DAFTAR PUSTAKA
[1] Basuki Adi Cahyo,Nugroho A, Winardi B, 2008, Analisis Konsumsi Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap Dengan Metode Least Square. . Jurusan Teknik Elektro,Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
[2] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46863/4/-Pembangkit-listrik-tenaga-diesel.pdf
[3] Ramelan U, 2015. Peningkatan Efisiensi Bahan Bakar Dengan Metode Cyclon Melalui Pemasangan Swirling Vane Pada Sepeda Motor. Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ,Vol.1 No. 2, 2442-7918 .
[4] Arismunandar, W, 1975, Motor Diesel Putaran Tinggi, Pradaya pratama, Jakarta.
[5] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34223/4/-motor-diesel. pdf
[6]
[7]
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT.PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Jln.Brigjend Katamso.5,5 KM Titi Kuning-Medan (20146). Penelitian dilakukan dari tanggal 28 April 2016 sampai dengan tanggal 31 Mei 2016.
3.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dimulai dari pengambilan data yang dibutuhkan, kemudian mengelola data yang diperoleh. Pengelolaan data dilakukan dengan buku-buku panduan, internet serta jurnal-jurnal.
3.3 Obyek Penelitian
Obyek utama dalam penelitian ini yaitu : Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC). Tujuan dari pengamatan konsumsi bahan bakar adalah untuk mengetahui apakah setelah proses pencampuran dengan komposisi tertentu bahan bakar mengalami pengiritan atau pemborosan sehingga kita bisa menghitung jumlah bahan bakar yang harus digunakan.
3.4 Variabel yang Diamati
Variabel yang akan diamati dalam pelaksanaan ini yaitu : 1. Daya Aktif dan Daya Reaktif
2. Konsumsi Bahan Bakar (SFC) 3. Efisiensi Bahan Bakar
3.5 Prosedur Pengambilan Data 1. Persiapan meliputi:
a. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat penelitian b. Menyiapkan bahan bakar solar dan bahan bakar nabati
c. Menyiapkan motor diesel
2. Langkah Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya, dilakukan blending antara bahan bakar minyak solar (HSD) dengan bahan bakar minyak nabati (PPO).
Pencampuran PPO dengan minyak HSD harus memperhatikan ketepatan konsentrasi PPO yang ditargetkan . Pencampuran dilakukan dengan dua metode, yaitu In-line blending dengan Splash blending/In-tank blending.
Metode In-line blending dilakukan dengan menambahkan PPO kedalam satu aliran bahan bakar minyak jenis minyak HSD di dalam pipa atau selang penyaluran, sehingga PPO dan minyak HSD tercampur oleh pergerakan turbelensi di dalam pipa yang digunakan untuk mengalirkan bahan bakar kedalam satu tangki . Metode ini umumnya dilakukan di blending point yang mempunyai tangki PPO dan minyak HSD.
3. Proses In-Line Blending
1. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pompa meteran yang mengatur katup sistem injeksi bahan bakar pada pipa.
3. Distributor yang membawa PPO dan minyak HSD pada tangki terpisah, mencampur dua jenis bahan bakar ini dengan metode in-line blending 4. Pada metode in-line blending debit aliran bahan bakar dengan katup yang
dikendalikan oleh motor dan indicator metering. Dengan sistem ini, pencampuran terjadi di dalam pipa dengan tetap mempertahankan debit aliran sehingga turbelensi fluida di dalam pipa dapat mempercepat proses pencampuran PPO dengan minyak HSD
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian di dapat data-data kebutuhan bahan bakar dalam setiap unit. Pada PLTD Titi kuning terdapat 6 unit, tetapi yang sedang beroperasi ada 4 unit. Dan Bahan Bakar Nabati yang digunakan atau dicampur dengan HSD terdapat pada unit 6. Data Laporan Harian Mesin PLTD Titi Kuninng
Tabel 4.1 Pemakaian BBM HSD Bulan : Mei 2016 PLTD Titi Kuning Unit 2
Tanggal Pemakaian BBM HSD
(Liter) Produksi KWH
1 3262 11900
2 3662 13600
3 2058 7200
4 1790 6100
5 1529 5500
6 - -
7 1136 4000
Periode 1 13437 48300
8 3873 14100
9 5454 19700
10 3937 14500
11 1575 5600
12 - -
13 930 3500
14 1200 4100
Periode 2 16969 61500
15 - -
16 2068 7300
17 5352 18000
18 7425 27000
Tanggal
Pemakaian BBM HSD
(Liter) Produksi KWH
20 1807 6400
21 1081 3900
22 2620 9600
Periode 3 22746 18385
23 3884 14200
24 4097 15300
25 3584 12900
26 3389 12300
27 3689 13300
28 1557 5700
29 - -
30 1629 5300
31 1822 5400
Tabel 4.2 Pemakaian BBM HSD Bulan : Mei 2016 PLTD Titi Kuning Unit 3
Tanggal Pemakaian BBM HSD (Liter) Produksi KWH
1 3760 12200
2 3951 14000
3 2103 7200
4 2317 7800
5 1670 5700
6 - -
7 1263 4400
Periode 1 5037 16500
8 4310 15000
9 6038 21000
10 4350 14400
11 1699 5800
12 - -
13 1083 3700
14 1260 4200
Periode 2 16523 55200
15 - -
Tabel 4.3 Pemakaian BBM HSD: Mei 2016 PLTD Titi Kuning Unit 5 Tanggal
Pemakaian BBM HSD (Liter)
Produksi KWH
17 5110 17800
18 5080 17200
19 2752 9800
20 1962 7000
21 1361 4500
22 2774 9800
Periode 3 18385 59300
23 4253 14800
24 4569 15900
25 3655 12800
26 3656 12600
27 3918 13700
28 1677 5400
29 - -
30 1922 5400
31 1729 5900
Tanggal Pemakaian BBM HSD (Liter) Produksi KWH
1 3760 12200
2 3951 14000
3 2103 7200
4 2317 7800
5 1670 5700
6 - -
7 1263 4400
Periode 1 15046 51300
8 4310 15000
9 6038 21000
10 4350 14400
11 1699 5800
12 - -
13 1083 3700
14 1260 4200
Tabel 4.4 Pemakaian BBM (HSD) dan BBN (PPO) Bulan : Mei 2016 PLTD Titi Kuning Unit 6
Tanggal Pemakaian BBM HSD (Liter)
Pemakaian BBN PPO (Liter)
Produksi KWH
1 2136 1424 12400
2 2302.8 1535.2 14300
3 1257 838 7200
4 1430.4 953 8500
5 1020.6 680.4 6000
6 - - -
7 751.2 500.8 4600
Periode 1 8898 5932 53000
8 2560.2 1706.8 15400
9 4035 2690 24000
10 12786 8524 77700
11 3276 2184 18600
12 - - -
13 6980.4 465.6 4000
Tanggal Pemakaian BBM HSD (Liter) Produksi KWH
15 - -
16 2341 8200
17 5110 17800
18 5080 17200
19 2752 9800
20 1962 7000
21 1361 4500
22 2774 9800
Periode 3 21380 74300
23 4253 14800
24 4569 15900
25 3655 12800
26 3656 12600
27 3918 13700
28 1677 5400
29 - -
30 1922 5400
Tanggal Pemakaian BBM HSD (Liter) Pemakaian BBN PPO (Liter) Produksi KWH
14 778.2 518.8 5200
Periode 2 24134 16089 144900
15 - - -
16 1533 1022 7800
17 3145.8 2097.2 18300
18 2881.2 1924.8 17400
19 1651.8 1101.2 9600
20 1190.4 793.6 7100
21 784.2 522.8 4800
22 1689.6 1126.4 10100
Periode 3 12882 8538 75100
23 2475.6 1650.4 14900
24 2760.6 1840.4 16300
25 2150.4 1433.6 13200
26 2203.2 1468.8 13000
27 2395.2 1696.8 14400
28 1000.2 666.8 6000
29 - - -
30 759.6 506.4 4700
31 1083 722 6100
Tabel 4.5 Data Harian Flowmeter Bulan : Mei 2016 PLTD Titi Kuning
No Waktu Daya Aktif
(MW)
Flowmeter BBM HSD (
Liter)
Flowmeter BBM HSD-PPO
(Liter)
1 1:00 3.5 38 246 981 39 179 096
2 2:00 3.5 38 247 865 39 180 016
3 3:00 3.5 38 248 686 39 180 694
4 4:00 3.5 38 249 554 39 181 683
5 5:00 3.5 38 251 285 39 183 473
6 6:00 3.5 38 252 152 39 184 756
7 7:00 3.5 38 252 979 39 185 485
8 8:00 3.5 38 253 836 39 186 210
9 9:00 3.5 38 255 258 39 187 314
10 10:00 3.5 38 256 105 39 188 416
11 11:00 3.5 38 256 972 39 189 533
No Waktu Daya Aktif (MW)
Flowmeter BBM HSD (
Liter)
Flowmeter BBM HSD-PPO
(Liter)
13 13:00 3.5 38 259 570 39 191 520
14 14:00 3.5 38 260 436 39 192 390
15 15:00 3.5 28 261 087 39 193 462
16 16:00 3.5 38 261 933 39 194 534
17 17:00 3.5 38 262 668 39 195 607
18 18:00 3.5 38 263 597 39 196 679
19 19:00 3.5 28 265 538 39 197 751
20 20:00 3.5 38 266 408 39 199 053
21 21:00 3.5 38 267 276 39 200 353
22 22:00 3.5 38 268 129 39 201 336
23 23:00 3.5 38 269 280 39 202 741
24 0:00 3.5 38 271 501 39 204 380
4.2 Pembahasan
Dari Hasil yang diperoleh dapat dibuat pembahasan sebagai berikut :
A. Kandungan Energi pada Bahan Bakar Minyak Solar (HSD) 1. Konsumsi Bahan Bakar Spesific
Dari tabel laporan harian mesin PLTD Titi Kuning, pemakaian bahan bakar, dapat diperoleh konsumsi bahan bakar spesifik, sesuai rumus :
SFC = ��������� ��ℎ������� ���������� ��� ������� (�����)
�����������
Diketahui,
Maka :
SFC = 8898 ������ 0.87 53000 ��ℎ = 0.1460 ltr/KWh
2. Menghitung Q input, Effisiensi dan Heat rate HSD Q = �� ����
�� = �� x
ᵨ
relative (Density)LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
HHV = 34080 C + 141790 (
�
2−
�28
)
+
9200 S η = Daya Keluaran (P)Laju Panas yang masuk (Q)
x 100 %
Heat Rate (HR) = 100 x3600η
Mencari ��
�� = 499,52 lt/h ((jumlah Liter /jam kerja)
�� = 499,52 lt/h x 0,87 Kg/lt
= 434,58 Kg/h
Untuk Mencari LHV yaitu :
Diketahui,
Nilai Kalor Pada Hidrogen = 141.790KJ/Kg
Nilai Kalor Pada Sulphur = 9200 KJ/Kg
(sumber : Gross Calorific Value)
Komposisi Dalam Bahan Bakar HSD
C = 85%
S = 3,3 %
H2 = 10,8 %
O2 = 0,8 %
Maka :
HHV = 34080 C + 141790 (
�
2−
�28
)
+
9200 S = (0.851 x 34080) +141790 (0.108 – 0.0088 ) +(9200 x 0.033) = 29002,08 + 15171,53 + 303,6
= 44477,21 KJ/Kg
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
= 44477,21 KJ/Kg – {2400 (0+0,108)}
M aka :
Qinput = 499,52 Kg/h x 44218,01 KJ/Kg
= 22087780,36 KJ/h
= 6135,494 KJ/s
Mencari Efisiensi HSD
η = 3500 ��
6135 ,494 KJ /s
x100
= 0,57045 KWs/KJ
= 57 %
Mencari Heat Rate HSD
HR = 100 � 3600 0,57045 KWs /Kj
= 631080,7257 KWs / Kj
B. Kandungan Energi Dalam Bahan Bakar PPO
1. Konsumsi Bahan Bakar Spesific
SFC = ��������� ��ℎ������� ���������� ��� ������� (�����)
Diketahui,
KWH yang diproduksi = 53000 KWH Volume = 5932 liter Density HSD = 0,9046
Maka :
SFC = 5932 ������ 0.9046 53000 ��ℎ = 0.101 ltr/KWh
2. Menghitung Q input, Effisiensi dan Heat rate PPO
Q = �� ����
�� = �� x
ᵨ
relative (Density)LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
HHV = 34080 C + 141790 (
�
2−
�28
)
+
9200 S η = Daya Keluaran (P)Laju Panas yang masuk (Q)
x 100 %
Heat Rate (HR) = 100 x3600η
Mencari ��
�� = 1535,2 lt/h x 0,9046 Kg/lt
= 1388,741 Kg/h
Untuk Mencari LHV yaitu :
Diketahui,
Nilai Kalor Pada Hidrogen = 141.790KJ/Kg
Nilai Kalor Pada Carbon = 34.080 KJ/Kg
Nilai Kalor Pada Sulphur = 9200 KJ/Kg
(sumber : Gross Calorific Value)
Komposisi Dalam Bahan Bakar HSD
C = 65%
S = 4 %
H2 = 12,56 %
O2 = 9,84 %
Maka :
HHV = 34080 C + 141790 (
�
2−
�28
)
+
9200 S = (0.65 x 34080) +141790 (0,1256 – 0.09848 ) +(9200 x 0.04) = 22152 + 16064,807 + 368
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
= 38584,807 KJ/Kg – {2400 (0+0,1256)}
= 38283,367 KJ/Kg
M aka :
Qinput = 1535,2 Kg/h x 38283,367 KJ/Kg
= 58772625,01 KJ/h
= 16325,72 KJ/s
Mencari Efisiensi PPO
η = 3500 ��
16325 ,72 KJ /s
x100
= 0,2143 KWs/KJ
= 21 %
Mencari Heat Rate HSD
HR = 100 � 3600 0,214385 KWs /Kj
C. Menghitung Daya Aktif dan Reaktif Generator
Dari Spesifikasi Generator , P = Daya yang dihasilkan (Kw)
V = Tegangan yang dihasilkan oleh generator = 7KV=7000V I = Arus yang dihasilkan generator = 427 A
Cos ᵩ = Faktor daya generator = 0.8
Maka Daya yang dapat dihasilkan generator adalah :
P = √3.V.I. Cos ᵩ P = √3.7000.427.0,8 P = 4141 Kw
Atau, P = S.Cos ᵩ
Dimana, S = Daya Semu S = 5176,2 KVA P = S. cos ᵩ
Dimana,
Q = Daya Reaktif (kVAR) S = Daya Semu
ᵠ
= ���−1 (0,8)= 36,86980
Maka : Q = S.sin ᵩ
= 5176,2 . Sin 36,8698 = 5176,2 . 0,6
= 3105,72 KVAR
Jadi, daya aktif yang dihasilkan oleh henerator adalah 4141 KW
4.3 Keuntungan Menggunakan Bahan Bakar Minyak solar HSD dicampur dengan Minyak Nabati sebagai Bahan Bakar adalah sebagai berikut :
1. Dapat menghemat pemakaian minyak solar dari 100% menjadi 60 %.
2. Dengan kandungan minyak nabati, BBM menjadi lebih ramah lingkungan.
3. Dengan adanya kandungan minyak nabati didalam minyak solar, maka angka cetanenya menjadi meningkat. Semakin tinggi angka cetanenya semakin sempurna pembakaran sehingga polusi dapat ditekan.
4.4 Kekurangan Menggunakan Bahan Bakar Minyak Solar HSD dicampur dengan Minyak Nabati adalah sebagai berikut :
1. Tantangan terbesar menggunakan minyak nabati sebagai campuran bahan bakar adalah biaya modifikasi mesin yang besar. Sebagaimana diketahui, mesin konvensional harus dimodifikasi agar bisa menggunakan bahan bakar minyak nabati.
2. Campuran minyak solar HSD dengan minyak nabati dapat mempengaruhi kinerja mesin jika tidak dilakukan konversi secara benar. Kinerja mesin yang turun berarti memerlukan biaya pemeliharaan tinggi.
4.5 Keuntungan menggunakan Bahan Bakar Minyak solar HSD antara lain :
1. Putaran mesin menjadi lebih ringan
2. Temperatur mesin terjaga, mesin tidak overheat
3. Filter tidak perlu sering ganti, sparepart menjadi lebih awet
4. Produktifitas terjaga, pekerjaan lancar
5. Mesin dapat dihidupkan dengan mudah dalam kondisi suhu yang rendah.
6.
4.6 Kekurangan menggunakan Bahan Bakar Minyak solar HSD antara lain:
1. Harganya yang relatif mahal
2. Menyebabkan mesin cepat kotor
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KesimpulanDari hasil dan pembahasan diatas, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Konsumsi Bahan Bakar Minyak Diesel (HSD) yaitu 0,1460 lt/KWh lebih besar dari konsumsi bahan Bakar Minyak Nabati (PPO) yaitu 0,101 it/KWh.
2. Efisiensi Bahan Bakar Minyak HSD (57%) lebih besar dari Efisiensi Bahan Bakar Minyak Nabati PPO (21%).
3. Dari Hasil, pemakaian campuran HSD dengan PPO bisa dikatakan lebih hemat dari pemakaian 100% Bahan Bakar Minyak HSD.
5.2 Saran
Dari hasil yang diperoleh, dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Dibutuhkan lagi inovasi yang baru, bagaimana menggunakan minyak nabati 100% untuk bahan bakar, yang berguna untuk masa depan jika minyak bumi telah habis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( PLTD ) ialah Pembangkit listrik yang menggunakan mesin diesel sebagai penggerak mula (Prime mover) yang mendapat energi dari bahan bakar cair yang dikenal sebagai minyak solar dan mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik dan dikopel dengan sebuah generator untuk mengubah energi mekanik dari mesin diesel menjadi energi listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang terpencil atau untuk listrik pedesaan dan untuk memasok kebutuhan listrik suatu pabrik.[2]
2.1.1 Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Gambar 2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
Dari gambar di atas dapat kita lihat bagian-bagian dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel, yaitu :
1. Tangki penyimpanan bahan bakar. 2. Penyaring bahan bakar.
3. Tangki penyimpanan bahan bakar sementara (bahan bakar yang disaring). 4. Pengabut.
5. Mesin diesel. 6. Turbo charger.
7. Penyaring gas pembuangan.
8. Tempat pembuangan gas (bahan bakar yang disaring). 9. Generator.
10. Trafo.
2.1.2 Prinsip Kerja PLTD
1. Bahan bakar dipompakan ke dalam penyimpanan sementara namun disaring terlebih dahulu. Kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan sementara (daily tank).
Jika bahan bakar adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) maka bahan bakar dari daily tank dipompakan ke Pengabut (nozzel), di sini bahan bakar dinaikan temperaturnya hingga manjadi kabut.
2. Menggunakan kompresor udara bersih dimasukan ke dalam tangki udara start melalui saluran masuk (intake manifold) kemudian dialirkan ke turbocharger. Di dalam turbocharger tekanan dan temperatur udara dinaikan terlebih dahulu. Udara yang dialirkan pada umumnya sebesar 500 psi dengan suhu mencapai ±600°C.
3. Udara yang bertekanan dan bertemperatur tinggi dimasukan ke dalam ruang bakar (combustion chamber)
4. Bahan bakar dari convertion kit (untuk BBG) atau nozzel (untuk BBM) kemudian diinjeksikan ke dalam ruang bakar (combustion chamber).
6. Tekanan gas hasil pembakaran bahan bakar dan udara akan mendorong torak yang dihubungkan dengan poros engkol menggunakan batang torak, sehingga torak dapat bergerak bolak-balik (reciprocating). Gerak bolak-balik torak akan diubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol (crank shaft). Dan sebaliknya gerak rotasi poros engkol juga diubah menjadi gerak bolak-balik torak pada langkah kompresi.
7. Poros engkol mesin diesel digunakan untuk menggerakan poros rotor generator. Oleh generator energi mekanis ini dirubah menjadi energi listrik sehingga terjadi gaya geral listrik (ggl).
2.2 Mesin Diesel
Mesin diesel adalah salah satu jenis motor torak yang biasanya disebut motor bakar. Motor bakar atau lebih dikenal dengan nama mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) adalah suatu jenis pesawat yang prinsip kerjanya mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi kalor, kemudian diubah lagi menjadi energi mekanik atau gerak. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja.[3]
Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Mesin diesel sebagai penggerak mula PLTD yang berfungsi menghasilkan tenaga mekanis dipergunakan untuk memutar rotor generator.
mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines). [4]
Langkah kerja mesin diesel PLTD pada umumnya sebagai berikut:
Gambar 2.2 Siklus 4 Langkah Mesin Diesel
1. Langkah Isap
Pada langkah isap, torak bergerak turun, ditarik oleh batang engkol(r) yang bergerak menjauhi kepala silinder yang menimbulkan vakum dalam silinder, dan udara luar ditarik atau dihisap kedalam silinder melalui katup pemasukan yang sampai torak mencapai titik math bawah (TMB)
2. Langkah Kompresi
dalam bentuk semprotan kabut dimasukkan ke dalam udara panas dalam silinder.
3. Langkah Daya /Usaha (Power Stroke)
Langkah ini adalah akhir dari langkah kedua, gas panas mendorong torak turun dan maju. Gas mengembang dari volume silinder yang membesar dan melalui batang engkol, kemudian engkol meneruskan energi yang ditimbulkan kepada poros engkol berputar.
4. Langkah Buang (Exchaust Stroke)
Segera sebelum torak mencapai TMA, katup buang (e) membuka dan hasil pembankaran yang panas dan masih bertekanan tinggi mulai dari lubang buang keluar. Torak bergerak ke atas didorong oleh engkol membuang hasil pembakaran yang tersisa. Begitu seterusnya sehingga terjadi siklus pergerakan piston yang tidak berhenti. Siklus ini tidak akan berhenti selama faktor yang mendukung siklus tersebut tidak ada yang terputus.
Siklus diesel dapat dilihat pada gambar 2.2 proses yang terjadi pada siklus diesel adalah :
Proses a-b : Langkah kompresi.
Proses b-c : Proses pemasukan kalor pada tekanan konstan.
Proses c-d : Langkah ekspansi.
Proses d-a : Proses pembuangan kalor pada volume konstan. [5]
Proses 1-2 : Kompresi esentropik
Proses 2-3 : Penambahan kalor
Proses 3-4 : Ekspansi isentropik
Proses 4-1 : Pelepasan kalor pada volume konstan
Gambar 2.3 Diagram Siklus PV-TS
2.3 Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan bakar cair diberikan dibawah ini. [6]
2.3.1 Densitas
2.3.2 Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1.
Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum.
2.3.3 Viskositas
2.3.4 Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0C.
2.3.5 Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.
2.3.6 Panas Jenis
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 10C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.
2.3.7 Nilai Kalor
value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto.
[image:31.595.112.413.378.490.2]Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:
Tabel 2.1 Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak ( Diambil dari Thermax India Ltd.)
Bahan bakar minyak Nilai kalor kotor (GCV) (Kkal/Kg )
Minyak tanah 11100
Minyak diesel 10800
L.D.O 10700
MinyakTungku/furnace 10500
LSHS 10600
2.3.8 Sulfur
2.3.9 Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan.
2.3.10 Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih. [6]
2.3.11 Kadar Air
2.4 Bahan Bakar Solar
Minyak solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi mentah, bahan bakar ini mempunyai warna kuning cokelat yang jernih.
Minyak solar ini biasa digunakan sebagai bahan bakar pada semua jenis motor diesel dan juga sebagai bahan bakar untuk pembakaran langsung didalam dapur-dapur kecil yang menghendaki hasil pembakaran yang bersih. Minyak ini sering disebut juga sebagai gas oil, ADO, HSD, atau Dieseline. Temperatur biasa, artinya pada suhu kamar tidak menguap dan titik nyalanya jauh lebih tinggi dari pada bahan bakar bensin.
Kualitas solar dinyatakan dengan angka setana atau cetane number (CN). Bilangan setana yaitu besar prosentase volume normal cetane dalam campurannya dengan methylnaphthalene yang menghasikan karakteristik pembakaran yang sama dengan solar. Secara umum solar dapat di klasifikasikan sebagai berikut: (1) Light Diesel Fuel (LDF) mempunyai CN=50, (2) Medium Diesel Fuel (MDF) mempunyai CN=50, dan (3) Heavy Diesel Fuel (HDF) mempunyai CN=35. LDF dan MDF sering dikatakan sebagai solar no.1 dan 2. Kedua jenis solar ini sebenarnya letak perbedaanya adalah pada efek pelumasannya saja. LDF dalam hal ini lebih encer, jernih, dan ringan, sedang MDF lebih gelap, berat dan dalam pemakaiannya dalam motor bakar diperlukan syarat-syarat khusus.
untuk menggerakan motor diesel. Bahan bakar diesel (solar) mempunyai sifat utama sebagai berikut:
(1) Tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau
(2) Encer dan tidak menguap dibawah temperatur normal,
(3) Titik nyala tinggi 40℃ sampai 100℃ ,
(4) Terbakar spontan pada 350℃, sedikit di bawah bensin,
(5) Berat jenis 0,82 s/d 0,87
(6) Menimbulkan panas yang besar (10.917 kkal/kg), dan
(7) Mempunyai kandungan sulphur yang lebih besar dibanding dengan bensin.
Syarat-syarat penggunaan solar sebagai bahan bakar harus memperhatikan kualitas solar, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Mudah terbakar, artinya waktu tertundanya pembakaran harus pendek/singkat, sehingga mesin mudah dihidupkan. Solar harus memungkinkan kerja mesin yang lembut dengan sedikit knocking.
(2) Tetap encer pada suhu dingin (tidak mudah membeku), menunjukan solar harus tetap cair pada suhu rendah sehingga mesin akan mudah dihidupkan dan berputar lembut.
(4) Kekentalan, berkait dengan syarat melumas dalam arti solar harus memiliki kekentalan yang baik sehingga mudah untuk dapat di semprotkan oleh injector.
(5) Kandungan sulphur, karakteristik sulphur yang dapat merusak pemakaian komponen mesin sehingga mempersyaratkan kandungan sulphur solar harus sekecil mungkin (< 1 %) dan
(6) Angka setana, yaitu suatu cara untuk mengontrol bahan bakar solar dalam kemampuan untuk mencegah terjadinya knoking, tingkat yang lebih besar memiliki kemampuan yang lebih baik.
Menurut peraturan direktorat jendral minyak dan gas (Ditjen Migas) No.113.K/72/DJM/1999, tanggal 27 oktober 1999 tentang spesifikasi bahan bakar minyak dan gas menetapkan batasan-batasan untuk minyak solar sebagai berikut:
Tabel 2.2 Batasan sifat bahan bakar solar menurut Ditjen Migas
Sifat Batasan
Min
Batasan Max Specific gravity at 60/60°F 0,820 0,870
Color ASTM 45 3,0
Cetane number, or
alternatively 48 -
Calculate cetane index - -
Cinematic viscosity at 100°F 1,6 5,8 Viscosity SSU at 100°F, sec 35 45
Pour point °c - 65
Sulfur content %wt - 0,5
Conradson carbon residu %
wt - 0,1
Water content % wt - 0,05
Sediment % wt - 0,01
Ash content % wt - 0,01
Flash point PM cc°F 150 -
Recovery at 300°c % vol 40 -
Nilai kalor (Kcal/Kg) 10.917 10.917 Sumber: www.pertamina.com
2.5 Bahan Bakar Nabati ( Minyak Kelapa Sawit)
Bahan bakar nabati adalah semua bahan bakar yang berasal dari minyak nabati. BNN dapat berupa Bio-diesel, Bio-etanol, Bio-oil.
Minyak kelapa sawit merupakan salah satu jenis bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi. Minyak kelapa dapat dimanfaatkan secara langsung menjadi bahan bakar selayaknya solar. Minyak kelapa memiliki kekentalan 50-60 centi stokes, sedangkan solar 5 centi stokes. Suhu antara 80℃−90℃, minyak kelapa memiliki kekentalan yang setara dengan solar. Salah satu inovasi yang dikembangkan Departemen Teknik Pertanian IPB yaitu dengan memanfaatkan suhu knalpot untuk mengubah kekentalan minyak kelapa agar sama dengan solar. Gas buang knalpot memiliki temperatur 350℃−360℃ sehingga diperlukan koil pendingin untuk menurunkan temperatur knalpot, kemudian minyak kelapa melalui sebuah selang dialirkan melalui knalpot sebelum menuju ke ruang pembakaran motor diesel.
adalah asam oleic, asam linoleic, dan asam lauric. Ada karakteristik penting campuran minyak kelapa dengan minyak solar:
a). berat jenis dan viskositas sedikit lebih tinggi dari pada minyak solar, b). memiliki angka setana lebih rendah dari pada minyak solar,
c). nilai panas atau nilai kalor relatif lebih rendah dari pada minyak solar.
Cara seperti ini tentunya lebih murah dibandingkan dengan memanfaatkan kokodiesel, yaitu minyak kelapa yang telah melalui proses industri untuk diubah menjadi biodiesel. Selain itu, kelapa merupakan tanaman yang umum tumbuh di daerah pesisir, menjadikannya sumber bahan bakar yang potensial bagi nelayan setempat yang cenderung mengalami kesulitan bahan bakar, baik masalah harga maupun ketersediannya. Minyak kelapa yang dimanfaatkan adalah minyak kelapa yang telah melalui proses pemanasan guna menghilangkan asam lemak bebasnya.
2.6 Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Pengukuran SFC terdiri dari dua basis pengukuran yaitu: SFC berbasis beban dan SFC berbasis periode.
SFC =Laju (flow )bahan bakar � liter
h
� �
Output Generator ,(kW ) (Liter/kWh) Pers (1)
Sedangkan SFC periode adalah SFC yang diukur pada periode tertentu yaitu dengan mengukur laju (flow) bahan bakar pada periode waktu tertentu dibagi dengan output (kWh) yang dihasilkan generator selama periode waktu tersebut. Dengan demikian formula SFC berbasis periode dapat ditulis sebagai berikut:[7]
SFC =
Jumlah bahan bakar pada suatu periode waktu (liter )Produksi kWh ge nerator pada suatu periode waktu (kWh )
Pers (2)
2.7 Efisiensi Thermal
Kerja yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency)
η = Daya Keluaran (P)
Laju Panas yang masuk (Q)
x 100 %
Pers (3) Laju panas yang masuk Q dapat dihitung dengan :
Q = �� ���� Pers (4) dimana,
�� = Laju aliran bahan bakar (Kg/jam)
LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (J/kg)
η = �
�� .���. 3600 Pers (5)
2.8 Heat Rate
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV).
Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
HHV = 34080 C + 141790
(
�
2−
�28
) +
9200 S Pers (6) Dimana ,HHV = Nilai Kalor atas (J/Kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hydrogen dalam bahan bakar O2 = Persentase Oksigen dalam bahan bakar S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) Pers (7)
LHV = Nilai Kalor Bawah (J/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV),sedangkan peraturan SAE (Society of Automot ive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.9 Pembakaran
cukup tinggi untuk awal mulanya pembakaran. Proses pembakaran pada motor diesel tidak berlangsung dalam beberapa tahapan. Disamping itu penyemprotan bahan bakar juga tidak dilaksanakan sekaligus, tetapi berlangsung antara 30-40 derajat sudut engkol. Dalam hal ini tekanan udara akan naik selama langkah kompresi berlangsung.
Apabila suatu reaksi kimia terjadi, molekul-molekul reaktan akan diuraikan dan kemudia tersusun kembali membentuk produk (gas hasil pembakaran). Suatu bahan bakar dapat dikatakan telah terbakar sempurna jika kandungan seluruh karbon yang terdapat didalam bahan bakar yang dibakar berubah menjadi karbondioksida (CO2) dan seluruh hydrogen yang dibakar menjadi air (H2O).
Sebaliknya apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi maka dikatakan proses pembakaran tidak sempurna.
Reaksi pembakaran tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi kimia sebagai berikut :
Reaktan-reaktan Produk-produk
Atau
Bahan bakar + Pengoksidasi Produk-produk
Reaksi pembakaran sempurna dari hydrogen dengan oksigen sebagai berikut :
2 H2 + O2 = 2H2O
Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi (oksidasi) yang berlangsung sangat cepat (0,001-0,002 detik) disertai pelepasan energi. Ada tiga klasifikasi kecepatan pembakaran, yaitu:
2). Deflagaration yaitu pembakaran dengan perambatan api subsonic 3). Detonation adalah pembakaran dengan perambatan api supersonic.
Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel
Tahapan Pembakaran Pada Motor Diesel : a. Pembakaran Tertunda (A-B)
b. Rambatan Api (B-C)
Campuran yang mudah terbakar telah terbentuk dan merata diseluruh bagian dalam ruang bakar. Awal pembakaran mulai terjadi di beberapa bagian dalam silinder. Pembakaran ini berlangsung sangat cepat sehingga terjadilah letupan (explosive).
Letupan ini berakibat tekanan dalam silinder meningkat dengan cepat. Akhir tahap ini disebut tahap pembakaran letupan dengan tekanan 30 kg/cm².
c. Pembakaran Langsung (C-D)
Injektor terus menyemprotkan bahan bakar dan terakhir pada titik D karena injeksi bahan bakar terus berlangsung didalam udara yang bertekanan dan bersuhu tinggi, maka bahan bakar yang di injeksi akan langsung terbakar.
Tahap ini pembakaran dikontrol oleh jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, sehingga tahap ini disebut tahap pengontrolan pembakaran.
d. Pembakaran Lanjutan (D-E)
Dititik D, injeksi bahan bakar berhenti, namun bahan bakar masih ada yang belum terbakar. Periode ini sisa bahan bakar diharapkan akan terbakar seluruhnya. Apabila tahap ini terlalu panjang akan menyebabkan suhu gas buang meningkat dan efisiensi pembakaran berkurang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Energi listrik saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan primer kehidupan masyarakat maupun bagi perkembangan menyeluruh suatu bangsa. Khususnya di Indonesia, meningkatnya kegiatan Industri dan jumlah penduduknya, maka kebutuhan energi listrik juga mengalami peningkatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan listrik di Indonesia, antara lain harga bahan bakar, teknologi, dan budaya masyarakat.[1] Akan tetapi, implikasinya adalah terjadi peningkatan kebutuhan energi menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan bakar. Indonesia saat ini sudah tercatat sebagai negara pengimpor bahan bakar minyak walaupun sebenarnya Indonesia seharusnya mampu memproduksi bahan bakar minyak sendiri dilihat dari Sumber Daya Alam yang ada. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran, karena cadangan minyak fosil Indonesia semakin menipis bahkan bisa habis dalam kurun waktu yang tidak lama lagi.
dari sisi lainnya, PLN berusaha menjual listrik dengan harga yang murah sehingga menyebabkan PLN merugi.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM), pemerintah melakukan suatu kebijakan dengan mengembangkan penelitian dan uji coba pengembangan Bahan Bakar Nabati. Sebagai upaya untuk mendukung pengembangan Bahan Bakar Nabati telah diterbitkan Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Kebijakan utama meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan energi yang efisien, penetapan harga energi ke arah harga keekonomian dan pelestarian lingkungan.
Diantara sumber Bahan Bakar Nabati, Pure Palm Oil (PPO) adalah salah satu sumber energi yang dapat diubah atau dikonversikan menjadi biodiesel sebagai salah satu alternatif pengganti minyak diesel (Solar). Selain bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak solar, penggunaan Pure Palm oil ini juga memberikan keuntungan lainnya, yaitu tidak pernah habis karena selalu bisa diperbaharui. Saat ini PLTD titi kuning sedang melakukan uji coba Pure Palm Oil pada mesin diesel.
Oil) yang artinya adalah minyak yang telah dimurnikan tanpa melibatkan modifikasi secara kimia.
1.2Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Melengkapi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan pada program Sarjana Ekstensi Program Studi Teknik Konversi Energi.
2. Untuk memanfaatkan sumber daya alam yaitu sumber energi nabati sebagai sumber energi alternatif.
3. Menganalisa sistem bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang menggunakan bahan bakar nabati sebagi bahan bakar alternatif.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1 Bagaimana pemanfaatan minyak nabati Pure Palm Oil (PPO) ini menjadi bahan bakar alternatif pada mesin diesel yang diterapkan di PLTD Titi Kuning
2. Bagaimana spesifik konsumsi bahan bakar solar dengan spesifikasi bahan bakar nabati.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah:
2. Membahas Konsumsi campuran HSD–PPO mesin diesel ( Konsumsi bahan bakar spesifik)
3. Tidak mengikut sertakan analisis ekonominya, hanya membahas secara tekniknya.
1.5Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk penulis sendiri menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan komprehensif baik secara teori maupun praktis yang menjadi bekal untuk memasuki kerja industri terkait.
2. Membantu mahasiswa yang ingin menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengembangan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai sumber energi alternatif.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman, maka penulis membuat sistematika penulisan dalam laporan tugas akhir ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan, manfaat, rumusan masalah, sistematika
penulisan tugas akhir.
BAB II TEORI DASAR
prinsip kerja mesin diesel,konsumsi bahan bakar spesifik, persamaan-persamaan yang digunakan.
BAB III PENGUMPULAN DATA
Bab ini berisi tentang spesifikasi mesin, peralatan penunjang pada sistem bahan bakar.
BAB IV ANALISA DATA
Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui
pembahasan perhitungan dan penganalisaan tugas akhir.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
ABSTRAK
Dengan digunakannya bahan bakar konvesional, ada kemungkinan PLTD akan sulit dioperasikan di masa depan dikarenakan persediaan minyak bumi dunia yang semakin menipis. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah melakukan suatu kebijakan dengan mengembangkan penelitian dan uji coba pengembangan Bahan Bakar Nabati.
Diantara sumber Bahan Bakar Nabati, Pure Palm Oil (PPO) adalah salah satu sumber energi yang dapat diubah atau dikonversikan menjadi biodiesel sebagai salah satu alternatif pengganti minyak diesel (Solar). Selain bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak solar, penggunaan Pure Palm oil ini juga memberikan keuntungan lainnya, yaitu tidak pernah habis karena selalu bisa diperbaharui. Saat ini PLTD titi kuning sedang melakukan uji coba dan sudah menggunakan Pure Palm Oil pada mesin diesel, pada unit 6.
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka analisa pemakaian bahan bakar campuran HSD – PPO terdapat nilai SFC yang berbeda dengan effisiensinya. HSD mempunyai SFC 0,1460 ltr/kWh dan effisiensi beban sebesar 57 %, sedangkan PPO mempunyai SFC 0,101 ltr/kWh dan effisiensi beban sebesar 21 %, ini berarti konsumsi pemakaian bahan bakar campuran HSD 60 % – PPO 40 % dapat mengurangi pemakaian HSD 100% dengan menggunakan Bahan Bakar Nabati dimasa mendatang.
TUGAS AKHIR
STUDI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR MINYAK SOLAR
HSD DICAMPUR DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK
NABATI PPO APLIKASI PADA PLTD TITI KUNING
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Ekstensi (PPSE) Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Oleh :
NIM : 130422020 FITRIANA SIMAMORA
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Dengan digunakannya bahan bakar konvesional, ada kemungkinan PLTD akan sulit dioperasikan di masa depan dikarenakan persediaan minyak bumi dunia yang semakin menipis. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah melakukan suatu kebijakan dengan mengembangkan penelitian dan uji coba pengembangan Bahan Bakar Nabati.
Diantara sumber Bahan Bakar Nabati, Pure Palm Oil (PPO) adalah salah satu sumber energi yang dapat diubah atau dikonversikan menjadi biodiesel sebagai salah satu alternatif pengganti minyak diesel (Solar). Selain bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak solar, penggunaan Pure Palm oil ini juga memberikan keuntungan lainnya, yaitu tidak pernah habis karena selalu bisa diperbaharui. Saat ini PLTD titi kuning sedang melakukan uji coba dan sudah menggunakan Pure Palm Oil pada mesin diesel, pada unit 6.
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka analisa pemakaian bahan bakar campuran HSD – PPO terdapat nilai SFC yang berbeda dengan effisiensinya. HSD mempunyai SFC 0,1460 ltr/kWh dan effisiensi beban sebesar 57 %, sedangkan PPO mempunyai SFC 0,101 ltr/kWh dan effisiensi beban sebesar 21 %, ini berarti konsumsi pemakaian bahan bakar campuran HSD 60 % – PPO 40 % dapat mengurangi pemakaian HSD 100% dengan menggunakan Bahan Bakar Nabati dimasa mendatang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Selama masa perkuliahan sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, Penulis banyak memperoleh bimbingan, dukungan dan pertolongan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati Penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga yang tercinta, yang senantiasa berdoa untuk keberhasilan Penulis dan yang telah begitu banyak memberikan dukungan moril maupun spiritual kepada Penulis.
2. Bapak Ir. Eddy Warman, MT selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas segala bimbingan, pangarahan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Ir. Syamsul Amien, MS dan Bapak Ir. Raja Harahap, MT. selaku dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Syiska Yana, ST. MT, selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan masukan dan pengarahan dalam menyelesaikan perkuliahan.
5. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si. selaku Ketua Depatemen Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Ir. Rahmat Fauzi, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.
7. Rekan-rekan seangkatan Jurusan Teknik Elektro Ekstensi 2013 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
9. Untuk teman – teman yang memberi dukungan seperti Sovia, Putri, K’Vita. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan juga kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Medan, Agustus 2016 Hormat Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Tugas Akhir ... 3
1.3 Rumusan Masalah ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Manfaat Tugas Akhir ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ... 6
2.1.1 Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ... 6
2.1.2 Prinsip Kerja PLTD… ... 7
2.2 Mesin Diesel ... 9
2.3 Bahan Bakar Cair ... 12
2.3.1 Densitas ... 12
2.3.2 Spesific gravity ... 12
2.3.3 Viskositas... 13
2.3.5 Titik Tuang ... 14
2.3.6 Panas Jenis ... 14
2.3.7 Nilai Kalor ... 14
2.3.8 Sulfur ... 15
2.3.9 Kadar Abu... 15
2.3.10 Residu Karbon ... 16
2.3.11 Kadar Air ... 16
2.4 Bahan Bakar Solar... 17
2.5 Bahan Bakar Nabati (Minyak Kelapa Sawit ) ... 20
2.6 Konsumsi Bahan Bakar ... 21
2.7 Efisiensi Termal ... 22
2.8 Heat Rate ... 23
2.9 Pembakaran ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitia ... 28
3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 28
3.3 Objek Penelitian ... 28
3.4 Variabel yang diamati ... 28
3.5 Prosedur pengambilan data ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 31
4.2 Pembahasan ... 36
4.3 Analisa Biaya Bahan Bakar... 43
4.5 Kelemahan menggunakan Bahan Bakar Nabati ... 44 4.6 Keuntungan menggunakan Bahan Bakar Minyak Solar HSD ... 45 4.7 Kelemahan menggunakan Bahan Bakar Minyak Solar HSD... 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ... 7
Gambar 2.2 Siklus 4 Langkah Mesin Diesel ... 10
Gambar 2.3 Diagram Siklus PV-TS ... 19
Daftar Tabel
Tabel 2.1 ... 15
Tabel 2.2 ... 19
Tabel 4.1 ... 31
Tabel 4.2 ... 32
Tabel 4.3 ... 33
Tabel 4.4 ... 34