• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENDER DALAM PEMBANGUNAN POLITIK LOKAL ( Studi Penelitian Kiprah Politik Perempuan Sebagai Anggota DPRD Kota Malang Periode 2009-2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GENDER DALAM PEMBANGUNAN POLITIK LOKAL ( Studi Penelitian Kiprah Politik Perempuan Sebagai Anggota DPRD Kota Malang Periode 2009-2014)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

GENDER DALAM PEMBANGUNAN POLITIK LOKAL

( Studi Penelitian Kiprah Politik Perempuan Sebagai Anggota DPRD Kota Malang Periode 2009-2014)

NASKAH SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Pemerintahan

Oleh :

Iradhat Taqwa. Sihidi (07230013)

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan dihadapan Sidang dewan penguji skripsi

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang Pada :

Hari : Jum’at dan Sabtu Tanggal : 04 & 5 Mei 2012 Pukul : 08.00-09.30 WIB

Tempat : Kajur Ilmu Pemerintahan Dewan Penguji

1. Drs. Krisno Hadi, MA ( )

2. Dr. Asep Nurjaman, M.Si ( )

3. Prof. Dr. M. Mas’ud Said, MM ( )

4. Drs. Achmadur Rifai,M.Si ( )

Mengesahkan Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

(3)

KATA PENGANTAR

Tak ada untaian kata yang senandungnya mampu menggetarkan jiwa dengan indah dan nyaman selain mengucapkan lafadzh Alhamdulilllah dan Allah Akbar seraya mengucapn segala karunia dan rahmatNya, dengan segala ketertundukan yang hakiki penulis mengucapkan sukur alhamdulilah atas ijin yang diberikan guna menyelesaikan karya skripsi yang belum sempurna ini. Shalawat serta salam atas baginda besar Rasululullah SAW yang telah memeberikan petunjuk dan tauladan buat umatnya, semoga kita tetap diberikan kekuatan yang tiada henti untuk melanjutkan perjuangan beliau.

Melalui lembar ini, penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa banyak baik langsung maupun tidak langsung dalam penyususnan sikripsi ini baik berupa dukungan moril, materi maupun imateri yang senantiasa memberikan semnagat tiada henti dalam penyelesian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Kepada manusia yang paling saya cintai dunia ini kedua Orang Tua Penulis, Alm. La Sihidi beristirahatlah dengan tenang dan damai di tempat mu yang terakhir. Terima kasih telah menjadikan penulis menjadi seperti ini. Hanya doa yang bisa ku persembahkan. Tak ada kenikmatan yang paling menbahagiakan selain menjadi bagian dari keluarga ini, walaupun ditengah kesusahan kalia terus memotivasi penulis untuk menjadi manusia yang berguna. Buat yang paling tersayang ibunda penulis, terima kasih tiada tara penulis hanturkan atas segala kasih saying tulus yang engkau berikan, walaupun dengan berurai airmata dan kesepian engkau tetap tegar menjadi penopang hidup penulis selama ini. Karya ini salah satunya sebagai bukti dedikasi dan darma baktiku padamu, tetaplah tersenyum walaupun fisikmu mulai rapuh oleh usia sebab hanya itulah kebahagiaan terbesar ku menjadi manusia. Aku sayang engkau, ma……….

2. Keluarga Besar penulis yang sangat banyak. Terima kasih atas semuanya, kalian adalah sumber inspirasiku.

3. Bapak Dr. Muhadjir Efendi, MAP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang serta seluruh jajaran Pembantu Rektor dan staf Rektorat UMM.

(4)

5. Bapak Prof. Dr.Mas’ud Said, MM selaku Pembibing 1 ditengah kesibukan yang begitu luar biasa dengan kerendahan hati beliau masih menyempatkan membimbing dan memotivasi tiada henti penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta Bapak Drs. Achmadur Rifai, yang selalu sabar menjadi bapak yang baik guna menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semua bantuanya ya pak.

6. Ibu Dr. Tri Sulistianingsih selaku kajur Ilmu Pemerintahan beserta seluruh dosen dosen Ilmu Pemerintahan yang tak bisa saya ungkapkan satu persatu yang telah banyak memberikan inspirasi dan bekal hidup buat penulis. Terima kasih atas didikanya yang tulus selama ini.

7. Kawan-kawan ku seperjuangan di HMI Cab. Malang dan Korkom UMM.. Terima kasih telah menjadi ruang dialektika yang memadai untuk kematangan berpikir penulis. Yakusa.

8. Kawan-kawan di keluarga Besar HMI Komisariat FISIP UMM, tempat untuk berbagi ilmu, suka, dan duka. Sungguh pengalaman yang tidak pernah terlupakan.

9. Keluarga Besar UKM Sepak Bola UMM dan Eagle FC yang banyak membantu penulis khususnya dalam mengajarkan indahnya kekeluargaan dan kebersamaan.

10.Teman di FISIP UMM dan Ilmu Pemerintahan khususnya angkatan 2007, semoga kita bisa bertemu kembali dalam sukses. Amin, serta pihak-pihjak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari nahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik obyektif, ilmiah dan kosntruktif sangat penulis harapkan.

Malang, 10 Agustus 2012

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ……… iv

BERITA ACARA BIMBINGAN ……… v

DAFTAR ISI ………. vi

KATA PENGANTAR ……….. ix

ABSTRAKSI ………. xii

ABSTRAC ………. xiv

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ………. 1

Rumusan Masalah ………... 17

B. Tujuan Penelitian ……….. 17

Manfaat Penelitian ………... 18

C. Definisi Konseptual ……… 18

D. Definisi Operasional ……….. 22

E. Metode Penelitian ……….. 24

1. Jenis Penelitian ……… 24

2. Teknik Pengambilan Data ……….. 25

3. Subyek Penelitian ……… 26

4. Lokasi Penelitian ………. 26

5. Sumber Data ……… 27

6. Analisis Data ……… 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsepsi Gender ... …... 29

B. Manifestasi ketidakadilan Gender ... …... 35

C. Feminisme ... …... 38

(6)

E. Pengarusutamaan Gender ... ……. 43

F. Partisipasi Politik Perempuan di Parlemen ... ……. 48

1.2.1. Definisi Partisipasi Politik ... ……. 48

1.2.2. Landasan Partisipasi Politik ... 50

1.2.3. Model Partisipasi Politik ... 50

1.2.4. Bentuk Partisipasi Politik ... ………. 51

1.2.4. Partisipasi Politik Perempuan di Parlemen ... ……. 52

1.2.5. Pembangunan Politik Lokal ... ………. 60

BAB III DESKRIPSI WILAYAH & LEMBAGA A. Sejarah Politik Perempuan ... ………. 67

B. Kondisi Umum Kota Malang ... ………. 70

1.3.1. Sejarah Malang ... ……. 70

1.3.2. Sekilas Sejarah Pemerintahan ... ………. 71

1.3.3. Kondisi Fisik dan Administrasi Kota Malang ... ……. 74

a. Letak Georafis ... ……. 74

b. Iklim ... 74

C. Visi dan Misi ... 75

D. DPRD Kota Malang ... 78

1. Kedudukan dan Fungsi DPRD ... 79

2. Panitia Dewan ... 80

3. Komisi DPRD ... 81

4. Badan Kehormatan ... 82

5. Badan Legislasi ... 83

6. Badan Anggaran ... 85

7. Profil DPRD Kota Malang ... 87

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... …… 88

A. Harapan Otonomi Daerah Pada Perempuan ... 88

B. Peran Perempuan Anggota DPRD Kota Malang Dalam pembangunan Politik Lokal Kota Malang ... 97

(7)

2. Pembangunan Ideologi Politik ... ……. 98

3. Pembangunan Partai Politik ... ……. 99

4. Pembangunan Komunikasi Politik ... ……. 100

5. Pembangunan Sistem Pemilu ... ……. 101

6. Pembangunan Partisipasi Masyarakat ...……. 102

7. Pembangunan Pers ... 103

8. Pembangunan Aparat Administrasi Pemerintahan sebagai penyelenggara Politik ... 104

9. Pembangunan Nasionalisme Politik ... 107

10.Pembangunan Manajemen Politik ... 108

C. Tantangan dan Harapan Kedepannya ... 116

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 130

B. Saran ……….…….. 131

(8)

DAFTAR PUSTAKA

A. Nunuk. P. Muriati. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesia Tera.

Adrivia, Gadis & Venny Adriana (ed). 2004. Menggalang Perubahan’’ Perlunya Perspektif Gender Dalam Otonomi Daerah. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.

Anas, Muhammad diterjemahkan oleh Mutjaba Hamdi, 2001. Mengembalikan Hak-Hak Politik Perempuan. Jakarta, Azan.

Basir, Faisal. 2003. Etika Politik Pandangan Seorang Politisi Muslim. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan. Bara Murti, Ratna. 2005. Demokrasi Keintiman’’ Seksualitas di Era Global’’.Yogyakarta: LKiS.

Bartens, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia.

Benda, Julian diterjemahkan Winarsih P.Arifin. 2001. Penghianatan Kaum Cendekiawan. Jakarta: Pt.Gramedia Pustaka Utama

Bottomore, T.B. 2006. Elite dan Masyarakat (terj). Jakarta: Akbar Tanjung Institute.

Budiarjo, Miriam.1994. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia.

Budiman, Kris. 2000. Feminisme Laki-Laki dan Wacana Gender. Magelang: Indonesia Tera. Coryati, Dewi. 2006. Politik Jender. Jakarta: Kalam.

Damsar, 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. E.Aster, David. 2001. Pengantar Analisa Politik (terj). Jakarta: Grafika.

Faqih, M. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.

Faqih, Mansour dkk. 2000 cet ke 2. Membincang Feminsme’’ Diksursus Gender Perspektif Islam”, Surabaya, Risalah Gusti.

(9)

Fromm, Erich. 1988 (cet 2). Memiliki dan menjadi. Jakarta: LP3ES.

.Fukuyama, Francis (terj) oleh A.Zaim Rofiqi. 2005. Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Jakarta: Gramedia

Gafar, Afan (ed). Beberapa Aspek Pembangunan Politik. Jakarta: Rajawali Press.

Hafiz & Eddyono.2005. Pembakuan Peran Gender Dalam Kebijakan-Kebijakan Indonesia. Jogjakarta : LKiS.

Hanafi, Hasan . 2003. Bongkar Tafsir: Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik. Jogjakarta: Prisma Sophie.

Handayani, Trisakti & Sugiarti. 2008 (cet 3). Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang, UMM press.

Hardiman, Budi F. 2009. Kritik Ideologi. Bandung: Kanisius. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif. Yogyakarta: Kanisius.

Hariati, Siti Hariti (ed). 2008. Women in Public Sector. Jogjakatrta: Tiara Wacana.

Haryatmoko, 2010. Dominasi Penuh Muslihat ’’Akar Kekerasan dan Diksriminasi. Jakarta: Gramedia.

Hornham, Sue . 2010. Teori Feminis & Cultural Studies ( terj). Bandung: Jalasutra.

Humm, Magie. 2002. Ensiklopedia Feminisme ( terj oleh Mundi Rahayu). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Huntington, Samuel P & Joan Nelson, 1990. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta.

Hutchson, Linda. 2004. Politik Posmodernisme (terj). Yogyakarta: Jendela.

(10)

Kalden, Ignas. 2001. Menulis Politik : Indonesia Sebagai Utopia. Jakarta: Kompas Kantaprawira, Rusadi. 1990. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Algensindo.

Kartini Fahmi Idris dkk. 2008. Jati Diri Perempuan Muslim ‘’ Perspektif Islam Terhadap

Kesetaraan Gender’’. Jakarta: UI Press.

Keller, Suzanne. 1996. Penguasa dan Kelompok Elit (terj). Jakarta: Rajawali Press. Khaduri, Majid . 1999. Teologi Keadilan Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti. Kusuma Sundari, Eva 2004. Perempuan Menggugat. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

Kontras. 2009. Api Yang Tak Pernah Padam ‘’ Catatan Kongres Pejuang HAM 2009. Jakarta: Rinam Antarika.

Lovenduvski, Joni. 2008. Politik Berparas Perempuan (terj). Yogyakarta: Kanisius.

Mahendra, Yusril. 1999. Modernisme dan Pragmatisme Dalam Politik Islam. Jakarta: Paramadina.

Marselina. C.Y. 2005. Jerat Kapiralisme Atas Perempuan. Jogjakarta: Resist Book.

Moose, J.C. 1996. Gender dan Pembangunan, Penerjemah: Hartian Silawahi 1997. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.

Muhammad, Husein. 2004. Islam Agama Ramah Perempuan. Jogjakarta, LKiS.

Muslikhati, Siti. 2004. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Timbangan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Mufidah Ch, 2009. Pengarusutamaan Gender Pada Basis Keagamaan. Malang: UIN Malang Press.

Muhaimin, Yahya & MacAndrews, Colin (ed). 1988. Masalah-Masalah Pembangunan Politik. (cet 5). Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

(11)

Nurul Aini, Ng. Philipus. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Osborne, David & Gaebler, Ted. 2000 ( Cet ke 6). Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta: Pustaka Binaan Pressindo.

Passenan, Mauricio. 2003. Filsafat Politik Hanna Arrendt. Yogyakarta : Qalam.

Pengantar Kongres Koalisi Perempuan Indonesia ( liza Hafiz,ed).Yogykarta. Desember 1998 Poerwanti, Endang. 1998. Dimensi-Dimensi Riset Ilmiah. Malang: UMM Press.

Pramodawardhani, Jaleswari ( ed). 2004. Pergolakan Ideologi Gerakan Perempuan di Indonesia Dalam Transformasi Sosial. Jakarta: LIPI.

Roded, Ruth. 1995. Kembang Peradaban Citra Wanita di Mata Penulis Biografi Muslim. Mizan: Bandung.

Rush, Michael & Althoff, Philip. 2003. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Qardlawi, Yusuf Dkk. 2004 (cet 2). Ketika Wanita Menggugat Islam. Jakarta: Teras.

Said, Mas’ud. 2006. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang : UMM Press.

Sa’idah, Najmah Sa’idah &Khatimah, Khusnul. 2003. Revisi Politik Perempuan. Bogor, Pustaka

Utama.

Sanit, Arbi. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

Sardar, Zianudin. 2002. Thomas Kuhn dan Perang Ilmu. Yogyakarta: Jendela.

Sedarmayanti. 2003. Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah. Jakarta : Rajawali Press.

Slouka, Mark. 1999. Ruang Yang Hilang. Bandung: Mizan.

(12)

Suriasumantri, Jujun. 2003 ( cet 16). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suseno, Magnis 2007 ( cet 7). Etika Politik. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. 2009 (ed 8). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Alfabeta: Bandung. Sukarna. 1990. Pembangunan Politik. Bandung: Mandar Maju.

St Sularto ( ed). 2001. Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi. Jakarta: Kompas. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Suyanto, Bagong & Narwoko, Dwi (ed). 2007 (cet 3). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Rajawali Press.

Suyoto dkk (ed). 1994. Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban. Yogyakarta: Aditya Media.

Syam, Nur. 2010. Agama Pelacur’’ Dramaturgi Transedental’’. Jogjakarta: LKiS.

Syaukani HR. 2004. Otonomi Daerah Demi Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Nuansa Madani. Undang-undang No2 Tahun 2008 Tentang Pemilu.

Takwin, Bagus . 2009. Akar-Akar Ideologi. Bandung: Jalasutra.

Tim Peneliti PSIK. 2008. Negara Kesejahteraan & Globalisasi. Jakarta: Paramadina.

Tim Penyusun, 2002. Panduan Pelaksana Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Penagarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional ( Edisi II). Jakarta,

Kementrian Pemberdayaan Perempuan.

Tim Redaksi LP3ES. 2003. Politik Editorial Media Indonesia. Jakarta: LP3ES. Qardlawi, Yusuf dkk. 2004 (cet 2). Ketika Wanita Menggugat Islam. Jakarta: Teras.

(13)

Warsito, Tulus. 1999. Pembangunan Politik ‘’Refleksi Kritis Atas Krisis. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Wiliam de-Vries, Dede. 2006. Gender Bukan Tabu ‘’Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi. Bogor: CIFOR.

Zulganef, 2008. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu. Koran & Majalah

Kompas, 28 Januari 2012 Kompas, 30 Januari 2012

Jurnal Perempuan ‘’ Catatan Perjuangan Politik Perempuan.2008. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Jurnal perempuan’’ Perempuan di Wilayah Konflik. 2002. Jakarta: Yayasan jurnal Perempuan.

Jurnal Perempuan ‘’ Hentikan Kekerasan Tehadap Perempuan. 2002. Jakarta: Yayasan jurnal

Perempuan

Jurnal Matan Edisi 21 April 2008

Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan Perempuan’’ Perempuan dan Politik Indonesia.

Jakarta, Logos.

Majalah Kronik, Edisi 11/Tahun X/November/2011, Hlm 1.

Laporan UNDP diterjemahkan oleh Pusat Telah dan Informasi Regional ( PATTIRO). 2003. Jakarta

Internet

http://www.scribd.com/doc/50994862/17/Reduksi-Data, diakses pada tanggal 17 November 2011 pukul 07.57 WIB.

(14)

http://id.shvoong.com/society-and-news/gender/2220358-pengertian-gender-menurut-para-ahli/#ixzz1eJmtKMjo diakses pada tanggal 20 November 2011 Pukul 13.24 WIB

http://forum.detik.com/7-wanita-terkorup-di-indonesia-versi-warga-solo-t322409.html, diakses pada tanggal 31 Januari 2011 Puku; 15.29 WIB.

(15)

BAB I

PEENDAHULUAN A. Latar Belakang

Liberalisasi politik yang melanda Indonesia satu dasawarsa ini tidak terlepas dari peran reformasi politik yang memungkinkan setiap manusia Indonesia mereposisi peran politiknya secara nyata. Orde Baru dengan hegemoni politik dan modal kekuasaan yang sangat superior berhasil menganeksiasi peran politik masyarakat dalam kerangka kekuasaan selama hampir 32 tahun. Hampir tidak ada ruang yang leluasa untuk masyarakat menyuarakan kepentingan dan harapan sadarnya pada bangsa ini. Semua ruang dibelenggu dalam teror, masyarakat tersudut dalam ketakutan, gejolak sedikitpun akan dianggap sebagai musuh negara yang dinyatakan berpotensi mengacaukan stabilitas politik dan ekonomi. Belenggu kuasa pemerintah yang otoriter dan represif berhasil mereduksi peran sejati masyarakat Indonesia di segala bidang khususnya politik. Partisipasi yang dilakuan bersifat semu karena semua proses kebijakan berasal dari rekayasa elit yang bersifat teknokratis. Semuanya terlihat membisu dalam ketidakberdayaan, meskipun tetap ada jejak-jejak perlawanan, hampir selalu bisa dijinakan oleh rezim yang lahir dari kolaborasi jahat antara birokrasi dan TNI.

(16)

sosial mulai dari melonjaknya harga kebutuhan pokok sampai instabilitas keamanan merupakan dari efek domino krisis moneter membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah.

Dalam stagnasi yang berkepanjangan tersebut, diperlukan modernisasi politik yang berlandaskan pada pembangunan politik yang orisinil, ilmiah, dan terbuka. Modernisasi politik ialah kemampuan adaptif sebuah sistem politik untuk mempengaruhi dan mengendalikan lingkungan sosialnya dalam jangka waktu panjang dan lebih optimis dalam menggalang perubahan sesuai dengan tuntutan lingkungan sekitar sistem politik sebagai sebuah entitas politik yang utuh. Modernisasi politik setidaknya memiliki tiga ciri utama. Pertama, peningkatan pemusatan pada kekuatan negara, dibarengi dengan melemahnya beberapa kekuatan tradisional. Kedua, diferensialisasi dan spesialisasi pada lembaga politik. Ketiga, peningkatan partisipasi rakyat dalam politik, dan kesediaan individu mengintegrasikan dirinya secara aktif dan sadar dalam sistem politik secara keseluruhan1.

Momentum akan hadirnya perbaikan kualitas hidup akibat krisis dimanfaatkan oleh beberapa tokoh oposisi untuk memobilisasi masa dan kekuatan untuk menjatuhkan rezim yang sudah terlalu tua dan tidak produktif lagi mewujudkan kesejahteraan. Keberhasilan pertama yang dicapai ialah reformasi politik dengan terbukanya akses sebesar-besarnya masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan sadar dalam politik. Momen kebersamaan sebagai sebuah bangsa yang

1

(17)

beradab hanya bias dibangun dalam rekonsiliasi kejujuran yang mendedepnkan etika moralitas2.

Modernisasi politik walaupun telah lama dilakukan di Indonesia pasca merdeka, tapi belum sepenuhnya menghasilkan kualitas yang baik karena masih kentalnya desakan perangkap kekuasaan yang terlalu kuat lewat politisasi lembaga negara dan terlalu sentralnya kekuatan Soeharto. Semuanya dilakukan secara semu. lahirnya reformasi dianggap sebagai kelanjutan dari modernisasi politik yang sempat tertunda. Dengan itu harapan akan bangkitnya bangsa yang sempat tertidur lama kembali hadir dalam optimisme yang membara guna membawa bangsa ini lepas dari cengkrama oligarki yang jahat. Oligarki yang membuat disparitas kesejahteraan antara individu dan antar daerah sangat tinggi dan maraknya pemberian hak istimewa di beberapa aset negara terhadap kroni-kroni Soeharto, yang berimbas pada ekploitasi ekonomi atas sumberdaya alam yang tidak terbatas dan manusiawi. Lahirnya reformasi politik membuat peta kekuatan politik berubah secara drastis, keadaan ini juga berlaku terhadap gerakan gender politik di Indonesia. Gerakan yang dianggap sebagai pembaharu terhadap keterbatasan akses dan kesempatan perempuan dalam berpolitik.

Reformasi politik hadir dengan pembangunan politik yang berkelanjutan dimana setiap masyarakat secara individu maupun berkelompok menemukan dirinya sebagai warga negara yang dihargai oleh iklim politik. Mereka mendapatkan penghargaan yang utuh dalam bingkai sosial dan politik dengan signifikansi peran mereka yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan politik

2

(18)

yang adil. Perempuan bisa menuai prestasi lewat kediriannya yang nampak pada lewat politiknya yang berpihak pada kesejahteraan, yang hanya bisa dilakukan dalam iklim politik yang egaliter. Perempuan bisa dengan cerdas dan cepat merespon peluang tersebut dengan mengkonsolidasikan kekuatan dan gerakan untuk meminimalisir ketimpangan paradigma gender selama ini.

Ketidakadilan politik selama ini jelas berlaku dalam politik kenegaraan khususnya menyangkut tentang relasi perempuan dan laki-laki dalam mengelola kekuasaan. Zaman Orde Baru memulai proses pembakuan gender dengan berbagai modus yang dilakukan lewat perangkap aturan, sosialisasi budaya dan stigmatisasi keharusan peran perempuan dalam masyarakat3. Misalnya teks Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1978-1998 selalu ada kata kodrat sebagai bentuk dominasi pengetahuan terhadap perempuan. Akhirnya perempuan dikerdilkan perannya lewat opini yang digiring dalam GBHN.

Politik menghadirkan iklim yang kurang bersahabat dengan perempuan, sebab dianggap kurang telaten dalam berpolitik dan beradaptasi dengan kerasnya politik yang penuh resiko. Kalaupun dilibatkan, peran perempuan hanya sebatas pada wilayah aministratif- yang sebenarnya justru lebih mengukuhkan posisi perempuan sebagai liyan dalam politik praktis. Wilayah adiminstratif hanya berkutat pada surat-menyurat, kurang menyentuh esensi politik karena tidak terlibat langsung dalam perumusan dan penentuan kebijakan. Dengan kerangka seperti itu, akhirnya perempuan tunduk dalam sistem yang melanggengkan status quo laki-laki dan kesulitan untuk bangkit menyetarakan posisi karena himpitan

3

(19)

aturan-aturan dan politisasi agama yang begitu massif untuk memperkuat citra bahwa perempuan hanya berurusan dengan wilayah domestik semata.

Perempuan Indonesia tergolong komunitas yang memiliki keragaman dalam memandang persoalan sosial, namun memiliki kesamaan dalam hal pengabaian dan penindasan yang dialami. Posisi perempuan yang subordinat dalam hal keluarga dan masyarakat, membuat kesibukan mereka hanya bergulat pada urusan domesitik bukan publik. Walaupun dalam sejarahnya perempuan ikut mengambil bagian dalam pergerakan perjuangan dalam berbagai zaman, namun sangat sedikit yang dicatat oleh sejarah nasional. Hal ini terjadi karena, pertama, perempuan dalam lingkup sejarah nasional tidak memiliki posisii strategis sebagai pihak penentu dalam kebijakan, kedua gaung perkumpulan perempuan kalah oleh prestasi laki-laki dan ketiga, perempuan terlalu sibuk dengan perkumpulannya sendiri yang terpisah dengan laki-laki. Maka, kehadiran revitalisasi gerakan gender perempuan bermaksud untuk memperkuat keterwakilan perempuan di politik sehingga akses perempuan untuk lebih berkembang dapat terpenuhi.

Konsep gender ialah suatu istilah yang digunakan untuk mendefinisikan perbedaan ilmiah laki-laki dan perempuan secara sosial. Istilah gender mulaii popular sekitar tahun 70an oleh Ann Oakley yang bertujuan menyediakan sebuah pisau analisis komprehensif terhadap fenomena diskriminasi terhadap perempuan secara umum4. Gender sebagai sebuah konsep merupakan hasill pemikiran atau rekayasa manusia dan kemudian lebih jauh diperlukan untuk membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial. Mansour Fakih menjelaskan

4

(20)

perbedaan gender perempuan dan laki-laki terjadi melalui proses yang sangat panjang, melalui proses sosialisasi, penguatan, dan konstruksi sosial, kultural, dan keagamaan, bahkan melalui kekuasan negara5.

Oleh karena melalui proses yang begitu panjang itulah, maka lama kelaman perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi seolah-olah ketentuan Tuhan atau kodrat yang tidak dapat diubah lagi. Demikian pula sebaliknya, sosialisasi kontruksi sosial tentang gender secara evolusi pada akhirnya mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis masing-masing jenis kelamin. Seperti misalnya, gender laki-laki harus kuat dan agresif, sehingga dengan kontruksi sosial semacam itu menjadikan laki-laki terlatih dan termotivasi mempertahankan sifat tersebut, dan akhirnya laki-laki menjadi lebih kuat dan lebih besar6. Akan tetapi, dalam berpedoman bahwa setiap sifat biasanya melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang sifat tersebut dapat dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masayarakat dan sama sekali bukan kodrat.

Berdasarakan analisis tersebut, pendekatan pada relasi perempuan sudah mulai harus berubah. Dalam konteks ini pendekatan keadilan perlu dicoba. Pendekatan keadilan menyadari bahwa perempuan adalah peserta aktif dalam proses pembangunan khususnya politik. Fokusnya ialah ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang individu, publik, maupun sosial ekonomi. Pendekatan ini mengkritisi pendekatan kesejahteraan yang lebih popuer karena lebih mengejar kenyamanan aspek politis serta tidak mempersoalkan peran

5

Mansour Fakih, 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Hlm. 10

6

(21)

tradisonal perempuan dalam pembagian keja secara seksual. Asumsi tersebut dianggap mengesampingkan peran perempuan dalam program pembangunan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang besar dan menyediakan dana pembangunan dalam proporsi yang signifikan7.

Telah banyak analisis kritis yang mencoba membongkar ketimpangan paradigma gender yang dipahami selama ini dan berusaha menawarkan gagasan baru yang solutif untuk memberdayakan perempuan terkait pelibataanya dalam dunia politik. Namun, sebelum itu harus dipenuhi terlebih dahulu basis dasar kebutuhan perempuan yakni kesejahteraan. Ada beberapa pendekatan untuk itu yakni :

1. Pendekatan kesejahteraan dengan tiga asumsi yakni perempuan dianggap lebih sebagai penerima pasif daripada sebagai subjek pembangunan, peran pengasuhan merupakan peran yang paling penting bagi perempuan dalam masyarakat, mengasuh anak adalah peran perempuan yang paling efektif dalam aspek pembangunan ekonomi. 2. Pendekatan keadilan dengan asumsi pokok bahwa strategi-strategi

ekonomi seringkali berdampak negatif pada kaum perempuan, dan karena itu kaum perempuan harus dilibatkan dalam proses pembangunan dengan meningkatkan akses kesempatan kerja, sehingga pendekatan ini menyadari akan kebtuhan praksis gender terutama dalam memperoleh pekerjaan.

7

(22)

3. Pendekatan anti kemiskinan, melihat bahwa ketidakadilan ekonomi antara laki-laki dan perempuan tidak diakitkan dengan subordinasi, tetapi berkaitan dengan kemiskinan, karena itu perhatiannya bergeser dari upaya mengurangi ketidaksamaan pendapatan.

4. Pendekatan efisiensi berasumsi tekanan pendekatan efisiensi, bergeser dari perempuan ke pembangunan, dengan asumsi bahwa meningkatnya partisipasi ekonomi perempuan di negara dunia ketiga, secara otomatis terkait dengan keadilan. Pendekatan ini melihat berdasarkan analisa pembangunan hanya akan efisien bila perempuan dilibatkan.

5. Pendekatan penguatan diri, berasumsi dasar berupaya untuk mencapai kebutuhan strategis gender secara tidak langsung melalui kebutuhan praktis gender. Pendekatan ini membangun basis kebutuhan praksis gender sebagai basis bagi landasan yang kuat untuk mencapai kebutuhan strategis gender.

Pendekatan di atas mempertegas keyakinan bahwa peran perempuan dalam politik sangat dibutuhkan. Dengan memberikan jalan yang lapang kepada perempuan dalam politik, maka partisispasi politik perempuan bisa sangat diharapkan memberikan kemajuan dalam pembangunan politik.

(23)

politik, faktor sosiologis berupa tradisi bahwa perempuan berperan sebagai pekerja domestik, faktor budaya, faktor fisiologis semakin menegaskan pembatasan peran perempuan di politik. Negasi hak-hak perempuan terjadi secara sistemtis karena laki-laki sudah terlanjur nyaman dengan status quo yang ada.

Gender dalam politik bertujuan menggugat ketimpangan relasii perempuan dan laki-laki dalam politik. Perempuan yang selalu berada dalam bayang-bayang laki-laki akibat dari konstruksi sosial, budaya dan politik yang tidak sehat turut andil dalam mempersulit perempuan memperjuangkan persamaan derajat dengan laki-laki. Kompleksnya persoalan perempuan memerlukan perhatian serius oleh perempuan sendiri. Anggapan tersebut cukup beralasan karena laki-laki kurang serius dalam mengafirmasi pengentasan masalah perempuan. Kesulitan yang selama ini dialami oleh perempuan tak terlepas dari diskriminasi yang berlangsung dalam iklim demokrasi yang semu serta pengabaian pemerintah yang lama. Gerakan kesetaraan gender berusaha mengafirmasi kekuatan perempuan dalam dunia politik agar hak-hak perempuan yang dikebiri oleh sistem sosial dan politik dan sengaja diabaikan dapat teratasi.

(24)

dianggap emosional dan labil tidak bisa diharapkan dalam memajukan pembangunan politik. Sehingga peran politik perempuan sangat minim dan kemudian diperparah oleh kecilnya kesempatan kepada perempuan menduduki jabatan politik yang strategis. Konstruksi budaya tersebut berusaha dilawan oleh gerakan gender yang mengatakan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah kodrat, karena sifatnya relatif dan dapat pula dipertukarkan. Kesimpulan tersebut menjadi dasar kuat untuk perempuan berhak menuntut kesetaraan dalam distribusi kekuasaan dalam politik.

Dunia yang setara dalam politik bisa dibangun dengan beragam cara. Misalnya perlunya menciptaan ruang publik yang penuh dengan opini kesetaraan gender yang dilaukan secara terus menerus agar muncul kesadaran gender yang tidak biasa dan gerakan gender mendapakan apresiasi dan dukungan oleh masyarakat. Irigaray menantang perempuan jika ingin membuka jaman kesetaraan lewat tulisan8.

Menulis sama dengan membangun sebuah keadaban baru. Di dalamnya terdapat muatan kontemplasi yang netral dan obyektif mengenai hakekat peran perempaun yang asasi. Muatan yang kritis membuka cakrawala pemikiran kita yang telah lama dipengaruhi oleh budaya patriarki yang terlalu dikultuskan. Membangun semacam penyadaran kritis bahwa peran perempuan dalam dunia politik adalah sebuah keharusan, karena terbukti sangat berpotensi membangun iklim politik yang bermartabat. Tentunya dengan tidak mengesampingkan faktor

8

(25)

alamiah yang telah terberi yang bisa ditutupi oleh potensi –potensi perempuan yang tidak terbatas.

Lebih lanjut Irigaray menulis bahwa perempuan harus mengembangkan kreatifitasnya dalam politik dengan cara harus melatih diri untuk tidak berhenti pada deskripsi, reproduksi, pengulangan dalam segala bidang, tetapi harus pandai membanyangkan yang belum pernah terjadi. Imajinasi politik mereka perlau dilatih untuk mampu memberikan sumbangsih positif pada kebekuan politik yang dengan itu sterotipe tentang mereka akan berubah di masyarakat. Dengan itu pula perempuan bisa mengembangkan sayap politiknya dengan leluasa dalam suasana yang bebas dimana ada kebersamaan antara dirinya, politik, dan masyarakat yang terintegrasi9.

Politik Indonesia dipandang sebagai wilayah yang riskan untuk perempuan geluti. Padahal Politik menurut Hanna Arendt adalah sarana kebajikan dimana setiap manusia mengabdikan dirinya demi kemaslahatan masyaraat secara luas10. Politik yang berujung pada kekuasaan ialah model kebijakan yang komunikatif dan setara. Tidak ada dikotomi ekstrem antara laki-laki dan perempuan, keduanya saling melengkapi dan melindungi. Perempuan yang memang memiliki kodrat berbeda dengan laki-laki tetap perlu dimanusiakan dalam politik karena peran perempaun tak terkira nilainya. Selama ini berkembang tuduhan tidak berdasar bahwa politik yang memiliki entitas berupa kompetisi, konspirasi dan lobi kurang bisa maksimal diperankan oleh perempuan akibat dari beberapa keterbatasan

9 Haryatmoko, 2010. Dominasi Penuh Muslihat’’Akar Kekerasan dan Diksriminasi, Jakarta,

Gramedia, Hlm. 148

10 Maurizio Passerin D’Enteves, diterjemahkan oleh M.Shawan, 2003, Filsafat Politik Hannah

(26)

perempuan. Sayangnya pemahaman ini terkadang terlalu berlebihan. Politik yang membutuhkan ketelitian, komunikasi yang lama lewat rapat-rapat sampai tengah malam misalnya dianggap akan membuat perempuan kehilangan kekedediriaanya secara perlahan-lahan dan jelas melabrak tradisi ketimuran. Apalagi politik yang penuh resiko dengan taruhan nyawa sekalipun sangat rentan terhadap perempuan yang dianggap lemah. Paradigma tersebut berlangsung cukup lama, sehingga selama ini peran politik perempuan sangat kecil di politik Indonesia.

Memotret fenomena tersebut selalu melahirkan ketertarikan karena perempuan ibaratnya permata yang selalu memiliki sisi-sisi tersembunyi nan menarik untuk diteliti lebih jauh. Dalam konteks ini, penyusun berusaha menelaah secara kritis dengan mengelaborasi teori dan fakta mengenai peran politik perempuan secara mikro di lembaga legislatif DPRD Kota Malang. Apalagi UU Pemilu 2009 memberikan peluang keniscayaan keterwakilan perempuan 30% di Parlemen.11

Demokrasi desentralisasi berbasis otonomi daerah sangat berperan penting dalam pembentukan karakter kedewasaan politik perempuan. Otonomi i Daerah dengan peluang peran besar aktor lokal, perlu diperkuat secara sungguh-sungguh melalui partisipasi politik perempuan yang aktif. Otonomi daerah bisa dipahami sebagai proses pelimpahan kewenangan pusat kepada daerah berdasarkan UU yang proporsional12. Dengan itu lembaga-lembaga pemerintahan di daerah bisa bekerja lebih maksimal karena memiliki otonomi

11

UU No 10 Tahun 2008. Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

12

Mas’ud Said, 2008 (cet 2), Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia, Malang, UMM Press,

(27)

i yang luas. Lembaga yang terdesentralisasi memiliki beberapa keunggulan13 yakni pertama, lembaga terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi; lembaga tersebut dapat member respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah. Kedua, lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi. Ketiga, Lembaga terdesentralisasi jauh lebih inovatif dibanding yang tersentralisasi. Keempat, lembaga terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktifitasnya.

Otonomi daerah kembali memperlebar ruang publik ideal yang selama ini sempat tertutup. Mengingat ruang publik yang tercipta walaupun tidak setara seperti yang dibayangkan, namun perempuan memperoleh kelonggaran lebih untuk memacu nalar politiknya. Dalam konteks membangun kualitas Hidup perempuan kemandirian dan kebudayaan adalah persoalan utama14. Kemandirian berarti perempuan mampu membuktikan perannya tanpa harus selalu bergantung pada laki-laki. Kebudayaan berarti respon sosial masyarakat terhadap kirah prempuan serta kematangan perempuan dalam merespon situasi disekitarnya dengan logika yang sehat.

Otonomi daerah menjadi peluang besar daerah untuk melakukan pembangunan politik lokal dengan menyeluruh dan merata. Otonomi daerah yang yang memberi jalan besar bagi keterlibatan aktor lokal dalam melakukan pembaharuan pada politik lokal sebenarnya ditujukan untuk mengurangi

13

David Osborne & Ted Gaebler. 2000 ( Cet ke 6). Jakarta. Pustaka Binaan pressindo, Hlm. 283-284

14

Gadis Adrivia dan Adriana Venny (ed), 2004, Menggalang Perubahan’’ Perlunya Perspektif

(28)

ketergantungan pada pusat akibat dari sistem sentralisasi yang berhasil membuat daerah menjadi sangat tergantung pada pusat. Aktor lokal yang memang lebih paham pada kondisi lokal karena pergulatan sosialnya mengharuskan dirinya memahami seluk-beluk situasi lokal, dituntut untuk mandiri dan kreatif dalam menyajikan pilihan-pilihan kebijakan baru yang mampu merangsang perbaikan kualitas sosial masyarakat. Aktor lokal baik perempuan dan laki-laki memiliki kesamaan yang sama sebagai penentu keberhasilan. Dengan anggapan demikian, maka persamaan hak dan kewajiban semestinya adalah keharusan, sebab keduanya memiliki peran yang saling melengkapi. Perempaun dengan potensi diri yang luar biasa akan mampu berbuat banyak dalam pembangunan politik lokal, jika mendapatkan ruang luas untuk bersosialisasi, berkomunikasi dan

berkreatifitas. Kota Malang yang dikenal sebagai kota Pendidikan. Kota Malang memiliki

jumlah penduduk 820.243 ditahun 2010 dengan tingkat pertumbuhan 3,9% per tahun.15 memiliki anggota DPRD sebanyak 45 orang anggota dengan perempuan sebanyak 12 orang atau sekitar 26,7 % . Perempuan pun menduduki beberpa pos strategis seperti Ketua Badan Legislatif DPRD Kota Malang dan 2 Wakil Ketua Komisi yakni Komisi A Bidang Pemerintahan dan Komisi B Bidang Perekonomian dan Keuangan. Bukti seperti ini dapat dijadikan sebagai asumsi dasar bahwa perempuan sudah bisa bersaing dan perannya sudah mulai diperhitungkan dan diakui. Walaupun posisi perempuan belum diakomodir dalam pimpinan DPRD, namun setidaknya peran perempuan mulai dianggap menetukan

15

(29)

dalam kinerja DPRD. Entah karena faktor politik atau kemampuan, posisi seperti ini sangat strtategis kepada kaum perempuan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal dan berkontribusi nyata dalam pembangunan di Kota Malang. Pembuktian diperlukan sebagai eksistensi diri agar segala perspektif yang telah lama melekat dan berkembang dalam budaya patriarki perlahan-lahan dapt dikikis. Perempuan yang bagian utuh dari elit, memiliki andil besar dalam pembangunan di segala bidang di Kota Malang. Harapan tersebut harusnya menjadi pelecut semangat perempuan di DPRD Kota Malang untuk maksimal dalam kinerja. Mewujudkan Peraturan Daerah (Perda) yang partisipatif, mendorong anggaran yang berbasis sektor publik serta melakukan pengawasan yang efektif. Sebab gender akan berkembang manakala perempuan mampu mengotimalkan perannya dengan baik tanpa harus terlalu jauh melihat dikotomi antara dirinya dan laki-laki.

Pembangunan Politik Lokal diarahkan pada penciptaan stabilitas politik yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang baik serta didukung oleh stabilitas sosial yang memadai. Pembangunan politik Kota Malang secara statistik mengalami peningakatan dari tahun ke tahun. Secara teoritis Pembangunan politik lokal memang berkisar pada beberapa sektor penting yakni

1. Pembangunan Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan Ekonomi

2. Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri

(30)

4. Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa

5. Pembangunan Politik sebagai pembangunan Administrasi dan Hukum 6. Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Massa. 7. Pembangunan Politik sebagai Pembinaan Demokrasi

8. Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur 9. Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan

10.Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan Sosial yang Multidimensi

Dari semua kisaran diatas, perluasan kesejahteraan dengan derajat partisipatif masyarakat yang tinggi adalah generalisasi dari semuanya. Dimensi Pembangunan politik lokal ialah kesejahteraan masyarakat dimana garis triangulasi antara 3 aktor penting yakni masyarakat, pemerintah dan swasta terletak dalam garis keseimbangan yang stabil. Ketiganya saling mengontrol dan melengkapi dalam kerja sama dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan.

Dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini perempuan dan laki-laki memiliki andil dan tanggungjawab yang sama dalam pembangunan. Begitupun di DPRD Kota Malang sebagai representasi rakyat harus mampu menjawab segala tantangan yang ada menjadi keberhasilan. Selama ini peran pembangunan politik lokal yang kerapkali didominasi oleh laki-laki membuat perempuan kehilangan peran, padahal secara kemampuan sama.

(31)

perempuan sebagai subjek politik. Kedua, Keterwakilan perempuan sebagai pengambil sebuah kebijakan ditingkat legislatif, eksekutif dan yudikatif masih minim Ketiga, Aspek kultur. Perempuan masih disibukan oleh urusan-urusan yang lebih bersifat urusan domestik. Sehingga jika perempuan ingin berkiprah dalam ranah publik, masih banyak pertimbangan. Keempat, sulitnya menciptakan suatu kondisi masyarakat yang sensitif gender.

Lewat judul penelitian ini, diharapkan ada penemuan ilmiah mengenai kualitas perempuan di DPRD Kota Malang dalam Pembangunan Politik Kota Malang. Apakah ditengah cibiran dan stigma negatif yang selalu dekat dengan kiprah politiknya, mereka mampu memberikan terobosan-terobosan progresif dalam pembangunan kota Malang sekaligus mematahkan mitos-mitos tak berdasar selama ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah peran politik perempuan di DPRD Kota Malang selama ini dalam rangka pembangunan politik lokal Kota Malang?

2. Kendala apa yang dihadapi oleh perempuan di DPRD Kota Malang dalam mengoptimalkan peran politiknya?

C. Tujuan Penelitian

(32)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara praksis, penelitian ini diharapkan bermanfaat secara pribadi bagi penyusun dan orang-orang lain yang memiliki kepentingan yang serupa sehingga lahir sebuah kesadaran baru yang berpijak dari relasi yang seimbang dan adil antara perempuan dan laki-laki tanpa harus mereduksi kekedirian masing-masing.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan menambah refensi ilmiah untuk kepentingan pengetahuan. Tidak terbatas pada mahasiswa saja namun terbuka kepada siapa saja yang memiliki concern pada gerakan politik gender perempuan, sehingga ada kesadaran bersama dalam melakukan pengawasan dan koreksi terhadap relasi politik yang terbangun di DPRD kota Malang khususnya dan seluruh lembaga legislatif di Indonesia umumnya.

E. Definisi Konseptual 1. Gender

Gender bisa diartikan sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu.

Ada beberapa teori yang menjelaska konstruksi budaya tentang perempuan yakni,

(33)

Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang gender Teori ini dibagi menjadi dua yaitu:

1. Teori Nature

Teori ini memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu dipermasalahkan

2. Teori Nurture

Teori ini lebih memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan

b. Teori kebudayaan

Teori ini memandang gender sebagai akibat dari konstruksi budaya Menurut teori ini terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena konstruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu merupakan hasil proses budaya masyarakat yang membedakan peran sosial laki-laki dan perempuan. Pemilahan peran sosial berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan dilatihkan .

c. Teori Fungsional Struktural

(34)

mempertimbangkan faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan16.

2. Pembangunan Politik Lokal

Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan politik sebagai kondisi kepolitikan yang harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) daripada memfasilitasi (merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Pembangunan politik lokal adalah modernisasi politik wilayah lokal, degan maksud memberian kebutuhan politik yang sesuai dengan aras lokal. Pandangan ini mirip dengan konsep sebelumnya yakni masih berkaitan dengan prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini. Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya seperti parpol,

16

(35)

administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini, karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan banyak persoalan lokal yang muncul.

Pembangunan Politik lokal sebagai salah satu bentuk dari mobilisasi massa dan partisipasi masyarakat lokal. Karena pembangunan politik adalah menyangkut peran warganegara lokal dalam bentuk kesetiaan barunya terhadap daerah. Pemimpin dan pengikut merasa pembangunan politik makin berkualitas dilihat dari tingkat demonstrasi di seluruh negeri. Pembangunan politik memang menyangkut partisipasi warganegara. Namun yang harus juga dipikirkan adalah bahaya adanya emosionalisme warganegara yang diolah oleh demagog. Karenanya penting menyeimbangkan gelora, sentimen warganegara dengan tertib politik. Inilah proses demokrasi yang sesungguhnya.

(36)

kekuasaan absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang tidak stabil akan beroperasi dengan margin kekuasaan yang rendah, dan para pengambil keputusan adalah lembaga-Iembaga impotent untuk mampu mencapai tujuan-tujuan politik.

3. Definisi Operasional

Sering dikenal sebagai proses yang dilakuan oleh peneliti untuk mengurangi tingat abstraksi konsep sehingga konsep tersebut dapat diukur dengan jelas17.

Operasional dalam judul penelitian ‘’ Gender Dalam Pembangunan Politik Lokal

(Studi Penelitian Tentang Kiprah Politik Perempuan Pada DPRD Kota Malang Periode 2009-2014) ‘’ adalah sebagai berikut :

a. Perspektif Anggota DPRD Perempuan Kota Malang dalam memandang relasi gender dalam pembangunan politik lokal. Perspetif sangat penting sebagai penunjuk sikap da kerja serta berfungsi menunjang optimalisasi kerja Legislatif. Untuk lebih mendapatkan analisa yang sebanding perlu juga dilihat perspektif laki-laki (anggota DPRD Kota Malang) dalam melihat ketimpangan gender yang terjadi selama ini, serta relasi ideal tentang gender dalam DPRD Kota Malang guna optimalisasi kerja dalam pembangunan politik lokal. b. Upaya perempuan dalam mengatasi segala stretotip tentag gender

yang seolah-olah dianggap sebagai kebenaran lahiriah (kodrat) dengan menunjukan kierja memuaskan dalam menghadiran pembangunan yang nyata adalam politik kota Malang, Baik lewat kesejahteraan maupun keadilan. Dan itu bisa diwujudkan dalam representasi politik

17

(37)

yang memadai di DPRD Kota Malang serta adanya kesadaran perempuan itu sendiri untuk meningkatkan kapasitas politiknya. c. Perempuan sebagai representasi politik yang sah di DPRD Kota

(38)

bisa berupa inovasi-inovasi kreatif dalam kinerja DPRD lewat saran dan masukan yang progresif, mendorong pengelolaan lembaga yang transparan dan responsif serta melakukan sikap politik yang konsekuen tapi memihak rakyat.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian didefinisikan sebagai strategi komprehensif untuk dapat menemukan data yang diperlukan, sehingga ada kontiniusitas dalam satu kesatuan utuh dan konsisten antara metode yang digunakan18.

Metode penelitian juga pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah yang dimaksud

berarti kegiatan penelitian didasarkan pada cirri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.19

Maka penelitian ini berusaha menelaah dengan data yang sebisa mungkin valid dan lengkap tentang peran politik perempuan (anggota DPRD) kota Malang dalam pembangunan politik di Kota Malang ditengah segala keterbatasan dan anggapan miring yang ada.

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian deskriptif dengan maksud berusaha untuk memberikan gambaran keadaan obyek atau permasalahan tanpa ada maksud membuat kesimpulan atau generalisasi. Gambaran tersebut dielaborasi dengan teori-teori yang memadai agar diperoleh analisas

18

Soheartono, Irawan, 2008, Metode Penelitian Sosial, Bandung, Remaja Rosdakarya, Hlm. 70

19

(39)

kritis yang seilmiah mungkin tanpa bermaksud mengklaim ini sebagai kebenaran tunggal20.

2. Teknik Pengambilan Data

Menurut Irawan Soehartono, teknik pengambilan data ialah upaya khusus yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang menunjang penelitiannya. Penelitian ini menggunakan beberapa cara untuk mendapatkan data penunjang yakni21

a. Observasi

Observasi ialah kegiatan pengamatan tanpa harus mengjaukan pertanyaan untuk mendapatkan data-data yang terukur. Observasi bisa memberikan data yang diperoleh ialah data segar dalam arti data yang dikumpulkan diperoleh dari subjek pada saat terjadinya tingkah laku serta keabsahan alat ukur dapat diketahui langsung. b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog ( Tanya jawab ) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung. Wawancara memiliki keuntungan berupa kita dapat mengecek langsung kebenaran jawaban responden dengan mengajukan pertanyaan pembanding, atau dengan melihat wajah atau gerak-gerik responden.

c. Dokumentasi 20

Endang Poerwanti,1998, Dimensi-Dimensi Riset Ilmiah, Malang, UMM Press, Hlm. 27

21

(40)

Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian berkaitan dengan sumber informasi yang dianggap relevan dalam artian mampu memberikan informasi secara lengkap dan ilmiah mengenai penelitian yang dilakukan. Sebab itu, penelitian ini mengambil subyek penelitian sebagai berikut:

a. Anggota DPRD Kota Malang, 4 Perempuan dengan asumsi bahwa jumlah responden dengan kualitas yang memadai yang dianggap mampu memberikan sumber informasi yang akurat dan tepat. b. 1 orang Akademisi, yang nantinya diharapkan memberikan

landasan teoritis yang diterjemahkan dalam analisa kritis, obyektif dan netral mengenai judul penelitian yang dilakukan. Akademisi yang notabene memiliki pengetahuan yang mumpuni akan sangat berperan terhadap analisa fenomen melalui keakuratan data yang dielaborasi dengan teori yang memadai. Sebagai perbandingan dan menambah khazanah pengetahuan yang telah dianalisa maka dipilij 1 orang akademisi yang memang benar-benar menaruh perhatian lebih pada judul penelitian yang dilakukan

4. Lokasi Penelitian

(41)

5. Sumber Data a. Data Primer

Ialah dokumen yang didapatkan langsung dari obyek penelitian atau yang secara langsung mengalami peristiwa yang akan diteliti. Sumber data primer memiliki kekuatan karena diperoleh secara langsung oleh narasumber sehingga keakuratan datanya bisa terjamin.

b. Data Sekunder

Data sekunder biasanya digunakan sebagai pendukung dta primer atau lebih melengkapai data penelitian. Data sekunder bisa didapatkan dari buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen resmi, Koran, internet atau sumber-sumber lain yang kira-kira bisa memberikan penjelasan tambahan mengenai penelitian yang dilakukan.

6. Analisis Data

Analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.

(42)

bahan analisis kritisnya. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi sebagai berikut:

1. Reduksi data, yaitu proses menganalisa data dengan jalan mempertegas dan mempertajam sajian data yang terkumpul dengan judul penelitian sebagai batasanya. Reduksi data juga bermaksud melakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dengan demikian reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak perlu dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi22.

2. Display Data. Yakni sekumpulan informasi yang disusun dalam kerangka sistematis yang berfungsi memberikan kemudahan bagi peneliti dalam menarik kesimpulan berdasarkan logika ilmiah dan obyektif.

3. Pegambilan Keputusan yakni proses penemuan benang merah lewat pemahaman yang utuh dan komprhenesif tentang penelitian yang dilakukan. Hal ini penting agar data yang diperoleh semakin mudah dipahami serta ada arah jelas mengenai kemana penelitian ini akan diarahan secara fokus.

22

Referensi

Dokumen terkait

Keindahan alam di Tana Toraja tidak hanya sebagai sumber inspirasi dari warna ukiran, tetapi juga berbagai bentuk yang telah disederhanakan pada ragam hias.. Selain itu

Hasilnya diketahui bahwa prosedur pelaksanaan lelang KPKNL di Palopo sudah sesuai dengan syariat Islam karena lelangnya tidak bercampur dengan penipuan, atau

Pada tahun 2016 wilayah Polrestabes jenis pelanggaran lalu lintas bertambah menjadi 5 pelanggaran yaitu melawan arus, melanggar lampu lalu lintas, tidak

Hubungan Gender Dan Etnis Dengan Outcome Pada Pasien Migren Dan Pada Pasien Chronic Tension Type Headache. Latar belakang : Migren dan Chronic Tension Type Headache

21 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan dengan sampel berusia 14-19 tahun di Brazil, jumlah sampel laki-laki 113 orang dan

Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada pihak sekolah mengenai profil lapisan pemahaman dan folding back siswa SMA dalam

yang memadai maka akan terbentuk perilaku yang baik juga dalam menjaga kesehatan lingkungan, baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Hal

" Analisis faktor dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan faktor-faktor apa sajakah yang mendorong masyarakat Surabaya dalam melakukan reservasi hotel secara online