• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan Foto Selfie Oleh Pihak Lain Dalam Jejaring Sosial Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan Foto Selfie Oleh Pihak Lain Dalam Jejaring Sosial Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO

SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 100200234

ADRIAN HARTANTO

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO

SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 100200234 ADRIAN HARTANTO

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP.197501122005012002 (Windha, SH.M.Hum)

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing II

(Syafruddin Hasibuan, S.H., MH., DFM)

(3)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL

UU NO.19 TAHUN 2002

*) Adrian Hartanto

**) Syafruddin Hasibuan ***) Windha

Permasalahan perlindungan hukum terhadap karya foto selfie berkembang sejalan dengan perkembangan dunia smartphone, yang pada saat ini dunia foto selfie (menggunakan handpone) seiring dengan kemajuan teknologi sekarang berkembang menjadi era dunia foto selfie digital. Foto selfie didalam jejaring sosial sangat mudah untuk disalahgunakan dan diambil oleh setiap orang untuk dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal inilah yang dapat menimbulkan masalah-masalah hukum berkaitan dengan hak cipta, karena sebuah foto selfie adalah sebuah karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang hak cipta. Apabila seseorang ingin menggunakan sebuah karya foto selfie harus mendapat izin dari pemegang hak cipta foto tersebut. Adapun rumusan masalah di dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hak Cipta dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 Hak Cipta, bagaimanakah kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder, sekunder dan tertier. Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka. Analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif.

Pengaturan hak Cipta dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 Hak Cipta yakni Pasal 12 ayat (1), sedangkan pengaturan tentang Hak Cipta atas foto atau potret diatur dalam Pasal 19-23, Pasal tersebut telah diatur mengenai foto atau potret selain itu undang-undang tersebut mengatur tentang perlindungan terhadap orang yang menjadi objek pemotretan. Perlindungan hukum yang diberikan kepada penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial, apabila foto selfie mempublikasikan foto seseorang untuk pertunjukan yang bersifat komersial ataupun di jejaring sosial tanpa meminta izin terlebih dahulu maka akan dikenakan sanksi. Sanksi ini untuk memberikan foto selfie jera dengan perbuatannya yang mempublikasikan potret seseorang tanpa meminta izin terlebih dahulu. Mekanisme hukum yang digunakan apabila terjadi sengketa antara foto selfie di dalam jejaring sosial adalah melalui pengajuan gugatan di Pengadilan Niaga dan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Kata Kunci: perlindungan hokum, foto selfie, jejaring sosial

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna yang telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta dan atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan akhirnya skripsi

sederhana ini dapat terselesaikan.

Adapun skripsi ini berjudul : “Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan

Foto Selfie Oleh Pihak Lain Dalam Jejaring Sosial Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002”.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta

(5)

4. Bapak Dr. O. K. Saidin, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing II yang selalu sabar menghadapi keluh kesah penulis dan selalu memberikan saran,kritik dan

masukan yang sangat berarti kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Kupersembahkan karya sederhana ini terkhusus buat kedua orang tuaku, sebagai

tanda bakti, hormat yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis, dan yang selalu mendoakan penulis, memberikan semangat, dana,

dukungan,pengorbanan,ketulusan dan perhatian kepada penulis dalam perjalanan akhir masa perkuliahan,kalian telah menguatkan penulis untuk tetap berdiri tegak menghadapi semua permasalahan yang ada yang tiada mungkin dapat kubalas

hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan.semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan papa

bahagia karna kusadar selama ini belum bisa berbuat yang.

8. Buat sahabatku dan semua teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas semangat, doa, bantuan, nasehat, hiburan, traktiran,

tumpangan, kebersamaannya, dukungan yang telah diberikan selama 4 tahun ini. semoga sukses selalu dalam mengejar mimpi kita masing-masing.

(6)

atas kasih, jerih payah, dan jasa-jasa mereka. Penulis mohon maaf kepada Bapak/Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata-kata yang

tidak berkenaan selama penulisan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan segenap pembaca. Penulis

juga mengharapkan kritik dan saran mengenai topik yang diangkat dalam penulisan skripsi ini karena penulis juga menyadari kekurangan dan ketidaksempurnaan penulis.

atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : PENGATURAN HAK CIPTA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 HAK CIPTA A. Ruang Lingkup Hak Cipta ... 19

B. Jangka Waktu Hak Cipta ... 23

C. Pendaftaran Hak Cipta ... 26

D. Lisensi ... 31

E. Hak Terkait ... 34

F. Penyelesaian Sengketa dan Ketentuan Pidana ... 39

BAB III : KEPEMILIKAN FOTO SELFIE DALAM JEJARING SOSIAL A. Keberadaan Jejaring Sosial di Indonesia ... 43

B. Foto Selfie sebagai Ciptaan yang Dilindungi ... 47

(8)

BAB IV: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL

A. Bentuk-Bentuk Penggunaan Foto Selfie dalam Jejaring Sosial ... 65

B. Perlindungan Hukum Atas Penggunaan Foto Selfie Oleh Pihak Lain dalam Jejaring Sosial ... 71

C. Penyelesaian Sengketa atas Penggunaan Foto Selfie Tanpa Izin Oleh Pihak Lain dalam Jejaring Sosial ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

(9)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL

UU NO.19 TAHUN 2002

*) Adrian Hartanto

**) Syafruddin Hasibuan ***) Windha

Permasalahan perlindungan hukum terhadap karya foto selfie berkembang sejalan dengan perkembangan dunia smartphone, yang pada saat ini dunia foto selfie (menggunakan handpone) seiring dengan kemajuan teknologi sekarang berkembang menjadi era dunia foto selfie digital. Foto selfie didalam jejaring sosial sangat mudah untuk disalahgunakan dan diambil oleh setiap orang untuk dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal inilah yang dapat menimbulkan masalah-masalah hukum berkaitan dengan hak cipta, karena sebuah foto selfie adalah sebuah karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang hak cipta. Apabila seseorang ingin menggunakan sebuah karya foto selfie harus mendapat izin dari pemegang hak cipta foto tersebut. Adapun rumusan masalah di dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hak Cipta dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 Hak Cipta, bagaimanakah kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder, sekunder dan tertier. Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka. Analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif.

Pengaturan hak Cipta dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 Hak Cipta yakni Pasal 12 ayat (1), sedangkan pengaturan tentang Hak Cipta atas foto atau potret diatur dalam Pasal 19-23, Pasal tersebut telah diatur mengenai foto atau potret selain itu undang-undang tersebut mengatur tentang perlindungan terhadap orang yang menjadi objek pemotretan. Perlindungan hukum yang diberikan kepada penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial, apabila foto selfie mempublikasikan foto seseorang untuk pertunjukan yang bersifat komersial ataupun di jejaring sosial tanpa meminta izin terlebih dahulu maka akan dikenakan sanksi. Sanksi ini untuk memberikan foto selfie jera dengan perbuatannya yang mempublikasikan potret seseorang tanpa meminta izin terlebih dahulu. Mekanisme hukum yang digunakan apabila terjadi sengketa antara foto selfie di dalam jejaring sosial adalah melalui pengajuan gugatan di Pengadilan Niaga dan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Kata Kunci: perlindungan hokum, foto selfie, jejaring sosial

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan yang pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer telah membawa suatu perubahan yang bersifat global dan masif dalam kehidupan manusia. Perkembangan ini membawa manusia di ambang revolusi

keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuan umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way of

thinking). Terlebih lagi, kecenderungan bagi manusia untuk selalu berinteraksi dalam dunia teknologi meningkat seiring dengan berbagai fasilitas serta kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi.1 Perkembangan jejaring sosial merupakan sebuah media

sosial dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial merupakan bentuk media sosial yang

paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Twitter, facebook, Youtube dan Instagram merupakan fenomena jejaring sosial yang sering kali menimbulkan permasalahan di dalamnya.2

1

Mardoto, “Peranan dan Pengaruh Teknologi Komunikasi Informasi (internet, jejaring sosial, dan sejenisnya) pada gerakan demokratisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,”

Ditambah lagi, penggunaan foto atau gambar pribadi

miliknya untuk menyakinkan masyarakat pengguna jejaring sosial bahwa akun tersebut miliknya, tentunya saja perlu dianalisis lebih jauh dengan menggunakan

peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut sebagai

2 Faisal Abdullah, “Pembahasan dan Sejarah Jejaring Sosial,” https://etikajejaringsosial.

(11)

UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta (selanjutnya disebut sebagai UUHC).3

Budaya selfie ini semakin popular di kalangan pengguna internet, terutama

remaja dan kumpulan pelajar, dimana mereka memposting gambar-gambar mereka ke halaman media sosial mereka untuk mendapatkan perhatian. Sebuah foto selfie yang Kemajuan teknologi semakin meningkat dalam kehidupan kita, hal ini telah mendorong masyarakat untuk terus mengikuti kemajuan teknologi tersebut. Seiring berkembangnya zaman, semakin berkembang pula alat-alat teknologi dalam

kehidupan masyarakat. Kehadiran smartphone seperti ipad, iphone dan android membawa fenomena baru di kalangan remaja yaitu selfie. Selfie sendiri adalah bentuk

foto dari hasil memotret diri sendiri atau self image yang mana memang sedang menjadi fenomena bagi masyarakat luas dengan cara melakukan kegiatan memfoto diri nya sendiri dengan hasil gambar hanya terlihat muka yang tampak memenuhi

layar camera seorang foto selfie itu sendiri.

Foto selfie ialah jenis foto potret diri yang diambil menggunakan kamera

digital atau telepon kamera. Bagaimana selfie menjadi trend bagi remaja yang suka mengunggah foto selfie ke media sosial sehingga dapat di lihat oleh pengguna lainnya, bahkan di lihat dari sudut pandang lain banyak masyarakat yang berasumsi

bahwa seorang selfie adalah seorang yang krisis identitas diri, karena seorang selfie banyak dikaitan dengan remaja yang mengalami gangguan kepercayaan diri dengan

mencoba mencari perhatian dari masyarakat pengguna media sosial. Penggunaan media sosial instagram pun terus bertambah jumlahnya.

3 James R. Situmorang, “Pemanfaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik,

(12)

digunakan dalam sebuah akun jejaring sosial online berperan sebagai salah satu tanda pengenal selain nama pengguna (user name) dan identitas pribadi (nio).

Perlindungan hukum karya cipta yang diberikan adalah karya cipta, film, karya fotografi, seni lukis, seni patung, dan lain-lain. Disamping karya cipta tersebut diatas sesungguhnya masih banyak hasil karya cipta yang belum mendapat

perlindungan secara maksimal seperti foto selfie. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi modern, khususnya pada bidang foto, menjadikan foto selfie

tersebut sebagai lahan yang sangat potensial untuk dijadikan komoditi bisnis. Oleh karena itu sebuah foto selfie yang unggah ke dalam jejaring sosial dapat dilindungi sebagai suatu karya intelektual. Penggunaan foto selfie seseorang dalam akun jejaring

sosial yang digunakan untuk kegiatan komersial yang bertentangan dengan ketertiban umum, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UUHC, dikarenakan berdasarkan

ketentuan dalam UUHC, yang memegang hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu karya cipta setelah suatu ciptaan dilahirkan adalah pencipta atau pemegang hak cipta.

Pasal 23 UUHC telah diatur tentang hak milik kebendaan (chattel rights) dari pemilik foto atau potret, yaitu hak untuk mempertunjukkan potret atau foto tersebut di

depan umum, memperbanyak potret dalam satu katalog atau mempublikasikan ciptaan potret tersebut tanpa harus meminta izin terlebih dahulu dari pencipta atau sang potret.4

Sistem perlindungan UUHC yang baik akan melandasi pengakuan hukum dan jaminan pemenuhan hak-hak peningkatan warga negara atas kreasinya. Sehingga di

sisi lain akan mendorong pertumbuhan kreativitas warga negara dalam berkreasi baik

4 Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia: Analisis Teori dan Praktik (Bandung: PT

(13)

itu dalam bidang seni, teknologi, ilmu pengetahuan, dan juga termasuk di dalamnya foto, yang tentu saja tidak diikuti rasa takut bahwa hasil olah pikir mereka akan

dibajak atau disalahgunakan.

Karya cipta foto selfie seharusnya mendapat perlindungan mulai dari awal sampai akhir proses pembuatan foto yaitu mulai dari perwujudan atau ekspresi dari

konsep karya foto selfie, pemahaman teknis dalam penggunaan kamera ponsel, pencahayaan dan komposisi serta sudut pandang pengambilan foto sampai pada saat

foto selfie menekan tombol pelepas rana pada kamera (shutter button) hingga proses pencucian negatif film dan meretouch atau mengolah foto tersebut serta akhirnya pada proses cetak foto, sehingga karya cipta foto selfie dapat dinikmati oleh masyarakat.

Menciptakan suatu foto selfie tidak dibutuhkan pengalaman, keterampilan dan kepekaan yang tepat dan cermat dalam mengarahkan lensa kamera untuk menangkap

objek yang dipotret. Oleh karena itu foto selfie tersebut dianggap tercipta karena hasil usaha intelektual manusia yang mengoptimalkan fungsi kamera sebagai suatu alat bantu dalam mewujudkan suatu foto selfie.5

Permasalahan mengenai hak cipta terhadap foto selfie di Indonesia juga semakin berkembang seiring dengan pemberlakuan UUHC, karena dengan adanya

UUHC saja tidak cukup menjamin terlindunginya hak dari pencipta, masih banyak pelanggaran-pelanggaran terhadap suatu karya cipta yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap hukum HKI khususnya hak cipta dan juga kurangnya kesadaran

masyarakat terhadap hak-hak yang dilindungi oleh hukum hak cipta terlebih lagi perlindungan hak cipta di bidang karya fotografi. Ciptaan yang dilindungi meliputi

5

(14)

ciptaan dalam bidang karya fotografi.6 Ciptaan yang dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.7 Perlindungan terhadap

ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.8

Salah satu pelanggaran hak cipta atas karya foto selfie yang terjadi di Indonesia adalah yang terjadi antara seorang pencipta karya foto selfie yang

menyatakan bahwa ia adalah pencipta dan pemegang hak cipta atas karya fotografi dan merasa karya fotonya digunakan, dipublikasikan, dan diperbanyak oleh salah satu jejaring sosial di Indonesia tanpa seizin dan tidak mencantumkan nama asli dari

pencipta atas karya foto selfie tersebut. Oleh sebab itu, karena merasa haknya telah dilanggar maka akhirnya pencipta tersebut mengajukan gugatan atas pelanggaran

yang terjadi.

Permasalahan perlindungan hukum terhadap karya foto selfie berkembang

sejalan dengan perkembangan dunia foto selfie, yang pada saat ini dunia foto selfie (menggunakan handpone) seiring dengan kemajuan teknologi sekarang berkembang

menjadi era dunia foto selfie. Foto selfie sudah tidak lagi menggunakan media film sebagai alat untuk merekam gambar melainkan sudah berbentuk smartphone yang mana hal tersebut semakin memudahkan setiap orang untuk meng-copy dan mencetak

hasilnya kemudian diedarkan ke jejaring sosial. Foto selfie yang ada jejaring sosial tersebut sangat mudah untuk digandakan dan diambil oleh setiap orang untuk

dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal inilah yang dapat menimbulkan masalah-masalah hukum berkaitan dengan hak cipta, karena sebuah foto selfie adalah sebuah karya cipta yang dilindungi oleh UUHC.

6 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 40 ayat (1). 7 Ibid, Pasal 40 ayat (2).

8

(15)

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas bahwa realita penegakan HKI apabila tidak di tangani secara serius dari aspek yurisdisnya, maka akan memberikan dampak

negatif tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga dari aspek ekonomi. Dari segi hukum, pencipta yang tidak mendaftarkan hasil ciptaannya dapat dianggap bukan pencipta dan bahkan dapat dituntut secara hukum apabila menggunakan karya

ciptaanya tersebut. Sedangkan dari segi ekonomi tentunya akan berakibat pada keuntungan royalti apabila kelak ada orang (bukan si pencipta) yang menggunakan,

memperbanyak hasil ciptaannya, maka pencipta sendiri tidak mendapatkan keuntungan dari royalti tersebut. Munculnya kasus hak cipta foto selfie mulai menyadarkan seluruh praktisi yang terkait, apakah itu praktisi bisnis maupun para

pencipta terhadap arti pentingnya perlindungan hak cipta, walaupun sebenarnya pengaturan khususnya foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial bukanlah

merupakan sesuatu hal yang baru.

Berdasarkan uraian tersebut, hal mengenai Perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial Undang-Undang Nomor

28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta merupakan sesuatu yang penting untuk diteliti.

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta?

2. Bagaimanakah kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial?

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai,

yaitu:

1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas

maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaturan hak Cipta dalam Undang -Undang Nomor 28

Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

b. Untuk mengetahui kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial.

c. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh

pihak lain dalam jejaring sosial. 2. Manfaat penulisan

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan

yang lebih konkrit bagi aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya dalam menangani penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial yang terjadi di Indonesia dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, serta pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan hak

(17)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan pertimbangan dalam menangani Perlindungan hukum terhadap penggunaan

foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial berdasarkan UUHC, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani penggunaan foto selfie.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka

diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Perlindungan hukum terhadap penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial UUHC”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli, adapun

tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Hak cipta merupakan hak milik yang bersifat immateril yang merupakan hak

benda, maka pada bagian ini ingin pula diuraikan bagaimana undang-undang memberikan perlindungan terhadap si pemilik atau si pemegang hak. Sifat droit de suit menyebabkan benda yang dilekati oleh hak benda dapat diminta di mana pun benda itu berada. Hak untuk menuntut akan mengikuti benda tersebut secara terus-menerus di tangan siapapun benda itu berada.9

9 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights) (Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 67.

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi

(18)

atau memberikan izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.10

Istilah hak cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut common law, yakni copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’auteur dan di Jerman sebagai urheberecht. Di Inggris, penggunaan istilah copyright dikembangkan

untuk melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si pencipta. Namun, seiring dengan perkembangan hukum dan teknologi, maka perlindungan diberikan kepada

pencipta serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya mencakup bidang buku, tetapi juga drama, musik, artystic work, fotografi, dan lain-lain.11

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangan

yang berlaku. Jadi, hak cipta dimaksudkan sebagai hak eksklusif bagi pencipta untuk mereproduksi karyanya sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan tindakan tersebut dalam batasan hukum yang berlaku. Pencipta atau

pengarang adalah seseorang yang memiliki inspirasi guna menghasilkan karya yang didasari oleh kemampuan intelektual, imajinasi, keterampilan, dan keahlian yang

diwujudkan dalam bentuk karya yang memiliki sifat dasar pribadi (personal nature).12 Ciptaan pada awalnya adalah pemegang hak cipta atas karyanya tersebut. Pengalihan kepemilikan bisa dilakukan melalui proses penyerahan atu pemberian

lisensi kepada seseorang. Apabila suatu ciptaan dibuat oleh karyawan pemerintah dan karya tersebut menjadi bagian sehari-hari tugas karyawan tersebut, maka pemegang

10

Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia, Cetakan pertama (Yogyakarta: Penerbit Buku Biru, 2012), hlm. 24.

11 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum ; Intellectual Property Rights, Cetakan

Pertama (Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 2005) hlm. 1.

12

(19)

hak cipta biasanya adalah pemerintah. Namun, baik di sektor pemerintah maupun di sektor swasta, hal ini sangat ditentukan oleh perjanjian.13

Ciptaan adalah setiap hasil karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.14 Memperbanyak atau

mengumumkan ciptaannya, pemegang hak cipta atas potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau Izin ahli waris dalam jangka

waktu 10 tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Namun, jika suatu potret memuat gambar dua orang atau lebih, untuk perbanyakan atau mengumumkan setiap orang yang dipotret (foto selfie), pemegang hak cipta harus terlebih dahulu

mendapatkan izin dari setiap orang dalam potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.15

Selfie secara harafiah seringkali diartikan sebagai aktivitas memotret diri sendiri atau narsisme. Jika ditelusuri lebih dalam pengertian ‘Selfie’ menurut referensi pustakawan Britania adalah “sebuah pengambilan foto diri sendiri melalui

smartphone atau webcam yang kemudian diungguh ke situs web media sosial.16

Selfie adalah sebuah jenis self-portrait foto, dimana biasanya diambil dengan

kamera digital genggam atau kamera ponsel. Selfies juga sering dikaitkan dengan jejaring sosial, seperti Instagram. Orang-orang biasanya melakukan foto Selfie dengan cara menggunakan kamera yang dipegang dengan lengan panjang atau di hadapan

cermin. Foto selfie biasanya juga menggukan ekpresi yang berlebihan di hadapan camera.

13

Muhammad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HaKi, Cetakan kedua (Jakarta: Penerbit Visimedia, 2012), hlm. 67.

14 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 1 angka 3. 15 Muhammad Firmansyah, Op.Cit, hlm. 16.

16

(20)

Istilah " Selfie " dibahas oleh seorang fotografer bernama Jim Krause pada tahun 2005, walaupun foto bergenre Selfie sudah meluas mendahului istilahnya.

Kemudian pada awal tahun 2000-an, sebelum Facebook menjadi jaringan sosial online yang dominan, foto diri sendiri sering terjadi di MySpace. Tapi seorang penulis bernama Kate Losse menceritakan bahwa antara tahun 2006 dan 2009 (ketika

Facebook menjadi lebih populer daripada MySpace) foto diri sendiri sering diambil di depan cermin kamar mandi. Dan ini menjadi indikasi buruk bagi pengguna jejaring

sosial Facebook baru.17 Jejaring sosial adalah suat

simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seper

lain.18

Situs jejaring sosial merupakan sebuah situs berbasis pelayanan yang

memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat list pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Tampilan dasar situs jejaring sosial ini menampilkan halaman profil

pengguna, yang di dalamnya terdiri dari identitas diri dan foto pengguna.19

Jejaring sosial adalah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen

individual atau organisasi. Jejaring ini menunjukan jalan dimana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga.

20

17

Hasanuddin, “Pengertian dan Sejarah Perkembangan foto selfie,”

http://hottreding.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html (diakses tanggal 27 Oktober 2014).

18 Jejaring Sosial,

Oktober 2014).

19Ditya Firmansyah. Teknologi Jaringan: Perbincangan Tentang Jejaring Sosial (Yogyakarta

: Galang Press, 2010), hlm. 10.

(21)

Setiap situs jejaring sosial memiliki daya tarik yang berbeda. Namun pada dasarnya tujuannya sama yaitu untuk berkomunikasi dengan mudah dan lebih menarik

karena ditambah fitur-fitur yang memanjakan penggunanya. Dengan beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa situs jejaring sosial merupakan layanan berbasis web dimana digunakan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi

dengan pihak lain baik dengan teman, keluarga, maupun suatu komunitas yang memiliki tujuan yang sama.

Jejaring sosial sebenarnya bentuk baru komunitas di Internet yang saling terhubung dengan cepat. Ini berbeda dengan jejaring sosial lima tahun yang lalu yang mungkin lebih dikenal sebagai forum diskusi, chat, messenger atau milis dimana pola

komunikasinya terbatas hanya dalam forum tersebut saja. Atau kalau mau lebih jauh, bentuk mailing list sebagai cikal bakal komunitas internet yang sudah lama

digunakan. Disebut jejaring karena kemampuannya untuk saling terhubung dengan cepat antara satu domain komunitas dengan komunitas lainnya. Misalnya, kalau digunakan tools status di Plurk.com, maka status kita dapat didistribusikan ke

facebook, tumblr, twitter, multiply. Bahkan ada yang seolah-olah menjadi konsolidator semua domain komunitas sehingga fungsinya lebih praktis.21

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisa

21 Rachamat Hidayat, “Pengertian Jejaring Sosial,

(22)

dan konstruksi.22

1. Spesifikasi penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang

digunakan antara lain:

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai

sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.23

2. Sumber data

Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan

skripsi penulis.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk

memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian

yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder

22 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 20.

(23)

adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.24

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang - Undangan di bidang foto di jejaring sosial, antara lain:

b. Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku,

pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library

reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang - undangan serta buku-buku

literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil

pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari

24 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers,

(24)

konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.25

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan

menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar

sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam

hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

4. Analisis data

26

G. Sistematika penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar

belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

25 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op.Cit, hlm. 24. 26

(25)

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Bab ini berisi tentang ruang lingkup hak cipta, jangka waktu hak cipta, pencatatan hak cipta, hak terkait, penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana.

BAB III KEPEMILIKAN FOTO SELFIE DALAM JEJARING SOSIAL Bab ini berisikan tentang keberadaan jejaring sosial di Indonesia, foto

selfie sebagai ciptaan yang dilindungi dan kepemilikan foto selfie dalam jejaring sosial.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN FOTO

SELFIE OLEH PIHAK LAIN DALAM JEJARING SOSIAL Bab ini berisi tentang bentuk-bentuk penggunaan foto selfie dalam jejaring sosial, perlindungan hukum atas penggunaan foto selfie oleh pihak lain dalam jejaring sosial dan penyelesaian sengketa atas penggunaan foto selfie tanpa izin oleh pihak lain dalam jejaring sosial.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari

(26)

BAB II

PENGATURAN HAK CIPTA DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 28 TAHUN 2014 HAK CIPTA

A. Ruang Lingkup Hak Cipta

Setelah Indonesia merdeka dan memiliki peraturan sendiri di bidang hak cipta,

sejarah pembentukan, dan perkembangan hukum hak cipta di Indonesia diwarnai dengan beberapa kali penggantian UUHC. Undang-undang mengenai hak cipta Indonesia yang pertama adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang kemudian

diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan diganti kembali dengan Undang Nomor 12 Tahun 1997 sebelum akhirnya diganti dengan

(27)

Selain Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, terdapat juga berbagai peraturan lain di bidang hukum kekayaan intelektual yang berkaitan

dengan hak cipta sebagai berikut :27

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention.

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty.

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Europe Union.

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Amerika.

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Australia.

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi TRIPs Agreement.

7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Indonesia dan Inggris.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tanggal 5 April 1989 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta.

9. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 04-PW.07.03 Tahun 1988 Tanggal 27 Mei 1988 tentang Penyidik Hak Cipta.

10.Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 01-PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta.

11.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian, dan Pengembangan.

12.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonograms Treaty 1996.

13.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc).

14.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 648/MPP/Kep/10/2004 tentang Pelaporan dan Pengawasan Perusahaan Industri Cakram Optik (Optical Disc).

15.Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 11/MIND/PER/7/2005 tentang Ketentuan Teknis mengenai Mesin, Peralatan Mesin, Bahan Baku, dan Cakram Optik (Optical Disc).

16.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pembangunan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan.

27

(28)

17.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

18.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.

Perubahan-perubahan atau revisi yang berulang-ulang terhadap Undang-undang mengenai hak cipta dilakukan karena Indonesia mendapat tekanan dari

masyarakat internasional agar Indonesia lebih memerhatikan perlindungan hukum hak cipta terutama hak cipta negara lain di Indonesia. Demikian pula dalam rangka

memenuhi kewajiban Indonesia selaku anggota WTO, Indonesia wajib menyelaraskan undang-undang mengenai hak cipta dengan konvensi-konvensi internasional lainnya, terutama dengan ketentuan TRIPs Agreement guna menciptakan suatu iklim

perdagangan yang sehat (fair competition) di Indonesia.28

Secara umum konsep UUHC tidak begitu jauh berbeda dengan Undang-Undang Hak Cipta yang ada sebelumnya terutama dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12

tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hanya saja standar Penyempurnaan undang-undang hak cipta juga ditujukan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya

intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya yang ada di Indonesia sendiri yang masih belum dikembangkan dalam konteks bisnis sekaligus untuk meningkatkan minat berkarya dan mengembangkan kreativitas bangsa Indonesia

dalam rangka peningkatan sumber daya manusia.

Seorang pencipta disebut sebagai pemilik hak cipta perorangan (sole author)

apabila ia menciptakan sendiri sebuah ciptaan. Akan tetapi, tidak selamanya hak cipta atas suatu ciptaan dipegang secara tunggal oleh orang yang mewujudkan ciptaan tersebut.

28

(29)

perlindungan hak cipta yang diatur dalam UUHC telah disesuaikan dengan standar Internasional yang diatur dalam TRIPs Agreement. Sedangkan prinsip dasar

perlindungan mengacu sepenuhnya pada Berne Convention.29

Undang-Undang Hak Cipta yang baru ini benar-benar berusaha menciptakan ketentuan hukum yang lebih efektif dan efisien guna memberikan perlindungan yang

maksimal, baik terhadap suatu ciptaan maupun hak terkait (neighboring rights). Efisiensi peraturan tersebut misalnya terkandung dalam ketentuan yang mengatur

bahwa sengketa hak cipta dapat diselesaikan, baik melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi. Sengketa hak cipta melalui jalur litigasi diserahkan kepada pengadian niaga untuk menyelesaikan sengketa dalam jangka waktu 90 hari plus perpanjangan

30 hari kerja terhitung sejak gugatan diajukan. Jangka waktu menyelesaikan pemeriksaan perkara hak cipta ini berlaku untuk pemeriksaan, baik di Pengadilan

Niaga maupun di Mahkamah Agung. Sedangkan upaya hukumnya dipersingkat langsung kasasi ke Mahkamah Agung.30

Undang-Undang Hak Cipta yang terbaru ini juga telah mengadopsi ketentuan

TRIPs Agreement tentang Provisional Measurement, yaitu penetapan sementara pengadilan yang sifatnya serta-merta untuk menghentikan berlangsungnya kegiatan

pelanggaran atas hak cipta. Penetapan sementara pengadilan dapat dimintakan oleh pemegang hak cipta sebelum putusan pengadilan dijatuhkan dengan menunjukkan bukti kepemilikan hak atas suatu ciptaan. Pengaturan tentang penetapan sementara

pengadilan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya pencegahan berlanjutnya

29 Ibid

30

(30)

kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia serta untuk mencegah timbulnya kerugian yang lebih besar di kemudian hari.31

Semua ketentuan dalam TRIPs Agreement sehubungan dengan hak cipta telah diadopsi dalam Undang-Undang Hak Cipta dengan beberapa penyesuaian dan adaptasi sebagai salah satu sikap Indonesia untuk menerapkan prosedur berperkara

yang adil dan seimbang (fair and equitable procedures) sebagaimana diatur dalam Pasal 42 TRIPs Agreement.32

Selain itu, undang-undang ini yang baru juga telah mengadopsi ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 WIPO Treaty yang mengatur perlindungan hukum hak cipta atas sarana pengaman teknologi. Dengan demikian, tindakan merusak

(circumvent) alat pengaman suatu ciptaan telah dikategorikan sebagai suatu tindak pidana dan diancam dengan pidana penjara dan atau denda.33 Pemegang hak cipta

adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.34

Hak cipta didasarkan pada kriteria keaslian ciptaan (originality) harus benar-benar berasal dari pencipta yang bersangkutan. Persyaratan keaslian ini tidaklah

seketat persyaratan kebaruan (novelty) di dalam paten. Berdasarkan hal tersebut bahwa ruang lingkup ciptaan yang dilindungi hak cipta adalah ciptaan (works) dalam bidang ilmu (science), seni dan sastra (literary and artistic work).35

31 Ibid

32 Ibid 33

Ibid, hlm. 54.

34 Abdul R.Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori & Contoh Kasus (Jakarta : Prenada Media Group, 2005) hlm. 194.

35 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan pertama (Yogyakarta: FH UII

(31)

Kepemilikan sebuah hak cipta pada dasarnya merupakan pemegang hak cipta atau orang yang memiliki hak ekslusif untuk mengeksploitasi karya tersebut, misalnya

untuk menggunakan, memperbanyak, menjual, dan membuat karya- karya turunannya. Secara umum hak cipta pada sebuah karya pada awalnya merupakan milik dari pembuat karya tersebut yaitu pencipta.36

1. Joint Authorship (Co-Authorship)

Menurut Elysa Ras Ginting ada empat konsep terjadinya kepemilikan dalam UUHC. Keempat konsep tersebut selengkapnya akan diuraikan secara lebih terperinci

berikut ini:

Memuat Pasal 39 ayat 1 UUHC dalam hal ciptaan tidak diketahui

penciptanya dan ciptaan tersebut belum dilakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta. Sedangkan

Pasal 39 ayat 2 UUHC dalam ciptaan telah dilakukan pengumuman tetapi tidak diketahui penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran penciptanya, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan

pengumuman untuk kepentingan pencipta. Kemudian Pasal 39 ayat 3 UUHC dalam hal ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui pencipta dan pihak yang

melakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan pencipta.

Konsep kepemilikan hak cipta berdasarkan joint authorship diterapkan

terhadap ciptaan yang dihasilkan dari kerja sama atau kolaborasi beberapa orang secara bersama-sama. Misalnya, perbuatan atau penggarapan sebuah fotografi.

Konsep kepemilikan hak cipta berdasarkan joint authorship yang diatur dalam

36 Foto Ilegal,

(32)

Pasal 39 UUHC menganggap pencipta dari ciptaan hasil kolaborasi tersebut adalah:

a. Orang yang memimpin serta mengawasi seluruh ciptaan itu hingga selesai dengan sempurna.

b. Jika tidak ada pihak yang ditunjuk untuk mengawasi penyelesaian ciptaan

tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya tanpa mengurangi hak cipta masing-masing pihak yang memberikan

kontribusinya dalam ciptaan tersebut

c. Dapat diperjanjikan bahwa hak cipta dimiliki secara bersama-sama. 2. Commisioned Authorship

Memuat Pasal 33 ayat 1 UUHC dalam hal ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) orang atau lebih, yang dianggap

sebagai pencipta yaitu orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan. Sedangkan Pasal 34 UUHC dalam hal dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan

pengawasan orang yang merancang, yang dianggap pencipta yaitu orang yang merancang ciptaan.

3. Commisioned Work

Commisioned Work yaitu jenis ciptaan yang diwujudkan oleh orang lain di bawah pengarahan orang yang telah merancang atau mendesain ciptaan tersebut. Pencipta

berdasarkan Commisioned Work sering juga disebut sebagai pencipta pinjam tangan karena dalam mengekspresikan ide yang ada padanya, ia menggunakan

(33)

sejumlah uang, sedangkan si perancang mendapatkan hak cipta atas ciptaan tersebut.

4. Contract of Service dan Contract for Service

Hak cipta yang lahir berdasarkan Contract of Service dan Contract for Service adalah ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau hubungan kedinasan pada

suatu instansi (work made for hire). Dalam hal ini, pihak mempekerjakan akan dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta tanpa mempersoalkan derajat

kontribusinya terhadap ciptaan tersebut. Pemberian hak cipta, baik berdasarkan Contract of Service maupun Contract for Service bukan didasarkan pada penghargaan atas kreativitas pencipta, melainkan didasarkan pada teori simbiosis

mutualisme. Berdasarkan teori simbiosis mutualisme, hak cipta dari si pencipta yang berbakat dianugerahkan kepada pihak lain yang menanggung risiko ekonomi

yang telah dikeluarkannya guna mewujudkan ciptaan tersebut dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.37

Hak ekonomi merupakan hak ekslusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.38

Menurut penjelasan Pasal 4 UUHC hak eksklusif adalah hak yang hanya

diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang hak cipta yang bukan

pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.

Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta

dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

37 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 179. 38

(34)

Pasal 9 ayat 1 UUHC bahwa pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala

bentuknya, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian, pengaransemenan atau pentrasformasian ciptaan, pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukkan ciptaan pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan dan penyewaan ciptaan. Pasal 9

ayat 2 bahwa setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dlarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.

Berbeda dengan penguasaan, pemilikan mempunyai sosok hukum yang lebih jelas dan pasti. Seseorang menunjukkan hubungan antara orang dengan objek yang menjadi sasaran pemilikan. Namun, berbeda dengan penguasaan yang lebih faktual,

pemilikan terdiri dari suatu komplek hak-hak yang kesemuanya dapat digolongkan ke dalam ius in rem karena ia berlaku terhadap semua orang. Berbeda dengan ius

personam yang hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu. Pada umumnya ciri dari hak-hak yang termasuk dalam pemilikan adalah sebagai berikut:

1. Pemilik mempunyai hak untuk memiliki barangnya, ia mungkin tidak memegang

atau menguasai barang tersebut. Oleh karena barang itu, mungkin telah direbut dari orang lain. Sekali pun demikian, hak atas barang itu tetap ada pada pemegang

hak semula.

2. Pemilik biasanya mempunyai hak untuk menggunakan dan menikmati barang yang dimilikinya. Pada dasarnya merupakan kemerdekaan bagi pemilik untuk

berbuat terhadap barangnya.

3. Pemilik mempunyai hak untuk menghabiskan, merusak, atau mengalihkan

(35)

penguasa tidak mempunyai hak dan tidak juga dapat melakukan pengalihkan hak kepada orang lain.

4. Pemilikan mempunyai ciri yang tidak mengenal pembatasan jangka waktu, pemilikan bersifat terbuka untuk penentuan lebih lanjut di kemudian hari,

sedangkan pada pemilikan secara teoritis berlaku selamanya.

Pemilikan mempunyai artinya tersendiri dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat tempat seseorang diterima sebagai suatu konsep hukum. Dalam

konteks yang demikian itu maka pemilikan merupakan indeks, tidak hanya bagi tingkat kesejahteraan dari pemiliknya, tetapi juga bagi kedudukan sosialnya.

Pasal 1 angka 2 UUHC merumuskan bahwa pencipta dalam bentuk orang

perorangan sebagai berikut: Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan

pribadi.

Rumusan pencipta dalam UUHC tersebut diatas mengandung suatu pengakuan hukum adanya pencipta secara kolaborasi atau yang bersifat yang mengakibatkan

timbulnya kepemilikan bersama atas suatu ciptaan atau joint authorship. Pada umumnya dalam suatu ciptaan sering sekali terkandung sekelompok hak cipta dari

pencipta yang berbeda-beda. Hak yang terkandung pada sebuah ciptaan berbentuk potret, apakah hak-hak tersebut ada ditangan satu orang saja atau terdapat kepemilikan bersama (join ownership) atas potret tersebut. Identitas suatu ciptaan

juga berfungsi sebagai informasi untuk mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran hak cipta atau pelanggaran hak moral (moral rights) serta untuk menentukan apakah

(36)

importation adalah pengimporan produk asli oleh negara lain tanpa izin dari pemilik ciptaan tersebut.

B. Jangka Waktu Hak Cipta

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Ide

mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta, sebenarnya didasarkan atas landasan filosofis tiap-tiap hak kebendaan termasuk hak cipta fungsi social. Sehingga dengan

diberinya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta maka diharapkan hak cipta itu tidak dikuasai dalam jangka waktu yang panjang di tangan si pencipta yang sekaligus sebagai pemiliknya. Dengan berakhirnya jangka waktu pemilikan tersebut

maka jadilah karya cipta itu sebagai milik umum, suatu kuasa umum (public domein). Pembatasan jangka waktu hak cipta yang tercantum dalm UUHC Indonesia bukanlah

satu-satunya peraturan hak cipta yang memberikan batasan.

Sebenarnya mengenai pembatasan jangka waktu hak cipta adalah merupakan penjelmaan dari pandangan tentang hakikat pemilikan, dikaitkan dengan kedudukan

manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk bermasyarakat, dimana hak milik itu dianggap mempunyai fungsi sosial. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti

bahwa pembatasan jangka waktu hak cipta itu adalah merupakan atas milik umum dan milik individu (perseorangan).39

Pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta 50 tahun merupakan ketentuan

yang diambil alih dari Konvensi Bern dengan alasan agar mempermudah bila Indonesia menjadi salah satu anggota konvensi, tetapi dalam perkembangan

39

(37)

selanjutnya terlihat adanya upaya untuk menggantikan atau merevisi undang-undang hak cipta, yang pembatasan jangka waktu hak cipta tersebut telah dinaikkan menjadi

70x tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam jangka waktu relatif yang panjang itu, keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat yang dikenal dengan konsepsi hak milik berfungsi sosial dapat lebih terwujud.40Perlindungan hak

cipta atas ciptaan potret berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.41Hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui yang

dipegang oleh negara berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman.42 Hak cipta atas ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak

ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman.43

1. Masa Berlaku Hak Moral

Sebagaimana diketahui bahwa sejak ciptaan diwujudkan berakibat munculnya hak

cipta terhadap ciptaan tersebut, ini berarti sejak saat itu hak cipta mulai berlaku. Pencipta

resmi memiliki hak untuk menerbitkan ciptaannya, menggandakan ciptaannya,

mengumumkan ciptaannya, dan melarang pihak lain untuk melipatgandakan dan/atau

menggunakan secara komersial ciptaannya.Di Indonesia berdasarkan UUHC , jangka

waktu berlakunya suatu hak cipta adalah sebagai berikut:

Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal:

a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan

dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan

40 Ibid, hlm. 110.

41 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 59. 42 Ibid, Pasal 60 ayat (2).

43

(38)

c. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan,

modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau

reputasinya. Hak moral pencipta berlaku selama berlangsungnya jangka waktu

hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, yaitu dalam hal: mengubah ciptaannya

sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul

ciptaan.

2. Masa Berlaku Hak Ekonomi

Pasal 58 UUHC menyatakan bahwa:

a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

1) buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;

2) ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

3) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4) lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

5) drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

6) karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,

seni pahat, patung, atau kolase;

7) karya arsitektur;

8) peta; dan

9) karya seni batik atau seni motif lain,

berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh)

tahun setelah pencipta meninggal dunia.

b. Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan hak cipta

berlaku selama hidup penciptanya yang meninggal dunia paling akhir dan

(39)

c. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan

hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan

pengumuman.

Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa:

a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan: 1. karya fotografi;

2. potret;

3. karya sinematografi;

4. permainan video; 5. program Komputer; 6. perwajahan karya tulis;

7. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

8. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional;

9. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

Program Komputer atau media lainnya;

10. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

(40)

C. Pencatatan Hak Cipta

Pendaftaran suatu ciptaan bukan suatu keharusan, artinya boleh didaftarkan dan boleh juga tidak didaftarkan. Pendaftaran ciptaan bukan untuk memperoleh hak

cipta, melainkan semata-mata untuk memudahkan pembuktian hak dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta. Apabila ciptaan didaftarkan, yang mendaftarkan itu dianggap sebagai penciptanya, sampai dapat dibuktikan sebaliknya bahwa

pendaftaran itu bukan penciptanya.

Dengan dilakukannya pendaftaran, maka ciptaan tersebut akan di catat pada

daftar umum ciptaan yang memuat: nama pencipta dan pemegang hak cipta, tanggal penerimaan surat permohonan, tanggal lengkapnya persyaratan dan nomor pendaftaran. Melalui daftar umum ciptaan, setiap orang dapat melihat ciptaan apa saja

yang telah didaftarkan tanpa dikenai biaya setiap orang juga dapat memperoleh petikan daftar umum ciptaan tersebut namun dikenai biaya. Demikianlah mengenai

pendaftaran hak cipta ini menjadi penting artinya, karena melalui pendaftaran lahirlah pengakuan secara de jure hak dengan bendanya. Namun patut dicatat, pendaftaran tidak merupakan suatu keharusan untuk terbitnya hak cipta. Ini adalah konsekuensi

logis dari system pendaftaran deklaratif.

Jika melihat pada prinsip dasar lahirnya hak cipta, maka rujukannya bukanlah

pada pendaftaran, yang saat ini dalam UUHC istilahnya disebut dengan Pencatatan, akan tetapi hak cipta telah lahir secara otomatis pada saat suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, diumumkan, dan dapat diperbanyak. Pencatatan Ciptaan pada

(41)

pencatatan perlu dilakukan oleh pencipta ketika komersialisasi ciptaan dilakukan secara maksimal sebagai alat bukti atau pengukuhan apabila terjadi sengketa.44

Menteri menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak terkait.

Pencatatan ciptaan atau produk hak terkait dalam daftar umum ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan atau produk hak terkait yang dicatat. Dalam hal Menteri menerima permohonan, menteri menerbitkan

surat pencatatan ciptaan dan mencatat dalam daftar umum ciptaan. Daftar umum ciptaan memuat nama pencipta dan pemegang hak cipta atau nama pemilik produk

hak terkait, tanggal penerimaan surat permohonan, tanggal lengkapnya persyaratan.

45

Pencatatan ciptaan dan produk terkait bukan merupakan syarat untuk

mendapatkan hak cipta dan hak terkait. Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik

hak terkait. Perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud karena pencatatan. Hal ini berarti suatu ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi.46 Pencatatan ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni

lukis yang berupa logo atau tanda pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambing organisasi, badan usaha,

atau badan hukum.47

Pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diajukan dengan Permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik

hak terkait, atau kuasanya kepada Menteri.48

44

Kecuali terbukti sebaliknya, surat

45 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 64 ayat (1). 46 Ibid, Penjelasan Pasal 64 ayat (2).

47 Ibid, Pasal 65. 48

(42)

pencatatan ciptaan merupakan bukti awal kepemilikan suatu ciptaan atau produk hak terkait.49Pencatatan ciptaan atau produk hak terkait dalam daftar umum ciptaan bukan

merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan atau produk hak terkait yang dicatat.50

Kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait hapus karena:

permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait, lampaunya waktu, putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembatalan pencatatan ciptaan atau produk hak terkait; atau melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, atau peraturan

perundang-undangan yang penghapusannya dilakukan oleh Menteri.51 Penghapusan pencatatan ciptaan atas permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai

pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait dikenai biaya.52Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diatur dengan peraturan pemerintah.53Pengalihan Hak atas pencatatan ciptaan

dan produk hak terkait dapat dilakukan jika seluruh hak cipta atas ciptaan tercatat dialihkan haknya kepada penerima hak.54

D. Hak Terkait

49 Ibid, Pasal 69 ayat (4). 50

Ibid, Pasal 72. 51 Ibid, Pasal 74 ayat (1). 52 Ibid, Pasal 74 ayat (2). 53 Ibid, Pasal 75. 54

(43)

Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukkannya.55 Hak terkait

adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukkan.56

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk hak terkait, yaitu neighboring

rights, derivatif rights, ataupun related rights. Negara common law pada umumnya menggunakan istilah neighboring rights dan diatur bersamaan dengan hak cipta dalam

suatu Undang-undang mengenai hak cipta. Namun, di negara civil law, seperti Prancis dan Jerman, hak terkait dianggap sebagai hak yang ada di luar UUHC dan diatur secara sui generis. Sedangkan di Indonesia, hak terkait diakui sebagai suatu kekayaan

intelektual yang memiliki keterkaitan dengan suatu ciptaan dan karenanya diatur dalam UUHC bersama-sama dengan hak cipta, tetapi ditempatkan dalam bab yang

berbeda.57

Hak terkait sebelumya tidak diatur dalam Berne Convention. Pengaturan tentang hak terkait dimulai pada tahun 1928 ketika broadcasting works dimasukkan

sebagai suatu ciptaan yang dilindungi dalam Berne Convention. Hak terkait berdasarkan kelahirannya, timbul sejalan dengan berkembangnya bisnis yang

berkaitan dengan hak cipta terutama di dunia entertainment. Dalam hal ini, artis, vokalis, atau organisasi penyiaran (broadcasting organization) ataupun perusahaan rekaman suara (recording company)telah mewujudkan suatu lagu yang semula hanya

55 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 13.

56 Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Pasal 1 ayat (5). 57

(44)

terdiri atas notasi dan syair secaratertulis menjadi nyanyian yang dapat didengar atau dipublikasikan kepada publik secara meluas.58

Menurut Stewart dan Sandison, hak terkait senantiasa merupakan hak yangtimbul dari ciptaan yang berasal dari pengalihwujudan suatu karya karena hak tersebut merupakan perwujudan dari ciptaan yang telah ada.59 Oleh karena itu, yang

dilindungi oleh hak terkait adalah bentuk lain dari suatu ciptaan yangtelah ada sebelumnya yang telah beralih wujud menjadi ciptaan yang baru. Misalnya lagu

yangdinyanyikan, karya sinematografi dari sebuah novel, film dokumenter tentang suatu peristiwa atau fenomena alam, dan sebagainya. Oleh karena keberadaan hak terkait yang lahir dari hak cipta tersebut, TRIPs Agreement secara khusus

menyebutnya sebagai “related rights”.60

Konsep hak terkait (related rights atau neighboring rights) berkaitan erat

terutama dengan Rome Convention. Bahkan, Hayes mengklaim bahwa Konvensi Roma yangtelah melahirkan dan menjadi dasar hukum diakuinya hak terkait atas suatu ciptaan dalam hukum hak cipta.61

Undang-undang hak cipta sendiri secara tegas telah memilah pengaturan antara hak cipta dan hak terkait. Hak terkait diatur tersendiri dalam Bab VI Pasal 49,

50, dan 51 UUHC. Secara khusus pengertian dan hakikat dari hak terkait dalam UUHC diatur dalam Pasal 1 angka (9) sebagai berikut : “Hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan

pertunjukkannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau

58

Ibid

59 Stephen M. Stewart dan Manish Sandison, International Copyright and Neighbouring Right, Edisi Kedua, (London : Butterworth, 1998), hlm. 190.

60 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 7. 61

Referensi

Dokumen terkait

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYA CIPTA BAND INDIE DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK

E-book merupakan bagian dari Hak Cipta yang di lindungi yang mana e-book di lindungi pada Pasal 40 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan pasal

Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002 disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama

Imam Sya‟ Roni Dziya‟Urrokhman, Perlindungan Hukum Karya Cipta Buku Ditinjau dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,. Tesis, Fakultas

Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002 disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama

Sehingga fotografer yang menggunakan foto atau potret seseorang untuk komersial tanpa meminta izin atau orang lain yang menggunakan hasil karya cipta potret

Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002 disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama

Perlindungan Hak Cipta di media internet secara tersirat telah diatur dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yakni :