Sulis Wardani
ABSTRAK
KEBERFUNGSIAN LATAR UNTUK MENDUKUNG PENOKOHAN DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SERTA KELAYAKANNYA SEBAGAI
BAHAN AJAR SASTRA DI SMA Oleh
Sulis Wardani
Masalah dalam penelitian ini adalah keberfungsian latar untuk mendukung
penokohan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan keberfungsian latar untuk mendukung
penokohan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy dan menentukan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.
Hasil penelitian ini ditemukan keberfungsian latar untuk mendukung penokohan.
Melalui fungsi latar sebagai salah satu unsur fiksi, keberfungsian latar tempat
mendeskripsikan tokoh Aku yang berkehidupan sederhana, berpendidikan, tokoh
Ibu yang religius, dan tokoh Ibu Mertua sebagai manusia yang berpendidikan.
Keberfungsian latar waktu mendeskripsikan tokoh Aku yang tepat waktu, tokoh
Raihana sebagai isteri yang religius. Keberfungsian latar sosial mendeskripsikan
tokoh Aku sebagai anak yang berbakti dan mau berubah, tokoh Raihana yang
Sulis Wardani
anaknya, tokoh Pak Hardi yang suka memuji, dan tokoh Pak Qolyubi yang
berpendidikan dan hidupnya bergantung pada kekayaan orang tuanya.
Melalui fungsi latar sebagai metaforik, keberfungsian latar tempat
mendeskripsikan tokoh Aku yang tidak menemukan hari-hari indahnya, bahagia
karena akan bertemu dengan orang yang didambakannya. Keberfungsian latar
sosial mendeskripsikan tokoh Aku yang mandiri, tokoh Raihana yang anggun,
lembut, tenang, setia, dan patuh pada suaminya, tokoh Pak Susilo dilukiskan
sebagai manusia yang menyukai sesuatu yang mulia.
Melalui fungsi latar sebagai atmosfer, keberfungsian latar tempat mendeskripsikan
tokoh aku yang menyesal namun sudah terlambat. Keberfungsian latar sosial
mendeskripsikan tokoh Pak Qolyubi yang berstatus sosial tinggi.
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy layak untuk
dijadikan bahan ajar sastra di SMA. Kelayakan novel tersebut karena memenuhi
kriteria agar suatu karya sastra (novel) dapat digunakan sebagai bahan ajar, yaitu
harus memberi kenikmatan atau hiburan dan memberikan ketepatan dalam wujud
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diperolah simpulan bahwa
keberfungsian latar untuk mendukung penokohan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy meliputi: fungsi latar sebagai salah satu unsur fiksi, fungsi latar sebagai metaforik, dan fungsi latar
sebagai atmosfer.
Melalui fungsi latar sebagai salah satu unsur fiksi, keberfungsian latar tempat
mendeskripsikan tokoh Aku yang berkehidupan sederhana dan berpendidikan,
tokoh Ibu yang religius, dan tokoh Ibu Mertua yang berpendidikan.
Keberfungsian latar waktu mendeskripsikan tokoh Aku yang tepat waktu dan
Raihana sebagai isteri yang religius. Keberfungsian latar sosial
mendeskripsikan tokoh Aku sebagai anak yang berbakti dan mau berubah,
tokoh Raihana yang perhatian terhadap suaminya, tokoh Ibu yang egois dan
ingin yang terbaik untuk anaknya, tokoh Pak Hardi yang suka memuji, serta
tokoh Pak Qolyubi yang berpendidikan dan hidupnya bergantung pada
kekayaan orang tuanya.
Melalui fungsi latar sebagai metaforik, keberfungsian latar tempat
mendeskripsikan tokoh aku yang tidak menemukan hari-hari indahnya dan
Keberfungsian latar sosial mendeskripsikan tokoh aku yang mandiri, tokoh
Raihana yang anggun, lembut, tenang, setia, dan patuh pada suaminya, dan
tokoh Pak Susilo yang menyukai sesuatu yang mulia.
Melalui fungsi latar sebagai atmosfer, keberfungsian latar tempat
mendeskripsikan tokoh aku yang menyesal namun sudah terlambat.
Keberfungsian latar sosial mendeskripsikan tokoh Pak Qolyubi yang berstatus
sosial tinggi.
Jadi, dari ketiga fungsi latar untuk mendukung penokohan di atas ditemukan
bahwa tokoh aku berkehidupan sederhana, berpendidikan, tepat waktu, anak
yang berbakti, mau berubah, tidak menemukan hari-hari indahnya, bahagia
karena akan bertemu dengan orang yang didambakannya, tidak menemukan
hari-hari indahnya, mandiri, dan menyesal namun sudah terlambat. Tokoh Ibu
yang religius, egois, dan ingin yang terbaik untuk anaknya. Tokoh Raihana
yang religius, perhatian terhadap suaminya, anggun, lembut, tenang, setia, dan
patuh pada suaminya. Tokoh Ibu Mertua yang berpendidikan. Tokoh Pak
Hardi yang suka memuji. Tokoh Pak Qolyubi yang berpendidikan, hidupnya
bergantung pada kekayaan orang tuanya, dan berstatus sosial tinggi. Tokoh
Pak Susilo yang menyukai sesuatu yang mulia.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel Pudarnya Pesona
Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy layak dijadikan bahan ajar sastra di SMA. Hal ini dikerenakan novel tersebut memenuhi kriteria agar suatu
kenikmatan atau hiburan dan memberikan ketepatan dalam wujud
pengungkapan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian di atas, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut.
1. Novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy memberi kenikmatan atau hiburan dan memberikan ketepatan dalam
wujud pengungkapan. Hal tersebut dapat terlihat jika novel Pudarnya Pesona Cleopatra dipahami dan diapresiasi secara tepat. Berdasarkan hal tersebut, penulis menyarankan kepada guru bahasa dan sastra Indonesia
untuk menggunakan novel Pudarnya Pesona Cleopatra sebagai alternatif
bahan ajar sastra di SMA terkait materi latar.
2. Bagi siswa SMA yang gemar membaca karya sastra, novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy sangat baik untuk dijadikan bahan bacaan. Selain siswa dapat mempelajari latar, siswa juga
mendapatkan kenikmatan atau hiburan dan ketepatan dalam wujud
pengungkapan.
3. Bagi pembaca umum yang ingin mengadakan penelitian pada novel
Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy agar meneliti dengan fokus penelitian yang berbeda, sehingga akan diperoleh
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mengapresiasi sebuah novel dapat dilakukan melalui unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang berada di dalam
novel dan secara langsung membangun cerita. Misalnya, peristiwa, cerita,
plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya
bahasa, dan lain-lain. Adapun unsur ekstrinsik novel adalah unsur-unsur yang
berada di luar novel tetapi secara langsung mempengaruhi bangunan novel.
Unsur ekstrinsik ini berupa nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia.
Misalnya, psikologi, ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain.
Terkait dengan latar sebagai salah satu unsur intrinsik novel, latar atau setting
disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan. Latar sebagai salah satu unsur pembangun novel juga dapat
digunakan untuk mengkaji dan menganalisis keterjalinannya dengan
unsur-unsur pembangun lainnya. Jika novel itu merupakan sebuah karya yang
berhasil, latarnya pasti terjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan
Latar bersama dengan tokoh dan plot termasuk ke dalam fakta (cerita), sebab
ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca
secara faktual jika membaca cerita fiksi.
Latar yang mendapat penekan, yang dilengkapi dengan sifat-sifat khasnya,
akan sangat mempengaruhi penokohan dan keseluruhan cerita. Perbedaan
latar, baik yang menyangkut hubungan tempat, waktu, maupun sosial,
menuntut adanya perbedaan pengaluran dan penokohan. Penokohan memang
tak hanya ditentukan oleh latar, namun setidaknya peranan latar harus
dipertimbangkan. Jika terjadi ketidakseimbangan antara latar dengan
penokohan, cerita menjadi kurang wajar, kurang meyakinkan. Pembaca yang
kritis, barangkali akan menganggap hal semacam ini sebagai kelemahan karya
fiksi yang bersangkutan (Nurgiantoro, 2007:225-226).
Tokoh-tokoh cerita tidak akan hadir begitu saja kepada pembaca. Mereka
memerlukan sarana yang memungkinkan kehadirannya. Sebagai novel yang
bersifat menyeluruh dan padu serta memiliki tujuan artistik, kehadiran dan
penghadiran tokoh-tokoh cerita haruslah juga dipertimbangkan dan tak lepas
dari tujuan tersebut. Masalah penokohan dalam sebuah novel tak semata-mata
hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para
tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan
penghadirannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung
tujuan artistik karya yang bersangkutan. Sarana yang dapat menunjang
Latar sekitar tokoh sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan
latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah
diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain. Keadaan latar tertentu,
memang dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula di pihak pembaca,
meskipun juga membutuhkan ketelitian dan kekritisan di pihak pembaca.
Latar dan penokohan memiliki hubungan yang sangat erat dan bersifat timbal
balik. Sifat-sifat latar akan mempengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan tak
berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan
latarnya. Hal ini akan tercermin misalnya, sifat-sifat orang desa jauh di
pedalaman akan berbeda dengan sifat orang-orang kota. Cara berpikir dan
bersikap orang desa lain dengan cara berfikir dan bersikap orang kota. Adanya
perbedaan tradisi, konvensi, keadaan sosial, dan lain-lain yang menciri
tempat-tempat tertentu, langsung atau tak langsung akan berpengaruh pada
penduduk, tokoh cerita. Di pihak lain, juga dapat dikatakan bahwa sifat-sifat
dan tingkah laku tertentu yang ditunjukkan oleh seorang tokoh mencerminkan
dari mana dia berasal. Misalnya, orang-orang yang bergaya hidup mewah,
menggunakan perhiasan yang berlebihan, kebanyakan menunju pada
orang-orang yang berstrata sosial tinggi. Begitu pula sebaliknya, orang-orang-orang-orang yang
menggunakan pakaian compang-camping menunju pada orang-orang yang
Latar dan penokohan jika dikaitkan dengan pembelajaran sastra di SMA, tidak
akan lepas dari ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
yaitu apresiasi novel. Pembelajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang
besar untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata, yang cukup sulit untuk
dipecahkan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran sastra perlu
diberikan sejak tingkat sekolah dasar dan pembelajaran sastra secara khusus
mulai diterapkan pada tingkat menengah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Semi berikut.
Pengajaran sastra di sekolah menengah pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya. Dengan membaca karya sastra, diharapkan para siswa memperoleh pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, dan mendapatkan ide-ide baru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok pengajaran sastra adalah untuk mencapai kemampuan apresiatif (Semi, 1993:152-153).
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik agar berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap
hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006:15).
Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bertujuan agar peserta didik/siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia (Depdiknas, 2006:15-16).
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra merupakan buah karya Habiburrahman El
Shirazy. Beliau adalah seorang pengarang yang sangat produktif sehingga
karya yang dihasilkannya menjadi fenomenal. Keproduktifan Habiburrahman
El Shirazy dalam menulis novel-novelnya sudah diakui oleh para pembaca
atau penikmat sastra sebab karya-karyanya tersaji dengan bahasa yang halus
tanpa terkesan menggurui. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin Nurdin
(dalam Shirazy, 2007:83) yang menyatakan bahwa “kepiawaian Kang Abik
menulis setara dengan HAMKA, Kuntowijoyo, dan bahkan menyamai
Gibran”. Karena kepiawaiannya dalam menulis itu, maka dua di antara
karya-karyanya sudah difilmkan. Novel yang sudah difilmkan itu berjudul Ayat-Ayat
Meskipun novel Pudarnya Pesona Cleopatra tidak difilmkan, namun isi dalam novel ini tidak kalah menariknya dengan novel yang telah difimkan.
Boleh dikatakan novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah novel eksperimen sebelum menulis novel Ayat-Ayat Cinta. Karena sambutan yang cukup hangat
dari pembaca atas Pudarnya Pesona Cleopatra barulah pengarang berani mempublikasikan Ayat-Ayat Cinta. Meskipun novel ini lebih pendek dan lebih
sederhana dari Ayat-Ayat Cinta, membaca novel mini ini akan mendapatkan
sesuatu yang patut dipetik (Shirazy, 2007:v-vi).
Cukup banyak tanggapan yang disampaikan oleh pembaca, dan itu semua
berlangsung sebelum Ayat-Ayat Cinta terbit. Di antaranya adalah tanggapan
dari seorang ustadz muda dari pesantren Raudhatush Shalihin, Batur, Klaten
yang bernama Al Ustadz K.H. Aswin Yunan Zarkasi, I.C. Usai membaca
karya ini beliau berkomentar “sungguh karya yang sarat hikmah dan
menyentuh. Bahasanya sederhana namun indah”. Tanggapan itu juga datang
dari seorang pembaca yang tidak menyebutkan identitasnya, menulis pesan
melalui SMS kepada pengarang, usai membaca karya sederhana ini “setiap
kali membaca novel Kang Abik, melahirkan spirit dalam diri saya untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Dapat seberbakti Niyala (dalam Setetes
Novel yang berjudul Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy berisi dua buah novel. Novel yang pertama berjudul Pudarnya Pesona
Cleopatra dan novel yang kedua berjudul Setetes Embun Cinta Niyala. Namun, yang dikaji dalam penelitian ini adalah novel Pudarnya Pesona Cleopatra.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud mengkaji keberfungsian latar untuk
mendukung penokohan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El-Shirazy serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di
Sekolah Menengah Atas (SMA).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
merumuskan masalah “Bagaimanakah keberfungsian latar untuk mendukung
penokohan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El
Shirazy serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. mendeskripsikan keberfungsian latar untuk mendukung penokohan dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy;
2. mengetahui apakah novel tersebut layak digunakan sebagai alternatif
bahan ajar sastra di SMA ditinjau dari keberfungsian latar untuk
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk:
1. meningkatkan pemahaman dan apresiasi pembaca khususnya siswa SMA
terhadap karya sastra mengenai keberfungsian latar untuk mendukung
penokohan dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy;
2. membantu guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mencari
alternatif bahan ajar yang diminati oleh siswa SMA;
3. menginformasikan kepada pembaca, siswa, dan guru tentang deskripsi
keberfungsian latar untuk mendukung penokohan yang terdapat dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. keberfungsian latar untuk mendukung penokohan;
a. latar sebagai unsur fiksi
b. latar sebagai metafora
c. latar sebagai atmosfer