• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALYSIS EFFECTIVENESS OF PARTNERSHIP PROGRAM BUMN IN MIKRO SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE GROWTH (STUDI CASE AT UMKM INDUSTRIAL SECTOR WHO PARTNERSHIP ERECT BY PERKEBUNAN NUSANTARA VII COMPANY AT UNIT USAHA REJOSARI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALYSIS EFFECTIVENESS OF PARTNERSHIP PROGRAM BUMN IN MIKRO SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE GROWTH (STUDI CASE AT UMKM INDUSTRIAL SECTOR WHO PARTNERSHIP ERECT BY PERKEBUNAN NUSANTARA VII COMPANY AT UNIT USAHA REJOSARI)"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACK

ANALYSIS EFFECTIVENESS OF PARTNERSHIP PROGRAM BUMN IN MIKRO SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE GROWTH

(STUDI CASE AT UMKM INDUSTRIAL SECTOR WHO PARTNERSHIP ERECT BY PERKEBUNAN NUSANTARA VII COMPANY AT UNIT

USAHA REJOSARI)

By

MUHAMMAD SYOUGI

One of the Corporate Social Responsibility program in BUMN is the Partnership Program. Partnership Program is a program designed specifically for Micro, Small and medium enterprise development to be sustainable, self sufficient and have competitive power using funds benefit from BUMN profits. The purpose of this reasearch are to describe effectiveness of BUMN partnership program that have been implemented by PT. Perkebunan Nusantara VII. The type of this research is descriptive by using qualitatif approaching. Analyse effectiveness of Partnership Program which contain of two indicators: first accuracy of implementation BUMN Partnership Program and the second is micro, small and medium enterprise growth. with nine informan, they are four people from PKBL staff of PT. Perkebunan Nusantara VII, Unit Usaha Rejosari branch and five people from micro, small and medium enterprise Partnership Program. According to the result of research done by using interview, observation and documentation so the researcher can conclude that Effectivenees of Partnership Program in the micro, small and medium enterprise growth has rans effectively and accordance with the objectives of the Partnership Program, all can be proved from the conclusions from each indicator of the effectiveness.the recomendation for Partnership Program PT. Perkebunan Nusantara VII is to evaluate the results of the Partnership training program that has been given for for development of micro, small and medium enterprise Pertnership Program, micro, small and medium enterprise also need to be trained for mastery of information technology not only management training, and micro, small and medium enterprise Partnership Program must provide monthly financial reports to PT. Perkebunan Nusantara VII.

(2)

Analisis Efektivitas Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dalam Perkembangan Usaha Mikro

Kecil dan Menengah

(Studi Kasus pada UMKM Sektor Industri Mitra Binaan PT. Perkebunan Nusantara VII di Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan)

Oleh

MUHAMMAD SYOUGI

Salah satu program CSR di BUMN adalah Program Kemitraan. Program Kemitraan di desain khusus untuk perkembangan UMKM untuk dapat bertahan, mandiri dan memiliki keunggulan kompetitif menggunakan dana dari keuntungan BUMN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas dari Program Kemitraan BUMN yang telah dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VII. Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Dalam analisis efektivitas Program Kemitraan terdapat dua fokus penelitian: pertama ketepatan dari pelaksanaan Program Kemitraan BUMN dan yang kedua adalah perkembangan UMKM, dengan sembilan informan, empat orang dari staff PKBL PT. Perkebunan Nusantara VII dan lima orang dari UMKM Mitra Binaan. Menurut hasil penelitian yang menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan Program Kemitraan BUMN berjalan dengan efektif dalam perkembangan UMKM. Semua itu dapat dibuktikan dari kesimpulan masing-masing fokus penelitian.saran yang dapat diberikan untuk program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara VII Adalah untuk mengevaluasi hasil dari pembinaan dan pelatihan yang telah diberikan untuk pengembangan UMKM Mitra Binaan, UMKM perlu untuk diberikan pelatihan teknologi industri dan teknologi informasi bukan hanya pelatihan manajemen, dan UMKM diwajibkan memberikan laporan keuangan tiap bulannya untuk PT. Perkebunan Nusantara VII.

(3)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pemberdayaan dan pengembangan UMKM menjadi tugas BUMN. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa

“Dunia usaha (corporation) berperan serta menumbuhkan iklim usaha kondusif, yaitu dalam aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang serta dukungan

kelembagaan.” BUMN memliki pengaruh dalam perekonomian Indonesia sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 2 ayat 1, yaitu:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

b. Mengejar keuntungan.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

(4)

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Sumber: Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang UMKM

Bukan hanya BUMN yang mempunyai peran penting tapi usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai peran penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan nasional dan pembanguan ekonomi. Kriteria dalam setiap negara tentang UMKM berbeda-beda, yang termasuk dalam kriteria UMKM di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Kriteria UMKM di Indonesia

No. Kritria

Uraian

Asset Omzet

1. Mikro Maks. 50juta Maks. 300 juta 2. Kecil >50 juta- 500 juta > 300juta–2,5 miliar 3. Menengah >500 juta–10 miliar >2,5 Miliar- 50 miliar Sumber: Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 Tentang UMKM

Sektor UMKM memiliki nilai lebih dibandingkan dengan usaha besar. Pertama, jumlah unit usaha yang paling banyak ada di indonesia dimiliki oleh sektor UMKM sbesar 99,99 persen dibandingkan dengan usaha besar yang hanya 0,01 persen. Kedua, UMKM memiliki jumlah terbanyak dalam penyerapan jumlah tenaga kerja (Dekopnas, 2009). Oleh karena itu, UMKM dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang luas pada masyarakat dan memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia.

(5)

3

Kenyataannya sekarang ini di Indonesia, UMKM sulit untuk berkembang. Banyak UMKM yang collapse dan tidak mampu bertahan dengan kondisi global seperti sekarang ini. Ketidakmampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi yang berorientasi pada mekanisme pasar sekarang ini memang cukup beralasan karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam UMKM tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa dalam setiap usaha pasti ada berbagai macam masalah yang dihadapi.

Menurut Komarudin (2012). ”Masalah mendasar antara lain masih rendahnya produktivitas, keterbatasan akses kepada sumber daya produktif seperti modal, teknologi, informasi dan pasar, kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan iklim usaha belum menunjang secara optimal. Untuk itu, UMKM harus memperoleh kesempatan yang setara, dukungan perlindungan dan pengembangan sebagai wujud kebijakan yang adil kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, dengan tanpa mengabaikan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara”.

(6)

Gambar 1.

Sumber Modal Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Sumber: Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2009

Sulitnya akses terhadap bantuan permodalan berupa kredit dari lembaga keuangan

menjadi salah satu penyebab masalah permodalan belum bisa teratasi. Berdasarkan Gambar 1, yang menarik untuk dianalisis adalah sumber modal yang berasal dari perusahaan swasta atau BUMN melalui program Corporate Social Responsibility(CSR) dengan memberikanSoft Loan pada sektor usaha mikro dan kecil, karena selama ini yang kita ketahui bahwa untuk mendapatkan kredit hanya bisa diperoleh di lembaga keuangan .

Dalam praktek tanggung jawaab sosial ini, BUMN memiliki program yang bernama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Pada prinsipnya PKBL telah dilaksanakan mulai tahun 1994 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 316/KMK.016/1994 Tanggal 27 Juni 1994 Tentang Pedoman Pelaksanaan Usaha Kecil dan Koperasi Pemanfaatan Dana dari Bagian Dana Laba Badan Usaha Milik Negara dan pada tahun 1999 diubah menjadi Program

SUMBER PERMODAL

AN

PEMERINTAH

APBN

APBD

SUP-005

NON PEMERINTAH

Bank

kredit komersil

kredit mikro kecil

Non Bank

Lembaga keuangan Perusahaan swasta / BUMN

(7)

5

Kemitraan dan Bina Lingkungan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN RI/ Kepala Pembina BUMN No. Kep-216/M-PBUMN/1999 Tanggal 28 September 1999. PKBL sendiri di tuangkan dalam keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep-236/mbu/2003. Antara Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memiliki tugas yang berbeda. Program kemitraan merupakan suatu program yang dirancang untuk memberikan bantuan pinjaman modal dan pembinaan kepada UMKM.

Bentuk kepedulian dan tanggungjawab BUMN berdasarkan peraturan Menteri BUMN tersebut dijabarkan kedalam dua program yang berbeda yaitu:

1. Program kemitraan BUMN

Program kemitraan ini berhubungan dengan usaha mikro, kecil dan menengah. Tujuan progarm kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba BUMN.

2. Program Bina lingkungan

Progam yang berhubungan dengan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar perusahaan oleh BUMN.

Sumber: www.wordpress.com, Peran Strategis Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Diakses Tanggal 10 September 2012.

(8)

1. Pembinaan secara langsung, dimana BUMN langsung menyalurkan pinjaman dan melakukan pembinaan teknis pada mitra binaan.

2. Kerja sama antar BUMN, yaitu BUMN memberikan pinjaman modal kerja pada mitra binaan BUMN lainya, sementara BUMN yang mitra binaannya memperoleh pinjaman bertindak sebagai penjamin atas kredit yang diterima mitra binaannya

3. Kerja sama dengan lembaga keuangan perbankan, baik dalam bentuk chanenlingmaupunexecuting.

4. Pola satuan kerja. Dalam hal ini BUMN bersama Pemda membentuk satuan kerja yang bertugas melakukan inventaris, menyeleksi dan mengusulkan usaha kecil yang berhak memperoleh pinjaman.

Sumber: www.wordpress.com, Peran Strategis Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Diakses Tanggal 10 September 2012.

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang agribisnis perkebunan dengan komoditas tanaman karet, kelapa sawit, teh dan tebu. Wilayah kerja PTPN VII (Persero) meliputi 3 (tiga) provinsi yang terdiri dari 10 unit usaha di Provinsi Lampung, 14 unit usaha di Propinsi Sumatra Selatan dan 3 unit usaha di Bengkulu. Lokasi penelitian ini dilakukan di Unit Usaha Rejosari Distrik Way Sekampung yang berada di Propinsi Lampung. Distrik Way Sekampung adalah salah satu distrik yang memiliki UMKM mitra binaan yang paling banyak dibandingkan dengan distrik yang lainnya.

Keberadaan BUMN PTPN VII yang perkembangannya saat ini sudah semakin besar seperti yang tertuang dalam UU PT No 40 Tahun 2007 “PT (Perseroan Terbatas) diwajibkan untuk melakukan tanggung jawab sosial”. PT. Perkebunan

(9)

7

Pada intinya program ini dibuat untuk pemanfaatan dana BUMN untuk UMKM dalam bentuk pinjaman. Dalam pelaksanaan Program Kemitraan yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari mampu menampung banyak UMKM Mitra Binaan, tetapi kenyataannya masih saja terjadi kredit macet pada pembayaran angsurannya, oleh karena itu harus dilakukan analisis keefektifan programnya.

Kemudahan yang diberikan kepada pelaku UMKM dalam mendapatkan pinjaman modal dari BUMN adalah relatif lebih sederhana, lebih murah biaya administrasinya dan lebih pengajuan proposal usaha dibandingkan dengan pinjaman dari bank. Jadi pinjaman yang diberikan oleh BUMN ini memiliki banyak keunggulan. Perbedaan tersebut dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2.

Perbedaan Pinjaman Dana

No Perbedaan

Bank Program Kemitraan BUMN

1 Bunga Pinjaman > 6% per tahun

Bunga Pinjaman sebesar 6% pertahun dengan sistem Flat

2 Tidak ada Pelatihan untuk Perkembangan Usaha selama 30 bulan tidak tergantung pada perbedaan jumlah pinjaman melibatkan staf PKBL dan staf

(KP2LN) Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara setempat

5 Memiliki kekuatan hukum yang kuat untuk melakukan penyitaan terhadap agunan yang telah di jaminkan

Tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat untuk melakukan penyitaan terhadap agunan yang telah di jaminkan

(10)

Seperti yang terlihat di Tabel 2 perbedaan pinjaman bank dan program kemitraan, pinjaman yang berasal dari program kemitraan memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan yang berasal dari bank. Namun dalam kenyataannya bantuan kredit melalui program kemitraan masih belum banyak diketahui pelaku UMKM. Padahal program kemitraan BUMN merupakan sumber daya potensial yang mungkin saja bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan yang selama ini dihadapi oleh sektor mikro dalam mengembangkan usahanya. Karena bagi usaha mikro sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan kredit dari lembaga keuangan formal. Hal ini diperkuat bahwa 68,96 persen modal yang digunakan usaha mikro berasal dari pemilik modal dan pelepas uang seperti rentenir (Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2009).

Dengan permasalahan tersebut penulis berniat untuk melanjutkan penelitian ke UMKM yang mendapatkan dana pinjaman dari program kemitraan BUMN PT. Perkebunan Nusantara VII. Selanjutnya penelitian ini akan mengambil judul:

(11)

9

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan pengembangan UMKM ada begitu banyak dan kompleks. Hambatan yang dapat mempengaruhi perkembangan UMKM dapat dibagi dalam dua kelompok. Hambatan tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini

Tabel 3.

Hambatan Internal UMKM

No. Hambatan Internal Keterangan

a. Permodalan Kurangnya modal adalah faktor utama yang paling berperan dan diperlukan dalam mengembangkan UMKM. Kurangnya permodalan dikarenakan UMKM merupakan perusahaan perseorangan dan masih bersifat tertutup. UMKM biasanya hanya mengandalkan pada jumlah modal yang terbatas yang dimiliki oleh pemilik, sedangkan sulitnya akses kepada bank dan lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan administrasi dan teknis pada bank sulit dan lama dalam pengurusannya.

b. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas karena pada dasarnya UMKM adalah usaha tradisional dan rata-rata adalah usaha turun-temurun. Keterbatasan SDM dalam hal pendidikan dan keterampilam mempengaruhi dalam manajemen pengelolaan usaha.

c. Pemasaran Lemahnya jaringan usaha dan pemasaran dalam UMKM yang merupakan unit usaha keluarga hanya memiliki jaringan pemasaran yang terbatas dan penetrasi pasar yang rendah . Berbeda dengan usaha besar yang sudah mempunyai pemasaran yang baik dan solid.

d. Teknologi Produksi dan Teknologi Informasi

Pada UMKM, umumnya memiliki keterbatasan dalam hal teknologi yang berdampak pada kurang efektif dan efisiennya proses produksi. Kurangnya pengetahuan dalam hal teknologi informasi juga berdampak pada kelangsungan usaha tersebut. Sumber: di olah berdasarkan data dalam Rosid, 2008. Modul Manajemen

(12)

Tabel 4.

Hambatan Eksternal UMKM

No. Hambatan External Keterangan

a. Iklim Usaha Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, karena kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah menumbuhkembangkan UMKM belum maksimal meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan. Hal ini terlihat dalam persaingan yang tidak sehat antara UMKM dan perusahaan besar.

b. Otonomi Daerah Dengan berlakunya UU tahun 1999 dalam Otonomi Daerah, daerah mempunyai kewenangan lebih dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Implikasinya dalam sistem tersebut dalam UMKM berupa adanya pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UMKM mempengaruhi dalam menurunkan daya saing. c. Perdagangan Bebas Implikasi perdagangan bebas yang berimplikasi

luas pada UMKM dalam memasuki pasar global. UMKM dituntut melakukan proses produksi lebih efektif dan efisien, serta mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standart tuntutan global seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam ketenagakerjaan. Hal tersebut sering dimanfaatkan oleh negara-negara maju untuk menciptakanBarrier Entry.

d. Akses Pasar Terbatasnya akses pasar mengakibatkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif dalam pasar nasional dan global. Sumber: di olah berdasarkan data dalam Rosid, 2008. Modul Manajemen

UMKM, Jakarta: Universitas Mercu Buana.

(13)

11

tapi juga bisa mendapatkan pembinaan dan pelatihan manajemen UMKM itu sendiri. Dalam kenyataannya sekarang ini, belum banyak pelaku UMKM yang mengetahui program kemitraan tersebut, padahal progam kemitraan tersebut merupakan sumber daya potensial yang mungkin saja bisa menjadi solusi untuk mengembangkan usaha.

Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan kepada UMKM yang sudah mengikuti program kemitraan. UMKM yang akan diteliti merupakan UMKM mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero), karena PT. Perkebunan Nusantara VII sudah lama menerapkan Program Kemitraan dengan aplikasi programnya diantaranya adalah pinjaman dana dan pembinaan UMKM.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efektivitas program kemitraan terhadap pekembangan UMKM sektor industri yang menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari?

2. Faktor apakah yang menghambat tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari?

(14)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan efektivitas Program Kemitraan terhadap pekembangan UMKM sektor industri yang menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari.

2. Mendeskripsikan faktor yang menghambat tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari.

3. Mendeskripsikan faktor yang mendukung tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi Mahasiswa Administrasi Bisnis serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi dalam konteks ilmu bisnis dan UMKM. b. Mendapatkan data dan fakta yang sahih dan valid mengenai Program

(15)

13

2. Manfaat teoritis

a. Merupakan sumber referensi bagi Jurusan Administrasi Bisnis, khususnya bagi yang akan meneliti lebih lanjut mengenai Program Kemitraan dan UMKM.

b. Memberikan masukan bagi pelaku UMKM mengenai program kemitraan.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas bisa juga berarti pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang ditentukan, jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara-cara tersebut adalah yang benar atau efektif Pengertian efektivitas secara umum dapat menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa

“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1995), keefektivan program merupakan posisi pada skala kefektivan dari pelaksanaan program di lapangan dengan diperlihatkan dari pelaksanaan, pemanfaatan dan hasil yang dicapai program.

(17)

15

Adapun pengertian efektivitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984), “

Efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan

output yang diharapkan dari sejumlah input “.

Adapun Emerson dalam Handayaningrat (1996) mengatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah

ditentukan”. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektiv. Masih dalam buku yang sama, Hal ini dipertegas kembali dengan

pendapat Hasibuan dalam Handayaningrat (1996) bahwa “efektivitas adalah tercapainya suatu sasaran eksplisit dan implisit”. Hal senada juga dikemukakan oleh Miller dalam Handayaningrat (1996) “Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve its goals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly concerned with goal attainments”, yang

artinya adalah efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa jauh suatu sistem-sistem sosial mencapai tujuannya.

Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar di atas, peneliti

menggunakan teori Emerson dalam Handayaningrat (1996) bahwa “Efektivitas

adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah

(18)

2.2 Perbedaan Konsep CSR dan PKBL

2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility

Menurut Kolter & nancy (2005) “CSR adalah komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan

mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” Dalam Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004).

Wibisono (2007) mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap suatu isu tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik.

(19)

17

Logikanya sederhana, jika CSR diabaikan kemudian terjadi insiden, maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan CSR itu sendiri. Hal ini belum termasuk pada resiko non-finansial yang berupa memburuknya citra perusahaan di mata publik (Wibisono, 2007). Dalam pelaksanaannya CSR memiliki Lima Pilar Aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu:

1. Building Human Capital

Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang handal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melaluicommunity development.

2. Strengthening Economies

Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar. 3. Assessing Social Chesion

Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.

4. Encouraging Good Governence

Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik.

5. Protecting The Environment

(20)

Dalam penelitian Maria R. Nindita Radyati, 2010 mengenai CSR, bahwa CSR dibagi dalam beberapa tingkatan yang dirumuskan berdasarkan ruang lingkup dan kompleksitasnya, yaitu:

1) Level 1 adalah kepatuhan kepada semua aturan yang ada (compliance to laws and regulation), baik undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya yang berkaitan dengan sektor usaha perusahaan tersebut

2) Level 2 adalah CSR dalam bentuk filantrofi. Filantrofi adalah keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan sesama, terutama melalui pemberian sumbangan dalam bentuk uang untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik (Soanes, 2009). Contoh filantrofi adalah pemberian donasi, beasiswa, pembangunan sekolah, tempat ibadah, pemberian bantuan setelah adanya bencana alam, dan lainnya.

3) Level 3 adalah kegiatancommunity development(pengembangan komunitas). Banyak sekali definisi community development, di antaranya adalah proses mengajak masyarakat aktif bersama menemukan solusi untuk meningkatkan kondisi ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya (Frank dan Smith, 1999).

4) Level 4, perusahaan menanggung biaya atas dampak negatif yang timbul dari bisnisnya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkunngan. Contoh dalam aspek lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah melalui manajemen limbah.

(21)

19

yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia. Para pemasok juga harus diajarkan cara menjalankan bisnis yang bertanggungjawab sosial. Proses produksi juga dilakukan dengan cara yang bertanggungjawab sosial, misalnya pabrik yang bersih dengan pencahayaan yang baik dan hemat energi. Kemasan produk juga harus menggunakan bahanrecycle.

6) Program pemasaran perusahaan juga harus bertanggungjawab sosial, misalkan tidak mendiskriminasi etnis maupun gender tertentu dan tidak mengeksploitasi anak-anak.

2.2.2 Definisi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 74 yang disahkan 20 Juli 2007 menjelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(22)

diterapkan pada BUMN. Dalam peraturan tersebut, pemerintah menjabarkan peran dan partisipasi BUMN ke dalam dua program, yakni Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL).

Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Peraturan Menteri tersebut, yang dimaksud dengan program kemitraan dengan usaha kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil, agar menjadi tangguh dan mandiri. Caranya melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan Angka 6 dari pasal tersebut menjelaskan, yang dimaksud dengan program bina lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Peraturan Menteri tersebut juga mengatur mengenai sumber dana yang dapat dipergunakan oleh BUMN guna melaksanakan kedua program tersebut.

(23)

21

2.2.3 Perbedaan CSR Perusahaan Swasta Dan PKBL BUMN

Berdasarkan penjabaran definisi CSR dan PKBL diatas dapat disimpulkan secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta sehingga dapat dikatakan bahwa PKBL merupakan praktek CSR yang dilakukan oleh BUMN, akan tetapi PKBL lebih kepada pembangunan masyarakat demi kepentingan bersama daripada CSR perusahaan yang dilaksanakan demi kelangsungan perusahaan sendiri. Melalui PKBL, diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan.

(24)

a. pengurangan jumlah pengangguran (pro-job) b. pengurangan jumlah penduduk miskin (pro-poor) c. peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth).

2.3 Program Kemitraan BUMN

Kemitraan berasal dari kata mitra yang berarti teman atau kawan. Secara ekonomi, kemitraan dapat dijelaskan sebagai kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara pihak yang bermitra (Burns, 1996).

Menurut M. Jafar hafsah dalam Wulandari (2006) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan saling membesarkan.

Menurut Yuyun Wirasasmita dalam Wulandari (1995) mendefisinikan kemitraan merupakan kerjasama antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar yang didasarkan adanya prinsip saling menguntungkan, dan juga dapat disertai adanya bantuan pembinaan berupa peningkatan kualitas, sumberdaya manusia, pemasaran, teknik produksi, modal kerja dan kredit bank.

(25)

23

Pada dasarnya program ini merupakan suatu program yang dirancang untuk memberikan bantuan kepada UMKM dan koperasi. BUMN fokus pada UMKM dan koperasi dengan mempetimbangkan aspek strategis keduanya yang telah teruji mampu bertahan dalam badai krisis yang menghantam. Dengan pengembangan UMKM dan koperasi diharapakan terbuka lapangan kerja dan peluang usaha baru yang pada akhirnya mampu menggerakkan roda perekonomian di wilayah sekitar BUMN.

Kemitraan juga terdapat dalam Undang-undang Pemerintah Bab VIII Pasal 25 UU No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM yang berisi:

1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. 2) Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi.

3) Menteri dan menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada usaha besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

(26)

mengembalikan pinjaman tersebut agar dapat digunakan membiayai mitra binaan yang lain. Program ini bukan hanya sekedar memberikan bantuan uang sebagai modal usaha tetapi juga peningkatan kompetensi para pelakunya sehingga mereka dapat mandiri dan terus mengembangkan usahanya. Dalam pelaksanaan Program Kemitraan dapat dibagi menjadi beberapa kegiatan:

1. Proses penjaringan mitra binaan 2. Penyaluran

3. Pembinaan 4. Pengembalian 5. Pengawasan

Bentuk Program Kemitraan:

a. Pemberian pinjaman untuk modal kerja dan/atau pembelian Aktiva Tetap Produktif dalam bentuk bantuan pendidikan/pelatihan, pemagangan, dan kepentingan UMKM Binaan.

b. Pinjaman khusus bagi UMKM yang telah menjadi binaan yang bersifat pinjaman tambahan dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha UMKM Binaan.

c. Program pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas (capacity building) UMKM binaan dalam bentuk bantuan pendidikan/pelatihan, pemagangan, dan promosi.

(27)

25

Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha yang produktif di semua sektor ekonomi (industri/perdagangan/ pertanian/ perkebunan/ perikanan/ jasa/ lainnya) dengan ketentuan dan kriteria yang diatur oleh setiap BUMN Pembina sesuai dengan pelimpahan melaluiCorporate Action Scheme.

2.4 Visi dan Misi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan 1. Visi

Menciptakan dan mendukung keberlanjutan perusahaan melalui harmonisasi kepentingan perusahaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan.

2. Misi

a. Menumbuhkan dan mengembangkan masyarakat, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah agar menjadi tangguh dan mandiri

b. Memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensi serta peran dan partisipasai masyarakat

c. Membantu masyarakat mendapatkan fasilitas sosial dan umum yang layak dan sehat sesuai dengan kebutuhannya

d. Mempertahankan dan mengembangkan fungsi dan kualitas lingkungan e. Membentuk perilaku wirausaha dan masyarakat yang etis dan

(28)

2.5 Tujuan PKBL PTPN VII (Persero)

Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) di PTPN VII bertujuan untuk:

1. Terciptanya pertumbuhan ekonomi rakyat dan pemerataan pembangunan melalui perluasan kesempatan berusaha usaha kecil dan koperasi, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

2. Memberdayakan dan mengembangkan potensi masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah kerja unit usaha PTPN VII.

3. Mendorong terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah kerja/unit usaha PTPN VII.

2.6 Manfaat Program Kemitraan dalam Pengembangan UMKM

(29)

27

Peranan pemerintah dapat dilakukan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan kemitraan dan dapat pula memberikan fasilitas dan dukungan-dukungan lain seperti misalnya fasilitas penciptaan keserasian (match making), menyediakan bantuan keuangan dan keperluan-keperluan yang lainnya untuk menjembatani kemitraan antara kedua pihak tersebut (Dipta, 2008).

Menurut M. Jafar Hafsah dalam Wulandari (2006) mengidentifikasi manfaat kemitraan bagi pihak-pihak yang bermitra adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas 2. Mencapai efisiensi

3. Jaminan: kualitas, kuantitas, kontinuitas 4. Resiko minimal

5. Manfaat lingkungan sosial 6. Ketahanan ekonomi nasional

Menurut Linton (1997), manfaat program kemitraan adalah membangun hubungan jangka panjang, perencanaan produksi terfokuskan, meningkatkan kesadaran pelanggan, ketahanan pelanggan lebih baik, mengubah putaran pembelian, mengatur dan menangani hubungan pelanggan, membuka saluran penjualan, pengendalian atas pelanggan menjadi lebih besar, mengendalikan biaya-biaya penjualan, memberi sumbangan perencanaan jangka panjang

(30)

Pembinaan CSR untuk pengembangan UMKM telah menjadi salah satu tujuan strategis Negara Indonesia agar memperkuat dan meningkatkan daya saing UMKM. Sudah diakui bahwa perusahaan-perusahaan besar tidak akan tumbuh berkembang dengan baik tanpa dukungan UMKM. Oleh karena itu, UMKM dan perusahaan-perusahaan besar seperti BUMN harus selalu bekerjasama satu sama lain agar memanfaatkan peluang-peluang demi pertumbuhan dan kemakmuran masyarakat dengan Program Kemitraan.

Kemanfaatan kemitraan juga dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dan kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang sosial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolak sosial-politik.

(31)

29

2.7 Konsep Umum Program Kemitraan

Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UMKM dan Usaha Besar, dikenal dengan istilah kemitraan (Undang-undang No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM). Kemitraan dengan Usaha Besar begitu penting untuk pengembangan UMKM. Kunci keberhasilan UMKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UMKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Melalui kemitraan, UMKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UMKM dan Usaha Besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UMKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari Usaha Besar yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.

(32)

Pola kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar di Indonesia yang telah dibakukan, menurut Bab VIII UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, kemitraan dilaksanakan dengan 6 (enam) pola, yaitu :

1. Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan UMKM yang menjadi plasmanya. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UMKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang. Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma,

Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya dalam:

a. Penyediaan dan penyiapan lahan b. Penyediaan sarana produksi

c. Pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang

diperlukan e. Pembiayaan f. Pemasaran g. Penjaminan

h. Pemberian informasi

(33)

31

2. Pola subkontrak merupakan hubungan kemitraan UMKM dan Usaha Besar, yang didalamnya UMKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan UMKM, dimana Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UMKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak dalam memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:

a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya

b. Kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar

c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang

diperlukan

e. Pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak

f. Upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak. 3. Pola waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya

(34)

Dalam pola ini, Usaha Besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UMKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga. Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba memberikan kesempatan dan mendahulukan UMKM yang memiliki kemampuan. Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

(35)

33

5. Pola distribusi dan keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar, yang di dalamnya UMKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Besar sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.

6. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan(joint venture),dan penyumberluaran (outsourcing).

Dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan terdapat berbagai bentuk yang dapat diterapkan. Menurut Departemen Pertanian 2000 dalam Petrus (2004), Berdasarkan jangka waktunya kemitraan dibagi atas tiga jenis, yaitu:

1. Kemitraan insidental. Kemitraan ini merupakan kemitraan yang didasarkan oleh kepentingan ekonomi bersama dalam jangka pendek dan dapat dihentikan setelah kegiatan yang bersangkutan selesai.

2. Kemitraan jangka menengah. Kemitraan ini merupakan kemitraan yang dilakukan dengan atau tanpa perjanjian tertulis dan berlangsung dalam beberapa musim tertentu.

(36)

2.8 Unit Pelaksanaan Program Kemitraan

Dalam pelaksanaan Program Kemitraan ini, pihak yang terlibat dalam unit pelaksanaannya yaitu:

A. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

B. UMKM Mitra Binaan yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

2) Milik Warga Negara Indonesia

3) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 4) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak

berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi

5) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan 6) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun 7) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

(37)

35

Dalam pelaksanaannya, terdapat kewajiban masing-masing pihak yang terlibat, Mitra Binaan mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur

2. Membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

3. Menyampaikan laporan perkembangan usaha secara periodik kepada BUMN Pembina.

BUMN Pembina mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. Membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL

2. Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi

3. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program BL

4. Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan

5. Menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan dana Program BL kepada masyarakat

6. Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan 7. Mengadministrasikan kegiatan pembinaan

(38)

9. Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada Menteri dengan tembusan kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing-masing.

Sumber: Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan UMKM

2.9 Mekanisme Penyaluran Dana Kemitraan

1. Tata cara pemberian pinjaman dana Program Kemitraan:

a. Calon Mitra Binaan menyampaikan rencana penggunaan dana pinjaman dalam rangka pengembangan usahanya untuk diajukan kepada BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur, dengan memuat sekurang-kurangnya data sebagai berikut:

1) Nama dan alamat unit usaha

2) Nama dan alamat pemilik/pengurus unit usaha 3) Bukti identitas diri pemilik/pengurus

4) Bidang usaha

5) Izin usaha atau surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang 6) Perkembangan kinerja usaha (arus kas, perhitungan pendapatan dan

beban, neraca atau data yang menunjukkan keadaan keuangan serta hasil usaha)

7) Rencana usaha dan kebutuhan dana.

(39)

37

c. Calon Mitra Binaan yang layak bina, menyelesaikan proses administrasi pinjaman dengan BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur bersangkutan

d. Pemberian pinjaman kepada calon Mitra Binaan dituangkan dalam surat perjanjian/kontrak yang sekurang-kurangnya memuat:

1) Nama dan alamat BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dan Mitra Binaan

2) Hak dan kewajiban BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dan Mitra Binaan

3) Jumlah pinjaman dan peruntukannya

4) Syarat-syarat pinjaman (jangka waktu pinjaman, jadual angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman).

5) BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dilarang memberikan pinjaman kepada calon Mitra Binaan yang menjadi Mitra Binaan BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur lain.

2. Besarnya jasa administrasi pinjaman dana program kemitraan per tahun sebesar 6% (enam persen) dari limit pinjaman atau ditetapkan lain oleh menteri.

(40)

4. Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip bagi hasil maka rasio bagi hasilnya untuk BUMN Pembina adalah mulai dari 10% (10 : 90) sampai dengan maksimal 50% (50 : 50).

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga terhadap rasio bagi hasil untuk BUMN Penyalur dan Lembaga Penyalur.

Sumber: Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan UMKM

(41)

39

Tabel 5.

Fokus penelitian proses Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN

Fokus Penelitian Keterangan Tolak ukur

Pelaksaanaan Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya:

(42)

2.10 Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan dan Pengembangan UMKM

Sejalan dengan perkembangan dalam era globalisasi dan tuntutan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, masalah krusial yang juga banyak dikeluhkan belakangan ini oleh para pelaku binis tanpa terkecuali UMKM adalah munculnya berbagai hambatan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan baru, khususnya di daerah. Peraturan-peraturan daerah ini sering tidak atau kurang memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang. Dalam implementasinya, birokrasi administrasi yang berbelit-belit dan penegakan hukum yang kurang tegas menjadi tantangan yang terus harus di atasi kedepannya.

Begitu besar pengaruh UMKM dalam suatu negara, bagi Negara Indonesia saja jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Hal ini mencerminkan peran serta UMKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor riil (Dekopnas, 2009).

(43)

41

A. Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan

berkeadilan

c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

B. Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri

c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.

(44)

Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha. Pemerintah juga menajdi bagian dalam pengembangan usaha dalam hal fasilitas dan pembiayaan seperti yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM Pasal 16 dan Pasal 21yang berisi:

C. Pasal 16 Pengembangan Usaha

1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang:

a. produksi dan pengolahan b. pemasaran

c. sumber daya manusia d. desain dan teknologi.

2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan peraturan pemerintah.

D. Pasal 21 Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil

(45)

43

2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.

(46)

2.11 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

2. Pengertian UMKM dalam pasal 1 adalah:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(47)

45

A. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

B. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

C. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

(48)

Karakteristik dan perbedaan ukuran usaha Kecil dan menengah menurut penelitian terdahulu yang meneliti tentang karakteristik UKM adalah sebagai berikut:

Tabel 6.

Terpisah dari rumah Lokasi terpisah dan dengan gedung yang

(49)

47

2.12 Indikator Perkembangan UMKM

Menurut Peter et al., lingkungan internal perusahaan merupakan sumberdaya perusahaan (thefirm’s resources) yang akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumberdaya perusahaan ini meliputi sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya perusahaan (organizational resources) seperti proses dan sistem perusahaan, termasuk strategi perusahaan, struktur, budaya, manajemen pembelian material, produksi/operasi, keuangan, riset dan pengembangan, pemasaran, sistem informasi, dan sistem pengendalian, serta sumberdaya fisik seperti pabrik dan peralatan, lokasi geografis, akses terhadap material, jaringan distribusi dan teknologi. Jika perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya tersebut maka ketiga sumber daya diatas dapat memberikan perusahaansustained competitive advantage.

Menurut Glueck dan Jauch (1999) menjelaskan lima faktor internal perusahaan yang secara strategis mempengaruhi tujuan perusahaan, yakni pemasaran dan distribusi, penelitian, pengembangan dan rekayasa, manajemen produksi dan operasi, sumberdaya manusia perusahaan, dan faktor keuangan dan akuntansi. Indikator perkembangan UMKM dalam Program Kemitraan juga dapat dilihat dalam Undang-undang No 20 Tahun 2008 Pasal 25 ayat 2 Tentang Kemitraan UMKM yang menyatakan bahwa “Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan

(50)

Dalam penelitian Wulandari (2006) tentang Pengaruh Program Kemitraan Terhadap Produktivitas UMKM, indikator pertumbuhan UMKMny yaitu:

1. Pertumbuhan dalam pemasaran.

2. Pertumbuhan dalam sumber daya manusia. 3. Pertumbuhan dalam jumlah produksi 4. Pemanfaatan teknologi

Dalam penelitian Cindy Prisilian (2008) tentang Analisis Efektifitas Program Kemitraan indikator perkembangan UMKM Mitra Binaan yaitu:

1. Prosentase Jumlah laba Mitra Binaan 2. Pertambahan Tenaga Kerja

3. Penambahan Macam Produk Mitra Binaan 4. Peningkatan Jumlah pelanggan

(51)
(52)

Kerangka berpikir penelitian di atas , dimulai dari UMKM yang merupakan obyek penelitian ini. UMKM mempunyai keunggulan-keunggulan yang dapat memperbaiki dan menopang perekonomian negara seperti yang telah dijelaskan di latar belakang tetapi dalam kenyataanya di Indonesia UMKM sulit untuk berkembang. Hambatan-hambatan dalam UMKM dapat di bagi menjadi dua yaitu Hambatan Eksternal dan Hambatan Internal. Berdasarkan hambatan yang telah dijabarkan di atas, bahwa hambatan yang memiliki pengaruh yang paling besar terhadap perkembangan UMKM adalah hambatan dari segi permodalan.

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus karena mengacu pada objek studi yang diamati, situasinya dan perilakunya. Studi kasus digunakan untuk memperoleh pengamatan mendalam tentang mengapa dan bagaimana seorang individu atau suatu kelompok bertindak dengan suatu cara tertentu.

Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang satu kelompok, individu, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan pengumpulan dokumen/arsip (Mulyana, 2001).

(54)

Selain itu masalah yang akan diteliti adalah masalah empiris yang telah dispesifikasikan sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti akan berinteraksi langsung dengan para informan di lokasi penelitian guna memperoleh data serta informasi yang relevan terhadap permsalahan penelitian yang diteliti dan temuan-temuan di lapangan nantinya yang akan dituangkan secara deskriptif dalam laporan hasil penelitian.

3.2 Fokus Penelitian

(55)

☎ ✆

Tabel 5.

Fokus penelitian proses Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN

Fokus Penelitian Keterangan Tolak ukur

Pelaksaanaan Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya:

(56)

Tabel 7.

Fokus penelitan perkembangan UMKM Mitra Binaan

Fokus Penelitian Keterangan Tolak Ukur

Perkembangan UMKM Mitra Binaan

1. Peningkatan Laba Prosentase

Perubahan Jumlah laba UMKM mitra binaan

2. Peningkatan Jumlah Tenaga Kerja

Presentase

Peruabahan Jumlaah Tenaga Kerja Mitra Binaan

3. Peningkatan Teknologi Penigkatan

Kemampuan dalam penguasaan

Teknologi 4. Peningkatan Jumlah

Produksi

Presentase

Peningkatan Jumlah produksi

Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya: Universitas Hang Tuah.

3.3 Lokus Penelitian

(57)

✟✟

3.4 Unit Analisis dan Informan Penelitian

Di dalam penelitian ini yang menjadi objek analisis adalah para staf langsung PT. Perkebunan Nusantara VII yang bertugas langsung dalam kegiatan Program Kemitraan dan Pengembangan UMKM yang sudah lama menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII. Hal ni dimaksudkan untuk memperoleh jawaban yang komprehensif mengenai masalah penelitian.

Kriteria informan dari PT. Perkebunan Nusantara VII adalah staf yang berkompeten dibidang program kemitraan. Dalam penelitian ini yang menjadi informannya adalah manajer program kemitraan danhead of environmental-csr.

Untuk krietria informan dari pengusaha kecil menengah mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII adalah:

a. UMKM yang menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII dengan dasar keabsahan dokumen sebagai mitra binaan yang ditunjukan kepada peneliti oleh PT. Perkebunan Nusantara VII

(58)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong 2006). Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama dan dokumen atau sumber tertulis lainnya merupakan data tambahan.

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Metode Observasi

Metode observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme itu sesuai tujuan-tujuan empiris. Dalam menggunakan metode observasi, peneliti melakukan pengamatan proses pelaksanaan Program Kemitraan di PT. Perkebunan Nusantara VII dan melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang telah diamati.

2. Metode interview atau wawancara

(59)

✡ ☛

Perkebunan Nusantara VII Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari yang berkompeten dibidang Program Kemitraan, dan Pelaku UMKM yang menjadi Mitra Binaan PT. Perkebunan Nusantara VII.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen yang digunakan berupa: surat perjanjian pinjaman dana antara PTPN VII dengan UMKM yang mengajukan pinjaman untuk bermitra dengan PTPN VII, daftar UMKM yang telah bermitra dengan PTPN, daftar ketepatan pembayaran angsuran Program Kemitraan PTPN VII, tahapan proses pengajuan Program kemitraan. Metode dokumentasi ini bertujuan untuk membantu peneliti dalam mengolah informasi. Dokumentasi yang juga digunakan di peneltian ini berupa foto dan beberapa catatan pribadi milik peneliti.

3.6 Metode Pengolahan Data

(60)

3.7 Analisis data

Teknik yang digunakan penulis dalam menganalisis data yang telah diperoleh melalui observasi, interview, dan dokumentasi adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Mendeskripsikan data kualitatif adalah dengan cara menyusun dan mengelompokkan data yang ada sehingga memberikan gambaran nyata terhadap informan atau objek yang di analisa. Dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menganalisis data di lapangan, yaitu analisis yang dikerjakan selama pengumpulan data berlangsung dan dikerjakan terus-menerus hingga penyusunan laporan penelitian selesai. Sebagai langkah awal, data yang merupakan hasil wawancara terpimpin dengan key person, dipilah-pilah dan difokuskan sesuai dengan fokus penelitian dan masalah yang terkandung di dalamnya. Bersamaan dengan pemilahan data tersebut peneliti mengambil data baru.

2. Melakukan tahap analisis data yang telah terkumpul atau data yang baru diperoleh. dengan cara melakukan perbandingan dengan data-data yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analisis.

b. Merencanakan tahapan pengumpulan data dengan hasil pengamatan sebelumnya.

c. Menuliskan komentar pengamat mengenai gagasan-gagasan yang muncul.

(61)

✌ ✍

e. Menggali sumber-sumber perpustakaan yang relevan selama penelitian berlangsung.

2. Selanjutnya setelah proses pengumpulan data selesai, maka peneliti membuat laporan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran (deskripsi) mengenai situasi atau kejadian-kejadian secara kualitatif

3.8 Uji keabsahan Data

Menurut Moleong (2006), yang dimaksud dengan kabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi tiga hal, diantaranya:

1. Mendemonstrasikan nilai yang benar

2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan

3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari produsernya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Suatu studi tidak akan valid jika tidak reliabel, maka penelitian kualitatif tidak akan bisa transferabel jika tidak kredibel. Perlu kiranya dilakukan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber di luar data tersebut sebagai bahan perbandingan. Teknik yang digunakan untuk menentukan keabsahan data dalam penelitian ini yaitu:

(62)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengumpulan Data

Pada Bab Hasil dan Pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai hasil pengumpulan data yang telah dilakukan, kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan sesuai dengan teori yang berkaitan dengan efektivitas yang ada pada Bab II. Data yang sudah terkumpul diharapkan mampu menjawab permasalahan sesuai dengan apa yang telah difokuskan, dengan bantuan teori efektivitas yang sesuai dengan pelaksanaan Program Kemitraan atas temuan penelitian ini.

(63)

74

5.1 Informan Penelitian

(64)

Tabel 8.

Informan dari PTPN VII

No. Nama Jabatan No. Pegawai Tanggal

Lahir

Tanggal masuk kerja

Pendidikan 1. Sidik Purnomo Staf Umum Distrik Way Sekampung 3826001882 12-06-1960 16-08-1982 SLTA 2. Siswanto Sinka PKBL UU Rejosari 2846102264 16-06-1961 01-07-1984 SLTA 3. Suharpen Sinder PKBL UU Rejosari 2876103660 06-07-1961 21-03-1987 SLTA 4. Khairil Muslim Krani PKBL UU Rejosari 38885803692 24-04-1965 12-06-1990 SLTA Sumber: Komposisi Pekerja PT Perkebunan Nusantara VII (2012)

Tabel 9.

Informan dari UMKM Mitra Binaan Program Kemitraan PTPN VII No. Nama Pemilik

Usaha

Jenis Usaha Alamat Jumlah Pinjaman

1. M. Tohirin Gerabah Dusun Sidoharjo RT. 12, RW. 04. Kabupaten Lampung Selatan

Rp. 20.000.000,-2. Slamet Mutamarudin Usaha Genteng

SWL

Dusun Sidoharjo RT. 12 RW 04 Desa Negara Ratu Kecamatan Natar

Rp.

3.000.000,-3. Fahrozi Industri Rotan Desa Bumisari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Rp. 10.000.000,-4. Nazarudin Sulam Usus dan

Kesenian Batik

(65)

76

5.1.1 Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara VII

Bagi perusahaan BUMN, Program Kemitraan merupakan salah satu bagian dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN. Program ini wajib untuk dilakukan karena pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Di dalam Undang- Undang tersebut dijelaskan bahwa BUMN wajib turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Sesuai juga dengan visi PTPN VII, “Menjadi perusahaan agribisnis dan agroindustri yang tangguh dan berkarakter global”, maka BUMN ini dituntut

mampu menciptakan dan mendukung keberlanjutan perusahaan melalui harmonisasi kepentingan perusahaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan.

PTPN VII dituntut menjadi perusahaan yang profitable, makmur (wealth) dan berkelanjutan (sustainable), sehingga dapat berperan lebih jauh dalam akselerasi pembangunan regional dan nasional. Dalam rangka merealisasikan hal tersebut dengan memperhatikan implikasi perkembangan global maka PTPN VII

mencanangkan sebuah jargon “PTPN VII Peduli 7” yang bersifat people-centered, participatory, empowering and sustainable, meliputi:

1. Peduli kemitraan sebagai wujud kepedulian perusahaan dalam upaya terciptanya pertumbuhan ekonomi rakyat.

2. Peduli bencana alam sebagai wujud kepedulian perusahaan kepada korban musibah bencana alam.

3. Peduli pendidikan sebagai wujud kepedulian perusahaan dalam hal peningkatan kualitas pendidikan masyarakat.

(66)

5. Peduli pembangunan sebagai wujud kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan kondisi sarana dan prasarana umum.

6. Peduli keagamaan sebagai wujud kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan sarana prasarana ibadah, dan

7. Peduli pelestarian lingkungan sebagai wujud kepedulian perusahaan dalam upaya pelestarian lingkungan.

Sumber: PT. Perkebunan Nusantara VII (2012)

Program Kemitraan PTPN VII Peduli 7 ini merupakan suatu wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Perusahaan menyediakan pinjaman lunak yang merupakan pinjaman dana dengan bunga yang rendah serta mendapatkan pelatihan, pembinaan dan pengawasan demi perkembangan UMKM . UMKM sekitar lingkungan PTPN VII diikutsertakan untuk menggali potensi yang mereka miliki. Program ini merupakan suatu kebutuhan sosial perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkansustainabilityperusahaan.

5.1.2 Program Kemitraan yang Dilakukan dan Dikembangkan PTPN VII

Program-program yang dilakukan dan dikembangkan oleh PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) antara lain:

1. Program Kemitraan pada bidang industri:

(67)

78

2. Program Kemitraan pada bidang perdagangan: - Warung sembako/gerabakan/manisan - Pakaian, Peralatan listrik

- Warung makam, Pedagang kaki lima 3. Program Kemitraan pada bidang perikanan:

- Tambak, Kolam air deres, keramba 4. Program Kemitraan pada bidang perkebunan:

- Kebun karet, kelapa sawit, kebun tebu 5. Program Kemitraan pada bidang pertanian:

- Kebun jagung, ubi, padi - Kebun sayur, kebun buah

6. Program Kemitraan pada bidang peternakan:

- Ternak sapi, ayam, babi, kambing dan ternak itik, dll 7. Program Kemitraan pada bidang jasa:

- Menjahit, salon, biro jasa

- Persewaan peralatan, pangkas rambut, fotocopy, dll 8. Program Kemitraan pada bidang lainya:

- Koperasi

Gambar

Tabel 1.Kriteria UMKM di Indonesia
Gambar 1.Sumber Modal Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Tabel 2.Perbedaan Pinjaman Dana
Tabel 3.Hambatan Internal UMKM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang berupa Desain Hypermedia Berbasis WEB ini dilaksanakan dengan pendekatan engineering dimana tahapannya

Sedangkan bila dibandingkan dengan bulan yang sama ditahun 2010, maka tren yang terjadi adalah terjadi kemiripan dibanding periode yang sama tahun lalu.. Berdasarkan

Hilangnya gejala ikutan yang dialami oleh pasien demam tifoid yang menggunakan antibiotik thiamfenikol rata-rata terjadi pada hari ke 3,16 , sedangkan antibiotik ofloxacin pada

Untuk timbulan (volume) limbah non medis yang berasal dari unit penghasil limbah berdasarkan hasil pengamatan seperti terlihat pda tabel 5 diketahui bahwa jumlah

Pada skripsi ini, membahas prosedur estimasi parameter dari variabel- variabel penjelas dan frailty pada model shared gamma frailty dengan menggunakan metode

Kondisi inilah yang memotivasi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “ Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi, Studi Kasus Pelaksanaan Rapat Umum Anggota (RUA)

Menimbang, bahwa meskipun dalil Pemohon telah diakui oleh Termohon sebagaimana tersebut di atas akan tetapi oleh karena perkara ini termasuk cerai talak dengan

Alat bantu sebagai media simulasi kerusakan anti-friction bearing dapat dilakukan Hasil dari pembuatan alat bantu analisis kerusakan anti-friction bearing ini bisa