PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
(Skripsi)
Oleh BEKI ANTIKA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
oleh
BEKI ANTIKA
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi :Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Yang Menjual Makanan Mengandung Bahan Berbahaya.
Nama Mahasiswa :Beki Antika
No. Pokok Mahasiswa : 0852011042 Program Studi : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Diah Gustiniati, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H.
NIP. 19620817 198703 2 003 NIP. 1961123119890803 1 023
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………
Sekretaris/ Anggota :Tri Andrisman, S.H., M.H. ………
Penguji Utama :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H ………
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, SH., MS. NIP. 196211091987031003
RIWAYAT HIDUP
Motto
Keluarga = motivasi. Demi mereka, tak akan ada putus
asa.
Dua hal yang tidak ada sesuatu pun yang melebihi
keunggulannya ialah : Iman kepada ALLAH dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan limpahan
karuniaNya, akhirnya skripsi dengan judul ”Penegakan Hukum Terhadap
Pelaku Usaha Yang Menjual Makanan Menganndung Bahan
Berbahaya”sampai juga ketepian. Diawal perjalanan tak terperikan banyak aral
yang melintang, jika menengok sejenak kebelakang betapa banyak tonggak dan duri serta rintangan yang menghadang, rasa-rasanya skripsi ini tak sanggup penulis selesaikan. Ternyata Yang Maha Kuasa berkehendak lain dan alhamdulillah, baru sebatas inilah yang sanggup penulis berikan melalui akal pikiran dan hati nurani sembari merenung atas ketidaksempurnaan. Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, SH., MS.. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H. selaku ketua bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung,
4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku pembimbing II, yang telah memberikan masukan, saran dan kritikan kepada penulis demi sempurnanya skripsi ini dan memberi semangat dan motifasi disaat penulis.
5. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku pembahas I, yang telah memberikan kritikan-kritikan membangun demi sempurnanya skripsi ini. 6. Ibu Dona Raisa M, S.H., M.H. selaku pembahas, yang telah memberikan
kritikan-kritikan membangun demi sempurnanya skripsi ini.
7. Bapak J.P. Widodo, S.H., M.H. selaku pembimbing mahasiswa yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini
8. Dan untuk pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 9. Almamater yang tercinta
Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan ridho dan rahmatnya bagi kita semua. Amien.
Bandar Lampung, Penulis
PERSEMBAHAN
Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT, zat yang tiada
bandingnya yang telah menjadikan segala sesuatu yang sulit ini
menjadi mudah,
Dengan segala kerendahan hati
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
Keluarga Kecilku yang berbahagia, ayahandaku Raja Bintang
Asnawi dan ibundaku Karlena yang telah membesarkan dan
mendidikku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, yang selalu
berdo a disetiap waktu demi kesuksesanku, anakmu tersayang.
Kakak , Nan ku Andhi Arika yang telah membantuku dukungan baik
moril maupun meteril untuk adikmu tersayang
Sahabat-sahabatku yang telah mengisi hari-hariku melewati suka dan
duka bersama.
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah,SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana
3. Ibu J.P.Widodo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan bantuannya selama penulis menempuh masa studi.
4. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, dan mendukung penulis selama penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran.
6. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan, dan kritik yang membangun kepada penulis.
7. Ibu Donna Raisa M, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan, dan kritik yang membangun kepada penulis.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu, khusunya ilmu hukum kepada penulis.
9. Ayahanda dan ibundaku tersayang, kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda baktiku.terimakasih yang tiada terkira atas doa, dukungan baik moril dan materil sebagai sebagian bentuk limpahan kasih sayang yang tak terkira telah diberikan kepadaku sampai saat ini juga semua motivasi yang tiada bosan-bosan diberikan untuk mengembalikan semua semangat-semangatku. 10.Kakakku, ‘Nan Andhi Arika yang dengan kesetiaannya memberikan
semangat, motivasi dan dukungan sehingga melatihku untuk menjadi lebih dewasa serta doa yang tak pernah pudar.
11. Keluarga Besar, Ajo Erson, S.E, dan Isinan yang dengan selalu berusaha membuatku dewasa dalam menjalani semua rintangan dan hambatan hidup sehingga menjadikanku lebih sabar serta doa yang tak pernah pudar.
12. Keluarga Besar, Buya Samsudin dan Ibu , Pangkal dan Mama, Impian dan Kiyai, terimakasih untuk semangat dan dukungannya.
13. Keluarga Besar, Abi dan Umi Pir, Pak Alom dan Inna, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
15. Keluarga Besar Gusti Hendri terimakasih atas dukungan dan semangatnya. 16. Keluarga Besar, Abah Amran dan Ibu, Fuji dan Pun, terimakasih atas
dukungan dan semangatnya.
17. Keluarga Besar, Pak Herfani dan Ibu, terimakasih atas doa dan dukungannya. 18.Spesial untuk n’da Trya Anasya Achaba dan Yona Inna Windhatria,
terimakasih atas segalanya yang tidak akan terlupakan, serta dukungan dan bantuannya selama ini.
19. Sahabat-sahabat terbaikku: Uci, Dhola, Ve, Inna, Trya, Cute, Zubeda, Putri, Silka,Warda, Melda, Ika, Desi, terima kasih atas persahabatan yang tidak terlupakan dan telah mengisi hari-hariku melewati suka dan duka bersama. 20. Teman Terbaik Kecilku : M. Hendi Vaneza dan Imam Marga Sanjaya terima
kasih atas semua cerita serta pengalaman yang kita lalui bersama.
21. Teman Terbaikku : Chubby Febri Dian, Emek Innasukma Wayan, Wiyogo, Aris, Budi, Kharlin Silva Sari, Friska Fikachu, Tati, Vivi, Yuyun, Novian, Ervi, Vera, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya.
22. Spesial Pasangan : Agusman Ibrohim dan Dampak AS Vera Febriana Ibrohim semoga menjadi pasangan yang bahagia dan abadi.
23. Teman-Teman seperjalananku “road to bandung” : Emil, Nizar, Adia, Agus, Jefri, Sandy, Nata, Reza P, Feri, Cahyadi terima kasih teman-teman telah menyelipkan satu kenangan manis yang tak terlupakan dan akan selalu kukenang.
desa Tiuh Baru Kec Negeri Besar Kab Way Kanan, semua suka cita dan pengalaman yang tak terlupakan.
25. Keluarga Besar Desa Tiuh Baru : Bapak dan Ibu Lurah Zulkifli, Pakdo dan Mami, Pak Nabun dan ibu, Bapak dan Ibu Ansori, Bapak dan Biksu,Uncu. Terimakasih sudah menerima kami dan menyelipkan suatu kenangan yang tak terlupakan akan selalu kukenang.
26. Keluarga Besar : Bapak dan Ibu Herman Kosan Terima Kasih.
27. Teman-teman Kosanku : Chubby, vivin, mila, eni, wiwin, martin, yana, m’fit,
kdi, eka, tri, dian, erni, ita, terima kasih untuk kebersamaan nya.
28. Teman-teman Dewa dan Lapak : Viler, Nizar, N’jef, Cah, Nata, Sendy, Bayu,
Semoga kedapan nya selalu menjadi rekan dan main besar.
29. Spesial untuk: Oma Guru Ngaji, terimakasih untuk semangat dan doa nya. 30. Koresponden dari Polda, Balai POM, Kejaksaan Bandar Lampung, Konsumen
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga semua amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..
Bandar Lampung, 11 Mei 2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para konsumen, sebagaimana diberitakan dalam media massa, seperti penjualan makanan gorengan yang minyak gorengnya dicampur plastik, makanan bakso tusuk, ayam siap saji kadaluwarsa yang dijajakan untuk anak-anak sekolah dasar, dan sebagainya.
Tindakan pelaku usaha yang demikian ini sangat merugikan masyarakat yang membeli dan mengkonsumsi makanan yang berbahaya tersebut, karena dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Perbuatan yang sebagaimana disebutkan di atas merupakan kejahatan di bidang perlindungan konsumen merupakan bentuk kejahatan yang tidak saja merugikan konsumen dari segi ekonomi, tetapi juga kesehatan, bahkan keselamatan jiwa.
2
Kasus makanan yang mengandung bahan berbahaya terus berlanjut pada tahun 2008 ini, misalnya kulit sapi sebagai bahan untuk membuat sayur atau kerupuk kulit, berdasarkan penemuan BPOM Semarang diduga berasal dari pabrik kulit, dimana kulit-kulit hasil olahan untuk membuat sepatu yang tidak terpakai dijual di pasaran sebagai bahan untuk membuat kerupuk kulit. Lebih lanjut pada bulan September 2011 yang lalu salah satu stasiun TV swasta memberitakan tentang makanan gorengan, yang untuk mengawetkan dan membuat renyah gorengan tersebut, ke dalam minyak goreng yang mendidih dimasukkan plastik yang digunakan untuk pembungkus sehari-hari
Tindak pidana di bidang makanan yang berbahaya di Lampung, yaitu dengan memproduksi makanan tidak sesuai dengan peraturan di bidang makanan dapat diketahui dari Laporan Tahunan 2011 Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Bandar Lampung yang menyatakan:
Pemeriksaan setempat terhadap makanan jajanan pada tahun 2011 sebanyak 197 sampel makanan jajanan, yang terdiri makanan berupa bakso (44 sampel), tahu (6 sampel), mie (22 sampel), makanan setempat ( 62 sampel), kembang gula (35 sampel), dan jipang (28 sampel). Didapat hasil pengujian terhadap makanan tersebut di atas, bakso yang mengandung boraks 11 sampel, tahu yang mengandung formalin 2 sampel, mie yang mengandung boraks 11 sampel dan formalin 21 sampel, makanan setempat yang mengandung boraks 2 sampel dan rodamin 20 sampel, kembang gula yang mengandung methanil yellow 11 sampel, serta jipang yang mengandung methanil yellow 3 sampel. (Laporan Tahunan BPOM Bandar Lampung 2011).
3
1. Menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang, misalnya: pewarna Rhodamin B atau Methanil Yellow, bahan pengawet Boraks atau Formalin. 2. Kebersihan ruang produksi, peralatan produksi dan karyawan tidak terjamin
sehingga berpotensi menyebabkan terkontaminasi secara mikrobiolgi. 3. Label belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Penambahan BTP (Bahan Tambahan Pangan) tidak dilakukan perhitungan (tidak ditimbang).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa di Provinsi Lampung tindak pidana di bidang makanan yang berbahaya sudah terjadi, walaupun intensitasnya tidak terlalu besar. Namun, harus dapat dicegah sedini mungkin, karena I.S. Susanto dalam bukunya yang berjudul "Kejahatan Korporasi", bahwa kejahatan korporasi (salah satunya tindak pidana di bidang makanan yang berbahaya) dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik itu dari segi ekonomi, kesehatan, maupun merenggut jiwa manusia (I.S. Susanto, 1996: 23).
4
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
a. Bagaimanakah upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya?
b. Apakah faktor yang menghambat upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya. Substansi penelitian dibatasi pada upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya . Lokasi penelitian di wilayah Bandar Lampung.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
5
2. Kegunaan Penelitian a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan dan pengembangan ilmu hukum di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah, khususnya penegak hukum dalam rangka melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian (Soerjono Soekanto, 1986: 124).
6
penegakan hukum pidana yang terjadi dalam masyarakat dapat dilakukan secara penal (hukum pidana) dan non penal (tanpa menggunakan hukum pidana).
Menurut Sudarto (1986: 113) penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan dua cara:
1. Upaya Non Penal(Preventif)
Upaya penegakan hukum secara non penal ini lebih menitikberatkan pada pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan tanpa menggunakan sarana pidana atau hukum pidana, misalnya:
a) Penanganan objek kriminalitas dengan sarana fisik atau konkrit guna mencegah hubungan antara pelaku dengan objeknya dengan sarana pengamanan, pemberian pengawasan pada objek kriminalitas.
b) Mengurangi atau menghilangkan kesempatan berbuat kriminal dengan perbaikan lingkungan.
c) Penyuluhan kesadaran mengenai tanggung jawab bersama dalam terjadinya kriminal yang akan mempunyai pengaruh baik dalan penanggulangan kejahatan.
2. Upaya Penal(Represif)
7
Demikian pula Hoefnagels (dalam Barda Nawawi Arief, 1996: 48) menyatakan upaya penegakan hukum dapat ditempuh dengan cara:
a. Penerapan hukum pidana (criminal law aplication);
b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa (influencing view of society on crime and punishment/mass media) (Barda Nawawi Arief, 1996: 48).
Lebih lanjut dikatakan oleh Barda Nawawi Arief (1996: 49), bahwa upaya penegakan hukum secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur "penal" (hukum pidana) dan lewat jalur "non-penal" (bukan/di luar hukum pidana) (Barda Nawawi Arief, 1996: 48).
Berbicara mengenai masalah penegakan hukum tidak terlepas dari faktor-faktor yang menghambat upaya penegakan hukum, yang menurut Soerjono Soekanto dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Faktor perundang-undangan ( substansi hukum).
8
2. Faktor penegak hukum
Bahwa faktor penegak hukum ini menentukan proses penegakan hukum yaitu pihak-pihak yang menerapkan hukum tersebut. Adapun pihak-pihak ini yang langsung terkait dalam proses fungsionalisasi huktim pidana terhadap perbuatan yang merusak obyek dan daya tarik wisata.
3. Faktor Prasana atau Fasilitas
Penegakan hukum akan berlangsung dengan baik apabila didukung dengan sarana atau fasilitas yang cukup. Sarana atau fasilitas ini digunakan untuk mencapai tujuan, yaitu tercapainya masyarakat yang tertib dan taat hukum. 4. Faktor kesadaran hukum
Merupakan bagian terpenting dari masyarakat yang menetukan penegakan hukum dan kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu, sedangkan kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum itu (Soerjono Soekanto, 1983: 45).
2. Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986: 132).
9
menjelaskan berbagai istilah yang digunakan dalam penulisan ini. Adapun istilah-istilah yang berkaitan dengan judul penulisan skripsi ini:
1. Upaya adalah usaha; ikhtiar (untuk mendapat suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya) (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003: 1250).
2. Penegakan hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara konkret (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992: 157).
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). 4. Makanan adalah barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum
manusia serta semua bahan yang digunakan pada produksi makanan dan minuman (Pasal 1 sub (1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 382/Men.Kes./Per/VI/1989 tentang Wajib Daftar Makanan).
10
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang terdiri dari: Bab I yang berisi uraian tentang pendahuluan; Bab II yang berisi uraian tentang tinjauan pustaka; Bab III yang berisi uraian tentang metode penelitian; serta Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, serta Bab V berisi kesimpulan dan saran yang sekaligus merupakan penutup dari skripsi ini.
I PENDAHULUAN
Berisi tentang pendahuluan yang mengungkapkan latar belakang yang menjadi titik tolak dalam merumuskan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang menjelaskan teori dan istilah yang digunakan dalam penelitian serta sistematika penulisan.
II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab II ini akan dibahas mengenai pengertian penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, perlindungan konsumen terhadap makanan yang mengandung bahan berbahaya serta makanan yang mengandung bahan berbahaya sebagai kejahatan di Bidang Ekonomi
III METODE PENELITIAN
11
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dibahas mengenai karakteristik responden, penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya serta faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
V PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni. Bandung. 1992.
Raharjo, Satjipto.Masalah Penegakan Hukum.Sinar Baru. Bandung. tt.
Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2000.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali. Jakarta. 1983.
---, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986. Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung, 1983.
Susanto, I.S. Kejahatan Korporasi. Fakultas Hukum Undip. Semarang. 1996. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka. Jakarta. 2003.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 382/Men.Kes/Per/VI/1989 tentang Wajib Daftar Makanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum (Satipto Rahardjo, tt: 15).
Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut suatu penyerasian antara lain dan kaidah serta perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya, perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian.
13
idah-kaidah yang simpangsiur dan pola perilaku yang tidak terarah yang menggangu kedamaian pergaulan hidup.
Menurut Soerjono Soekanto (1983: 5) penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan. Walaupun dalam kenyataan di Indonesia kecendurangan adalah demikian. Sehingga pengertian Law Enforcement begitu populer. Bahkan ada kecendurangan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksana keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan pengadilan, bisa terjadi malahan justru mengganggu kedamaian dalam pergaulan hidup masyarakat.
Membicarakan penegakan hukum pidana sebenarnya tidak hanya bagaimana cara membuat hukum itu sendiri, melainkan juga mengenai apa yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, dalam menangani masalah-masalah dalam penegakan hukum pidana yang terjadi dalam masyarakat dapat dilakukan secara penal (hukum pidana) dan non penal (tanpa menggunakan hukum pidana).
14
1. Upaya Non Penal(Preventif)
Upaya penegakan hukum secara non penal ini lebih menitikberatkan pada pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan tanpa menggunakan sarana pidana atau hukum pidana, misalnya:
a) Penanganan objek kriminalitas dengan sarana fisik atau konkrit guna mencegah hubungan antara pelaku dengan objeknya dengan sarana pengamanan, pemberian pengawasan pada objek kriminalitas.
b) Mengurangi atau menghilangkan kesempatan berbuat kriminal dengan perbaikan lingkungan.
c) Penyuluhan kesadaran mengenai tanggung jawab bersama dalam terjadinya kriminal yang akan mempunyai pengaruh baik dalan penanggulangan kejahatan.
2. Upaya Penal(Represif)
Upaya penal merupakan salah satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih menitikberatkan pada pemberatasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya. Penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya merupakan bagian-bagian dari politik kriminal.
15
mencapai suatu tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahap tersebut adalah:
1. Tahap Formulasi
Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legistatif.
2. Tahap Aplikasi
Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan-peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.
3. Tahap Eksekusi
16
demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundangan-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut dilihat sebagai suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan tantai aktivitas yang terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
17
melainkan suatu kerangka yang masih memerlukan penyempurnaan. Untuk merealisasikan tujuan hukum tersebut, sangat ditentukan tingkat profesionalisme aparat penegak hukum, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan baik dalam menjabarkan peraturan-peraturan maupun di dalam penerapannya.
Menurut Soerjono Soekanto (1983: 5), penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, terdapat faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana. hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Apabila kelima faktor tersebut dijadikan barometer didalam penegakan hukum untuk melihat faktor penghambat dan pendorong di dalam pelaksanaan tugasnya, maka akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Faktor Hukum
18
bertentangan dengan hukum. Maka pada hakekatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup “law enforcement” saja, akan tetapi juga “peace maintenance”,
karena penyelenggaraan hukum sesunguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Dengan demikian tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya.
Sebagaimana diketahui bahwa hukum mempunyai unsur-unsur, antara lain sebagai hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yurisprudensi, hukum adat, dan doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan, baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-undangan itu.
2. Kepribadian atau Mentalitas Penegak Hukum
19
penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan.
3. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Salah satu perangkat lunak adalah pendidikan, pendidikan yang diterima oleh polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvesional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan dalam tugasnya, antara lain pengetahuan tentang kejahatan Korupsi, yang merupakan tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenangnya kepada Jaksa. Hal ini karena secara tekhnis-yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan begitu banyak.
4. Taraf Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum Masyarakat.
20
5. Faktor Budaya dan Masyarakat
Secara analisis konsepsional terhadap berbagai jenis kebudayaan, apabila dilihat dari perkembangannya dan ruang lingkupnya di Indonesia, adanyasuper-culture, culture, subculturedancounter-culture.Variasi kebudayaan yang demikian banyaknya, dapat menimbulkan persepsi-persepsi tertentu terhadap penegakan hukum, variasi-variasi kebudayaan sangat sulit untuk diseragamkan, oleh karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya penegakan hukum di Irian Jaya akan berbeda dengan di Jakarta.
Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, karena merupakan hal pokok dalam penegakan hukum, serta merupakan ukuran untuk mengetahui efektivitas dalam penegakan hukum. Dari kelima faktor tersebut faktor penegak hukum menempati titik sentral. Hal ini disebabkan oleh karena undang-undang dibuat untuk dilaksanakan oleh penegak hukum dan dalam penerapannya kemungkinan ada perbedaan persepsi antara penegak hukum yang satu dengan penegak hukum yang lain. Di samping itu dalam masyarakat ada anggapan, bahwa penegak hukum merupakan golongan yang mengetahui dan mengerti tentang hukum, sehingga dijadikan panutan hukum oleh masyarakat.
C. Perlindungan Konsumen terhadap Makanan yang Mengandung Bahan Berbahaya
21
sebelah mata nampaknya harus mulai diperhatikan sungguh-sungguh. Hal ini terbukti dengan makin maraknya kesadaran konsumen akan hak-haknya. Mereka melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan hak yang semestinya diperoleh.
Hak-hak konsumen sebagaimana dinyatakan oleh Zumrotin K. Susilo (1996: 8) adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapatkan keselamatan dan keamanan. 2. Hak untuk memperoleh informasi yang jujur dan benar. 3. Hak untuk memilih barang/jasa yang diperlukan.
4. Hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk mendapatkan ganti rugi. 5. Hak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat.
Hak-hak konsumen yang diajukan oleh Zumrotin K. Susilo ini sering disebut dengan istilah "Panca Hak Konsumen". Selain Zumrotin K. Susilo, Az. Nasution (1995: 188) mengusulkan bahwa hak-hak konsumen hendaknya meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Hak atas keamanan dan keselamatan.
2. Hak atas informasi tentang barang atau jasa konsumen.
3. Hak memilih dan perlindungan kepentingan-kepentingan ekonominya. 4. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen.
22
Munculnya ide agar hak-hak konsumen diperhatikan pada dasarnya merupakan manifestasi dari gerakan perlindungan konsumen yang muncul pada tahun 1960-an. Gerakan ini didasarkan atas berbagai kondisi yang dirasakan semakin lama semakin merugikan konsumen. Gerakan ini dikenal dengan gerakan perlindungan konsumen (consumerisme) yang berawal dari negara-negara industri maju dan selanjutnya berkembang ke seluruh dunia.
Konsumerisme atau gerakan perlindungan konsumen merupakan gerakan yang ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari penyalah gunaan kekuasaan dan kepercayaan yang diberikan konsumen kepada produsen. Philip Kotler (dalam Az. Nasution, 1995: 36) mendefinisikan gerakan perlindungan konsumen sebagai berikut: “Consumerism is an organized movement of concered citizens and government to ennance the right and power of buvers in relation to
selle”.
Gerakan ini pada awalnya lebih terkesan sebagai gerakan moral (moral force) yang berusaha menyadarkan para pengusaha/produsen atau korporasi akan tanggng jawabnya terhadap konsumen. Pada perkembangan berikutnya gerakan ini telah menjadi sebuah gerakan yang terorganisir dalam sebuah industri. Sehingga terjadi pergerakan yang awalnya bersifat moral dan personal menjadi moral yang institusional.
23
maupun pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Di indonesia pada tanggal 11 Mei 1973 berdirilah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta yang kemudian diikuti beberapa daerah seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Yogya, Medan, Aceh, Padang dan Ujung Pandang. Hingga kini jumlah lembaga konsumen di Indonesia adalah 22 organisasi (Zumrotin K. Susilo, 1996: 2).
Di tingkat Internasional pada tahun 1980 berdiri International Organization of Consumers Union (IOCU) yang didukung oleh organisasi konsumen yang berasal dari lima negara yaitu Amerika, Inggris, Belanda, Belgia, Australia. Organisasi ini berkedudukan di Den Haag (Belanda). Jumlah organisasi yang ikut dalam organisasi tersebut berjumlah ratusan. YLKI telah menjadi anggota sejak tahun 1975 dan pada kepengurusan tahun 1990-1994 anggota pengurus YLKI ada yang terpilih menjadi Presiden IOCU (Az. Nasution, 1995: 33).
Adanya organisasi konsumen ini dapat menjadi kekuatan penekan bagi para produsen agar dalam menyajikan produknya lebih bertanggung jawab. Lebih jauh lagi, munculnya gerakan perlindungan konsumen membawa konsekuensi adanya resolusi PBB yang berrhubungan d engan perlindungan konsumen serta berbagai peraturan perundangan yang dibuat oleh setiap negara dalam memberikan perlindungan hukum bagi para konsumen.
24
disebut dengan "Guildelines for Consumer Protection" yang menggariskan bahwa kepentingan konsumen adalah sebagai berikut :
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamananya.
b. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen.
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan mereka kemampuan untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi.
d. Pendidikan konsumen.
e. Tersedianya ganti rugi yang efektif.
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka (Az. Nasution, 1995: 76).
Resolusi PBB ini telah menandai adanya perhatian masyarakat internasional untuk memberikan perlindungan bagi konsumen. Dalam resolusi ini secara tegas dikatakan bahwa: "Consumers should be protected from such contractual abuses as one sided standart contracts, exclusion of essential right in contracts and undonscionable
conditions of credit by sellers".
Undang-25
Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan (disingkat UU Pangan). UU Pangan ini mengatur tentang segala hal yang berkaitan dengan pangan. Menurut Pasal 1 sub (1) UU Pangan, yang dimaksud dengan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Selanjutnya dalam Pasal 1 sub (2) UU Pangan dijelaskan pula pengertian Pangan Olahan, yaitu makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan makanan. Makanan yang dimaksud dalam skripsi ini termasuk dalam pengertian Pangan Olahan.
Menurut ketentuan dalam Pasal 10 UU Pangan ditentukan, bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan (ayat (1)). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (ayat (2)).
Demikian pula dalam Pasal 21 UU Pangan diatur ketentuan mengenai Pangan Tercemar sebabagi berikut:
26
a. pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
b. pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;
c. pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan;
d. pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau jewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia;
e. pangan yang sudah kadaluwarsa.
Pelanggaran terhadap produksi pangan/makanan yang berbahaya/beracun merupakan tindak pidana dan diancan pidana berdasarkan ketentuan yang ada dalam UU Pangan. Pasal 55 UU Pangan menentukan:
Barangsiapa dengan sengaja:
a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; b. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan atau menggunakan bahan tambahanan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
c. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1);
d. mengedarkan pangan yang dilarang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e;
e. memperdagangkan pangan yang tidak emmenuhi standar mutu yang diwajibkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a;
f. memperdagangkan pangan yang mutunya bebrbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b;
27
h. menggganti, melabel kembali, atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan yuridis normatif. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Di samping itu, pendekatan ini didukung dengan pendekatan yuridis normatif yang ditujukan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat teoritis yang melandasi kajian tentang penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
B. Sumber dan Jenis Data
28
Sumber data yang dipergunakan untuk mendukung data primer adalah bersumber dari kepustakaan (bahan-bahan pustaka) yang terdiri dari:
1. Bahan hukum primer meliputi:
a) UU No. 7 Tahun1996 tentang Pangan;
b) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
c) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
2. Bahan hukum sekunder meliputi:
Bahan-bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, seperti hasil kongres PBB dan Internasional lainnya; hasil-hasil penelitian; hasil karya dari kalangan hukum; dan peraturan pelaksana undang-undang yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier, seperti bibliografi; ensiklopedi; kamus, dan sebagainya.
C. Populasi dan Sampel
29
populasi yang dijadikan objek penelitian secara purposive sampling atau penarikan sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subyek berdasarkan pada tujuan tertentu (Ronny Hanitijo Soemitro, 1988: 51).
Berdasarkan metode penarikan sampel di atas, maka responden dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. PPNS BPOM Bandar Lampung : 2 orang
b. Penyidik Polda Lampung : 1 orang
c. Akademisi pada Fakultas Hukum Unila : 1 orang d. Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 1 orang
e. Konsumen makanan : 2 orang +
7 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan data
30
Kedua, untuk memperoleh data sekunder dilakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan literatur-literatur yang berkaitan dengan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
2. Prosedur Pengolahan Data
Setelah seluruh data terkumpul, maka data diolah sesuai dengan sistem yang ada dengan maksud untuk mendapatkan data yang terbaik dan memiliki nilai relevansi yang tinggi terhadap penelitian ini. Dalam pengolahan data tersebut penulis melakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
2. Interpretasi Data, yaitu menghubungkan, membandingkan, dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.
31
E. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan.
V. PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan tentang upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan berbahaya. Selain itu dalam rangka mengoptimalkan hasil penelitian dalam skripsi ini, maka dikemukakan beberapa saran guna meningkatkan upaya-upaya yang konkrit dalam hal melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan berbahaya.
60
2. Faktor-faktor penghambat upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Kurangnya perhatian aparat penegak hukum terhadap kejahatan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Penegak hukum lebih mendahulukan penanganan terhadap kejahatan-kejahatan yang menimbulkan akibat langsung.
b. Terbatasnya sarana dan fasilitas yang mendukung upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
c. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat terhadap makanan yang mengandung bahan berbahaya itu sebagai suatu kejahatan (melanggar hukum).
B. Saran
61
makanan yang mengandung bahan berbahaya tersebut, karena kejahatan makanan yang mengandung bahan berbahaya ini merupakan delik umum, yang penuntutannya dapat dilakukan tanpa harus menunggu laporan atau pengaduan dari korban.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN MOTTO
SANWACANA DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……… 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ………... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………... 4
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 6
E. Sistematika Penulisan ……… 10
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum ……….………... 12
C. Perlindungan Konsumen terhadap Makanan yang Berbahaya …. 20
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ……… 27
B. Sumber dan Jenis Data ………. 27
C. Populasi dan Sampel ……… 28
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ……… 29
E. Analisis Data ……… 31
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ……… ……….………... 32
B. Upaya Penegakan Hukum terhadap Pelaku Usaha yang Menjual Makanan Mengandung Bahan Berbahaya ………..….…. 34
C. Faktor-faktor yang Menghambat Penegakan Hukum terhadap Pelaku Usaha yang Menjual Makanan Mengandung Bahan Berbahaya ….. 49
V. PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 59
B. Saran ………. 61
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
(Skripsi)
Oleh BEKI ANTIKA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
Oleh
BEKI ANTIKA
Tindak pidana di bidang makanan yang mengandung bahan berbahaya merupakan kejahatan yang cukup meresahkan masyarakat serta membawa dampak yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan jiwa bagi yang mengkonsumsinya. Peredaran makanan yang mengandung bahan berbahaya menjangkau segala lapisan masyarakat dari anak-anak sampai ibu rumah tangga, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji dalam bentuk skripsi berjudul: "Upaya Penegakan Hukum terhadap Pelaku Usaha yang Menjual Makanan Mengandung Bahan Berbahaya". Permasalahan yang diajukan adalah: 1) Bagaimanakah upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya, dan 2) Apakah faktor-faktor yang menghambat upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang menjual makanan mengandung bahan berbahaya.
Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan masalah berupa pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Oleh karena itu data yang digunakan berupa data primer yang didapat dari penelitian lapangan.dan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan berdasarkan hasil analisis kemudian ditarik kesimpulan melalui metode induktif, yaitu dengan cara mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat. Setelah data dianalisis, dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulan secara umum, selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran-saran.
Beki Antika
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Instruksi bersama Menteri Kesehatan dan Kepala Kepolisian RI No. 75/MENKES/Inst.B/II/1984 dan No. Pol. Ins/03/III/1984 tentang Peningkatan Hubungan Kerja Sama Dalam Rangka Pengawasan dan Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Obat, Obat Tradisional, Makanan, Minuman, Kosmetika, Alat Kesehatan, Narkotika Dan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.
Laporan Tahunan. Balai Pengawasan Obat dan Makanan. BPOM. Bandar Lampung. 2011
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni. Bandung.
---. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung.
Nasution, Az. 1995.Konsumen dan Hukum. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan No. 382/Men.Kes/Per/VI/1989 tentang Wajib Daftar
Makanan.
Raharjo, Satjipt. tt. Masalah Penegakan Hukum.Sinar Baru. Bandung. Sahetapy, J.E. 1995. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung. Eresco.
Shofie, Yusuf. 2000. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali. Jakarta
Sudarto. 1983. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.
---1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. 1986. . Alumni. Bandung.
Surat Keputusan Kepala Bada POM RI Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM.,
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Susanto, I.S. 1995. Kejahatan Korporasi. Yayasan Penerbit Undip. Semarang. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka. Jakarta. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.