• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD DI SMP NEGERI 1 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD DI SMP NEGERI 1 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD DI SMP NEGERI 1 BINJAI

TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh:

M. Rahmatsyah Putra NIM. 4123111043

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

ii

RIWAYAT HIDUP

M. Rahmatsyah Putra lahir di Medan, pada tanggal 5 Maret 1994. Ayah

bernama Suherman, Ibu bernama Juliar dan merupakan anak semata wayang atau

anak tunggal. Pada tahun 2000 penulis masuk SD Negeri 064988 Medan dan lulus

pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di SMP Negeri 28 Medan dan

lulus pada tahun 2009. Selanjutnya penulis bersekolah di SMA Negeri 13 Medan dan

selesai pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan

Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(4)

iii

Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Belajar dengan Menggunakan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dan

STAD di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017

M. Rahmatsyah Putra (4123111043) ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen.

Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh siswa SMP N 1 Binjai Kelas VIII sebanyak 10 kelas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang bersifat homogen yaitu siswa kelas VIII-8 sebagai kelas eksperimen I (belajar dengan model STAD) sebanyak 35 siswa dan siswa kelas VIII-7 sebagai kelas eksperimen II (belajar dengan model TSTS) sebanyak 36 siswa.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes kemampuan komunikasi matematis, yang terdiri dari 4 butir soal uraian. Tes diberikan sebanyak 2 kali yaitu pretest sebelum diberikan pembelajaran dan posttest diberikan setelah pembelajaran di kedua kelas berakhir.

Dari hasil pengolahan data diperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa pada hasil pretest diperoleh 58,5714 untuk kelas eksperimen I dan 55,9028 untuk kelas eksperimen II. Sedangkan pada posttest rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar 73,9286 untuk kelas eksperimen I dan 64,2361 untuk kelas eksperimen II.

Berdasarkan pengujian hipotesis yang dilakukan yaitu dengan mengggunakan uji t dengan

0

,

05

diperoleh

t

hitung(2,1615) >

t

tabel(1,6685). Hal ini menunjukkan bahwa

t

hitung berada di luar penerimaan H0 maka berdasarkan pengujian tersebut diperoleh bahwa H0 ditolak berarti

H

aditerima sehingga dapat dinyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala berkat dan karuniaNya yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada

penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan

waktu yang direncanakan. Skripsi berjudul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dan STAD di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017”, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.

Izwita Dewi, M.Pd., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal rencana

penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Syafari, M.Pd, Bapak Dr. Togi, M.Pd.,

Ibu Prihatin Ningsih Sagala, S.Pd., M.Si., selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga

kepada Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D., selaku dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan dan saran-saran dalam perkuliahan. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd

selaku Rektor UNIMED, Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd., selaku Dekan FMIPA

UNIMED, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak

Drs. Yasifati Hia, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Matematika FMIPA UNIMED,

Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika, dan seluruh Bapak, Ibu Dosen beserta Staf Pegawai Jurusan

Matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis dan memberikan

kelancaran selama penyusunan skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Kepala Sekolah

SMP Negeri 1 Binjai dan seluruh Bapak/ Ibu guru beserta Staf Pegawai SMP

(6)

v

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada Ayahanda yang

tersayang Suherman, Ibunda tercinta Juliar. yang selalu memberikan limpahan

kasih sayang, doa, dorongan, semangat, dan pengorbanan yang tak ternilai

harganya yang begitu banyak memberikan do’a dan motivasi, semangat serta

dukungan moral kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Unimed serta

seluruh keluarga yang tak hentinya memberikan doa, dukungan, semangat dan

kasih sayangnya kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

Terima kasih juga buat sahabat penulis yang telah banyak membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini serta memberikan semangat dan dukungan yaitu

Rizki Ramadhana, Rizky Ikhwan Permana, Khairul Sipahutar, Iswa Okataya,

Kanura, Ihsan Irfandi Pakpahan, Fadhlan Almurtadho, Prasetio, Mimi Silvianti

dan semua teman-teman sekelas Matematika Reguler Dik B’12 yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa mendukung dan menemani penulis

dalam suka maupun duka, dalam tangis maupun tawa. Terima kasih juga kepada

teman-teman PPLT Unimed 2015 di SMP Swasta Karya Bakti Selesai yang selalu

memberi dukungan dan berbagi pengalaman bersama penulis.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi

ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan baik dari

segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik

yang sifatnya membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Penulis

berharap isi skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya ilmu pendidikan.

Medan, Agustus 2016 Penulis

(7)

vi

1.2. Identifikasi Masalah 7

1.3. Batasan Masalah 8

1.4. Rumusan Masalah 8

1.5. Tujuan Penelitian 8

1.6. Manfaat Penelitian 8

1.7. Definisi Operasional 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis 10

2.1.1. Komunikasi Matematis 10

2.1.1.1. Pengertian Komunikasi 10

2.1.1.2. Pengertian Komunikasi Matematis 12

2.1.1.3. Kemampuan Komunikasi Matematis 15

2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif 21

2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) 28 2.1.4. Model Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

Divisions (STAD) 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 46

3.1.1. Lokasi Penelitian 46

3.1.2. Waktu Penelitian 46

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 46

(8)

vii

3.6.1. Pretest dan Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa 52

3.7. Teknik Analisis Data 56

3.7.1. Analisis Statistik Deskriptif 56

3.7.2. Analisis Statistika Inferensial 57

3.7.2.1. Menghitung Rata-Rata Skor 57

3.7.2.2. Menghitung Standard Deviasi 57

3.7.3. Uji Normalitas 57

3.7.4. Uji Homogenitas 58

3.7.5. Pengujian Hipotesis 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 62

4.1.1. Data Pretest Kemampuan Komunikasi Matematis 62 4.1.2. Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis 65

4.2. Hasil Data Penelitian 68

4.2.1. Uji Normalitas 68

4.2.2. Uji Homogenitas 69

4.2.3. Uji Hipotesis 70

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 75

5.2. Saran 75

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Diskusi Model Dua Tinggal Dua Tamu 31

Gambar 2.2. Fungsi yang Menyatakan Himpunan A ke Himpunan B 38

Gambar 2.3. Penyajian Fungsi dengan Diagram Panah 39

Gambar 2.4. Penyajian Fungsi dalam Tabel Nilai Fungsi 40

Gambar 2.5. Penyajian Fungsi dalam Bentuk Grafik 40

Gambar 2.6. Fungsi yang Menyatakan

x

Anggota Himpunan A ke

y

Anggota Himpunan B 40

Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian 51

Gambar 4.1. Nilai Rata-Rata Komunikasi Matematis Tiap Skor Data Pretest Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II 64

Gambar 4.2. Nilai Rata-Rata Pretest Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II 64

Gambar 4.3. Nilai Rata-Rata Komunikasi Matematis Tiap Skor Data Posttest Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II 66

Gambar 4.4. Nilai Rata-Rata Posttest Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II 67

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis 17

Tabel 2.2. Kriteria Pemberian Skor Komunikasi Matematis 20

Tabel 2.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif 27

Tabel 2.4. Perhitungan Skor Perkembangan Individu 35

Tabel 2.5. Kriteria Pemberian Penghargaan Kelompok 35

Tabel 2.6. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 36

Tabel 3.1. Desain Penelitian two group pretest and posttest design 48

Tabel 3.2. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis 53

Tabel 3.3. Pedoman Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis 53

Tabel 3.4. Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 56

Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Pretest Kelas Eksperimen I 63

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Pretest Kelas Eksperimen II 63

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Posttest Kelas Eksperimen I 65

Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Posttest Kelas Eksperimen II 65

Tabel 4.5. Hasil Analisis Normalitas Pretest 69

Tabel 4.6. Hasil Analisis Normalitas Posttest 69

Tabel 4.7. Hasil Analisis Homogenitas Data Penelitian 70

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. RPP I (Eksperimen 1 STAD) 79

Lampiran 2. RPP II (Eksperimen 1 STAD) 93

Lampiran 3. RPP I (Eksperimen 2 TSTS) 110

Lampiran 4. RPP II (Eksperimen 2 TSTS) 122

Lampiran 5. Lembar Aktivitas Siswa I 137

Lampiran 6. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa I 140

Lampiran 7. Lembar Aktivitas Siswa II 142

Lampiran 8. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa II 150

Lampiran 9. Kisi-Kisi Pre-Test 157

Lampiran 10. Kisi-Kisi Post-Test 158

Lampiran 11. Lembar Validasi Soal Pre-Test 159

Lampiran 12. Lembar Validasi Soal Pots-Test 162

Lampiran 13. Pre-Test 165

Lampiran 14. Alternatif Penyelesaian Pre-Test 166

Lampiran 15. Pedoman Penskoran Pre-Test 169

Lampiran 16. Post-Test 171

Lampiran 17. Alternatif Penyelesaian Post-Test 173

Lampiran 18. Pedoman Penskoran Post-Test 177

Lampiran 19. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen I 179

Lampiran 20. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen II 181

Lampiran 21. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen I 183

(12)

xi

Lampiran 23. Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Standar Deviasi Pretest 187

Lampiran 24. Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Standar Deviasi Posttest 194

Lampiran 25. Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen I 201

Lampiran 26. Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen II 205

Lampiran 27. Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen I 208

Lampiran 28. Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen II 212

Lampiran 29. Perhitungan Uji Homogenitas Pretest 216

Lampiran 30. Perhitungan Uji Homogenitas Posttest 217

Lampiran 31. Perhitungan Uji Hipotesis Pretest 218

Lampiran 32. Perhitungan Uji Hipotesis Posttest 220

Lampiran 33. Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Lilliefors 223

Lampiran 34. Tabel Wilayah Luas di Bawah Kurva Normal 0 ke z 224

Lampiran 35. Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t 225

Lampiran 36. Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F 226

Lampiran 37. Lembar Observasi Proses Pembelajaran 228

Lampiran 38. Jadwal Kegiatan Penelitian 236

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pelajaran matematika mempunyai peranan yang sangat penting di dalam

pendidikan. Berbagai aplikasi matematika dapat digunakan untuk memecahkan

masalah kehidupan sehari-hari. Seperti diungkapkan Cornelius (dalam

Abdurrahman, 2012:204) bahwa :

Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas. Dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Matematika sebagai ilmu yang sangat penting harusnya menjadi

pelajaran yang disenangi oleh siswa yang sedang mempelajarinya. Namun, pada

kenyataannya matematika termasuk pelajaran yang tidak disukai banyak siswa.

Ketakutan-ketakutan dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri,

melainkan kurangnya kemampuan guru dalam menciptakan situasi yang dapat

membawa siswa tertarik pada matematika.

Matematika tidak hanya sebagai ilmu, tetapi juga sebagai dasar logika

penalaran dan penyelesaian kuantitatif yang dipergunakan dalam ilmu lain. Ini

berarti matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi sehingga penguasaan matematika sejak dini diperlukan

siswa untuk menguasai dan menciptakan teknologi masa depan. Oleh karena itu,

mata pelajaran matematika perlu diberikan untuk membekali siswa agar dapat

mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa matematika dalam

mengkomunikasikan ide atau gagasan (Muzayyanah, 2009).

Komunikasi suatu aktivitas yang tidak mungkin lepas dari kehidupan

manusia. Dengan komunikasi seseorang dapat mengekspresikan ide dan

pemikirannya, saling bersosialisasi, serta menerima dan melakukan pembelajaran,

(14)

2

Sebaliknya banyak juga masalah yang dapat ditimbulkan karena kesalahan

komunikasi. Seringkali seseorang tidak menyadari pentingnya bahasa sampai

pada saat dia menemui jalan buntu ketika berkomunikasi dengan orang lain yang

tidak memahami bahasa yang digunakannya, sehingga membuatnya menjadi

frustasi (Dewi, 2014).

Menurut Toliver (dalam Dewi, 2014) menyatakan bahwa “kelas

matematika tidak hanya dapat saya gunakan untuk membangun kemampuan siswa

membaca, menulis, dan mendengar, tetapi dengan menekankan pada

aktivitas-aktivitas komunikasi tersebut saya dapat menjadi guru matematika yang lebih

baik.” Pernyataan tersebut secara implisit mengatakan bahwa dengan menekankan aktivitas komunikasi dalam kelas matematika dapat membangun kemampuan

siswa membaca, menulis dan mendengar dan juga dapat menjadikan seorang guru

merasa menjadi seorang guru yang baik (Dewi, 2014).

Melalui aktivitas komunikasi juga, ide-ide menjadi objek komunikasi

untuk selanjutnya dilakukan diskusi, refleksi, dan perbaikan pemahaman. Ketika

siswa ditantang untuk berfikir dan beralasan tentang ide matematis dan kemudian

mengkomunikasikan hasil pemikirannya kepada siswa lain, baik secara lisan

maupun tulisan maka ide itu semakin jelas dan mantap bagi diri siswa tersebut.

Selain itu bagi siswa lain yang mendengarkannya akan berkesempatan untuk

membangun pengetahuan dari hasil menyimak penjelasan tersebut (Suhaedi,

2012).

Menurut Guerreiro (dalam Izzati dan Suryadi, 2010), komunikasi

matematis merupakan alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika atau

sebagai fondasi dalam membangun pengetahuan matematika. Menurut MES

(dalam Izzati dan Suryadi, 2010), komunikasi matematis merupakan salah satu

komponen proses pemecahan masalah matematis. Komunikasi merupakan

kemampuan untuk menggunakan bahasa matematis untuk mengekspresikan

gagasan matematis dan argumen dengan tepat, singkat dan logis. Komunikasi

membantu siswa mengembangkan pemahaman mereka terhadap matematika dan

(15)

3

Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan

paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih

dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa.

Sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan dari

guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru

merupakan manajer belajar dari masyarakat belajar didalam kelas, guru

mengkondisikan agar siswa aktif komunikasi dalam belajarnya. Guru membantu

siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta meluruskan

pemahaman siswa yang kurang tepat (Qohar, 2009).

Menurut Hatano dan Ingaki (dalam Suhaedi, 2009) menyatakan bahwa :

Siswa yang mendapatkan kesempatan, semangat dan dorongan untuk bicara,

menulis, dan mengajar matematika, akan memiliki dua keuntungan yaitu mereka

berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka belajar untuk berkomunikasi

matematis.

Kemampuan komunikasi matematis siswa sangat perlu untuk

dikembangkan, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat melakukan

organisasi berpikir matematisnya baik secara tulisan, siswa bisa memberi respon

dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru

selama proses pembelajaran berlangsung. Komunikasi matematis berperan untuk

memahami ide-ide matematis secara benar. Siswa yang memiliki kemampuan

komunikasi matematis yang baik, cenderung dapat membuat berbagai representasi

yang beragam, sehingga lebih memudahkan siswa dalam mendapatkan

alternatif-alternatif penyelesaian berbagai permasalahan matematis (Suhaedi, 2012).

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran

matematika di Indonesia dalam aspek komunikasi matematis masih rendah.

.Sebagaimana yang terdapat dalam http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf :

“Rendahnya kemampuan komunikasi matematis ditunjukkan dalam studi

(16)

4

Izzati (dalam Prayitno, 2013) mengungkapkan bahwa gambaran

lemahnya kemampuan komunikasi siswa dikarenakan pembelajaran matematika

selama ini masih kurang memberi perhatian terhadap pengembangan kemampuan

ini. Hal yang sama juga ditemukan oleh Kadir (dalam Prayitno, 2013), bahwa

kemampuan komunikasi matematis siswa SMP di pesisir masih rendah, baik

ditinjau dari peringkat sekolah, maupun model pembelajaran. Begitu juga dengan

yang diungkapkan Qohar (dalam Prayitno, 2013), bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa SMP (terutama di daerah bukan perkotaan) masih kurang, baik

lisan maupun tertulis. Turmudi (2009:7) mengungkapkan bahwa “Siswa tidak

diberi kesempatan untuk mengemukakan idenya menyampaikan gagasannya,

bahkan mengomentari kesalahan penyajian sekalipun.”

Berbagai perlakuan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis tetapi tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang signifikan. Dengan kata lain, pengaruh

perlakuan yang diberikan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam kegiatan diskusi

ada beberapa siswa yang kesulitan dalam menyampaikan hasil pemikirannya,

siswa kurang memahami apa yang disampaikan siswa lain, siswa hanya mampu

menyelesaikan soal sejenis dengan soal yang sudah diselesaikan oleh guru. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis beberapa siswa masih

kurang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fauzan (dalam Izzati,

2010) menunjukkan bahwa :

Kemampuan berkomunikasi secara matematis masih menjadi titik lemah siswa dalam pembelajaran matematika. Jika kepada siswa diajukan suatu pertanyaan, pada umumnya reaksi mereka adalah menunduk, atau melihat kepada teman yang duduk di sebelahnya. Mereka kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengkomunikasikan ide yang dimiliki karena takut salah dan ditertawakan teman.

Dari beberapa hal di atas, menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa masih rendah khususnya komunikasi matematis tulis.

(17)

5

menggunakan kosa kata-nya, notasi, dan struktur matematis baik dalam bentuk

penalaran, koneksi, maupun dalam problem solving. Oleh karena itu, sangat

penting arti dan peranan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Peningkatan kemampuan komunikasi siswa dapat dilakukan dengan

mengadakan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu

dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi

sendiri pengetahuannya, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan

serta mampu mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman

maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi

matematis siswa adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan

untuk diterapkan oleh guru.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang

studi matematika di SMP Negeri 1 Binjai menyatakan bahwa:

“Metode pembelajaran yang sering saya terapkan adalah metode

pembelajaran langsung, saya langsung menyampaikan materi dan siswa memperhatikan. Hanya sekali-sekali menggunakan metode diskusi,

kelompok”.

Dalam pembelajaran, guru hendaknya memilih alternatif model

pembelajaran secara tepat, mampu mengembangkan dan menerapkan dalam

proses pembelajaran serta harus memperhatikan faktor siswa sebagai subyek

belajar. Hari Suderadjat (dalam Muzayyanah, 2009) mengemukakan bahwa semua

kegiatan pembelajaran dalam bentuk eksplorasi, menjelaskan, menyelidiki,

menguraikan dan menetapkan suatu putusan, dapat mendorong siswa dalam

pengembangan berkomunikasi. Berkaitan dengan masalah di atas maka

komunikasi matematis siswa diartikan sebagai kesanggupan siswa dalam

menafsirkan dan menyatakan gagasan atau ide-ide matematika secara tertulis

melalui tiga aspek yakni: (1) menjelaskan matematika, (2) menggambar

matematika, (3) ekspresi matematika.

Berkaitan dengan uraian tersebut maka perlu dipikirkan cara dan strategi

(18)

6

dijadikan alternatif adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif memiliki beberapa tipe dan dalam hal ini penulis tertarik meneliti

kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan tipe Student Teams Achievement

Divisions (STAD). Pada model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), siswa belajar bersama kelompok kecil yang heterogen sehingga

menghindari rasa bosan yang disebabkan pembentukan kelompok yang permanen

dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan kelompok lain.

Selain itu adanya interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide

baru dan memperkaya intelektual siswa (Lie, A, 2008).

Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) mudah dipecah

menjadi berpasangan, lebih banyak tugas yang biasa dilakukan, guru mudah

memonitor, dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan belajar

siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, diharapkan

siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, menambah kekompakan dan

rasa percaya diri siswa, dan membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

Divisions (STAD) adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil yang terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok secara heterogen, baik jenis kelamin, ras,

etnik, maupun kemampuan dalam satu kelompok, siswa menggunakan lembar

kerja akademik, kemudian siswa saling membantu untuk menguasai pelajaran

melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Dalam

kelompok-kelompok kecil siswa dapat menjalin kerjasama yang baik dengan

anggota kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions

(STAD) memberikan arah pelajaran akan lebih jelas karena pada tahap awal guru

terlebih dahulu menjelaskan uraian materi yang dipelajari, membuat suasana

belajar lebih menyenangkan karena siswa dikelompokkan dalam kelompok yang

heterogen, pembelajaran lebih terarah sebab guru terlebih dahulu menyajikan

materi sebelum tugas kelompok dimulai, meningkatkan kerjasama diantara siswa

sebab dalam pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam

(19)

7

semangat anak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan, mengetahui

kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar sebab guru memberikan

pertanyaan kepada seluruh siswa, dan sebelum kesimpulan diambil guru terlebih

dahulu melakukan evaluasi pembelajaran.

Berdasarkan hal di atas, perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terletak pada pembagian

kelompok dan proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

dibagi menjadi 4 kelompok, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dapat dibagi menjadi 4-5 kelompok. Proses pembelajaran pada model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS guru hanya memberikan konsep umum pada

materi fungsi, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD guru

menjelaskan materi fungsi terlebih dahulu. Oleh sebab itu, dari kedua model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD diharapkan dapat memperbaiki

kemampuan komunikasi matematis siswa yang rendah khususnya pada materi

fungsi. Mempelajari fungsi bukan hanya kemampuan menemukan kebenaran

jawaban akhir dan mutlak tetapi juga untuk memperoleh ketangkasan dan

keterampilan komunikasi.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan diatas peneliti merasa tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Yang Belajar Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dan STAD di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017”.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang disusun penulis, masalah yang

akan diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.

3. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

(20)

8

1.3Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan terarah, maka

penelitian ini dibatasi pada:

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.

2. Model pembelajaran masih bersifat konvensional.

1.4Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari

kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan mengguanakan

model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran

2016/2017?

1.5Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dibuat maka tujuan penelitian ini

adalah: Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di SMP Negeri 1 Binjai

Tahun Ajaran 2016/2017.

1.6Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Bagi guru, sebagai bahan masukan kepada guru matematika tentang

perbedaan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dan model

pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD).

2. Bagi siswa, sebagai pengalaman belajar dan memberikan variasi

pembelajaran guna meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa

dalam memahami dan menguasai konsep demi mencapai prestasi yang lebih

(21)

9

3. Bagi sekolah, bermanfaat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam

peningkatan kualitas pengajaran serta menjadi bahan pertimbangan untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan dan bekal ilmu pengetahuan untuk

peneliti yang nantinya akan menjadi guru, serta sebagai bahan pertimbangan

peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian di kemudian hari.

1.7Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul perbedaan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan tipe

STAD di SMP Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017.

Untuk menghindari kesalahpahaman penelitian ini memberi batasan

definisi operasional sebagai berikut:

1 Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan model

pembelajaran kooperatif dengan struktur dua tinggal dua tamu yang

dilaksanakan melalui tahap persiapan, penyajian kelas, kegiatan kelompok,

tes, dna penghargaan kelompok.

2 Model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah

model pembelajaran dimana tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang

merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru

menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka

memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

3 Komunikasi matematis adalah proses menafsirkan dan menyatakan gagasan

atau ide-ide matematika melalui aspek menjelaskan, menggambar dan

ekspresi matematika dalam bentuk tulisan.

4 Kemampuan komunikasi matematis diartikan sebagai kesanggupan siswa

dalam menafsirkan dan menyatakan gagasan atau ide-ide matematika secara

tertulis melalui tiga aspek yakni: (1) menjelaskan matematika, (2)

(22)

75 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di SMP

Negeri 1 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017. Aspek kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mempunyai selisih paling tinggi pada pembelajaran dengan model

kooperatif tipe STAD adalah aspek kemampauan membaca gambar, sedangkan aspek

kemampuan komunikasi matematis siswa yang mempunyai selisih paling tinggi pada

pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TSTS adalah aspek

kemampuan membaca gambar dan ekspresi matematika.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa

saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil

penelitian ini.

1. Bagi guru khususnya guru matematika agar menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan selalu melibatkan siswa dalam proses belajar

mengajar yang bertujuan untuk memotivasi siswa dan melatih siswa untuk

belajar aktif.

2. Pada pembelajaran, guru hendaknya lebih banyak melatih siswa untuk

membuat gambar dan ekspresi matematika.

3. Bagi pihak terkait lainnya seperti pihak sekolah diharapkan untuk lebih

memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana dalam melancarkan proses

pembelajaran.

4. Bagi peneliti lanjutan, hendaknya penelitian dapat dilengkapi dengan meneliti

(23)

76

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono., (2012), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rieka Cipta Jakarta.

Ansari, Bansu I., (2009), Komunikasi Matematika (Konsep dan Aplikasi), Penerbit Pena, Banda Aceh.

Ambarjaya, Beni.s., (2012), Psikologi Pendidikan dan Pengajaran Teori dan Praktik, CAPS, Jakarta.

Dewi, Izwita, (2014), Profil Keakuratan Matematis Mahasiswa Calon Guru Ditinjau dari Perbedaan Jeender, Jurnal Didaktik Matematika, Vol. 1, No.2, September 2014, ISSN : 2355-4185

Fachrurazi, (2011), Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf, [diakses 6 Januari 2016].

Februeny, Tri, (2014), Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dan Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Division (STAD) dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Berbasis Kontekstual Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Colomadu Tahun Ajaran 2013/2014, Skripsi, FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fitriani, dan Lina, (2013), Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Depok Tahun Ajaran 2012/2013, Dalam Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains UNY.

Isjoni, H., (2009), Pembelajaran Kooperatif : Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

, (2011), Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, Alfabeta, Bandung.

Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan

(24)

77

Jufri, Wahab, (2013), Belajar dan Pembelajaran Sains, Pustaka Reka Cipta, Bandung.

Lie, A., (2008), Cooperative Learning, Penerbit Grasindo, Jakarta.

, (2010), Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperatif Learning di Ruang Kelas), PT. Gramedia Widya Sarana Indonesia, Jakarta.

Mahmudi, Ali, (2009), Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal MIPA UNHALU Vol 8 No.1, ISSN 1412-2318.

Mayasari, Dian, (2013), Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA 5 SMAN 1 Purwosari Pasuruan, Jurnal , Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang.

Muzayyanah, Arifah, (2009), Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) di SMA Negeri 1 Godean, Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah, Yogyakarta, FMIPA UNY, 6 Desember 2009, ISBN: 978-979-16353-4-9. Nida, J, (2011), Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams

Achievment Divisions) dalam Meningkatkan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa pada Pokok Bahasan Bangun Ruang, http://a-research.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=568, [diakses 29 Agustus 2016].

Prayitno, S.,Suwarsono, St., Siswono, T.Y.E., (2013) Komunikasi Matematis Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang Ditinjau Dari Perbedaan Gender, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY, 9 November 2013, ISBN: 978-979-16353-9-4.

Qohar, Abd., (2009), Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Pada Pembelajaran Dengan Model Reciprocal Teaching, Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah, Yogyakarta, FMIPA UNY, 6 Desember 2009, ISBN: 978-979-16353-4-9. Rachmayani, Dwi, (2014), Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa, Jurnal Pendidikan UNSIKA Vol 2 No. 1, ISSN: 2338-2996.

(25)

78

Saputra, H., (2013), Jurnal Sain Riset, Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think-Talk-Write, Volume 3 – No. 1: 1-5

(ejournal.unigha.ac.id/data/journal%20%20SAINS%20Riset%20vol%203% 20no%2094.pdf diakses 16 Januari 2016)

Shafridla, (2012), Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik, Tesis, FMIPA UNIMED.

Siregar, E., Nara, H., (2010), Teori Belajar dan Pembelajaran, Ghalia Indonesia, Bogor.

Slavin, R., (2005), Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik, Nusa Media, Bandung.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito

Suhaedi, Didi, (2012), Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta, FMIPA UNY, 10 Desember 2012, ISBN: 978-979-16353-8-7.

Suprijono, Agus, (2010), Cooperatif Learning – Teori & Aplikasi PAIKEM, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Turmudi, (2009), Taktik Dan Strategi Pembelajaran Matematika (Referensi Untuk Guru SMA/Ma, Mahasiswa, dan Umum Cetakan I), Leuser Cita Pustaka, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Saudara dianjurkan untuk menghadiri pemberian penjelasan pada tempat dan waktu yang ditentukan dalam Lembar Data Pemilihan (LDP), agar Saudara lebih memahami

Peneliti menyapa siswa dan dilanjutkan dengan memeriksa kelengkapan buku siswa serta mengingatkan siswa akan materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya

Sistem Pendukung Keputusan Untuk Pemilihan … 147 Berdasarkan nilai net flow yang dihasilkan oleh perhitungan promethee, urutan lokasi cabang usaha, yaitu rangking

Scoring adalah proses untuk mengidentifikasi atribut-atribut sistem yang berkorelasi dengan resiko.ada tidaknya atribut- atribut tersebut pada sistem yang

A : nenek moyang (sebagai outgroup atau pembanding) yang memiliki hubungan kekerabatan terjauh dari turunannya (spesies ingroup ). B-E : keturunan (spesies ingroup ), dimana

Dari beberapa uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Rumah Sakit Ibu dan Anak di Kota Semarang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pelayanan

Gambar DFD Level 0 pada Sistem Informasi Penilaian Kinerja Pegawai pada Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 Surabaya memiliki 3 proses utama yaitu menentukan pejabat

Setelah diketahui persebaran sumberdaya batubara, untuk mengetahui metode penambangan dilakukan pembuatan permodelan pit dengan menggunakan software surpac , sehingga