungan sosialnya.20 Pada usia ini keingintahuan anak sangat tinggi, seperti dalam perawatan gigi anak sangat ingin tahu tindakan yang akan diterimanya. Oleh karena itu komunikasi yang baik diperlukan dalam menjelaskan prosedur perawatan yang akan dilakukan dan jangan membuat anak merasa tidaknyaman karena akan membuat anak tidak dapat berkomunikasi secara efektif.21 Usia anak dapat membedakan tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi, anak yang lebih muda memiliki rasa takut yang tinggi terhadap perawatan gigi. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan psikologis, sosial dan emosi anak.22

(26)

2.3.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dapat menimbulkan rasa takut anak terhadap perawatan gigi adalah orang tua dan lingkungan sosial. Rasa takut orang tua terhadap perawatan gigi akan mempengaruhi rasa takut anak. Orang tua yang takut akan sering mencampuri perawatan gigi anaknya, sebagai contoh banyak bertanya tentang prosedur yang akan dilakukan pada anaknya. Rasa takut orang tua di klinik akan menjadi gangguan bagi anak.19,23 Penelitian yang dilakukan Berggren, Meynert dan Moore pada pasien odontophobia menunjukkan bahwa perilaku negatif keluarga terhadap perawatan gigi akan menjadi alasan umum berkembangnya odontophobia.19

Dalam kehidupan seorang anak, keluarga merupakan lingkungan sosial tempat perkembangan anak terjadi. Selain itu yang juga merupakan bagian dalam kehidupan anak adalah lingkungan yang lebih luas seperti teman, pengaruh sekolah, keadaan lingkungan tempat tinggal dan ruang lingkup sosial lainnya.21 Oleh karena itu kepercayaan anak terhadap dokter gigi juga dapat dipengaruhi langsung oleh orang tua, teman, atau dari pernyataan orang lain serta melihat perilaku seseorang yang melakukan perawatan gigi.22 Hal ini juga disampaikan oleh Shaw yang menemukan bahwa ibu anak yang merasa cemas atau takut terhadap perawatan gigi memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dari perawatan gigi, artinya bahwa rasa takut ibu karena pengalamannya juga meningkatkan rasa takut anaknya terhadap perawatan gigi.11,22

Rasa takut terhadap perawatan gigi pada anak dapat disebabkan karena takut terhadap sesuatu yang belum diketahui pastinya. Hal ini dapat disebabkan karena pernyataan kebanyakan orang yang berpandangan bahwa mengunjungi dokter gigi adalah hal yang menakutkan. Hal ini penting diketahui dokter gigi karena dapat memberikan informasi yang akurat mengenai kemungkinan ketidaknyamanan sebelum dilakukannya tindakan perawatan gigi.19

2.3.3 Faktor Lingkungan Perawatan Gigi

(27)

menyenangkan yang disebabkan karena kerusakan jaringan atau oleh adanya ancaman kerusakan jaringan. Adanya kesalahan dalam menafsirkan rasa sakit terhadap perawatan gigi akan membuat anak merasa cemas dan takut untuk melakukan perawatan gigi. Hal ini disebabkan karena secara normal rasa sakit menimbulkan reaksi fisiologis dan psikologis untuk melindungi tubuh dari kerusakan jaringan, sehingga perilaku tidak kooperatif saat anak merasa sakit atau tidak nyaman adalah suatu hal yang wajar.19

Saat ini anggapan bahwa perawatan gigi akan menimbulkan rasa sakit akan membuat anak-anak merasa tidak nyaman. Diberikannya anastesi atau bahan yang dapat mengurangi rasa sakit, tidak dipastikan dapat mengurangi rasa takut anak terhadap rasa sakit. Anak-anak memiliki sifat yang cenderung untuk menghindari rasa sakit, namun dokter gigi sering mengabaikan hal tersebut. Hal ini menjadi masalah utama bagi dokter gigi yang perlu diperhatikan agar tidak salah interpretasi tentang rasa sakit yang menjadi penyebab rasa taku anak terhadap perawatan gigi.8,19

(28)

dalam masalah kecemasan terhadap perawatan gigi. Penyebab rasa takut dapat juga akibat ucapan yang disampaikan dokter gigi pada pasiennya. Komunikasi dengan anak dan orang tua yang baik sebelum dilakukannya perawatan juga dapat mengurangi rasa takut terhadap perawatan gigi. Dokter gigi dapat menjelaskan secara sederhana prosedur perawatan yang akan dilakukan, hal ini agar anak tidak mengira-ngira apa yang akan terjadi padanya selama perawatan dan tentunya dapat mengurangi rasa takut anak.24

Hal lain yang juga dapat menyebabkan rasa takut terhadap perawatan gigi adalah situasi dalam perawatan gigi. Anak sering merasa takut terhadap hal-hal yang membuat mereka merasa tidak nyaman dalam perawatan. Sebagai contoh karena adanya perasaan asing selama perawatan gigi, seperti karena penggunaan sarung tangan, masker dan pelindung mata oleh dokter gigi. Hal ini sering terjadi pada prosedur restoratif yang memiliki potensi menimbulkan rasa takut karena melihat dokter gigi mengebur atau mendengar suara bur dokter gigi. Selain itu rasa takut juga diakibatkan karena melihat jarum suntik dan adanya bau-bauan yang tidak enak dari bahan-bahan kedokteran gigi.24

2.4 Akibat Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi

(29)

Rasa takut terhadap perawatan gigi juga akan mengakibatkan masalah tingkah laku dalam perawatan. Sikap pasien yang tidak kooperatif dalam perawatan akan menyulitkan dokter gigi dalam melakukan prosedur perawatan.18 Dalam hal ini perlu hubungan komunikasi yang baik antara dokter dan anak. Apabila dalam komunikasi menunjukkan sikap yang baik maka anak akan dapat mempercayai kita dan sebaliknya jika sikap dalam berkomunikasi kurang baik akan menyebabkan berkurangnya rasa percaya anak terhadap dokter. Kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien disebabkan oleh karena dokter gigi tidak secara aktif mendengarkan pasien dan tidak menjelaskan prosedur perawatan dengan ungkapan yang sederhana. Akibatnya pasien akan merasa takut dan bertingkah tidak kooperatif dalam perawatan.25

2.5 Perkembangan Anak Usia 6-11 Tahun

Perkembangan komunikasi pada anak dapat dimulai dengan kemampuan anak untuk mencetak, menggambar, membuat huruf dan apa yang dilaksanakan anak akan mencerminkan pikiran anak, hal ini biasanya dimulai pada saat anak usia 6-7 tahun. Pada usia kedelapan anak sudah mampu membaca dan mulai berfikir tentang kehidupan. Komunikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak. Dalam berkomunikasi gunakan bahasa yang sederhana.25

Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, usia 6-7 tahun masuk dalam tahap praoperasional. Pada tahap ini anak belum mampu mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan. Perkembangan anak bersifat egosentrik dan pikiran anak masih bersifat transduktif atau menganggap semuanya sama. Usia 7-11 tahun anak masuk dalam tahapan kongkret. Pada tahap ini perkembangan kemampuan anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain, sifat egosentrik sudah mulai hilang. Pada usia ini anak memiliki dua pandangan dalam berfikir atau disebut juga reversibilitas.25

(30)

prosedural dari suatu objek sangatlah tinggi. Anak juga memulai untuk berinteraksi secara luas dengan lingkungan sosialnya. Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan ketika anak berada di luar rumah seperti lingkungan sekolahnya. Anak sudah mampu mengatasi beberapa masalahnya sendiri dan mampu menunjukkan penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada, rasa tanggung jawab dan percaya diri dalam tugas mulai terwujud. Menuju 10-12 tahun anak semakin bersikap mandiri. Dalam menghadapi kegagalan, maka anak sering kali menunjukan reaksi kemarahan atau kegelisahan. Pada masa ini perkembangan kognitif, psikososial, interpersonal, psikoseksual, moral dan spiritual sudah mulai menunjukkan kematangan ketika menuju usia 12 tahun. Secara khusus anak banyak mengembangkan interaksi sosial, belajar tentang nilai moral dan budaya dari lingkungan keluarganya. Semakin bertambahnya usia, anak makin dapat bertanggung jawab dan dapat menyesuaikan dirinya pada lingkungan. 25

2.6 Alat Ukur Rasa Takut dan Cemas Terhadap Perawatan Gigi

Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai alat pengukur kecemasan dan rasa takut terhadap perawatan gigi. Metode pengukuran tersebut adalah Corah Dental Anxiety Scale, Stouthard’s Dental Anxiety Inventory, Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale.9,26

2.6.1 Corah Dental Anxiety Scale ( CDAS)

(31)

1968. Reabilitas dan validitas CDAS telah banyak dimuat pada berbagai artikel semenjak penggunaannya sebagai alat ukur kecemasan. Walaupun demikian dasar teori untuk CDAS tidak digambarkan terlalu jelas. Pada CDAS pertanyaan yang ada menggambarkan kecemasan secara umum dan menceritakan antisipasi kecemasan pada rangsangan spesifik dari alat pengeboran dan alat pembersihan gigi.9,26

2.6.2 Stouthard’s Dental Anxiety Inventory

Pada tahun 1980, Stouthard mengembangkan kuesioner untuk penelitian kecemasan berdasarkan pertimbangan teoritis dan dibuat untuk mengukur situasi yang dapat menimbulkan kecemasan. Alat ukur tersebut disebut dengan Dental Anxiety Inventory. Dental Anxiety Inventory yang juga dikenal dengan DAIx adalah pengukuran kecemasan dental yang menggunakan 36 pertanyaan yang berdasarkan tiga hal yaitu waktu, situasi, dan reaksi yang dipresepsikan relevan terhadap kecemasan dental. Yang dimaksud dengan waktu adalah sifat dasar dan tingkat kecemasan dapat berubah berdasarkan waktu dan lamanya tindakan perawatan gigi. Sedangkan situasi menggambarkan aspek pengalaman dental, interaksi dengan dokter gigi dan tindakan dental. Kemudian reaksi yang merujuk kepada elemen pengalaman kecemasan atau ketakutan terhadap perawatan gigi.9 Alat ukur ini dapat digunakan untuk mengukur rasa cemas dan takut anak terhadap perawatan gigi. DAIx memiliki rentang nilai 9-45 dengan sembilan pertanyaan yang ada.26

2.6.3 Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS)

Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS) adalah alat untuk mengukur rasa takut pada anak yang sangat diakui secara luas. Alat ini dikembangkan oleh Cuthbert dan Melamed pada tahun 1982.9,13,26 CFSS-DS memiliki sumber dan dasar teori pengukuran, memiliki peranan dan keterangan yang lebih. Sebagai contoh, dalam sebuah pemeriksaan pengukuran rasa takut dan nyeri terhadap perawatan gigi, CFSS-DS menghasilkan pengukuran yang digambarkan secara sederhana.12,26

(32)

CFSS-DS terdiri atas 15 pertanyaan yang mencakup aspek yang berbeda dari situasi perawatan gigi. Aspek tersebut meliputi dokter gigi, dokter, jarum suntik, mulut diperiksa seseorang, membuka mulut, disentuh orang asing, diperhatikan orang lain, dokter gigi mengebor, melihat dokter gigi mengebor, suara bor dokter gigi, orang meletakkan instrumen dalam mulut, tersedak, pergi kerumah sakit, orang berseragam putih, dan perawat membersihkan mulut.26,27

(33)

2.7 Kerangka Konsep

Pasien anak

Kunjungan berulang Kunjungan

pertama

Rasa takut terhadap perawatan gigi

Rasa takut berdasarkan CFSS-DS :

• Takut dengan dokter

• Takut dengan dokter gigi

• Takut dengan jarum suntik

• Takut mulut diperiksa seseorang

• Takut membuka mulut

• Takut disentuh orang yang tidak dikenal

• Takut diperhatikan seseorang

• Takut dokter gigi mengebur

• Takut melihat dokter gigi mengebur

• Takut mendengar suara bur dokter gigi

• Takut dimasukkan alat ke dalam mulut

• Takut tersedak

• Takut pergi ke klinik Pedodonsia

• Takut melihat orang berseragam putih

(34)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut anak, banyak hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah melakukan perawatan rutin ke dokter gigi. Perawatan rutin ke dokter gigi bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi dini dan meningkatkan kesadaran anak akan pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut.1 Namun perawatan gigi sering kali menimbulkan rasa takut pada anak. Rasa takut dan cemas dalam perawatan gigi akan menyebabkan anak bersikap tidak kooperatif sehingga akan menghambat proses perawatan. Selain itu, rasa takut terhadap perawatan gigi sering dijadikan alasan untuk menghindari atau menunda perawatan gigi anak.2,3 Penelitian yang dilakukan di Finlandia menunjukkan bahwa 15% anak tidak peduli terhadap keadaan rongga mulutnya akibat rasa takut terhadap perawatan gigi.4

Rasa takut anak terhadap perawatan gigi menjadi masalah kesehatan umum di banyak negara.Prevalensi rasa takut terhadap perawatan gigi bervariasi, mulai dari 6-20% dengan rata-rata sekitar 11% anak takut terhadap perawatan gigi.5 Penelitian epidemiologi yang dilakukan terhadap 4000 anak di kota Goteborg menunjukkan adanya rasa takut terhadap perawatan gigi yang mempengaruhi tingkah laku anak terhadap perawatan gigi. Menurut Klinberg 10,5% anak mengalami rasa takut terhadap perawatan gigi dan akan mempengaruhi perilaku anak terhadap perawatan gigi.6 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Oba di Turki menunjukkan 14,5% anak takut terhadap perawatan gigi.7 Hasil survey di Eropa Utara menunjukkan bahwa bahwa 3-21% anak mengalami rasa takut yang tinggi terhadap perawatan gigi.8

(35)

Istilah cemas dan takut sering digunakan secara bergantian dalam literatur oleh karena itu keduanya sulit untuk dibedakan.9

Di Indonesia, masalah kesehatan gigi anak masih sangat memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Amrullah menunjukkan 11,6% anak takut dan cemas terhadap perawatan gigi.10 Rasa takut terhadap perawatan gigi disebabkan karena banyak faktor. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasa takut terhadap dokter gigi diantaranya adalah pengalaman negatif atau tidak menyenangkan yang diterima anak dari perawatan gigi yang dilakukan sebelumnya, umur dan jenis kelamin. Selain itu, pengalaman perawatan gigi yang dialami keluarga atau teman juga dapat membuat anak merasa takut terhadap perawatan gigi.7 Dalam penelitian Klinberg juga dikatakan bahwa rasa takut terhadap perawatan gigi pada ibu dan pengalaman perawatan gigi yang menyakitkan bagi anak akan memberikan dampak negatif terhadap perawatan gigi dimasa yang akan datang.6 Rasa takut terhadap perawatan gigi juga disebabkan karena hal lainnya seperti rasa takut yang disebabkan karena alat-alat seperti bunyi bur, rasa asing selama perawatan dokter gigi, jarum suntik, dan keadaan lingkungan perawatan gigi lainnya yang dapat membuat anak merasa takut.8

Rasa takut terhadap perawatan gigi umumnya tinggi pada anak yang baru pertama kali mengunjungi dokter gigi. Pengaruh pelayanan perawatan gigi yang dialami anak untuk pertama kalinya akan menentukan tingkat rasa takut untuk kunjungan selanjutnya. Walaupun demikian ada anggapan umum bahwa rasa takut pasien akan berkurang setelah kunjungan berulang pada perawatan gigi anak. Pada kunjungan berulang seorang anak akan berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap pengalaman yang dialaminya.11

(36)

Utara juga menunjukan adanya perbedaan tingkat rasa takut antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Rasa takut pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Namun hal ini masih menjadi perdebatan, karena adanya kemungkinan bahwa anak perempuan lebih sering mengemukakan perasaannya dibanding anak laki-laki yang jarang mengungkapkan rasa takut yang dialaminya.10

Dalam mengetahui tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran rasa takut anak. Metode pengukuran rasa takut digunakan untuk menentukan prevalensi, mengukur faktor risiko, gejala dan untuk memeriksa perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman atau pengobatan dari waktu ke waktu. Penggunaan metode pengukuran terhadap rasa takut juga dapat membantu dokter gigi dalam melakukan skrining terhadap pasien yang merasa takut terhadap perawatan gigi, sehingga dapat memberikan pilihan perawatan yang lebih baik dan sesuai.9 Untuk mengukur tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi dapat menggunakan metode Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk mengukur rasa takut anak terhadap perawatan gigi dengan menggunakan kuesioner. Alat ini dikembangkan oleh Cuthbert dan Melamed pada tahun 1982 dan merupakan metode yang cukup berhasil dalam mengukur tingkat rasa takut anak terhadap perawatan gigi. Pada CFSS-DS mencakup aspek dan situasi perawatan kompleks sehingga dapat mengukur tingkat rasa takut anak lebih tepat dibanding metode lainnya.9,13

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai rasa takut pasien anak usia 6-11 tahun terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.

1.2 Rumusan Masalah

(37)

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.

1.3Tujuan Penelitian

1. Mengetahui rasa takut paling tinggi pada pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

2. Mengetahui hubungan kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

3. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

4. Mengetahui hubungan usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

1.4Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

3. Ada hubungan antara usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, memberi pengalaman dan meningkatkan pengetahuan peneliti tentang rasa takut anak terhadap perawatan gigi.

(38)
(39)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Rizka Sulastri

Rasa takut pasien anak usia 6-11 tahun terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

ix+35

(40)
(41)

RASA TAKUT PASIEN ANAK USIA 6-11 TAHUN

TERHADAP PERAWATAN GIGI DI KLINIK

PEDODONSIA RSGMP FKG USU MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RIZKA SULASTRI NIM: 100600023

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2014

Rizka Sulastri

Rasa takut pasien anak usia 6-11 tahun terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan.

ix+35

(43)
(44)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 18 September 2014

Pembimbing: Tanda tangan

1. Gema Nazri Yanti, drg.,M.Kes ………..

NIP: 197906252003122002

(45)

PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 18 September 2014

TIM PENGUJI

KETUA : 1. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes 2. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D

(46)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmatnya kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D., ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat sekaligus selaku dosen penguji.

3. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes dan Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dorongan serta penghargaan yang berharga kepada penulis.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM selaku dosen penguji, atas masukan yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat FKG-USU yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.

6. Siti Bahirah, drg.,Sp.Ort., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjalani program akademik.

(47)

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada sahabat penulis Mala, Mila, Elsa, Rhama, Fandra, Dedi, Zulmi, Ridho, Malfi, Wita, Ummi, May, Erdha dan Alfina yang telah memberikan perhatian dan semangatnya kepada penulis serta kepada teman-teman stambuk 2010 yang selama ini berjuang bersama penulis dalam menuntut ilmu di FKG-USU. Kepada keluarga besar KMUS FKG USU yang telah mengajarkan pengalaman hidup yang sangat berharga yang diperoleh selama pendidikan di FKG-USU.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, maka dengan kerendahan hati dan lapang dada penulis menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan penulis di bidang Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat dan juga memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Gigi serta masyarakat.

Medan, 18 September 2014

Penulis

(48)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas ... 6

2.2 Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi ... 6

2.3 Etiologi Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi ... 7

2.3.1 Faktor Personal ... 8

2.3.2 Faktor Eksternal ... 9

2.3.3 Faktor Lingkungan Perawatan Gigi ... 9

2.4 Akibat Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi ... 11

2.5 Perkembangan Anak Usia 6-11 Tahun ... 12

2.6 Alat Ukur Rasa Takut dan Cemas Terhadap Perawatan Gigi ... 13

2.6.1 Corah Dental Anxiety Scale (CDAS) ... 14

2.6.2 Stouthard’s Dental Anxiety Inventory ... 14

2.6.3 Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS) .. 14

2.7 Kerangka Konsep ... 16

(49)

3.3 Populasi dan Sampel ... 17

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 18

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.6 Pengolahan dan Analisis Dat ... 20

3.7 Etika Penelitian... ... 20

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Pasien Anak di Klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan ... 22

4.2 Rasa Takut Pasien Anak Kunjungan Pertama dan Kunjungan Berulang Terhadap Perawatan Gigi Berdasarkan CFSS-DS ... 23

4.3 Hubungan Kunjungan dengan Tingkat Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi ... 25

4.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi ... 26

4.5 Hubungan Usia dengan Tingkat Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi ... 27

BAB 5 PEMBAHASAN ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 32

6.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(50)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase distribusi karakteristik pasien di klinik Pedodonsia RSGMP

FKG USU Medan ... 22 2. Persentase distribusi rasa takut terhadap alat dan prosedur pada pasien

anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang di klinik Pedodonsia

RSGMP FKG USU Medan ... 23 3. Persentase distribusi rasa takut terhadap orang dan tempat pada pasien

anak kunjungan pertama dan kunjungan berulang di klinik Pedodonsia

RSGMP FKG USU Medan ... 25 4. Hubungan kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi

pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan ... 26 5. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan

gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan .. 27 6. Hubungan usia dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada

(51)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale (CFSS-DS) alat ukur rasa takut pasien anak terhadap perawatan gigi di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan

2. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 3. Surat pernyataan telah selesai melakukan penelitian dari kepala Departemen Ilmu

Kedokteran Gigi Anak RSGMP FKG USU 4. Hasil analisis perhitungan statistik

Gambar

Tabel 1. Persentase distribusi karakteristik pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan (n=158)
Tabel 2. Persentase distribusi rasa takut pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan  berulang di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan
Tabel 2. Persentase distribusi rasa takut terhadap alat dan prosedur pada pasien anak kunjungan pertama dan kunjungan  berulang di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan  (lanjutan)
Tabel 4. Hubungan kunjungan dengan tingkat rasa takut terhadap perawatan gigi pada pasien anak di klinik Pedodonsia RSGMP FKG USU Medan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Yanti Karolina : Masalah Rasa Takut Pada Kedokteran Gigi Anak, 2007... Yanti Karolina : Masalah Rasa Takut Pada Kedokteran Gigi

Sriyanti : Insiden Rasa Sakit Selama Perawatan Saluran Akar Pada Pasien Di Klinik Ilmu Konservasi Gigi FKG USU Medan Periode Januari Sampai Maret 2004, 2004... Sriyanti : Insiden

Mahni Hasibuan : Penanggulangan Rasa Takut Terhadap Injeksi Pada Pencabutan Gigi Anak, 2003... Mahni Hasibuan : Penanggulangan Rasa Takut Terhadap Injeksi Pada Pencabutan Gigi

Pentingnya penerapan Standard Precaution operator sebelum tindakan perawatan gigi sebagai upaya pencegahan infeksi silang saat melakukan perawatan gigi pasien, maka peneliti

16 Persentase kecemasan terhadap saat dokter gigi terburu-buru melakukan perawatan pada pasien kunjungan berulang berdasarkan umur dan jenis kelamin (n=62)

tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut pada pasien kunjungan. pertama dan berulang di poli gigi RSUD Dr Pirngadi Medan berumur

Dari hasil penelitian terhadap pasien anak di RSGM Unsrat Manado dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara perasaan takut anak terhadap perawatan

Jumlah terbesar dari 9 variabel untuk tingkat rasa takut pada perawatan penambalan gigi dengan kategori amat sangat takut dengan jumlah 2 orang terdapat pada variabel 7